BAB I LATAR BELAKANG
1.1. Pendahuluan Wilayah Indonesia yang berada pada jalur pertemuan tiga lempeng tetonik utama yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik dan mengakibatkan daerah tersebut mempunyai kerawanan gempabumi yang sangat tinggi. Daerah sepanjang pantai Barat Sumatera, daerah pantai selatan pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Irian dan Sulawesi merupakan daerah-daerah yang rawan akan bencana gempabumi dan tsunami. Kejadian gempabumi Desember 2004 di Aceh yang diikuti oleh tsunami yang menyebabkan korban yang sangat banyak telah membuka kesadaran bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia tentang pentingnya mengkaji dan menghadapi bencana gempabumi dan tsunami. Sesar Cimandiri adalah sesar yang memanjang dari timur laut – barat daya ini belum sepenuhnya diketahui karakternya seperti halnya sesar Sumatera. Data regional geologi menunjukkan bahwa sesar Cimandiri berarah barat daya. Ke arah timur laut melalui Rajamandala berhubungan dengan Sesar Lembang yang mempunyai (slip rate 2 mm/tahun (Haresh & Boen,1996). Sesar Cimandiri lebih mengarah sebagai sesar normal dengan komponen sesar geser (Kertapati & Koesoemadinata, 1983). Sesar berarah timur laut – barat daya ini bertanggung jawab terhadap beberapa gempabumi merusak di sepanjang lembah Cimandiri dan sekitarnya, seperti gempabumi Gunung Gede 5 Januari 1699, Oktober 1997 dan 12 Juli 2000, gempabumi Sukabumi 28 November 1879 dan 14 Januari 1900, gempabumi Cianjur 15 Februari 1844 dan Rajamandala 15 Des 1910 (Wichmann,1918). Terakhir kali sesar ini giat kembali dan menimbulkan gempabumi Sukabumi 12 Juli 2000 serta menimbulkan kerusakan yang cukup parah di beberapa lokasi di kabupaten Sukabumi antara lain di kecamatan Sukaraja (Engkon Kertapati, 2006). 1
1.2. Pokok Permasalahan Mengingat semakin banyaknya gempabumi yang disebabkan oleh sesar Cimandiri tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang microgravity antar waktu (4D microgravity) dan gradient vertikal untuk mengetahui karakteristik anomali microgravity yang muncul akibat pergerakan lempeng sebagai penyebab gempabumi khususnya di daerah Sesar Cimandiri - Jawabarat.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian yang akan dicapai khususnya untuk penelitian tahun I (2012) adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui karakteristik repson 4D microgravity dan gardient vertical microgravity antar waktu berdasarkan pemodelan matematik akibat proses sesar. 2. Mengetahui karakter kontras densitas pada sesar Cimandiri yang membentang dari Pelabuhan Ratu sampai Bandung. 3. Melakukan pemetaan dan pemodelan (2D dan 3D) sesar Cimandiri berdasarkan data Microgravity dan gardient vertical microgravity.
Tujuan utama jangka panjang dari penelitian ini adalah menggunakan metode 4D microgravity dan gradient vertikal microgravity antar waktu untuk mengamati pergerakan sesar Cimandiri sebagai proses pergerakan lempeng penyebab gempabumi dengan mengetahui karakteristiknya. Penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai langkah awal untuk prediksi (percusor) gempabumi.
2
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : a) Mengetahui
karakteristik
anomali
microgravity
dan
gradient
microgravity akibat struktur sesar, sehingga dapat digunakan untuk menganalisis struktur bawah permukaan sesar Cimandiri. b) Mengetahui secara detail struktur bawah permukaan sesar Cimadiri dari hasil interpretasi 3D anomali microgravity. c) Pengembangan metode microgravity dengan teknik gradient untuk analisis anomali microgravity sehingga dapat mengurangi ambiguitas pada interpretasi anomali microgravity. d) Meningkatkan kemampuan tenaga ahli di Indonesia dalam bidang geofisika khususnya analisis data microgravity untuk daerah sesar. e) Merupakan upaya mitigasi untuk mengetahui potensi bencana disekitar sesar Cimandiri.
1.5.
Metodologi Pelaksanaan
1.5.1. Lokus Kegiatan Kawasan penelitian ini berlokasi pada sesar Cimandiri yang memanjang dari Pelabuhan Ratu – Sukabumi – Lembang di Jawa Barat dan berarah timur laut - barat daya.
1.5.2. Fokus Kegiatan Fokus kegiatan ini diarahkan pada upaya mitigasi untuk mengetahui potensi bencana di sekitar sesar Cimandiri. Sebagai pendukung sains dasar pada program IPKPP Kemenristek 2012.
1.5.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup terdiri dari: 3 tahap, yaitu: Persiapan, Pelaksanaan, Monev dan penyusunan laporan. 3
1.
Persiapan:
penyusunan tim, penajaman rencana kerja, koordinasi
dengan narasumber, dan penyiapan peralatan survey. 2.
Pelaksanaan : Secara teknis, pada tahap pelaksanaan terdiri dari: survey lokasi, studi pustaka, pengumpulan data pengukuran gravitasi tahap I dan II, pengolahan dan analisa data pengukuran tahap I dan II. Plot peta lokasi pemantauan 4D gradient microgravity dan kontur gradient microgravity di sekitar sesar Cimandiri, dan diskusi hasil Secara non teknis, terdiri dari: koordinasi tim internal BMKG, koordinasi dengan instansi terkait.
3. Monev dan pen 4. yusunan laporan: Kendala pengumpulan data, penyusunan laporan berkala, monev internal I dan II, penyusunan laporan akhir, monev internal akhir dan monev eksternal.
1.5.4. Bentuk Kegiatan Bentuk kegiatan ini merupakan kajian eksperimental dan pemodelan 4D gradient microgravity dan kontur microgravity disekitar sesar Cimandiri.
4
BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1. Perkembangan Kegiatan A.
Studi Geologi Pada Sesar Cimandiri
Penelitian sesar Cimandiri telah banyak dilakukan oleh para peneliti dari dalam dan luar negeri. Sesar Cimandiri pertama kali diperkenalkan oleh Van Bemmelen (1949) yang mengatakan bahwa dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat ada tiga struktur sesar yang memiliki peranan penting yaitu sesar Cimandiri, Baribis dan Lembang yang dihipotesa sebagai sesar yang masih aktif hingga sekarang. Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua umurnya berupa kapur yang membentang mulai dari teluk Pelabuhan Ratu menerus ke Timur melalui lembah Cimadiri, Cipatat Rajamandala, Gunung Tangkuban Perahu, dan diduga menerus ke Timur Laut menuju Subang (Ibrahim, dkk. 2010). Secara keseluruhan jalur sesar ini berarah timur laut – barat daya dengan jenis sesar mendatar hingga miring dan dikelompokan sebagai pola Meratus (Martodjojo dkk, 1986).(gambar 2.1)
Gambar 2.1. Interpretasi geologi sesar Cimandiri (Hall et. al, 2007; Clements et.al, 2009). 5
B. Studi Aktivitas Sesar Cimandiri menggunakan Teknologi GPS Pada akhir tahun 2006, Kelompok Keahlian (KK) Geodesi bekerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup mulai meneliti kembali aktivitas sesar Cimandiri dengan memanfaatkan Teknologi GPS. Sebelumnya melalui kerjasama dengan Universitas di Jepang pernah dilakukan penelitian yaitu pada
tahun
1994-1998
dan
2000.
Seperti
diketahui
bahwa
Sesar Cimandiri melewati beberapa daerah yang cukup sarat penduduk, seperti Pelabuhan ratu, Sukabumi, Cianjur, dan Padalarang. Oleh karena itu, penelitian mengenai aktivitas sesar ini jelas sekali diperlukan, karena daerah sesar Cimandiri mempunyai potensi kegempaan yang cukup besar. Teknologi GPS dapat melihat karakteristik dinamika geometrik di sekitar sesar, kemudian selanjutnya dapat dijadikan parameter dalam penentuan model aktivitas sesar.(gambar 2.2)
Gambar 2.2. Penelitian Sesar Cimandiri dengan GPS (KK Geodesi ITB). Prinsip penentuan aktivitas sesar dengan menggunakan metode survei GPS adalah dengan cara menempatkan beberapa titik di beberapa lokasi yang dipilih, secara periodik ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat dari titik-titik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya, kemudian bersama dengan beberapa data penunjang lainnya dimodelkan secara matematis, sehingga karakteristik aktivitas sesar dapat
6
dilihat dan dipelajari lebih lanjut untuk membuat model potensi bencana alam gempabumi.(gambar 2.3)
Gambar 2.3. Hasil pengukuran GPS pada sesar Cimandiri (KK Geodesi ITB).
C. Desain Titik Pengukuran Pengambilan data microgravity dilakukan pada jaringan titik pemantauan GPS yang tersebar di sepanjang sesar Cimandiri dari Pelabuhan Ratu sampai ke Lembang. Sebagai titik kontrol dari pengukuran akan digunakan titik Bakosurtanal Pusat, Pelabuhan Ratu dan DG-0 Bandung. Adapun distribusi titik pemantauan GPS yang sudah ada dan akan digunakan sebagai titik pemantauan microgravity, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4. Disamping titik-titik diatas akan dilakukan juga penambahan titik-titik diantara titik GPS yang sudah ada sekarang sehingga akan diperoleh data yang relatif terdistribusi dengan baik.
7
Gambar 2.4. Distribusi titik pengukuran gravitasi pada pemodelan 4D microgravity.
D. Pengambilan data Pada penelitian pemantauan deformasi sesar Cimandiri untuk mengetahui karakterisitik
respon
anomali
4D
microgravity
dan
gardient
vertical
microgravity antar waktu akibat proses gempabumi. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Gravimeter scintrex autograv CG-5 dan pengukuran gardient vertical (Gambar 2.5). Peralatan ini digunakan untuk pengukuran medan gaya berat di tiap-tiap titik pantau gaya berat yang ada di daerah penelitian. Alat ini mempunyai ketelitian 1 microGal atau 10-8 m/s-2. Pengukuran gradientt vertical mengunakan Tripod dengan ketinggian tertentu.
8
Gambar 2.5. Gravimeter scintrex autograv CG-5 dan pengukuran gardient vertical.
2. GPS Garmin 60 CSX, Peralatan ini ini digunakan untuk mencari titiktitik yang akan diukur nilai gravimeter. 3. Peralatan pendukung yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : kendaraan roda 4 (empat) untuk transportasi secara mobil pada tiaptiap titik pengukuran, beberapa software untuk processing data gaya berat dan untuk interpretasi data gaya berat. 9
Pengambilan data mikrogravity pada tahap I dan II Telah diselesaikan pada bulan Agustus 2012 untuk menentukan variasi nilai gravitasi terhadap waktu sepanjang sesar Cimandiri telah selesai dilakukan. Diperoleh variasi nilai gravitasi (beserta koordinat tambahan) disepanjang sesar Cimandiri untuk dilakukan penelitian awal mengenai variasi gardient vertical gravitasi dan kontur anomali Bouguer disekitar sesar Cimandiri.(lampiran gambar) 2.2. Kendala dan Hambatan Dalam Pelaksanaan Kegiatan Jumlah personil tim survey dan jumlah hari dalam melakukan survey pengukuran nilai gravitasi di sekitar 75 titik yang seharusnya dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali periode pengukuran dengan interval antar pengukuran adalah kurang lebih 3 (tiga) sampai 4 (empat) bulan, tetapi hanya dapat dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pengukuran, karen terbatasnya dana perjalanan untuk melakukan survey tersebut.
2.3. Pengelolaan Administrasi Manajerial A. Perencanaan Anggaran Dana yang diberikan pada termin I adalah Rp. 66.818.182,- , dana yang terserap pada termin I sebesar Rp. 61.699.250,-, Dana yang diberikan pada termin II adalah Rp. 125.000.000,- , dana yang terserap pada termin II sebesar Rp. 122.823.932,-.
B. Mekanisme Pengelolaan Anggaran Diberikan Pada tabel 1 dan tabel 2 pengelolaan anggaran sampai dengan pencairan dana termin II yang akan dipertanggungjawabkan pada bulan September 2012.
10
Tabel 1. Laporan keuangan dana hibah IPKPP Kemenristek untuk Termin I Kegiatan Interpretasi Mikrogravity Antar Waktu Sebagai Upaya Memprediksi (Prekursor) Terjadinya Gempabumi (Studi Kasus : Sesar Cimandiri Jawa Barat).
Tabel 2. Laporan keuangan dana hibah IPKPP Kemenristek untuk Termin II Kegiatan Interpretasi Mikrogravity Antar Waktu Sebagai Upaya Memprediksi (Prekursor) Terjadinya Gempabumi (Studi Kasus : Sesar Cimandiri Jawa Barat).
11
C. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Pengembangan pemodelan variasi nilai gravitasi dengan automatisasi untuk memperlihatkan anomali sebelum terjadinya gempabumi yang dapat dipergunakan sebagai prediksi (prekursor) dan mitigasi gempabumi. Namun untuk mengautomatisasi model dari hasil intepretasi gravitasi secara otomatis pada sistem untuk memberikan informasi akan terjadinya gempabumi masih perlu dilakukan penelitian secara kontinu pada 2013 dan 2014. Karena Interpretasi
untuk
menentukan
anomali
gravitasi
sebagai
prekursor
gempabumi, diperlukan pengalaman riset dan pengukuran gravitasi secara kontinu dari tahun ke tahun. Peta anomali gravitasi terhadap waktu di sepanjang sesar Cimandiri di Jawa Barat sebagai outcome penelitian ini, akan dijadikan acuan/validasi dalam melakukan penelitian lanjutan secara berkesinambungan untuk periode selanjutnya.
Acuan tersebut dapat
mendukung akurasi prekursor dan interpretasi terhadap gempabumi.
D. Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial 1. Perjalanan survey pada penelitian baru dapat dilakukan setelah dana per termin telah diberikan. 2. Besaran nominatif yang seharusnya dikelola tuntas pada termin I harus dibagi 2 (dua) pengelolaannya, karena masih harus menunggu dana termin ke II agar nominatif perjalanan survey penelitian tercukupi. 3. Penelitian belum dianggap selesai, akan tetapi harus tetap dilakukan pelaporan menutup anggaran.
Sehingga secara garis besar, sistem pelaporan anggaran per termin yang dilakukan bertahap selama 8 (bulan) terlalu singkat waktunya untuk sebuah riset atau penelitian.
12
BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
3.1. Metode Pencapaian Target Kinerja Tahapan metode alur penelitian yang dilakukan ditunjukkan oleh gambar 3.1 merupakan beberapa langkah – langkah pemodelan gravitasi, diantaranya : Studi Pustaka, pengukuran variasi nilai gravitasi, pengolahan data, analisa dan pemodelan, interpretasi struktur sesar Cimandiri.
Gambar 3.1. Diagram alur metode Penelitian dari pemodelan 4D microgravity. 13
3.1.1. Kerangka - Rancangan Metode Penelitian Adapun alur pengolahan data gravitasi yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah sebagai berikut : 1. Data gravitasi dari alat CG-5 telah terkoreksi tide secara otomatis, namun masih perlu dilakukan koreksi drift untuk menghilangkan efek apungan karena sistem pegas pada alat. 2. Kemudian dilakukan koreksi Free Air Anomaly dengan faktor ketinggian, yang diperoleh dari alat GPS. 3. Anomali Bouguer dilakukan dengan memasukan nilai densitas ratarata 2.65 gr/cc 4. Untuk pemisahan anomali regional dan residual dilakukan dengan metode second vertical derivative (SVD) dengan menggunakan operator Elkins (1951).(gambar 3.2)
Gambar 3.2. Operator Elkins 5. Pemodelan dan inversi 3D anomali Bouguer untuk
memperoleh
struktur bawah permukaan.
3.1.1.1.Gravitasi Terhadap seluruh benda di permukaan bumi bekerja sebuah gaya dengan arah vertikal ke bawah. Gaya tersebut dikenal sebagai gaya berat. Gaya berat pada tiap tempat di permukaan bumi ternyata berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti letak geografis, ketinggian tempat dan adanya variasi densitas bawah permukaan. Dalam mengamati gaya berat sebenarnya merupakan pengamatan percepatan gaya berat di 14
permukaan bumi, yang diakibatkan oleh gaya berat. Dan jika gaya berat diterjemaahkan kedalam bahasa inggris menjadi Gravity. Hal ini didasarkan pada pendekatan bahwa gravity berasal dari kata gravis yang mempunyai arti berat (heavy). Sedangkan gravimetry adalah pengukuran gaya berat.
3.1.1.2. Anomali Gravitasi Anomali gaya berat/gravitasi yang diukur di permukaan adalah merefleksikan besar tarikan benda anomali bawah permukaan dengan arah ke pusat bumi dan merupakan turunan dari gaya yang dihasilkan sesuai dengan hukum Newton. Sehingga gaya berat ini adalah percepatan gaya berat dan mempunyai
satuan
ms-1
dalam
Sistem
Internasional,
namun
hasil
pengukuran biasa dinyatakan dalam satuan : 1 µms-2 = 10-6 ms-2 dan 1 nms-2 = 10-9 ms-2
…(2.1)
Di dalam studi geodesi dan geofisika satuan gaya berat biasa dinyatakan dalam: 1 mGal = 10-5 ms-2 dan 1 µGal = 10-8 ms-2
…(2.2)
Satuan Gal digunakan sebagai penghormatan kepada Galileo atas jasanya dalam pengukuran percepatan gravity pertama yang dilakukan dalam eksperimennya di Pisa. ( 1 Gal = 1 cm s-2).(gambar 3.3)
Gambar 3.3. Ilustrasi satuan anomali gaya berat. 15
Dari gambar 2.1 diketahui bahwa :
g obs
g0
g2
…(2.3)
dimana g2 adalah gaya berat yang berhubungan dengan adanya benda anomali m2 dan sebagai objek yang dicari dalam analisisnya. Karena massa adalah perkalian volume dengan densitas (density), jika volume m0 dan m2 adalah V0 dan V2, kemudian kondisi normal (tidak ada anomali) adalah :
g n (r )
G
g 2 (r )
G
V0 0 r02
…(2.4)
sedangkan gobs adalah :
g obs (r )
g 0 (r )
V0 0 r02
V2 2 r22
V2 0 r22
…(2.5)
dimana r0 dan r2 adalah jarak dari stasiun di permukaan ke titik massa m0 dan m2, anomali gaya beratnya adalah :
g (r )
g obs (r ) g n (r )
V0 0 r02
G
G
jika
=
2
-
0
V2 2 r22
V2 2 r22
V2 0 r22
V2 0 r22
V0 0 r02
GV2
2
0
r22
...(2.6)
, maka anomalinya menjadi :
g (r )
GV2
r22
...(2.7)
Dari persamaan ini didapat bahwa anomali gaya berat tergantung pada kontras densitas
dan fungsi Green yang berhubungan dengan volume dan
bentuk dari benda anomalinya. Hubungan anomali
g pada stasiun di
permukaan dan bendanya diberikan pada gambar 2.1.Sesuai dengan persamaan diatas bahwa harga anomali g(r) berhubungan langsung dengan kontras densitasnya, sehingga jika benda anomali mempunyai densitas relatif 16
besar atau kecil terhadap lingkungannya, maka kontras densitasnya adalah positif (
(+)) atau negative (
(-)), vektor g.
Persamaan-persamaan diatas diturunkan dengan menggunakan pendekatan benda berupa titik massa, untuk benda anomali sembarang dengan kontras densitas
( , , ) pada selang waktu
t, anomali pada stasion (x,y,z)
diberikan oleh : g ( x, y, z, t )
, , , t z
G x
0
dimana
2
y
2
z
2 3/ 2
d .d .d
(2.8)
, , adalah variabel untuk mendefinisikan benda pada arah x,y,z.
Persamaannya dapat dituliskan kembali dalam bentuk persamaan konvolusi sbb :
g ( x, y, z, t )
( x, y, z, t ) K ( x, y, z )
…(2.9)
dimana K adalah gravity Green’s function. Untuk benda prisma rectangular (rectangular prism), gaya beratnya diberikan oleh :
g ( x, y, z, t )
( t ).K (
x,
y,
z, a, b, c)
…(2.10)
Gravity Green’s function K menghubungkan gaya berat pada stasion di permukaan terhadap kontras densitas
dari prisma tunggal yang
mempunyai lokasi pusatnya di ( , , ) dan dimensi (a,b,c). Dalam aplikasinya, anomali g didapat dari selisih dua (2) pengukuran gaya berat g pada waktu t dan t‟ yang diberikan oleh : g ( x, y, z, t )
dimana
g ( x, y, z, t ' )
g ( x, y, z, t )
…(2.11)
t = t’ – t. Karena anomali diturunkan untuk selang waktu tertentu,
maka anomali ini disebut juga sebagai anomali „time lapse‟. 17
3.1.1.3.Perkembangan Metode 4D microgravity Metode microgravity merupakan pengembangan dari metode gravitasi yaitu dengan melakukan pengukuran berulang pada satu titik ukur dengan interval waktu tertentu, sehingga didapatkan selisih hasil pengukuran antara pengukuran pertama dan pengukuran berikutnya dan biasanya mendapatkan respon gravitasi yang dihasilkan sangat kecil dalam orde microGal, sehingga biasa disebut 4D microgravity. Dengan akurasi alat yang cukup tinggi hingga orde microGal dan kemudahan operasional memungkinkan metode gaya berat mikro antar waktu untuk memonitor perubahan anomali yang cukup kecil untuk mengetahui dinamika bawah permukaan. Kelebihan dari metode gaya berat mikro antar waktu atau 4D ini dibandingkan dengan metode geofisika monitoring lain, seperti seismik 4D misalnya, metode gravitasi ini memiliki kemudahan dalam akuisi dan pemrosesan data serta biaya operasional yang relatif lebih murah (Biegert dkk., 2008). 3.1.1.4.Gradient Vertical Microgravity Teknik gradient – microgravity dikembangkan dari besaran gradient diferensial, dimana gradient ditentukan dari suatu interval ketinggian alat pada data gaya berat di lapangan. Gambar 3.4 mengilustrasikan konsep finite-difference untuk menentukan gradient - microgravity. Skema struktur untuk pengukuran gradient - microgravity vertical dibuat dari dua buah kotak dengan ketinggian kotak masing-masing 1 meter, sehingga variasi finitedifference atau interval besaran dari gardient vertical dapat ditentukan. Untuk pengukuran gaya berat dengan tiga beda tinggi yaitu h(i-1), h(i), dan h(i+1), maka turunan tegak pertama pengukuran dapat dihitung dengan persamaan berikut :
18
...(2.12)
Gradientt vertikal hasil pengukuran langsung ini berbeda dengan gradient vertikal microgravity yang diturunkan dari gravitasi normal dengan tidak memperhitungkan adanya massa di sekitar titik amat.(gambar 3.4)
Gambar 3.4. Gardient vertical dari gravitasi normal
Gradient vertical gaya berat yang dihitung dari persamaan gaya berat normal bumi dengan bentuk ellipsoid sering disebut dengan koreksi udara bebas, seperti pada persamaan dibawah ini:
…(2.13) Perubahan densitas yang ditimbulkan oleh rekahan relatif kecil sehingga diperlukan teknik aquisisi yang dapat mereduksi pengaruh-pengaruh lain. Salah satu teknik aquisisi dalam metode gaya berat adalah gradient vertical (Efendi dkk, 2011). Teknik aquisisi ini memiliki akurasi dan resolusi yang 19
tinggi dalam memetakan anomali-anomali dangkal. Teknik ini lebih sensitif dibandingkan gaya beratnya sendiri kususnya dalam menentukan batasbatas struktur-struktur geologi yang dangkal (Marson dan Klingele, 1993; Kadir. 1996). 3.1.1.5. Sesar Sesar pada batuan atau biasa disebut sesar (fault) terjadi karena adanya pergerakan sesar akibat adanya beberapa gaya yang bekerja berbeda arah sehingga terjadi pergeseran pada tahan tersebut. Keberadaan sesar dapat ditemui pada batasan lempeng tektonik, contohnya sesar akibat dari proses subduksi adalah sesar Sumatera dan beberapa sesar di Pulau Jawa serta Papua.
Keberadaan sesar tidak selalu dapat terlihat di permukaan karena telah tertutup oleh lapisan sedimen atau terjadinya jauh di bawah permukaan. Namun demikian sesar dapat dikenali melalui adanya kelurusan dari citra satelit INSAR, Adanya gawir, sungai dan pergeseran yang terlihat pada morfologinya. Sedangkan di lapangan keberadaan sesar dari gambaran fisik di lapangan terlihat adanya kelurusan gawir juga adanya mata air panas dan kelurusan mata air, hancuran batuan, adanya rekahan, bidang sesar, dan pada zona sesar sering ditemukan batuan lebih tua menumpang di atas batuan yang lebih muda (Ibrahim.G dkk, 2010).
Sesar dapat terjadi dengan arah gerakan horizontal maupun vertikal atau gabungan keduanya. Sesar dapat dibedakan berdasarkan gerakan relatif dari blok sepanjang bidang sesar, seperti pada gambar 3.5 berikut.
20
Gambar 3.5. Tiga jenis sesar utama
Gambar 3.6. Model terjadinya sesar dalam skala laboratorium. Dari model diatas dapat diketahui bahwa sesar normal terjadi karena blok atas relatif turun terhadap blok bawah yang diakibatkan oleh stress yang bersifat tarikan (tension), sedangkan sesar naik (reverse fault) terjadi karena blok atas relatif naik terhadap blok bawah yang diakibatkan oleh stress yang bersifat kompresi.(gambar 3.6)
3.1.1.6. Tektonik Sesar Cimandiri Sesar Cimandiri merupakan salah satu bagian dari sistem sesar yang ada di Pulau Jawa. Selain sesar Cimandiri masih terdapat beberapa sesar seperti : sesar Baribis yang memanjang dari Cilacap sampai Majalengka, sesar Opak di Yogyakarta, dan lain-lain seperti tampak pada Gambar 3.7.
21
Gambar 3.7. Beberapa sesar besar yang ada di Pulau Jawa (Natawidjaja dkk, 2006)
Sesar Cimandiri adalah sesar aktif yang terdapat di Sukabumi selatan. Sesar yang memanjang dari timur laut – barat daya ini belum sepenuhnya diketahui karakternya seperti halnya sesar Sumatera (Supartoyo, 2008). Sesar ini dipotong oleh beberapa sesar lain yang cukup besar seperti sesar Citarik, sesar Cicareuh dan sesar Cicatih (Gambar 3.8).
Gambar 3.8. Keberadaan sesar Cimandiri yang membentang dari Pelabuhan Ratu sampai Bandung.
22
Sesar Cimandiri sulit di jumpai tanda-tandanya dengan jelas di lapangan, dan diperkirakan sifat gerakannya berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain. Lebih lanjut lagi dengan menggunakan teknik analisis struktur geologi yang dilakukan dengan metoda statistik yang diperkenalkan oleh J. Angelier, 1979, yaitu metoda analisis populasi sesar dan metoda hidrogen tegak lurus, menyimpulkan bahwa tegasan terbesar yang mempengaruhi sesar Cimandiri daerah timur sekitar Padalarang - Cipatat, berarah utara - selatan, dan sesar Cimandiri timur merupakan jenis sesar geser merigi. (Gambar 3.9).
im
i dir an
rC sa Se
Gambar 3.9. Peta Insar dan keberadaan sesar Cimandiri (J. Angelier, 1979).
3.1.1.7. Respon gravitasi pada model sesar Metode second vertical derivative (SVD) dapat digunakan untuk membantu interpretasi jenis struktur terhadap data anomali Bouguer yang diakibatkan oleh adanya struktur sesar turun atau sesar naik. Formula dasar diturunkan dari persamaan Laplace untuk anomali gaya berat di permukaan, yaitu :
…(2.14) Selanjutnya, untuk suatu penampang (1-D), anomali second vertical derivative (SVD) diberikan oleh : 23
…(2.15) Berdasarkan persamaan di atas, tampak bahwa untuk suatu penampang (1D), anomali second vertical derivative
dapat dihitung dari turunan satu
kali terhadap data first horizontal derivative (FHD)
. Sedangkan
kriteria untuk menentukan jenis struktur sesar adalah sebagai berikut : untuk sesar turun …(2.16)
untuk sesar naik …(2.17)
Contoh perbandingan respon anomali SVD untuk berbagai model sesar dengan berbagai kemiringan bidang sesar (200, 450, 700 dan 1350). a) Gambar 3.10, Gambar 3.11, Gambar 3.12 dan Gambar 3.13 menunjukkan model sintetik kurva penampang anomali Bouguer dari suatu bidang sesar dengan kemiringan tertentu beserta kurva penampang hasil turunan pertama dari first horizontal derivative (FHD) dan turunan keduanya second vertical derivative (SVD). b) Sedangkan Gambar 3.13 menunjukkan perbedaan pola anomali Bouguer beserta kurva FHD & SVD untuk kemiringan bidang sesar (α) = 200 , 450 , 700 dan 1350. Berdasarkan gambar tampak bahwa interpretasi batas kontak antara bidang yang tersesarkan dapat diidentifikasi dari nilai anomali SVD yang memiliki nilai 0 (nol). Selanjutnya, interpretasi jenis struktur sesar dapat dilakukan berdasarkan kurva penampang SVD tersebut dengan menggunakan kriteria seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. 24
Gambar 3.10. Respon first horizontal derivative (FHD) dan second vertical derivative (SVD) yang diturunkan dari anomali Bouguer untuk model sesar dengan α = 200.
25
Gambar 3.11. Respon first horizontal derivative (FHD) dan second vertical derivative (SVD) yang diturunkan dari anomali Bouguer untuk model sesar dengan α = 450.
26
Gambar 3.12. Respon first horizontal derivative (FHD) dan second vertical derivative (SVD) yang diturunkan dari anomali Bouguer untuk model sesar dengan α = 700.
27
Gambar 3.13. Perbedaan respon first horizontal derivative (FHD) dan second vertical derivative (SVD) yang diturunkan dari anomali Bouguer untuk model dengan kemiringan bidang sesar (α) = 200 , 450, 700 dan 1350.
3.1.2. Indikator Keberhasilan Pencapaian Penelitian prediksi gempabumi dengan metode microgravity di Indonesia telah mulai dilakukan sejak tahun 2005 seiring dengan perkembangan ketelitian alat microgravity yang telah mencapai orde microGall. Penelitian dengan menggunakan metode ini merupakan topik yang masih baru dengan 28
mengamati aktivitas sesar tiap-tiap lokasi terjadinya gempabumi yang mempunyai karakteristik respon microgravity yang berbeda-beda (Yoshida dkk, 1999). Penelitian 4D microgravity dan gardient vertical microgravity antar waktu untuk pemantauan proses gempabumi di Indonesia ini merupakan aplikasi metode sebagai proses pemantauan gempabumi di Indonesia dan diharapkan dapat menjadi titik awal dalam usaha melakukan langkah prediksi (precursor) gempabumi.
3.1.3.
Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Penelitian
3.1.3.1. Pemetaan Sesar Cimadiri Untuk mengetahui lokasi sesar Cimandiri dengan menggunakan metode microgravity, dilakukan pengukuran pada bulan Maret dan Agustus
2012.
Dan data ketinggian diambil dari situs internet http://topex.ucsd.edu/cgibin/get_data.cgi, dengan interval 1 (satu) menit grid, dibawah ini adalah kontur topografi daerah penelitian.(gambar 3.14)
Gambar 3.14. Peta topografi daerah penelitian, Point hitam Lokasi pemantauan 4D microgravity dan garis hitam lokasi sesar Cimandiri.
29
Gambar 3.15. Peta Topografi 3D area garis merah lokasi perkiraan sesar berdasarkan topografi.
Topografi daerah penelitian berikisar antara 0 sampai dengan 2600 meter. Berdasarkan peta Topografi daerah penelitian, kita dapat memperkirakan lokasi sesar Cimandiri. Lokasi Sesar tepatnya berada di areah lembah dari 2 (dua) struktur topografi yang relatif jauh lebih tinggi. Lokasi sesar Cimandiri dimulai dari Pelabuhanratu, Jampang tengah, Sukabumi, Padalarang sampai Lembang.(gambar 3.15) 3.1.3.2. Anomali Bouguer
Gambar 3.16. Peta anomali Bouguer daerah penelitian, point hitam Lokasi pemantauan 4D microgravity dan garis hitam lokasi sesar Cimandiri. 30
Gambar 3.17. Peta Anomali Bouguer 3D. Area pada bidang garis merah putus-putus merupakan lokasi perkiraan sesar berdasarkan Anomali Bouguer. Peta anomali Bouguer daerah penelitian berkisar antara -40 sampai dengan 300 miliGal. Anomali Bouguer relative lebih tinggi (180 s/d 300 miliGal) berasosiasi dengan batuan berdensitas lebih tinggi, tepatnya berada di Barat Daya daerah penelitian. Anomali Bouguer relatif lebih rendah (-40 s/d 80 miliGal) bersosiasi dengan batuan berdensitas lebih rendah, tepatnya berada di Timur Laut daerah penelitian. Anomali Bouguer (80 s/d 180 miliGal) berada di antara anomali tinggi dan rendah.(gambar 3.17) 3.1.3.3. Second Vertical Derifative (SVD) Untuk memetakan sesar Cimandiri secara detail di daerah penelitian dilakukan pemfilteran anomali Bouguer dengan menggunakan metode second vertical derivative (SVD) dengan menggunakan operator Elkins (1951).
31
(a) m
(b) Gambar 3.18. (a) Peta anomali SVD daerah penelitian dan plot episenter gempabumi (b) Peta anomali SVD 3D, Area pada bidang garis biru putusputus merupakan lokasi perkiraan sesar berdasarkan topografi.
Anomali SVD dapat memperjelas daerah sesar pada daerah penelitian. Sesar Cimandiri dapat dicirikan dengan anomali tinggi (+) yang berhimpit dengan anomali rendah (-). Pada peta residual SVD juga diperoleh informasi 32
bahwa gempa terjadi pada daerah dengan nilai svd positif (0 s/d 35), Svd pada daerah penelitian dapat dijadikan sebagai acuan untuk pemetaan daerah sesar yang rawan bencana gempabumi. Berdasarkan hasil SVD sesar cimandiri dan sesar lembang terpisah pada daerah Cipatat.(gambar 3.18)
3.1.3.4. Pemodelan 3D Interpretasi kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan pemodelan inversi 3D anomali residual pada topografi. Penelitian ini menggunakan software Grav3D versi 2.0 (UBC-Geophysical Inversion Facility). Pemodelan 3D merupakan proses pembuatan model distribusi densitas bawah permukaan. Data input berupa file mesh (*.txt) dengan ukuran 200x100x30, file topografi (*.dat) dan file anomali Bouguer (*.grv). Hasil inversi 3D berupa model distribusi densitas bawah permukaan. Harga distribusi densitas model 3D bawah permukaan ditunjukkan dengan kontras warna. Harga densitas antara rendah - tinggi ditunjukkan dengan spektrum warna ungu - merah. Harga densitas sebenarnya dapat diketahui dengan melakukan penjumlahan antara angka pada kontras densitas dengan nilai densitas Bouguer (2.6 gr/cm3 ).
Gambar 3.19. Peta episenter daerah penelitian. Garis hitam merupakan area pemodelan 3D. 33
Gr/cm
3
Gambar 3.20. Inversi 3D anomali residual pada topografi untuk Model 3D.
3.1.3.5. Pemantauan 4D Microgravity dan Gradient Microgravity Pemantauan 4D microgravity dibagi menjadi dua lokasi. Lokasi pertama berada di sekitar sesar Lembang dengan nilai microgravity berkisar antara 4 s/d 38 miliGal. Lokasi kedua berada di sekitar sesar Cimandiri dengan nilai microgravity berkisar antara 40 s/d 200 miliGal. Pemantauan 4D microgravity untuk pemantauan perubahan deformasi daerah penelitian untuk periode I dan periode II diukur pada titik yang sama.(gambar 3.21)
34
Gambar 3.21. Peta lokasi pemantauan 4D microgravity dan kontur microgravity periode I pada daerah sesar Cimandiri. Dilakukan overlay dengan peta hasil pengukuran GPS pada sesar Cimandiri oleh Kelompok Keahlian Geodesi ITB.
35
Gambar 3.22. Peta lokasi pemantauan 4D microgravity dan kontur microgravity periode I pada daerah Lembang. Dilakukan overlay dengan peta hasil pengukuran GPS pada sesar Cimandiri oleh Kelompok Keahlian Geodesi ITB.
Pemantauan 4D gradient microgravity dibagi menjadi dua lokasi. Lokasi pertama berada di sekitar sesar Lembang dengan nilai gradient microgravity berkisar antara 0.23 s/d 0.335 miliGal/meter. Lokasi kedua berada di sekitar sesar Cimandiri dengan nilai gradient microgravity berkisar antara 0.2 s/d 0.44
miliGal/meter.
Pemanatauan
4D
gradient
microgravity
untuk
pemantauan perubahan deformasi daerah penelitian untuk periode II dan perioke ke-n diukur pada titik yang sama. Berdasarkan gradient microgravity periode I kita dapat mengetahui area sesar pada daerah pelabuhan ratu berasosiasi dengan nilai gradient microgravity tinggi yang diapit dua area dengan nilai gradient microgravity rendah. (gambar 3.22) 36
(a)
Gambar 3.23. Peta lokasi pemantauan 4D gradient microgravity dan kontur gradient microgravity periode II pada daerah sesar Cimandiri. Dilakukan overlay dengan peta hasil pengukuran GPS pada sesar Cimandiri oleh Kelompok Keahlian Geodesi ITB.
Gambar 3.24. Peta lokasi pemantauan 4D gradient microgravity dan kontur gradient microgravity periode II pada daerah sesar Lembang. Dilakukan overlay dengan peta hasil pengukuran GPS pada sesar Cimandiri oleh Kelompok Keahlian Geodesi ITB. 37
3.1.3.6. Anomali 4D Microgravity
Gambar 3.25. Anomali 4D Microgravity daerah Cimandiri. Dilakukan overlay dengan peta hasil pengukuran GPS pada sesar Cimandiri oleh Kelompok Keahlian Geodesi ITB.
Gambar 3.26. Anomali 4D Microgravity daerah Lembang. Dilakukan overlay dengan peta hasil pengukuran GPS pada sesar Cimandiri oleh Kelompok Keahlian Geodesi ITB. 38
Anomaly 4D microgravity berkisar antara -240 s/d 120 microGal. Berdasarkan anomaly 4D Microgravity daerah Cimandiri, pada daerah penelitian terdiri dari 3 bagian blok sesar. Dimana pada bagian tengah daerah penelitian mempunyai nilai perubahan positif yang mencerminkan peningkatan densitas pada bagian tersebut yang diakibatkan adanya pemapatan /kompaksi. Pada bagian timur dan barat daerah penelitian mempunyai nilai perubahan negative yang mencerminkan penurunan densitas pada bagian tersebut yang diakibatkan adanya peregangan. (Gambar 3.25 dan Gambar 3.26)
Anomaly 4D microgravity berkisar antara -60 s/d 210 microGal. Berdasarkan anomaly 4D Microgravity daerah Lembang, dengan nilai positif berasosiasi dengan pergerakan blok yang saling bertumbukan yang memungkinkan terjadinya kompaksi pada bagian tersebut. Anomaly 4D microgravity dengan nilai negatif berasosiasi dengan pergerakan blok yang searah yang memungkinkan terjadinya peregangan blok . (Gambar 3.27)
Gambar 3.27. Anomali 4D Gradient microgravity daerah sesar Cimandiri.
39
Gambar 3.28. Anomali 4D Gradient microgravity daerah Lembang. Dilakukan overlay dengan peta hasil pengukuran GPS pada sesar Cimandiri oleh Kelompok Keahlian Geodesi ITB.
Anomaly 4D gradient microgravity daerah Cimandiri berkisar antara -18 s/d 16 microGal/meter, sedangkan daerah Lembang berkisar antara -8 s/d 14 microGal/meter. (Gambar 3.28)
Gambar 3.29. Grafik perubahan nilai gravitasi pada titik pengukuran daerah Cimandiri. 40
Anomali 4D grav (microGal) A nderson-Darling N ormality Test
-200
-100
0
A -S quared P -V alue
0.25 0.710
M ean S tDev V ariance S kew ness Kurtosis N
-42.374 84.771 7186.194 -0.067953 -0.110112 25
M inimum 1st Q uartile M edian 3rd Q uartile M aximum
100
-234.080 -104.215 -54.020 8.360 108.060
95% C onfidence Interv al for M ean -77.366
-7.382
95% C onfidence Interv al for M edian -93.174
1.102
95% C onfidence Interv al for S tDev
9 5 % C onfidence Inter vals
66.192
117.930
Mean Median -100
-80
-60
-40
-20
0
Gambar 3.30. Histogram perubahan nilai gravitasi.
Dari grafik dan histogram diatas diperoleh bahwa perubahan nilai gravitasi hasil pengukuran ke-1 dan ke-2 memiliki nilai rata-rata – 42.37 µGal dengan nilai minimum -234.08 µGal dan nilai maksimum 108.06 µGal.(gambar 3.30) 3.2.
Potensi Pengembangan Kedepan
3.2.1. Automatisasi Monitoring Variasi Nilai Gravitasi Pengengembangan pemodelan variasi nilai gravitasi dengan automatisasi untuk memperlihatkan anomali sebelum terjadinya gempabumi yang dapat dipergunakan sebagai prediksi (prekursor) dan mitigasi gempabumi. Namun untuk mengautomatisasi model dari hasil intepretasi gravitasi secara otomatis pada sistem untuk memberikan informasi akan terjadinya gempabumi masih perlu penelitian secara kontinu pada 2013 dan 2014. Karena Interpretasi untuk
menentukan
anomali gravitasi sebagai prekursor
gempabumi,
diperlukan pengalaman riset gravitasi secara kontinu dari tahun ke tahun. 41
3.2.2. Menitikberatkan Penelitian Gravitasi Untuk Time Lepse Microgravity dan Geodetic Lumpur Sidoarjo Mengingat kontras perubahan variasi nilai gravitasi dan densitas hanya dapat diukur pada interval tahunan antara periode tiap pengukuran, maka pengamatan nilai gravitasi pada sesar Cimandiri belum dapat dilakukan pada tahun 2013, sehingga agar kegiatan penelitian gravitasi tidak berhenti, maka pada tahun 2013 diprioritaskan pada pengukuran gravitasi untuk lumpur Lapindo di Sidoarjo, setelah itu pengukuran gravitasi dilanjutkan kembali pada sesar Cimandiri di tahun 2014. Melalui penyesuaian orde dari interval pengukuran terhadap waktu dapat memberikan interpretasi anomali variasi nilai gravitasi secara akurat untuk prekursor gempabumi.
Penelitian gravitasi untuk mitigasi bencana dirasakan lebih aplikatif dan sangat perlu dilakukan pada tahun 2013. Dalam hal ini prioritas pengukuran gravitasi dibutuhkan untuk meneliti banjir lumpur panas di Sidoarjo atau lebih dikenal sebagai “bencana lumpur Lapindo”. Bencana tersebut merupakan peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di dusun Balongnongo desa Renokenongo , Kecamatan Porong, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan bahkan tahun ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
3.2.3. Kerangka Pengembangan Ke Depan Melakukan beberapa langkah penelitian gravitasi secara lebih aplikatif, dalam hal ini bencana lumpur di Sidoarjo, dengan melakukan pengumpulan data lokasi, prakiraan penyebab kejadian, perhitungan volume lumpur, dampak semburan lumpur, upaya penanggulangan awal dan koordinasi awal dengan tim
nasional
penanggulangan
semburan
lumpur.
Untuk
selanjutnya 42
melakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian dan referensi penelitian sebelumnya dijadikan acuan dalam penelitian ini, tinjauan pustaka ini dijadikan referensi untuk memberikan informasi mengenai penelitian gaya berat. Garis besar referensi yang diperlukan dari penelitian terdahulu untuk dijadikan acuan penelitian selanjutnya adalah beberapa hal berikut : 1. Perkembangan eksplorasi gaya berat 2. Perkembangan eksplorasi gaya berat-mikro antar waktu 3. Anomali gaya berat mikro antar waktu 3.2.4. Strategi Pengembangan Ke Depan Output penelitian variasi nilai gravitasi dengan pengamatan dalam interval tahunan dimasa mendatang dapat memperkuat hasil interpretasi dan pengamatan. Karena kekosongan pengamatan dalam rentang tahunan dapat melemahkan daya dukung data untuk memberikan informasi perubahan nilai gravitasi secara kontinu di Jawa Barat (lokal dan regional). Karena itu dirasakan perlunya kontinuitas pengukuran microgravity pada 2013, atau secara garis besar adalah gambaran pentingnya dilakukan pengukuran variasi nilai gravitasi dari tahun ke tahun.
43
BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
4.1.
Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program
4.1.1. Kerangka Sinergi Koordinasi melakukan pengukuran pada “Titik dasar geodesi” (benchmark) disepanjang sesar Cimandiri yang telah dilakukan oleh kelompok keahlian geodesi ITB pada lokasi di sekitar Bandung – Lembang – Pelabuhan Ratu melalui Studi Deformasi Kerak di Jawa (Indonesia) menggunakan GPS”.
4.1.2. Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi Diperoleh ijin, kerjasama dan sharing data secara tertulis untuk melakukan pengukuran mikrogravity pada “Titik dasar geodesi” (benchmark) disepanjang sesar Cimandiri.
4.1.3. Perkembangan Sinergi Koordinasi Koordinasi dan sharing data masih berjalan secara up-to-date dari pihak ITB. Kerjasama dilanjutkan pada pengamatan titik ketinggian dari unsur geodetik. Sehingga analisa data pada variasi gradient gravitasi dapat lebih akurat.
4.2. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 4.2.1. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil interpretasi untuk dapat diperoleh informasi penting pemodelan struktur 2D dan 3D yang dapat menjadi precursor saat akan terjadi gempabumi dan setelah terjadi gempabumi berdasarkan pemodelan data sintetik (Sesar, Subduksi dan Vulkanik).
4.2.2. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan 1.
Validasi dapat dilakukan dengan referensi penelitian terdahulu untuk mendukung hasil penelitian interpretasi prekursor gempabumi yang 44
telah dilakukan disepanjang sesar Cimandiri, Bandung – Lembang – Pelabuhan Ratu. 2.
Disusun perencanaan algoritma untuk automatisasi metode gravitasi dan magnet dalam upaya prekursor gempabumi.
3.
Dilakukan penyusunan proposal secara kontinu pada 2013 dan 2014, strategi untuk melengkapi kekosongan data pengamatan perubahan variasi nilai gravitasi terhadap waktu untuk interval pengamatan dalam periode tahunan.
4.
Tersedia peneliti ahli dalam bidang : gravitasi, magnet, seismic, geologi, geodesi, matematika dan computer.
4.2.3. Perkembangan Pemanfaatan Untuk
mendukung
strategi
pembangunan
daerah
dengan
membuat
rancangan strategi pemanfaatan hasil litbangyasa dalam bentuk output penelitian berupa karakteristik respon 4D microgravity dan gradient vertikal microgravity beserta peta anomali bouguer dan struktur sesar Cimandiri yang diturunkan dari peta anomali bouguer. Output tersebut bermanfaat untuk memetakan zona lemah dan struktur batuan disepanjang sesar Cimandiri dengan memetakan sesarnya.
45
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan 5.1.1. Kesimpulan Penelitian Beberapa kondisi perubahan nilai gravitasi pada beberapa titik pengukuran yang berhubungan dengan pola anomali dan perubahan nilai gradient microgravity dan densitas diinterpretasikan sebagai indikasi prekursor sebelum terjadinya gempabumi. Akurasi prekursor yang diperoleh pada penelitian ini akan maksimal dengan daya dukung data penelitian yang kontinu dari tahun ke tahun. Sehingga perlunya penelitian variasi nilai microgravity pada 2013 untuk mendukung akurasi hasil interpretasi anomaly gravitasi dan densitas yang diperoleh. 1. Terdapat perubahan nilai gravitasi pada sesar Cimandiri dan lembang yang
berhubungan
dengan
pergerakan
lempeng.
Anomaly
4D
microgravity berkisar antara -240 s/d 120 microGal. Dan Anomaly 4D microgravity di sesar lembang berkisar antara -60 s/d 210 microGal. 2. Perubahan nilai gravitasi yang lebih besar disebelah selatan sesar Cimandiri menunjukan adanya pemapatan massa sehingga densitasnya menjadi lebih besar. 3. Berdasarkan gradient microgravity diperoleh area sesar pada daerah pelabuhan ratu berasosiasi dengan nilai gradient microgravity tinggi yang diapit dua area dengan nilai gradient microgravity rendah.
5.1.2. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Dana yang terserap pada termin I sebesar Rp. 61.699.250,-, Dana yang terserap pada termin II sebesar Rp. 122.823.932,-. Total nana yang terserap sampai dengan 30 agustus 2012
pada Termin II adalah sebesar Rp.
189.642.114,- dari Total dana yang diberikan sebesar Rp. 222.727.273,46
5.1.3. Metode Pencapaian Target Kinerja Pengembangan pemodelan variasi nilai gravitasi dengan automatisasi untuk memperlihatkan anomali sebelum terjadinya gempabumi yang dapat dipergunakan sebagai prediksi (precursor) dan mitigasi gempabumi. Namun untuk mengautomatisasi model dari hasil interpretasi gravitasi secara otomatis
pada sistem
untuk
memberikan
informasi akan
terjadinya
gempabumi masih perlu penelitian secara kontinu pada 2013 dan 2014. Interpretasi
untuk
menentukan
anomali
gravitasi
sebagai
prekursor
gempabumi diperlukan pengalaman riset gravitasi secara kontinu dari tahun ke tahun, karena perbedaan nilai gravitasi antar waktu tersebut yang dapat memberikan informasi penting mengenai pergerakan dari sesar. Maka Informasi mengenai aktivitas sesar itu yang kemudian dapat digunakan sebagai prekursor gempabumi.
5.1.4. Potensi Pengembangan Kedepan Mendukung pengembangan ilmu-metode dengan membuat rancangan strategi pemanfaatan hasil litbangyasa dalam bentuk output penelitian berupa karakteristik respon 4D microgravity dan gradient vertical microgravity beserta peta anomali bouger dan struktur sesar Cimandiri yang diturunkan dari peta anomal bouguer.
5.1.5. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Koordinasi melakukan pengukuran pada “Titik dasar geodesi” (benchmark) disepanjang sesar Cimandiri yang telah dilakukan oleh kelompok keahlian geodesi ITB, tergabung bersama LIPI pada lokasi di sekitar Bandung – Lembang – Pelabuhan Ratu melalui Studi Deformasi Kerak di Jawa (Indonesia) menggunakan GPS”.
47
5.1.6. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 1. Melakukan validasi dan acuan dari referensi lain untuk mendukung hasil penelitian interpretasi prekursor gempabumi yang telah dilakukan disepanjang sesar Cimandiri, Bandung – Lembang – Pelabuhan Ratu. 2. Melakukan desain algoritma untuk automatisasi metode gravitasi dan magnet dalam upaya prekursor gempabumi. 3. Mengajukan proposal kontinuitas penelitian yang wajib dilakukan dalam pengamatan variasi nilai gravitasi terhadap waktu untuk interval pengamatan dalam periode tahunan.
5.2. Saran 5.2.1. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Output Anomali 4D microgravity yang telah diperoleh pada penelitian ini bermanfaat untuk memetakan zona lemah dan struktur batuan disepanjang sesar Cimandiri dengan memetakan sesarnya. Hasil interpretasi dari pemetaan sesar tersebut dapat mendukung strategi pembangunan daerah dengan memberikan informasi prediksi (prekursor) terhadap bencana gempabumi dalam suatu kawasan atau wilayah pembangunan.
5.2.2. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek Output anomali 4D microgravity yang telah diperoleh pada penelitian ini membutuhkan keberlanjutan penelitiannya pada tahun 2014 yaitu berselang pada orde pengamatan tahunan untuk menghindari kekosongan data pengukuran pengamatan gravitasi dalam interval tahunan, sehingga dapat memperkuat daya dukung data untuk memberikan informasi perubahan nilai gravitasi secara kontinu di Jawa Barat. Action plan kedepan untuk penelitian gravitasi pada tahun 2013 ini diprioritaskan pemetaan anomali gravitasi pada lumpur Lapindo di Sidoarjo. Mengingat kontras perubahan variasi nilai gravitasi dan densitas hanya dapat diukur pada interval tahunan antara 48
periode tiap pengukuran. Sehingga penelitian pada tahun 2013 diprioritaskan pada pengukuran gravitasi di Sidoarjo, setelah itu dilanjutkan pengukuran gravitasi pada sesar Cimandiri pada tahun 2014.
Berikut ini merupakan action plan pada metoda penelitian gravitasi ditujukan untuk penelitian lumpur di Sidoarjo pada proposal penelitian 2013. Dengan menyesuaikan metode penelitian gravitasi dengan kondisi lokasi bencana dan persiapan dilapangan maka ada beberapa langkah desain metode penyesuaian yang dilakukan. Diantaranya adalah metode gradient vertical dari beberapa respon anomali dengan koreksi atau beberapa pengaruh respon anomali akibat dinamika air tanah, topografi, pengurangan air tanah dan imbuhan air tanah. 1. Respon Gaya berat-mikro Akibat Dinamika Air Tanah 2. Respon Gaya berat akibat Perubahan Topografi 3. Tanggap Fisis Respon Gaya berat-mikro akibat Dinamika Air Tanah 4. Tanggap Fisis Respon Gaya berat akibat Dinamika Air Laut 5. Model Sintetik Respon Gaya berat-Mikro akibat Dinamika Air Tanah di Daerah Semarang 6. Karakteristik Gardient vertical Gaya berat-mikro Antar Waktu akibat Dinamika Air Tanah 7. Karakteristik Gardient vertical Gaya berat-mikro Antar Waktu akibat Pengurangan Air Tanah 8. Karakteristik Gardient vertical Gaya berat-mikro Antar Waktu akibat Imbuhan Air Tanah
49
BAB VI DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H. Z., dkk (2009).Crustal Deformation Studies in Java (Indonesia) Using GPS, Journal of Earthquake and Tsunami, Vol. 3, No. 2 (2009) 77–88 Ibrahim, G., Subardjo., dan Sendjaja, P (2010). Tektonik dan Mineral di Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. Kadir, W.G.A., (1996), Dekonvolusi Anomali Gaya berat Bouguer dan Derivatif Vertikal Orde Dua dengan Menggunakan Persamaan Dasar Potensial Studi Kasus : Pulau sumatera, Disertasi, Institut Teknologi Bandung. Klingele, E. E., Marson, I., Kahke, H. G., (1991). Automatic Interprtetation of Gravity Gradiometric data in two dimention vertical gradientt, Geophysical Prospecting, 39, 4007-434, Supartoyo, 2008. Tektonik Aktif Sesar Cimandiri, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Thesis S2 Teknik Geologi ITB, 2008.
50