BAB I PENDAHALUAN
1. 1 Latar Belakang Perilaku preventif kesehatan reproduksi erat kaitannya dengan perilaku pencegahan dalam upaya menjaga agar organ reproduksi senantiasa tetap pada kondisi sehat tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, namun dalam segala hal yang terkait dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Kals dan Cobb (1966) mendeskripsikan unsur-unsur dari perilaku preventif kesehatan, yakni adanya aktivitas yang dilandasi oleh keyakinan diri, untuk senantiasa menjaga kesehatan dengan cara mencegah atau mendeteksi dini suatu penyakit dari gejala-gejala yang ada. Tindakan pencegahan hanya dapat mengurangi, tidak dapat menghilangkan sepenuhnya kemungkinan tertular suatu penyakit. Setidaknya perilaku pencegahan dapat mengurangi resiko kesehatan dengan cara meningkatkan kesehatan itu sendiri. Kalau perilaku preventif kesehatan reproduksi di kalangan remaja dapat dimaknai perilaku preventif kesehatan reproduksi berhubungan dengan tindak pencegahan yang dapat dilakukan oleh remaja untuk mengurangi resiko kesehatan pada organ reproduksi, seperti senantiasa menjaga kesehatan pada daerah organ reproduksi, kemudian mampu mengetahui dan mendeteksi dini suatu penyakit organ reproduksi dari gejala-gejala yang ada, dan remaja mampu menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Mengapa perlu perilaku preventif kesehatan reproduksi bagi para remaja?
1
Perilaku seksual dan kehamilan remaja di luar nikah, baik yang diekspos media massa maupun yang tidak ternyata sudah banyak terjadi di masyarakat Indonesia dan di masyarakat Kabupaten Banyumas pada khususnya. Sebab kehamilan remaja di luar nikah dapat karena diperkosa, melakukan seks atas dasar paksaan dari teman/pacar, dan melakukan seks atas dasar sama-sama mau. Beberapa contoh kasus perilaku seksual dan kehamilan remaja yang diliput dalam media on-line tersaji pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Beberapa Kasus Perilaku Seksual dan Kehamilan Remaja yang Diliput Media On-line Pada Tahun 2012-2015 No Judul Media Keterangan 1. Siswi SMA Melahirkan di 25/10/2012 Ponorogo, Toilet KOMPAS.com 2. Siswi SMA Melahirkan di Pekalongan, 02/11/2012 Conter HP di Pasar Sragi Radiokotabatik 3. Usai Ujian, Siswi SMA Bengkulu, Bengkulu 23/10/2012 Melahirkan Ekspress 4. Kisah Arisan Seks ala Siswa Situbondo, Liputan6. 06/12/2012 Situbondo, Terungkap dari com, Mulut PSK 5. Siswi SMP di Surabaya Surabaya, 10/06/2013 Berprofesi Sebagai Mucikari KOMPAS.com 6. 11 Foto Bugil Siswi SMP infokami.com › News › 30/08/2014 Negeri Banyuwangi Nasional 7. Video Telanjang Siswi SMU www.youtube.com 15/08/2014 Banjar 8. Foto Telanjang Dada Siswi 29/04/2015 bali.tribunnews.com SMP Jembrana 9. Pesta Bikini Anak SMA www.liputan6.com 27/04/2015 GoodBye UN Pool Party kompas.com news.detik.com Sumber: data penelitian yang diolah (Noegroho, 2015) Kemudian pada Harian Banyumas tanggal 27 Maret 2013 mengangkat berita dengan judul Nikah Karena “Kecelakaan” Melonjak. Menurut Ketua
2
Pengadilan Agama Banyumas Drs. H. Masfuri, bahwa pengajuan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Banyumas, tiga bulan terakhir menunjukkan grafik peningkatan. Bahkan pekan terakhir bulan Maret 2013 peningkatan jumlah sudah menembus 300%. Analisis dari Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia atau SKRRI (2003) mengenai faktor-faktor yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual (3x lebih besar) adalah: 1) teman sebaya yaitu mempunyai pacar; 2) mempunyai teman yang setuju dengan hubungan seks pra nikah; 3) mempunyai teman yang mempengaruhi/mendorong untuk melakukan hubungan seks pranikah. Russel dan Andrews (Villarruel et.al., 2003: 146) mengemukakan bahwa masa remaja adalah masa ketika banyak orang mengalami sexual expression untuk pertama kalinya. Periode ini bagi kebanyakan remaja, dimanfaatkan sebagai masa belajar prihal keintiman untuk pertama kalinya, seperti mulai dari berkencan, berciuman, bergandengan tangan dengan teman laki-laki atau perempuan, serta saat mengidentifikasi orientasi seksualnya dan perbedaan gender dengan teman-teman yang sebayanya. Istilah yang sering dipakai oleh para remaja Indonesia adalah pacaran. Damayanti (2006) mengemukakan bahwa proses pacaran adalah sebagai proses perkembangan kepribadian seorang remaja karena ketertarikan antarlawan jenis kelamin. Perilaku dalam berpacaran juga bervariasi, mulai dengan cuma ngobrol atau “curhat”, berpegangan tangan, berangkulan, berpelukan, mencium tangan, mencium kening, mencium pipi dan bibir. Dalam perkembangannya
3
menurut Damayanti (2006) cara berpacaran para remaja mulai menyentuh pada bagian-bagian tubuh yang paling sensitif dari para remaja wanita maupun pria, seperti meraba dada, meraba alat kelamin, menggesekkan kelamin, melakukan oral seks, yang akhirnya terdorong untuk melakukan hubungan seks pranikah. Tabel 1.2 Perilaku Remaja Berpacaran Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta Perilaku pola Perempuan pacaran (%) Ngobrol, Curhat 97,1 Pegangan tangan 70,5 Berangkulan 49,8 Berpelukan 37,3 Berciuman pipi 43,2 Berciuman bibir 27,0 Meraba-raba dada 5,8 Meraba alat kelamin 3,1 Menggesek kelamin 2,2 Melakukan seks oral 1,8 Hubungan seks 1,8 Sumber : Damayanti (2006)
Laki-Laki (%)
Rata-rata (%)
94,5 65,8 48,3 38,6 38,1 31,8 20,3 10,9 6,5 4,5 4,3
95,7 67,9 49,0 38,0 40,4 20,5 13,5 7,2 4,5 3,3 3,2
Untuk mengetahui perilaku pacaran remaja yang sudah mengarah pada hubungan seksual diperlukan pemahaman konsep tentang fase remaja yang mulai terjadi perubahan secara fisik, psikis dan sosial pada diri remaja. Remaja dalam Bahasa Inggris adolescence merupakan individu yang sedang dalam masa persiapan menuju masa dewasa (adult). Pada masa remaja ini terjadi perkembangan yang sangat pesat, baik fisik, psikis, maupun sosial. Dalam Biopsychosocial Theory of Adolescence menurut John Hill (Dacey dan Travers, 2009: 297) mendeskripsikan konsepsi
perkembangan remaja yang ditandai
dengan berkembangnya beberapa faktor. Pertama, berkembangnya faktor-faktor biologis seperti pematangan organ kelamin (genital maturation), masa pubertas,
4
dan pertumbuhan fisik. Kedua, berkembangnya faktor-faktor psikologis seperti masalah pergeseran otonomi dalam membuat sebuah keputusan, masalah seksualitas, intimacy, pemenuhan standard of excelence individual, dan masalah krisis identitas diri. Ketiga, berkembangnya faktor-faktor sosial seperti identitas gender, identitas ras-etnis dan kelas sosial. Perkembangan remaja dalam ilmu kedokteran dan ilmu biologi, dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik organ reproduksi manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti organ-organ kelamin pada khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya sudah mencapai pada bentuk sempurna dan sudah berfungsi secara sempurna pula. Ciri fisik yang dapat diidentifikasi bagi seorang pria pada umumnya adalah berkumis/berjanggut, dan mampu memproduksi beberapa ratus juta sel mani (spermatozoa) setiap kali ia berejakulasi. Bagi seorang wanita bagian payudara dan pinggulnya akan membesar serta setiap bulannya akan mengeluarkan sel telur dari indung telurnya atau proses menstruasi. Masa pematangan fisik menurut Sarwono (2010: 9) berjalan kurang lebih dua tahun dan biasanya dihitung mulai haid yang pertama pada wanita atau sejak seorang laki-laki mengalami mimpi basah (mengeluarkan mani pada waktu tidur) yang pertama. Masa dua tahun ini dinamakan pubertas (puberty), yang dalam bahasa latin berarti usia kedewasaan (the age of manhood) dan yang berkaitan dengan kata Latin lainnya pubescere yang berarti masa pertumbuhan rambut di daerah tulang pubic (di wilayah kemaluan). Masa pubertas atau yang disebut juga masa puber, pada usia berapa persisnya masa ini dimulai sulit ditetapkan, karena
5
cepat lambatnya haid atau mimpi basah sangat bergantung pada kondisi tubuh masing-masing individu. Jadi masa pubertas bervariasi. Beberapa ciri perkembangan remaja baik pria dan wanita menurut Dacey dan Travers (2009: 291) ditandai dengan (1) ketika mulai menstruasi bagi perempuan dan terjadi ejakulasi pertama atau mimpi basah bagi laki-laki, (2) ketika bulu kemaluan (pubic) mulai tumbuh dan ketika buah dada mulai membesar (untuk perempuan), (3) ketika tertarik pada lawan jenis dan mulai memikirkan untuk berkencan/berpacaran, (4) ketika opini teman-teman lebih mempengaruhi daripada orang tuanya, dan masih banyak lagi lainnya ciri-ciri yang menandai dimulainya masa remaja. Bagi kalangan tertentu, seksualitas kadang menjadi suatu hal yang tabu untuk dibicarakan. Ketercukupan informasi mengenai kesehatan reproduksi yang diperoleh remaja dapat dipenuhi melalui berbagai sumber seperti teman, orang tua, guru, tim medis, dan media massa. Dampaknya akan sungguh fatal, apabila para remaja memilih mencari tahu sendiri, bahkan melakukan seks tanpa mengetahui konsekuensi yang harus ditanggung di masa depan, seperti kehamilan dan tertular penyakit menular seksual. Fenomena perilaku remaja dalam berpacaran yang sudah berani mengeksplorasi pada bagian dari alat vital reproduksi dan banyaknya kasus kehamilan remaja, seyogyanya harus sudah mendapat perhatian dari berbagai pihak seperti orang tua, guru, para pemerhati masalah sosial, dan beberapa kementerian
yang
terkait
seperti
Kementerian
Kesehatan,
Kementerian
6
Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kementrerian Agama untuk membekali remaja agar terbentuk perilaku preventif kesehatan reproduksi remaja sejak dini. Upaya promotif mengenai kesehatan reproduksi remaja menurut Konferensi Sedunia tentang Wanita tahun 2000 di New York, sebaiknya menekankan pada pemberian informasi yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Adapun tujuannya adalah mendorong agar remaja senantiasa menjaga kesehatan organ reproduksinya. Upaya promotif biasanya selalu juga diikuti dengan upaya preventif kesehatan reproduksi, yaitu mendorong agar remaja senantiasa menjaga kesehatan organ reproduksi, mampu mencegah agar tidak tertular penyakit organ reproduksi, dan mampu menahan diri untuk tidak berhubungan seksual pra-nikah. Usaha-usaha penguatan perilaku preventif kesehatan reproduksi remaja secara teoritis dapat dijelaskan melalui Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) yang dikemukakan oleh Hochbaum, Rosenstock dan Kegels. Model ini menjelaskan bahwa perilaku preventif kesehatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal seperti kerentanan yang dirasakan dan keseriusan mengenai kesehatan, dan penilaian ancaman kesehatan. Kemudian faktor eksternal (cues of action) seperti informasi dari media massa, penyuluhan, saran dari teman sebaya, guru, dan orang tua. Salah satu usaha penguatan perilaku preventif kesehatan reproduksi remaja oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), adalah mengeluarkan kebijakan dan menerapkan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) melalui pembentukan Pusat Informasi dan
7
Konseling (PIK) yang di arahkan untuk mewujudkan Remaja Tegar dalam rangka Tegar Keluarga guna membentuk Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Ciri-ciri Tegar Remaja adalah remaja yang menunda usia pernikahan, remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari resiko TRIAD (Seksualitas, HIV/ AIDS, Napza), bercita-cita mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera serta menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman sebayanya. (BKKBN, 2008) Kelompok PIK-KRR atau Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu wadah kegiatan program Kesehatan Reproduksi Remaja yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi serta kegiatan penunjang lainnya. Selain itu PIK remaja juga sebagai wadah untuk memberikan solusi, nasehat maupun jalan keluar bagi kawan sebaya yang mempunyai permasalahan pergaulan, reproduksi dan narkoba. Hal ini sesuai dengan kecenderungan remaja yang lebih menyukai bercerita tentang permasalahnya dengan teman sebaya. Dalam kelompok PIK remaja terdapat struktur organisasi seperti Pembina, Pengelola PIK yakni Ketua, Bidang administrasi, Bidang program dan kegiatan, Pendidik Sebaya (PS), dan Konselor Sebaya (KS) yang terlebih dahulu mengikuti pelatihan di tingkat provinsi sebelum menjalankan fungsinya sebagai konselor dan pendidik sebaya. Dalam proses monitoring dan evaluasi operasional kelompok PIK
remaja,
pengelola
PIK
remaja
setiap
saat
harus
mencatat
dan
mendokumentasikan kegiatannya dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan PIK remaja itu sendiri, bukan sebagai laporan kepada kepala sekolah/kepala
8
desa/camat/PLKB dimana PIK remaja tersebut berada, jadi evaluasi tersebut lebih ditekankan pada kegiatan evaluasi internal. Sebuah kelompok Pusat Informasi dan Konseling remaja Gita Bina Taruna (GIBITA) di Desa Rempoah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas, berhasil mendapat penghargaan baik dari tingkat propinsi maupun nasional karena telah membina kesehatan reproduksi para remaja melalui karang taruna. Penghargaan yang telah diraih adalah sebagai Juara I lomba PIK Remaja Tegak Tingkat Nasional pada tahun 2010. Sebelumnya, pada kegiatan Jambore PIK Remaja Tingkat Provinsi Jawa Tengah tanggal 21-22 Juni 2009 di Ambarawa, PIK Remaja GIBITA meraih Juara II untuk lomba penyuluhan Persiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja (PKBR), dan dijadikan PIK Remaja percontohan pada tingkat provinsi. Secara kuantitas menurut Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BAPERMASPKB) Kabupaten Banyumas tahun 2012, jumlah kelompok PIK remaja di Kabupaten Banyumas saat ini terdapat 37 kelompok PIK remaja dengan rincian 32 PIK remaja karang taruna dan 5 PIK sekolah/perguruan tinggi yang tersebar di 27 kecamatan di Kabupaten Banyumas. Kalau melihat banyaknya kelompok-kelompok PIK remaja yang tersebar di 27 kecamatan di Kabupaten Banyumas, mestinya kegiatan penyuluhan kesehatan reproduksi remaja melalui PIK remaja dapat menekan jumlah pernikahan usia dini karena sudah terjadi kehamilan. Usaha-usaha penguatan perilaku preventif kesehatan reproduksi remaja dari faktor eksternal selain kegiatan penyuluhan melalui PIK remaja, adalah
9
keterdedahan media. Fungsi media massa menurut Devito (1997: 515) selain untuk menghibur, adalah untuk meyakinkan (to persuade). Persuasi dapat dalam berbagai bentuk: 1. Mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang. 2. Mengubah sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang. 3. Menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu. 4. Memperkenalkan etika atau menawarkan sistem nilai tertentu. Keterdedahan media dalam hal ini adalah intensitas remaja menggunakan berbagai media seperti TV, media cetak, radio dan internet untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Kemudian usaha penguatan perilaku preventif kesehatan reproduksi remaja berikutnya adalah komunikasi antara orang tua dengan remaja. Komunikasi orang tua-remaja adalah percakapan, pembicaraan, antara orang tua (bisa ayah dan atau ibu) dengan anaknya yang berusia remaja mengenai berbagai topik yang berkaitan dengan kesehatan repoduksi remaja. Menurtut Wresti (2007) ketika orang tua membuka diri untuk berkomunikasi, menyenangkan, menampung keluhan-keluhan anaknya seputar organ reproduksi, dan anak-anak merasa nyaman dan tidak malu menceritakan masalah pribadinya berkenaan dengan kesehatan reproduksi kepada orang tua, berarti komunikasi keluarga telah terbangun dengan baik. Oleh karena itu, melihat banyaknya kasus perilaku seksual dan kehamilan remaja serta berbagai usaha penguatan perilaku preventif kesehatan reproduksi di Kabupaten Banyumas, hal yang menarik untuk diteliti adalah seberapa besar pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi remaja melalui PIK remaja, keterdedahan media, komunikasi orang tua-remaja, perasaan rentan dan
10
keseriusan mengenai kesehatan reproduksi, serta penilaian ancaman kesehatan reproduksi mempengaruhi perilaku preventif kesehatan reproduksi remaja di Kabupaten Banyumas? Dengan banyaknya kelompok PIK remaja yang tersebar di 27 kecamatan di Kabupaten Banyumas, diharapkan dapat menekan jumlah pernikahan usia dini karena sudah terjadi kehamilan. Hal yang menarik untuk diteliti adalah apakah kelompok PIK remaja yang telah dibentuk sudah berjalan optimal sesuai program PIK-KRR, bukan hanya sekedar mengejar jumlah dalam pembentukan kelompok PIK remaja? Kemudian apa saja yang menjadi hambatan dalam kegiatan penyuluhan kesehatan reproduksi melalui PIK-remaja? 1.2 Perumusan Masalah Dari penjelasan latar belakang masalah secara teoritis maupun empiris, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung faktor-faktor seperti peran penyuluh, variasi metode penyuluhan, keterdedahan media, komunikasi orang tua-remaja, kerentanan yang dirasakan, keseriusan mengenai kesehatan reproduksi, dan penilaian ancaman kesehatan reproduksi terhadap perilaku preventif
kesehatan
reproduksi remaja di Kabupaten Banyumas? 2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan penyuluhan kesehatan reproduksi remaja melalui kelompok PIK Remaja di Kabupaten Banyumas? Permasalahan apa saja yang dihadapi kelompok PIK remaja dalam penyelenggaraan kegiatan penyuluhan?
11
1.3 Tujuan Penelitian Adapun hal-hal yang ingin dicapai dalam penelitian ini terdeskripsikan pada tujuan penelitian: 1. Melakukan pengujian faktor-faktor yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung seperti peran penyuluh, variasi metode penyuluhan,
keterdedahan
media,
komunikasi
orang
tua-remaja,
kerentanan yang dirasakan, keseriusan mengenai kesehatan reproduksi, dan penilaian ancaman kesehatan reproduksi terhadap perilaku preventif kesehatan reproduksi remaja 2. Mengetahui pelaksanaan kegiatan penyuluhan kesehatan reproduksi remaja melalui Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK), dan mengidentifikasi
berbagai
permasalahan
yang
muncul
dalam
penyelenggaraan kegiatan penyuluhan kesehatan reproduksi oleh PIK remaja di Kabupaten Banyumas. 1.4 Manfaat Penelitian Untuk mengembangkan bangunan teori perilaku dari Model Keyakinan Kesehatan (Health Belief Model), diperlukan aplikatif riset mengenai penyuluhan kesehatan reproduksi melalui kelompok PIK remaja sebagai salah satu faktor pendorong dalam membentuk perilaku preventif kesehatan reproduksi remaja. Faktor yang lain yang turut diuji adalah peran komunikasi orang tua-remaja, dan tingkat keterdedahan media yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perilaku preventif kesehatan reproduksi remaja.
12
Manfaat kedua, menambah khasanah penyuluhan bidang kesehatan melalui kelompok PIK remaja yang bertujuan untuk membentuk perilaku preventif seksual remaja, dengan berdasar pada konsep-konsep penyuluhan sebelumnya yang dikemukakan oleh AT. Mosser, Valera, Martines, Plopino, G.L. Ray tentang penyuluhan pertanian. Penyuluhan kesehatan reproduksi melalui PIK remaja memiliki karakteristik yang khusus karena diinisiasi oleh pemerintah dan dijalankan secara swadaya oleh remaja dan pihak-pihak yang terkait, oleh karena itu hasil penelitian ini akan menjadi sesuatu kebaruan (novelty) khususnya penyuluhan dalam terminologi kesehatan reproduksi remaja. Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan kebijakan untuk menyinergikan lembaga-lembaga terkait dari Dinas Kesehatan, Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan tenaga medis Puskesmas di tingkat kecamatan sampai desa, Organisasi Kepemudaan, dan Dinas Pendidikan, sekolah/perguruan tinggi, agar dalam operasional kegiatan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi melalui PIK remaja sesuai harapan dan dapat berjalan secara berkesinambungan. 1.5 Keaslian Penelitian Ada kesamaan dengan beberapa penelitian terdahulu, terutama kesamaan dalam bidang kajian mengenai perilaku seksual remaja dan penyuluhan, namun perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menganalisis beberapa faktor seperti peran penyuluh, variasi metode penyuluhan, keterdedahan media, komunikasi antara orang tua-remaja, kerentanan yang dirasakan dan keseriusan mengenai kesehatan reproduksi, penilaian ancaman kesehatan
13
reproduksi hubungannya dengan perilaku preventif kesehatan reproduksi remaja di Kabupaten Banyumas. Kemudian penelitian ini mengkaji secara mendalam mengenai pelaksanaan kegiatan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi melalui PIK remaja sesuai program yang dicanangkan BKKBN kaitannya dengan perilaku preventif kesehatan reproduksi remaja, sekaligus mengetahui hambatan-hambatannya di Kabupaten Banyumas. Berikut ini kajian beberapa disertasi dan penelitian sebelumnya: 1) Soetjiningsih (2008), “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja”, Disertasi Fak. Psikologi UGM Penelitian ini menguji apakah model teoritis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja sesuai dengan model empiris. Secara khusus penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung faktor-faktor hubungan orang tua-remaja, self esteem, tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi terhadap perilaku seksual pranikah remaja. Subjek penelitian ini adalah 398 remaja yang terdiri dari 202 remaja lakilaki dan 196 perempuan, usia 15-18 tahun, kelas 10-12 SMA yang diambil secara random dari 48 SMA di kota Yogyakarta. Pengumpulan data menggunakan 6 skala psikologi. Pengolahan data menggunakan analisis persamaan struktural, khususnya analisis jalur dengan bantuan program AMOS 5.0. Hasil penting dari penelitian ini adalah kesesuaian antara model modifikasi dan data empiris (model fit). Artinya model teoritis pengaruh hubungan orangtuaremaja, self esteem, tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media 14
pornografi terhadap perilaku seksual pranikah remaja sesuai data. Faktor-faktor tersebut berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah remaja, dan menjelaskan 79% dari variasi perilaku seksual pranikah remaja. Faktor-faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah remaja adalah hubungan orangtua-remaja, dan religiusitas. Faktor yang hanya berpengaruh tidak langsung adalah self esteem, serta faktor yang berpengaruh langsung adalah tekanan teman sebaya dan eksposur media pornografi. Rerata tingkat perilaku seksual pranikah remaja lakilaki lebih tinggi daripada remaja perempuan. Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan upaya pencegahan perilaku seksual pranikah harus memperhatikan faktor-faktor tersebut secara simultan, yaitu meningkatkan kualitas hubungan orangtua-remaja, self esteem, religiusitas, keterampilan menolak tekanan negatif teman sebaya, dan meminimalkan eksposur media pornografi. 2) Sumihardi (2011), “Pengaruh Pemajangan Safety Poster, Penyuluhan dan Pelatihan Prosedur Operasional Tetap (Protap) terhadap Sikap, Tindakan Tenaga Kerja dan Angka Kecelakaan Kerja di PT. P & P Lembah Karet Padang”, Disertasi Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Universitas Gajah Mada Yogyakarta Rancangan
penelitian
disertasi
ini
menggunakan
Time
Series
(serangkaian waktu) dan Repeated measure design, yaitu penelitian seperti pretest - posttest, perbedaannya mempunyai keuntungan dengan melakukan observasi (pengukuran yang berulang-ulang), sebelum dan sesudah perlakuan, sehingga memungkinkan validitasnya lebih tinggi dan pengaruh faktor luar dapat dikurangi.
15
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 115 tenaga kerja dan pengambilan sampel secara stratifed random sampling. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah : safety poster, protap, formulir kecelakaan kerja, kuesioner sikap, daftar check list tindakan kerja. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji repeated-measure analysis of variance dan paired sample t-test (t-ddependent) Hasil penting dari penelitian menunjukan terjadi perubahan skor sikap tenaga kerja yang signifikan dengan nilai p < 0,001, dengan besar perubahan 30,73%. Demikian juga halnya dengan skor rerata tindakan kerja sebelum dan sesudah perlakuan pengamatan berulang, ada pengaruh yang dengan signifikan dengan nilai F = 99865,288 p < 0,001. Hasil uji dengan paired sample t-test rerata skor sebelum perlakuan dengan pengamatan bulan keempat setelah perlakuan memperoleh nilai t = 647,792 p < 0,001, berarti ada pengaruh yang signifikan pemajangan safety poster dan protap melalui penyuluhan dan pelatihan terhadap skor tindakan kerja dengan besar perubahan 88,79%. Selanjutnya angka kecelakaan kerja sebelum dan setelah perlakuan mengalami penurunan angka yang signifikan dengan p < 0,05 dengan besar penurunan 78,57%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diharapkan pengawasan K3 secara periodik enam bulan sekali memberikan penyuluhan dan pelatihan tentang manfaat safety poster dan protap, sehingga sikap dan tindakan kerja dalam bekerja sesuai aspek keselamatan, serta angka kecelakaan kerja dapat diturunkan menjadi zero accident. 3) Rinawati, (2011),
“Pengaruh Promosi Kesehatan Reproduksi Terhadap
Perilaku Seks Sebelum Menikah di Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar
16
Kabupaten Mojokerto”, Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh promosi kesehatan reproduksi remaja terhadap perilaku seks sebelum menikah dan pencegahan penyakit menular seksual di Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experiment. Populasi penelitian ini adalah remaja berusia 13-18 tahun di wilayah desa Jabon Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Teknik analisis data menggunakan uji statistic t-test dua sampel. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pengolahan data menggunakan bantuan program SPSS versi 16. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dilakukan dengan menggunakan taraf signifikan 5 % diperoleh : promosi kesehatan reproduksi remaja mempunyai pengaruh terhadap perilaku seks sebelum menikah diperoleh nilai p < 0,001 , nilai t 2,149. Promosi kesehatan reproduksi remaja mempunyai pengaruh terhadap pencegahan penyakit menular seksual diperoleh nilai p < 0,001 nilai t = 2,461. Kesimpulan penelitian: (1) Promosi kesehatan reproduksi remaja dapat mempengaruhi perilaku seks sebelum menikah menjadi lebih baik pada remaja di Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. (2) Promosi kesehatan reproduksi remaja dapat mempengaruhi pencegahan penyakit menular seksual menjadi lebih baik pada remaja di Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. (3) Promosi kesehatan reproduksi remaja dapat mempengaruhi 17
perilaku seks sebelum menikah dan pencegahan penyakit menular seksual menjadi lebih baik pada remaja di Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Saran Promosi kesehatan reproduksi remaja sebaiknya diberikan pada remaja di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat supaya remaja mempunyai pengetahuan yang cukup sehingga mampu berperilaku seks yang sehat. 4) Muflihati (1998), “Pelaksanaan program pendidikan kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah: Studi kasus program penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi remaja di SMA Muhamrnadtyah 2 Yogyakarta” Pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang dilakukan oleh sekolah merupakan salah satu upaya untuk membimbing remaja mengatasi konflik seksualnya. Oleh berbagai pihak, sekolah dan guru dianggap sebagai pihak yang layak memberikan pendidikan KRR ini. Pihak sekolah dan guru melaksanakan pendidikan KRR ini dengan memasukkan materi KRR ke dalam pelajaran Biologi, Penjaskes, dan Agama, sebagaimana kebijakan yang ditetapkan Depdiknas tentang strategi pendidikan KRR di sekolah. Di Yogyakarta, di antara sekolah yang menerapkan strategi tersebut dan cukup mendapat perhatian dari BKKBN adalah SMA Muhammadiyah 2 (MUHA) Yogyakarta. Oleh karenanya penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi proses dan faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dari pendidikan KRR tersebut di SMA MUHA. Penelitian
ini
merupakan
jenis
penelitian
deskriptif,
dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh gambaran tentang masalah yang rnenjadi fokus penelitian, maka diambil SMA Muhammadtyah 2 (MUHA) sebagal kasusnya. Data diperoleh melalui wawancara semi terstruktur,
18
observasi dan Focus Group Discussion (FGD) dart beberapa Informan yang diplih secara purposif, yaitu guru BK, guru Biologi, guru Penjaskes, guru Agama dan siswa. Data ini dianalisis secara induktif dengan menggunakan berbagai konsep yang menjadi kerangka pemikiran, yaitu konsep tentang remaja, konsep pendidikan kesehatan, dan pendidikan seksualilas/ kesehatan reproduksi remaja. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa proses pelaksanaan program pendidikan KRR mengisyaratkan adanya berbagai tahapan mulai dari program kerja sama dengan BKKBN sampai memasukkan program tersebut dalam layanan BK di kelas, dan dalam pelajaran Biologi, Penjaskes, serta Agama. Tahapan tersebut adalah tahap menerima informasi tentang masalah seksualitas remaja, tahap menemukan program bimbingan dan konseling adolescent reproductive health (BK-ARH) sebagai solusi, tahap mengambil/ mengadopsi program BK-ARH, tahap menyiapkan pelaksanaan kegiatan orientasi BK-ARH di sekolah, tahap petaksanaan kegiatan orientasi BK ARH, dan terakhir tahap pelembagaan program dengan memasukkan program BK-ARH ke dalam salah satu layanan BK. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam proses pelaksanaan program pendidikan KRR di SMA MUHA, yang dimulai sejak tahun 1998, telah berdampak pada perubahan lingkungan sekolah. Program penyuluhan dan Konseling KRR yang dilakukan oleh guru BK bersama dengan guru Biologi, Penjaskes, dan Agama merupakan upaya pelembagaan program pendidikan KRR. Penyampaian materi KRR oleh keempat guru dalam pelajaran masing masing membuat siswa dapat menjaga periiaku seksualnya agar tidak melakukan seks
19
pranikah dalam pacaran, meskipun sebenamya para guru menekankan agar tidak berpacaran. Hai ini karena adanya keterbatasan waktu bagi para guru dalam menyampaikan materi KRR dan guru 8K kelas X yang belum mendapat pelatihan. Karenanya penelitian ini menyarankan agar lembaga-lembaga yang peduli pada KRR memberikan pelatihan KRR bagi guru yang akan mengajarkan materi KRR dan mendorong sekolah-sekolah lainnya untuk dapat melembagakan program KRR. 5) Antono Suryoputro, Nicholas J. Ford, Zahroh Shaluhiyah (2006), “FaktorFaktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi”, Jurnal Makara Kesehatan, VOL. 10, NO. 1, JUNI 2006: 29-40 Kerentanan terhadap berbagai ancaman risiko kesehatan terutama yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk ancaman dari HIV/AIDS remaja Indonesia mengalami peningkatan. Artikel ini membahas temuan penelitian yang dilakukan pada kurun waktu 2003-2004 terhadap remaja perkotaan di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor yang berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja dan kebutuhan akan layanannya, dalam rangka memberikan arahan kebijakan untuk meningkatkan layanan kesehatan seksual dan reproduksi remaja. Penelitian ini merupakan jenis penelitian penjelasan (explanatory research) dengan pendekatan belah lintang, melibatkan 2000 sampel remaja perkotaan usia 18-24 tahun yang berasal dari dua latar belakang sosial demografi yang berbeda di Propinsi Jawa Tengah. Masing-masing 1000 sampel diambil secara acak dari populasi kaum remaja yang bekerja dengan pendapatan rendah di
20
pabrik, dan populasi kaum remaja kelas menengah dari para mahasiswa di perguruan tinggi. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode survei (wawancara dan angket/self administered). Teori Social Learning digunakan sebagai kerangka kerja analisis penelitian ini. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa faktor percaya diri merupakan faktor pengaruh yang paling kuat terhadap perilaku seksual remaja. Pengembangan kebijakan dan program yang mendatang seyogyanya ditujukan untuk mempertahankan nilai dan norma yang positif dari remaja, dengan meningkatkan rasa percaya diri mereka melalui layanan dan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi yang berbasis pada sekolah. 6) Besar Tirto Husodo dan Laksmono Widagdo (2008), “Pengetahuan dan Sikap Konselor SMP dan SMA dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi di Kota Semarang”, Jurnal Makara Kesehatan, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 59-62 Kegiatan penyebaran informasi kesehatan reproduksi remaja diperlukan sebagai salah satu upaya dalam edukasi kesehatan reproduksi bagi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan konselor SMP/SMA dalam memberikan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi remaja. Metode penelitian yang digunakan cross sectional dengan rancangan penelitian pre test-intervensi (penyuluhan/edukasi)-post test. Populasi penelitian ini adalah 30 orang guru SMP dan SMA di kota Semarang, yang bekerja sebagai konselor dalam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Responden adalah 15 guru BP dari 8 SMP dan 15 guru BP dari 8 SMA di Kota Semarang.
21
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden setelah diadakan penyuluhan termasuk kategori baik pada konselor SMP (80%) dan termasuk kategori baik pada konselor SMA (100%). Sikap responden mendukung penyuluhan pada konselor SMP (93,3%) dan konselor SMA (100%). Terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap (p = 0,003) yang signifikan (p = 0,001) sesudah penyuluhan pada konselor SMP. Terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap (p = 0,0095) yang signifikan (p = 0,0095) sesudah penyuluhan pada konselor SMA. 7) Nargis, Djaswadi Dasuki, dan Koentjoro
(2005), “Hubungan Struktur dan
Fungsi Keluarga dengan Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja SMU di Wilayah Ujung Berung Bandung” Jurnal Sain Kesehatan, 18 (1), Januari 2005 Pascasarjana Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Gajah Mada Penelitian terhadap 120 responden dengan usia 15-19 tahun beserta orang tuanya, menujukkan bahwa tidak berkorelasi secara signifikan hubungan antara struktur dan fungsi keluarga dengan perilaku seksual pra nikah remaja SMU di Wilayah Ujung Berung Bandung (p=0,36 dan p=0,69), dengan kata lain faktor struktur dan fungsi keluarga bukan merupakan prediktor bagi perilaku seksual pra nikah remaja beresiko tinggi. Untuk uji hubungan antara sikap dan perilaku seksual pra nikah remaja menujukkan hubungan yang bermakna, artinya sikap merupakan prediktor bagi perilaku seksual pra nikah remaja. Remaja dengan sikap negatif berpeluang mempunyai perilaku seksual pra nikah resiko tinggi 4,48 kali dibanding remaja dengan sikap positif. Berikut Tabel 1.3 tentang penelitian pendahulu.
22
Tabel 1.3 Matrik Penelitian Pendahulu Peneliti dan Judul Soetjiningsih (2008) Disertasi Fak. Psikologi UGM Judul: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Rinawati (2011) Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta 2011. Judul: Pengaruh Promosi Kesehatan Reproduksi Terhadap Perilaku Seks Sebelum Menikah (Di Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto). Sumihardi (2011) Disertasi Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Judul: Pengaruh Pemajangan Safety Poster, Penyuluhan dan Pelatihan Prosedur Operasional Tetap (Protap) terhadap Sikap, Tindakan Tenaga Kerja dan Angka Kecelakaan Kerja di PT. P & P Lembah Karet Padang. Muflihati (1998) dalam http://www.digilib.ui. ac.id/ Judul: Pelaksanaan program pendidikan kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah: Studi kasus program penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi remaja di SMA Muhamrnadtyah 2 Yogyakarta. Antono Suryoputro, Nicholas J. Ford, Zahroh Shaluhiyah dalam Jurnal Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 29-40 Judul: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja Di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual Dan Reproduksi Besar Tirto Husodo, Laksmono Widagdo dalam jurnal Makara, Kesehatan, Vol. 12, No. 2, Desember 2008: 5962Judul: Pengetahuan dan Sikap Konselor SMP dan SMA Dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Di Kota Semarang Nargis, Djaswadi Dasuki, dan Koentjoro dalam Jurnal Sain Kesehatan, 18 (1), Januari 2005 Pascasarjana Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Gajah Mada Judul: Hubungan Struktur dan Fungsi Keluarga dengan Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja SMU di Wilayah Ujung Berung Bandung
Studi Perilaku seks pranikah pada remaja Promosi kesehatan reproduksi dan perilaku seks pranikah Upaya menurunkan angka kecelakaan kerja melalui pemajangan Safety Poster, penyuluhan dan pelatihan Protap Pendidikan kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah Perilaku Seksual Remaja
Konselor penyuluhan kesehatan reproduksi
Hubungan Struktur dan Fungsi Keluarga dengan Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja
23