BAB 4 PENGELOLAAN SEKOLAH BERPOLA ASRAMA SEMINARI MENENGAH PETRUS VAN DIEPEN SORONG Profil Wilayah Penelitian Gambaran Umum Kabupaten Sorong Secara administrasi Kabupaten Sorong terletak di bagian Barat Provinsi Papua dengan luas wilayah 13.603,46 km2 yang terbagi dalam wilayah daratan seluas 845,71 km2 dan wilayah lautan seluas 514,65 km2. Letak geografis Kabupaten Sorong adalah 130o 40‟ 49” – 132o 13‟ 48” Bujur Timur dan 00o 33‟ 42” – 01o 35‟ 29” Lintang Selatan. Wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Sorong terdiri dari 19 distrik, 13 kelurahan dan 121 desa/kampung. Sedangkan batas administratif Kabupaten Sorong adalah: (BPS Kabupaten Sorong, 2012) a. Sebelah Barat : Kabupaten Raja Ampat b. Sebelah Timur : Kabupaten Manokwari c. Sebelah Utara : Kabupaten Raja Ampat d. Sebelah Selatan : Kabupaten Sorong Selatan Secara demografis, jumlah penduduk Kabupaten Sorong mencapai 73.088 Jiwa dengan komposisi 53,10% (38.803 Jiwa) merupakan penduduk Laki-laki, dan 46,90% (34.285 Jiwa) adalah penduduk berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian sex ratio penduduk Kabupaten Sorong adalah 113,18. Jumlah penduduk terbanyak di Kabupaten Sorong berada di Distrik Aimas yaitu sebanyak 21.039 jiwa dan Distrik Mariat, yaitu sebanyak 10.920 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 5,37 km2 (Tabel 4.1). 81
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Sorong dan Kepadatannya Berdasarkan Distrik No
Distrik
Luas Wilayah Jumlah Kepadatan 2 2 (Km ) Penduduk (Jiwa/Km ) 1 Moraid 1.446,16 1.743 1,21 2. Klaso 316,46 314 0,99 3. Makbon 1.011,42 2.162 2,14 4. Klayili 481,26 423 0,88 5. Beraur 822,26 1.023 1,24 6. Klamono 488,45 4.543 9,30 7. Klabot 518,72 648 1,25 8. Klawak 432,89 610 1,41 9. Salawati 525,03 9.380 17,87 10. Mayamuk 217,22 10 262 47,24 11. Salawati Timur 118,62 1.992 16,79 12. Seget 893,81 3.135 3,51 13. Segun 2.021,37 1.389 0,69 14. Salawati Selatan 2.265,18 2.100 0,93 15. Aimas 222,43 21.039 94,59 16. Mariat 118,16 10.920 92,42 17. Sayosa 1.213,60 1.002 0,83 18. Maudus 492,54 400 0,81 Jumlah 13.603,46 73.088 5,37 Sumber: Kabupaten Sorong Dalam Angka 2012, BPS Kab. Sorong. Data Diolah
Penduduk usia produktif (15-64 Tahun) sebanyak 41.125 jiwa (56,27%) dari total penduduk. Apabila dilihat dari jenis kelamin penduduk usia produktif maka ada 22.400 jiwa (54,47%) laki-laki, sedangkan yang perempuan 18.725 jiwa (45,53%). Sedangkan penduduk yan non produktif (usia 0-14 dan 65+) sekitar 31.963 jiwa atau 43,73% dari total penduduk; terdiri atas 26.434 jiwa (82,70%) penduduk usia 0-14 tahun, dan 5.529 jiwa (17,30%) penduduk usia 65 tahun ke atas (BPS Kabupaten Sorong, 2012). Dengan memperhatikan jumlah penduduk usia produktif dan non produktif, dapat diketahui besarnya angka rasio ketergantungan (Dependency Ratio), yaitu 59,95. Rasio ketergantungan diartikan sebagai besarnya beban yang ditanggung oleh penduduk usia produktif atau rasio jumlah penduduk usia non produktif terhadap penduduk usia produktif. Dengan demikian di Kabupaten Sorong pada tahun 82
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
2011, setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung kurang lebih 60 orang penduduk usia non produktif. Dari segi indeks pembangunan manusia (IPM), Kabupaten Sorong terus mengalami kenaikan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011, tahun 2005 IPM Kabupaten Sorong sebesar 67,82% dan terus meningkat hingga mencapai angka 68,93%, seperti dapat dilihat di Tabel 4.2. Tabel 4.2 IPM Kabupaten Sorong dan Provinsi Papua Barat Tahun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2008 2009 2010 Kabupaten Sorong 67,82 68,16 68,50 Provinsi Papua Barat 67,95 68,58 68,50 Sumber: IPM Kabupaten Sorong 2011, BPS Kab. Sorong, data diolah
2011 68,93 69,65
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa IPM Kabupaten Sorong terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2011 berada pada angka 68,93 sehingga berdasarkan pembagian status pembangunan manusia oleh UNDP, maka IPM Kabupaten Sorong termasuk kedalam kategori Menengah Atas (66,0
2011 72,03 91,76 53,93 55,61
83
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Sementara itu, gambaran tentang pendidikan yang ada di Kabupaten Sorong dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain: Pertama, Angka Partisipasi Sekolah (APS) yaitu untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang telah memanfaatkan fasilitas pendidikan yang dapat dilihat dari penduduk yang masih sekolah pada umur tertentu. Untuk melihat perkembangan APS Kabupaten Sorong dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.4 Perkembangan APS Kabupaten Sorong tahun 2009-2011 Tahun
Kelompok Umur
7-12 13-15 2009 88,79 86,36 2010 93,68 88,10 2011 97,69 92,60 Sumber: APS Kabupaten Sorong 2011. BPS Kab. Sorong
16-18 53,62 52,63 74,00
Tabel di atas menunjukkan bahwa APS untuk kelompok umur 7-12 dan 13-15 tahun terus mengalami peningkatan sedangkan APS untuk kelompok umur 16-18 sempat mengalami penurunan di tahun 2010 dan kembali meningkat di tahun 2011. Pada tahun 2011, APS untuk usia 7-12 tahun sebesar 97,69% artinya masih ada sekitar 2,31% penduduk usia 7-12 tahun yang tidak dapat mengenyam pendidikan. Sedangkan untuk kelompok umur 13-15 dan 16-18 tahun prosentase anak yang tidak dapat mengenyam pendidikan adalah 7,40% dan 16,00%. Indikator kedua yang dapat digunakan adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). APK adalah rasio jumlah siswa berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APM adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. Untuk melihat perkembangan APK dan APM Kabupaten Sorong dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 84
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Tabel 4.5 APK dan APM Per Jenjang Pendidikan di Kab. Sorong Tahun 2009-2011 APK APM Jenjang Pendidikan Jenjang Pendidikan SD SLTP SLTA SD SLTP SLTA 2009 114,67 43,18 58,49 88,79 36,37 43,68 2010 117,89 59,52 73,68 93,68 47,62 42,11 2011 109,37 86,55 76,85 92,14 61,12 53,45 Sumber: IPM Kabupaten Sorong 2011. BPS Kab. Sorong data diolah Tahun
Tabel di atas menunjukkan bahwa APK jenjang SD mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, sedangkan jenjang SLTP dan SLTA terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 APK jenjang SD sebesar 109,37 hal ini menunjukkan bahwa masih ada penduduk di luar usia sekolah SD yang masih bersekolah di SD. APK jenjang SLTP dan SLTA menunjukkan bahwa persentase penduduk yang bersekolah di SLTP (13-15 tahun) dan di SLTA (16-18) tahun sebesar 86,55% dan 76,85%. Untuk indikator APM, pada tahun 2011 APM jenjang SD mengalami penurunan dari 93,68% menjadi 92,14% sedangkan APM jenjang SLTP dan SLTA mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. APM jenjang SLTP pada tahun 2011 sebesar 61,12 artinya dari 100 penduduk berusia 13-15 tahun, terdapat sekitar 61 orang yang bersekolah di bangku SLTP. Sedangkan untuk jenjang SLTA sebesar 53,45%, artinya dari 100 penduduk berusia 16-18 tahun, terdapat sekitar 53 orang yang bersekolah di bangku SLTA. Tabel 4.6 Rasio Murid terhadap Guru Tahun 2011 Jenjang Pendidikan
Jumlah Murid
Jumlah Guru
Rasio (Murid/Guru)
SD 15.090 735 SLTP 4.345 377 SLTA 1.626 106 Sumber: IPM Kabupaten Sorong 2011. BPS Kab. Sorong data diolah
20,53 11,53 15,34
Indikator lainnya adalah rasio murid terhadap guru. Tahun 2011 rasio murid terhadap guru pada jenjang SD adalah 20,53% artinya 85
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
rata-rata beban mengajar seorang orang guru SD adalah 21 murid. Untuk jenjang SLTP dan SLTA masing-masing sebanyak 11 dan 15 siswa, seperti ditulis di Tabel 4.6 di atas. Gambaran Umum Seminari Menengah „Petrus van Diepen‟ Latar belakang pemilihan nama dan maknanya bagi para siswa: Mgr. Petrus van Diepen, OSA1 adalah misionaris Augustin pertama yang tiba di bumi Papua (tgl. 01 Januari 1953), dan Uskup pertama Keuskupan Manokwari-Sorong (4 Juni 1967 – 01 Juni 1988). Para siswa diundang menjadi penerus karya pelayanan dan pengabdian bagi masyarakat di wilayah Keuskupan Manokwari-Sorong, yang dasarnya diletakkan oleh Mgr. Petrus van Diepen. Pada awal millennium ke 3 ini muncul kesadaran baru untuk mempersiapkan pemuka-pemuka umat dan tokoh masyarakat, khususnya untuk calon-calon imam, yang bisa menggerakkan pencerdasan warga masyarakat. Inilah alasan utama mendirikan SM PvD. Alasan lain yang tidak kurang penting untuk mendirikan SM PvD ini ialah untuk memperbaiki mutu pendidikan menengah bagi anak-anak di tanah Papua, dengan mendirikan sekolah berasrama agar pembinaan bisa dibuat lebih intensif dan terarah. Tabel 4.7 Jumlah Siswa SM PvD tahun 2008-2011 Jumlah Siswa 2008/09 *) 2009/10 2010/11 SMP kelas I 115 83 70 SMP kelas II 68 66 73 SMP kelas III 30 36 36 KPB 34 15 5 SMA kelas I 15 15 44 SMA kelas II 14 24 SMA kls III 14 KPA 16 2 7 Jumlah 278 231 273 *) sudah termasuk siswa non-seminari. Kelas
1
2011/12 88 42 42 2 37 35 22 3 271
(lahir di Hoogwoud, Belanda, 20 Aril 1917 –meninggal di Eindhoven, 01 April 2005)
86
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong didirikan pada 29 Juni 2005 oleh Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr2, dan menjadi seminari menengah ke 32 yang ada di Indonesia. Umat Katolik di seluruh wilayah Keuskupan Manokwari-Sorong (111.800 km2; 2/3 luasnya pulau Jawa), yang meliputi luas wilayah yang sama dengan Propinsi Papua Barat, dilayani oleh hanya 7 imam diosesan saja (termasuk Uskup); imam-imam projo sangat kurang untuk melayani umat di 23 paroki. Wilayah Keuskupan ini secara administratif dibagi atas 6 Team Pastoral Wilayah (TPW), yaitu: TPW Sorong, TPW Fakfak, TPW Babo-Bintuni, TPW Kaimana, TPW Manokwari, dan TPW Ayawasi/Meybrat. Semua TPW ini mengelola pendidikan formal, khususnya SD, di bawah wadah Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik Keuskupan Manokwari Sorong (YPPK-KMS). Di seluruh wilayah Keuskupan terdapat hanya enam Sekolah Menengah Pertama Katolik, dan empat Sekolah Menengah Atas Katolik3. Adapun sekolah yang dikelola YPPK-KMS yang berupa sekolah tingkat menengah masih sangat kurang. Hal tersebut diperparah dengan kondisi mutu pendidikan di provinsi Papua dan Papua Barat yang tertinggal dibandingkan daerah lain. Inilah dua alasan utama yang mendorong Uskup Manokwari-Sorong untuk mendirikan seminari menengah SMP dan SMA Petrus van Diepen. Alasan pertama, untuk mendidik calon-calon pastor; dan alasan kedua, untuk memperbaiki mutu pendidikan. Hal tersebut disebabkan oleh karena sejak Musyawarah Keuskupan Manokwari-Sorong (KMS) tahun 2001 diketahui bahwa SD-SD YPPK di seluruh propinsi ini, yang didirikan sejak tahun 1950an, mengalami kemerosotan akibat banyaknya guru-guru yang sering meninggalkan tugasnya selama berbulan-bulan demi urusan pribadi4. Akibatnya, anak didiklah yang menjadi korban karena tidak mendapat pendidikan yang baik, dan lulusan SD tersebut masih tidak dapat diandalkan untuk misi gereja. Keluhan mengenai kondisi pendidikan ditahbiskan menjadi Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong pada tahun 2003 Penelitian dokumen di kantor YPPK KMS, Sorong, pada tanggal 22Mei 2014 4 Wawancara dengan Rektor SM PvD, Jeremias Rumlus Pr di Aimas, pada 15 Mei 2014 2 3
87
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
yang memprihatinkan ini mengemuka, sebagaimana dipaparkan dalam hasil penelitian di TPW Manokwari, Babo-Bintuni, Fakfak, Kaimana, dan Ayawasi/Meybrat (P.R. Renwarin, 2004, 2005, 2006, 2007). Oleh karena itu, Uskup KMS, Mgr. Hilarion Datus Lega pr mencanangkan visi bagi keuskupan ini: “saya mau umat saya cerdas dan sehat”; dan sejak tahun 2005 dimulailah penyelenggaraan pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMP berpola asrama di SM PvD. Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong mengusung visi dan misi yang sangat mulia5. Visi yang diemban yaitu “Seminari sebagai tempat dan kondisi pembinaan dan pembelajaran yang mampu membentuk citra dan karakter siswa seminaris yang cerdas secara utuh dan matang dalam segi spiritualitas, intelektual, dan mental, moral, demi terwujudnya sosok pemimpin yang memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan moral”. Adapun misi SM PvD ini adalah sebagai berikut: a. Menyusun dan melaksanakan program pembinaan dan edukasi yang bermutu, di atas standard rata-rata. b. Menciptakan kondisi yang simpatik, yang membuat siswa-siswi seminari merasa betah, tekun dan bergairah dalam belajar, setia mengikuti program pembinaan dan pendidikan seminari. c. Membina siswa-siswi seminari menjadi „manusia seutuhnya‟ di segala aspek hidup dengan program pembinaan yang sistematis dan berkelanjutan. d. Menanamkan dalam diri anak sikap pengabdian dan pelayanan yang tahan uji, berbhakti tanpa pamrih, yang bersedia dan mampu menghadapi medan fisik yang berat. Dilihat dari visi dan misi yang diemban oleh SM PvD menunjukkan bahwa program pendidikan yang ditawarkan yaitu menggunakan formula pendidikan umum serta pendidikan berbasis keagamaan. Program pendidikan yang diselenggarakan di asrama SM 5
Lihat Dokumen SM Pvd, diambil pada 22 Mei 2014. Terlampir.
88
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
PvD tidak hanya ditujukan untuk kegiatan akademis semata, akan pendidikan keagamaan sebagai bekal bagi siswa untuk pengabdian dan pelayanan. Hal tersebut diwujudkan dengan menyediakan asrama yang memiliki fasilitas yang memadai, dan menyediakan guru-guru yang berdedikasi serta berkualitas, lingkungan yang kondusif untuk belajar mengajar, serta adanya jaminan kualitas karena proses pendidikan yang dijalankan secara intensif di dalam asrama selama proses pendidikan berlangsung.
Strategi Pengelolaan Sekolah Asrama SM PvD Pengertian strategi yaitu cara untuk mencapai tujuan jangka panjang. Pengertian strategi adalah Rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis yang dimiliki oleh suatu unit dengan tantangan lingkungan, yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi (Glueck & Jauch, 1989). Secara umum, strategi diartikan sebagai proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Secara khusus, strategi diartikan sebagai tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka strategi adalah sekumpulan rencana aksi yang disusun suatu organisasi yang ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus. Sedangkan pengelolaan adalah pengendalian dan pemanfaatan semua sumber daya yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk dapat menyelesaikan tujuan kerja tertentu. Irawan (1997) mendefinisikan bahwa pengelolaan sama 89
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
dengan manajemen yaitu penggerakan, pengorganisasian dan pengarahan usaha manusia untuk memanfaatkan secara efektif material dan fasilitas untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan uraian di atas, strategi pengelolaan berarti kumpulan rencana serta tata cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh suatu organisasi. Bertolak dari pengertianpengertian di atas serta hasil penelitian, maka strategi pengelolaan SM PvD adalah sebagai berikut:
Strategi Pengelolaan Kurikulum dan Pembinaan di SM PvD
Kurikulum yang dipakai, yaitu kurikulum untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA, sesuai standard yang ditentukan oleh pemerintah, yaitu kurikulum 2004; sesudahnya dengan munculnya kurikulum KTSP 2006, maka pengelolaan kurikulum sekolah pun disesuaikan dengan perubahan ini. Tetapi sudah sejak angkatan pertama dialami bahwa kemampuan anak-anak tamatan SD, khususnya yang berasal dari daerah pedesaan, sangat rendah, sehingga diadakanlah Kelas Persiapan Bawah (KPB) sebagai tahun matrikulasi bagi anak-anak yang kurang beruntung ini6. Demikian pula sesudah tiga tahun berlangsung dan dibutuhkan adanya jenjang SMA, pengalaman yang sama juga dialami oleh para siswa tamatan SMP yang berasal dari pedesaan. Untuk mereka pun diadakanlah tahun matrikulasi dengan nama Kelas Persiapan Atas (KPA) selama satu tahun. Tambahan pula terdapat suatu cita-cita dari Bapak Uskup untuk membuat sekolah ini suatu sekolah unggulan untuk keuskupan ini, yang membuat kaderisasi calon pemimpin umat di keuskupan; strategi yang dipakai ialah untuk menambahkan mata pelajaran tambahan dan pelbagai kegiatan ektrakurikuler bagi semua siswa, mengingat kegiatan sekolah dan asrama sangat terintegrasi dan mudah ditata secara keseluruhan.
Wawancara dengan Kepala SMA SM PvD, RD Yan Vaenbes Pr di Sorong, pada 12 Juni 2014.
6
90
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Untuk penataan waktu dan kegiatan hidup harian demi pembinaan, diambillah pola dasar aturan kehidupan yang berlaku di banyak asrama seminari menengah di Indonesia, seperti yang berada di Flores, Kupang, Maluku dan Manado, yang sudah puluhan tahun bergiat. Penataan jadwal harian pun dibuat seimbang untuk kegiatan pribadi, kegiatan belajar, kegiatan social, dan kegiatan rohani. Karena sudah terdapat pedoman atau acuan dari seminari menengah lainnya, tiada banyak kesulitan yang dialami untuk penataan pembinaan siswa ini7. Agar supaya tidak terjadi tumpang tindih atau simpang siur pengelolaan kegiatan sekolah dan kehidupan asrama, maka pihak pengelola membuat dua team terpisah, yaitu tenaga persekolahanpendidik, yang diketuai oleh kepala sekolah (baik kepala sekolah untuk SMP dan untuk jenjang SMA), dan tenaga pembinaan asrama yang diketuai oleh seorang yang disebut „rektor‟ yang dibantu oleh para formator. Tenaga persekolahan mengurusi kegiatan persekolahan, sedangkan tenaga pembinaan mengurusi kegiatan hidup dalam asrama serta pelbagai mata pelajaran ektrakurikuler; biarpun semua formator ini juga mempunyai tugas sebagai pendidik di sekolah, dengan mengampu satu-dua mata pelajaran.
Strategi pengelolaan peserta didik
Strategi pengelolaan peserta didik dimulai sejak pertama kali peserta didik masuk ke asrama. Pemerolehan calon-calon peserta didik untuk SM PvD ini tidak terlalu merisaukan, karena YPPK KMS yang mempunyai cabang atau wakilnya pada ke enam TPW (team pastoral wilayah) dengan 23 buah parokinya, mempunyai banyak SD sendiri, dan tamatannya bisa langsung mendaftar ke SM PvD lewat pastor parokinya. Dengan kata lain, para calon peserta didik dapat diharapkan datang dari seluruh wilayah di propinsi Papua Barat, dan dapat juga berasal dari wilayah di luar propinsi ini. Sudah diperkirakan bahwa angkatan pertama para siswa ini kebanyakan berasal dari kota Sorong
7
Wawancara dengan RD Yan Vaenbes Pr di Sorong, pada 12 Juni 2014)
91
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
dan Aimas, tetapi pada tahun-tahun selanjutnya akan berdatangan calon-calon dari 23 paroki yang ada. Awalnya hanya diharapkan untuk mempersiapkan calon-calon imam untuk keuskupan ini, jadi yang akan diterima hanyalah siswa lelaki yang Katolik8. “Karena anak-anak yang baru saja tamat SD belum tentu akan segera tertarik untuk menjadi calon imam, yang nantinya tidak akan kawin”, kata Rektor. Karena itu tujuannya diperluas yaitu bukan hanya untuk mengkaderkan calon-calon imam, tetapi juga para calon pemimpin umat dan masyarakat, sebagaimana nama pelindung sekolah ini, maka diterima para calon yang bukan beragama Katolik dan juga para calon perempuan. Daya tarik yang mampu ditawarkan SM PvD ini ialah adanya ruang asrama yang seatap dengan sekolah itu sendiri, sehingga anakanak dari daerah di luar kabupaten Sorong dapat juga menempuh pendidikan di sini tanpa kesulitan transportasi. Apalagi asrama ini dikelola oleh para Pembina atau formator yang berpengalaman, yang sendiri sudah pernah hidup dan dibina dalam system keberasramaan demikian.
Strategi Pengelolaan Tenaga Kependidikan-Pembina
Untuk mendapatkan tenaga kependidikan bagi SMP dan SMA masih lebih mudah, karena ada cukup calon guru yang sudah berijasah sarjana di Indonesia Timur, seperti yang sudah dialami oleh pihak YPPK KMS. Tetapi karena pola yang dipakai untuk SM PvD ini ialah asrama dengan sekolah, maka dibutuhkan bukan hanya tenaga kependidikan saja melainkan terlebih tenaga-tenaga Pembina atau formator yang mau berkarya sepanjang hari sebagai pendamping para siswa ini sebagai orang tua atau pamong mereka. Terkait hal tersebut, Pamong Akademik mengatakan bahwa peran Uskup Sorong sangat penting dalam membantu SM PvD dalam mensuplai tenaga pengajar serta Pembina sebagaimana diungkapkan berikut ini: “Hebat juga Uskup Sorong ini. Dia sendiri mengunjungi 8
Wawancara dengan Rektor SM PvD, Jeremias Rumlus Pr di Aimas pada 15 Mei 2014.
92
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
kami di Maumere, atau di Kupang, dan membujuk kami untuk datang bekerja sebagai guru dan Pembina atau formator di Seminari Menengah Petrus van Diepen yang baru dibangunnya”, demikian komentar seorang pamong.9 Dia menambahkan, “Syukurlah, kami memang mempunyai pengalaman hidup di sekolah berasrama seperti ini, atau yang dikenal dengan nama seminari untuk kalangan Katolik. Saya memang sudah sejak tamat SD masuk seminari menengah dan menempuh pendidikan SMP dan SMA, sedangkan dia (formator lain yang ikut dalam pertemuan wawancara ini) baru masuk seminari kecil setelah tamat SMP. Tetapi kami semua sudah mengikuti kehidupan berasrama di seminari tinggi saat kami mengikuti pendidikan sarjana. Jadi corak hidup dalam kerangka pembinaan ini tidak asing lagi bagi kami”. Memang benar, Uskup H. Datus Lega Pr, sebagai pendiri SM PvD ini sudah berjalan ke Nusa Tenggara Timur dalam suatu lawatan untuk mencari-temukan para Pembina yang sudah pernah mengecap pola pendidikan keberasramaan di seminari kecil/menengah dan seminari tinggi. Tenaga pendidik dan serentak formator ini dikontrak selama beberapa tahun dari keuskupan asalnya, dengan suatu perjanjian antar uskup bahwa sesudah satu tenaga formator menyelesaikan satu periode berkarya ini dan bila dia ingin pulang ke keuskupan asalnya, maka uskupnya akan mencarikan penggantinya. Kebanyakan formator ini memang sudah menyandang status sarjana dan sudah ditahbiskan menjadi imam Katolik10. Selain para imam yang sudah sarjana ini, terdapat pula tenaga pendidik yang serentak formator yang dipilih dari antara para calon imam yang sudah sarjana strata-1 dan masih perlu menjalani tahun berkarya sebelum melanjutkan pendidikan pasca-sarjananya yang merupakan syarat untuk dapat ditahbiskan sebagai imam. Mereka ini ditempatkan di SM PvD sebagai pendamping-pembina-formator yang Wawancara dengan RD Yan Vaenbes Pr pada 12 Juni 2014. Wawancara dengan Rektor SM PvD, RD. Jerry Rumlus Pr pada 15 Mei 2014 di Aimas. 9
10
93
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
serentak mengampu satu dua mata pelajaran di SMP atau SMA. Mereka ini dikenal dengan sapaan „frater tahun orientasi pastoral‟ dan berasal dari seminari tinggi Ledalero, Nusa Tenggara Timur, atau dari Kentungan, Jogjakarta, atau dari Fajar Timur, Abepura.
Strategi Pengelolaan Sarana dan Prasarana.
Pada tahun pertama SM PvD ini mengambil tempat persekolahan yang digabung dengan SMP Don Bosco, milik YPPK KMS yang berada di kota Sorong, sedangkan tempat tinggal para siswa juga berada di kota Sorong. Sementara itu pihak YPPK KMS bersama Uskup Sorong, pendiri SM PvD ini, mengusahakan suatu lahan di kabupaten Sorong, dan di kompleks itulah mulai dibangun gedung sekolah untuk jenjang SMP diapit oleh gedung asrama. Pada tahun kedua kompleks baru di kabupaten Sorong ini sudah dapat dipakai untuk kegiatan belajar-mengajar pada jenjang SMP dan asramanya sudah berfungsi, sementara sarana-prasarana dikerjakan lebih lanjut. Pada tahun ketiga sudah dimulai suatu kompleks persekolahan baru untuk menampung peserta didik pada jenjang SMA. Untuk itu dibangunlah gedung persekolahan SMA yang berhadapan dengan kompleks persekolahan SMP, yang juga disertai dengan gedung asrama. Pembangunan kompleks gedung SMA ini masih sementara berlangsung sampai saat ini, dan belum rampung. Untuk sementara para siswa SMA masih mengikuti pelajaran berdampingan dengan para siswa SMP11. Serentak sudah dibangun di kompleks asrama ini suatu ruang doa, ruang rekreasi bersama, ruang makan, ruang cuci, ruang tidur untuk para siswa. Begitu pula fasilitas olah raga di luar ruang dibangun dalam kompleks ini, sehingga para siswa mendapat kesempatan untuk belajar membangun hidup yang sehat dan teratur. Tidak ketinggalan juga dibangun tempat tinggal untuk para formator yang berdampingan dengan ruangan para siswa, sehingga control lebih mudah dilakukan.
Wawancara dengan Rektor SM PvD, RD. Jerry Rumlus Pr pada 15 Mei 2014 di Aimas. 11
94
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Strategi pengelolaan pembiayaan
Penyelenggaraan pendidikan membutuhkan biaya. Tanpa biaya, kegiatan belajar mengajar tidak akan lancar, kendati biaya menjadi faktor penting dalam penyelenggarakan pendidikan. Hal tersebut diakui oleh Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr selaku pendiri sekaligus yang memantau keberadaan yayasan SM PvD. Menurutnya, pendidikan membutuhkan biaya yang tidak murah, apalagi untuk mendirikan sekolah unggulan dengan asrama12. Namun demikian, Uskup bertekad untuk melanjutkan kaderisasi calon-calon pemimpin umat dan masyarakat di Papua Barat ini. Dilandasi dengan pandangan tersebut, bapak Uskup pendiri SM PvD bersedia memberikan beasiswa kepada semua peserta didik yang dikirim dari 23 paroki di propinsi Papua Barat atau di keuskupan ini, dengan demikian pihak YPPK KMS tidak kesulitan di bidang pendanaan. Selain itu seluruh biaya pengadaan sarana-prasarana persekolahan ini ditanggung penuh oleh pihak ekonom keuskupan. Berdasarkan keterangan dari rector SM PvD, Uskup tidaklah sendiri dalam melakukan penggalangan dana. Dalam menggalang dana tersebut, Uskup meminta para pastor paroki untuk menggalang dana di paroki untuk membiayai peserta didik yang adalah anggota umat di paroki yang bersangkutan dan yang ingin belajar di SM PvD sebagai calon imam13. Penggalangan dana untuk calon imam di SM PvD ini berlangsung setiap bulan. Penulis mendapat konfirmasi atas strategi pembiayaan ini lewat salah satu pengumuman lisan dari ketua dewan paroki di kota Sorong pada saat akhir suatu perayaan Misa.
Pengalaman Pengelolaan Sekolah Asrama SM PvD Lewat penelusuran penelitian fenomenologis-etnometodologis dengan tehnik observasi, wawancara dan penelitian dokumen, penulis
12 13
Wawancara dengan Mgr. Hilarion Datus Lega Pr di Sorong pada 2 Mei 2014. Wawancara dengan Rektor SM PvD, RD. Jerry Rumlus Pr pada 15 Mei 2014.
95
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
menemukan pelbagai pengalaman hidup dalam proses habitualisasi siswa dalam hidup berasrama. Pengalaman ini akan dipaparkan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan juga multiple intelligence, sebagaimana sudah ditunjukkan dalam kerangka kerja penelitian ini pada bab I di atas. Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong didedikasikan untuk menempa citra dan karakter siswa seminaris yang cerdas secara utuh dan matang dalam segi spiritualitas, intelektual, dan mental moral demi terwujudnya sosok pemimpin yang memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan moral. Untuk mewujudkan tekad tersebut, selain diupayakan melalui pemenuhan infrastruktur, namun juga melalui pembangunan suprastruktur; suprastruktur dimaksud adalah perangkat manajemen pendidikan yang diupayakan oleh stakeholder seminari.
Pengalaman Pengelolaan Kurikulum dan Pembinaan
Pengelolaan Kurikulum
Kurikulum dan pengajaran yang diterapkan dalam Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong didasarkan pada tujuan-tujuan sebagai berikut: a. Memperdalam cinta akan Yesus dari Nazareth dan motivasi panggilan anak. b. Meningkatkan kepekaan dan pengetahuan akan situasi dan kebutuhan Gereja di Kepala Burung, Papua Barat. c. Meningkatkan kemampuan kognitif, emosional dan psiko-motorik anak-anak. d. Mempersiapkan kader „new leadership‟ bagi Papua yang mampu berakar dalam dan menantang budaya dan irama hidup masyarakat Papua. Frater Yustinus R.T. Neno SVD, salah seorang staf pengajar dan pamong asrama SM PvD mengomentari demikian: 96
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
“Tujuan pendirian dan misi Seminari Petrus van Diepen adalah menjadikan para seminaris untuk mencintai pencerdasan dalam segi spiritual (sancitas), intelektual (sciencia) dan fisik mental-moral (sanitas); mengutamakan mutu dan memberdayakan pembelajar yang terbuka dan toleran dalam membentuk kebersamaan sosial yang beragam dan menanamkan dalam diri seminaris mentalitas agen pastoral yang tahan uji dan berbakti bagi Gereja dan Bangsa. Berdiri di atas pendirian dan misi akan melahirkan para seminaris sebagai manusia yang berkualitas, baik bagi Bangsa maupun Gereja. Roh pendirian dan misi Seminari menjadi kekuatan dan penggerak untuk memacu semangat dari para pembina dan pendidik untuk menjadikan peserta didik makin hari makin bersinar”.
Kurikulum pendidikan jenjang pendidikan SMP dan SMA yang ada di Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong menggunakan kurikulum sesuai dengan standard nasional. Tetapi ada tambahan yang khas atau muatan lokal yang diberikan kepada siswa-siswa seminari. Pelajaran khas tersebut adalah pengetahuan-pengetahuan tertentu yang sungguh berciri khas Katolik dan diharapkan dapat menunjang tugas mereka sebagai pemimpin agama atau masyarakat kelak. Pelajaran itu misalnya: Kitab Suci, Bahasa Latin, Liturgi, Bina Vokalia. Pelajaran-pelajaran ini diberikan pada tingkat SMP. Untuk tingkat SMA diberikan pelajaran bahasa Latin, bahasa Jerman, jurnalistik dan Dramaturgi. Pelajaran-pelajaran ini diberikan pada waktu pagi, di antara kegiatan belajar mengajar sekolah karena dijadikan sebagai muatan lokal. Seminari Petrus van Diepen seringkali mengalami kesulitan pada awal tahun pelajaran mengingat tamatan SMP yang masuk seminari ada yang belum bisa menyesuaikan diri dengan pelajaran SMA. Karena itu sekolah mengambil kebijakan untuk mengadakan remedial course sebagai bentuk pengulangan bahan-bahan pelajaran SMP, terutama mata pelajaran dasar seperti bahasa Indonesia, matematika dan IPA, umumnya diberikan pada sore hari 14. Remedial course ini berlangsung selama satu tahun dan dinamakan Kelas 14
(lihat Pedoman Seminaris pada lampiran no 3)
97
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Persiapan Bawah (KPB), yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2008. Juga sesudah menamatkan jenjang SMA, sebelum masuk ke seminari tinggi, para siswa harus mengikuti satu tahun Kelas Persiapan Atas (KPA) untuk memperdalam kemampuan berbahasa asing, khususnya bahasa Inggris, Latin, dan juga kompetensi lainnya yang dibutuhkan nanti. Pada pertengahan tahun 2008 lulusan kelas III SMP pindah/melanjutkan ke SMA. Bagi siswa-siswa yang berasal dari SMPSMP lain diterima di „Petrus van Diepen‟ di Kelas Persiapan Bawah (KPB), satu tahun remedial course, sebelum mereka dapat melanjutkan ke SMA. Demikianlah pada tahun ajaran 2008/2009 diterima di kelas KPB 34 anak. Agar siswa seminari memiliki pengetahuan yang luas maka waktu studi mendapat tempat khusus dalam acara komunitas. Waktu studi ini penting untuk menyiapkan pelajaran hari berikut atau mengerjakan tugas yang diberikan oleh para guru. Untuk menunjang suasana belajar yang baik, semua seminaris diharuskan memperhatikan dan menjaga keheningan (silentium) pada waktu studi. Studi di luar jam pelajaran sekolah dilaksanakan 2 kali yakni pukul 17.00-19.00 untuk studi pertama dan pukul 20.00-21.00 untuk studi kedua. Kepala SMP SM PvD, R.D. Adrianus Tuturop Pr, antara lain menegaskan demikian, Penataan kegiatan harian ditata mulai dari doa pagi, sarapan pagi, studi/belajar (pagi sampai siang), makan siang, istirahat siang, pengembangan minat bakat, pendampingan bidang rohani, les sore, makan malam, belajar malam, pendampingan khusus bagi anak-anak (perorangan maupun kelompok) yang perlu didampingi, doa malam, rekreasi dan tidur. Kegiatan mingguannya adalah syering bersama orangorang sukses dan mapan dalam menjalani hidup. Kegiatan bulanannya adalah seminar dan kadang rekoleksi. Dan kegiatan semesterannya adalah retret. Secara terperinci, kegiatannya diatur dan tercatat dalam kalender pembinaan di asrama dan kalender pendidikan di sekoalah.
Dalam kerangka manajemen kurikulum tersebut, berdasarkan SK Kepala SMP YPPPK Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong No. 99/SMP/YPPK.SPvD/P1/2011 tentang Pengembangan Kurikulum 98
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Sekolah, disusunlah tim pengembang kurikulum yang terdiri atas stakeholder sekolah seperti Kepala sekolah, Kaur kurikulum, Kaur Sarana prasarana, Kaur Kesiswaan, dan beberapa orang guru. Selain menggunakan kurikulum standard nasional, dimasukkan pula kurikulum muatan lokal, yaitu: a. b. c. d. e. f. g.
Kitab Suci Bahasa Latin Bahasa Jerman Jurnalistik Dramaturgi Liturgi Bina Vokalia
Pembinaan di Asrama
Rektor SM PvD memberikan penegasan ini tentang penataan kehidupan berasrama yang dikelolanya: Kehidupan asrama di Seminari Petrus van Diepen menjadi sebuah laboratorium sosiologis karena di sekolah asrama terjadi interaksi sosial di mana hubungan antar manusia menjadi kunci utama. Artinya baik di sekolah maupun di asrama diusahakan berbagai pengalaman belajar sebagai persiapan untuk hidup di masyarakat. Dalam hal ini Seminari membuat time schedule / jadwal kegiatan yang terorganisir dalam aturan harian dan program semesteran.
Keunggulan dalam penyelenggaraan pendidikan atau sekolah asrama adalah pola pembinaan yang diterapkan. Pembinaan yang dipraktekkan di SM PvD yaitu segala upaya yang dilakukan oleh asrama di dalam mencapai tujuan pendidikan secara umum maupun secara khusus, yaitu tujuan penyelenggaraan sekolah dengan sistem asrama oleh SM PvD. Pembinaan seminari SM PvD dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan personal untuk setiap angkatan/ tingkat baik di jenjang SMP maupun SMA. Pembinaan ini meliputi:
99
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Aspek Rohani (Spiritual Quotiens) “Melalui acara-acara rohani, seminaris dibimbing dan diarahkan untuk semakin beriman dan mengikuti pola hidup Kristus dan Maria. Mereka didampingi agar berkembang dalam hidup rohani dan memantapkan panggilan”, demikian kata Rektor SM PvD. (Sorong, 15 Juni 2014)
Perhatian
pembinaan
diarahkan
pada
pendampingan
intrapersonal intelligence (lihat Bab I). Pembinaan pada aspek rohani dilakukan dengan metode antara lain ibadat pagi, doa pagi, ekaristi, ibadat pujian (salve), pengakuan dosa, doa penutup, rekoleksi, buku refleksi mingguan, retret, aksi panggilan, membawa kata pengantar dalam ekaristi. “Setiap siswa seminari wajib mengikuti acara-acara harian di sini, teristimewa untuk kegiatan-kegiatan doa harian, seperti doa pagi, doa malam, dsb. Awalnya siswa yang baru sangat sulit untuk beradaptasi dengan program hidup di sini, namun setelah tiga bulan mereka menjadi terbiasa”, kata Rektor SM PvD saat diwawancarai (Sorong, 15 Juni 2014).
Pembinaan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa bagi siswa dilakukan, melalui 1) kegiatan rutin perayaan ekaristi berbahasa Inggris dan Indonesia di sekolah, 2) peringatan hari besar keagamaan; dan 3) berbagai perlombaan keagamaan pada bulan kitab suci. Dalam kegiatan-kegiatan ini para siswa dilatih bertugas sebagai putra altar, pembaca mazmur dan kitab suci. Bahkan pada perayaan Paskah dan Natal para seminaris mempersembahkan jalan salib hidup dan actus natal sebagai cerminan kisah hidup Yesus (lihat laporan kronik kegiatan ekstrakurikuler siswa dalam lampiran 4 dan 5).
Aspek Intelektual (Intellectual Quotiens) Salah satu tujuan penyelenggaraan pendidikan adalah mendidik siswa agar memiliki kemampuan intelektual. Demikian juga proses pembinaan yang dilakukan di SM PvD yaitu untuk menciptakan siswa yang memiliki kemampuan intelektual. Pembinaan aspek intelektual 100
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
ini diupayakan melalui metode atau cara-cara antara lain: a) Program pendidikan di Seminari Petrus van Diepen; b) Pelajaran Khas Seminari, yaitu muatan lokal; c) Studi ; d) Kegiatan Ekstrakurikuler Seminaris. Kegiatan ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara teori dan praktek di lapangan melalui kegiatan laboratorium, survey lapangan, penelitian, penulisan makalah, serta penerbitan majalah „CERDAS‟. Selain itu, para seminaris juga dibudayakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat ilmiah dan melatih public speaking melalui lomba debat, seminar, kampanye, serta pidato dalam bahasa Inggris. Pembinaan ini terarah pada pengembangan linguistic intelligence (lihat Bab I). “Awalnya para siswa baru masih takut-takut untuk berbicara bahasa Inggris, tetapi melihat kakak-kakak mereka yang tidak canggung berbicara bahasa Inggeris, mereka pun berusaha untuk terlibat dalam percakapan, dan akhirnya mereka menjadi berani setelah beberapa kali pertemuan. Untuk ketrampilan mendengarkan, secara rutin juga diadakan perayaan Misa dalam bahasa Inggris”, kata seorang staf Pembina15.
Pembinaan prestasi akademik siswa juga dilakukan dengan cara antara lain: 1) Mengikuti berbagai perlombaan prestasi akademik (sains dan bahasa), seni dan olah raga di tingkat kabupaten, propinsi serta nasional; 2) Menyelenggarakan pertandingan persahabatan antar sekolah dan organisasi; 3) Terlibat sebagai sponsor paduan suara di beberapa gereja (bdk. Musical intelligence dalam bab I); 4) Pembuatan majalah dinding di sekolah dan Tabloid CERDAS; 5) Menyelenggarakan Konser Band “SM PvD”; 6) Menyelenggarakan pertunjukan Tunggal Hati Seminari/Maria (THS/THM).
Demikian komentar Kepala SMA yang juga pamong asrama, pater Yan Vaenbes Pr, Aimas, 12 Juni 2014. Lihat juga lampiran 4 dan 5: kronik kegiatan siswa dan ulasan dalam majalah „Cerdas‟. 15
101
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Aspek sosial (Social Quotiens) Aspek sosial dilaksanakan untuk mewujudkan siswa agar memiliki kesadaran sosial atau interpersonal intelligence (lihat Bab I). Seminaris maupun pembina menjalani hidup dalam komunitas dan dalam komunitaslah pribadi seorang seminaris dibentuk. Pembentukan dan pemupukan aspek sosial ini dilakukan dengan kegiatan antara lain: 1) „Kerja Tangan‟; 2) Olahraga; 3) Perizinan. Misalnya Live in: para siswa ditempatkan di rumah-rumah keluarga, mereka mengikuti aturan hidup keluarga serta mereka mengusahakan apa yang pernah mereka pelajari: antara lain bagaimana tentang perhatian kepada lingkungan; sampah dan disiplin waktu. “Kami sangat senang saat berkunjung selama liburan sekolah di paroki Santu Yosep, Fakfak, dan tinggal di tengah keluarga umat. Kami belajar untuk membuat pekerjaan rumah tangga, dan juga kami sudah menghibur umat dengan pertunjukan drama dan sulap yang sudah kami pelajari di seminari‟, kata seorang seminaris dengan bangga.16
Kegiatan olah raga bersama dilakukan rutin satu minggu satu kali. Selain sebagai bentuk pembinaan di bidang sanitas dan kinesthetic intelligence (lihat Bab I), kegiatan ini juga bertujuan untuk memupuk rasa persaudaraan dan menjunjung sportifitas di antara seminaris. Saat ini bidang olah raga lebih difokuskan pada dua cabang yang menjadi minat para seminaris yaitu: 1) Sepak Bola, sebagai olah raga andalan para seminaris yang rutin dilatih pada hari selasa sore; selain latihan, mereka juga beberapa kali mengadakan pertandingan persahabatan dengan sekolah atau komunitas lain. 2) Tunggal Hati Seminari – Tunggal Hati Maria (THS – THM), sebagai organisasi pencak silat Katolik yang berdiri 10 November 1985 memiliki semboyan “Pro Patria et Ecclesia” (bagi bangsa dan gereja); melalui organisasi THSTHM, para seminaris dilatih untuk merasul dan mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama melalui olah fisik, mental dan spiritual.
16
Wawancara dengan salah saorang siswa, Paskalis Kosay, di Aimas, 12 Maret 2014.
102
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional untuk mendidik manusia seutuhnya (UU Sisdiknas), penyelenggaraan SM PvD ini memperhatikan pendidikan dan pembinaan manusia muda seutuhnya. Bila persekolahan lebih menekankan aspek intelektual, maka pembinaan di asrama memperhatikan pengembangan pelbagai inteligensi manusiawi (multiple intelligence; lihat Bab II), bukan hanya pendidikan budi pekerti, seperti yang banyak dikemukakan dalam ulasan media massa. Berdasarkan uraian di atas, pendekatan multiple intelligence dalam proses pendidikan di SM PvD ini diwujudkan dengan: menerapkan muatan lokal seperti pelajaran bahasa Latin, melalui penataan jadwal harian yang teratur, misalnya makan 3 kali sehari, istirahat tidur siang dan malam, waktu studi dan olah raga, penataan kebersihan diri dan lingkungan, latihan olah raga dan kesenian (visual intelligence), latihan hidup rohani, dsb. Selain itu, pembina atau formator juga mengikuti tahap perkembangan anak didik dengan cermat, khususnya dalam hal hubungan dengan keluarga, dengan teman sesama laki-laki maupun wanita.
Pengalaman Pengelolaan Peserta Didik
Perkembangan Siswa Seminari Jenjang SMP
Pada tahun ajaran 2005-2006 diseleksi dan diterima satu kelas tingkat SMP (diharapkan sekitar 30 anak). Ternyata yang datang ada 36 anak. Tetapi sesudah tiga bulan, 7 (tujuh) anak telah meninggalkan seminari, sehingga pada November 2005 jumlah anak seminari berjumlah 29 anak. Pada tahun pertama itu para seminaris bersekolah di SMP YPPK St. Don Bosco di kota Sorong, kira-kira sekitar 30 km jauhnya dari lokasi seminari. Pada bulan November 2005 mulai dibangun gedung sekolah dan sebuah kapela di Kelurahan Mariat Pantai, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, pada lahan yang diperuntukkan bagi pembangunan asrama/sekolah seminari.
103
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Tahun Ajaran 2006-2007 gedung baru seminari sudah bisa dipakai. Walau dengan keterbatasan, tahun ajaran ini seminari membuka empat kelas untuk siswa baru, dengan ketentuan siswa perkelas antara 25-30 anak. Maka pada tahun ajaran ini diterima 80 siswa untuk seminari (semuanya laki-laki dan katolik), dan 20 siswasiswi untuk bukan seminari (baik anak katolik maupun bukan katolik). Angkatan ke dua tidak lagi bersekolah di kota Sorong, dan sudah mulai digunakan fasilitas gedung SMP Seminari di Mariat Pantai. Tahun 2007 sedang dibangun lantai II, sehingga pada angkatan 2007-2008 dapat diterima lagi 100 anak seminaris (dan sejumlah anak bukan seminari). Demikian selanjutnya sampai tahun 2013 diterima siswa yang calon imam (seminaris) dan yang bukan calon imam, seperti ditunjuk pada tabel 4.8 untuk jenjang SMP di bawah ini: Tabel 4.8 Perkembangan Siswa SMP SM PvD tahun 2005-2013 SISWA-I SMP SEMINARI PETRUS VAN DIEPEN SORONG ANGKATAN KELAS 8 KELAS 9 KELAS 10 LULUS TAK TAHUN PRIA Wanita TOTAL PRIA Wanita TOTAL D.O. PRIA Wanita TOTAL D.O. LULUS 2005/6 30 7 37 23 7 30 7 21 9 17 4 2006/7 75 13 88 75 13 88 0 26 2 28 60 20 8 2007/8 95 10 105 69 6 75 20 48 8 56 19 44 12 2008/9 2009/10 2010/11
152 88 87
7 10 8
159 98 95
73 85 52
5 13 18
78 81 98 0 70 25
50 42 39
7 7 12
57 49 51
21 47 19
2011/12 2012/13 2013/2014
118 89 98
31 41 43
149 130 141
68 75
19 35
97 52 113 17
38
19
55
42
40 48
17 1
Terdapat beberapa gejala yang menonjol yang dapat ditarik dari tabel 4.8 di atas ini, yaitu: 1) Penerimaan siswa baru SMP SM PvD. Seminari sebenarnya adalah sekolah yang dikhususkan bagi para calon imam Katolik, yang terbatas pada kaum lelaki saja, tetapi SMPvD 104
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
mengambil kebijkan untuk juga menerima kelompok perempuan. Bila pada tahun-tahun awal kelompok siswi yang diterima hanya berkisar 10%, maka jumlah siswi yang diterima dalam tiga tahun terakhir ini cenderung meningkat menjadi lebih dari 30%. Gejala peningkatan kelompok siswi ini bisa diduga karena daya tarik keberadaan asrama putri yang dikelola para zuster. Dilihat dari jumlah penerimaan siswa baru pada setiap awal tahun ajaran, terdapat gejala menarik, yaitu bila pada tahun awal hanya diterima satu kelas saja untuk 37 orang, maka sejak tahun ke dua jumlah siswanya meningkat lebih dari dua kali lipat dan terpaksa harus dibuka 3, 4, atau 5 kelas parallel untuk jenjang kelas 7 (tujuh). Dan bila dicermati, pada 4 tahun pertama jumlah siswa yang diterima ini cenderung naik signifikan, sekitar empat kali lipat dari kondisi pada tahun awal, tetapi pada dua tahun sesudahnya jumlah siswa menurun drastis (tinggal 60% dari tahun 2008/9); hal ini menyiratkan bahwa ada suatu masalah dalam hal pengelolaan sekolah, dan pihak yayasan sudah mengambil kebijakan untuk menata lagi manajemen PTK, antara lain dengan menggantikan Kepala Sekolah dan Rektor/Kepala Asrama. Kemudian dalam tiga tahun terakhir animo calon siswa menanjak lagi, sehingga sekolah sudah harus menyediakan 4 sampai 5 kelas parallel. Ditinjau dari daerah asal siswa muncul juga gejala yang menarik, yaitu siswa yang mendaftar bukan hanya dari daerah kota dan kabupaten Sorong, dimana SMPvD ini berlokasi, tetapi sudah diutus siswa dari pelbagai daerah di Propinsi Papua Barat, malahan dari luar propinsi ini sendiri. Hal ini menjadi nyata bila daerah asal siswa ini dibedakan menurut areal pembagian wilayah pastoral dari KMS, yang diketahui dibedakan atas 6 (enam) pengelompokan TPW (Tim Pastoral Wilayah) yaitu: Sorong (yang mencakup kota Sorong, kabupaten Sorong, Tambrauw, Raja Ampat), Manokwari (yang mencakup kota Manokwari, Kabupaten Manokwari), Babo-Bintuni (yang mencakup kabupaten Bintuni), Ayawasi (yang mencakup kabupaten Maybrat dan Sorong Selatan), Fakfak (yang mencakup kabupaten Fakfak), dan Kaimana (yang meliputi kabupaten Kaimana). Berdasarkan daerah asal siswa yang baru masuk, diperoleh data demikian: 105
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Tabel 4.9 Daerah asal siswa baru SMP SMPvD sejak tahun 2005-2011 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total
Sorong 18 50 32 45 29 31 21 226
Mnkw 4 12 23 12 17 8 6 82
Bintuni 1 3 13 18 7 7 10 59
Aywsi 5 8 16 30 11 7 18 95
Fakfak 9 15 13 13 11 11 14 86
Kaiman 0 0 3 0 1 7 3 14
Papua 0 0 0 10 13 9 4 36
Luar 0 0 0 15 15 10 18 58
Data di tabel 4.9 di atas ini jelas menunjukkan bahwa sejak awal berdirinya SM PvD ini kebanyakan pelamar berasal dari TPW Sorong, hal mana bisa dimengerti karena lokasi sekolah asrama ini berada di wilayah ini; tetapi nampak juga bahwa animo dari anak-anak TPW Sorong mulai menurun, sedangkan calon-calon dari TPW lain di propinsi Papua Barat relative ada setiap tahun kecuali dari TPW Kaimana, yang letaknya agak jauh dan hanya mempunyai dua SD YPPK. Yang menarik juga ialah sejak tahun 2008 pamor sekolah ini semakin bertambah dengan masuknya anak-anak dari propinsi tetangga, yaitu Papua dan dari luar Papua (khususnya Maluku dan Nusa Tenggara Timur), walaupun di propinsi-propinsi ini sebenarnya juga terdapat sekolah berasrama sejenis atau seminari menengah. Salah satu kebijakan yang diambil yayasan ialah untuk tetap mempertahankan kuota bagi anak-anak asli Papua (minimal salah satu orang tuanya berdarah asli Papua), nampaknya masih tetap berlaku, seperti nampak dari daerah asal TPW Ayawasi, Babo-Bintuni, Fakfak dan Kaimana. Bapak Antonius Pamudji, salah seorang orang tua yang memberikan anaknya untuk dibina di SM PvD, memberikan keterangan demikian: Pandangan awam tentang seminari adalah suatu sekolah khusus mendidik para calon imam. Pada umumnya sekolah adalah tempat untuk menimba ilmu pergi pagi pulang siang atau bahkan sore. Berbeda dengan Seminari Petrus van Diepen yang menerapkan pola 106
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
“Sekolah Berasrama”, pendidikan yang diterima bukan hanya sebatas ilmu pengetahuan ilmiah, lebih dari itu pendidikan yang diterima anak lebih paripurna pada tujuan yaitu “menelurkan” imam Katolik. Mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah sebagai awam yang juga mantan guru ada 3 hal yang saya pandang penting dalam proses “mencetak” seorang imam Katolik. Yang pertama adalah faktor lingkungan tempat tinggal/asrama (termasuk aturan-aturan yang diterapkan) harus sedemikian rupa sehingga membentuk karakter/watak yang harus dimilki oleh seorang imam Katolik. Faktor yang pertama ini menjadi pendukung bagi faktor kedua yaitu pendidikan itu sendiri. Pendidikan disini dimaksudkan adalah proses pendidikan watak ilmiah (di sekolah) dan proses pendidikan watak pribadi dan sosial (di asrama)maka tidak lepas dari pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia pendidik dan sarana pra-sarana sebagai pendukung proses pendidikan. Kualitas dan kuantitas kedua hal ini harus sesuai dan mumpuni dalam menanamkan nilai-nilai keilmiahan dan nilai-nilai sosial keagamaan yang ingin dicapai; karena secara umum pendidikan adalah salah satu bentuk kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat dengan perkembangan atau perubahan.
2) Tingginya gejala putus sekolah atau D.O. (drops out) Tabel 4.8 di atas menunjukkan gejala yang tidak lazim terjadi dalam sistem persekolahan yang ada di Indonesia, yaitu tingginya angka putus sekolah atau D.O. Proses seleksi untuk tetap mempertahankan siswa atau untuk memutuskan pendidikannya di SMPvD ini berlangsung setiap semester; hal ini cukup beralasan karena kebanyakan siswa tidak membayar sendiri uang SPP dan asrama melainkan menerima subsidi. Dalam system sekolah berasrama dengan tujuan khusus, yaitu untuk mendidik calon-calon imam, proses seleksi ini berlangsung baik di sekolah, dan ini terlebih menyangkut tingkat IQ dari siswa sesuai dengan hasil studinya. Dalam tabel 4.8 di atas kentara bahwa terdapat sekitar 20% anak yang D.O pada kelas 7 (tujuh) dan juga di kelas 8 sudah terdapat lagi sekitar 30% anak yang putus sekolah; hal yang sama juga dialami pada kelas 9 (Sembilan). Bila diambil tiga angkatan yang pertama, yaitu dari tahun 2005 sampai tahun 2007, siswa yang diterima pada kelas 7 berjumlah total 235 anak, sedangkan yang sampai pada kelas 9 hanya 107
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
tertinggal 105 orang (atau 44%) dan yang bertahan sampai lulus tercatat 71 orang (atau 30%); dengan kata lain sekitar 70% dari anak yang masuk seminari ini tidak menamatkan jenjang SMP. Pengalaman demikian rupanya terjadi di pelbagai seminari menengah di Indonesia17. Hal ini memang merupakan konsekuensi dari kebijakan prinsipiil gereja Katolik yang dikenal dengan pepatah Latin (adagium): „non multa sed multum‟, yang berarti‟ tidak mengutamakan jumlah yang banyak melainkan mutu yang tinggi‟. Tidak bertahannya siswa/i hingga 3 tahun masa studi tentu disebabkan oleh beberapa faktor. Pada kesempatan refleksi bersama di antara para pihak yang terlibat dalam keseluruhan proses pendampingan dan pengajaran, para staf Pembina SM PvD membedakannya menjadi dua dimensi besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor personal/pribadi para siswa/i dan keluarga yang memutuskan untuk tidak melanjutkan proses pendidikan dan pendampingan di SM PvD. Faktor internal yang dimaksud adalah: a. Rindu orang tua. Faktor ini paling banyak muncul di awal-awal proses tahun pertama masuk. Hal ini bisa dimaklumi karena usia yang relative muda dengan situasi hidup yang baru (pertama kali pisah dengan orang tua) b. Tidak mampu beradaptasi dengan aturan dan pola kehidupan asrama. “Kondisi ini biasa terjadi pada tahun-tahun kedua dan ketiga proses pembelajaran dan pendampingan asrama”, demikian komentar salah seorang pamong asrama. Sementara faktor eksternal adalah faktor kelembagaan dimana ada keputusan lembaga untuk memulangkan peserta didik ke rumah. Faktor eksternal secara tegas diberikan karena: Misalnya lihat Buku “Profil Seminari Menengah Indonesia. Regio Sulawesi-AmbonPapua. No. 3. Komisi Seminari Konferensi Waligereja Indonesia. Jakarta, 2007.
17
108
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
a. Tidak patuh pada aturan b. Secara akademik tidak mencapai nilai ketuntasan minimal Tingkat putus sekolah ini sebenarnya tidak begitu banyak terjadi pada pihak sekolah sendiri, karena sekolah masih menerima adanya siswa yang mengulang kelas pada setiap tahun dan setiap kelas, sekitar 5-10%, seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.10 Jumlah siswa yang mengulang kelas pada tahun 2010-2013 Tahun 2010-1 2011-2 2012-3 2013-4 total
kelas jumlah 95 149 130 141 515
VII Ulang 1 5 28 8 42
Kelas jumlah 98 70 97 113 278
VIII Ulang 13 3 2 4 22
Kelas jumlah 57 49 51 55 212
IX Ulang 5 15 2 3 25
Jumlah jumlah 250 268 278 309 1105
Total Ulang 19 23 32 15 89
Seleksi untuk tetap mempertahankan siswa atau untuk memulangkannya ini lebih banyak dilaksanakan di asrama, seperti jelas di Pedoman Pembinaan dalam uraian di atas. Bapak guru Konradus Jurman S.S, salah seorang guru di SM PvD, mengutarakan pengamatannya, demikian: Ada beberpa kebijakan dan aturan di lembaga ini yang seringkali menimbulkan reaksi negative dari para siswa maupn orang tua siswa. Di sekolah: Ada larangan bagi siswa untuk menggunakan HP dan alat elektronik lainnya. Sistem gugur atau tahan kelas bagi siswa yang tidak memenuhi standar kelulusan minimal. Sistem gugur bagi siswa yang sering alpa atau tidak disiplin. Di asrama: ada kondisi makanan di asrama yang kurang memenuhi standar gizi yang memadai. Siswa seminari mengurus pakaiannya sendiri. Semua kebijakan, aturan atau keadaan yang disebutkan di atas membuat siswa “merasa sulit” menjadi siswa seminari. Hemat saya, setiap unsur aturan di lembaga ini mengandung nilai edukatif. Keadaan yang membuat siswa “merasa sulit” itu merupakan pendidikan karakter yang memotifasi mereka 109
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
untuk terus berjuang dan mencari kondisi hidup yang lebih baik. Mereka dipacu untuk hidup lebih sederhana dan tetap bahagia tanpa alat elektronik, tanpa makanan yang sesuai selera, melayani diri sendiri bukan dilayani. (Mungkin kita ingat slogan: manusia unggul adalah manusia yang bisa eksis di segala situasi). Terkadang ada banyak orang sukses sekarang, tetapi ternyata karena ia mengalami kepahitan dan kesulitan hidup di masa lalu. Sistem gugur dan tahan kelas, adalah ketentuan yang memacu siswa untuk selalu berusaha mengejar prestasi. Pendidikan itu bersifat prospektif, atau mengarah ke masa depan. Dengan mencapai prestasi tertentu mereka boleh mendapat prestise di mata masyarakat. Dengan prestasi tertentu mereka boleh menuntut jabatan tertentu di masyarakat kelak (naik peringkat). Sebaliknya, orang yang belum berprestasi harus bisa menerima sanksi yang diberikan dengan jiwa besar.
3) Kelulusan siswa SMP. Data tabel 4.8 tentang tingkat kelulusan siswa setelah menempuh ujian akhir SMP dalam kurun waktu 5 tahun pertama ini menarik untuk dicermati. Nampaknya pengelola sekolah tidak tergiur dengan reputasi untuk mengejar tingkat kelulusan 100%, sebagaimana lasim tersiar di media massa saat selesai masa ujian negara. Biarpun tingkat kelulusan hanya mencapai 60% (tahun 2006) atau 80% (pada tahun 2007 dan 2008), tidak ada yang didongkrak naik agar lulus. Nampaknya adagium: „non multa sed multum‟ diperlakukan di sini.
Pendirian Kelas Persiapan Bawah (KPB)
Pengalaman selama tiga tahun pertama, sekitar 70% siswa harus mengalami putus sekolah dan/atau dikeluarkan dari asrama ini membuat para pendidik dan formator pada tahun ajaran 2008/9 memutuskan untuk melaksanakan remedial course atau dinamakan Kelas Persiapan Bawah (KPB). Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan yang telah diterima di SD sebagai bentuk persiapan memasuki SMP, terlebih dalam bidang pengetahuan bahasa dan juga sebagai proses beradaptasi dengan tuntutan pembinaan dan pola hidup asrama. 110
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Kelas Persiapan Bawah (KPB) ini berlangsung selama 1 (satu) tahun. Ini tahap persiapan sebelum masuk Sekolah Menengah Atas. Mata pelajaran yang diberikan pada tahun pertama adalah pengulangan bahan SMP kelas III (selama semester I) dan sebagian bahan SMA kelas I (selama semester II) dengan memberikan prioritas pada mata pelajaran IPA, matematika, bahasa dan pelajaran khas seminari (Kitab Suci, Liturgi, Bahasa Latin). Setelah dia memasuki tahun II, III dan IV, mata pelajaran yang diberikan sama seperti Sekolah Menengah Atas kelas 1, 2 dan 3 pada umumnya. Pada tahun kedua mereka bergabung dengan seminaris yang memulai pendidikan di seminari sejak kelas 1 SMP. Tentu saja siswa yang mendaftar masuk KPB ini sudah harus menerima konsekuensi bahwa dia kehilangan satu tahun dibandingkan dengan teman-teman seusia/seangkatannya, karena KPB ini tidak lasim dibuat dalam system pendidikan nasional. Walaupun KPB ini tidak terhitung dalam rangkaian pendidikan resmi nasional, tokoh tetap ada peminatnya, seperti jelas dalam tabel 4.11 di bawah ini. Tabel 4. 11 Data Perkembangan Siswa KPB tahun 2008-2013 Angkatan 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah 24 20 13 8 9 11
KPB 24 20 13 8 9 11
Kelas X 21 16 12 4 7
Kelas XI 16 12 8 2
Kelas XII 13 10 3
Data tabel 4.11 di atas ini menunjukkan juga bahwa dari jumlah siswa yang masuk KPB ini sekitar 50% atau lebih rendah yang terus bertahan sampai ke kelas XII, pengalaman yang serupa dengan para siswa regular SMP.
Perkembangan siswa jenjang SMA.
Setelah siswa calon imam atau seminaris ini menamatkan jenjang SMP, mereka perlu masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi, yaitu SMA. Sebenarnya ada pilihan untuk mengirim mereka misalnya 111
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
ke Langgur, propinsi Maluku, atau ke Manado, dimana terdapat SMA seminari; di keuskupan Amboina, misalnya, terdapat 4 (empat) seminari menengah untuk jenjang SMP di Tanimbar, Kei, Aru, dan Tobelo, tapi hanya satu SMA seminari di Langgur, Kei.Tetapi pada tahun 2008 pihak yayasan dan keuskupan mengambil putusan untuk mendirikan SMA di kompleks yang sama, agar siswa seminaris yang tamat SMP di sini bisa melanjutkan studinya di lokasi sekolah dan asrama yang sama. Alasannya agar para siswa ini tetap dekat dan mengenali kondisi hidup dan budaya masyarakat di Papua. Muncul persoalan yang nyata, yaitu jumlah siswa yang tamat SMP pada tahun 2008 itu hanya 17 orang (lihat tabel 4.8 di atas) dan ternyata, yang ingin melanjutkan studi di SMA SM PvD, tetap dengan status calon imam atau seminaris, dan yang wajib tinggal di asrama untuk pembinaan, hanya tersisa 16 orang. Justru untuk menanggulangi kekurangan siswa inilah dimulailah Kelas Persiapan Bawah (KPB) seperti yang diuraikan di atas. Tabel di bawah ini menunjukkan data perkembangan siswa SMA SMPvD dalam kurun waktu 5 tahun: Tabel 4.12 Data siswa SMA SMPvD di tahun 2008 sampai 2012 Tahun/Angkatan 2008-9 2009-10 2010-11 2011-12 2012-13
Siswa Kelas X 16 37 61 49 43
Siswa Kelas XII 14 25 41 Belum Belum
Yang Tamat 14 22 41 Belum Belum
Bila dilihat jumlah tamatan SMP di tahun 2008 sampai 2012, yang tertera pada table 4.8 di atas, langsung nampak bahwa terdapat beberapa siswa yang tidak ingin melanjutkan ke jenjang SMA sebagai calon imam dan memilih sekolah yang lain. Jumlah siswa SMA kelas X sejak tahun ajaran 2009 sampai 2012 ini merupakan gabungan dari tamatan SMP dan dari KPB yang diselenggarakan oleh SMPvD. Pengalaman putus sekolah atau D.O. di jenjang SMA ini, dari kelas X sampai kelas XII, nampaknya mirip dengan pengalaman di 112
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
jenjang SMP. Di sini nampak pula pengetrapan adagium: „non multa sed multum‟. Tetapi tingkat kelulusan siswa SMA ini relative lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMP, yaitu dalam tahun 2008 dan 2010 sudah mencapai 100%. Berdasarkan uraian di atas, pengelolaan peserta didik yang dilaksanakan di SM PvD menunjukkan suatu keunggulan tersendiri dari sekolah sistem asrama ini. SM PvD dalam menyelenggarakan pendidikan menjalankan Prinsip „non multa sed multum‟. Pembinaan asrama tidak mempertimbangkan jumlah atau kuantitas lulusan, akan tetapi lebih pada mutu hidup lulusannya. Hal tersebut dapat dilihat dari proses seleksi yang dijalankan pada setiap akhir semester. Hal ini sangat jelas pada kasus tingkat putus sekolah atau D.O. yang begitu tinggi setiap tahun, terlebih bagi mereka yang tidak mampu beradaptasi dalam kehidupan asrama. Kebijakan ini menghargai tiap pribadi anak didik, karena tidak menjadikan mereka hanya sebagai salah satu nomor dalam jumlah melainkan lebih memperhatikan minat, bakat dan kemampuan masing-masing sesuai inteligensinya. Selain itu, di dalam setiap proses pogram pendidikannya dijalankan sistem Kelas Persiapan Bawah (KPB). KPB ini berusaha menanggulangi ketertinggalan dalam bidang ilmu dari kelompok anakanak yang mengecap pendidikan terlebih di daerah pedesaan yang mutunya rendah walaupun sudah dinyatakan lulus SMP lengkap dengan ijazahnya yang bernilai „bagus‟. Remedial course ini membantu anak untuk tidak menjadi rendah diri dalam pergaulan dengan rekanrekannya tetapi mampu bergaul setara dengan mereka yang tamat dari sekolah yang bermutu lebih baik, khususnya dari perkotaan. Terakhir yaitu membatasi jumlah siswa per kelas. Kebijakan ini pun sesuai dengan SNP dan menjamin bahwa guru dan Pembina mampu untuk mengenali dan mengikuti perkembangan anak. Ratio guru dan siswa tetap dipertahankan, tanpa jatuh pada godaan finansial (banyak siswa banyak uang SPP) atau godaan belas kasih yang keliru (demi menjaga relasi atau demi nama baik, dsb.). 113
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Pengalaman Pengelolaan Tenaga Kependidikan Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga Pendidik (Guru), Pengelola Satuan Pendidikan, Pustakawan, Laboran, dan Teknisi sumber belajar. Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu Guru Kelas, Guru Mata Pelajaran (Pendidikan Agama serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), dan Guru Pembimbing Khusus. Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi: (1) Inventarisasi pegawai; (2) Pengusulan formasi pegawai; (3) Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi; (4) Mengatur usaha kesejahteraan; (5) Mengatur pembagian tugas. Tenaga Pendidik dan kependidikan SMP di Seminari Menengah Petrus van Diepen ini ialah: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p.
114
Rd. Adrianus Gaut Ignatia Fitriani Rahayu, S.Pd. Elisabet Eustakia, S.S Konradus Jurman, S.S Maria Oratmangun, S.Si Tri Ratna Sari, S.Si Lusiana Lobia Welliana Febriayanty Iba, S.Pd Fr. Mateus Syukur Fr. Hengky Yerisitouw Br. Yohanis Ari Apelabi, S.Pd Fr. Fidelis Neli, S.Fil RP. Melkianus Kisa, SVD Adelita Sande Lembang, S.Pd Rufina Rita Lobya, SE Longga Jeniaty Pasaribu, S.Ap
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Sedangkan tenaga Pendidik dan Kependidikan untuk SMA yaitu: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o.
RP. Aloysius Roja RP. Alan Nasraya, SVD Sr. Maria Rita, OSA ALbertus B. Buntoro Veronika Selvi, S.Pd Fr. Paulinus Ngelo Sawa, S.Fil Fr. Yustinus RT,Neno, S. Fil, SVD Fr. Yanuarius Kalindija, S.Fil Rp.Yohanes Kota Yustina Pakidi, S.Si Drs.Carolus Widiarto Drs. Rafael Gambu Ambrosius Felix, S.Pd Emanuel Prasetya, S.Pt Agnes Ary Wardani, A.Md
Selain tenaga pendidik, Seminari Menengah PvD ini pun mempunyai staf formator atau Pembina yang memperhatikan kegiatan hidup di asrama. Komposisi Pembina di SM PvD ini tertera dalam table di bawah ini: Tabel 4.13 Komposisi Pembina-Formator di Seminari Jabatan
Tinggal di Seminari ya ya ya ya
Mulai Tugas di Seminari 01-10-2010 01-10-2006 04-10-2011 16-10-2011 Juli 2008
Ekonom
ya
Agustus 2011
Pamong Unit 1 Pamong Unit 2 Pamong Unit 3
ya ya ya
Rektor Pamong Akademik Pamong Spiritualitas Kepala Asrama (Koord. Pamong)
Keterangan
RD. Jerry Rumlus Pr RD Yan Vaenbes Pr RP. Alan Nasraja SVD RD. Adrianus Gaut Pr (SMP) RP. A. Roja O.Carm (SMA) RP. Christo O.Carm RD. Adrianus Gaut Pr Frater Frater
115
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong Pamong Unit 4 Pamong Unit 5 Pamong Unit 6 Pamong Unit 7 Pamong SMA Unit 8 Pamong SMA Unit 9 Pamong SMA Unit 10
ya ya ya ya ya ya ya
Frater Frater Frater Frater Frater Frater RP. A. Roja O.Carm
Rektor merangkap beberapa tugas lain di KMS, seperti: Anggota Dewan Konsultores KMS, Anggota Dewan Keuangan KMS, Ketua Komisi Panggilan/Seminari KMS. Pamong Akademik merangkap Kepala SMP/SMA, dan Wakil Rektor. Koordinator Pamong Asrama SMA merangkap wakil kepala sekolah SMA; sedangkan Koordinator Pamong Asrama SMP merangkap wakil Kepala Sekolah SMP. Terdapat beberapa tanggungjawab yang diemban oleh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu sebagai berikut: a. Pembagian Tenaga Pengajar dan tugas guru disertai SK oleh kepala sekolah dengan merujuk pada Job Description b. Penataan Administrasi Buku Induk Siswa dan arsip suratmenyurat dan dokumentasi lainnya c. Laporan Bulanan Sekolah kepada pihak Dinas Pendidikan dan BP YPPK KMS d. Laporan bulanan Keuangan kepada pihak Ekonom Keuskupan, BP YPPK KMS dan Rektor SPVD e.
Penanggungjawab perpustakaan, kantin dan laboratorium yang ada di sekolah
f.
Menghadiri rapat dengan pihak dinas dan yayasan
g. Memperhatikan daftar hadir guru dan siswa Beban kerja guru diatur dengan memperhatikan petunjuk yayasan dengan memenuhi waktu 24 jam per minggu. Kadang karena kondisi jumlah tenaga pengajar maka guru bisa mengalami kelebihan jam mengajar. Selepas jam mengajar di sekolah guru (pater, romo, 116
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
frater dan bruder) melanjutkan tugas sebagai Pembina di asrama. Tugas rutin yang dijalankan adalah mendampingi dan mengawasi siswa-siswa dalam menjalankan aturan harian yang tercantum dalam buku pedoman pembinaan. Fr. Yustinus R.T. Neno SVD, salah seorang tenaga pendidik di SM PvD menyatakan pandangannya tentang kualitas para pendidik SM PvD demikian: Seminari Petrus van Diepen memiliki staf pengajar yang berasal dari lulusan Universitas dan Sekolah Tinggi yang berbeda. Lulusan Universitas dan Sekolah Tinggi yang berbeda menunjukkan kualitas staf pengajar yang berbeda pula, baik dalam pengetahuan, metode pengajaran dan cara membahasakan materi yang diberikan kepada peserta didik. Perbedaan itu mendatangkan cara pandang yang berbeda pula, yang diberikan peserta didik kepada para pendidik. Lihat saja komentar dan penilaian peserta didik yang pernah saya dengar, terhadap para pendidik yang bervariasi. Ada yang mengatakan guru ini baik sekali cara mengajar dan bahasa yang digunakan dalam memberikan pengajaran, ada pula yang mengatakan guru itu mempunyai pengetahuan yang luas, tapi ada pula yang mengatakan sebaliknya. Perbedaan komentar dan penilaain dari siswa terjadi karena mereka merasakan dan mengalami proses pengajaran yang diberikan para Guru. Menurut penilaian saya, kualitas pengajar di seminari tergolong bagus dan ada yang cukup baik. Saya bisa mempertanggungjawabkan penilaian saya ini dari pengetahuan, rasa tanggung jawab, metode dalam mengajar dan cara menyampaikan materi yang dimiliki dari teman-teman guru. Dalam pengamatan saya, ada beberapa guru yang sungguh-sungguh menjalani apa yang saya sebutkan di atas, tetapi ada guru yang tidak sungguh-sungguh menjalankannya. Bisa dikatakan dengan perkataan lain, ada staf guru yang sungguh-sungguh mengabdikan dirinya kepada peserta didik dan lembaga secara total, tapi ada juga guru yang mengabdikan dirinya setengah-setengah saja. Itu terbukti lewat kesaksian hidup yang mereka tampilkan, baik kepada peserta didik dan lembaga.
Bimbingan studi siswa seminari dilakukan dengan mengawasi/ menemani saat belajar pada sore dan malam hari. Untuk tugas pengawasan ini biasanya para Pembina dibuatkan jadwal piket per minggu. Tugas dari Pembina asrama antara lain: 117
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
a. Sebagai pamong unit yang bertanggungjawab atas sejumlah anak yang tinggal di unitnya, rata-rata jumlah anak per unit 27 orang. b. Bertugas menjaga, mengawasi dan bertindak sebagai orang tua bagi anak-anak c. Melakukan ratio, pembicaraan pribadi, wawancara untuk mengenal anak lebih dekat, biasanya dilakukan sekali dalam semester dan tidak menutup kemungkinan bagi yang berkebutuhan khusus. d. Menjadi penggerak/ koordinator dalam menjalankan kegiatan harian sesuai aturan harian yang ditetapkan. e. Dalam menjalankan fungsi pamong, Pembina tetap berpedomankan pada buku pedoman pembinaan seminari. Jumlah Pembina Seminari sekarang 15 orang, 8 pastor, 6 frater, 1 bruder. Jumlah siswa seminari 310/15. Ratio Pembina dan siswa 1:20. Dalam menjalankan pembinaan di seminari ada perbedaan pembinaan di seminari untuk SMP dan SMA. Diatur sesuai kalender kegiatan semester yang ditetapkan pada awal semester oleh para Pembina. Hal ini pandang perlu karena tingkatan pemahaman dan orientasi pembinaan berbeda.
Pengalaman Pengelolaan Sarana dan Prasarana Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar mengajar. Saat ini Seminari sudah mempunyai gedung SMP berlantai dua, -gedung bertingkat dua, 16 ruangan –, di samping itu ada ruang perpustakaan, laboratorium Bahasa dan IPA, serta ruang staf pengajar. Bangunan gedung SMA sama dan sebangun dengan gedung SMP. Karena keduanya memakai gambar yang sama. Bedanya gedung SMA 118
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
ada gang di tengah yang membelah bangunan segi empat itu. Sehingga (terkesan) ada dua lokal dalam satu bangunan. Pembangunan SMA sudah dimulai sejak tahun 2010. Sebagain besar dana dari pemerintah kabupaten Sorong. Satu lokal sudah rampung dan sudah bisa dipakai untuk kegiatan belajar mengajar. Sedangkan satu lokal lainnya sedang dalam tahap pembangunan (lihat foto-foto yang dilampirkan). Seminari menyediakan asrama dengan daya tampung mencapai 400 siswa. Ada 10 Unit untuk siswa SMP dan SMA, 2 Unit untuk tenaga Staf Pembina, dan 1 Unit untuk tenaga pengajar (lajang). Ada fasilitas umum (dapur, ruang makan, aula Semangat). Asrama dilengkapi dengan fasilitas olah raga (lapangan basket, volley, bola kaki). Salah seorang guru dan pamong asrama, frater Yustinus R.T. Neno SVD, memberikan komentarnya tentang sarana-prasarana di SM PvD demikian: Seminari Petrus van Diepen memiliki bangunan yang berkualitas; layak dijadikan sebagai tempat untuk menggali dan menimba pengetahuan dan pembentukan karakter bagi peserta didik. Dikatakan bangunan berkualitas karena jenis gedung sekolahnya berskala internasional. Saya mengatakan demikian karena model bangunannya seperti sekolahsekolah internasional, seperti sekolah di kota-kota besar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Gedung sekolah yang berkualitas dapat membuat peserta didik nyaman dan merasa „at home‟ untuk menimba dan mencari pengetahuan dan melahirkan spirit untuk memacu diri dalam belajar. Seminari Petrus van Diepen memiliki dua gedung bangunan sekolah yang dipergunakan oleh siswa/i SMP dan siswa/i SMA. Gedung bangunan sekolah selalu mendapat perhatian perawatan, baik oleh para guru maupun siswa-siswi. Salah satu contoh bentuk perawatan yang diberikan kepada bangunan gedung sekolah ialah melarang siswa/i untuk mencoret tembok bangunan dengan tulisan-tulisan. Namun, terkadang siswa/i tidak mentaati larangan ini, sehingga ada banyak coretan-coretan yang terlukis indah pada dinding tembok bangunan seminari. Hal lain yang dilakukan ialah membersihkan sarang laba-laba yang biasa melekat pada sudut tembok. Ini adalah bentuk tanggapan dan perhatian 119
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
akan rasa memiliki terhadap gedung bangunan seminari dari para pendidik dan peserta didik. Hemat saya, tujuannya adalah membuat gedung sekolah ini tetap indah dan bersih, sehingga baik pendidik dan peserta didik dapat merasa nyaman dan bergairah dalam proses belajar-mengajar.
Pengalaman Pengelolaan Pembiayaan Asrama Sebagai bagian dari upaya untuk mencerdaskan umat, keberadaan SM PvD menjadi alternatif bagi anak Papua untuk menimba ilmu. Berdasarkan latar belakang siswa yang menjadi murid di asrama SM PvD, kebanyakan mereka adalah asli Papua. Dari segi kehidupan ekonomi, pada umumnya mereka tergolong miskin. Oleh karena itu, penyelenggarakan pendidikan asrama SM PvD tidak memungut biaya bagi siswa yang masuk ke sekolah ini. Pembiayaan pendidikan asrama diperoleh dari sumber-sumber dana bagi Seminari. Partisipasi orangtua siswa, paroki-paroki seKeuskupan, GOTAUS (Gerakan Orang Tua Asuh Seminaris), Pemerintah, dan donatur. Selain itu, sumber dana juga diusahakan secara swasembada dari pihak sekolah/asrama untuk membantu selfsupport dana: kebun sayur, ternak babi dan sapi. Untuk tahun-tahun mendatang: sewa bis sekolah/seminari, uang sewa gedung rapat/retret, petermakan. Sedangkan jumlah biaya hidup yang dibutuhkan untuk sekolah dan seminari yaitu: Jumlah biaya sekolah per bulan sebesar Rp 200.000, Jumlah biaya asrama per bulan Rp 300.000. Pakaian seragam seharga Rp 375.000 (SMA: Rp 490.000) ditanggung orangtua. Tak ada pungutan „uang pembangunan‟ atau „uang masuk‟ dan tagihan lain-lain (OSIS, laboratorium, perpustakaan, dsb.), buku-buku pelajaran disiapkan oleh sekolah dan dipinjamkan kepada para siswa-siswi secara gratis. Hanya l.k. 40 % orangtua mampu membayar uang asrama/sekolah. Yang lain diberi beasiswa oleh parokinya (tetapi hanya 8 dari 23 paroki di Keuskupan Manokwari-Sorong), atau oleh Keuskupan. 120
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Pengalaman Penilaian Frater Mateus Syukur, salah seorang tenaga pendidik dan serentak pamong-formator di SM PvD membeberkan pengalamannya tentang arah pendidikan SM PvD, antara lain demikian: Arah perjalanan hidup lembaga seminari dibangun di atas dasar pengharapan akan satu kepastian hidup, di tengah dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Arah perjalanan itu ialah untuk menciptakan manusia yang produktif, kreatif dan inovatif yang berdaya guna baik untuk bangsa, negara maupun untuk gereja. Seminari merupakan sebuah lembaga pendidikan seperti lembaga pendidikan lainnya yang bertujuan untuk memenuhi tuntutan akan kebutuhan manusia yang ingin menjadi manusia sejati, yang bukan hanya sekedar ada namun harus memiliki kesadaran akan adanya dan bertanggungjawab atas adanya. Untuk itulah media yang diperlukan adalah belajar terus-menerus dan tidak ada waktu untuk tidak belajar. Sudah pasti bahwa setiap lembaga pendidikan apapun di tanah Papua ini, hadir dengan sebuah keunikannya masingmasing. Seminari Petrus Van Diepen juga demikian hadir dengan keunikannya tersendiri. Keunikan itulah yang nantinya menjadi pembeda antara lembaga pendidikan yang satu dengan yang lainnya di tanah Papua tercinta ini. Tentu saja kekhasan yang ada di lembaga Seminari Petrus Van Diepen, mengerucut pada sebuah tujuan untuk membangun mindset anak-anak bangsa terutama putera/puteri Papua. Seminari hadir untuk membangunkan kesadaran setiap manusia akan pentingnya sebuah pendidikan. Untuk itulah diciptakan sebuah aturan hidup yang tersistematis. Inilah keunikan yang seharusnya tetap dipertahankan di sebuah lembaga pendidikan bahwa ia bukan sekedar membangun salah satu dimensi dari kehidupan manusia tetapi seharusnya mencakup seluruh aspek yang diperlukan demi sebuah keutuhan satu pribadi yang namanya manusia. Hal inilah yang selalu diciptakan di lembaga Seminari Petrus van Diepen. Ada beberapa aspek pendidikan yang merupakan sarana untuk mencapai sebuah tujuan bagi setiap anak bangsa terutama putera/puteri Papua yang ingin, masih dan sudah mengenyam pendidikan di Seminari Petrus Van Diepen, yaitu Aspek hidup Rohani, Aspek hidup studi dan Aspek 121
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
hidup komunitas. Ketiga aspek ini merupakan gambaran umum yang mana setiap aspek tentu memiliki muatan dasar pendidikan untuk membantu membangunkan kesadaran setiap pribadi terutama yang lahir dari tanah Papua dan ingin menjadikan dirinya bermanfaat bagi kehidupan. Inilah yang menjadi kekhasan seminari. Aspek rohani bertujuan untuk menyadarkan manusia bahwa ia adalah makhluk spiritual yang senantiasa mengarahkan hidupnya pada sesuatu yang tertinggi yakni Tuhan. Aspek hidup studi bertujuan untuk memaknai keberadaan manusia sebagai pribadi berakal budi yang perlu diisi dengan belajar terusmenerus. Sedangkan aspek hidup komunitas menyadarkan manusia akan dirinya sebagai makhluk sosial yang tentunya tidak bisa hidup tanpa adanya pribadi yang lain. Ketiga aspek ini merupakan gambaran umum, yang pastinya setiap aspek ada aturan dalam pelaksanaannya di Seminari Petrus Van Diepen.
Kepala SMP di SM PvD, RD. Adrianus Tuturop Pr, memberikan juga arah pendampingan yang dilakukan selama ini, yaitu: ….bagian dari pendampingan yang dilakukan selama ini yaitu terarah pada: 1. Siswa/i-Seminaris menyadari nilai-nilai manusiawi yang tumbuh dalam keluarga dan dapat berkembang dalam kehidupan komunitas di seminari 2. Siswa/i-Seminaris menyadari perlunya perkembangan bebas menuju kepribadian yang dewasa. Pribadi yang dewasa tercermin pada: keseimbangan antara segi rasional/ intelektual dan emosional-afeksi, ketekunan, ketabahan, disiplin diri, menghayati seksualitas secara sehat, berinisiatif dan kreatif. 3. Kedewasaan pribadi secara kristiani: hidup berpola pada Yesus Kristus, menerima dan menghayati rahmat Tuhan, ketekunan dan kesetiaan mendengarkan sabda Allah, menghayati nilai-nilai hidup rohani dan bersama. Siswa/i-Seminaris rela menerima bimbingan rohani, makin mampu mengenal panggilan Allah 4. Siswa/i-Seminaris menyadari bahwa kedewasaan kristiani berkembang jika ditopang oleh perkembangan kedewasaan manusiawi 5. Seorang manusia dewasa secara manusiawi dan kristiani, dilengkapi dengan kemampuan belajar mandiri. Hidup berpola pada Yesus Kristus dan menuju “imamat” dengan 122
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
meneladan Bunda Maria dalam menghayati panggilan hidupnya 6. Pribadi dewasa secara manusiawi: mengenal jati dirinya meskipun masih memerlukan pengukuhannya 7. Manusia dewasa berarti memiliki pribadi yang utuh, bukan hanya mengenal diri melainkan akrab dengan dirinya. Ia tahu dan menerima keunggulan dan kelemahannya. Kedewasaannya tampak pada kemapanan intelektual dan kepribadian 8. Menjadi manusia cerdas yang mampu bersaing di segala level dengan tetap bersandar pada nilai-nilai kemanusiaan Itulah upaya yang dilakukan oleh para pendamping, baik secara khusus di sekolah maupun di asrama.
Demikian pula bapak guru Konradus Jurman S.S., menyatakan pengalamannya tentang pendidikan berpola asrama di SM PvD demikian: Konsep pendidikan seminari bukan hanya untuk menguasai apa yang disebut 3M (membaca, menulis dan menghitung). Pendidikan seminari harus berorientasi kepada pembentukan kepribadian orang secara komprehensif, sekurang-kurangnya ada tiga tema besar yang disingkat dengan 3S (Scientia, Sanitas dan Sanctitas atau berilmu, sehat, dansuci). Untuk mewujudkan manusia berkepribadian 3S ini tentu kita membutuhkan sebuah panti pendidikan yang mendukung untuk itu, yakni gedung sekolah dan Asrama yang memadai. Siswa-siswi yang hidup di sekolah dan asrama, mereka sungguh-sungguh diasah, ditempa dan dididik selama 24 jam. Di asrama, mereka sungguh-sungguh mengetahui dan merasakan mengalirnya waktu diikuti dengan berbagai macam kegiatan yang sudah terencana dan terjadwal. Semua kegiatan itu bermuara pada pembentukan kepribadian peserta didik untuk mewujudkan 3M dan 3S tadi. Secara sederhana, orang mengatakan bahwa pendidikan berpola asrama melatih orang untuk hidup “disiplin waktu.” Mereduksi pendidikan berpola asrama dengan soal “displin waktu” hemat saya adabenarnya, karena segala sesuatu kita lakukan dalam “bingkai waktu.” Waktu terus berjalan, apabila kita tidak mengisinya dengan berbagai kegiatan yang bermagna maka waktu itu akan megalir dengan sia-sia. Pendidikan berpola asrama, dengan berbagai kegiatan terjadwal, tentunya mampu merubah mindset siswa akan pentingnya mengisi hidup dengan melakukan berbagai 123
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
kegiatan berguna dari waktu ke waktu. Setiap waktu mengalir juga mengalirkan rahmat, sehingga orang Barat mengatakanTime is money. Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan rahmat atau uang.
Pengalaman Kompetensi Kelulusan Siswa Paskalis Kosay, salah seorang siswa SM PvD menuliskan pengalamannya yang membanggakan tentang kompetensi kelulusannya demikian, Saya adalah siswa yang berasal dari Wamena dan secara geografis jauh dari Sorong. Saya bangga bersekolah di Seminari Petrus van Diepen. Kebanggaan saya ini beralasan karena selama kurun waktu proses belajar saya mengalami perkembangan dalam bidang-bidang berikut yang menjadi dasar orientasi pendidikan di Seminari antara lain: 1. Aspek intelektual Dalam proses saya mengalami perkembangan karena guru-guru mampu mentransfer ilmu pengetahuan secara baik. Standar intelektual yang harus dicapai adalah 70 . standar ini menjadi penanda sekaligus pendongkrak semangat untuk terus memacu diri dalam belajar. Saya benar mengalami perkembangan dalam hal belajar. Di sini saya belajar bahwa belajar bukan hanya untuk sebuah angka tetapi belajar untuk hidup. 2. Aspek spiritual Pada aspek ini saya diajarkan dan belajar untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Kegiatan rohani yang dijalani adalah: ibadat pagi, ekaristi/misa, salve, pengakuan dosa, rekoleksi, retret, dan completorium/ doa penutup. Aspek spiritual membentuk kecerdasan spiritual sebagai bentuk kesadaran akan yang Ilahi. Saya belajar untuk membawa diri di hadapan Tuhan pencipta. Saya belajar untuk rendah hati di hadapan sang pencipta. 3. Aspek Jasmani Yang saya belajar dari aspek ini adalah pengolahan diri dalam kesehatan fisik, mental dan relasi sosial. Saya belajar melalui aturan harian yang mengkondisikan untuk hidup sehat, bermain bersama, hidup bersama, kegembiraan teman menjadi kegembiaraan saya, kedukaan teman menjadi kedukaan bersama. Saya mengalami situasi pengolahan mental untuk bertumbuh sebagai seorang anak. Dalam proses pengolahan hidup di sana-sini saya mengalami situasi pasang dan surut. 124
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Terkadang sampai putus asa, tetapi saya bahagia karena terus ditemani oleh para guru di sekolah dan pamong di asrama dengan motivasi dan pengajaran akan hidup yang baik. Akhirnya saya mau mengatakan bahwa sekolah asrama seminari Petrus van Diepen adalah jawaban bagi cita-cita saya untuk sekolah dan tinggal di asrama. Saya belajar untuk mandiri dalam berbagai hal. Menurut saya inilah model pendidikan yang menjawab kebutuhan anak-anak Papua.
Frater Yustinus R.T. Neno SVD memberikan pemaparan yang bisa menggambarkan kualitas peserta didik SM PvD dengan output yang dlahirkan oleh sekolah berpola asrama ini, demikian: Kualitas peserta didik seminari van Diepen sangat berbantung dari beberapa hal, seperti: Pertama, kualitas pendidik. Kualitas dari pendidik sangat mempunyai pengaruh besar terhadap proses perkembangan anak, terutama dalam aspek kognigtif, psikoemosional, spiritual dan pembentukan karakter. Di sini, guru yang berkualitas tahu bagaimana mendidik dan menjadikan seorang peserta didik yang berkualitas dari semua aspek, bukan hanya satn aspek saja. Jadi, kualitas pendidik bisa menjadi penentu dari kualitasnya seorang peserta didik.
Kedua, harus ditemukan sebuah „sistem yang tepat‟ dalam lembaga seminari. Sistem yang dimaksudkan ialah atmosfer Seminari yang dapat membuat para seminari menyadari akan keberadaannya di seminari.Sebagai contoh, ketika saya pertama kali sekolah di seminari Flores, saya langsung merasakan atmosfer seminari yang menanamkan budaya baca, sangat menghargai waktu, menghargai keheningan, dan lain sebagainya. Atmosfer ini yang membius saya untuk harus diikuti dan dijalankan dalam kehidupan saya di seminari. Dan apa yang saya terima di seminari menengah terbawa sampai saat ini. Jika sistem yang sudah cocok dan tepat itu ditemukan, saya yakin nuansa seminari saat ini akan berbeda; seminari makin bersinar. Dua hal yang saya sebutkan di atas menjadi anjuran untuk menjadikan siswa/i seminari berkualitas. Dalam pengamatan saya sekarang ini, secara akademik untuk konteks Papua, khususnya Kabupaten Sorong, siswa/i seminari termasuk peserta didik yang berkualitas secara akademik. Tapi untuk konteks Papua secara keseluruhan belum teralu pasti. Hal ini terjadi karena masih ada banyak orang yang lebih berkualitas di sekolah lain. 125
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Di samping itu juga, Seminari van Diepen dikenal sangat menjunjung tinggi nilai kejujuran, perhatian para guru kepada siswa yang sangat baik dan peraturan yang ditetapkan lembaga seminari yang tergolong keras. Hal initerjadi karena di dalam tubuh seminari van Diepen sendiri (pendidik dan peserta didik) sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Dan ini yang menjadi kualitas Van Diepen. Sepuluh tahun usia seminari van Diepen sudah menghasilkan
output yang melanjutkan study diberbagai universitas, baik dalam negeri maupun luar negeri. Diusia yang masih tergolong sangat muda, van Diepen melahirkan putra-putri yang mampu bersaing dengan mahasiawa dari latarbelakang pendidikan yang berbeda. Buktinya, laskar-laskar van Diepen masih bertahan di universitas terkenal seperti Sanata Darma dan universitas ternama di luar negeri. Ada juga putra-putra yang dilahirkan dari rahim van Diepen untuk melanjutkan studinya di lembaga calon pembentukan imam. Putra-putra pilihan Tuhan ini bersedia menanggapi dan menjawabi panggilan Allah untuk menjadi Imam Keuskupan dan bairawan misionaris. Mereka tersebar ke beberapa keuskupan seperti Keuskupan Manokwari Sorong, Jayapura dan beberapa konggregasi seperti OSA, O. Carm dan SVD. Pendidikakan, pembinaan dan pembentukan yang terjadi di rahim Petrus van Diepen sudah melahirkan putraputri yang berkualitas. Pengbadian, kerja keras dan kerjasama antarpembina, pendidik dan peserta didik melahirkan output-output yang berkualitas.
Hasil Pengelolaan Seminari Menengah „Petrus van Diepen‟ di Kabupaten Sorong Penyelenggaraan pendidikan bagi siswa SM PvD diupayakan untuk mewujudkan seorang manusia dewasa secara manusiawi dan Kristiani pada tingkatnya serta diperlengkapi dengan kemampuan untuk belajar hidup secara tekun dan reflektif menuju pribadi yang berpola pada hidup Yesus Kristus18. Pribadi yang demikian memiliki ciri-ciri: memiliki sikap yang terbuka; memiliki semangat pelayanan; mampu berefleksi; peduli terhadap sesama dan lingkungan yang dijiwai dengan hati nurani yang luhur dalam terang iman Kristiani. 18
Lihat Pedoman Pembinaan Calon Imam di Indonesia, 2001:31.
126
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Selain bertujuan untuk mewujudkan pribadi yang unggul tersebut, asrama juga bertujuan mewujudkan prestasi akademik siswa. Hasil prestasi siswa dilihat dari sejauh mana para peserta didik dapat menerima proses pembelajaran yang diberikan oleh para guru (kwalitatif) dan berdasarkan nilai akhir (rapor) sebagai bentuk evaluasi belajar mengajar. “Pada lingkup yang lebih besar, prestasi akademik para siswa/i kami ukur dari presentase tingkat kelulusan dari setiap angkatan. Sebagai sebuah lembaga yang mengedepankan aspek kejujuran dalam pelaksanaan Ujian Nasional dan system penilaian di sekolah, kami cukup berbangga dengan prestasi akademik yang dimiliki oleh peserta didik. Jika dibuat rata-rata secara umum dari beberapa kali pelaksanaan Ujian Nasional, presentase kelulusan untuk tingkat SMP sebesar 86%, sementara untuk tingkat SMA sebesar 96%”, demikian komentar Rektor SM PvD.
Berikut tabel yang dapat menggambarkan prestasi akademik peserta didik. Tabel 4.14. Prestasi Akademik Siswa/I SM PvD pada Tingkat SMP Tahun/Ajaran 2007/2008 2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 2012/2013 Rata-rata
Siswa/i SMP kelas 3 21 30 59 42 50 47
Lulus 17 20 44 40 48 belum ada data
Tingkat Kelulusan 81% 67% 75% 95% 96% belum ada data 86%
Tabel 4.15. Prestasi Akademik Siswa/I SM PvD pada Tingkat SMA Tahun/Ajaran 2010/2011 2011/2012 2012/2013 Rata-rata
Siswa/i SMA kelas 3 14 25 41
Lulus 14 22 41
Tingkat Kelulusan 100% 88% 100% 96%
127
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Perjuangan total dari para peserta didik memang patut diacungkan jempol, karena bukan saja menonjol pada aspek akademik di sekolah, melainkan juga mampu berprestasi dan bersaing dengan sekolah lain. Dalam beberapa ajang perlombaan baik pada lingkup lokal maupun Nasional, SMPvD tidak pernah absen untuk ikut serta dalam seleksi Olimpiade Sains di tingkat kabupaten, propinsi bahkan tingkat nasional. SM PvD pernah menjuarai ajang olimpiade sains yang dikhususkan untuk anak-anak asli Papua dan diselenggarakan P.T. Freeport Indonesia untuk mata lomba Biologi, Fisika, Kimia, Matematika dan karya tulis Ilmiah. Selain itu, sebanyak tiga kali ajang olimpiade sains yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), siswa SM PvD menjadi delegasi Pemerintah Propinsi Papua Barat pada kejuaraan Olimpiade Sains Nasional untuk mata lomba Ekonomi. Prestasi non akademis yang dicapai tampak dari dikirimnya beberapa siswa/i dalam berbagai pagelaran dan perlombaan seni budaya tingkat nasional seperti cipta puisi, baca puisi, musik tradisional dan tarian daerah. Lulus sekolah menengah atas bukanlah akhir dari perjalanan pendidikan. Hal ini sudah menjadi kesadaran kolektif dari siswa/i SM PvD. Setelah menyelesaikan masa studi selama 3 tahun di bangku SMA, siswa/i berjuang untuk bisa menempuh pendidikan tinggi. Bahkan, salah satu lulusan (2011) SM PvD sedang melanjutkan pendidikan di sebuah perguruan tinggi ternama di Jerman. Satu orang siswa di angkatan ini (2013) juga sedang mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Jerman. Selain itu, sebagian besar dari lulusan SM PvD pada dua angkatan (2011 dan 2012) berani untuk memilih dan mengikuti panggilannya sebagai imam (69%). Lebih jelasnya bisa dilihat pada grafik dan table di bawah ini.
128
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Gambar 4.1 Konsentrasi Pendidikan Siswa
Tabel 4.16 Data Angkatan dan Konsentrasi Pendidikan Angkatan 2011 2012 Total
Siswa/i SMA kelas 3 14 25 39 Persentase
Pendidikan Imam
Perguruan Tinggi
8 19 27 69%
6 6 12 31%
Hasil pengelolaan seminari seperti disebutkan di atas, menunjukkan bahwa penyelenggaraan sekolah asrama memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan sistem non asrama dalam rangka untuk mengakselerasi prestasi siswa. Kehidupan asrama yang mengharuskan siswa untuk selalu berada di asrama serta di bawah pengawasan guru dan pembina di dalam asrama menjadikan siswa lebih semangat dan lebih giat dalam mengikuti proses pendidikan di asrama.
129
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Keunggulan Pengelolaan Asrama SM PvD Penelitian lain yang kami buat untuk asrama yang ada di kota Sorong, yakni Asrama Putra St. Agustinus, Asrama Puteri St. Monika dan Asrama Puteri St. Fransiskus Xaverius19. Asrama-asrama ini sering disebut sebagai Panti Asuhan. Asrama ini diadakan untuk menampung anak-anak yang tidak mempunyai keluarga di kota Sorong, namun berkeinginan melanjutkan studinya di Kota Sorong. Juga terdapat anak-anak yang memang tidak mempunyai orang tua lagi. Asrama ini lebih dari sekedar tempat kost sebab di asrama ini ada juga seorang pembina yang mengatur hidup bersama anak-anak yang ada. Orangtua memilih tempat ini karena merasa aman bagi anak-anak mereka dan suasana belajar dapat terciptakan di tempat ini. Berdasarkan pada hasil wawancara dan observasi serta kajian dokumen pada SM PvD dan dengan membuat pembandingan tentang corak pengelolaan pada ketiga asrama-panti asuhan yang disebut di atas, peneliti keunggulan-keunggulan dari sekolah berpola asrama SM PvD. Sekolah berpola asrama SM PvD menjadi sekolah alternatif yang secara intensif mendidik siswa dari segi rohani dan jasmani. Sekolah ini telah berusaha membentuk lulusannya menjadi manusia yang seutuhnya. Sekolah ini mempunyai kesatuan kurikulum dengan asrama; sehingga dapat dikatakan menjadi sebuah kurikulum hidup. Kurikulum hidup itulah yang kami sebut sebagai keunggulan dari Sekolah berpola Asrama SMPvD. Kurikulum hidup ini bercorak “komunikatif-Integratif”. Dalam arti yang lebih luas – komunikasi integratif – atau dengan istilah lain komunikasi terpadu dapat juga dimaknai sebagai pengembangan komunikasi hidup harian antar anggota keluarga inti seperti, suami-istri, orang tua dan anak, serta diantara anak-anak. Keberhasilan komunikasi integratif dapat dicapai jika ada sikap empatik, membuka pintu hati dan mendengar aktif. Selain mengunjungi asrama-panti asuhan ini dan membuat observasi serta wawancara dengan para pamongnya, peneliti sudah memintakan para pamong dari masing-masing asrama-panti asuhan ini untuk menuliskan keterangan mengenai asramanya yang turut dilampirkan dalam buku ini. 19
130
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Tak jauh berbeda dengan keluarga sebagai sebuah entitas, pendidikan berpola asrama juga menuntut adanya komunikasi integratif di antara anggotanya, baik antara perfek, pamong, guru sebagai wakil dari orang tua (baca: formator) dengan siswa-siswi sebagai formandi, antara sekolah dengan asrama. Kesemuanya itu sungguh memanusiakan manusia yang dapat berperan aktif dalam pembangunan. Dari seluruh uraian deskriptif di atas ini dapat ditelusuri beberapa keunggulan atau best practices dalam strategi pengelolaan dan hasil dari sekolah berasrama SM PvD. Selain keunggulankeunggulan umum sekolah berasrama yang sudah disebut dalam bab II di atas (ada 12 hal yang unggul), SM PvD memiliki keunggulankeunggulan yang spesifik sebagai berikut: a. Sekolah khusus tapi terbuka untuk umum. Pendirian sekolah SMPvD ini sebenarnya bercorak khusus, yaitu terarah pada pembentukan calon-calon pemuka dan pelayan umat Katolik atau calon imam, sebagaimana tersurat dalam nama sekolahnya sendiri yaitu „Seminari Menengah‟. Sebagaimana lazimnya sebuah seminari Katolik, para siswa laki-laki itu mengikuti pendidikan formal dan serentak mendapat pembinaan kehidupan dalam asrama. Tetapi SMPvD ini menerima juga para siswa yang tidak memiliki aspirasi untuk menjadi calon imam, malahan menerima kelompok siswi perempuan yang pasti bukan calon imam. Juga diterima para siswa yang bukan beragama Katolik. Kebanyakan siswa itu hidup dan dibina dalam asrama, baik di asrama seminari dan di asrama putri. Dibandingkan dengan seminari menengah lainnya di Indonesia, yang jumlahnya 32 buah, kebanyakan hanya menampung peserta didik yang ingin menjadi calon imam saja, jadi mayoritas laki-laki. Ada beberapa seminari menengah yang mengikuti persekolahan SMA Katolik biasa dengan siswa campur: lelaki dan perempuan, tetapi hanya calon-calon „imam‟-lah yang tinggal di asrama seminari, sedangkan siswa-siswi lainnya tinggal di rumah masing-masing. Sementara seminari Petrus van Diepenlah satu131
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
satunya seminari untuk para calon imam yang tinggal di asrama, bersebelahan dengan asrama putri yang dikelola para Suster, dan semua penghuni asrama ini mengikuti pelajaran di sekolah yang sama20. Keterbukaan sekolah ini untuk menerima para siswa yang bukan Katolik pun memberi keunggulan tersendiri, dan para seminaris ini dapat bersahabat dengan penganut agama lainnya. b. Pendidikan dan pembinaan manusia seutuhnya. Sesuai dengan tujuan sistem pendidikan nasional untuk mendidik manusia seutuhnya (lihat Bab I dan Bab II di atas), penyelenggaraan SMPvD ini memperhatikan pendidikan dan pembinaan manusia muda seutuhnya. Bilamana persekolahan lebih menekankan aspek intelektual, maka pembinaan di asrama memperhatikan pengembangan pelbagai inteligensi manusiawi (multiple intelligence; lihat Bab I). “Sa senang sekolah di sini, karna ada lapangan bola kaki. Tiap
hari sa su capat makang dan pi main bola. Sapa tau boleh iko Persipura nanti”, demikian ujar seorang siswa yang gemar
main sepak bola.21
c. Prinsip „non multa sed multum‟. Prinsip untuk mementingkan mutu hidup seseorang ketimbang jumlah atau kuantitas lulusan ini dipegang teguh dalam proses seleksi yang dijalankan pada setiap akhir semester. Hal ini sangat jelas pada kasus tingkat putus sekolah atau D.O. yang begitu tinggi setiap tahun, terlebih bagi mereka yang tidak mampu beradaptasi dalam kehidupan asrama. Kebijakan ini menghargai setiap pribadi anak didik, karena tidak menjadikan mereka hanya sebagai salah satu nomor dalam jumlah melainkan lebih memperhatikan minat, bakat dan kemampuan masing-masing sesuai inteligensinya. Hal tersebut terungkap dari hasil wawancara berikut:
Wawancara dengan Pamong Akademik, RD Yan Vaenbes Pr pada 15 Mei 2014 Saya senang bersekolah di sini, karena ada lapangan sepak bola. Tiap hari saya cepatcepat makan dan pergi main sepak bola. Siapa tahu saya bisa ikut klub Persipura nanti. Wawancara dengan Paskalis Kosay, di Aimas.
20 21
132
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
“Setiap akhir semester dalam rapat staf pengajar dibahas tentang perkembangan dan kemajuan para siswa seminari ini, baik untuk pencapaian hasil mata pelajaran mereka maupun untuk penyesuaian tingkah laku mereka dengan kebiasaan dan aturan main asrama seminari ini. Biarpun pintar tetapi tidak mau turut pada kebiasaan hidup seminari, ya terpaksa kami pulangkan ke orang tuanya,”22
d. Keterarahan kepada anak-anak Papua. Di Papua secara umum, mutu pendidikan masih sangat rendah. Oleh karena itu, dibutuhkan inisiatif penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada pemberdayaan dan pendidikan anak lokal Papua. SM PvD berdiri guna memberikan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak Papua. Menyadari kebutuhan tersebut, maka SM PvD memberikan perlakuan istimewa bagi anak-anak Papua yang membutuhkan pendidikan. Menurut Uskup Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr, setiap tahun kita harus memberi jatah paling kurang 30% kepada anak-anak Papua, yang mendaftar, agar mereka jangan kalah bersaing dengan sejawatnya yang bukan Papua, yang nampaknya lebih mudah untuk mendapat akses di sekolah manapun23. Kebijakan tersebut pun sengaja diambil, mengingat bahwa akses kepada pendidikan formal bagi masyarakat Papua sampai kini masih sangat langka, dan pemerintah daerah pun sudah melihat bahwa kebanyakan sekolah negeri condong dijejali oleh anak-anak yang „berambut lurus‟. Juga mutu pendidikan dasar di propinsi Papua Barat relatif rendah, yang berarti juga sudah menyiratkan bahwa keterbelakangan ini masih akan dialami oleh warga generasi muda Papua. Bapak guru, Konradus Jurman S.S., menuliskan komentar demikian mengenai keterarahan khusus pada anak-anak Papua, demikian: Ada sebuah mitos di Tanah Papua, bahwa anak Papua tidak bisa berprestasi dalam bidang eksata, tetapi di seminari 22 Wawancara dengan Kepala Asrama, Koordinator Pamong SMP, RD. Adrianus Gaut Pr, pada 18 Mei 2014). 23 Wawancara dengan Uskup Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr pada 11 Mei 2014.
133
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Petrus van Diepen ada banyak anak Papua selama ini yang ikutserta dalam lomba-lomba mata pelajaran Matematika, dan IPA. Banyak anak Papua yang mengambil jurusan IPA di SMA.
e. Muatan lokal pengetahuan bahasa. Secara sengaja muatan lokal ini memilih pengajaran bahasa Latin, yang bisa jadi dipandang sebagai bahasa mati, tetapi pelatihan analisis kalimat bahasa ini serta logika bahasa yang melatarbelakanginya memudahkan anak untuk mempelajari bahasa-bahasa lain, termasuk bahasa daerah yang sangat bervariasi di Papua. “Saya kira hanya di seminari menengah saja, seperti di sini, yang masih mengajarkan bahasa Latin dengan latihanlatihannya. Di SMP dan SMA lainnya hanya diajarkan Bahasa Inggris dan satu Bahasa asing lain, tetapi Bahasa Latin tidak dikenal24.
Oleh karena itu, ia mengaku beryukur pernah mempelajari Bahasa Latin dan sebab itu saya lebih mudah untuk mempelajari tatabahasa lainnya. Karena itu penting sekali untuk memberikan pelajaran Bahasa Latin kepada para siswa seminari”, kata pengajar Bahasa Latin. f.
Manajemen pembinaan manusia utuh.
Penataan jadwal harian yang teratur, misalnya makan 3 kali sehari, istirahat tidur siang dan malam, waktu studi dan olah raga, penataan kebersihan diri dan lingkungan, latihan olah raga dan kesenian, latihan hidup rohani, dsb, menjawab kebutuhan pelatihan di bidang multiple intelligence. Perkembangan anak didik ini pun diikuti dengan cermat oleh para pembina atau formator setiap hari, karena mereka tinggal seatap dengan anak didiknya di asrama. Dengan demikian anak menjadi subyek didik dan subyek bina secara intensif.
Wawancara dengan Koordinator. Pamong SMA, RP. A. Roja O.Carm pada 25 November 2014 di Aimas.
24
134
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Pendidikan sejatinya harus menumbuhkan aneka kemampuan yang memungkinkan seseorang menjadi dirinya sendiri dan terus meningkatkan diri sebagai pribadi dan warga masyarakat yang semakin cakap dan bermartabat. Merunut pada pengertian di atas maka tujuan dasar atau substansi dari pendidikan pola asrama sangat kental dengan unsur pendidikan. Kelebihan dari sistem pendidikan asrama dapat diamati dari lingkungan seminaris antara lain:
Pembinaan Murid
Murid-murid yang tinggal di asrama sangat mandiri. Hal ini tampak dari kenyataan hidup sehari-hari yang hampir seluruhnya diatur oleh para murid sendiri: merawat dan mencuci pakaian, membantu memasak, mengatur pengeluaran uang yang diterima dari orang tua, kerja tangan, membersihkan asrama dan sekolah dan sebagainya. “Baru di sini saya belajar mencuci dan menyeterika bajuku”, komentar seorang siswa. Selain itu, murid-murid dengan latar belakang yang berbeda dapat saling berkenalan dan semuanya mendapatkan perlakuan yang sama. Keunggulan yang didapatkan adalah mereka belajar menumbuhkan suasana dan sikap demokrasi dan saling pengertian. Para murid punya hubungan akrab satu sama lain, maupun dengan guru atau pamong atau prefek/bapak asrama dan pembina lainnya yang ada dalam lingkungan asrama. Akibatnya, ketika muridmurid meninggalkan asrama baik karena hendak melanjutkan belajar di tempat lain maupun terjun ke tengah masyarakat dihargai karena telah memiliki bekal kemampuan yang memadai untuk hidup secara mandiri dan dewasa .
Aturan Disiplin
Pendekatan yang dipakai sebagai dasar sistem pendidikan asrama adalah pengkondisian melalui penerapan disiplin. Sesuai maksudnya, disiplin adalah metode untuk mengontrol atau mengarahkan aktivitas manusia. Tujuan adanya disiplin adalah untuk meningkatkan utilitas atau daya guna murid-murid, membentuk 135
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
sejenis mekanisme di mana makin murid-murid patuh maka makin bergunalah mereka sebaliknya apabila tidak patuh dan memaknai disiplin sebagai “pengekangan” atau dominasi maka siswa bersangkutan akan mundur sebagaimana dalam prosentase analisa tabel 4.14 dan 4.15 di atas. Disiplin didasarkan pada perhatian yang cermat pada keseharian yang dilalui dengan kegiatan-kegiatan yang ditetapkan disertai kesadaran tentang nilai dari kegiatan-kegiatan keseharian tersebut. Di sini pendidikan pola asrama telah mengimplementasikan seruan pendidikan berkarakter dalam sejarah yang sudah teruji. Disiplin dilaksanakan lewat sejumlah cara yaitu: Pertama, Melalui pemagaran. Hal ini dapat dilihat bahwa pada kompleks asrama dikelilingi pagar dengan maksud untuk memudahkan pengawasan. Murid-murid perlu sadar bahwa area mereka tinggal dikhususkan untuk maksud pendidikan yang dilengkapi dengan sejumlah fasilitas penunjang untuk maksud pengkondisian pembelajaran. Dalam lingkup itu mereka diawasi untuk aktivitas keseharian yang telah ditetapkan. Kedua, Unit-unit tinggal. Setiap kelompok yang dikategorikan dalam rombongan tahun masuk diberi tempat masing-masing berupa: rumah tinggal/kamar tidur, ruang makan, ruang belajar, lemari, tempat tidur, kamar mandi, Selain itu murid-murid juga diperkenalkan dengan rumah ibadat, ruang rekreasi dan sebagainya. Pelanggaran atas batasbatas yang telah ditentukan oleh individu yang tidak berhak mendapatkan sanksi yang diartikan sebagai kesempatan belajar untuk bertanggungjawab. Artinya murid-murid mau diajarkan bahwa masing-masing tempat harus digunakan sesuai fungsinya. Ketiga, Penggunaan time table atau jadwal kegiatan harian yang makin rinci dan makin ketat termasuk waktu belajar pada sore dan malam hari. Segi lain dari kehidupan asrama adalah kehadiran dan peran para pembina atau pendamping. Kebersamaan dan hubungan akrab antara para seminaris dengan para pendamping menimbulkan dampak modeling atau peniruan-peneladanan dari murid-murid terhadap pendamping. Oleh karena itu figur pendamping mempengaruhi peralihan nilai-nilai yang ditularkan dalam praktek hidup dan ini akan dicerna lebih cepat dari apa yang diajarkan kepada murid. 136
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Asrama Seminari Van Diepen sebagai Ruang Sosial bagi Siswa Analisis keruangan asrama (keberasramaan) menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan dalam melihat fenomena sosial dan dampak ruang asrama bagi siswa. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Herbert J. Gans (1991) bahwa ruang tidak dapat diabaikan dalam menganalisis hubungan sebab akibat antara ruang dan masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena: (1) ruang alam mempengaruhi kehidupan sosial dan kolektivitas; dan (2) dari cara-cara yang tak terhitung di mana kolektivitas ini berubah ruang alam menjadi ruang sosial dan bentuk penggunaannya. Pendidikan berpola asrama di SM PvD, yang menempatkan siswa dalam satu lokasi tempat tinggal dengan tempat belajar, memungkinkan siswa untuk menjalin relasi-relasi antar siswa yang berbeda suku dan kebudayaan secara bebas di dalam asrama. Asrama menjadi katalisator yang cukup efektif dalam melebur ragam perbedaan latar belakang suku dan kebudayaan siswa selama menjalani proses belajar mengajar di dalam asrama. Hal ini menjadi pengalaman baru bagi siswa dimana siswa dipertemukan dan hidup bersama dalam waktu yang lama dengan siswa lain yang berasal dari suku dan kebudayaan yang berbeda-beda. Kondisi di asrama SM PvD menjadi sarana atau wadah yang kondusif untuk terjadi pembauran dari berbagai latar belakang suku dan budaya. Terdapat diferensiasi multikulturalisme yang menyata dalam hidup keseharian anak-anak. Menarik, membanggakan dan membahagiakan ketika pandangan mata menangkap pemandangan sekelompok anak bermain bersama dengan ras yang berbeda (ada ras Papua, Jawa, Sulawesi, Sumatera, NTT, Ambon). Terdapat semacam Taman Mini Indonesia dalam konteks manusia yang berbaur. Pembauran ini tidak hanya kelihatan secara fisik tetapi terlebih dahulu dikondisikan dengan pemahaman akan nilai positif dari kebersamaan dalam keberbedaan. Bahwa hakekat dari kebersamaan adalah martabat manusia. Marten Luther King Junior pernah 137
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
mengatakan: “Saya bermimpi, suatu ketika anak-anak saya tinggal di suatu tempat yang tidak dibedakan karena warna kulitnya, rambut, ras dan sukunya tetapi diterima karena mereka adalah manusia ciptaan Tuhan”. Mimpi yang sama sementara diperjuangkan di SM PvD. Perlahan tapi pasti mimpi ini terwujud. Pola pembauran menghilangkan rasa kesukuan ini tidak begitu saja dihadirkan tetapi melalui pembinaan dan pendidikan. Pembinaan dilakukan lewat:
konferensi bulanan di asrama; sebagian besar tema konferensinya tentang kebersamaan, persaudaraan, kekeluargaan, kasih sayang/cinta kasih, martabat manusia.
Dalam hal penempatan kamar tidur di asrama, polanya ditempatkan satu kamar empat orang anak dengan asal yang berbeda. Selama kurun waktu satu semester terjadi interaksi yang pada akhirnya terjadi penerimaan satu dengan yang lain dengan pemahaman bahwa keberbedaan perlu ada tetapi untuk saling memperkaya dan saling membesarkan.
Pembauran seperti ini berlanjut pada pembagian anggota meja di kamar makan, kelompok kerja harian, dan penempatan ruang belajar. Pengkondisian ini dimaksud supaya anak-anak belajar menerima keberbedaan dan menghilangkan rasa kesukuan (bdk. Iswanti, hlm. 7: 1. menghilangkan rasa kesukuan).
Pengalaman hidup dalam satu tempat dalam waktu yang lama bagi siswa tidak hanya menjadi pengalaman baru, melainkan siswa juga secara otomatis mempraktikkan asimilasi serta beradaptasi dalam lingkungan baru. Dalam konteks ini, peraturan-peraturan yang dibentuk di dalam asrama membantu memudahkan terjadinya pola interaksi di antara siswa yang berlainan suku tersebut. Aturan ketat dan disiplin yang diterapkan selama di dalam asrama memungkinkan terjadinya proses-proses sosial yang diinginkan selama siswa menjalani pendidikan.
138
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Keunggulan pendidikan dengan sistem asrama dibanding dengan sistem non asrama juga nampak dalam hal pengembangan potensi sosial siswa. Hal ini disebabkan karena asrama tidak hanya menjadi tempat berlangsungnya proses belajar mengajar an sich, namun asrama sebagai institusi pendidikan juga menghadirkan nuansa kehidupan sosial lengkap dengan pranata sosial pada umumnya. Di asrama siswa dituntut untuk beradaptasi dan bertanggungjawab untuk melaksanakan perannya masing-masing sesuai dengan ketentuan yang telah diatur di dalam asrama. Hal ini menjadi modal untuk membangun potensi-potensi sosial yang ada dalam diri siswa. Sehingga jika keluar atau lulus kelak, siswa telah siap hidup di dalam masyarakat yang lebih luas. Pemaknaan akan potensi sosial terjadi di asrama dengan pembinaan dan pembiasaan hidup sehari-hari. Pada prinsipnya hidup asrama adalah hidup bersama. Supaya bisa hidup bersama maka dibutuhkan kecakapan sosial dalam diri masing-masing individu. Walau demikian kecakapan sosial ini dibiasakan lagi ketika anak-anak tinggal di asrama. Kecakapan sosial itu menyangkut: kenal diri, terima diri, simpati, empati dan relasi sosial. Potensi sosial dikembangkan dengan pemberian atau pembagian tugas tanggungjawab dalam kehidupan harian berupa; piket di kamar makan, dapur, kebun, peternakan(memelihara sapi dan babi), melayani orang sakit/teman yang sakit, membersihkan kamar tidur, kamar mandi dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan ini merupakan aplikasi langsung dari potensi sosial anak-anak (bdk.Iswanti, hlm. 7: 2. Mengembangkan potensi sosial). Sementara itu, jika dilihat dari jadwal harian serta mingguan selama di dalam asrama, terlihat aturan-aturan yang menuntut siswa untuk menjalani rutinitas ritual peribadatan di dalam asrama. Siswa yang semula tidak rajin beribadat dituntut harus menyesuaikan dengan pola kehidupan di dalam asrama, yang antara lain terkait dengan aturan tentang kegiatan-kegiatan spiritual. Ketentuan tentang 139
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
peribadatan yang harus dilaksanakan oleh siswa baik harian maupun mingguan sudah mampu mengembangkan potensi spiritual siswa. Potensi spiritual sungguh dikembangkan dalam kehidupan asrama SM PvD karena seluruh aturan hidup dikemas dalam bingkai rohani. Hidup harian diawali dengan doa dan perayaan ekaristi dan diakhiri dengan doa. Dalam keyakinan iman, anak disiapkan untuk menyadari bahwa hidup ini digerakkan oleh Yang Maha Kuasa. Kesadaran akan hal ini menjadikan anak memiliki perasaan rendah hati dan kesadaran untuk bersyukur dan berterima kasih. Pendidikan spiritual dikemas dalam bentuk: doa bersama, doa pribadi, ekaristi, meditasi, refleksi mingguan, rekoleksi, retret dan olah rohani pribadi (bdk, Iswanti, hlm. 7: 3. Mengembangkan potensi spiritual atau kerohanian). Demikian juga, sebagai potret kehidupan sosial, asrama memberikan pengalaman baru bagi siswa untuk menempatkan dan memainkan perannya masing-masing sesuai dengan peraturan tertulis yang dijalankan secara rutin. Interaksi rutin ini dijalankan oleh siswa selama 24 jam atau ketika bangun tidur, hingga tidur kembali. Rutinitas ini berjalan dan terjadwal sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam asrama. Kebiasaan yang berlangsung sekian lama yang dialami siswa di dalam asrama ini mengubah dan mengkondisikan siswa dalam kehidupan yang baru di dalam asrama. Hal ini ketika diterapkan dalam jangka panjang, membentuk watak, sikap, akhlak dan kepribadian siswa. Pengembangan watak, sikap, akhlak dan kepribadian sebenarnya adalah muara dari semua aspek hidup yang ditetapkan dalam aturan harian. Artinya pada setiap aturan yang dihidupi di asrama secara otomatis membentuk watak-kepribadian anak antara lain: watak disiplin, kerja keras, mandiri, rajin, tanggungjawab, solider, persaudaraan, turut mengambil bagian dalam kesulitan yang dihadapi teman atau orang lain, mendengarkan orang lain, suka berbagi, memiliki daya tahan dalam menghadapi kesulitan, memiliki daya juang yang lebih. Itulah sejumlah watak, akhlak, sikap dan kepribadian 140
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
positif yang bisa dikembangkan dan menjadi daya unggul hidup di asrama. Anak sedari awal ditanamkan kesadaran bahwa hidup berjalan terus dan dijalani dengan ikut mengambil tanggungjawab atas diri sendiri bukan terus bergantung pada orang tua dalam arti yang tegas (bdk. Iswanti, hlm.7 : 4. Mengembangkan watak, sikap, akhlak dan kepribadian). Ketika siswa hidup di dalam asrama, maka segala urusan kehidupan pribadi seperti mencuci baju, dan lain-lain harus dilakukan sendiri. Berbeda dengan sistem pendidikan non asrama yang hidup dengan orang tuanya. Di dalam asrama, siswa mengurus segala urusannya sendiri di luar ketentuan yang diatur di dalam asrama. Sehingga ketika siswa terbiasa dalam mengurus keperluannya sendiri, maka akan terbentuk pribadi siswa yang serta timbul etos kerja pada diri siswa. Melalui budaya kerja sebagai pengejawantahan dari aspek sanitas, peserta didik diajak untuk lebih mandiri dalam mengurus kebutuhan pribadi seperti mencuci pakaian dan perangkat makan; menjaga kebersihan sekolah dan unit (kamar) di asrama; serta berolahraga. Selain perihal yang menyangkut kepentingan pribadi, peserta didik juga melakukan kerja bersama dalam kegiatan agribisnis dengan cara mengelola kebun seluas 2 hektar. Kegiatan ini dilakukan mulai dari bercocok tanam dan beternak serta pengolahan hasil. Produk yang didapat dari hasil kebun dan ternak digunakan untuk konsumsi peserta didik di asrama, berbagai kegiatan kesiswaaan, dan sebagian diolah untuk dijual di kantin kejujuran. Aspek sanitas sebagai satu pola pembinaan di asrama dapat melatih kemandirian dan budaya kerja keras peserta didik. Harapannya, selepas dari pendidikan di asrama/sekolah SM PvD, masing-masing pribadi dapat memiliki daya saing dan dapat beradaptasi di lingkungan masyarakat (bdk. Iswanti, hlm.7 : 5. Mengembangkan kemandirian dan etos kerja keras). Keberadaan peraturan di dalam asrama menjadi semacam pengatur ritme dalam kehidupan di dalam asrama. Peraturan-peraturan inilah yang mengikat dan mengatur berlangsungnya pranata-pranata 141
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
sosial serta menciptakan kebiasaan-kebiasaan baru bagi siswa. Pembiasaan yang berlangsung lama ini akan mengembangkan kedisiplinan bagi siswa. Ketaatan terhadap peraturan menjadi hal penting dalam menilai siswa di dalam asrama. Kegiatan terjadwal dengan tuntutan tinggi untuk dapat mencapai prestasi di bidang akademik maupun non akademik secara tak langsung memunculkan budaya disiplin pada diri peserta didik. Pada awalnya, jadwal harian pribadi maupun bersama yang diawali dengan perayaan ekaristi, studi di sekolah, istirahat (tidur dan makan), olah raga, rekreasi, studi mandiri (rata-rata 4 jam/hari) dan doa terasa berat untuk diterapkan, apalagi sebagian besar seminaris berasal dari pedalaman yang cenderung memiliki rutinitas harian bebas. Namun seiring dengan berjalannya waktu, para seminaris menjadi terbiasa sehingga membentuk pola disiplin diri pada masing-masing pribadi. Upaya pendisiplinan para seminaris juga dilengkapi dengan paket pemberian poin dan sanksi bagi pelanggar. Upaya ini menjadi penting untuk memberikan efek jera agar para seminaris semakin bisa mendisiplinkan diri. Pemberian poin dan sanksi dilengkapi dengan paket pendampingan personal di mana para seminaris yang melanggar didampingi oleh pamong/perfek melalui nasehat atau konferensi bersama. Pengkondisian ini sangat penting agar para seminaris memiliki kesadaran akan apa yang telah di perbuatnya dan dampak negatif bagi diri dan komunitas (bdk. Iswanti, hlm. 7: 6. Mengembangkan kedisiplinan). Sistem pendidikan asrama di Indonesia pada umumnya dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma tertentu. Hal ini disebabkan karena penyelenggaraan pendidikan model asrama umumnya dimaksudkan untuk tujuan dan fungsi tertentu. Kehidupan asrama sebagai tempat untuk menempa diri siswa baik dari segi fisik, mental dan spiritual dianggap paling baik dalam mewujudkan fungsifungsi tersebut. Selama berada di dalam asrama, mental siswa dilatih dan digembleng sehingga sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, sistem pendidikan asrama merupakan alternatif sekaligus solusi dari sistem pendidikan formal konvensional. Pola pembinaan di asrama 142
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
dalam rangka mewujudkan salah satu poin dalam visi dan misi SM PvD, yaitu mewujudkan kader-kader yang dapat mengabdi pada gereja dan bangsa diejawantahkan melalui paket pembinaan rohani maupun kepemimpinan. Dengan memberikan tanggungjawab kepada para seminaris dalam berbagai kegiatan liturgy sebagai petugas di altar maupun di belakang altar mengajarkan untuk ambil bagian dalam pelayanan gereja, mengajarkan untuk berani berbicara di depan umum (mimbar), dan mengajarkan untuk bekerjasama. Upaya untuk menjadikan para seminaris pribadi yang unggul dan bertanggungjawab juga diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan rutin tahunan seperti rekoleksi, retret, latihan dasar kepemimpinan dan latihan analisa sosial. Melalui rekoleksi dan retret, para seminaris diajak untuk melihat kembali (berefleksi) terhadap perilaku hariannya dan diajar untuk menjadi lebih baik. Latihan dasar kepemimpinan adalah paket pelatihan yang mendidik para seminaris untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan pemimpin di masyarakat. Dengan beragam eksperimen dan permainan (semi outbound) peserta diperkenalkan tentang kepemimpinan dan berbagai karakter penting seorang pemimpin. Selain itu, peserta juga diajak untuk mengolah diri secara personal dengan tahu apa yang menjadi potensi-potensi pribadinya, peserta juga dituntut untuk dapat saling percaya dan bekerjasama dalam team sebagai modal utama suatu kelompok kerja. Teori-teori dasar tentang organisasi dan penyusunan program kerja juga diajarkan sebagai bekal untuk menyusun program selama periode kepengurusan. Aspek yang juga penting dan utama adalah adanya AKSI-REFLEKSI, melihat kembali apa yang dialami dan dirasakan dalam proses. Latihan Analisa Sosial adalah paket pelatihan yang mengajak para seminaris memiliki sikap peduli pada lingkungan. Peserta diajak untuk memiliki keberpihakan kepada orang yang membutuhkan/kekurangan dari kacamata hak asasi dengan menggunakan Kitab Suci dan Ajaran Sosial Gereja sebagai dokumen tertulis yang dimiliki oleh gereja katolik. Prinsip untuk saling berbagi 143
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
dan „man for others‟ ditanamkan dalam berbagai kegiatan (bdk. Iswanti, hlm.7 : 7. Mencetak kader sesuai dengan yang diharapkan) Di asrama SM PvD, sebelum siswa masuk dan terlibat dalam pendidikan yang ditentukan di dalam asrama, siswa harus mengikuti pendidikan persiapan selama satu tahun. Waktu persiapan menjadi momen penting bagi siswa untuk beradaptasi dengan lingkungan asrama. Keberhasilan mengikuti pendidikan di asrama seringkali tergantung pada keberhasilan pada proses adaptasi atau persiapan awal ini. Waktu persiapan ini ibarat matrikulasi yang tanpa disadari menjadi bagian yang tak terpisahkan dari peningkatan mutu pendidikan. Sehingga, sekalipun masa persiapan, tetapi siswa juga harus mengikuti sekian kegiatan yang dilaksanakan bagi siswa lama guna memperkenalkan siswa baru terhadap lingkungan yang baru. Hal ini tidak terdapat dalam pembinaan asrama di tempat lain. Sebab bukan hanya bimbingan dari senior namun juga merupakan sebuah kegiatan penuh dalam sebuah proses peningkatan mutu. Spirit yang tertanam dan tampak dari para lulusan adalah semangat untuk belajar. Terbukti dari semakin tingginya prosentase (95%) lulusan seminaris yang melanjutkan ke pendidikan tinggi di dalam maupun di luar negeri, baik yang melanjutkan ke pendidikan calon IMAM maupun berbagai profesi (kedokteran, ilmu pemerintahan, ekonomi, pertambangan, dsb). Semangat untuk belajar sepanjang hidup memang sudah ditanamkan sejak para seminaris mengikuti pola pembinaan di asrama. Selain belajar selama 7 jam di sekolah, para seminaris juga dituntut untuk belajar pribadi setiap hari minimal 4 jam di asrama. Pengkondisian ini secara tidak langsung menjadi tradisi yang mengakar hingga mereka dapat memiliki daya tahan lebih ketika mengenyam pendidikan tinggi dan dapat bersaing dengan nilai akademik yang cukup memuaskan (bdk. Iswanti, hlm.7 : 8. Mengkondisikan siswa untuk belajar lebih lanjut). Keterampilan bahasa asing menjadi salah satu materi penting yang diajarkan di dalam asrama. Bahasa Inggris, Bahasa Latin dan 144
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
bahasa Jerman merupakan tiga bahasa yang diajarkan kepada siswa. Kewajiban yang dikenakan kepada siswa untuk mempelajari dua bahasa asing ini menuntut siswa untuk lebih serius dalam belajar bahasa asing. Pengawasan pihak berwenang di asrama serta keberadaan kakak kelas yang hidup seasrama memberikan kemudahan dalam proses transformasi pengetahuan bahasa di dalam asrama. Belajar dari pengalaman dan pembiasaan, menggunakan bahasa dalam keseharian merupakan pintu masuk untuk fasih dalam berbahasa asing. Di sekolah SM PvD diajarkan tiga Bahasa asing yakni, Bahasa Latin, Bahasa Jerman dan Bahasa Inggris. Kesadaran bahwa bahasa komunikasi internasional adalah bahasa Inggris maka pelajaran ini diberi porsi waktu yang lebih dan dikondisikan untuk pembiasaan dalam keseharian. Pembiasaan itu dengan saling berkomunikasi dalam bahasa Inggris (English day) pada setiap hari sabtu dalam minggu. Selain itu pembiasaan dengan merayakan Ekaristi/ibadat/berdoa dengan menggunakan bahasa Inggris. Secara perlahan tetapi pasti bahwa anak-anak diperkenalkan dan digugah kesadarannya akan pentingnya bahasa asing dalam dunia yang semakin maju (bdk. Iswanti, hlm. 7: 11. Memperlancar penggunaan bahasa asing). Selain itu, kompleks asrama yang menggabungkan tempat tinggal siswa dan lokasi sekolah menjadi keunggulan tersendiri pendidikan model asrama, seperti di SM PvD ini. Karena di sini bukan hanya terjadi hidup asrama melainkan hidup keberasramaan. Hal ini karena penataan ruang fisik asrama dan sekolah menjadikan proses belajar mengajar lebih efisien. Siswa tidak harus datang dari lokasi yang jauh dan membutuhkan waktu untuk dapat menjangkau sekolah. Dengan demikian, jarak tempuh tidak menjadi masalah dan menjadi tantangan bagi siswa ketika menjalani proses belajar mengajar. Terkoneksinya tempat tinggal dan lokasi sekolah di satu sisi menjadikan sistem pendidikan asrama sebagai basis penggemblengan kader yang sangat efektif dan efisien. Dan dalam keberasramaan inilah terciptalah ruang sosial yang memungkinkan perjumpaan-perjumpaan berbagai elemen yang memberikan nilai unggul dalam pembangunan. Keberasramaan menciptakan relasi-relasi sosial yang memberikan nilai 145
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
unggul dalam setiap pertemuan yang ada sebagaimana tergambar dalam pandangan akan ruang sosial. Pola hidup keberasramaan terkondisi dengan penjenjangan antara senior-junior. Dalam hal ini perlu ditangani secara baik sebab bila tidak akan berbias negatif pada pola senior menguasai junior yang tidak sehat. Pengembangan ke arah yang positif diatur dengan memberikan kepercayaan kepada yang senior untuk mendampingi junior dalam bimbingan belajar. Pola yang dipakai di asrama SM PvD adalah siswa SMA mendampingi siswa SMP. Pola ini bermakna ganda artinya selain senior membantu junior, pada saat yang sama senior sendiri belajar ulang untuk menguasai bahan ajar yang sudah pernah dipelajari. Dalam hal ini maksud mepersingkat waktu studi tercapai karena terjadi saling mengajar dan sekaligus saling belajar antar siswa sendiri. Keunggulan lain dari pola sekolah berasrama adalah adanya efesiensi waktu sehubungan dengan akses ke sekolah. Ketepatan waktu dan jarak tempuh yang dekat menjadikan waktu berarti bagi anakanak. Artinya waktu terisi dengan kegiatan yang berarti bila dibanding dengan anak-anak yang tinggal di rumah dengan akses jarak yang jauh. Menghindari kelelahan karena jarak tempuh, menghindari kecelakaan serta menjadi nyaman dan tenang untuk mempersiapkan diri dalam belajar (bdk. Iswanti, hlm.7 : 9 & 10 Mempersingkat waktu studi dan efisiensi waktu). Sementara itu model kehidupan asrama yang menggabungkan antara siswa dari berbagai latar belakang etnis, dan para pengampu sekaligus dalam satu ruang asrama menjadi peluang terciptanya relasi dan kontak sosial yang cukup intens (Gans, 1991). Dengan demikian kebersamaan antara siswa dan pengampu dalam satu tempat memberikan peluang terjadinya kontak langsung satu sama lain. Siswa dapat dengan mudah menjalin kontak dengan pengampu asrama yang bertanggungjawab selama 24 jam terhadap aktivitas siswa. Pendidikan pola asrama di SM PvD ini telah membuahkan banyak nilai dan hasil yang baik dan masih menjadi unggulan dalam 146
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
proses pendidikan. Jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal, asrama dipandang mampu untuk membentuk peserta didik (siswa) untuk hidup dan teratur. Sistem pendidikan asrama dan karakteristik kehidupan di dalamnya mendorong peserta didik agar mampu memenuhi dan menjalani tugas kehidupan sehari-hari dengan . Sistem pendidikan asrama adalah salah sistem pendidikan yang mampu memberi pengaruh yang cukup besar dalam dunia pendidikan, baik jasmani, rohani, maupun intelegensi, karena sumber nilai dan normanorma yang dijadikan acuannya di dalam mengatur ritme kehidupan di dalam asrama. Berdasarkan realitas ini, sistem pendidikan asrama sering disebut sebagai alat transformasi sosial dan kultural sekaligus bagi para penghuni-penghuni di dalamnya. Fungsi pokok asrama sebagai lokus yang diperuntukkan mencetak kader. Kegiatan pembelajaran yang terjadi di dalam asrama tidak sekedar terjadi di dalam ruang-ruang pembelajaran formal, melainkan terjadi dalam aktifitas setiap waktu antara siswa dengan siswa yang lain, dan antara siswa dengan pengampu asrama. Dengan demikian, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan asrama memiliki keunggulan karena menempatkan siswa dalam ruang sosial baru lengkap dengan perangkat pranata yang disusun sedemikian rupa untuk mengendalikan dan mengatur pola interaksi yang berlangsung selama berada di dalam asrama. Asrama menyediakan pola pendidikan yang menyeimbangkan seluruh bidang kecerdasan manusiawi (atau multiple intelligence).
Pembangunan Manusia Lewat Pendidikan Keberasramaan Pengelolaan kehidupan bersama para siswa seminari dalam suatu lokasi tempat tinggal yang sama berbeda dengan kehidupan di suatu tempat kost atau asrama mahasiswa atau asrama/barak tentara; tempat kost, asrama mahasiswa atau barak tentara hanya menjadi tempat istirahat sesudah kegiatan di luar, dan apa yang dikerjakan di tempat tinggal ini bergantung dari selera serta kebiasaan penghuninya tanpa ada pendampingan dari pihak lain. Di SM PvD seluruh 147
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
kehidupan para siswa diikuti dan didampingi oleh para Pembina atau formator selama 24 jam sehari. Kegiatan belajar di sekolah (SMP atau SMA), yang terletak dalam satu kompleks yang sama, merupakan satu point atau kegiatan rutin utama dari seluruh acara harian; kegiatan belajar di sekolah ini dengan demikian tidak dipandang terpisah dari kegiatan keseharian, tetapi merupakan bagian dari kesibukan hidup, atau dengan kata lain pendidikan formal di sekolah terintegrasi dengan pembinaan kecakapan dan kebiasaan hidup serta pengembangan karakter siswa. Para siswa seminari ini diajarkan dan dilatih untuk tahu merawat diri, mengerjakan pekerjaan domestic sendiri dalam kebersamaan, menyediakan waktu untuk berolah raga, mengembangkan hidup doa-religius, melatih ketrampilan kesenian, membiasakan diri untuk belajar secara di luar jam sekolah, serta belajar hidup secara social bersama dengan teman-temannya yang berasal dari kabupaten yang berbeda, dengan agama yang berbeda. Pendidikan multi intelligence yang dikelola secara integral ini menghasilkan manusia-manusia yang mempunyai integritas diri, mampu hidup, serta terbiasa mewujudkan nilai sosialitas dalam hidup berkomunitas. Dalam bab 1 sudah dikatakan tentang tujuan pembangunan pendidikan nasional jangka menengah, antara lain: a) untuk meningkatkan iman, takwa dan akhlak mulia; hal ini antara lain dilatih lewat kegiatan peribadatan harian, retret tahunan, juga latihan kejujuran dalam membuat ujian; b) untuk meningkat penguasaan iptek, c) untuk meningkatkan kualitas jasmani; hal ini dilatih antara lain lewat olah raga rutin dan keteraturan jadwal kegiatan harian, termasuk tidur dan istirahat yang cukup, serta makan pada jam-jam yang teratur; d) untuk meningkatkan daya saing, mutu dan ketrampilan hidup, mampu menghadapi pelbagai tantangan hidup; hal ini; pelbagai hal ini sudah terbukti lewat pelbagai keberhasilan dari para siswa seminari, seperti yang sudah dipaparkan di atas (dalam bab 4 ini); e) untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pelajaran melalui peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah; hal inipun sudah dilaksanakan dengan hasil yang memuaskan. 148
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa system sekolah berpola asrama, seperti dipraktekkan di SM PvD ini, bisa berguna dan memberikan kontribusi bagi usaha untuk membangun manusiamanusia muda Indonesia sesuai dengan tujuan pembangunan pendidikan nasional. Pola keberasramaan dari SM PvD ini bisa dijadikan model bagi usaha pemerintah daerah, khususnya di propinsi Papua dan Papua Barat, yang sudah lama mencanangkan pendidikan formal dengan berpola asrama, tetapi yang sampai kini hanya menghasilkan gedung-gedung asrama yang kosong melompong dan rusak berantakan, karena para siswa dibiarkan hidup tanpa pendampingan kependidikan. Tujuan pembangunan masyarakat adalah untuk menjadikan manusia dan masyarakat lebih manusiawi. Di antara pelbagai bidang pembangunan manusia yang berbangsa dan bernegara, bidang pendidikan memiliki peran sentral, karena kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa mendatang banyak ditentukan oleh pendidikan yang diberikan saat ini. Pendidikan dalam hal ini menjadi instrument dalam membangun manusia seutuhnya. Melalui pendidikan manusia dapat meningkatkan taraf hidup dan melakukan mobilitas vertical dalam lingkungan social. Bila dilihat situasi pendidikan di Indonesia, nampaknya terdapat pelbagai jenis dan jenjang sekolah yang umumnya bergiat dari pagi sampai siang hari saja, dan ada jurang pemisah antara kegiatan pendidikan formal dan kesibukan hidup harian di rumah. Apalagi anak-anak, yang baru saja meninggalkan jenjang SD dan yang baru menanjak usia remaja, cenderung harus menempuh jarak perjalanan yang jauh untuk mengikuti pendidikan jenjang SMP dan SMA dan juga mulai mencari-cari habitus hidup yang semakin jauh dari jangkauan orang tuanya, seraya mengusahakan suatu relasi social yang baru lewat persahabatan dengan rekan-rekan sejawat dan seusia di SMP dan/atau SMA. Justru kehidupan bersama di asrama yang serentak terintegrasi dengan persekolahan memberi mereka peluang untuk menimba ilmu formal, melatih kecakapan hidup, membangun karakter dan budi pekerti, serentak menciptakan relasi kebersamaan dalam lingkungan teman-teman sebaya. 149
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
Bila dahulu para guru pernah dijuluki sebagai „orang tua yang ke dua‟ bagi para siswa SMP dan SMA, maka dalam praktek pendidikan keberasramaan di SM PvD ini para guru serentak berperan sebagai „orang tua ke dua‟ atau Pembina/pamong yang mendampingi perkembangan hidup para siswa. Memang harus diakui bahwa adanya serta berperannya para formator yang serentak adalah tenaga pendidik di sekolah merupakan keunggulan tersendiri; lasimnya para tenaga pendidik hanya memperhatikan siswa selama berada di kompleks persekolahan, dan bila jam pelajaran sekolah berakhir, berakhirlah juga perhatian para tenaga pendidik. Di SM PvD ini separuh dari tenaga pendidik adalah serentak tenaga Pembina atau formator. Pendidikan keberasramaan di SM PvD merupakan suatu usaha untuk pembangunan manusia yang jitu, terkontrol, tertata rapih, dan merupakan suatu proses sosialisasi sekunder sesudah proses habitualisasi di lingkungan keluarga. Bila dikatakan bahwa tujuan pendidikan yaitu untuk memanusiakan manusia secara menyeluruh, seperti sudah disebutkan dalam Bab 2, maka pendidikan dan pembinaan di SM PvD ini dapat didaku sebagai pola pendidikan dan pengajaran yang unggul, karena masing-masing siswa diberi kesempatan untuk berkembang menjadi manusia dewasa, dan mampu, lewat pembinaan dan pendampingan baik secara individual maupun secara bersama-sama. Pendidikan keberasramaan di SM PvD mampu untuk mengintegrasikan pendidikan pengetahuan (transfer of knowledge), memberi perhatian pada pemupukan ketrampilan hidup (formation of life skills) dan pembinaan karakter (character building), malahan sudah terjadi pembiasaan untuk membangun hidup bersama dan kebersamaan antara para siswa dan antara siswa dengan para pamongnya. Dalam kegiatan pendidikan, pemupukan, pembinaan yang terintegrasi ini, relasi social yang akrab antara para pemeran serta dalam hidup berasrama ini terjalin lewat komunikasi yang intensif lewat perjumpaan harian di sekolah dan di asrama. Bila dikatakan dalam Bab 2 bahwa tujuan umum pendidikan ialah untuk mempersiapkan generasi muda menjadi orang dewasa 150
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
anggota masyarakat yang produktif, dengan tuntutan dan harapan agar generasi muda mengembangkan pribadinya sendiri, mengembangkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya, hingga bisa bertingkah laku, berbuat dan hidup yang baik dalam berbagai situasi dan lingkungan masyarakat, maka pendidikan keberasramaan yang bercorak integrative dan komunikatif di Seminari Menengah Petrus van Diepen ini sudah sedang menyelenggarakannya. Keberhasilan suatu proses pendidikan pada hakekatnya baru dapat diukur sesudah satu jangka waktu yang lama, atau sekurang-kurangnya sesudah satu generasi manusia, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa walaupun usia SM PvD ini baru akan mencapai satu dasawarsa, tokh sudah dihasilkan sejumlah tamatan yang menjadi kebanggaan umat dan masyarakat di lingkungan asalnya.
151