BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buruh merupakan satu komponen yang memiliki arti penting tersendiri dalam proses produksi. Oleh karena itu, buruh sudah selayaknya mendapatkan kelayakan dalam proses produksi. Seringkali antara buruh dan pengusaha terjadi ketimpangan sosial yang berdampak pada lambatnya proses produksi. Semisal ketika ratusan buruh Sigaret Kretek Mesin (SKM) di PT Gudang Garam mogok1. Perusahaan mengakui bahwa aksi mogok tersebut menjadikan kegiatan produksi berhenti. Yang imbasnya adalah menurunnya jumlah produk perusahaan yang biasanya berjumlah 160 juta batang per hari2 menjadi kurang dari target awal. Mogok karyawan sebagai sikap atas ketidakpuasan terhadap kebijakan perusahaan akan berdampak pada lemahnya produktivitas perusahaan. Kegiatan produksi yang berhenti dan menurunnya jumlah barang hasil produksi akan berdampak pada lemahnya saham perusahaan. Pada kondisi inilah perusahaan sering mengalami penurunan omset Realitas tersebut merupakan bukti nyata bahwa peran buruh tergolong urgen. Kesalahan dalam membuat atau menerapkan kebijakan dalam perusahaan merupakan satu dari kesekian elemen yang menjadi pemicu terjadinya ketidakharmonisan antara karyawan dan pengusaha. Maka dari itu, 1
http://www.kompas.com/ berita Kompas Ratusan Buruh Sigaret Kretek Mesin (SKM) di PT Gudang Garam (GG) Mogok. Dal berita teresebut melakukan aksi mogok kerja karena mereka tidak puas dengan sistem kenaikan pangkat yang saati itu berlaku. Sistem teebut, dinilai tidak adil dan diskriminatif. 2 Ibid.
1
2
pihak perusahaan juga harus berhati-hati dalam menerapkan setiap kebijakan yang menyangkut kesejahteraan karyawan seperti halnya upah. Upah merupakan motivasi utama manusia bekerja. Karena upah adalah alat dalam mewujudkan kebutuhan manusia. Upah diartikan pula sebagai hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang atas imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya (PP no 5 Tahun 2003 tentang UMR).3 Selain itu prestasi kerja buruh didorong atas kepuasan yang diterimanya (upah). Dengan kata lain, prestasi kerja buruh bergantung pada kepuasan karyawan. Sedangkan kepuasan karyawan didapat dari seimbangnya upah atau insentif yang dia terima tiap bulannya. Seperti diungkapkan Edward Lawler III dan John Grant Rhode, yang dikutip Garry Dessler dalam bukunya Personalia Management, motivasi merupakan hal sederhana karena orang-orang pada dasarnya termotivasi atau terdorong untuk berperilaku dalam tata cara tertentu yang dirasakan mengarah kepada perolehan ganjaran (atau “insentif”).4 Artinya, kecenderungan orang melakukan sesuatu adalah untuk mendapatkan insentif, kompensasi atau gaji. 3
PP no 5 tahun 2003 tentang UMR, penjelasan arti upah dalam PP tersebut pada dasarnya sama dengan pengertian upah yang diartikan hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan (UU No 13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 30). 4 Gerry Dessler, Manajemen Personalia. edisi ketiga(Terjemahan dari Personnel Management), Jakarta: Erlanga 1997. hal 328
3
Bila mana gaji atau insentif yang diraih cukup memuaskan, maka karyawan akan memberikan kinerja yang seoptimal mungkin. Sebaliknya, ketika insentif atau gaji yang diberikan perusahan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka kinerja karyawan juga akan lemah. Permasalahan akan muncul bilamana kebijakan tentang upah tidak berpihak pada komunitas buruh. Seperti yang terjadi pada bulan Mei tahun dimana komunitas buruh melakukan aksi unjuk rasa sebagai respon atas rencana revisi Undang-Undang no 13 tentang ketenagakerjaan. Aksi unjuk rasa yang diselenggarakan secara serempak pada hari buruh internasional, atau tepatnya pada tanggal 1 Mei 2006, merupakan satu cerminan bahwa kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan masih mengalami kerancuan. Rencana pemerintah merevisi beberapa bab meliputi pekerjaan waktu tertentu, hak cuti, pengupahan, mogok kerja, dan pesangon PHK nampaknya mengalami kecaman keras dari kaum buruh. Hal tersebut diungkapkan Ketua Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia Dita Indah Sari menyatakan serikat buruh akan menolak jika pasal-pasal yang melindungi hak-hak pekerja akan diamandemen.5 Meskipun pembahasan sedang dilakukan, namun hal itu tidak mampu meredam emosi buruh yang merasa dirugikan. Pemerintah
5
Tempo Interaktif 15/11 2005, Tarik-Menasrik Amandemen UU Ketenagakerjaan, Ketua Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia Dita Indah Sari menyatakan serikat buruh akan menolak jika pasal-pasal yang melindungi hak-hak pekerja akan diamandemen. "Contohnya mengubah uang pesangon,"katanya, Selasa(15/11) di Jakarta, Lihat di http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/11/15/brk,2005111569234,id.html.
4 tengah menetapkan konsep tripartit6 dalam membahas rencana revisi tersebut, tetapi hal itu tidak mampu menjawab kekhawatiran kaum buruh atas nasibnya. Aksi unjuk rasa merupakan keniscayaan bagi kaum buruh yang sampai saat ini sering termarjinalkan. Bisa dikatakan bahwa unjuk rasa kaum buruh merupakan akibat ketidakharmonisan hubungan antara buruh dan pengusaha dalam melaksanakan proses produksi. Dalam HIP (Hubungan Industrial Pancasila) dijelaskan bahwa pelaksanaan HIP harus berdasar atas dua asas kerjasama yaitu asas kekeluargaan dan gotong royong dan asas musyawarah untuk mufakat.7 Saat ini kaum buruh sering dikesampingkan dalam pembuatan kebijakan. Termasuk dalam kebijakan upah dan sejenisnya, karena buruh masih dianggap sebagai komunitas lemah pendidikan dan lemah disegala bidang. Selain itu seterotip bahwa kaum buruh hanya manusia yang bisa dimanfaatkan ototnya senantiasa terbesit dalam benak pengusaha dan pemerintah. Sehingga sebuah kepatutan ketika buruh turun kejalan untuk
6 H. Dadang Iskandar, Politisasi Revisi UU Ketenagakerjaan ,Tripartit merupakan alternatif pemerintah dalam membahas draft revisi Undang-Undang No 13 Tahun 2003 yang melibatkan Pemerintah, Pengusaha dan Buruh. Lihat di http://www.republika.co.id/kolom_deatil.asp?id=246446&kat_id=16 7 Moh Syaufi Syamsuddin, dalam makalahnya Menciptakan Hubungan Kerja Yang Islami di Tempat Kerja, Dijelaskan dalam makalahnya perilaku kehidupan yang berlandaskan Pancasila dimaksud pada sektor hubungan kerja dirumuskan dan kemudian disebut dengan Hubungan Industrial Pancasila (HIP), yang merupakan pengejawentahan dari Pancasila kedalam kehidupan Hubungan Industrial di Indonesia. Lebih lanjut Syaufi Syamsuddin menegaskan Tujuan HIP adalah ikut mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk tercapainya tujuan tersebut dilakukan melalui penciptaan ketenangan, ketentraman, ketertiban, kegairahan kerja serta ketenangan kerja. Adapun ketenangan kerja meliputi dua asa kerja sama yaitu asas kekeluargaan dan gotong royong dan asas musyawarah untuk mufakat.Lihat di http://www.nakertrans.go.id/majalah_buletin/info_hukum/vol4_vi_2004/hubungan_kerja_islami.p hp
5
memperjuangkan nasibnya, sebagai respon atas perlakuan yang diterima sampai saat ini. Rencana revisi Undang-Undang no 13 tahun 2003 yang meliputi pekerjaan waktu tertentu, hak cuti, pengupahan, mogok kerja dan pesangon PHK hingga saat ini masih mengalami pembahasan yang rumit. Dari beberapa bab yang direvisi ada bab yang sifatnya crusial, yaitu terkait pada bab pengupahan. Lebih khusus pada pasal 88 (4) dan 89 (4) yang berbunyi Pasal 88 (4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi Pasal 89 (4) Komponen seta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.8 Dua pasal diatas merupakan pasal yang menyangkut aspek hak kaum buruh yaitu upah. Kedua pasal tersebut rencananya akan direvisi menjadi: Pasal 88 direvisi menjadi Pemerintah menetapkan upah minimum sebagai jaminan pengaman dengan memperhatikan sektor usaha yang lemah. Pasal 89 direvisi menjadi Upah diatas upah minimum diatur sesuai dengan skala yang ditetapkan perusahaan. Maksud dari rencana revisi di atas adalah, pemberian hak mutlak kepada perusahaan dalam menentukan upah minimum. Artinya standarisasi upah minimum tidak disesuaikan dengan biaya hidup di suatu daerah, melainkan sesuai dengan kemampuan perusahaan. Secara otomatis perusahaan 8 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 bab Pengupahan pasal 88 (4) dan pasal 89 (4). Kedua pasal ini yang rencananya direvisi. Dan kedua pasal ini yng membangkitkan kekhawatiran dalam benak buruh akan nasib mereka.
6
bebas menentukan jumlah upah minimum tanpa melihat aspek kesesuaian dengan biaya hidup di daerah tempat kerja. Sementara perintah penentuan upah minimum yang disesuaikan dengan standar minimum daerah, merupakan hal yang diharapkan oleh kaum buruh. Setidaknya dengan standarisasi upah minimum daerah, maka kebutuhan pokok kaum buruh dapat terpenuhi. Pada dasarnya manusia bekerja karena ada motivasi dalam diri mereka. Dengan adanya motivasi, manusia terdorong untuk bekerja agar mendapatkan insentif guna memenuhi motivasi mereka. Selain itu, insentif atau gaji bisa dijadikan sebagai tolok ukur prestasi kerja. Karena insentif atau upah merupakan perangsang9 tersendiri bagi perusahaan untuk meningkatkan gaji. Dari sini bisa digarisbawahi bahwa hak upah yang merupakan hak buruh memiliki arti penting tersendiri. Salah satu alasan rencana revisi UndangUndang No 13 tahun 2003 adalah agar tercipta iklim ekonomi yang kondusif. Akan tetapi apakah dengan merevisi pasal yang berkaitan upah akan menjadikan iklim ekonomi di Indonesia semakin kondusif, atau justru sebaliknya. Di Indonesia sistem Upah Minimum Regional atau yang biasa disebut dengan UMR telah diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) No 5 Tahun 2003. Maksud dan tujuan diterapkannya UMR adalah agar tercapai kebutuhan hidup
9
Drs. M. Manullang, Marihot Manullang, Manajemen Suymber Daya Manusia, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta, 2001, hal 339. Dalam buku ini dijelaskan tingkat prestasi yang rendah ini telah memberi manajemen suatu dorongan kuat untuk memeberi para karyawan suatu perangsang guna meningkatkan produktivitas. Perangsang yang dimaksud dalam hal ini adalah insentif.
7 yang layak.10 Dari sini muncul satu pertanyaan perihal alasan rencana revisi pasal yang menyangkut tentang pengupahan karyawan. Adakah pesan politik seperti yang disampaikan Dadang Iskandar dalam makalahnya ”Politisasi Revisi UU Ketenagakerjaan” yang berbunyi : Kepentingan elite terkait dengan isu revisi paling tidak dapat dilihat dalam empat perspektif, Pertama, terkait dengan kepentingan internasional. Realitas ini tercermin dari sikap pemerintah yang haqul yaqin bahwa salah satu penghambat investasi adalah UUK No.13/2003 yang terlalu pro-buruh. Agenda ini terlihat jelas dalam Kepres No.3/2006 tentang Paket Kebijakan Investasi. Dalam iklim ekonomi neoliberal, pasar (termasuk pasar tenaga kerja) harus efisien dan kompetitif, fluktuasi upah dan proteksi atas hak-hak pekerja harus relevan dengan tren fleksibilitas pasar, maka regulasi ketenagakerjaan yang pro-buruh merupakan kendala yang harus secepatnya "ditertibkan". Kedua, terkait dengan agenda pebisnis lokal, terutama akibat persaingan pasar yang makin ketat, rendahnya daya beli masyarakat, termasuk beban ekonomi pascakenaikan BBM Oktober 2005 lalu (beserta efek domino yang menyertainya) yang makin memberatkan dunia usaha. Ketiga, terkait dengan agenda politik elite, proteksi politik pada pengusaha - dalam bentuk pemberian hak-hak previlese harus tetap mereka jaga guna mendukung bekerjanya "mesin kekuasaan" yang mereka kelola. Di samping agenda "ekonomi elite", tak sedikit analis yang meyakini bahwa politisasi isu revisi UUK menunjukkan pecahnya sikap elite dalam menjalankan kebijakan ekonomi populis yang pro-rakyat. Keempat, terkait dengan kepentingan di jajaran elite serikat buruh dalam korelasinya dengan pusat kekuasaan. Seperti sudah menjadi tradisi, perjuangan kaum buruh Indonesia kontemporer selalu diwarnai oleh tarik-menarik antara kepentingan elite/kelompok versus aspirasi kolektif. Fakta ini menggiring kita untuk terus mengevaluasi kebijakan yang kurang mempertimbangkan kepentingan buruh dengan realitas sosial, budaya, dan politik yang ada. Kebijakan merevisi UUK barangkali sangat dipuji oleh para investor, tetapi sesungguhnya menyimpan bara 10
Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Pasal 89 (2) yang berbunyi Upah minimum sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
8
api dalam sekam yang bisa meledak dalam waktu dekat. Sejarah membuktikan bahwa konflik kepentingan antara pengusaha dan buruh lebih sering dimenangkan oleh para pengusaha. Buruh merupakan bagian yang sulit mendapatkan perbaikan nasib, kecuali pemerintah secara gigih memperjuangkan nasib melalui berbagai kebijakan yang pro-buruh.11 Atau justru sebaliknya yaitu pasal-pasal dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 yang direvisi terdapat kejanggalan atas ketentuan adat, kultur atau sejenisnya seperti ketentuan agama mayoritas, dalam hal ini agama Islam. Karena memang, Islam mengatur segala kegiatan berinteraksi sosial dalam satu konsep yang mendekati sempurna diantaranya sistem upah karyawan. Dalam Islam, asas kelayakan sangat dijunjung tinggi. Karena hal ini menyangkut penghargaan atas hak asasi manusia. Maka dari itu Islam memiliki konsep upah tersendiri yang merujuk pada Al Qur’an dan Hadits. Konsep upah dalam fiqh Islam masuk dalam bab Ijarah (sewa menyewa). Pada konsep upah (Ijarah) kita mengenal adanya dua elemen yaitu pengusaha dan pekerja. Sedangkan dalam Islam kedua elemen itu disebut dengan ajiir dan Musta’jir. 12 Konsep ijarah sendiri menekankan beberapa point yang harus diperhatikan agar sesuai dengan nilai-nilai ke-syariah-an. Diantaranya yaitu ketentuan kerja, bentuk kerja, waktu kerja, tenaga yang dicurahkan saat bekerja, dan gaji kerja. point-point tersebut kemudian dijadikan parameter untuk menilai kesesuaian sistem upah yang ada dengan nilai-nilai syari’ah.
11
H. Dadang Iskandar, op.cit Ijarah adalah pemilikan jasa dari seorang ajiir (orang yang dikontrak keluarganya) oleh musta’jir (orang yang mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari seorang musta’jir oleh seorang ajiir, Taqqyauddin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Prespektif Islam, Risalah Gusti, Surabaya , 1996, hal 83. 12
9
Gaji kerja dalam Islam menjadi point tersendiri yang perlu diperhatikan. Hal ini menandakan bahwa gaji atau upah merupakan urgensitas yang perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Karena Islam memandang gaji sebagai hak kaum buruh yang harus diberikan pengusaha dengan selayaknya. Selain itu Islam mengecam keras praktek-praktek yang pada dasarnya menindas nasib kaum pekerja (ajiir). Selain menimbulkan interaksi sosial yang tidak sehat, juga merupakan pengebirian atas hajat hidup seseorang. Gaji
merupakan tujuan utama
orang bekerja. Dengan gaji,
mereka(pekerja atau buruh) dapat mempertahankan hidup dan beribadah kepada Tuhan-Nya. Disamping itu, gaji juga merupakan salah satu sarana dalam mewujudkan satu tatanan hidup yang sehat. Artinya, ketika manusia mengalami kepuasan dalam menerima upah atau gaji, maka psikis mereka tidak akan terganggu. Sebaliknya, ketika penerimaan upah tidak sesuai dengan standarisasi, maka secara tidak langsung akan mengganggu psikis seseorang. Imbas yang muncul adalah meningkatnya angka kejahatan sebagai alternatif kaum buruh dalam memenuhi kebutuhannya, seperti mencuri, merampok, praktek lintah darat dan kejahatan sejenisnya yang didasarkan atas alasan kurangnya pendapatan perbulan. Untuk itu, perlu adanya penelaahan khusus terhadap pasal-pasal yang terkandung dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003, lebih khusus pada pasal upah, agar terwujud satu peraturan yang solid dan mampu mengakomodir persoalan ekonomi pada saat ini. Satu diantaranya adalah sinkronisasi antara konsep upah yang terkandung dalam Undang-Undang No
10
13 Tahun 2003 dengan konsep Hukum Islam. Dengan sinkronisasi UndangUndang No 13 Tahun 2003 terhadap konsep Islam, maka dapat ditentukan kesesuaian atau tidak pasal-pasal upah dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 dengan hukum Islam. Dari sinilah penulis tertarik untuk menelaah pasal-pasal upah yang terkandung dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 lebih khusus pada pasal-pasal yang akan direvisi yaitu pasal 88 (4) dan pasal (4). Penelitian ini dikemas dalam tema : KONSEP UPAH DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Analisis Terhadap Pasal 88 dan 89 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan )
B. Perumusan Masalah Untuk membatasi luasnya permasalahan yang diteliti, maka peneliti mengerucutkan permasalahan menjadi : 1. Bagaimana konsep upah menurut hukum Islam 2. Apakah pasal upah (pasal 88 (4) dan pasal 89(4)) Undang-Undang No 13 Tahun 2003 sesuai dengan hukum Islam ? C. Tujuan Penulisan Skripsi Sesuai dengan permasalahan tersebut diatas maka tujuan dari penulisan skripsi ini meliputi : 1. Untuk mengetahui bagaimana konsep upah menurut hukum Islam.
11
2. Untuk mengetahui Sejauh mana kesesuaian pasal upah yang terkandung dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 dengan hukum Islam. D. Telaah Pustaka Dalam rangka menentukan kesesuaian hukum antara pasal upah yang terkandung dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 terhadap hukum Islam, maka perlu adanya referensi yang berkaitan dengan persoalan yang diteliti. Untuk itu, peneliti menelusuri semua referensi yang membahas permasalahan Undang-Undang no 13 Tahun 2003. Pada dasarnya tema penelitian ini masih bersifat hal yang baru. Sehingga jarang ditemui literatur yang membahas Undang-Undang no 13 Tahun 2003, terlebih pada pasal-pasal tertentu seperti pengupahan. Namun begitu peneliti menemukan berapa literatur yang hampir memiliki kesamaan tema, yaitu : o Drs Suraja dalam bukunya yang berjudul "Tanya Jawab UndangUndang No 13". Dalam buku ini membahas tentang persoalan UndangUndang no 13 Tahun 2003, yang dijelaskan secara terperinci tiap pasal. Suraja menjelaskan pasal-pasal yang dipertanyakan secara tekstual, tanpa mempertimbangkan aspek yang lain. Sehingga buku tersebut hanya berkisar pada persoalan yang sifatnya kasuistik. Selain itu, pada buku tersebut tidak dijelaskan karakteristik dan kesesuaian UndangUndang no 13 Tahun 2003 dengan normatif hukum yang lain.
12
o Nuansa Aulia, sebuah penerbit yang mengeluarkan buku dengan tema "Himpunan
Perundang-Undangan
Republik
Indonesia
tentang
Ketenagakerjaan". Buku ini hanya memaparkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan UU ketenagakerjaan. Di dalam buku tersebut tidak dijelaskan tiap pasal, melainkan penjelasan tentang UU yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, seperti ILO dan lain sebagainya. o BP. Cipta Jaya, penerbit yang mengeluarkan draft Undang-Undang no 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan secara terperinci sekaligus penjelasannya. Buku ini hanya berisikan tentang UU ketenagakerjaan yang berupa pasal-pasal, penjelasan dan keterangan. o Skripsi Mumi Maimunah yang berjudul
Tinjauan Hukum Islam
terhadap Sistem Perselisihan Industrial dalam UU No 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Dalam skripsi ini dijelaskan tentang posisi buruh dan perusahaan yang diatur dalam UU no 25 tahun 1997. Skripsi ini sama-sama menggunakan dasar UU ketenagakerjaan. Namun UU yang digunakan dibuat pada tahun 1997. Sedangkan pemerintahan saat ini tengah menetapkan UU terbaru yaitu UU No 13 tahun 2003. Sehingga berbeda jauh dengan tema yang akan diteliti. Namun inti dari skripsi tersebut menjadi bahan inspirasi dan pelengkap atas penelitian ini. o Skripsi Zulfikar Ahmad yang berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Upah Penolongan Kecelakaan Perniagaan Laut dalam KUHD. skripsi
13
menjelaskan bahwa upah mengupah dalam hukum Islam dibagi dua hal yaitu ijarah dan ji'alah. Selain itu, skripsi ini hanya menjelaskan upah dalam lingkup perdagangan laut. Artinya pembahasan tersebut lebih tertuju pada perdagangan laut, buka upah perdagangan secara umum. o Manajemen Penggajian dan Pengupahan Karyawan Perusahaan yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama tahun 2001. Buku ini hanya mengulas
pokok-pokok
penggajian
secara
umum,
aspek-aspek
penggajian, dan konsep penggajian. Dalam buku ini tidak membahas UU secara jelas, tetapi hanya pasal-pasal yang terkait dengan upah atau gaji. o Membangun Sistem Ekonomi Islam yang ditulis oleh Taqayyuddin An Nabhani juga menguraikan sedikit persoalan tentang pengupahan. Tetapi hanya sebatas nilai-nilai dan pemaparan bagaimana konsep ijarah. Dengan kata lain hanya menitik beratkan pada hubungan karyawan dan pengusaha yang sesuai dengan Syari’ah. o Mundir Anis dalam skripsinya yang berjudul Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’i Tentang Upah Adzan Iqamat dan Imam Shalat. Dalam skripsi yang dibuat Mundir hanya menjelaskan hukum memberikan upah dilihat dari prespektif Imam Syafi’i. Tidak melihat hukum konsep yang diterapkan. Dari beberapa buku yang ada, peneliti yakin bahwa tema yang diajukan peneliti merupakan sesuatu hal yang baru dan belum pernah diteliti.
14
E. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian dokumen, yang mendasarkan kajiannya pada Undang-Undang. Kajian ini adalah analisis UU, maka untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dan untuk memperoleh data yang obyektif juga otentik, dalam penelitian ini penulis menggunakan metodemetode sebagai berikut : 1. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan atau library research.13 Sehingga metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Penulis berharap dapat berkonsentrasi dalam penelusuran dan pengumpulan bahan-bahan pustaka dan data-data literatur yang relevan dengan penelitian ini. Dokumen yang diteliti dalam hal ini adalah UU no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2. Metode Analisis Data Penelitian ini adalah penelitian deskriptif .Setelah data penelitian terkumpul, maka peneliti memberikan satu kontribusi dalam bentuk kritik sosial dengan tidak mereduksi data dan dengan disertai subyektivitas penulis. Agar terwujud satu hasil penelitian yang signifikan, maka penulis menggunakan metode analisis deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain)
13
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 102.
15
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.14 Pada tahapan awal, penulis mempelajari karakteristik pasal yang akan diteliti, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan subyektifitas penulis yang merujuk pada literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. F. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memperoleh gambaran yang bersifat utuh dan menyeluruh serta ada keterkaitan antar bab yang satu dengan yang lain dan untuk lebih mempermudah dalam proses penulisan skripsi ini, perlu adanya sistematika penulisan. Adapun sistematika pada penulisan skripsi ini akan melalui beberapa tahap bahasan yaitu: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini merupakan gambaran secara keseluruhan skripsi yang meliputi: Latar belakang masalah, Perumusan masalah, Tujuan penulisan skripsi, Telaah pustaka, Metode penulisan skripsi, Sistematika penulisan skripsi.
BAB II TINJAUAN UMUM UPAH DALAM KONSEP ISLAM Pada bab ini pembahasannya meliputi: pengertian upah secara umum, pengertian upah menurut hukum Islam, Konsep Upah (Ijarah) Menurut Hukum Islam.
14
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gajahmada University Press, 1991, hlm. 63.
16
BAB III KETENTUAN PASAL 88 dan 89 UU NO 13 Tahun 2003 KAITANNYA DENGAN HAK BURUH Bab tiga merupakan hal-hal yang menyangkut: Sekilas tentang Undang-Undang No 13 Tahun 2003, karakteristik Undang-Undang No 13 Tahun 2003, ketentuan Undang-Undang No 13 Tahun 2003, Hak buruh dalam prespektif UU. BAB IV ANALISIS PASAL 88 dan 89 UU NO 13 Tahun 2003 DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM Analisa yang dibahas meliputi: Analisis terhadap karakteristik Undang-Undang No 13 Tahun 2003, Analisis terhadap ketentuan PASAL 88 dan 89 UU NO 13 Tahun 2003 kaitannya dengan hukum Islam. BAB V PENUTUP Bab ini merupakan rangkaian akhir dari penulisan skripsi yang meliputi: Kesimpulan, Saran–saran dan Kata penutup.