BAB 5 PENUTUP
1.1
Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beberapa faktor yang
mempengaruhi pertimbangan audit. Penelitian ini menguji pengaruh variabel gender, kompleksitas tugas, dan tiga dimensi dari orientasi tujuan. Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Gender tidak berpengaruh terhadap pertimbangan audit para auditor. Hal ini ditunjukkan dengan signifikansi gender (X1) senilai 0,181 > 0,05.Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Hartanto (1999), Trisnaningsih & Iswati (2003), Jamilah, Fanani, & Chandrarin (2007), Zulaikha (2006), dan Priatiningsih (2011). Kemampuan atau interpretasi mengolah informasi antara perempuan dan laki-laki dalam melakukan tugas auditnya tidak jauh berbeda, sehingga tidak mempengaruhi pertimbangan auditnya. Hal ini disebabkan antara auditor perempuan dan laki-laki, dalam melakukan pertimbangan audit, mereka mengemban tugas yang sama, yaitu sama-sama melakukan audit, pengawasan, reviu suatu instansi. Terlebih auditor yang menjadi responden dalam penelitian ini telah memiliki banyak penugasan audit yang menjadikan mereka terbiasa dalam melakukan pertimbangan audit. 2. Kompleksitas tugas berpengaruh negatif terhadap pertimbangan audit para auditor. Hal ini ditunjukkan dengan signifikansi kompleksitas tugas (X2) senilai 0,000 < 0,05. Nilai koefisien regresi kompleksitas tugas (β2) sebesar 60
61
0,481 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kompleksitas tugas maka pertimbangan audit semakin tidak menentu. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Meyers-Levy (1986) serta O’Donel & Johnson (1999) dalam Zulaikha (2006), serta Sanusi, Iskandar, & Poon (2007) yang menyatakan kompleksitas tugas memberi pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan audit. Interpretasi auditor tentang kompleksitas tugas yang dikerjakannya dapat berbeda-beda. Ada auditor yang memberikan jawaban bahwa tugas yang diberikan kepadanya selalu jelas untuk dikerjakan, namun tidak sedikit auditor yang menjawab bahwa cukup jelas bagi dia untuk mengerjakan tugas tersebut. Perbedaan tafsiran tentang kompleksitas tugas dapat mengakibatkan ada beberapa informasi yang tidak terseleksi dan menyebabkan pertimbangan yang diberikan menjadi kurang efektif. 3. Orientasi tujuan pembelajaran berpengaruh positif terhadap pertimbangan audit para auditor. Hal ini ditunjukkan dengan signifikansi orientasi tujuan pembelajaran (X3) senilai 0,021 < 0,05. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sanusi, Iskandar, & Poon (2007). Orang dengan orientasi tujuan pembelajaran fokus pada pengembangan kompetensi mereka. Mereka termotivasi untuk memperbaiki kompetensi mereka dan menerapkannya dalam pertimbangan mereka. 4. Orientasi
tujuan
pendekatan
kinerja
berpengaruh
positif
terhadap
pertimbangan audit para auditor. Hal ini ditunjukkan dengan signifikansi orientasi tujuan pendekatan kinerja (X4) senilai 0,000 < 0,05. Hasil ini konsisten dengan penelitian Sanusi, Iskandar, & Poon (2007). Mereka dengan
62
orientasi tujuan pendekatan kinerja fokus pada menunjukkan kompetensi normatif dan memperoleh penilaian positif dari orang lain. Keinginan untuk memperoleh penilaian positif atau pengakuan tersebut dapat memotivasi mereka meningkatkan pertimbangan audit mereka dengan baik. 5. Orientasi
tujuan
penghindaran
kinerja
berpengaruh
positif
terhadap
pertimbangan audit para auditor. Hal ini ditunjukkan dengan signifikansi orientasi tujuan penghindaran kinerja (X5) senilai 0,043 < 0,05. Hasil ini berbeda dengan Sanusi, Iskandar, & Poon (2007), yang mengatakan orientasi tujuan penghindaran kinerja berpengaruh negatif terhadap pertimbangan audit. Orang-orang dengan orientasi tujuan penghindaran kinerja fokus pada menghindari situasi yang mungkin menampilkan kurangnya kompetensi atau hasil dalam penilaian negatif dari orang lain. Hal ini dapat disebabkan seseorang dengan orientasi tujuan penghindaran kinerja, seiring berjalannya waktu, mereka telah memahami apa kelemahan yang ia miliki sehingga saat melakukan pertimbangan audit dapat dilakukan dengan baik dan berhati-hati. 1.2
Keterbatasan Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kelemahan. Beberapa
keterbatasan ini diharapkan dapat diatasi pada penelitian berikutnya, keterbatasanketerbatasan itu antara lain: 1. Ruang lingkup penelitian ini terbatas hanya dilakukan pada auditor yang bekerja di Kantor Pewakilan BPKP Provinsi Jambi dan Inspektorat Provinsi Jambi. Sehingga, hasil penelitian mungkin tidak dapat digeneralisasikan untuk Kantor Pewakilan BPKP dan Inspektorat Provinsi selain Provinsi Jambi.
63
2. Waktu penyebaran kuesioner yang tidak tepat, yaitu saat pertengahan Juli hingga Agustus, dimana dalam kurun waktu tersebut bertepatan dengan Ramadhan, serta libur panjang. Hal ini mengakibatkan jumlah kuesioner yang kembali tidak sesuai dengan target dan membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan yang direncanakan. 3. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, memiliki kelemahan tidak seluruhnya data dapat kembali dan diolah. Dalam penelitian ini, dari 120 kuesioner yang disampaikan, hanya 88 kuesioner yang kembali dan 84 yang dapat diolah atau 70%. Sisanya, 36 kuesioner (30%) tidak kembali dan hal ini karena beberapa auditor sedang tidak berada di kantor pada saat penyebaran kuesioner. 4. Berdasarkan hasil koefisien determinasi, terlihat bahwa model penelitian hanya dapat menjelaskan variabel pertimbangan audit sebesar 52,7%. 5. Peneliti juga berusaha mengidentifikasi maskulinitas dan feminitas para responden. Namun, berdasarkan hasil, diperoleh 100% responden bersifat maskulin. Hal ini dapat menyebabkan bias, apabila data diproses lebih lanjut. 1.3
Saran Bertolak dari kesimpulan dan keterbatasan pada penelitian, maka peneliti
mencoba memberikan masukan atau saran, sebagai berikut: 1. Peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian di provinsi-provinsi lain, sehingga nantinya hasilnya bisa digeneralisasi untuk lingkup yang lebih luas sehingga memperkuat validitas. 2. Waktu penyebaran kuesioner hendaknya tidak pada jam sibuk.
64
3. Peneliti selanjutnya juga melakukan wawancara. 4. Penelitian selanjutnya dapat mengidentifikasi 47,3% faktor lain yang dapat memengaruhi pertimbangan audit. Misalnya saja, pengalaman, pelatihan audit, atau dimensi lain dari orientasi tujuan (seperti: uang atau jabatan). 5. Penelitian selanjutnya dalam mengidentifikasi maskulinitas dan feminitas responden dapat dilakukan dengan instrumen lain, seperti BEM Score. Namun, hasil 100% maskulinitas tersebut dapat juga disebabkan variabel lain, seperti etnik atau lingkungan yang membentuk sifat tersebut. 6. Penelitian ini beserta beberapa penelitian terdahulunya telah menunjukkan gender tidak memberi pengaruh terhadap pertimbangan audit para auditor. Sehingga, bagi pimpinan ataupun para pengambil keputusan pada struktural Perwakilan BPKP maupun Inspektorat Provinsi dapat memberi jalan karir yang sama antara perempuan dan laki-laki. 7. Apapun orientasi tujuan para pelaku dalam melakukan aktivitasnya, terbukti memberi pengaruh positif terhadap kinerja terlebih dalam mempertimbangkan sesuatu. Hal ini mungkin juga disebabkan, dalam melakukan tugasnya, para responden tersebut telah mengarahkan orientasi tujuan mereka tidak lagi untuk kepentingan pribadi, namun untuk instansi. Hal tersebut dapat dimaklumi, mengingat responden sebagian besar telah berpengalaman dalam pengauditan. Untuk itu, disarankan untuk penelitian selanjutnya melakukan penelitian kepada para auditor baru dan melihat pengaruh orientasi tujuan para auditor tersebut.