1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu provinsi yang memiliki otonomi khusus yang berada di ujung barat Aceh. Dahulunya provinsi tersebut bernama Daerah Istimewa Aceh. Keistimewaan tersebut masih dapat terlihat hingga sekarang yang mana pemerintahannya diberikan kekhususan melalui undang-undang pemerintahan Aceh, salah satunya yakni dapat dijalankannya syariat Islam secara menyeluruh (kaffah) sesuai dengan cita-cita rakyat Aceh. Selain itu, juga dibentuknya qanun (peraturan daerah) sebagai pendukung daripada pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Ibukota dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Banda Aceh. Kota Banda Aceh terdiri dari 9 Kecamatan, 17 Mukim, 90 Gampong dengan luas wilayah 61,36 KM2 dan jumlah penduduk sebesar 263.589 jiwa. Banda Aceh yang merupakan bekas ibukota Kerajaan Islam terbesar di Nusantara memiliki banyak objek wisata sejarah.1 Pada pemilihan kepala daerah Banda Aceh tahun 2007, pasangan Mawardy Nurdin dan Illiza Sa'aduddin Djamal terpilih sebagai Walikota dan Wakil Walikota untuk periode 2007-2012. Kemudian, pasangan tersebut kembali terpilih sebagai Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh periode 2012-2017. Akan tetapi, Mawardy Nurdin meninggal pada 8 Februari 2014 akibat penyakit 1
http://walikota.bandaacehkota.go.id/profil/index.html tahun 2014. Di Akses pada tanggal 13 Desember 2015 Pukul 16.13 WIB.
Universitas Sumatera Utara
2
yang di deritanya. Kemudian Illiza menjabat sebagai Pelaksana Harian (Plh) Walikota Banda Aceh. Beberapa bulan setelah kepergian Alm Mawardy Nurdin, pada 16 Juni 2014 Gubernur Aceh Zaini Abdullah melantik Illiza Sa‟aduddin Djamal sebagai Walikota Banda Aceh dan Zainal Arifin yang terpilih sebagai Wakil Walikota Banda Aceh melalui pemilihan di DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kota) untuk periode 2014 - 2017.2 Sebagai syarat dalam mencalonkan diri sebagai walikota dan wakil walikota, tentunya pasangan-pasangan calon harus mengajukan visi dan misi mereka terlebih dahulu. Salah satunya yakni pasangan calon walikota dan wakil walikota Banda Aceh untuk periode 2012-2017 yaitu Mawardy Nurdin dan Illiza Sa‟aduddin Djamal dimana mereka telah mengajukan visi dan misi mereka ke Kantor Independen Pemilu Banda Aceh. Visi yang mereka gagas yakni Terwujudnya Banda Aceh Model Kota Madani, yang kemudian intinya bahwa kota madani merupakan sebuah kota yang penduduknya beriman dan berakhlak mulia, menjaga persatuan dan kesatuan, toleran terhadap perbedaan, taat terhadap hukum, dan masyarakatnya bebas untuk berpendapat. Keadaan tersebut nantinya diharapkan akan melahirkan warga Kota Banda Aceh yang memiliki jati diri yang ramah, taat aturan, damai, sejahtera, harga diri tinggi, berbudaya dan juga beradab. Dalam upaya untuk mewujudkan visi tersebut, kemudian Mawardy Nurdin dan Illiza Sa‟aduddin Djamal menggagas
2
http://aceh.tribunnews.com/2014/06/15/besok-illiza-resmi-jadi-wali-kota Di Akses pada tanggal 13 Desember 2015 Pukul 16.48 WIB.
Universitas Sumatera Utara
3
misi yang intinya adalah agar dilakukan penguatan terhadap pelaksanaan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah), sehingga ketika pelaksanaan syariat Islam telah terealisasikan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh, maka akan terciptanya tata pemerintahan yang baik, masyarakat yang sejahtera dengan eknominya yang mandiri, terbentuknya masyarakat yang berintelektualitas tinggi, sehat, pendidikan yang maju, serta tingginya tingkat partisipasi perempuan. 3 Mawardy Nurdin dan Illiza Sa‟aduddin Djamal diajukan sebagai pasangan calon walikota dan wakil walikota Banda Aceh oleh Dewan Pimpinan Daerah Kota Banda Aceh atau biasa disebut dengan gabungan dari beberapa partai politik. Partai politik merupakan suatu organisasi politik yang mengakar dalam masyarakat, mempunyai ideologi, memiliki cabang-cabang di daerah, mempunyai kegiatan yang berkelanjutan, ikut di dalam pemilihan umum dan mempunyai wakil di parlemen. Partai politiklah yang nantinya akan menyampaikan informasi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat kepada pemerintah, serta mencari para calon untuk jabatan politik.4 Partai politik yang mendukung pasangan calon Mawardy Nurdin dan Illiza Sa‟aduddin Djamal yakni terdiri dari Partai Demokrat Kota Banda Aceh, Partai Persatuan Pembangunan Kota Banda Aceh, Partai Amanat Nasional Kota Banda Aceh, dan Partai Suara Independen Rakyat Aceh Kota Banda Aceh. Terdapat delapan kecamatan daerah pemilihan yakni kecamatan Meuraxa, Kuta Raja, Kuta 3
Lihat lampiran visi dan misi calon walikota dan wakil walikota Banda Aceh tahun 2011. Lihat juga Warjio. 2013. Dilema Politik Pembangunan PKS : Islam dan Konvensional. Medan: Perdana Publishing. hal. 15. 4
Universitas Sumatera Utara
4
Alam, Syiah Kuala, Ulee Kareng, Baiturrahman, Lueng Bata, dan Jaya Baru. Dari delapan kecamatan tersebut, pasangan Mawardy dan Illiza mendapatkan total jumlah suara yaitu 31.459 suara dan unggul terhadap jumlah suara dari beberapa pasangan calon lain.5 Selanjutnya setelah pasangan Mawardy Nurdin dan Illiza Sa‟aduddin Djamal terpilih sebagai Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh periode 20122017, maka Banda Aceh pada tahun 2012 memiliki visi yakni Banda Aceh Model Kota Madani. Sedangkan misi untuk mencapai hal tersebut adalah sebagai berikut :6 1. Meningkatkan Kualitas Pengamalan Agama menuju Pelaksanaan Syariat Islam Secara Kaffah; 2. Memperkuat Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik; 3. Memperkuat Ekonomi Kerakyatan; 4. Menumbuhkan Masyarakat Yang Berintelektualitas Sehat dan Sejahtera; 5. Melanjutkan Pembangunan Infrastruktur Pariwisata Yang Islami; 6. Meningkatkan Partisipasi Perempuan Dalam Ranah Publik dan Perlindungan Anak; 7. Meningkatkan Peran Generasi Muda Sebagai Kekuatan Pembangunan Kota. Dalam rangka mendukung terwujudnya visi dan misi kota Banda Aceh tersebut, maka terdapat enam Qanun kota Banda Aceh tahun 2012, sebagai berikut:7
5
Lihat lampiran Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Walikota/Wakil Walikota Di Tingkat Kabupaten/Kota. 6 http://www.bandaacehkota.go.id/new//246/269Visi_dan_Misi.html Di Akses pada tanggal 13 Desember 2015 Pukul 22.44 WIB. 7 Isi selangkapnya mengenai Qanun Kota Banda Aceh tahun 2012 dapat dilihat di http://jdih.bandaacehkota.go.id/index.php/produk-hukum Di Akses pada tanggal 04 Januari 2016, Pukul 13.57 WIB.
Universitas Sumatera Utara
5
1. Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota Banda Aceh Tahun 2011; 2. Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota Tahun 2012; 3. Perubahan Atas Qanun Kota Banda Aceh Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah; 4. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; 5. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; 6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota Tahun Anggaran 2013. Gagasan mengenai visi Banda Aceh sebagai model kota madani salah satunya dicetuskan oleh Walikota Banda Aceh yakni Mawardy Nurdin, dimana beliau mengatakan bahwa pembentukan kota madani harus tercapai dalam lima tahun ke depan. Dalam pembentukan kota madani tersebut, beliau meminta kepada tim penyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota (RPJMK) Banda Aceh 2012-2017 agar meniru konsep Rasulullah Sallallāh „alayh wa Sallam dalam membangun kota Madinah, yang meletakkan tiga pilar seperti yang termaktub dalam Piagam Madinah. Menurut Mawardy Nurdin, kota madani adalah sebuah kota yang penduduknya beriman dan berakhlak mulia, menjaga persatuan dan kesatuan, toleran dalam perbedaan, taat hukum dan memiliki ruang publik yang luas. Disamping
itu
masyarakatnya
juga
ikut
berpartisipasi
dalam
penyelenggaraan pembangunan, inklusif, mampu bekerjasama untuk menggapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Sehingga beliau berharap bahwa keadaan tersebut dapat membentuk warga Kota Banda Aceh yang memiliki jati diri yang
Universitas Sumatera Utara
6
ramah, taat aturan, damai, sejahtera, harga diri tinggi, berbudaya, dan beradab. 8 Intinya konsep membangun Banda Aceh model kota madani menurut Mawardy Nurdin
yakni
dengan mewujudkan masyarakat
yang berakhlak mulia,
menjalankan syari‟at menurut agama masing-masing, taat hukum, penuh toleran. Masyarakat juga memiliki akses kepada pemerintahan, mengontrol, ikut membicarakan
pembangunannya,
ikut
terlibat
dalam
pengawasan,
dan
sebagainya.9 Selanjutnya setelah kepergian beliau, maka visi kota Banda Aceh tersebut dilanjutkan oleh Walikota Illiza Sa‟aduddin Djamal dan Wakil Walikota terpilih yakni Zainal Arifin. Dalam upaya untuk membangun Banda Aceh sebagai model kota madani, pembangunan yang dijalankan yaitu pembangunan berteraskan Islam. Menurut Muhammad Syukri Salleh, pembangunan yang berteraskan Islam adalah pembangunan yang bergabung antara dua bentuk pembangunan; pembangunan material dengan pembangunan kerohanian dan dilaksanakan menurut garis panduan yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Pembangunan material adalah pembangunan yang dapat menegakkan program-program yang berkaitan dengan aspek kehidupan manusia atau Habl min al-Nas seperti pengeluaran dan penggunaan. Sedangkan pembangunan kerohanian adalah pembangunan yang dapat merapatkan hubungan manusia dengan Allah s.w.t seerat mungkin, melaksanakan 8
http://dprk-bandaaceh.go.id/berita-38-mawardy-nurdin-minta-rpjm-kota-banda-aceh-tiru-konseprasulullah.html Di Akses pada tanggal 14 Desember 2015 Pukul 20.38 WIB. 9 http://mawardy-nurdin.blogspot.co.id/2013/07/banda-aceh-model-kota-madani.html Di Akses pada tanggal 15 Desember 2015 Pukul 21.57 WIB.
Universitas Sumatera Utara
7
syari‟at sebaik mungkin dan berakhlak dengan Allah s.w.t setinggi mungkin atau Habl min Allah seperti keimanan, ketakwaan dan sebagainya. 10 Islam bukan semata agama, namun juga merupakan sebuah sistem politik. Islam dan politik merupakan sesuatu yang saling bergandengan dengan selaras dan tidak dapat dipisahkan satu sama yang lain. Hal tersebut didasarkan bahwa Rasulullah Sallallāh „alayh wa Sallam disamping sebagai pemimpin agama, beliau juga adalah seorang ahli negara yang mengendalikan masyarakat madinah. 11 Dalam menjalankan pembangunan yang berteraskan Islam tersebut, diharapkan peran pemerintah kota (Walikota dan Wakil Walikota) selaku salah satu aktor politik atau pelaku pembangunan dalam membuat suatu regulasi kebijakan yang tepat bagi Banda Aceh. Selain daripada peran pemerintah kota, juga diharapkan peran dari aktor-aktor politik yang lain maupun masyarakat Banda Aceh sendiri dalam upaya untuk mewujudkan visi dan misi tersebut. Konsep kota madani di Banda Aceh berarti menjadikan kota Banda Aceh sebagai kota yang madani, berbasis syari‟at Islam, kota yang modern, yakni berarti bukan jauh dari nilai-nilai agama, akan tetapi tetap dilapisi dengan nuansa-nuansa yang islami. Selanjutnya dalam proses menjadikan Banda Aceh sebagai model kota madani, telah ada beberapa upaya yang dilakukan yakni misalnya saja dengan membentuk komite penguatan aqidah dan peningkatan syari‟at Islam di Banda 10
Lihat Warjio. 2013. Politik Pembangunan Islam : Pemikiran dan Implementasi. Medan: Perdana Publishing. hal. xvi-xvii. 11 Ibid. Warjio. hal. vxiii.
Universitas Sumatera Utara
8
Aceh, menerapkan progam diniyah di sekolah umum dan membentuk lokasi hafiz Qur‟an. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengkaji lebih lanjut mengenai Aceh pada masa lampau, munculnya konflik antara pemerintah pusat dengan Aceh, selanjutnya mulai diterapkan syariat Islam di aceh hingga berujung pada munculnya kota madani di Banda Aceh yang berkaca pada kota madani zaman Rasulullah Sallallāh „alayh wa Sallam. Selain itu, peneliti juga akan mengkaji mengenai aktor-aktor politik yang terlibat dalam perumusan kota madani, dimana dalam hal ini partai politik ataupun aktor-aktor politik lain tentulah akan menyalurkan aspirasi mereka dalam bentuk sebuah kebijakan, karena mereka dapat diasumsikan memiliki kepentingan mereka tersendiri di dalamnya. 1.2 Perumusan Masalah Banda Aceh dalam membangun kotanya, berpedoman pada apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Sallallāh „alayh wa Sallam di Madinah. Banda Aceh dikenal sebagai kota yang sangat menjunjung tinggi tegaknya syariat Islam. Maka pembangunan yang dilakukan di kota tersebut juga berteraskan Islam. Banda Aceh pada tahun 2012-2017 memiliki visi yakni Banda Aceh Model Kota Madani, dan memiliki misi yang terdiri dari tujuh poin dalam upaya untuk mewujudkan visi tersebut. Gagasan mengenai Banda Aceh sebagai model kota madani salah satunya dicetuskan oleh Walikota sebelumnya yakni Mawardy Nurdin, yang kemudian beliau meninggal pada tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
9
Menurut beliau, walaupun untuk mencapai taraf madaniah pada masa Rasulullah Sallallāh „alayh wa Sallam sulit untuk dicapai, setidaknya masyarakat Banda Aceh telah berusaha menuju ke arah tersebut. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh (Walikota dan Wakil Walikota) selaku salah satu aktor politik. Akan tetapi, selain daripada pemerintah kota, tentu akan ada aktor-aktor lain yang berpengaruh dalam perumusan kota madani di Banda Aceh tersebut. Berdasarkan apa yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis mencoba merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang munculnya kota madani Banda Aceh? 2. Siapa aktor-aktor yang memainkan peranan dalam perumusan kota madani di Banda Aceh? 1.3 Pembatasan Masalah Batasan masalah ini berfungsi agar karya ilmiah ataupun penelitian tetap fokus pada permasalahan yang akan diteliti. Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini akan difokuskan pada politik pembangunan Islam terhadap Kota Madani Banda Aceh. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
10
1. Untuk mendeskripsikan politik pembangunan Islam terhadap Kota Madani di Banda Aceh. 2. Untuk memahami mengenai politik pembangunan Islam terhadap Kota Madani di Banda Aceh. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi pengetahuan terhadap ilmu politik, terkhusus mengenai politik pembangunan Islam. 2. Secara akademis, penelitian ini berfungsi sebagai referensi tambahan dalam mengembangkan kemampuan berfikir bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 3. Bagi penulis, membantu penulis untuk mengasah kemampuan dalam menulis karya ilmiah khususnya di bidang ilmu politik. 1.6 Kerangka Teori Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep.12 Selanjutnya dalam hal ini penulis akan menggunakan teori yang berkaitan dengan penelitian penulis yaitu politik pembangunan Islam.
12
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
11
1.6.1 Konsep Kota Madani Berbicara mengenai masyarakat madani maka akan berkenaan dengan sejarah Rasulullah Sallallāh „alayh wa Sallam yang melakukan hijrah dari kota Mekkah ke Madinah.13 Masyarakat madani seringkali diposisikan sebagai pola kehidupan masyarakat yang ideal. Dari aspek historis, para pemikir Islam biasanya merujuk suatu kondisi masyarakat pada kondisi masyarakat madinah dibawah kepemimpinan Rasulullah Sallallāh „alayh wa Sallam. Idealitas konsep masyarakat madani tidak lain didorong oleh berbagai macam aspek yang ditonjolkan di antaranya adalah bahwa pola kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara senantiasa mengacu pada supremasi hukum, hak-hak asasi manusia, serta menghargai perbedaan dengan segala bentuknya (pluralisme).14 Kedatangan Rasulullah Ṣallallāh „alayh wa Sallam ke Yastrib (Madinah) adalah awal bagi perkembangan dakwah Islam dan penyebarannya. Sebelum kedatangan beliau Madinah dulunya bernama Yastrib. Madinah merupakan lingkungan geografis dimana penduduknya terdiri dari masyarakat yang plural (majemuk). Penduduknya hanya sebagian saja yang beragama Islam, yang lain adalah kaum Yahudi, Nasrani, pemeluk kepercayaan tauhid tradisional (kaum hanif) dan orang-orang musyrik. Tidak lama kemudian Rasulullah Sallallāh „alayh wa Sallam resmi menjadi pemimpin di Madinah. Selanjutnya beliau kemudian mulai meletakkan
13
Lihat Farid Wajdi Ibrahim. 2012. “Pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia Melalui Civic Education”. Jurnal Ilmiah Didaktika. Edisi 13 Tahun 2012. hal. 132. 14 Ibid. Farid Wajdi Ibrahim. hal. 130.
Universitas Sumatera Utara
12
dasar-dasar kehidupan dalam bermasyarakat. Pertama, beliau membangun masjid, disamping sebagai tempat shalat, masjid juga difungsikan sebagai tempat bermusyawarah. Kedua beliau membangun ukhuwah islamiyyahi, yakni persaudaraan sesama muslim, dimana beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar sebagai persaudaraan berdasarkan agama. Ketiga, Rasululullah Ṣallallāh „alayh wa Sallam membentuk perjanjian yakni membangun hubungan persahabatan dengan pihak-pihak yang bukan beragama Islam. Hal tersebut beliau lakukan agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, adanya kebebasan dalam hal beragama, dan juga menyuarakan pendapat. Perjanjian tersebut yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. Inti dari Piagam Madinah tersebut yakni adanya sebuah kesepakatan untuk hidup rukun dan juga damai antara orang-orang Muhajirin (Mekkah), orang-orang Anshar (Madinah) dan kaum Yahudi ataupun non muslim; dimana mereka saling membela dan mempertahankan negara mereka secara bersama-sama dari ancaman ataupun serangan musuh. Setelah Rasulullah Sallallāh „alayh wa Sallam hijrah ke Yastrib, maka kota tersebut diberi nama Madinah yang artinya kota. Beliau mampu memandang jauh ke depan bahwa kota tersebut memiliki prospek sebagai kota yang memiliki peradaban maju dan siap tinggal landas menuju suatu kemajuan baik secara fisik maupun moral. Masyarakat berperadaban itulah yang kemudian disebut dengan masyarakat madani, dimana merupakan suatu masyarakat yang terbuka, hidup rukun dan damai dengan beragam keyakinan dan kepercayaan, dan juga setiap
Universitas Sumatera Utara
13
individu dapat mengemukakan pendapatnya secara demokratis. Bahkan setiap individu dalam masyarakat tersebut dapat berkontribusi satu sama lain dalam pembangunan dengan berlandaskan pada keadilan, kebaikan, dan juga kesejahteraan bersama.15 Signifikasi konsep kota madani dalam teori ini adalah sebagai alat analisis agar dapat menjawab permasalahan mengenai latar belakang munculnya kota madani di Banda Aceh. 1.6.2 Politik Pembangunan Islam Politik pembangunan Islam adalah satu terminologi yang merupakan gabungan antara konsep politik, pembangunan, dan Islam. Dalam Islam, kata politik sinonim dengan kata siyasah yang berarti seni memerintah. Siyasah adalah ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri serta kemasyarakatan dan yakni mengatur kehidupan umum atas dasar keadilan dan istiqamah. Politik dalam Islam penting sebagai perwujudan keadilan dan kedamaian. Politik dalam Islam didefinisikan sebagai bentuk perjuangan bagi kekuasaan untuk beriman kepada Allah swt dengan menekankan pada tauhid dan menolak Thaqut, yakni orang-orang yang mengklaim hak dan kekuasaan absolut. Padahal kekuasaan hanya milik Allah swt. 16 Sedangkan pembangunan secara sederhana hanya dipandang sebagai kemampuan pengambil keputusan untuk menata lingkungannya (politik, sosial, ekonomi, administratif, pendidikan, dan lain-lain) melalui pengerahan (mobilisasi) sumber daya nasional, yang dituntun oleh ideologi yang sangat mereka yakini. 15 16
Ibid. Farid Wajdi Ibrahim. hal. 133-134. Warjio. Op.Cit. hal. xiv-xv.
Universitas Sumatera Utara
14
Maka pembangunan dalam pengertian Islam adalah kemampuan untuk mewujudkan cita-cita Islam melalui pribadi, keluarga, masyarakat dan kehidupan ummat, termasuk juga mengurus negara. Pembangunan dalam pengertian Islam berarti ungkapan dinamika budaya yang ditandai oleh keinginan ummat Islam untuk tetap berada dalam keadaan yang Islami.17 Adapun Islam merupakan satusatunya agama yang diturunkan Allah swt kepada manusia melalui para nabi atau rasul-Nya mulai dari Nabi Adam a.s hingga kepada Nabi Muhammad saw. Islam mengandung pengertian yakni serangkaian peraturan yang didasarkan pada wahyu yang diturunkan oleh Allah swt kepada para nabi atau rasul untuk ditaati dalam rangka memelihara keselamatan, kesejahteraan, dan perdamaian bagi umat manusia yang termaktub dalam kitab suci. Inti dari ajaran Islam yaitu tauhid, yang berarti mengesakan Allah swt, bahwa Tuhan itu satu atau tunggal. 18 Selain itu, Islam adalah suatu sistem yang tertata dengan baik, suatu keseluruhan yang konsisten, yang terdiri dari seperangkat prinsip universal dan nilai-nilai kultural untuk sosio ekonomi, politik dan moral manusia. Islam bukanlah agama semata, namun juga merupakan sebuah sistem politik (a political system). Seluruh gagasan pemikiran Islam dibangun di atas fundamen bahwa kedua sisi yakni agama dan politik saling bergandengan dengan selaras dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal tersebut di dasarkan bahwa Rasulullah
17
Muhammad A. Al-Buraey. 1986. Islam : Landasan Alternatif Administrasi Pembangunan. Jakarta: Rajawali. hal. 22-23. 18 Marzuki. Konsep Agama Islam. Dikutip dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Marzuki,%20M.Ag./Dr.%20Marzuki,%20M.Ag_. %20%20Buku%20PAI%20UNY%20-%20BAB%203.%20Konsep%20Agama%20Islam.pdf. pada 19 Desember 2015 Pukul 08.47 WIB.
Universitas Sumatera Utara
15
disamping sebagai pemimpin agama, beliau juga adalah seorang ahli negara yang mengendalikan masyarakat madinah.19 Maka dengan demikian, politik pembangunan Islam sebagai satu konsep diperlukan untuk menjelaskan bagaimana cara-cara (politik) atau strategi-strategi atau aliran tertentu yang digunakan dalam konteks pembangunan mencapai sasarannya dengan cara-cara Islam. Politik pembangunan Islam dibuat dan dijalankan berdasarkan kerangka Islam. Institusi politik menjadi bagian yang penting dari politik pembangunan Islam. Oleh karenanya, politik pembangunan Islam
perlu
mempromosikan
nilai-nilai
Islam,
budaya
Islam
dalam
pelaksanaannya. Pendekatan Islam dalam pembangunan didasarkan pada lima filosofis, yakni sebagai berikut:20 A. Tauhid, yang berarti percaya pada keesaan Allah swt dan semua yang ada di alam semesta merupakan kepunyaan-Nya. Dalam konteks upaya pembangunan, manusia harus sadar bahwa sumber daya yang tersedia adalah kepunyaan-Nya sehingga tidak boleh hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kepentingan pribadi, melainkan harus membagi manfaat yang dihasilkannya kepada manusia lainnya. B. Rububiyah, yaitu percaya bahwa Allah swt sendirilah yang menentukan keberlanjutan dan hidup dari ciptaannya serta menuntut siapa saja yang percaya
kepada-Nya
kepada
kesuksesan.
Dalam
konteks
upaya
19
Warjio. 2013. Politik Pembangunan Islam : Pemikiran dan Implementasi. Medan: Perdana Publishing. hal. xviii. 20 Ibid. Warjio. hal. xviii-xx.
Universitas Sumatera Utara
16
pembangunan, manusia harus sadar bahwa pencapaian tujuan-tujuan pembangunan tidak hanya bergantung pada upayanya sendiri, tetapi juga pada pertolongan Allah swt. C. Khilafah (Kekuasaan), yaitu peranan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Disamping sebagai wakil atass segala sumber daya yang diamanahkan kepadanya, manusia yang beriman juga harus menjalankan tanggung jawabnya sebagai pemberi teladan atau contoh bagi manusia lainnya. D. Tazkiyah, yakni merujuk pada pertumbuhan dan penyucian manusia sebagai prasyarat yang diperlukan sebelum manusia menjalankan tanggung jawab yang ditugaskan padanya. Manusia adalah agen perubahan dan pembangunan. Perubahan dan pembangunan apapun yang terjadi sebagai akibat upaya manusia ditujukan bagi kebaikan orang lain dan tidak bagi pemenuhan pribadi. E. Al-Falah, yaitu konsep keberhasilan dalam Islam bahwa keberhasilan apapun yang dicapai di kehidupan dunia akan mempengaruhi keberhasilan di akhirat sepanjang keberhasilan yang dicapai di dunia tidak menyakahi petunjuk bimbingan yang ditetapkan Tuhan. Oleh karena itu, dalam hal ini bahwa teori mengenai politik pembangunan Islam akan melihat apakah visi dan misi kota Banda Aceh tersebut sudah dibuat oleh para aktor politik sesuai dengan teori tersebut.
Universitas Sumatera Utara
17
1.6.3 Kebijakan Publik Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.21 Implikasinya dari kebijakan tersebut yakni kebijakan publik selalu memiliki tujuan tertentu yang berisi tindakan pemerintah, benar-benar dilakukan oleh pemerintah, bersifat positif, dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Dunn mengemukakan bahwa Studi Kebijakan Publik yakni mempelajari berbagai keputusan pemerintah dalam mengatasi suatu permasalahan yang menjadi perhatian publik. Selain itu menurut Parsons dalam buku Warjio tentang Politik Belah Bambu Jokowi : Dari Mafia Politik Sampai Islamfobia, mengatakan bahwa kebijakan publik membahas soal bagaimana isu-isu itu dikonstruksikan dan disusun, didefinisikan, serta bagaimana semua itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik.22 Dari sudut manajemennya, proses kerja dari kebijakan publik dapat dipandang sebagai serangkaian kegiatan yang meliputi i) pembuatan kebijakan, ii) pelaksanaan dan pengendalian, iii) evaluasi kebijakan. Dalam membuat suatu kebijakan, diperlukan pengetahuan oleh para pelaku kebijakan. Pemanfaatan pengetahuan oleh para pelaku kebijakan merupakan proses yang kompleks yang terdiri dari tiga dimensi yang saling bergantung, yaitu komposisi pemakai, efek
21
A.G. Subarsono. 2005. .Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal. 5. 22 Warjio. 2015. Politik Belah Bambu Jokowi : Dari Mafia Politik Sampai Islamfobia. Medan: Puspantara. hal. 11-12.
Universitas Sumatera Utara
18
penggunaan, dan lingkup pengetahuan yang digunakan. Interaksi dari ketiga dimensi tersebut yang akan menjadi dasar untuk menilai dan memperbaiki peranan analisis kebijakan dalam prosedur pembuatan kebijakan.23 Kebijakan publik merupakan suatu regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah
sebagai
pedoman
bagi
seluruh
anggota
masyarakat
dalam
menjalankan roda pemerintahan. Oleh karena itu, teori ini bertujuan agar dapat menjawab mengenai permasalahan terkait dengan aktor-aktor yang memainkan peranan dalam perumusan Banda Aceh Model Kota Madani, dan juga kebijakankebijakan yang dibuat oleh aktor-aktor yang terkait dengan kota madani Banda Aceh. 1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1 Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data-data yang ada.24 Jenis penelitian deskriptif ini akan penulis gunakan untuk menjelaskan awal masalah atau objek tertentu secara terperinci. Penelitian
23
William N. Dunn. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal. 43. 24 Bambang Prasetyo dkk. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
19
deskriptif ini juga akan membantu penulis dalam menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan objek atau subjek tertentu secara rinci.25 1.7.2 Jenis Penelitian Penelitian ini pada dasarnya menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertumpu pada pemahaman mengenai berbagai masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas yang kompleks dan juga rinci. Menurut Bogdan dan Taylor bahwa penelitian kualitatif merupakan salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.26 Metode penelitian kualitatif ini nantinya akan membantu penulis dalam mengumpulkan data yang spesifik dari para informan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema yang umum, dan juga akan membantu penulis dalam menafsirkan makna data. 1.7.3 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti
melakukan
penelitian. Dalam hal ini penulis akan mengungkapan fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dengan tujuan untuk memperoleh data yang akurat. Penelitian ini akan dilakukan di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam.
25
Lihat Bagong Suyanto dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada. hal. 17-18. Andi Prastowo. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Depok: ArRuzz Media. hal. 22. 26
Universitas Sumatera Utara
20
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data a) Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di objek penelitian.27 Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan
teknik
wawancara,
dimana
nantinya
penulis
akan
mengajukan sejumlah pertanyaan lisan guna mengumpulkan data. Adapun yang menjadi informan dalam wawancara ini adalah orang-orang yang bersangkutan, diantaranya sebagai berikut :
Asisten I Bidang Pemerintahan Balai Kota Banda Aceh
Sekretaris Dewan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh
Dinas Syariat Islam Banda Aceh
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Banda Aceh
Polisi Syariat Islam atau Wilayatul Hisbah Banda Aceh
LSM Aceh Civil Society Task Force (ACSTF) Banda Aceh
Harian Serambi Indonesia Banda Aceh
Semua informan yang bersangkutan terhadap pencarian data penelitian.
b) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber kedua atau data yang dapat diperoleh melalui buku, jurnal, karya ilmiah, internet, ataupun literatur lain yang berkaitan dengan judul penelitian.
27
Burhan Bungin. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada. hal. 132.
Universitas Sumatera Utara
21
1.7.5 Tenik Analisa Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif, yaitu dengan melakukan analisis atas masalah yang ada sehingga selanjutnya akan diperoleh gambaran yang jelas mengenai objek yang akan diteliti dan kemudian akan dilakukan penarikan kesimpulan pada fenomena yang sedang diamati dengan metode ilmiah. Prinsip utama yang perlu di tekankan dalam penelitian ini adalah untuk menemukan teori dan fakta yang sesuai. 1.8 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini yang dimaksudkan agar dapat dipeoleh suatu gambaran yang jelas dan juga terperinci, maka penelitian ini terdiri dari : BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka
teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II
: SEJARAH ACEH DAN PERUBAHAN POLITIK PASCA MoU HELSINKI Dalam bab ini akan mendeskripsikan mengenai sejarah Aceh dan juga perubahan-perubahan politik yang terjadi pasca MoU Helsinki.
Universitas Sumatera Utara
22
BAB III
: POLITIK PEMBANGUNAN ISLAM : STUDI TERHADAP KOTA MADANI DI BANDA ACEH Dalam bab ini nantinya akan berisi mengenai penyajian data dan fakta yang diperoleh baik melalui wawancara maupun buku, jurnal, karya ilmiah, internet, dan sebagainya. Tahanpan selanjutnya, akan diuraikan lebih dalam mengenai politik pembangunan Islam : studi terhadap Kota Madani di Banda Aceh yang terdiri dari empat kategori
pembahasan.
Pertama
akan dipaparkan
mengenai
pembentukan kota madani zaman Rasulullah, Kedua akan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai konsep model kota madani Banda Aceh, Ketiga akan dijelaskan mengenai program pembangunan kota madani Banda Aceh, dan Keempat akan dipaparkan mengenai tantangan pembentukan kota madani Banda Aceh. BAB IV
: PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penyajian data pada bab-bab sebelumnya pada keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti.
Universitas Sumatera Utara