Bab 6 Migrasi Tipe I dan Tipe II Orbit planet dapat bermigrasi menuju (atau dalam beberapa kasus menjauhi) bintang induknya sebagai akibat dari perpindahan momentum sudut antara cakram protoplanet dan planet. Migrasi planet terjadi saat sebuah planet atau satelit bintang lainnya berinteraksi dengan sebuah cakram gas atau planetesimal, yang hasilnya adalah berubahnya parameter orbit satelit, terutama sumbu semimajornya. Teori umum yang diterima mengenai pembentukan planet dari cakram akresi protobintang memprediksi bahwa planet raksasa tidak terbentuk sangat dekat dengan bintangnya, karena tidak ada massa yang cukup pada radius yang begitu kecil dan temperatur yang terlalu tinggi untuk terbentuknya planetesimal yang berbatu atau mengandung es. Ini menjelaskan bahwa planet bermassa sekitar massa Bumi akan mengalami migrasi ke arah dalam jika planet tersebut terbentuk saat cakram gas masih ada. Ini akan mempengaruhi pembentukan inti dari planet-planet raksasa yang memiliki massa pada orde 10 kali massa Bumi, jika planet-planet tersebut terbentuk melalui mekanisme akresi inti. Interaksi pasang surut dinamik dari protoplanet yang berkembang dengan cakram mengacu pada dua fenomena: Migrasi ke arah dalam dan pembentukan gap (celah). Untuk planet dengan massa yang rendah, interaksi pasang surut tersebut bersifat linier dan migrasi yang terjadi adalah migrasi tipe I. Sementara itu, planet dengan massa yang lebih besar mampu membuka sebuah celah dalam cakram, lalu mengalami migrasi ke arah dalam, yang biasa disebut dengan migrasi tipe II.
6.1
Migrasi Tipe I
Planet-planet yang berada dalam cakram gas dapat bermigrasi ke arah dalam skala waktu ∼ 105 (Mp /M⊕ )−1 tahun. Proses ini disebut dengan migrasi tipe I. Jika migrasi tipe I pada
34
6.1. Migrasi Tipe I
35
cakram protobintang sama efisiennya dengan perhitungan, protoplanet dapat bermigrasi ke arah permukaan bintang ketika massanya mencapai Mp > 1M⊕ karena skala waktu pertumbuhannya akan menjadi lebih panjang dari skala waktu migrasi. Planet dengan massa sekitar massa Bumi mengendalikan gelombang kerapatan spiral dalam gas yang mengelilingi cakram planetesimal. Ketidakseimbangan terjadi dalam kekuatan interaksi dengan spiral di dalam dan di luar orbit planet. Pada kebanyakan kasus, gelombang bagian luar mendesak torsi yang besar pada planet daripada gelombang bagian dalam. Ini menyebabkan planet kehilangan momentum sudutnya dan planet tersebut bermigrasi ke arah dalam pada skala waktu yang singkat, relatif terhadap waktu hidup cakram yang jutaan tahun. Planet berakresi menuju pusat bintang. Migrasi dapat berhenti jika ada lubang di bagian dalam cakram, tapi planet pada jarak yang lebih besar lebih sulit dijelaskan.
Gambar 6.1: perturbasi kerapatan permukaan berhubungan dengan simpangan tipe I dari sebuah protoplanet relatif terhadap cakram gas dengan parameter konstan α = 10−4 . Gerakannya ke kiri; maksimum kerapatan memimpin planet dan kerapatan minimum mengikutinya (Ward 1997). Kecepatan migrasi untuk planet bermassa rendah adalah: Γ dap = 2fI aI dt Lp
(6.1)
di mana Lp ≡ Mp (GM ap )1/2 adalah momentum angular planet dan torsi total diberikan
6.1. Migrasi Tipe I
36
oleh:
Mp rp Ωp Γ = (1.364 + 0.541αΣ,P ) M Cs,P dengan Cs adalah kecepatan suara dan αΣ ≡
d log Σ . d log r
2
Σp rp4 Ω2p
(6.2)
Pada persamaan di atas subskrip P
menyatakan banyaknya kuantitas pada lokasi planet. Pada regime tipe I perturbasi yang terinduksi oleh planet dalam cakram gas tetap kecil. Secara khusus, viskositas masuk hanya secara tidak langsung melalui pengaruhnya pada besar dan gradien radial dari kerapatan permukaan dan kecepatan suara. Secara umum, torsi memiliki kesebandingan dengan massa planet sebesar T ∼ Mp2 sehingga skala waktu migrasi pada skala radius yang diberikan adalah τ ∼ Mp−1 . Migrasi tipe I menjadi penting saat massa planet bertambah. Gambar 6.1 menunjukkan perturbasi kerapatan permukaan untuk migrasi tipe I. Pergerakannya ke arah kiri, sehingga kerapatan maksimumnya berada di depan protoplanet dan kerapatan minimumnya berada di belakangnya. Gangguan mengikuti planet saat planet bergeser. Apabila kita dapat mendeteksi fenomena ini dalam sebuah cakram sirkumstellar, maka hal ini merupakan suatu diagnostik dari protoplanet yang mengalami migrasi tipe I yang cepat. Menurut hukum ketiga Newton, planet mengalami torsi yang berlawanan dengan torsi yang dia berikan pada cakram. Dalam kasus umum, torsi ini dapat dinyatakan sebagai variasi setengah sumbu panjang dan eksentrisitas orbit planet. Kekekalan momentum sudut memberikan: d (Mp rp2 Ωp ) = −T (rin , rext ) dr
(6.3)
2T (rin , rext ) drp = dt Mp rp2 Ωp
(6.4)
yang berarti
Untuk suatu orbit eksentrik, variasi eksentrisitas diperoleh dengan menghubungkan variasi energi total dengan torsi yang diberikan. Waktu karakteristik migrasi orbital adalah: τ1 =
1 drp rp dt
(6.5)
Dalam suatu cakram non-turbulen dan tidak mengandung medan magnetik, torsi yang diberikan oleh planet pada cakram adalah positif, menyebabkan planet bermigrasi menuju
6.1. Migrasi Tipe I
37
interior cakram. Dalam kasus gangguan linier yang ditinjau di sini, keadaan kesetimbangan cakram tidak dimodifikasi oleh planet. Planet mengeksitasi gelombang kerapatan yang menjalar menuju eksterior, disuperposisikan dengan keadaan kesetimbangan tetapi tanpa interaksi dengan keadaan tersebut. Karena itu, planet bermigrasi terhadap gas yang dikandung dalam cakram. Dalam cakram dengan parameter α = 10−2 dan M˙ = 10−7 M tahun−1 didapat H/r 10−1 dan Σ 600 g cm−2 (Papaloizou & Terquem 1999), memberikan τ1 ∼ 10−5 tahun untuk planet dengan massa 1M⊕ pada r = 1AU jika kita mengabaikan gradien temperatur. Dalam cakram yang sama, kita peroleh τ ∼ 104 tahun untuk planet dengan massa 10 M⊕ pada r = 5AU (di mana Σ 300 g cm−2 dan H/r 10−1 ). Waktu ini jelas jauh lebih singkat daripada kala hidup cakram atau waktu pembentukan planet. Namun perlu diingat bahwa hanya torsi Lindblad yang diperhitungkan dalam estimasi τ1 tersebut. Waktu migrasi dapat dipersingkat dengan torsi korotasi. Umumnya, hal ini bagaimana pun kurang penting dalam nilai mutlak dibandingkan dengan torsi Lindblad (Korycansky & Pollack 1993). Tanaka, Takeuchi & Ward (2002) telah menemukan bahwa net torque berkurang dengan faktor 2-3 seperti dibandingkan dengan model dua dimensi, tetapi migrasi tersebut tetap menuju ke dalam dan cepat. Teori di atas memperkirakan bahwa planet kebumian bermigrasi menuju interior cakram sebelum cakram mengalami disipasi, dan inti planet raksasa juga menghilang dalam bagian internal sebelum gas dari amplop tidak lagi dapat diakresi. Solusi dari problem ini mungkin berasal dari kehadiran medan magnetik dalam cakram. Suatu cakram yang mengandung medan magnetik subtermal terkait dengan ketidakstabilan magnetorotasional dan menjadi turbulen (Balbus & Hawley, 1991, 1998), yang membangkitkan fluktuasi kerapatan yang menyebabkan migrasi tipe I stokastik (Nelson & Papaloizou 2004). Selama berlangsungnya simulasi numerik yang dilakukan saat itu, inti planet mengalami perlakuan kebetulan dan migrasi menjadi tak menentu. Menurut simulasi tersebut, cakram tidak tampak seperti cakram laminar (non-turbulen) dengan kerapatan massa rata-rata terhadap mana fluktuasi Gaussian bersuperposisi dengan waktu karakteristik sama dengan waktu orbital (Nelson 2005). Migrasi juga dapat diperlambat, bahkan dibalik, oleh aksi medan magnetik global dalam cakram (Terquem 2003, Froman et al. 2005), oleh kehadiran deformasi global dari cakram akibat eksentrisitas tak nol (Papaloizou 2002) atau oleh transisi dalam rezim opasitas cakram (Menou & Goodman 2004).
6.2. Migrasi Tipe II
38
Dalam rezim linier seperti yang kita bahas di sini, gangguan disuperposisikan dengan keadaan kesetimbangan cakram tetapi tidak berinteraksi dengannya, dan cakram tidak memberikan torsi ke planet. Pada waktu bersamaan, ketika planet bermigrasi memotong cakram, dia mendorong gas di depannya. Hal itu menyebabkan peningkatan kerapatan massa di depan planet, dan sebaliknya pengurangan kerapatan di belakang planet. Sebaliknya, torsi menghasilkan melalui profil massa yang diganggu tersebut terhadap planet menentang pada geraknya. Migrasi tipe I dihentikan ketika planet cukup massif untuk mengganggu secara signifikan profil kerapatan dalam cakram, yaitu ketika gangguan menjadi non-linier sangat kuat (Ward 1997). Karena viskositas cenderung memperkecil gangguan profil kerapatan, maka dia memperkecil torsi yang diberikan oleh cakram terhadap planet. Akibatnya rezime linier tetap berlaku untuk massa planet yang cukup besar sehingga viskositas menjadi penting.
6.2
Migrasi Tipe II
Tipe Migrasi berubah dari tipe I ke tipe II saat planet menjadi cukup besar untuk membuka sebuah celah pada cakram. Ini terjadi saat radius Hills dari planet menjadi lebih ˜ dari cakram. Planet dengan massa lebih dari besar dari skala kerapatan ketinggian H 10 massa bumi menghilangkan celah dalam cakram, dan menyelesaikan migrasi tipe I. Tetapi, materi tetap terus memasuki celah pada skala waktu cakram akresi yang lebih besar, menggerakkan planet dan celah ke arah dalam pada skala waktu akresi cakram. Ketika planet menjadi cukup masif, gangguan yang dia berikan dalam cakram tidak lagi dapat dianggap linier: struktur cakram di sekitar planet menjadi termodifikasi, yang dinyatakan oleh torsi terhadap planet. Jika gelombang kerapatan yang dieksitasi oleh planet mengalami disipasi secara lokal dalam kejutan, momentum sudut yang ditransfer ditumpuk dalam cakram di sekitar planet, dan suatu celah (gap) terbentuk (Goldreich & Tremaine 1980; Lin & Papaloizou 1979, 1993). Sama seperti kasus linier, bagian cakram yang terletak pada r > rp memperoleh momentum sudut ketika mereka berinteraksi dengan planet, karena mereka memiliki kecepatan sudut lebih kecil, sedangkan bagian cakram yang terletak pada r < rp kehilangan momentum sudut. Karena momentum sudut dalam cakram Keplerian meningkat dengan jarak ke pusat, maka gas cenderung menjauh dari orbit planet.
6.2. Migrasi Tipe II
6.2.1
39
Pembentukan Celah: Kriteria Pertama
Untuk sebuah celah dengan lebar Δr di sekitar planet dengan rasio massa q = Mp /M dan mengorbit pada jarak rp , torsi tipe I dapat membuka celah pada skala waktu (Takeuchi, Miyama & Lin 1996):
τopen
1 ∼ 2 2 mq
Δr rp
2
Ω−1 p
(6.6)
Torsi Lindblad menjadi maksimum pada posisi resonansi Lindblad efektif pada m ∼ r/H. Akibatnya, suatu celah terbentuk jika gelombang yang tereksitasi di tempat tersebut mengalami disipasi sebelum dapat menjalar secara signifikan. Jika disipasi terjadi akibat ketidaklinieran gelombang, hal tersebut meminta (Lin & Papaloizou 1993; Korycansky & Papaloizou 1996; Ward 1997):
H Mp ≥ M r
3
(6.7)
untuk M = 1M dan H/r ∼ 0, 1, Mp ∼ 1MJup . Kriteria ini dikonfirmasi oleh simulasi numerik oleh Papaloizou et al. (2004). Pernyataan di atas ekivalen dengan RH > H, di mana RH = r[Mp /(3M )]1/3 adalah radius Hill planet tersebut. Maka lebar celah ditentukan oleh radius Hill daripada oleh H.
6.2.2
Mempertahankan Celah: Kriteria Kedua
Turbulensi dalam cakram, yang berkelakuan seperti suatu viskositas, cenderung mendifusikan gas pada interior celah. Agar hal ini dipertahankan, maka torsi yang diberikan oleh planet haruslah lebih besar daripada torsi ‘viskos’ dari cakram. Gambar 6.2 mengilustrasikan hamburan dari suatu partikel dengan massa m oleh planet dengan massa Mp (Hamburan Rutherford). Kita asumsikan di sini bahwa interaksi bersifat lokal sehingga kita abaikan lintasan lengkung partikel. Kita bergerak dalam acuan yang berputar berpusat di planet, tetapi kita abaikan gaya inersia. Perhitungan yang lebih teliti dengan memasukkan gaya-gaya tersebut hanya menambahkan faktor korektif dalam orde satuan (Goldreich & Tremaine 1980, Lin & Papaloizou 1993). Kekekalan energi dan momentum sudut dalam acuan pusat massa mengakibatkan b = b dan V0 = V0 . Variasi kecepatan relatif ΔV = V0 − V0 didapat dengan menuliskan hukum kedua Newton:
6.2. Migrasi Tipe II
40
Gambar 6.2: Hamburan partikel dengan massa m oleh planet dengan massa Mp . b adalah parameter impak dan V0 adalah kecepatan relatif awal. Ketika terjadi interaksi antara keduanya, lintasan partikel dibelokkan dengan sudut sebesar δ. Kecepatan relatif setelah interaksi adalah V0 . Variasi kecepatan menjadi ΔV = V0 − V0 . +∞
ΔV =
−∞
−
GMp ur dt r2
(6.8)
Karena |ΔV| = 2V0 sin δ/2, maka kita dapatkan: δ 2V0 sin = 2
+∞ −∞
−
GMp cos θdt r2
(6.9)
Berbagai kuantitas yang muncul dalam persamaan-persamaan ini diuraikan dalam gambar 6.2. Kekekalan momentum sudut dalam acuan dari pusat massa memberikan r 2 = bV0 /(dθ/dt). Jika kita tuliskan integral di atas dalam bentuk: (π+δ)/2 GMp (π+δ)/2
V0 b
cos θdt
(6.10)
maka didapat tan
GMp δ = 2 2 V0 b
(6.11)
Karena itu, seperti ditunjukkan pada gambar 6.3, partikel dan planet berputar mengitari bintang pusat. Transfer momentum sudut antara kedua benda bergantung pada
6.2. Migrasi Tipe II
41
Gambar 6.3: Partikel dengan massa m dan planet dengan massa Mp berada dalam orbit mengelilingi bintang pusat. komponen ortoradial dari ΔV (menurut uϕ , yaitu ΔVϕ = ΔV sin δ/2). Jika δ 1, yaitu keberadaan celah dengan lebar ∼ RH berakibat bahwa partikel-partikel yang berinteraksi dengan planet adalah cukup jauh sehingga lintasannya hanya sedikit terbelokkan, maka didapat: ΔVϕ V0
2G2 Mp2 δ2 = 2 V03 b2
(6.12)
Dan variasi dari momentum sudut dari partikel dengan massa m per satuan massa adalah, dalam kasus b rp (karena b RH ), ΔJ = rp ΔVϕ . Variasi momentum sudut planet adalah (per satuan massa partikel): ΔJp = −ΔJ. Maka kita lihat bahwa planet memberikan momentum sudut pada bagian eksternal cakram dan mengambilnya pada bagian internal: gas didorong ke satu bagian dan bagian lain dari orbitnya.
6.2. Migrasi Tipe II
42
Kita asumsikan bahwa suatu proses disipatif dalam cakram (akibat turbulensi) membuat kembali partikel terhadap lintasan lingkaran setelah interaksi, memberikan pertukaran momentum sudut antara partikel dan planet terjadi. Kecepatan relatifnya adalah: V0 = rp |Ω(rp + b) − Ω(rp )| 3bΩ(rp )/2
(6.13)
pada orde pertama tak nol. Selain itu, selang waktu antara kedua interaksi adalah: T =
2π 4πrp |Ω(rp + b) − Ω(r)| 3bΩ(rp )
(6.14)
Dan variasi momentum sudut planet persatuan waktu dan per satuan massa partikel adalah ΔJp /T . Maka, variasi total momentum sudut planet akibat interaksi dengan bagian eksternal cakram adalah: dJp = dt
+∞
8G2 Mp2 rp Σp ΔJp 2πrp Σp db = − 27Ω2p b3min bmin T
(6.15)
Kita memulai integrasi dimulai dari b = bmin karena kita asumsikan adanya celah di sekeliling orbit planet. Variasi momentum sudut akibat interaksi dengan bagian internal memberikan nilai mutlak yang sama tetapi berlawanan. Celah hanya dapat dipertahankan jika |dJp /dt| > |dJvisc /dt|, di mana dJvisc = 3πνΣp rp2 Ωp mewakili torsi viskos pada r = rp dan ν adalah viskositas kinematik. Jika bmin ∼ RH (celah dengan lebar ∼ 2RH ), syarat tersebut dapat ditulis: 10ν Mp > 2 M rp Ωp
(6.16)
Kedua kriteria (6.7) dan (6.16) harus dipenuhi. Fakta bahwa syarat (6.16) memberikan nilai Mp yang kecil dalam cakram dengan viskositas rendah tidak berarti bahwa planet dengan massa beberapa kali massa bumi dapat membuka celah. Bahkan jika gelombang yang dieksitasi oleh planet yang demikian mengalami disipasi dalam kejutan, disipasi tersebut tidaklah bersifat lokal, sehingga momentum sudut tidak ditransfer disekitar planet. Telah kita asumsikan bahwa cakram memiliki viskositas ν berjenis Navier-Stokes. Simulasi numerik oleh Winter et al. (2003) serta Nelson & Papaloizou (2003), di mana sebuah planet raksasa berinteraksi dengan cakram turbulen, menunjukkan limit dari hipotesa tersebut. Simulasi tersebut memang menujukkan bahwa celah tidaklah kosong ketika torsi pasang surut lebih lemah daripada torsi yang cenderung mendifusikan materi ke interior, tetapi kesulitannya adalah mendefinisikan torsi turbulen tersebut. Jika torsi turbulen dalam ketiadaan planet dapat dimodelkan oleh viskositas yang ekivalen dengan ν
6.2. Migrasi Tipe II
43
berjenis Navier-Stokes, maka viskositas tersebut jauh lebih lemah di sekitar celah ketika sebuah planet diperhitungkan. Karena itu sangatlah sulit diketahui dalam kondisi ini berapa nilai ν yang harus digunakan untuk kriteria (6.16).
6.2.3
Peluruhan Orbit
Ketika kedua kriteria tersebut dipenuhi, transfer massa memotong celah berkurang, bahkan berhenti (Bryden et al. 1999, Kley 1999). Namun selalu terdapat transfer momentum sudut dari bagian internal cakram menuju planet dan dari planet menuju bagian eksternal cakram. Jika cakram bersifat turbulen, himpunan yang terdiri dari cakram dan planet ‘terkunci’ dalam celah, sehingga mengevolusikan suatu konser dalam proses difusi turbulen. Selama evolusi cakram, materi disorong ke tepi luar dari celah sehingga tepi dalam menjauh dari planet. Karena itu, torsi Lindblad menjadi lebih penting di tepi luar, dan planet berpindah menuju tepi dalam dengan cara mengembalikan kesetimbangan. Waktu karakteristik migrasi di sini adalah waktu viskos dari cakram:
r 1 τII (tahun) = 3α H
2
−1
Ω
1 r = 0, 05 α H
2
r AU
3/2
(6.17)
Di mana turbulensi dimodelkan oleh viskositas jenis α (Shakura & Sunyaev 1973). Migrasi ini disebut migrasi tipe II. Berbeda dengan kasus migrasi tipe I, planet bermigrasi bersama gas, dan bukan terhadap gas. Pernyataan τII terbebas dar Mp dan Σ, tetapi secara implisit kita asumsikan bahwa massa gas di interior orbit planet adalah sekitar Mp . Jika cakram kurang masif, tidak akan ada cukup gas di sekitar planet untuk menyerap momentum sudut planet dan migrasi akan diperlambat (Syer & Clarke 1995; Ivanov et al. 1999). Sekali terbentuk, planet-planet yang bermigrasi ke arah dalam dengan tipe II dan setelah itu akan ditelan oleh bintangnya atau tetap mengorbit pada suatu radius menengah oleh dispersal cakram protoplanet. Lebih lagi, diprediksi bahwa migrasi ke arah luar dapat terjadi dalam cakram di mana kehilangan massa yang kuat mendorong kecepatan radial ke arah luar dalam region tempat terbentuknya planet raksasa. Tidak ada mekanisme umum yang dapat menghentikan migrasi tipe II yang diusulkan sampai saat ini. Mungkin saja bahwa hanya massa gas yang masih dalam cakram setelah pembentukan planet raksasa yang menentukan apakah migrasi terjadi atau tidak.