1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2001). Kesehatan organ reproduksi dan organ genitalia menjadi bagian yang penting. Kebersihan daerah kewanitaan bagi perempuan sangat penting karena dapat membuat wanita merasa nyaman dan dapat mencegah dari penyakit serta infeksi menular (Taylor, 2000). Sebagian besar perempuan menganggap kebersihan genitalia internal dan eksternal merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk menjaga kesehatan organ reproduksi dan organ seksual mereka. Berbagai macam cara pun dilakukan untuk menjaga kebersihan daerah feminim tersebut (Taylor, 2000). Salah satu cara perawatan daerah feminim dapat dilakukan dengan douching vagina. Douching vagina merupakan kegiatan mencuci atau membersihkan vagina dengan cara menyemprotkan air atau cairan lain (cuka, baking soda atau larutan douching komersil) ke dalam vagina. Menurut Taylor, dkk (2000) tujuan douching yang sesungguhnya adalah untuk tujuan terapeutik, yaitu untuk membersihkan vagina setelah dilakukan tindakan pembedahan, dan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri setelah diberikan antiseptik. Akan tetapi bagi wanita yang sehat, douching dengan
1
2
berbagai bahan dan larutan akan mengubah flora bakterial normal dan keseimbangan kimiawi vagina serta akan mengubah mucus/lender yang alami sehingga menganggu ekologi vagina. Douching vagina meliputi eksternal douching maupun internal douching. Eksternal douching meliputi pembilasan labia dan bagian luar vagina dengan bahanbahan tertentu, sedangkan internal douching meliputi memasukkan bahan atau alat pembersih ke dalam vagina dengan menggunakan jari dan atau dalam bentuk spraying atau liquid. Air atau cairan lain (cuka, baking soda, atau larutan douching komersil) tersebut diletakkan dalam botol kemudian disemprotkan kedalam vagina melalui suatu tabung dan ujung penyemprot (Qomariyah, 2004). Membersihkan daerah genital akan lebih aman bila menggunakan air saja dibandingkan dengan menggunakan obat-obatan atau bahan-bahan komersil dipasaran karena akan mempengaruhi pertumbuhan flora dalam vagina yang akan meningkatkan resiko infeksi dan meningkatkan resiko terjadinya keputihan (fluor albus) (Qomariyah, 2004). Setiap wanita akan mengalami pengeluaran cairan dari vagina sesudah ia mendapatkan haid yang pertama. Didalam vagina terdapat bakteri laktobasilus yaitu bakteri yang baik yang berfungsi untuk mempertahankan keasaman vagina agar bakteri pathogen mati dan untuk menjaga keseimbangan flora normal vagina. Terganggunya keseimbangan flora normal pada vagina dapat menyebabkan berbagai masalah. Salah satunya adalah terjadinya keputihan (fluor albus) (Sianturi, 2001).
3
Penggunaan deodoran dan douching vagina dapat menyebabkan membran mukosa teriritasi dan dapat membunuh flora normal yang ada dalam vagina. Hal tersebut memungkinkan timbulnya serangan keputihan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek douching vagina dapat meningkatkan resiko kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Pelvic Inflammatory Disease atau Penyakit Radang Panggul (PRP) (Yayasan Abdi Asih: 1996, dan Joesoef, dkk: 1993). Penelitian yang dilakukan Joesoef, dkk (1993) pada 599 ibu hamil (19% douching menggunakan air, 63% douching menggunakan air dan sabun, 2% menggunakan produk komersil, dan 8% menggunakan menggunakan daun sirih paling sedikit sekali pada bulan terakhir kehamilan) juga menunjukkan adanya hubungan praktek douching dengan kejadian IMS. Douching dengan air saja setelah berhubungan seksual tidak berhubungan dengan IMS, tetapi resiko IMS akan meningkat 2,6 kali lebih tinggi jika menggunakan air dan sabun, atau dengan daun sirih atau produk komersil. Penggunaan deodoran dan douching vagina menyebabkan membran mukosa teriritasi dan dapat membunuh flora normal yang ada dalam vagina. Hasil observasi yang dilakukan oleh Ayom Nilamsari (2005) di Lokalisasi Sunan Kuning Semarang, didapatkan data bahwa kebanyakan para wanita yang pekerjaannya sebagai penjaja seks sebagian besar dari mereka melakukan douching dengan menyemprotkan sejenis antibiotik yang mereka beli dari toko obat, bahkan ada juga yang memakai pasta gigi, ataupun sabun sirih. Keluhan yang dirasakan
4
antara lain panas, perih, alergi, gatal dan bahkan bisa menyebabkan genitalia berwarna hitam. Menurut survei yang dilakukan oleh Yayasan Hotline Surabaya (YHS) tahun 2003 di Kecamatan Krembangan Surabaya terhadap 431 perempuan, douching vagina telah menjadi bagian dari personal hygiene mereka, yang selalu dilakukan secara rutin. Sebagai gambaran Kecamatan Krembangan memiliki karakteristik perempuan yang bervariasi, mulai dari ibu rumah tangga hingga pekerja seks, karena lokasi kecamatan ini berdekatan dengan lokalisasi Bangunsari. Bahan yang biasa digunakan untuk douching, sebagian besar 50,3% menggunakan sabun, 17,4% pembersih vagina cair dengan berbagai produk yang ada, 12,5% menggunakan air, 9,7% menggunakan handuk/kain/tissue, 5,1% menggunakan pasta gigi, 4,9% menggunakan air sirih. Pemakaian cairan pembersih vagina secara rutin dan dalam jangka waktu lama tidak dianjurkan karena dapat mengganggu lingkungan alami vagina. Cairan pembersih vagina dapat mengganggu keseimbangan mikroorganisme yang ada pada vagina- bakteri 'jahat' vs flora normal/'baik'. Sebenarnya, bakteri 'jahat' terdapat di vagina, namun dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan flora normal. Namun bila keseimbangan lingkungan vagina terganggu, maka bakteri 'jahat' tersebut akan meningkat jumlahnya. Keadaan tersebut dapat memudahkan terjadinya infeksi. Mengenai sabun pembersih herbal, sejatinya memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda dengan sabun pembersih vagina yang dijual di pasaran. Sebenarnya,
5
membersihkan dengan menggunakan air bersih saja sudah cukup, karena vagina memiliki mekanisme sendiri untuk pembersihan. Anda dapat membersihkan bagian luar vulva yang berambut dengan air dan sabun, namun untuk bagian vagina cukup dengan air bersih saja. Hal ini dilakukan juga untuk mencegah iritasi dan alergi. Berdasarkan suvei awal dan wawancara terhadap lima orang remaja putri di SMA N 1 Keritam, menunjukkan bahwa kebanyakan dari mereka melakukan eksternal douching vagina atau membersihkan vagia dengan menggunakan sabun mandi dan juga ada yang menggunakan produk komersil pembersih kewanitaan seperti air daun sirih. Sebagian dari mereka masih merasakan keputihan dengan bau yang tidak enak dan gatal-gatal di sekitar vagina walaupun sudah menggunakan produk pembersih daerah kewanitaan. Keadaan ini terkait dengan pengetahuan personal hygiene yang kurang dari remaja putrid dan penggunaan pembersih kewanitaan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Hubungan pengetahuan personal hygiene dan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetali pada remaja putri di SMA N 1 Keritam”.
1.2. Rumusan Masalah Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan personal hygiene dan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetali pada remaja putri di SMA N 1 Keritam?
6
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan personal hygiene dan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetali pada remaja putri di SMA N 1 Keritam. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan personal hygiene dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam. 2. Untuk menganalisis hubungan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetali pada remaja putri di SMA N 1 Keritam
1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Remaja Putri Sebagai bahan informasi upaya meningkatkan pengetahuan remaja tentang personal hygiene, penggunaan pembersih kewanitaan dan infeksi genetalia. 2. Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan penyuluhan kepada remaja putri tentang personal hygiene, penggunaan pembersih kewanitaan dan infeksi genetalia.
7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan. Dalam wikipedia dijelaskan; pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
7
8
2.1.2. Kategori Pengetahuan Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh petanyaan b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan 2.1.3. Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat
9
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. f. Evaluasi Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek 2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Irmayati (2007) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, antara lain:
10
1. Pendidikan Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok serta usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin banyak ilmu dan pengetahuan yang didapatkan. 2. Keterpaparan informasi Informasi sebagai transfer pengetahuan. Informasi dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari serta diteruskan melalui komunikasi interpersonal atau melalui media massa antara lain televisi, radio, koran, majalah, dan internet. 3. Pengalaman Pengalaman merupakan upaya memperoleh pengetahuan. Sejalan dengan bertambahnya usia seseorang maka pengalaman juga semakin bertambah. Seseorang cenderung menerapkan pengalamannya terdahulu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
2.2. Konsep Personal Hygiene 2.2.1. Pengertian Personal Hygiene Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang berarti personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahtaraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2004).
11
Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis (Aziz Alimul H, 2006). 2.2.2. Tujuan Personal Hygiene Tujuan dari personal hygiene adalah: a. Meningkatkan derajat kesehatan. b. Memelihara kebersihan diri. c. Memperbaiki personal hygiene. d. Pencegahan penyakit. e. Meningkatkan percaya diri. f. Menciptakan keindahan 2.2.3. Dampak yang Timbul pada Masalah Personal Hygiene Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene (Tarwoto & Wartonah, 2004) meliputi: a. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpelihara kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.
12
b. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial. 2.2.4. Prinsip-Prinsip Perawatan Personal Higiene Beberapa prinsip perawatan personal hygiene yang harus diperhatikan oleh perawat (Potter & Perry, 2005), meliputi: 1. Perawat menggunakan keterampilan komunikasi terapeutik. 2. Perawat mengintegrasikan strategi perawatan lain (seperti: latihan rentang gerak). 3. Perawat mempertimbangkan keterbatasan fisik klien. 4. Perawat menghormati pilihan budaya, kepercayaan nilai dan kebiasaan klien. 5. Perawat menjaga kemandirian klien. 6. Menjamin privasi klien. 7. Menyampaikan rasa hormat dan mendorong kesehatan fisik klien. 8. Menghormati klien lansia. 2.2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Personal Hygiene Sikap seseorang melakukan personal hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain: 1. Citra tubuh (Body Image). Citra tubuh mempengaruhi cara seseorang memelihara hygiene. Jika seorang klien rapi
sekali
maka
perawat
mempertimbangkan
rincian
kerapian
ketika
13
merencanakan keperawatan dan berkonsultasi pada klien sebelum membuat keputusan tentang bagaimana memberikan perawawatan hygienis. Klien yang tampak berantakan atau tidak peduli dengan hygiene atau pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemampuan klien berpartisipasi dalam hygiene harian (Potter & Perry, 2009). Body image seseorang berpengaruhi dalam pemenuhan personal hygiene karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya
(Wartonah,
2004).
Penampilan
umum
pasien
dapat
menggambarkan pentingnya personal hygiene pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang tubuhnya, termasuk penampilan, struktur atau fungsi fisik. Citra tubuh dapat berubah karena operasi, pembedahan, menderita penyakit, atau perubahan status fungsional. Maka perawat harus berusaha ekstra untuk meningkatkan kenyamanan dan penampilan hygiene klien (Potter & Perry, 2009). Personal hygiene yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu (Stuart & Sudeen, 1999 dalam setiadi, 2005). 2. Praktik Sosial. Kelompok
sosial
mempengaruhi
bagaimana
pasien
dalam
pelaksanaan
praktik personal hygiene. Termasuk produk dan frekuensi perawatan pribadi. Selama masa kanak-kanak, kebiasaan keluarga mempengaruhi hygiene, misalnya frekuensi
mandi,
waktu
mandi
dan
jenis hygiene
mulut.
Pada
masa
remaja, hygiene pribadi dipengruhi oleh teman. Misalnya remaja wanita mulai tertarik pada penampilan pribadi dan mulai memakai riasan wajah. Pada masa
14
dewasa, teman dan kelompok kerja membentuk harapan tentang penampilan pribadi. Sedangkan pada lansia beberapa praktikhygieneberubah karena kondisi hidupnya dan sumber yang tersedia (Potter & Perry, 2009). Menurut Wartonah, 2004 Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. 3. Status sosial ekonomi. Status
ekonomi
akan
mempengaruh
jenis
dan
sejauh
mana
praktik hygiene dilakukan. Perawat harus sensitif terhadap status ekonomi klien dan pengaruhnya terhadap kemampuan pemeliharaan hygiene klien tersebut. Jika klien mengalami masalah ekonomi, klien akan sulit berpartisipasi dalam akifitas promosi kesehatan seperti hygiene dasar. Jika barang perawatan dasar tidak dapat dipenuhi pasien, maka perawat harus berusaha mencari alternatifnya. Pelajari juga apakah penggunaan produk tersebut merupakan bagian dari kebiasaan yang dilakukan oleh kelompok sosial klien. Contonya, tidak semua klien menggunakan deodorant atau kosmetik (Potter & Perry, 2009). Selain itu, menurut Friedman (1998) dalam Pratiwi (2008), pendapatan dapat mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menyediakanfasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang hidup dankelangsungan hidup keluarga. Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenisdan tingkatan praktik personal hygiene. Untuk melakukan personal hygiene yang baikdibutuhkan sarana dan prasarana yang
15
memadai, seperti kamar mandi, peralatanmandi, serta perlengkapan mandi yang cukup (misalnya: sabun, sikat gigi, sampo, dan lain-lain). 4. Pengetahuan dan motivasi kesehatan. Pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting, karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup, pasien juga harus termotivasi untuk memelihara personal higiene. Individu dengan pengetahuan tentang pentingnya personal higene akan selalu menjaga kebersihan dirinya untuk mencegahdari kondisi atau keadaan sakit (Notoatmodjo, 1998 dalam pratiwi, 2008). Pengetahuan tentang hygiene akan mempengaruhi praktik hygiene, namun, hal ini saja tidak cukup, karena motivasi merupakan kunci penting pelaksanaan hygiene. Kesulitan
internal
yang
mempengaruhi
akses
praktik hygiene adalah ketiadaan motivasi karena kurangnya pengetahuan. Atasi hal ini dengan memeriksa kebutuhan klien dan memberikan informasi yang tepat. Berikan materi yang mendiskusikan kesehatan sesuaidengan prilaku yang ingin dicapai, termasuk konsekuensi jangka panjang dan pendek bagi klien. Klien berperan penting dalam menentukan kesehatan dirinya karena perawatan diri merupakan hal yang paling dominan pada kesehatan masyarkat kita. Banyak keputusan pribadi yang dibuat tiap hari membentuk gaya hidup dan lingkungan sosial dan fisik (Pender, Murdaugh, dan Parsons, 2002 dalam Potter & Perry, 2009). Penting untuk mengetahui apakah klien merasa dirinya memiliki risiko.
16
Contohnya: apakah klien merasa berisiko menderita penyakit gigi, penyakit gigi bersifat serius, dan apakah menyikat gigi dan menggunakan benang gigi dapat mengurangi risiko ini. Jika klien mengetahui risiko dan dapat bertindak tanpa konsekuesi negatif, mereka lebih cenderung untuk menerima koneling oleh perawat (Potter & Perry, 2009). 5. Variabel Budaya Kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuan perawatan personal higiene. Seseorang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda, mengikuti praktek perawatan personal higiene yang berbeda. Keyakinan yang didasari kultur sering menentukan defenisi tentang kesehatan dan perawatan diri. Dalam merawat pasien dengan praktik higiene yang berbeda, perawat menghindari menjadi pembuat keputusan atau mencoba untuk menentukan standar kebersihannya (Potter & Perry, 2005). Beberapa budaya tidak menganggap sebagai hal penting (Galanti, 2004 dalam Potter & Perry, 2009). Perawat tidak boleh menyatakan ketidaksetujuan jika klien memiliki praktik hygiene yang berbeda dari dirinya. Di Amrika Utara, kebiasaan mandi adalah setiap hari sedangkan pada budaya lain hal ini hanya dilakukan satu kali seminggu (Potter & Perry, 2009). 6. Kebiasaan atau Pilihan pribadi. Setiap pasien memiliki keinginanin dividu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut. Pemilihan produk didasarkan
17
pada selera pribadi, kebutuhan dan dana. Pengetahuan tentang pilihan klien akan membantu perawatan yang terindividualisai. Selain itu, bantu klien untuk membagun praktik hygiene baru jika ada penyakit. Contohnya, perawat harus mengajarkan perawatan hygiene kaki pada penderita diabetes (Potter & Perry, 2009). 7. Kondisi Fisik Seseorang. Klien dengan keterbatasan fisik biasanya tidak memiliki energi dan ketangkasan untuk melakukan higiene. Contohnya: pada klien dengan traksi atau gips, atau terpasang infus intravena. Penyakit dengan rasa nyeri membatasi ketangkasan dan rentang gerak. Klien di bawah efek sedasi tidak memiliki koordinasi mental untuk melakukan perawatan diri. Penyakit kronis (jantung, kanker, neurologis, psikiatrik) sering melelahkan klien. Genggaman yang melemah akibat artritis, stroke, atau kelainan otot menghambat klien untuk menggunakan sikat gigi, handuk basah, atau sisir (Potter & Perry, 2009). 2.2.6. Jenis-Jenis Personal Hygiene Jenis-jenis perawatan personal hygiene menurut Perry & Potter (2005) dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Berdasarkan Waktu a. Perawatan dini hari Perawatan diri yang dilakukan pada waktu bangun tidur seperti perapian dalam pemeriksaan, mempersiapkan pasien melakukan sarapan dan lain-lain.
18
b. Perawatan pagi hari Perawatan pagi hari merupakan perawatan yang dilakukan setelah melakukan pertolongan dalam memnuhi kebutuhan eliminasi mandi sampai merapikan tempat tidur pasien. c. Perawatan siang hari Perawatan siang hari merupakan perawatan yang dilakukan
setelah
melakukan perawatan diri yang dapat dilakukan antara lain mencuci mukan dan tangan, mebersihkan mulut, merapikan tempat tidur, serta melakukan pembersihan lingkungan pasien. d. Perawatan menjelang tidur Perawatan menjelang tidur merupakan perawatan yang dilakukan pada saat menjelang tidur agar pasien dapat tidur beristirahat dengan tenang. Seperti mencuci tangan dan muka membersihkan mulut, dan memijat dareah punggung 2. Berdasarkan Tempat a. Perwatan diri pada kulit Kulit merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang dapat melindungi tubuh dari berbagai kuman atau tarauma sehingga diperlukan perawatan yang adekuat dalam mempertahankan fungsinya. Fungsi kulit: 1. Proteksi tubuh
19
2. Pengaturan temperatur tubuh 3. Pengeluaran pembuangan air 4. Sensasi dari stimulus lingkungan 5. Membantu keseimbangan cairan dan elektrolit 6. Memproduksi dan mengabsorsi vitamin D Faktor yang mempengaruhi perubahan dan kebutuhan pada kulit: 1. Umur 2. Jaringan kulit 3. Kondisi atau keadaan lingkungan. b. Mandi Mandi bermanfaat untuk menghilangkan atau membersihkan bau badan, keringat, dan sel yang mati serta merangasang sirkulasi darah dan membuat rasa nyaman c. Perawatan Diri pada Kaki dan Kuku Perawatan kaki dan kuku untuk mencegah infeksi, bau kaki, dan cedera jaringan lunak. Integritas kaki dan kuku ibu jari penting untuk mempertahankan fungsi normal kaki sehingga orang dapat berdiri atau berjalan dengan nyaman. d. Perawatan Rambut Perawatan ini bermanfaat mencegah infeksi daerah kepala.
20
e. Perawatan Gigi Dan Mulut Gigi
dan mulut adalah bagian penting
yang harus dipertahankan
kebersihannya. Sebab melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk. f. Perawatan Perineal Wanita Perawatan perineal wanita meliputi genitalia eksternal. Prosedur biasanya dilakukan selama mandi. Perawatan perineal mencegah dan mengontrol penyebaran infeksi, mencegah kerusakan kulit, meningkatkan kenyamanan dan mempertahankan kebersihan. g. Perawatan Perineal Pria Klien pria memerlukan perhatian khusus selama perawatn perinel, khususnya bila ia tidak di sirkumsisi. Foreskin menyebakan sekresi mengumul dengan mudah di sekitar mahkota penis dekat meatus uretral. Kanker penis terjadi lebih sering pada pria yang tidak disirkumsisi dan diyakini berkaitan kebersihan. h. Kebutuhan kebersihan lingkungan pasien Yang dimaksud disini adalah kebersihan pada tempat tidur. Melalui kebersihan tempat tidur diharapakan pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa ganguan selama tidur sehingga dapat membantu proses penyembuhan.
21
2.3. Penggunaan Pembersih Kewanitaan 2.3.1. Pengertian Penggunaan pembersih kewanitaan adalah membersihkan vagina dengan menggunakan sejenis pembersih berupa obat-ibatan untuk membersihkan alat kelamin wanita. Membersihkan vagina dengan obat-obatan antiseptik, kini semakin sering dilakukan kaum perempuan. Alasannya beragam. Entah untuk "kosmetik" atau kesehatan. Padahal, meski dijual bebas di pasaran, sebenarnya tidak semua wanita dengan bebas bisa menggunakan obat ini. Pasalnya, obat-obat antiseptik ini, tetap mengandung zat kimia. Sebelum memutuskan membeli sebaiknya periksa dulu kondisi vagina. Tak semua wanita bisa menggunakan obat pencuci vagina. Contohnya, wanita yang punya kecenderungan alergi terhadap zat kimia. Kalau memakai obat cuci, justru berisiko membuat luka pada dinding vagina. Zat-zat kimia ini akan menyebabkan iritasi bila bersentuhan dengan serviks atau dinding vagina sebelah dalam. Akibatnya, bukannya bersih, malah menimbulkan luka baru. Luka yang terbuka ini bisa berisiko memancing infeksi. Kalau tidak segera ditangani, infeksi bisa menimbulkan kemandulan atau bahkan kanker.
22
2.3.2. Bahan Untuk Membersihkan Kewanitaan 1. Pakai air hangat Namun demikian, bukan berarti obat pencuci vagina tak layak digunakan. Fungsinya sebagai desinfektan tentu bermanfaat. Ada baiknya ibu-ibu seksama mempelajari penggunaannya sebelum memakai. Untuk vagina yang masih sakit, ada infeksi, atau sedang mengalami keputihan akibat patologis, penggunaannya sama sekali tidak dianjurkan. Kalau memang organ intim tidak mengalami hal-hal seperti disebut di atas, obat pencuci vagina boleh-boleh saja digunakan. Tapi tetap saja harus bijaksana menggunakannya. Artinya tidak boleh terlalu sering dan jangan dipakai dalam jangka waktu yang lama. Bila keputihan yang diderita menunjukkan tidak akut, dokter akan menyarankan untuk mencuci daerah vagina dengan obat antiseptik. Sayangnya seringkali setelah tahu obatnya, pasien malah mengganggap obat pencuci itu bisa dipakai terus setiap kali dia mengalami keputihan. Padahal obat pencuci bukanlah penyembuh keputihan. Salah-salah, keputihan malah akan bertambah parah. Pasalnya, suasana asam di vagina terganggu menjadi basa. Dikhawatirkan malah menyebabkan bakteri sifatnya membantu, yaitu yang melembabkan dan menjadi pembersih vagina atau lebih dikenal dengan bakteri doderlein, mati. Akibatnya, vagina berubah menjadi basa. Sebab, sebenarnya bakteri inilah yang memproduksi asam laktat untuk mempertahankan pH vagina antara 3,5 hingga 4,5. Bila pH tidak seimbang, maka kuman lain seperti jamur dan bakteri, malah
23
punya kesempatan hidup di tempat tersebut. Sehingga muncullah penyakit lain. Yang tadinya keputihan biasa, misalnya, menjadi infeksi. Selain itu, jika dipakai terlalu sering, zat-zat kimianya lama-lama akan menggerus mukosa vagina. Kalau mukosa menipis lalu timbul luka, kuman akan gampang masuk. Ini malah lebih fatal lagi, apa pun mereknya obat pencuci vagina tidak dipakai setiap hari. Untuk desinfektan, cukup seminggu sekali. Kecuali bila ada indikasi, misalnya infeksi yang memang memerlukan pencucian dengan zat-zat kimia, itu pun harus atas saran dokter. Padahal ada cara yang lebih murah dan aman. Cuci dengan air hangat dan sabun yang kadar sodanya tak terlalu tinggi. Ini justru lebih aman, terlebih bila dilakukan dengan benar. Artinya, yang dibersihkan cukup mulut vagina di bagian luar. Lain halnya jika tengah bepergian dan tak yakin dengan kondisi air setempat, penggunaan disinfektan diperbolehkan, dengan catatan tidak dalam jangka waktu lama. Dan kalau ragu dengan kondisi air, gunakan air kemasan yang bersih untuk mencuci daerah intim. 2. Daun Sirih Lebih Aman Ramuan tradisional, juga kerap digunakan kaum ibu untuk membersihkan daerah intim. Ada yang berbentuk akar-akaran, bubuk, maupun krim yang dioles. Kalau sifatnya dimasukkan atau ditempelkan langsung ke vagina sebaiknya dihindari. Sebab akar-akaran, bubuk, atau krim, risikonya tetap besar. Bisa saja tidak steril, akhirnya malah menimbulkan luka di dinding vagina, lalu jadi infeksi.
24
Bila ingin menggunakan pembersih tradisional, pilih daun sirih. Caranya, ambil beberapa lembar daun sirih, cuci bersih, lalu direbus. Air hangat rebusan digunakan sebagai air untuk cebok. Resep tradisional ini terbukti secara turuntemurun merupakan obat desinfektan yang mujarab. Bahkan air hangat rebusan daun sirih bisa lebih sering digunakan karena tidak mengandung zat kimia 2.3.3. Tips Memilih Produk Pembersih Vagina Yang Aman Banyak wanita menggunakan berbagai produk perawatan untuk organ intim agar organ kewanitaan selalu tampak bersih, sehat dan alami. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan produk organ kewanitaan salah satunya produk pembersih vagina. hal yang peru diperhatikan dalam pemilihan pembersih vagina adalah : 1. Tips memilih produk pembersih vagina yang aman adalah dengan mengecek dahulu merk produk pembersih vagina yang akan dibeli 2. Kemudian cek komposisi yang terkandung dalam produk pembersih vagina 3. Gunakan produk pembersih vagina yang mengandung bahan-bahan alami tradisional yang diperoleh dari bahan rempah pilihan 4. Jangan gunakan produk pembersih vagina yang mengandung bahan kimia berbahaya 5. Gunakan produk pembersih vagina yang sudah terdaftar dalam badan pengawasan obat dan makanan
25
6. Bila perlu gunakan produk pembersih vagina yang direkomendasikan langsung oleh dokter ahli atau pakar seksolog 7. Jangan gunakan pembersih vagian secara berlebihan 8. Tips memilih produk pembersih vagina yang aman adalah dengan memilih produk pembersih vagina yang berbentuk sabun dibanding dengan obat oral (obat yang diminum).
2.4. Infeksi Genitalia Infeksi genitalia interna adalah peradangan akibat mikroorganisme pada vagina dalam. Akibatnya akan muncul gejala keputihan atau fluor albus. Cairan kuning kental dan sangat banyak akan keluar dari vagina. Sekitar vagina akan terasa panas, gatal, nyeri tekan. Vagina juga akan mengalami nyeri saat berhubungan, nyeri saat berkemih, dan lain-lain. Bila infeksi menyebar ke rahim dan saluran telur maka dapat terjadi demam disertai gejala nyeri perut bagian bawah kanan/kiri dan disebut penyakit radang panggul (pelvic inflamatory disease). Keluarnya cairan keputihan ini dapat terjadi karena kelebihan hormon, infeksi kuman seperti n. gonorrhoeae, candida albicans, infeksi protozoa atau trichomonas, dan lain-lain. Untuk
memastikan
penyebab
maka
penting
dilakukan
pemeriksaan
mikrobiologis cairan keputihan dengan mikroskop atau dilakukan pembiakan (kultur) kuman. Bila penyebabnya mikroorganisme umumnya akan mendapat obat antibiotik injeksi (suntikan) dapat diulang atau diteruskan menggunakan obat minum. Kepatuhan meminum obat sangat diperlukan untuk mencegah perluasan penyakit.
26
Selama kurun waktu tertentu selama masa pengobatan sebaiknya hubungan intim dihindari. Berapa lamanya tergantung berat ringannya penyakit dan kuman penyebab karena dapat menular kepada suami. Jika suami mengalami keluhan kencing bernanah, nyeri, panas saat berkemih, kemungkinan telah tertular infeksi genitalia interna ini. Untuk itu saluran kemih harus diperiksakan ke dokter. Air seni akan diperiksa secara mikrobiologis pula dan diberi terapi sesuai kuman penyebab. 2.4.1. Macam-Macam Infeksi Alat Genetalia 2.4.1.1. Serviksitis a. Pengertian Infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada gonorea dan infeksi post baortus atau post partum yang disebabkan oleh streptokokus, stapilokokus dan lain-lain. b. Tanda gejala Serviks merah dan membengkak dengan mengeluarkan cairan mukopurulen c. Penanganan Pengobatan dilakukan agar penyakit benar-benar teratasi tidak menjadi servisitis kronika. Servisitis kronika (Servisitis yang menahun menjadi kronis). Beberapa gambaran patologis dapat dikemukakan. Serviks kelihatan normal, tidak menimbulkan gejala kecuali sekret yang agak putih kuning. Pada portio di daerah orifisium eksternum tampak kemerahan. Sobekan pada serviks lebih luas dan
27
mmukosa endoserviks lebih kelihatan dari luar. Jika terjadi terus menerus serviks bisa hipertrofi dan mengeras d. Pengobatan Kauterisasi radial. Jaringan yang meradang dalam dua mingguan diganti dengan jaringan sehat. Jika laserasi serviks agak luas perlu dilakukan trakhelorania. Pinggir sobekan dan endoserviks diangkat, lalu luka baru dijahit. Jika robekan dan infeksi sangat luas perlu dilakukan amputasi serviks. 2.4.1.2. Salvingitis a. Pengertian Peradangan pada tuba fallopii b. Tanda dan gejala 1. Ibu mengeluh/merasa 2. Nyeri perut bagian bawah 3. Perdarahan pervaginam diantara waktu menstuasi 4. Keputihan 5. Gejala penyerta seperti, demam/menggigil, anoreksia, nausea, vomitus, disuria, poliuria 6. Menstruasi meningkat jumlah dan lamanya 7. Ada riwayat kontasepsi AKDR c. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan umum
28
1. Suhu biasanya meningkat 2. Tekanan darah normal 3. Denyut nadi cepat Pemeriksaan abdomen 1. Nyeri perut bawah 2. Nyeri lepas 3. Rigiditas otot 4. Bising usus menurun 5. Distensi abdomen Pemeriksaan inspekulo 1. Tampak sekret purulen di ostium serviks Pemeriksaan laboratorium 1. Leukosit cenderung meningkat d. Penanganan Berobat jalan 1. Jika keadaan umum baik, tidak demam 2. Berikan antibiotic 3. Cefotaksitim 2 gr IM atau 4. Amoksisilin 3 gr peroral atau 5. Ampisilin 3,5 per os atau 6. Prokain ampisilin G dalam aqua 4,8 juta unit IM pada 2 tempat
29
7. Masing-masing disertai dengan pemberian probenesid 1gr per os Diikuti dengan : 1. Dekoksisiklin 100 mg per os dua kali sehari selama 10-14 hari 2. Tetrasiklin 500 mg per os 4 kali sehari (dekoksisilin dan tetrasiklin tidak digunakan untuk ibu hamil) 3. Tirah baring 4. Kunjungan ulang 2-3 hari atau jika keadaan memburuk 5. Rawat inap 6. Jika terdapat keadaan-keadaan ynag mengancam jiwa ibu 2.4.1.2. Velviksitis a. Pengertian Peradangan pada organ-organ pelvis b. Penyebaran 1. Dari serviks melalui rongga endometrium ke dalam endosalping 2. Alur vena dan saluran getah bening dari ligamentum Inveksi pelvis dibagi dalam tiga kategori 1. Terjadi setelah kuretase, post abortus dan postpartum 2. Post operasi 3. Inveksi pelvis pada pasien tidak hamil diawali PMS
30
c. Tanda gejala Gejala muncul setelah siklus menstruasi penderita mengeluh nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai mual muntah. Gejala lain adalah : 1. Keputihan berwarna dan berbau tidak normal 2. Demam lebih dari 370C 3. Spotting 4. Dismenore 5. Dispareunia adalah nyeri saat berhubungan seksual 6. Postcoital bleeding 7. Nyeri punggung bagian bawah 8. Kelelahan 9. Nafsu makan berkurang 10. Poliuria 11. Disuria d. Diagnosa Diagnosa ditegakan berdasarkan gejala dan hasil dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut. Pemeriksaan lainya dilakukan e. Pemeriksaan darah lengkap 1. Pemeriksaan cairan dari serviks
31
2. Kuldosintesi 3. Laparaskopi 4. USG panggul f. Penanganan 1. Pelviksitis tanpa komplikasi bisa diobati dengan antibiotik dan penderita tidak perlu dirawat. Jika terjadi komplikasi/ penyebaran infeksi maka penderita harus dirawat di RS. 2. Jika tidak ada respon terhadap pemberian obat antibiotik, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Pasangan penderita juga sebaiknya menjalani pengobatan secara bersamaan dan selama menjalani pengobatan jika melakukan hubungan seksual pasangan penserita sebainya menggunakan kondom. 2.4.1.3. Parametritis a. Pengertian Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam liglatum. Radang ini biasanya unilatelar. b. Tanda dan gejala 1. Suhu tinggi dengan demam tinggi 2. Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah c. Penyebab 1. Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
32
2. Lymphogen 3. Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis 4. Dari robekan serviks 5. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD ) d. Terapi Antibiotika-resorptif 1. Infuse larutan glukosa/NaCL 2. Antibiotik golongan amphicillin atau galongan kloramphenikol 3. Bila ada abses cavum douglasi 4. Peritonitis pelvix (Pelveoperitonitis/ Perimetritis) 2.4.1.4. Miometritis a. Definisi Miometritis Miometritis atau metritis adalah radang miometrium. Biasanya tidak berdiri sendiri tetapi lanjutan dari endometritis, maka gejala-gejala dan terapinya seperti endometritis. b. Klasifikasi 1. Metritis akuta Metritis akuta biasanya terdapat pada abortus septic atau infeksi postpartum penyakit ini tidak berdiri sendiri, tapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
33
pembengkakan dan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan linfe atau lewat trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses. 2. Metritis Kronik Metritis kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit pinggang dan leukorea. Akan tetapi pembesaran uterus pada seorang multipara umumnya disebabkan oleh pertambahan jaringan ikat akibat kelamin. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi : a. Abses pelvik b. Peritonitis c. Syok septik d. Dispareunia e. Trombosis vena yang dalam f. Emboli pulmonal g. Infeksi pelvik yang menahun h. Penyumbatan tuba dan infertilitas c. Penyebab 1. Infeksi abortus dan partus 2. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
34
3. Imfeksipost curettage miometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak normal, seperti abortus, retensia sekundinarum, kelahiran premature, kelahiran kembar, dan kelahiran distosia. d. Patofisiologi Pada postpartum sering terdapat luka pada serviks uteri, luka dinding uterus bekas tempat plasenta, bagi kuman-kuman patogen. Selain itu, alat-alat yang digunakan pada abortus dan partus tidak steril dapat membawa kuman kedalam uterus. e. Gejala-gejala Gejala
metritis
dan pengobatanya
sama
dengan
gejala
dan
penanganan endometritis yaitu: 1. Demam 2. Keluar lochea berbau 3. Sakit pinggang 4. Nyeri abdomen f. Komplikasi Dapat tererjadi penyebaran kejaringan sekitarnya seperti : 1. Parametritis 2. Salpingitis 3. Ooforitis 4. Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
35
g. Penatalaksanaan Terapi miometritis : 1. Antibiotika spektrum luas 2. Ampisilin 2 g iv / 6 jam 3. Gentamisin 5 mg kgbb 4. Metrodinasol 500 mg iv / 8 jam 5. Profilaksi antitetanus 6. Evakuasi sisa hasil konsepsi 2.4.1.5. Adneksitis a. Pengertian Adnexitis adalah infeksi atau radang pada adnexa rahim. Adnexa adalah jaringan yang berada di sekitar rahim, termasuk tuba fallopi dan ovarium Adnexitis adalah radang pada tuba fallopi dan ovarium yang biasanya terjadi bersamaan (Sarwono, 1999). Adnexitis adalah infeksi atau radang pada adnexa rahim. Adnexa adalah jaringan yang berada di sekitar rahim, termasuk tuba fallopi dan ovarium (www.kesehatan.catatan si Kuke.htm.2008) b. Penyebab Peradangan pada adneksa rahim hampir 90 persen disebabkan oleh infeksi beberapa organisme, biasanya adalah Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. Organisme ini naik ke rahim, tuba fallopi, atau ovarium sebagai akibat dari hubungan seksual, melahirkan, masa nifas, pemasangan IUD (alat
36
KB), aborsi, kerokan, laparatomi dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh seperti appendiks. Sehingga menyebabkan infeksi atau radang pada adneksa rahim. Adneksa adalah jaringan yang berada di sekitar rahim. Ini termasuk tuba fallopi dan ovarium alias indung telur, tempat dimana sel telur diproduksi. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terkena adnexitis antara lain: 1. Melakukan aktifitas seks tanpa menggunakan kondom 2. Ganti-ganti pasangan seks 3. Pasangan seksnya menderita infeksi Chlamidia ataupun gonorrhea (kencing nanah) 4. Sebelumnya sudah pernah terkena pelvic inflammatory disease 5. Dengan demikian penyakit ini termasuk penyakit yang ditularkan melalui aktifitas seksual. Meskipun tidak tertutup kemungkinan penderitanya terinfeksi lewat cara lain. c. Tanda dan gejala 1. Kram atau nyeri perut bagian bawah yang tidak berhubungan dengan haid (bukan pre menstrual syndrome) 2. Keluar cairan kental berwarna kekuningan dari vagina 3. Nyeri saat berhubungan intim 4. Demam 5. Nyeri punggung
37
6. Keluhan saat buang air kecil
2.5. Kerangka Konsep
Pengetahuan Personal Hygiene
Kejadian Infeksi Genitalia
Penggunaan Pembersih Kewanitaan
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.6. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan personal hygiene dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putrid di SMA N 1 Keritam. 2. Ada hubungan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetali pada remaja putrid di SMA N 1 Keritam
38
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat explanatory research, penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan pengetahuan personal hygiene dan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetali pada remaja putri di SMA N 1 Keritam. Rancangan penelitian ini menggunakan cross sectional, karena wawancara dan observasi dilakukan sesaat dan pada waktu yang bersamaan, serta bermaksud untuk mencari hubungan antara suatu keadaan dengan keadaan lain dalam populasi yang sama (Azwar dan Joldo, 1987, Murti, 1997).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 Keritam. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri Kelas X SMA N 1 Keritam yang berjumlah 106 orang.
38
39
3.3.2. Sampel Besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel yaitu sebesar 106 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data a. Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. b. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data demografi dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari SMA N 1 Keritam.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Bebas 1. Pengetahuan personal hygiene adalah segala sesuatu yang diketahui oleh remaja putri SMA N 1 Keritam tentang personal hygene kewanitaan yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden. Kategori Pengetahuan : 0. Baik 1. Buruk Untuk mengukur tingkat pengetahuan remaja putri SMA N 1 Keritam tentang personal hygene kewanitaan disusun sebanyak 6 pertanyaan dengan jawaban pilihan Sangat Setuju (bobot 5) setuju (bobot 4), kurang setuju (bobot nilai 3),
40
tidak setuju (bobot nilai 2) dan jawaban sangat tidak setuju (bobot nilai 1), maka total skor untuk variabel pengetahuan adalah 30, jadi : 0. Baik, jika jawaban responden memiliki total skor ≥ 76% dari 30 = 23-30 1. Buruk, jika jawaban responden memiliki total skor < 76 % dari 30 = 0-22 (Nursalam, 2011). 2. Penggunaan pembersih kewanitaan adalah segala sesuatu jenis pembersih kewanitaan yang dipakai remaja untuk membersihkan vagina yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden. Kategori Penggunaan pembersih kewanitaan: 0. Tidak Menggunakan 1. Menggunakan 3.5.2. Varibel Terikat Kepatuhan Kejadian infeksi genetalia adalah segala sesuatu yang terjadi akibat pemakaian pembersih kewanitaan pada vagina remaja yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden. Kategori Kejadian Infeksi Genetalia : 0. Tidak Infeksi, jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah vagina 1. Infeksi, jika terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah vagina
41
3.6. Metode Pengukuran Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel Variabel Bebas 1. Pengetahuan 2. Penggunaan Pembersih Variabel Terikat Kejadian Infeksi Genitalia
Cara dan Alat Ukur
Skala Ukur
Wawancara (kuesioner) Wawancara (kuesioner)
Ordinal
Wawancara (kuesioner)
Ordinal
Ordinal
Hasil Ukur
0. Baik 1. Buruk 0. Tidak Menggunakan 1. Menggunakan 0. Tidak Infeksi 1. Infeksi
3.7. Metode Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran variabel independen yaitu pengetahuan, penggunaan pembersih dan kejadian infeksi genitalia. 3.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan pengetahuan personal hygiene dan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
42
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMA N 1 Keritam terletak di Provinsi Riau. SMA N 1 Keritam berdiri pada tahun 1989. Saat ini SMA N 1 Keritam adalah Akredisi A dan memiliki ruang laboratorium yang lengkap dan fasilitas yang memadai. Tanah sekolah sepenuhnya milik pemerintah. Luas areal seluruhnya 5.215 m2 dan luas bangunan 806 m2. Visi dan Misi SMA N 1 Keritam adalah sebagai berikut : a.
Visi Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
mendidik
para siswa
untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang terampil serta menguasai ilmu pengetahuan menuju era globalisasi. b.
Misi Mewuzudkan siswa yang menguasai ilmu pengetahuan dan berbudi luhur sesuai dengan iman dan taqwa selaku umat beragama ditengah tengah masyarakat.
4.2. Analisis Univariat Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap remaja awal tentang perubahan fisiologi pada masa pubertas di SLTP Negeri 9 Pematangsiantar.
42
43
4.2.1. Pengetahuan Personal Hygiene Pada Remaja Putri di SMA N 1 Keritam Untuk melihat pengetahuan personal hygiene pada remaja putri di SMA N 1 Keritam dapat dilihat pada Tabel 4.1: Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Personal Hygiene Pada Remaja Putri Di SMA N 1 Keritam No Pengetahuan 1 Baik 2 Buruk Jumlah
f 26 80 106
% 24,5 75,5 100,0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan personal hygiene pada remaja putri di SMA N 1 Keritam lebih banyak dengan pengetahuan baik sebanyak 80 orang (75,5%) dan lebih sedikit dengan pengetahuan buruk sebanyak 26 orang (24,5%). 4.2.2. Penggunaan Pembersih Kewanitaan Pada Remaja Putri di SMA N 1 Keritam Untuk melihat penggunaan pembersih kewanitaan pada remaja putri di SMA N 1 Keritam dapat dilihat pada Tabel 4.2: Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Penggunaan Pembersih Kewanitaan Pada Remaja Putri di SMA N 1 Keritam No Penggunaan Pembersih Kewanitaan 1 Tidak Menggunakan 2 Menggunakan Jumlah
f 29 77 112
% 27,4 72,6 100,0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa penggunaan pembersih kewanitaan pada remaja putri di SMA N 1 Keritam lebih banyak dengan
44
menggunakan pembersih kewanitaan sebanyak 77 orang (72,6%) dan lebih sedikit dengan tidak menggunakan pembersih kewanitaan sebanyak 29 orang (27,4%). 4.2.3. Kejadian Infeksi Genetalia pada Remaja Putri di SMA N 1 Keritam Untuk melihat kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam dapat dilihat pada Tabel 4.3: Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Genetalia pada Remaja Putri di SMA N 1 Keritam No Kejadian Infeksi Genetalia 1 Tidak Infeksi 2 Infeksi Jumlah
f 70 36 106
% 66,0 34,0 100,0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam lebih banyak dengan tidak mengalami infeksi sebanyak 36 orang (34,0%) dan lebih sedikit dengan mengalami infeksi sebanyak 36 orang (34,0%).
4.3. Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan personal hygiene dan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam. Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel hubungan pengetahuan personal hygiene dan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam dapat dilihat pada Tabel 4.4 :
45
Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan Personal Hygiene dan Penggunaan Pembersih Kewanitaan dengan Kejadian Infeksi Genitalia pada Remaja Putri di SMA N 1 Keritam No 1
2
Variabel Pengetahuan Baik Buruk Penggunaan Pembersih Tidak Menggunakan Menggunakan
Kejadian Infeksi Genitalia Tidak Infeksi Infeksi n % n %
n
Total %
P value
23 47
88,5 58,5
3 33
11,5 41,2
26 80
100 100
0,011
25 45
86,2 58,4
4 32
13,8 41,6
29 77
100 100
0,014
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hasil analisis bivariat antara variabel pengetahuan personal hygiene dan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam adalah sebagai berikut : a. Hasil analisis hubungan antara pengetahuan tentang personal hygiene dengan kejadian infeksi genitalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam diperoleh bahwa dari 26 orang dengan pengetahuan baik terdapat tidak mengalami infeksi genitalia sebanyak 23 dari 26 orang (88,5%) dan mengalami infeksi genitalia sebanyak 3 orang (11,5%). Sedangkan dari 80 orang dengan pengetahuan buruk terdapat tidak mengalami infeksi genitalia sebanyak 47 orang (58,5%) dan mengalami infeksi genitalia sebanyak 33 orang (41,2%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,011 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan personal hygiene dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam.
46
b. Hasil analisis hubungan antara penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genitalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam diperoleh bahwa dari 29 orang dengan tidak menggunakan pembersih kewanitaan terdapat tidak mengalami infeksi genitalia sebanyak 25 orang (86,2%) dan mengalami infeksi genitalia sebanyak 4 orang (13,8%). Sedangkan dari 77 orang dengan menggunakan pembersih genitalia terdapat tidak mengalami infeksi genitalia sebanyak 45 orang (58,4%) dan mengalami infeksi genitalia sebanyak 32 orang (41,6%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,014 maka dapat disimpulkan ada hubungan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam.
47
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Pengetahuan Personal Hygiene dengan Kejadian Infeksi Genitalia pada Remaja Putri di SMA N 1 Keritam Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang personal hygiene dengan kejadian infeksi genitalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam diperoleh bahwa dari 26 orang dengan pengetahuan baik terdapat tidak mengalami infeksi genitalia sebanyak 23 dari 26 orang (88,5%) dan mengalami infeksi genitalia sebanyak 3 orang (11,5%). Sedangkan dari 80 orang dengan pengetahuan buruk terdapat tidak mengalami infeksi genitalia sebanyak 47 orang (58,5%) dan mengalami infeksi genitalia sebanyak 33 orang (41,2%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,011 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan personal hygiene dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam. Mengacu pada uji tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan remaja putri tentang personal hygiene maka akan semakin rendah kejadian infeksi genitalia dan sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan remaja putri tentang personal hygiene maka akan semakin tinggi kejadian infeksi genitalia dan sebaliknya Siswa yang berpengetahuan baik tentang personal hygiene mungkin terjadi karena mereka mendapat informasi tentang
personal hygiene dari orang tua,
saudara, orang lain atau pun dari buka bacaan dan media lainnya yang dapat
47
48
menambah pengetahuan dari siswa. Sedangkan siswa yang berpengetahuan buruk mungkin terjadi karena mereka tidak mendapat informasi tentang personal hygiene dari orang tua, saudara, orang lain atau pun dari buka bacaan dan media lainnya sehingga mereka kurang memahami tentang perubahan personal hygiene. Hal ini di dukung oleh teori Hermans yang mengatakan bahwa pada masa remaja nampak sekali perbedaannya dengan cara berfikir konkrit yang ditunjukkan anak-anak. Remaja telah mulai mengembangkan kemampuan berfikir secara abstrak, memakai prinsip-prisip logika dan berfikir teoritis, lebih konseptis dan sudah mampu pula membuat generalisasi, ini artinya pihak sekolah harus mampu mempertahankan tingakat pengetahuan dan kualitas pendidikan yang diberikan kepada para muridnya terutama pendidikan tentang pubertas. Menurut Retno IG Kusuma kognitif sering didefinisikan sebagai kemampuan berfikir dan mengamati, suatu perilaku yang mengakibatkan seseorang memperoleh pengertian atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengertian. Menurut Retno kemampuan berfikir remaja pada stadium operasional formal (mulai umur 11 tahun) ditandai dengan dua sifat yang penting yaitu: a. Kemampuan deduktif-hipotesis adalah bila anak dihadapkan pada suatu masalah yang harus diselesaikannya, maka dia akam memikirkan dulu secara teoritis, menganalisa masalahnya dengan mengembangkan penyelesaian melalui berbagai hipotesis yang mungkin ada, kedua bersifat kombinatoris adalah berhubungan dengan cara
49
bagaimana melakukan analisisnya maka sifat kombinatoris menjadi pelengkap cara berfikir operasional formal. Sesuai dengan hasil penelitian dan didukung oleh berbagai teori, tergambarkan dengan jelas bahwa tingkat pengatahuan remaja putri tentang personal hygiene tergolong buruk. Dimana menurut peneliti pengetahuan remaja putri tentang perubahan fisik masa pubertas merupakan hal yang sangat diperlukan bagi seorang remaja
karena
memiliki
tugas-tugas
perkembangan
yaitu
mengembangkan
kemampuan kognitifnya secara lebih konsisten, terarah dan bertanggung jawab yang akan berguna bagin penyelesaian masalahnya. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pengetahuan remaja tentang personal hygiene yaitu sifat remaja yang menurut teori cenderung menggunakan prinsip logika dalam berfikir sehingga apa yang menjadi pertanyaan tentang personal hygiene berusaha di akses sendiri. Rasa ingin tahu itupun didukung dengan kemajuan teknologi yang memudahkan siswi dalam mengakses informasi yang dibutuhkan terutama tentang personal hygiene seperti internet, buku dan majalah. Faktor lingkungan juga memberikan andil yang sangat besar untuk menjadi motivator bagi peningkatan pengetahuan remaja. 5.2. Hubungan Penggunaan Pembersih Kewanitaan dengan Kejadian Infeksi Genitalia pada Remaja Putri di SMA N 1 Keritam Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genitalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam diperoleh bahwa dari 29 orang dengan tidak menggunakan pembersih kewanitaan
50
terdapat tidak mengalami infeksi genitalia sebanyak 25 orang (86,2%) dan mengalami infeksi genitalia sebanyak 4 orang (13,8%). Sedangkan dari 77 orang dengan menggunakan pembersih genitalia terdapat tidak mengalami infeksi genitalia sebanyak 45 orang (58,4%) dan mengalami infeksi genitalia sebanyak 32 orang (41,6%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,014 maka dapat disimpulkan ada hubungan penggunaan pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam. Mengacu pada uji tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi pemakaian pembersih kewanitaan maka akan semakin tinggi kejadian infeksi genitalia dan sebaliknya semakin rendah pemakaian pembersih kewanitaan maka akan semakin rendah kejadian infeksi genitalia dan sebaliknya. Penggunaan pembersih kewanitaan adalah membersihkan vagina dengan menggunakan sejenis pembersih berupa obat-ibatan untuk membersihkan alat kelamin wanita. Hal ini membenarkan bahwa membersihkan vagina dengan obat-obatan antiseptik, kini semakin sering dilakukan kaum perempuan. Alasannya beragam. Entah untuk "kosmetik" atau kesehatan. Padahal, meski dijual bebas di pasaran, sebenarnya tidak semua wanita dengan bebas bisa menggunakan obat ini. Pasalnya, obat-obat antiseptik ini, tetap mengandung zat kimia. Sebelum memutuskan membeli sebaiknya periksa dulu kondisi vagina. Tak semua wanita bisa menggunakan obat pencuci vagina. Contohnya, wanita yang punya kecenderungan alergi terhadap zat
51
kimia. Kalau memakai obat cuci, justru berisiko membuat luka pada dinding vagina. Zat-zat kimia ini akan menyebabkan iritasi bila bersentuhan dengan serviks atau dinding vagina sebelah dalam. Akibatnya, bukannya bersih, malah menimbulkan luka baru. Luka yang terbuka ini bisa berisiko memancing infeksi. Kalau tidak segera ditangani, infeksi bisa menimbulkan kemandulan atau bahkan kanker. Sabun pembersih kewanitaan merupakan sabun antiseptic dengan kandungan yang telah disesuaikan dengan kondisi pH vagina yakni 3.5 (bersifat asam) dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan kelembaban vagina. Sampai saat ini penggunaan sabun pembersih kewanitaan ditujukan untuk wanita yang telah mengalami pubertas (menstruasi dan keputihan), bukan hanya untuk wanita yang telah menikah saja karena wanita yang belum menikah juga telah mengalami keluhan gangguan kelembaban didaerah kewanitaan karena factor-faktor diatas tadi yang bisa menyebabkan penyakit infeksi di daerah kewanitaannya. Yang terpenting jika seorang wanita ingin menggunakan sabun pembersih kewanitaan, perhatikan aturan pemakaian yang benar dan segera hentikan pemakaian jika mengalami keluhan iritasi berupa kulit memerah-gatal-perih saat sabun pembersih digunakan. Gunakan sabun pembersih hanya pada bagian luar vagina disaat daerah intim terasa terlalu lembab (keputihan berlebihan dan menstruasi atau setelah hubungan intim. Asumsi peneliti bahwa pemakaian pembersih kewanitaan maka akan semakin tinggi kejadian infeksi genitalia dan sebaliknya semakin rendah pemakaian
52
pembersih kewanitaan maka akan semakin rendah kejadian infeksi genitalia dan sebaliknya. Penggunaan pembersih kewanitaan adalah membersihkan vagina dengan menggunakan sejenis pembersih berupa obat-ibatan untuk membersihkan alat kelamin wanita.
.
53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1.
Ada hubungan pengetahuan personal hygiene dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam.
2.
Ada hubungan pemakaian pembersih kewanitaan dengan kejadian infeksi genetalia pada remaja putri di SMA N 1 Keritam.
6.2. Saran 1. Kepada siswa hendaknya meningkatkan pengetahuan siswa tentang personal hygiene dan infeksi genitalia. 2. Kepada SMA N 1 Keritam agar mengadakan sosialisasi tentang personal hygiene, penggunaan pembersih kewanitaan dan infeksi genitalia.
53
54
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad dkk. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Bumi Aksara Anonim. 2011. Psikologi. www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 14 Maret 2015 Azwar. 2009.Psikologi. Jakarta: Kencana. BKKBN. 2008. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: BKKBN. BKKBN.2008. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia 2007. Jakarta: BKKBN. Dahlan, Sopiyudin. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Fitri. 2010. Tahap Perkembangan Psikologi Remaja.http://www.berpuisi. tk/2010/01/ tahap-perkembanganpsikologis-remaja.html.Diakses pada tanggal 14 Maret 2015. Hidayat, aimul, asiz.2007. Metode Penelitian Keperawatan Tehnik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Indriani,dkk. 2008. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Murid SD Kelas VI Dengan Kesiapan Menghadapi Menarche.Skripsi yang tidak diterbitkan. Poltekes: Gorontalo. Inoe, Whisnu. 2007. Dunia Remaja Indonesia.http://dunia remajaindonesia. blogspot.com/2007/09/kita-punyahari. html. Diakses pada tanggal 14 Maret 2015. Jamaila & Gupta.2001. Aldolesence And Menstruation journal. http://medind.nic.in /jah/t01/i1/jaht01i1p1.pdf. diakses pada tanggal 17 Juni 2015 Kurniawan.2009. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkatan Kecemasan Dalam Menghadapi Menarche.Skripsi yang tidak diterbitkan. UM: Surakarta. Nafisah,Batul. 2011. The first period of the girl. Diterjemahkan melalui www.buzzle.com. Diakses pada tanggal 16 Juni 2015.
55
Ningsih.2005. Hubungan Pengetahuan Tentang Menstruasi Dengan Kesiapan Psikologis Dalam Menghadapi Menarche.Skripsi yang tidak diterbitkan. Jakarta. Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Notoatmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori N Aplikasi. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Oktarina. 2009. Proses Perkembangan Remaja. Jakarta: Kencana. Pieter, Herri. 2010. Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan. Jakarta: Kencana. Pratiwi. 2005. Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Kencana. Proverawati & Misaroh. 2009. Menarche. Yogyakarta: Nuha Medika. Ratna. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan Nyeri Haid Primer Dengan Tingkat Kecemasan Menghadapi Menarche Pada Siswi Kelas Vi Sdn Mangkubumen Lor No. 15 Surakarta.Skripsi yang tidak diterbitkan. Universitas Sebelas Maret : Surakarta
56
Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN PERSONAL HYGIENE DAN PENGGUNAAN PEMBERSIH KEWANITAAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI GENETALI PADA REMAJA PUTRID DI SMA N 1 KERITAM
A. Indentitas Responden 1. Nama : ……………. 2. Kelas : ……………. B. Pengetahuan Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara pada kolom disamping. Ya (1) Tidak (0) Pernyataan 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
Apakah anda setuju bahwa perubahan fisik utama pada masa pubertas adalah perubahan ukuran tubuh dalam tinggi dan berat badan. Apakah anda setuju bahwa pada masa pubertas terjadi perubahan proporsi tubuh di daerah-daerah tertentu. Apakah ibu setuju bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan menjadi matang setelah datangnya haid Ketika seseorang memasuki jenjang keremajaan, maka ia mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya. Sikap-sikap atau tingkah lakunya yang ditampilkan remaja akan mengalami perubahanperubahan Anak puber mempunyai konsep diri yang tidak realistik tentang penampilan. Perkembangan pada masa puber yang penting adalah menerima bahwa tubuhnya telah mengalami perubahan. Remaja akan sulit menilai gambaran fisiknya
Setuju Kurang Tidak Setuju Setuju
57
secara obyektif, Remaja pada umumnya ingin mendapatkan perasaaan bahwa penampilan fisiknya cukup menarik dan dapat diterima lingkungan. 10. Anda menerima ukuran dan bentuk fisik yang baru sebagai bentuk fisik yang akan dimilikinya selama masa hidupnya. 9.
C. Pemkaian Pembersih Kewanitaan 1. Apakah saudara memakai jenis pembersih kewanitaan? a. Ya b. Tidak Apabila Ya, sebutkan jenisnya …………………………………………… D. Infeksi pada kewanitaan 1. Apakah terjadi infeksi pada kewanitaan saudara? a. Ya b. Tidak
58
MASTER DATA PENELITIAN MASTER DATA PENELITIAN
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
1 3 3 4 2 4 2 5 3 2 3 3 4 2 2 2 5 3 3 2 4 3 4 2 2 5 3 2 3 2 2 3 3 2 3 2 2 2
2 4 2 4 3 5 3 4 2 2 4 2 4 3 2 3 4 4 4 2 4 2 5 3 3 4 2 2 2 3 4 2 4 3 2 2 3 3
Pengetahuan 3 4 4 3 2 2 5 4 2 2 4 4 2 3 3 5 3 2 2 3 4 3 2 2 5 4 4 4 2 2 2 3 3 5 3 4 4 3 2 3 5 4 2 2 4 4 2 2 2 3 3 5 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 4 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2
5 3 3 4 3 3 2 5 2 2 3 3 4 3 2 2 5 4 2 3 4 3 3 3 2 5 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 3 2
6 4 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 3 2 3 2 3 4 3 3 5 2 2 3 2 4 2 2 2 3 2 3 3 2 2 2 5 2
KTOT 21 14 25 14 23 14 25 14 14 20 14 24 18 13 14 25 22 19 15 26 14 22 15 14 26 14 13 14 15 14 15 19 15 14 12 17 13
KK 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1
Pemakaian Pembersih Kewanitaan 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1
IMS 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1
59
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79
2 5 3 2 4 2 2 2 2 2 3 3 2 4 2 2 3 2 3 3 2 2 4 3 2 3 2 4 2 2 3 2 3 3 4 2 2 2 3 5 2 2
3 4 2 2 2 3 2 3 2 3 2 2 2 5 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 3 4 5 2 2 2 4 3 2 3 2 4 2 3
2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 4 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 5 2 2 2 3 3 2 2
3 5 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 4 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 5 3 2 2 4 2 2 3 2 5 3 3
2 5 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 4 2 3 3 4 3 3 2 2 5 2 2
2 2 4 2 2 2 3 5 2 3 2 2 4 2 2 2 3 4 3 4 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 4 3 2 3 4 2 2 5 3 5 2 3
14 24 15 13 14 13 13 17 13 15 13 14 15 22 14 13 15 15 15 16 12 14 14 14 13 14 15 15 14 14 24 14 14 15 25 14 13 17 15 27 13 15
1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1
0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0
0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0
60
80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106
4 2 3 2 2 3 2 4 2 4 2 4 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 4 2 2 4
2 3 2 2 3 2 3 2 3 4 3 2 4 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 3 3 2
2 2 3 2 3 2 2 2 2 4 2 2 4 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2
2 3 2 3 2 2 3 2 3 4 3 2 4 4 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 3 3 2
3 2 2 2 2 3 2 3 2 4 2 3 4 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 2 3
2 2 2 4 2 5 3 2 2 4 3 2 4 2 2 4 2 2 2 3 2 3 3 2 2 3 2
15 14 14 15 14 17 15 15 14 24 15 15 23 14 14 15 14 13 14 15 12 15 15 15 14 15 15
1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0
61
Frequency Table k1 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
55
51.9
51.9
51.9
3
30
28.3
28.3
80.2
4
16
15.1
15.1
95.3
5
5
4.7
4.7
100.0
106
100.0
100.0
Total
k2 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
52
49.1
49.1
49.1
3
32
30.2
30.2
79.2
4
18
17.0
17.0
96.2
5
4
3.8
3.8
100.0
106
100.0
100.0
Total
k3 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
72
67.9
67.9
67.9
3
20
18.9
18.9
86.8
4
10
9.4
9.4
96.2
5
4
3.8
3.8
100.0
106
100.0
100.0
Total
k4 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
53
50.0
50.0
50.0
3
35
33.0
33.0
83.0
4
12
11.3
11.3
94.3
5
6
5.7
5.7
100.0
106
100.0
100.0
Total
62
k5 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
58
54.7
54.7
54.7
3
35
33.0
33.0
87.7
4
8
7.5
7.5
95.3
5
5
4.7
4.7
100.0
106
100.0
100.0
Total
k6 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
58
54.7
54.7
54.7
3
28
26.4
26.4
81.1
4
14
13.2
13.2
94.3
5
6
5.7
5.7
100.0
106
100.0
100.0
Total
Pengetahuan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Baik
26
24.5
24.5
24.5
Buruk
80
75.5
75.5
100.0
Total
106
100.0
100.0
Pemakaian Pembersih Kewanitaan Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak Menggunakan
29
27.4
27.4
27.4
Menggunakan
77
72.6
72.6
100.0
106
100.0
100.0
Perilaku Sek Pranikah Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Baik
70
66.0
66.0
66.0
Tidak Baik
36
34.0
34.0
100.0
106
100.0
100.0
Total
63
Pengetahuan * Infeksi Kewanitaan Crosstab Infeksi Tidak Infeksi Pengetahuan Buruk
Count Expected Count % within Keterbukaan
Baik
% within Keterbukaan Total
3
26
17.2
8.8
26.0
88.5%
11.5%
100.0%
47
33
80
52.8
27.2
80.0
58.8%
41.2%
100.0%
Count Expected Count % within Keterbukaan
Total
23
Count Expected Count
Infeksi
70
36
106
70.0
36.0
106.0
66.0%
34.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
a
1
.005
6.456
1
.011
8.809
1
.003
7.724 b
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.008 7.651
1
.006
106
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.83. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.004
64
Penggunaan Pembersih Kewanitaan * Infeksi Kewanitaan Crosstab Tidak Infeksi Tidak Infeksi Penggunaa Tidak n menggunakan
Menggunakan
Total
Count
Infeksi
Infeksi
25
4
29
Expected Count
19.2
9.8
29.0
% within Empati
86.2%
13.8%
100.0%
45
32
77
Expected Count
50.8
26.2
77.0
% within Empati
58.4%
41.6%
100.0%
Count
Count
70
36
106
Expected Count
70.0
36.0
106.0
% within Empati
66.0%
34.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
a
1
.007
6.056
1
.014
8.038
1
.005
7.241 b
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.010 7.173
1
.007
106
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.85. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.005