BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kecamatan Tawangsari merupakan salah satu lokasi yang memiliki potensi arkeologi. Secara administratif Tawangsari berada di bagian selatan Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, Kecamatan Tawangsari terletak pada lokasi yang strategis karena berada di celah Perbukitan Batur Agung yang menghubungkan Gunungkidul (Kec. Ngawen dan Semin) dengan dataran aluvial Sukoharjo khususnya sepanjang aliran Kali Dengkeng hingga aliran Kali Bengawan Solo. Seperti yang telah diketahui bahwa Gunungkidul dan aliran kali Bengawan Solo merupakan salah satu kawasan yang memiliki potensi arkeologi yang cukup besar. Kawasan Gunungkidul memiliki situs-situs penting baik berupa situs penguburan megalitik maupun situs candi. Situs megalitik yang dimaksud antara lain Situs Sokoliman, Kajar, Gondang, Playen, Bleberan dan Gunungbang. Tinggalan masa klasik berupa candi yaitu Candi Ngawen di Kecamatan Ngawen dan Candi Risan di Kecamatan Semin. Secara topografis lokasi situs-situs tersebut memiliki ciri yang sama dengan daerah perbukitan di Kecamatan Tawangsari bagian selatan yaitu berbukit-bukit dan gersang. Berdasar informasi dari masyarakat, benda-benda arkeologis di Kecamatan Tawangsari sering ditemukan baik secara tidak sengaja maupun dengan sengaja dicari oleh para penggali liar. Sering secara tidak sengaja ditemukan di halaman
1
2
rumah saat menggali tanah untuk membuat tempat pembuangan sampah. Namun tidak jarang pula masyarakat setempat secara sengaja berburu artefak dengan melakukan penggalian liar di lokasi-lokasi yang dianggap berpotensi. Para penggali liar tersebut oleh masyarakat lebih dikenal dengan istilah tukang ndudhuk. Bagi mereka, penggalian liar ini di jadikan sebagai mata pencaharian, karena bendabenda yang mereka temukan memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Puncak kepopuleran profesi tukang ndudhuk terjadi pada tahun 1970 hingga 1980-an. Pada masa kepopuleran profesi tersebut, artefak-artefak emas masih mudah ditemukan. Kini profesi tersebut telah berada pada generasi ketiga dengan kegiatan perburuan yang tidak seramai generasi pertama. Dari informasi yang telah diperoleh, penulis melakukan beberapa kali pengamatan dan wawancara dengan beberapa warga mengenai keberadaan data arkeologi dan aktifitas penggali liar. Salah satu hasil pengamatan yang penting adalah berhasil dikumpulkannya sejumlah besar manik-manik, baik melalui pembelian kepada warga masyarakat maupun penemuan di lapangan. Selain temuan manik-manik tersebut, penulis juga mengamati beberapa jenis temuan yang masih disimpan oleh penduduk berupa benda-benda perunggu, besi, gerabah, dan artefak batu. Lokasi penemuan benda-benda arkeologis yang dikumpulkan oleh warga tersebut sudah kehilangan konteksnya, karena sudah terlalu lama terkumpul dan berasal dari lokasi yang berbeda-beda. Berdasarkan informasi dari warga setempat terdapat beberapa titik konsentrasi tinggalan arkeologis di Kecamatan Tawangsari.
3
Temuan manik-manik di wilayah Tawangsari ini akan dijadikan objek kajian utama penelitian. Dari survei di lapangan, diperoleh manik-manik berjumlah 769 butiran utuh dan 4 fragmen, beberapa diantaranya telah dironce (dirangkai) oleh masyarakat menjadi 4 untaian kalung. Manik-manik tersebut diperoleh dari temuan permukaan oleh penulis dan pembelian dari masyarakat. Manik-manik merupakan butiran-butiran kecil berlubang yang dibuat dari berbagai jenis
bahan yang biasanya dirangkai menjadi sebuah kalung atau
perhiasan lain oleh manusia. Manik-manik kerap kali ditemukan di situs-situs arkeologi baik Prasejarah, Hindu-Budha, maupun Islam. Manik-manik memiliki potensi cukup besar untuk mengungkap aspek-aspek kebudayaan masa lalu. Wiyana (1998:1) menyatakan bahwa manik-manik tidak hanya sebuah benda kecil berlubang yang berfungsi sebagai hiasan saja, namun lebih dari itu manik-manik merupakan produk budaya. Produk yang mengandung banyak informasi mengenai perilaku manusia masa lalu yang berkaitan dengan interaksi sosial, kepekaan estetika, serta kepercayaan agama yang bersifat magis. Manik-manik yang ditemukan di Tawangsari merupakan temuan permukaan dan hasil penggalian liar oleh masyarakat, sehingga konteksnya sudah hilang. Namun demikian, keberadaannya diperkuat dengan temuan lain berupa gerabah, alat-alat besi, benda-benda perunggu yang telah ditemukan sebelumnya, dapat mengindikasikan bahwa temuan tersebut berkaitan dengan situs permukiman. Kemungkinan hal ini sama dengan manik-manik yang ditemukan pada Situs Gunungbang di Kabupaten Gunungkidul. Temuan manik-manik Gunungbang juga telah kehilangan konteks. Sehingga analisis fungsi hanya didasarkan pada konteks
4
keberadaan temuannya yang berada di situs penguburan. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa manik-manik tersebut sebagai bekal kubur (Nugrahani, 1999). Analisis terhadap manik-manik dapat dikaji dari masa pembuatan, teknologi, penyebaran, fungsi, serta bahan pembentuknya. Di negara-negara seperti Filipina, Jepang, India, Inggris, Perancis, Belanda, Swedia, dan Amerika penelitian terhadap manik-manik sudah banyak dilakukan. Analisis laboratoris, tipologis, ethnografis, dan eksperimental
sudah
mampu
mengungkap
berbagai
masalah.Berdasarkan
persebaran manik-manik jenis tertentu atau yang memiliki unsur-unsur kimiawi tertentu di suatu daerah dapat diungkapkan tentang kegiatan perdagangan yang berlangsung pada masa itu (Panggabean, 1983). Selain itu, unsur keindahan manik-manik dapat menggambarkan tingkat kepandaian
teknologi
menggambarkan
dan
masyarakat
pembuatnya.
menerangkan
kegiatan
Bentuk atau
manik-manik
kebiasaan
dapat
masyarakat
pembuatnya. Selain itu, studi manik-manik dalam geografis tertentu dapat memberi gambaran tentang letak-letak permukiman kuna, persebaran manusia, dan pemilihan atas lahan yang digunakan sebagai pemukiman. Demikian pula dengan memperhatikan persamaan dan perbedaan kualitatif antara manik-manik dari berbagai situs, dapat dilukiskan hubungan dagang antar pusat-pusat pemukiman. Hal yang menyebabkan manik-manik penting untuk diteliti adalah karena artefak ini memiliki siklus yang sangat panjang menembus periodisasi dari prasejarah hingga sekarang (Wiyana, 1998:2).
5
B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tipologi manik-manik yang ditemukan di Situs Perengan dan Situs Kopen Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah berdasarkan bahan, bentuk, dan warna? 2. Apa latarbelakang keberadaan manik-manik di Situs Perengan dan Situs Kopen?
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipologi manik-manik yang ditemukan di Situs Perengan dan Situs Kopen Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah berdasarkan bahan, bentuk, dan warna. Diharapkan dengan diketahui jenis bahan dan macam bentuk manik-manik di situs tersebut dapat diperbandingkan dengan temuan manik-manik dari berbagai situs arkeologi di Indonesia. Setelah diketahui keragaman tipologi manik-manik dari situs-situs di Kecamatan Tawangsari tersebut, maka akan diketahui asal-usul dan perilaku yang melatarbelakanginya. Selain itu, dapat diketahui pula seberapa besar potensi arkeologi di situs yang belum pernah diteliti tersebut. Hasil penelitian ini dapat pula membuka ruang penelitian baru yang lebih mendalam di Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah terutama di Situs Perengan dan Situs Kopen.
6
D. RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini menitikberatkan pada temuan manik-manik dari situs-situs di Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi
Jawa Tengah. Analisis
bahan, bentuk, dan warna menjadi pilar utama sebagai cara mengolah data. Data yang digunakan berupa manik-manik hasil pengumpulan oleh penulis yang diperoleh dari temuan permukaan dan pembelian dari masyarakat. Temuan manik-manik dari situs ini kemudian dibandingkan dengan situs penghasil manik-manik yang memiliki jenis temuan dan kondisi geografis yang mirip. Situs-situs tersebut adalah beberapa situs yang berada di wilayah Gunungkidul seperti, Situs Sokoliman, Situs Gunung Abang (Gunungbang), Situs Kajar, Situs Gondang, Situs Bleberan, dan Situs Wanabuda.
E. KEASLIAN PENELITIAN Situs Perengan dan Situs Kopen di Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, Jawa Tengah merupakan situs baru, sehingga belum ada yang secara khusus membahas manik-manik dari situs ini. Manik-manik merupakan temuan yang hampir merata di seluruh kawasan Indonesia. Bahkan hingga saat ini, masyarakat tradisional masih banyak yang menjadikan manik-manik sebagai benda berharga. Tulisan tentang manik-manik di Indonesia sudah cukup banyak. Beberapa mengungkap manikmanik dengan berbagai analisis, seperti analisis laboratoris, tipologis, ethnografis, maupun eksperimental. Penulisan terlengkap dengan penjelasan mengenai motif dan tipe manik-manik di Indonesia adalah karya Sumarah Adhyatman dan Redjeki
7
Arifin (1996) yang berjudul “Manik-manik di Indonesia”. Namun di dalam buku tersebut tidak menjelaskan secara spesifik temuan dari daerah Tawangsari, Sukoharjo, Jawa Tengah. Di dalamnya hanya disebutkan bahwa manik-manik batu kornelian dari selatan Solo adalah kualitas terbaik. Selain itu, tulisan D.S. Nugrahani (1999) dalam artikel “Analisis Manik-Manik Gunungbang”. Dalam artikel ini dijelaskan mengenai klasifikasi, bahan dan cara pembuatan, serta indikasi fungsinya dimasa lalu. Selain sebagai perhiasan, manikmanik juga dikaitkan sebagai simbol status dan merupakan bagian dalam upacara penguburan. Karya ilmiah yang juga membahas tentang manik-manik adalah skripsi sarjana yang di tulis oleh Rusmeiyani Setyorini (1990) yang berjudul “Manik-manik di Beberapa Situs Gunungkidul (Kajian Tentang Teknologi dan Tipologi)”. Tulisan tersebut membahas tentang tipologi dan teknologi manik-manik dari beberapa situs di Gunungkidul seperti Situs Sokoliman, Situs Gunung Abang (Gunungbang), Situs Kajar, Situs Gondang, Situs Bleberan, dan Situs Wanabuda.
F. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat eksploratif, yang berarti menjajagi potensi arkeologis di suatu tempat untuk mengetahui sesuatu yang belum diungkap. Metode penalaran yang digunakan ialah induktif, yakni penelitian berdasarkan pengamatan sampai dengan penyimpulan, sehingga terbentuk generalisasi empirik (Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2008:20) berdasarkan sifat penelitian tesebut maka penelitian ini akan melewati tahap sebagai berikut:
8
1. Tahap Pengumpulan Data Data arkeologi diperoleh peneliti dari hasil pengamatan dan analisisnya atas tinggalan arkeologi yang bersifat fisik (Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2008:3). Data utama berupa manikmanik yang dikumpulkan penulis pada survei lapangan pada bulan Agustus 2009. Untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian diperlukan data pendukung berupa data pustaka, data survei, dan wawancara. 2. Tahap Analisis Data Setiap data dianalisis baik data utama berupa manik-manik, data survei, dan wawancara. Berikut adalah tahapan analisis manik-manik yang menjadi data utama penelitian. 2.a. Analisis Bahan Analisis bahan digunakan untuk mengungkap material dasar artefak berdasarkan bahan baku, pengolahan bahan, teknik pengerjaan sampai benda yang dihasilkan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2008:41). Tahap analisis ini juga menggunakan metode pengamatan langsung dengan mata, baik secara mikroskopis maupun makroskopis dengan bantuan lensa pembesar atau lup. Dari analisis ini dihasilkan klasifikasi bahan dan cara pembuatan. Menurut Nasruddin (1993:4), manik-manik dapat terbuat dari berbagai bahan baku seperti logam, kaca, terakota, batu, kerang, tulang, gading, gigi, dan biji-bijian. Secara umum, jenis bahan manik-manik dapat
9
dibedakan menjadi dua yaitu, bahan olahan dan bahan alami. Bahan olahan adalah setiap jenis bahan yang dapat dijadikan sumber bahan siap pakai bila telah melalui proses pengolahan terlebih dahulu, baik penambahan maupun pengurangan unsur lain seperti logam, kaca, dan terakota. Bahan alami ialah bahan yang langsung dapat digunakan sebagai
bahan
manik-manik
tanpa
proses
penambahan
atau
pengurangan unsur lain. Termasuk dalam bahan alami adalah batu, kerang, tulang, gading, gigi, dan biji-bijian. Cara pembuatan manikmanik
sangat
bergantung
pada
bahan
yang
digunakan
oleh
masyarakat pendukungnya.
2.b. Analisis Morfologi Manik-manik termasuk dalam objek
kajian khusus perhiasan.
Dalam objek kajian ini, analisis yang diperlukan adalah analisis morfologi. Pengamatan dilakukan secara langsung dan pengukuran secara detil meliputi, bentuk, warna, ukuran, dan variasinya. Dari pengamatan ini akan dihasilkan klasifikasi. Klasifikasi
pertama
adalah
klasifikasi
berdasar
bentuk.
Penyebutan bentuk manik-manik menggunakan dasar Classification and Nomenclatur of Bead and Pendants yang dibuat oleh Beck (1926). Metode klasifikasi ini digunakan juga oleh Lois Sher Dubin (1987), Sumarah Adyatman dan Redjeki Arifin (1993), Rusmeijani Setyorini (1990) dan peneliti manik-manik lainnya.
10
Klasifikasi kedua adalah klasfikasi warna dan tingkat kejernihan. Untuk manik-manik batu akan diklasifikasi berdasarkan jenis batu, sedangkan untuk manik-manik kaca dibedakan menurut warna. Warna dibedakan menjadi dua, yaitu Monokrom atau Polikrom. Penyebutan warna menggunakan penyebutan warna secara umum. Kejernihan dapat diketahui dengan cara meletakkan mineral pada suatu objek atau cahaya. Bila objek terlihat kurang jelas, maka disebut Translucent, apabila jelas maka disebut transparan, dan apabila tidak nampak sama sekali disebut opaq. Klasifikasi ketiga adalah klasifikasi ukuran. Setiap manik-manik memiliki ukuran panjang, ukuran diameter luar, dan ukuran diameter lubang. Karena tingkat variasi ukuran manik-manik yang sangat tinggi maka diperlukan penyederhanan guna mempermudah penyebutan ukuran. Penyederhanaan dilakukan dengan membagi ukuran manikmanik tersebut menjadi beberapa kelompok berdasarkan perbandingan panjang dengan diameter luar. Manik-manik disebut pipih jika panjang kurang dari 1/3 diameter luar, pendek jika panjang antara 1/3 hingga 9/10 diameter luar, standar jika panjang antara 9/10 hingga 11/10 diameter luar, dan panjang jika panjang lebih dari 11/10 diameter luar (Beck 1928, dikutip dari Setyotini 1990:19). Klasifikasi berikutnya adalah klasifikasi diameter luar manik-manik dari sangat kecil, kecil, sedang, dan besar.
11
2.c. Analisis Tipologi Tipologi dibentuk atas dasar atribut-atribut yang dimiliki setiap butir
manik-manik
yang
telah
diklasfikasikan.
Manik-manik
dikelompokan bedasarkan bahan. Setiap kelompok bahan manik manik dibagi dalam tipe-tipe berdasarkan klasifikasi bentuk, dan warna. Pembagian dalam tipe-tipe tersebut dilakukan dengan pendekatan intuitif. Dalam pendekatan ini atribut yang telah ditetapkan sebagai kriteria dihubungkan. Manik-manik yang beratribut sama akan menjadi satu tipe dan sebaliknya yang berbeda akan menjadi tipe lain. Tipe tersebut berdasarkan bentuk dasar kemudian disusun lagi menjadi variasi tipe berdasar warna (Setyorini 1990:71).
2.d. Analisis Komparasi Pada tahap ini manik-manik dari Situs Kopen dan Perengan akan dibandingkan dengan manik-manik yang berasal dari situs-situs di Gunungkidul (Situs Sokoliman, Situs Gunungbang, Situs Kajar, Situs Gondang, Situs Bleberan, dan Situs Wanabuda). Data manik-manik dari situs-situs di Gunungkidul diperoleh dari hasil analisis Rusmeijani Setyorini (1990) dan D.S Nugrahani (1999). Pemilihan Gunungkidul sebagai pembanding karena dinilai memiliki karakter geografis yang mirip. Dari perbandingan ini akan diketahui tentang hubungan antar situs dan kesamaan latar belakang budaya. Selain itu, juga di
12
bandingkan dengan situs lain yang memiliki tipe manik-manik yang sama (Arikamedu, Mantai, Klong Thom, Oc-eo, dan Karangagung).
3. Sintesa dan Kesimpulan Dari penggabungan antara analisis di atas akan menghasilkan kesimpulan yang dapat menjawab pertanyaan penelitian, mengenai tipologi manik-manik berdasarkan bentuk, bahan, dan warna. Sedangkan latar belakang keberadaan manik-manik akan terjawab dengan melakukan perbandingan
tipologi manik-manik situs Perengan dan Kopen dengan
manik-manik dari Gunungkidul.
G. Bagan Alir Penelitian
Grafik 1. Bagan Alir Penelitian
BAB III
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN, KECAMATAN TAWANGSARI, SUKOHARJO, JAWATENGAH
A. Tinjauan Umum Manik-manik Manik-manik merupakan benda kecil berlubang yang dapat dirangkai menjadi sebuah kalung atau perhiasan lain. Manik-manik kerap kali ditemukan di situs-situs arkeologi baik dari periode Prasejarah, Klasik (Hindu-Budha), maupun Islam. Dibalik ukurannya yang kecil, manik-manik memiliki potensi cukup besar untuk
mengungkap
aspek-aspek
kebudayaan
masa
lalu.
Manik-manik
merupakan produk budaya yang mengandung banyak informasi mengenai perilaku manusia masa lalu yang berkaitan dengan interaksi sosial, kepekaan estetika, serta kepercayaan agama yang bersifat magis (Wiyana, 1998:1). Setiap benda yang dihasilkan oleh tangan manusia selalu memiliki makna dan fungsi tersendiri, tidak tekecuali benda sekecil manik-manik. Manik-manik di Indonesia memiliki peranan yang cukup penting karena ditemukan hampir disetiap penggalian, terutama di daerah penemuan kubur-kubur prasejarah. Dalam konteks arkeologi, unsur keindahan manik-manik dapat menggambarkan tingkat kepandaian teknologi dan estetika seni. Dari segi bentuk dan bahan dapat mengungkapkan kegiatan dan kegemaran masyarakat yang menggunakannya. Selain itu studi tentang manik-manik dalam wilayah geografis tertentu dapat memberikan kontribusi tentang gambaran letak-letak permukiman kuna. Demikian pula dengan memperhatikan persamaan dan perbedaan kualitatif
28
29
antara manik-manik dari berbagai situs, dapat dilukiskan hubungan dagang antar pusat permukiman tersebut (Nasrudin 1993/1994:3). Penelitian secara mendalam mengenai manik-manik diawali oleh Horace Beck pada tahun 1928 yang mempublikasikan tentang klasifikasi dan penamaan manik-manik dan anting secara baku. Berikutnya pengkajian secara ilmiah dilakukan oleh Alistair Lamb dan Tomb Harrison (Nasruddin 1993/1994:1, Panggabean 1996:4). Kemudian W.N.G van der Sleen yang menjabarkan tentang perdagangan manik-manik dan membuat rangkuman tentang jenis manik-manik di dunia yang berjudul A Handbook on Beads (1973). Teknik pembuatan suatu manik-manik sangat dipengaruhi oleh bahan dasar manik-manik yang akan dibuat. Bahan dasar pembuatan manik-manik dibagi menjadi dua, bahan alami dan bahan olahan. Bahan alami seperti batu dibuat melalui serangkaian proses. Proses tersebut meliputi pembelahan, pencercahan,
pemotongan
(cutting),
pembentukan
berbidang
(faceting),
pembentukan bundar (rounding), dan penghalusan (polishing) (Gwinnett 1981:2 dikutip dari Nasrudin 1993/1994) Batu yang biasanya dipilih sebagai bahan pembuat manik-manik adalah batu yang memiliki kekerasan tinggi (hardstone) antara lain dari kuarsa dan cristaline (rock crystal, amethyst, citrine), batu berserat, seperti microcrystalline (chalsedon, agate, cornelian, onyx), atau butiran microcrystalline (jasper dan rijang) (Nasruddin 1993/1994:4). Manik batu yang jamak ditemukan di situs-situs arkeologi di Indonesia adalah cornelian/karnelian. Manik-manik karnelian ditemukan dalam berbagai macam bentuk (Adyatman, 1996:20). Menurut hasil van der Sleen, manik-manik karnelian ini sudah diproduksi di Cambay, Gujarat
30
sejak 7000 tahun yang lalu, hasil manik-manik karnelian Cambay kemudian tersebar ke seluruh Eropa dan Asia (Sleen, 1973:56). Dari survei yang dilakukan oleh Raffles (1817) tercatat di Jawa tidak ada sumber material batu mulia, tetapi terdapat beberapa lokasi sumber batu setengah mulia. Karnelian di Jawa ditemukan membujur kearah timur laut dari Rangkasbitung ke Sukabumi, namun bukan merupakan kualitas terbaik. Kualitas terbaik ditemukan di daerah selatan Solo dari Wonosari ke arah Malang, Jawa Timur dengan warna merah gelap. Sumber batuan tersebut juga menghasilkan agat dan kalsedon. Kemungkinan hasil eksploitasi material batuan karnelian merah gelap dari selatan Solo diolah dan tersebar diberbagai situs arkeologi Indonesia juga di beberapa negara tetangga (Francis, 1991:223). Untuk sumber batuan hablur (rock crystal) terdapat di Tulung Agung, Jawa Timur (Adyatman, 1996:19) dan jenis batuan kuarsa lainnya di daerah Gombong, Jawa Tengah (Francis, 1991:223).
Peta 2. Lokasi Sumber Bahan Baku Manik-manik Batu di Jawa (sumber: Peter Francis, 1991. dengan modifikasi oleh penulis)
Manik batu seperti kalsedon, jasper, dan batu keras lainnya sangat sering dijumpai dalam kondisi utuh, di mana manik-manik digunakan sebagai benda religius yang memiliki unsur magis dan sebagai alat jual-beli, seperti yang masih dilakukan di Papua (Hughes 1977:175 dalam Francis 1991:221) dan Timor
31
(Soejono 1984: 286). Pada abad ke-17-19 M, bangsa Eropa menukar manikmanik kaca dengan kulit binatang di Amerika Utara, dengan rempah-rempah di Indonesia, serta dengan emas, gading, dan budak di Afrika (Dubin, 1987:17) Bahan olahan untuk manik-manik yang paling sering ditemukan di Indonesia
adalah
kaca.
Di
Mesir,
manik-manik
kaca
yang
ditemukan
diperkirakan berumur 2.500 SM, sedangkan bukti-bukti berupa perbengkelan manik-manik kaca ditemukan oleh Flinders Petrie di Situs Tell el Amarna yang berusia sekitar 1365 SM. Berdasarkan temuan tersebut, para ahli arkeologi berpendapat bahwa kaca pertama kali diproduksi di Mesir. (Sleen 1967 dikutip dari Nasruddin 1993/1994:4). Manik-manik kaca dibuat dari unsur silika (SiO2) dengan campurancampuran lain sebagai pewarna. Teknik pembuatan manik-manik kaca dibagi menjadi tiga. Teknik pertama adalah teknik tarik (drawn). Teknik ini dilakukan dengan cara menarik gumpalan kaca panas dengan dua tongkat besi hingga menjadi pipa kaca kemudian dipotong-potong menjadi manik-manik. Teknik kedua adalah teknik putar (wound). Dengan teknik ini gumpalan kaca panas yang telah berbentuk tali dililitkan pada kawat besi. Bila sudah terbentuk maka lilitan kaca tersebut dilepaskan dengan cara didinginkan. Dalam proses pendinginan, kawat besi akan menyusut dan manik-manik kaca akan terlepas dengan sendirinya. Teknik terakhir adalah dengan teknik cetak (mould). Teknik ini dapat dilakukan dengan cetakan. Dalam proses pembentukan, cetakan itu diisi dengan kaca cair, setelah dingin kaca akan menjadi padat dan berbentuk sesuai cetakan.
32
Gambar 1. Manik-manik Tarik (kiri) dan Manik-manik Putar (kanan) (Sumber:Peter Francis, 1987)
Di Indonesia, manik-manik yang sering ditemukan adalah manik-manik tarik dan putar (lihat Gambar 1). van der Sleen menyebut kedua jenis manikmanik tersebut dengan nama Trade Wind. Istilah tersebut juga digunakan oleh Davidson yang kemudian berkembang menjadi Trade Wind Beads Chemical Group untuk penyebutan manik-manik Trade Wind yang mengandung uranium. Namun, karena perbedaan antara manik-manik kaca tarik dan putar sangat jelas, Peter Francis memberikan istilah baru yaitu Indo-Pacific Beads untuk manikmanik kaca tarik monokrom. Sedangkan istilah Chinese “coil” Beads digunakan untuk manik-manik putar Cina (Nasrudin 1993/1994:6). Manik-manik Indo-Pacific pertama diproduksi di Arikamedu, kemudian berkembang situs-situs industri di India, Mantai (Srilanka), Klong Thom (Thailand selatan), Oc-eo (Vietnam), hingga timur jauh (Malaya). Di Indonesia, manikmanik Indo-pacific tertua ditemukan di situs Gilimanuk, Bali dengan perhitungan radio karbon 1872 ± 86 SM. Kuat dugaan manik-manik tersebut berasal dari Arikamedu. Situs-situs industri lainnya berperan sebagai pensuplai manik-manik Indo-pacific di Asia Tenggara setelah Arikamedu tidak lagi berproduksi (Francis, 1991:224).
33
Peta 3. Persebaran Situs Industri Manik-manik Kaca Indo-Pacific (sumber: Peter Francis, 1990)
Manik-manik dapat ditemukan hampir di seluruh situs arkeologi di Indonesia, sehingga diyakini bahwa manik-manik memiliki peranan yang cukup panjang dalam kehidupan manusia. Sejak zaman prasejarah, manik-manik dinilai menjadi bagian yang sangat penting dalam upacara penguburan. Hal tersebut nampak pada temuan manik-manik di berbagai situs kubur seperti di Pasemah, Anyer, Bondowoso, Gilimanuk, Gunungkidul, Kelapadua, Kramatjati, Matesih, Pasir Angin, Plawangan, Sangiran, Besuki dan lain-lain (Adyatman, 1996:1; Panggabean 1982:133; Soejono 1993:286,).
34
Foto 10. Manik-manik Prasejarah dari Gunungkidul (Sumber: Rusmeijani Setyorini, 1990)
Penggunaan manik-manik terus berlanjut pada masa klasik Indonesia (500M-1500M). Pada masa itu manik-manik sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai perhiasan maupun perlengkapan upacara keagamaan. Manik-manik dalam jumlah besar pernah ditemukan di situs Muara Jambi, Palembang (Adyatman 1996:1) dan sedikit di Candi Plaosan. Penggunaan manik-manik pada masa klasik dapat terlihat dalam penggambaran ikon pada masa klasik dan temuan artefaktual. Tokoh-tokoh yang digambarkan dalam relief candi maupun dalam bentuk arca banyak digambarkan mengenakan perhiasan berupa rangkaian manik-manik (Kempers, 1959; Fontein, 1990 dikutip dari Nugrahani 2005).
35
Foto 11. Relief Seorang Wanita Menggunakan Kalung Manik-manik di Candi Borobudur (sumber: Bernet Kempers 1959, dikutip dari Adyatman 1996:2)
Manik-manik tersebar hampir di seluruh pelosok Indonesia. Situs penghasil manik-manik di Sumatera antara lain, Barus, Natal, Padangsidempuan, Nias, Pasemah, Kroe, daerah Lampung, Bengkulu, Palembang, Tebingtinggi, Mesoji, Mentawai, dan Situs Karang Agung di Sumatera Selatan (Panggabean 1982:133, Hardiati 2002:164). Manik-manik yang merupakan hasil dari penggalian arkeologi hanya berasal dari Pasemah (Panggabean 1982:133). Di Pulau Jawa, manik-manik juga ditemukan di berbagai daerah. Di daerah Jawa bagian barat, manik-manik ditemukan di daerah Jakarta, Kelapadua,
Kramatdjati,
Tangerang,
Bekasi.
Daerah
Karawang,
Rengasdengklok, Bogor, Segelaherang (Subang), Pegadenbaru (Cirebon), Rajadesa (Kuningan), Indramayu, Majalengka, Cijejer (Sumedang), Tenjola (Cicalengka) (Van der Hoop 1941:262-263 dikutip dari Panggabean 1982:134).
36
Manik-manik hasil ekskavasi berasal dari situs Pasir Angin, sebagian Keramatdjati dan Kelapa Dua. Di Jawa Tengah, manik-manik ditemukan di daerah Yogyakarta dan sekitarnya, daerah pegunungan Dieng, Banyumas, Sangiran, Surakarta, Kudus, Rembang, Gunung Wingko, Gunungkidul dan lainlain. Manik-manik yang merupakan hasil penggalian adalah yang berasal dari Gunung Wingko, Rembang, Matesih, Kudus, dan beberapa situs di Gunungkidul (Laporan Penelitian Pus. P3N 1975,1976 dan Laporan Penelitian Tim PTKA Gunungkidul 1998,1999). Manik-manik dari Jawa Timur ditemukan di Madiun, Bojonegoro, Malang, Bondowoso, Besuki, Trowulan, dan lain-lain. Manik-manik hasil penggalian ditemukan di Trowulan, Mojokerto, sedangkan di Bali sebagian manik-manik ditemukan bersama sarkofagus. Penggalian sistematis dengan temuan manik-manik adalah di situs Gilimanuk. Penelitian telah dilaksanakan pada tahun 1963, 1964, 1973, dan 1977 (Panggabean 1982:134; Soejono 1993:286). Penemuan manik-manik di luar Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali meliputi Kalimantan, Sulawesi, Sumba, Papua, dan Kepulauan Maluku. Di Kalimantan, manik-manik hampir ditemukan di setiap daerah, antara lain Sintang, Sanggau, Sekadolo, Gunungrabur, Kutai, Samarinda, dan Banjarmasin. Di Sulawesi antara lain, daerah Maros, Makassar, dan Pulau Talaud terdapat manik-manik dari hasil ekskavasi. Di Pulau Sumba pernah ditemukan di Parsi Ngonggo dan di Flores seperti Ngada dan Manggarai. Di Papua ditemukan di daerah sekitar Danau Sentani, bahkan hingga saat ini beberapa suku pedalaman juga masih mempergunakannya, begitu pula di Kepulauan Maluku yang mempergunakan jenis tertentu untuk keperluan upacara adat. Di Maluku, manik-manik juga ditemukan di Ambon, Seram, Tanimbar, dan Kei (Panggabean 1982:134)
37
B. Klasifikasi Manik-manik Situs Perengan dan Kopen
Dalam kehidupan manusia, manik-manik memiliki kronologi yang cukup panjang. Dapat dikatakan keberadaan manik-manik sejajar mengiringi perjalanan kehidupan manusia. Dalam kurun waktu yang lama, manik-manik mengalami perkembangan tren dan teknologi sejalan dengan perkembangan manusia. Dengan demikian, menjadikan manik-manik memiliki ragam jenis yang bermacam-macam. Sehingga untuk mengenali ragam jenis manik-manik yang beraneka macam tersebut diperlukan pengklasifikasian. Berikut adalah pengklasifikasian yang dilakukan pada manik-manik Situs Pereng dan Situs Kopen:
B.1. Klasifikasi Bahan Hampir semua jenis benda padat dapat dijadikan bahan manik-manik seperti logam, kaca, terakota, batu, kerang, tulang, gading, gigi, dan biji-bijian. Namun yang seringkali ditemukan dari situs-situs di Indonesia adalah batu, kaca, dan logam. Secara umum, jenis bahan manik-manik dapat dibedakan menjadi dua yaitu, bahan alami dan bahan olahan (Nasruddin, 1993/1994:4). Bahan alami ialah bahan yang langsung dapat digunakan sebagai bahan manik-manik tanpa proses penambahan atau pengurangan unsur lain. Termasuk dalam bahan alami adalah batu, kerang, tulang, gading, gigi, dan biji-bijian. Proses yang dilakukan hanya pembentukan dan pelubangan, tanpa melalui proses pencampuran. Sedangkan bahan olahan adalah setiap jenis bahan yang dapat dijadikan sumber bahan siap pakai bila telah melalui proses pengolahan terlebih dahulu, baik penambahan maupun pengurangan unsur lain seperti logam, kaca, dan terakota.
38
Manik-manik dari Situs Kopen dan Perengan yang masih dapat diidentifikasi berjumlah 769 butir. Dari keseluruhan jumlah tersebut, dapat diklasifikasikan menurut bahan dari kaca sejumlah 96% dan 4% lainnya berbahan batu (lihat Grafik 2).
BAHAN MANIK-MANIK
Jumlah
Kaca
742
Batu
27
Jumlah
769
Tabel 4. Bahan Manik-manik Situs Perengan dan Kopen
Grafik 2. Diagram Persentase Bahan Manik-manik di Situs Perengan dan Kopen
39
B.2. Klasifikasi Bentuk Penyebutan bentuk manik-manik menggunakan Classification and Nomenclatur of Bead and Pendants yang dibuat oleh Beck (lihat Gambar 2). Klasifikasi tersebut banyak digunakan sebagai rujukan oleh para peneliti manikmanik di antaranya, Lois Sher Dubin (1987), Indraningsih Panggabean (1982), Sumarah Adyatman dan Redjeki Arifin (1996), dan Rusmeijani Setyorini (1990).
Gambar 2. Beberapa bentuk manik-manik dalam Classification and Nomenclatur of Bead and Pendants, Horace C. Beck (1928) (sumber: Lois Sher Dubin, 1987, dengan modifikasi oleh penulis)
a. Manik-manik Batu Manik-manik batu dari Situs Perengan dan Kopen terdiri dari beberapa bentuk. Bentuk cakram silinder mendapat porsi terbesar dengan jumlah 29,63%. Sedangkan berbentuk bulat sebanyak 22,22%, kerucut ganda segi enam dan kerucut ganda segi empat masing masing 14,82%, kerucut ganda
40
7,41%. Jumlah paling sedikit adalah manik-manik berbentuk tabular, bulat dempak, dan cincin dengan jumlah masing-masing 3,70% (lihat Grafik 3).
Grafik 3. Persentase Bentuk Manik-manik Batu Situs Perengan dan Kopen
b. Manik-manik kaca Manik-manik kaca yang ditemukan di Situs Perengan dan Kopen didominasi oleh bentuk cakram silinder yaitu sebesar 74,50%; selanjutnya berbentuk silinder 8,92%, tong 6,20%, pipa 5,39%, cincin 3,24 %, bulat dempak 0,81%, manik-manik beruas dan elips masing-masing 0,27%, dan masing-masing 0,14% untuk bentuk kerucut ganda segi empat, kerucut ganda segi enam, dan manik-manik berleher (lihat Grafik 4).
Grafik 4. Persentase Bentuk Manik-manik Kaca Situs Perengan dan Kopen
41
B.3. Klasifikasi jenis batu (manik-manik batu) dan warna (manik-manik kaca)
a. Manik-manik Batu Manik-manik batu di Situs Perengan dan Kopen terbuat dari beberapa jenis batuan. Hasil analisis menunjukkan 48% manik-manik batu yang ditemukan adalah karnelian. Selanjutnya 33% berupa batu gamping, 11% agate, 4% masing masing kalsedon hijau dan batuan hablur (rock crystal) (lihat Grafik 5).
Grafik 5. Persentase Jenis Batuan Manik-manik Batu Situs Perengan dan Kopen
b. Manik-manik Kaca Berdasarkan warna, manik-manik kaca dibedakan menjadi dua jenis yaitu manik-manik monokrom dan manik-manik polikrom. Di Situs Perengan dan Kopen ditemukan manik monokrom sejumlah 740 butir dan manik-manik polikrom 2 butir. Selanjutnya, manik-manik diklasifikasikan berdasarkan warna dasarnya.
42
Grafik 6. Persentase Warna Manik-manik Kaca Situs Perengan dan Kopen
Dari grafik di atas (Grafik 6) sangat jelas terlihat bahwa manik-manik berwarna merah kecoklatan sangat mendominasi dengan 74,80%. Jumlah yang lebih sedikit yaitu warna hijau 5,66%; biru tua 5,12%; hitam 3,91%; kuning 3,37%, jingga dan kuning tua masing-masing 1,90%; putih 0,94%; biru 0,67%; hijau muda dan biru muda masing-masing 0,27%. Jumlah terkecil adalah manik-manik warna hijau tua, coklat, hitam bergaris putih, dan emas berlapis kaca dengan persentase masing-masing 0,13%.
B.4. Kejernihan Sifat kejernihan dapat diketahui dengan cara meletakan mineral pada suatu objek. Bila obyek terlihat kurang jelas maka disebut Translucent, apabila jelas maka disebut Transparan, dan apabila tidak nampak sama sekali disebut Opaq.
43
Grafik 7. Persentase Tingkat Kejernihan Manik-manik Batu Situs Perengan dan Kopen
Grafik 8. Persentase Tingkat Kejernihan Manik-manik Kaca Situs Perengan dan Kopen
Dari grafik di atas nampak bahwa manik-manik batu didominasi oleh batuan translucent (81%). Batuan translucent ini terdiri dari batuan kalsedon, karnelian, dan agate. Sedangkan transparan (4%) dimiliki oleh batuan hablur. Sedangkan opaq (4%) dimiliki oleh batuan gamping (Grafik 7). Untuk manikmanik kaca didominasi oleh manik opaq sebesar (94%), diikuti translucent (5%), dan trasparan (1%) (Grafik 8).
44
B. 5. Klasifikasi ukuran Setiap manik-manik memiliki ukuran panjang, ukuran diameter luar, dan ukuran diameter lubang. Panjang (pj) adalah jarak antara kedua ujung bidang lubang. Diameter luar (dlr) adalah jarak antara kedua sisi perimeter bidang panjang, dan diameter lubang (dlg) adalah jarak kedua sisi perimeter bidang lubang (lihat Gambar 3).
Gambar 3. Data Ukur Manik-manik (Digambar oleh penulis)
Tingkat variasi ukuran manik-manik yang sangat tinggi sehingga diperlukan penyederhana guna mempermudah penyebutan ukuran. Penyederhanaan dilakukan dengan membagi ukuran manik-manik tersebut menjadi beberapa kelompok sebagai berikut: a. Berdasarkan perbandingan antara panjang (pj) dengan diameter luar (dlr) (Beck 1928:2-3, dikutip dari Setyorini 1990:19): -
Pipih jika panjang kurang dari 1/3 diameter luar
-
Pendek jika panjang antara 1/3 hingga 9/10 diameter luar
-
Standar jika panjang antara 9/10 hingga 11/10 diameter luar
-
Panjang jika panjang lebih dari 11/10 diameter luar
45
Grafik 9. Persentase Ukuran Perbandingan Panjang dan Lebar Manik-manik Batu Situs Perengan dan Kopen
Grafik 10. Persentase Ukuran Perbandingan Panjang dan Lebar Manik-manik Kaca Situs Perengan dan Kopen
Persentase ukuran manik-manik batu dan kaca terdapat persamaan. Kedua bahan tersebut sama-sama didominasi oleh manik pendek, yaitu 44% (batu) dan 76% (kaca). Persamaan lain adalah sama-sama memiliki 4% untuk manik-manik pipih. Manik-manik batu memiliki kelompok ukuran yang lebih bervariasi yaitu 33% panjang dan 19% standar. Manik-manik kaca terdiri dari 10% masing-masing untuk panjang dan standar (Grafik 9 dan Grafik 10).
b. Berdasarkan ukuran diameter luar (dlr) Manik-manik batu dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kecil, sedang, dan besar. Sedangkan untuk manik-manik kaca dibagi menjadi empat kelas,
46
sangat kecil, kecil, sedang, dan besar (lihat Tabel 5). Penentuan interval (i) setiap kelas dihitung menggunakan rumus:
Klasifikasi Sangat Kecil Kecil Sedang Besar
Manik-manik Batu (cm) 0,4 – 1,17 1,18 – 1,95 ≥ 1,96
Manik-manik Kaca (cm) 0,20 - 0,39 0,40 - 0,59 0,60 – 0,79 ≥ 0,80
Tabel 5. Klasifikasi Ukuran Manik-manik Situs Perengan dan Kopen
Grafik 11. Persentase Ukuran Diameter Manik-manik Batu Situs Perengan dan Kopen
Grafik 12. Persentase Ukuran Diameter Manik-manik Kaca Situs Perengan dan Kopen Menurut grafik klasifikasi diatas (Grafik 11 dan 12), manik-manik batu terbagi menjadi tiga kelompok ukuran yaitu kecil 63%, sedang 33%, dan besar 4%. Sedangkan manik-manik kaca terdiri dari 45,42% sangat kecil, 41,11% kecil, 11,19% sedang, dan 2,28% besar.