BAB I PENDAHULAAN
1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang diberi keistimewaan khusus dibandingkan dengan provinsi-provinsi yang lain di Indonesia. Bentuk keistimewaan ini salah satunya yaitu Gubernur di Provinsi DIY ditetapkan bukan dipilih melalui pemilihan tapi melalui penetapan. Hal ini sebagai bentuk penghormatan kepada DIY karena sebelum kemerdekaan DIY merupakan kerajaan yang terpisah dari NKRI, dan setelah kemerdekaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, menyatakan bergabung dengan NKRI. Sebagai penghormatan atas bergabungnya DIY maka DIY diberikan hak istimewa. Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta. DIY dipimpin oleh Gubernur, sedangkan Gubernur DIY dijabat oleh seorang Sultan. Karena DIY terbagi menjadi beberapa kabupaten, antara ke empat kabupaten dan satu Kota tersebut harus terjalin hubungan yang baik guna menciptakan suatu koordinasi pembangunan.
1
2
Bagian utara dari Kabupaten Sleman ini merupakan pegunungan, dengan puncak gunungnya merupakan Gunung Merapi, gunung yang sampai saat ini masih aktif. Bagian selatan merupakan daerah dataran rendah yang sangat subur dan banyak dimanfaatkan untuk pertanian. Kabupaten Sleman merupakan penghasil buah salak, oleh karena itu Kabupaten Sleman banyak dikenal sebagai asal dari salak pondoh. Selain sebagai penghasil buah salak Kabupaten Sleman juga dikenal sebagai daerah penghasil padi dan merupakan lumbung padi, karena tanah yang terdapat di Kabupaten Sleman merupakan tanah yang subur untuk pertanian padi. Selain sebagai daerah pertanian Kabupaten Sleman mempunyai banyak Perguruan Tinggi, secara administrasi letak Universitas Gadjah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta terdapat di Kabupaten Sleman. Berlakunya otonomi daerah sampai masa sekarang ini sesuai dengan Undangundang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan seluasnya di daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah Daerah sesuai azas otonomi dan tugas perbantuan. Penyelenggaraan pembangunan daerah membutuhkan dukungan koordinasi dari beberapa bagian, antara bidang satu dengan bidang lainnya dan antara SKPD satu dengan SKPD lainnya. Koordinasi yang dibutuhkan pun bukan sekedar koordinasi biasa namun dibutuhkan koordinasi yang baik dan lancar atau bisa dikatakan
3
koordinasi yang efektif, terutama dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan daerah. Oleh sebab itu dibentuk Bappeda yang berlandaskan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 185 tahun 1980 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II. Instruksi Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, Nomor 1/Inst/1981
Tentang
Pembentukan
Badan
Perencanaan
Daerah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II se Provinsi DIY, serta Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II, Kabupaten Sleman Nomor 7 Tahun 1982. Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II, Kabupaten Sleman. Bappeda sebagai koordinator perencanaan daerah mempunyai tugas dan fungsi yang dimilikinya, fungsi koordinasi ini seperti apa yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pasal 6, yaitu: 1.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan unsur perencana penyelenggaraan pemerintah daerah.
2.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah.
4
3.
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
dalam
melaksanakan
tugas
menyelanggarakan fungsi : a. Perumusan kebijakan teknis perencanaan; b. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan daerah; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan pembanguan daerah; dan d. Pelaksanaan tugas lain yang diberkian oleh kepala daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bappeda dipimpin oleh kepala badan yang berkedudukan di bawah Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Berkaitan dengan fungsi dan tugasnya sebagai badan koordinasi perencanaan daerah, salah satu tugas dari Bappeda adalah melakukan koordinasi perencanaan terhadap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Segala kegiatan dan kebijakan yang dikerjakan oleh tiap-tiap SKPD sesuai dengan tugas pokok yang dimilikinya, dan antara SKPD satu dengan SKPD lainnya harus saling bekerjasama, saling mengisi dan saling melengkapi dalam berkoordinasi merumuskan sasaran pembangunan daerah, diharapkan dari koordinasi tersebut akan tercapai pemerataan pembangunan daerah. Koordinasi merupakan aspek pokok dan paling vital dalam proses perencanaan pembangunan di daerah, karena melalui koordinasi yang terjadi diharapkan masalah yang timbul dalam proses perencanaan pembangunan dapat teratasi dengan baik khususnya dalam permasalahan dalam perencanaan pembangunan daerah secara
5
komprehensif yang selalu berkesinambungan dalam mendukung pembangunan daerah. Kenyataan yang terjadi selama ini pada masa otonomi daerah yaitu masih kurangnya perhatian dari tiap-tiap SKPD maupun dari Kepala Daerah mengenai koordinasi yang dijalankan oleh Bappeda, yang berakibat kurang efektifnya koordinasi yang terjadi. Bappeda sebagai badan yang memiliki fungsi sebagai pelaksana koordinasi melaksanakan koordinasi horizontal dengan SKPD-SKPD dalam perencanaan di daerah, antara Bappeda dengan SKPD lainnya memiliki tugas dan fungsi yang berbeda. Masalah yang timbul dalam koordinasi antara Bappeda dengan SKPD-SKPD yaitu Bappeda berkedudukan sejajar dalam hal eselon, karena sama-sama dipimpin oleh pejabat eselon II B, sehingga Bappeda dalam melaksanakan koordinasi dengan SKPD-SKPD akan kesulitan, karena tidak mempunyai kewenangan memberikan teguran ataupun sanksi apabila SKPD menyepelekan koordinasi sehingga menghambat koordinasi yang terjadi. Kinerja yang dijalankan pemerintah Kabupaten Sleman didalam melaksanakan pembangunan daerah tidak terlepas, bagaimana proses perencanaan pembangunan dilakukan. Perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Sleman sendiri membutuhkan koordinasi yang berjalan baik antara SKPD-SKPD yang berada di pemerintah Kabupaten Sleman. Peran dari masing-masing SKPD dalam koordinasi sangat dibutuhkan baik itu pada saat perumusan rencana pembangunan daerah sampai pada tahap evaluasi, peran dari SKPD itu sangat dibutuhkan karena perencanaan
6
pembangunan daerah yang terjadi tidak bisa dipisahkan antara SKPD satu dengan yang lain, antara bidang satu dengan bidang lain, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Koordinasi di Bappeda Kabupaten Sleman baik itu intern dan ekstern merupakan koordinasi yang baik atau berhasil, hal ini dikemukakan oleh mantan SEKDA Kabupaten Sleman, Bapak Sutrisno. “Walaupun terkadang ada hambatan namun koordinasi di Bappeda Kabupaten Sleman dapat dikategorikan berhasil”. Telah ada tesis yang membahas tentang koordinasi Bappeda yaitu pemanfaatan faktor-faktor khas dalam mendukung koordinasi perencanaan pembangunan daerah di Bappeda Kabupaten Sragen. Tesis tersebut menarik karena mencoba untuk menggali faktor yang mendukung koordinasi pembangunan di daerah yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di Kabupaten Sragen. Dalam tesis itu dijelaskan tentang adanya pengaruh koordinasi nonformal yang mendukung keberhasilan di Bappeda selain faktor-faktor lain seperti kepemimpinan. Dalam penelitian ini yang mengambil penelitian di Bappeda Sleman akan lebih menggali peran faktor internal dan eksternal dalam dukungannya untuk membantu koordinasi agar berjalan dengan baik. Dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu aparat pemerintah khususnya Bappeda dalam menambah kualitas kerjanya.
7
1.2 Rumusan Masalah Perumusan masalah yang muncul pada penelitian ini yaitu: a.
Bagaimanakah proses koordinasi internal dan eksternal Bappeda, dalam perencanaan pembangunan?
b.
Apakah koordinasi internal dan eksternal Bappeda Kabupaten Sleman merupakan koordinasi yang efektif/berhasil ?
c.
Faktor–faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan koordinasi internal dan eksternal tersebut?
1.3 Tujuan Penulisan Dari perumusan masalah yang ada didapatkan tujuan penelitian yaitu: a.
Mendeskripsikan
proses koordinasi internal dan eksternal Bappeda, dalam
perencanaan pembangunan. b.
Mengukur efektifitas/keberhasilan koordinasi internal dan eksternal Bappeda.
c.
Menggali faktor–faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan koordinasi internal dan eksternal.
8
1.4 Manfaat Penelitian a.
Mengetahui proses koordinasi yang baik untuk digunakan di birokrasi internal Bappeda.
b.
Bagi pemerintah Kabupaten Sleman penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui proses koordinasi dalam perancangan di Kabupaten Sleman yang nantinya diharapkan pemerintah Sleman akan lebih memberikan perhatian mengenai koordinasi yang terjadi.
c.
Sebagai dasar landasan penelitian lebih lanjut.
9
1.5
Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Penulis 1. Ratna Ningsih Luneto Tahun lulus 1998
Judul Lokasi Kinerja Bappeda Kabupaten Muna tingkat II dalam perencanan Pembangunan Tahunan Daerah Studi Kasus Kabupaten Daerah Tingkat II Muna
Tujuan 1. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan institusi Bappeda tingkat II muna tentang sejauhmana Kinerja dalam menjalankan fungsinya sebagai koordinator penyusunan rencana pembangunan tahunan daerah 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam proses implementasi fungsi dan tugas Bappeda serta seberapa jauh hasil dan manfaat dari proses penyususnan rencana pembangunan tahunan daerah. 3. Memberikan rekomendasi kepada Bappeda tingkat II
Metode Kualitatif, pendekatan rasionalistik
10
Penulis
Judul
Lokasi
2. Nasrun Tahun lulus 1999
Studi Koordinasi Kotamadya Jambi Perencanaan Pembangunan Daerah Studi Kasus Bappeda Kotamadya Tingkat II Jambi
Tujuan Metode Muna sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan dalam pelaksanaan/implemen tasi fungsi Bappeda yang hasilnya akan dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik bagi proses penyusunan rencana pembangunan tahunan daerah di masa mendatang. 4. Untuk kepentingan pengembangan penelitian selanjutnya dalam kelembagaan Bappeda tingkat II. 1. Untuk mengetahui Kualitatif sejauhmana Kinerja Bappeda tingkat II Jambi dalam koordinasi perencanaan pembangunan daerah 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yg berpengaruh Kinerja
11
Penulis
Judul
Lokasi
3. Khairunnas Tahun lulus 2011
Pemanfaatan Faktor- Kabupaten Sragen faktor khas dalam mendukung Koordinasi Perencanaan Pembangunan Daerah studi kasus di Bappeda Kabupaten Sragen
4. Ibnu Herlambang Koordinasi di Kabupaten Sleman W Bappeda Kabupaten Tahun lulus 2013 Sleman
Tujuan Metode Bappeda tingkat II Jambi dalam koordinasi perencanaan pembangunan daerah 1. Mendeskripsikan Metode Studi Kasus berjalannya fungsi koordinasi dalam kegiatan perencanaan pembangunan daerah Sragen 2. Memperkaya pengetahuan koordinasi perencanaan dengan faktor-faktor yang khas/unik, yang diduga berpengaruh pada kinerja fungsi koordinasi kegiatan perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Sragen 1. Mendeskripsikan Metode Studi Kasus proses koordinasi internal dan eksternal Bappeda, dalam
12
Penulis
Judul
Lokasi
Tujuan Metode perencanaan pembangunan. 2. Mengukur efektifitas/keberhasila n koordinasi internal dan eksternal Bappeda. 3. Menggali faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan koordinasi internal dan eksternal.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh saudara Khairunnas (2011) yang juga meneliti tentang upaya yang dilakukan oleh kepala daerah dalam membentuk koordinasi, penelitian ini lebih mendalami apa yang terdapat di Bappeda itu sendiri, juga koordinasi di dalam lingkup Bappeda itu sendiri tidak hanya Bappeda dengan beberapa SKPD terkait dalam penyusunan rencana pembangunan daerah.