BAB 4. Kebijakan dan Peran Pemerintah dalam Mendukung Pengembangan Entrepreneurship di Sektor Industri Pengolahan Perikanan (SIPP)di Kota Bitung
Pendahuluan Dalam konteks liberalisme ekonomi, entrepreneur sebagai salah satu aktor ekonomi dalam menggerakan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Para entrepreneur mengintroduksi ide baru, teknologi baru, produk baru, memasuki pasar baru, dan memelihara ekonomi pasar tetap inovatif, dinamik, dan kompetitif. Para entrepreneur melakukan hal ini melalui pengem-bangan inovasi pada sisi supply-side dari pasar melalui misalnya, penciptaan utilitas ruang-waktu arbitrage (dikenal juga dengan Cantillon Entrepreneur), melalui penerapan ide/teknik baru sehingga mengurangi biaya produksi (Nicholas Baudeau, 1730-1792), melalui kontrak jangka panjang biaya produksi tetap, serta kontrak legal yang meningkatkan efisiensi pasar dan mengurangi risiko pasar. Dalam hal ini, peranan entrepreneur ala Baudeau terjadi melalui eksplorasi kemampuan (the significance of ability) sang entrepreneur sebagai agen aktif dan dinamis. Peran dan kebijakan pemerintah dapat bersifat menghambat atau mendorong pertumbuhan entrepreneurship. Kebijakan pemerintah yang menghargai kepemilikian pribadi dan melakukan intervensi terbatas pada beroperasinya pasar cenderung mendorong aktivitas entrepreneurship secara produktif. Sebaliknya, pemerintahan yang tidak terbatas dengan otoritas negara menghiraukan proteksi kepemilikan pribadi dan mengintervensi kuat terhadap beroperasinya pasar, cenderung mendorong keadaan tidak produktif dari aktivitas entrepreneurship. Dalam hal ini, konteks kelembagaan yang mendorong produktivitas entrepreneurship mendorong kesejahteraan 63
warga; sebaliknya, konteks kelembagaan yang menghambat produktivitas entrepreneurhip menciptakan kemiskinan (Acemoglu et al., 2001; Acemoglu & Johnson, 2005; Gwartney et al.,1999; Scully 1988). Namun demikian, kebijakan pemerintah tidak saja menyalurkan aktivitas entrepreneurship seperti yang dikemukakan di atas. Kebijakan pemerintah juga mempengaruhi penyediaan para entrepreneur dengan mempengaruhi payoff(pembayaran gaji) jika bekerja untuk diri sendiri atau bekerja dengan orang lain. Bekerja untuk diri sendiri akan terdorong pada lembaga yang intervensi pemerintah terhadap kepemilikan pribadi, dan mekanisme pasar adalah terbatas. Dalam upaya mendorong pertumbuhan entrepreneurship, pemerintah bertindak menciptakan inisiatif dan peluang bagi entrepreneurship melalui penciptaan iklim investasi dan iklim usaha, serta pengembangan etika dan budaya disiplin, kreativitas, dan inovasi teknologi. Dalam konteks di Indonesia, penciptaan iklim investasi dan iklim usaha sebagaimana dijabarkan di dalam Lampiran Instruksi Presiden Republik Indonesai No. 1 Tahun 2010, Tanggal 19 Februari 2010 dilaksanakan melalui: (a) Penyederhanaan prosedur investasi dan usaha, (b) Pengembangan sistem pelabuhan nasional, (c) Peningkatan kelancaran pelaksanaan ekspor-impor, (d) Sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha, (e) Pengembangan perdagangan dalam negeri, (f) Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, (g) Peningkatan kapasitas penyediaan listrik, (h) Peningkatan infrastruktur gas. Sedangkan pengembangan kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi dapat melalui penguatan inovasi kelembagaan dan pelaksanaan insentif Iptek, serta pengembangan ekonomi kreatif. Kebijakan pemerintah ini menjadi tolok ukur dan batasan ruang gerak dalam melaksanakan program dan kegiatan di masingmasing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)1bidang pemerintahan, serta instansi lainnya termasuk bagi aktivitas entrepreneur.Pelaksanaan kebijakan ini dapat terukur dari setiap indikator pelaksanaan program Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) adalah pelaksana fungsi eksekutif yang harus berkoordinasi agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan baik. Dasarhukum yang berlaku sejak tahun 2004 untuk pembentukan SKPD adalah Pasal 120 UU no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 64 1
dan kegiatan yang tergambar dalam performansi sektoral yang ada di daerah.Aktivitas sektoral melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), merupakan salah satu indikator makroekonomi yang mencerminkan pembangunan ekonomi daerah tersebut. Bitung sebagai KEK berbasis maritim telah lama dikemukakan karenaposisinya di tepian pasifik (Pacific Rim) yang sangat prospektif dalam konteks perdagangan regional dan internasional (Ratulangi, 1982; Sarundajang, 2011; Renstra Bappeda Bitung, 2013). Demikian pula bahwadaerah ini memiliki jalur strategi dalam pemanfaatan sumber daya perikanan nasional, serta memberikan kontribusi yang besar terhadap aktivitas pembangunan ekonomi daerah.Dengan demikian, industri maritim, khususnya industri pengolahan perikanan di Bitung merupakan basis ekonomi kota saat ini dan ke depan, yang tentu akan menarik aktivitas-aktivitas ekonomi yang lain di Bitung dan Kabupaten dan Kota sekitarnyadi Provinsi Sulawesi Utara, serta provinsi tetangga seperti Provinsi Gorontalo, Provinsi Sulawesi Tengah bagian Timur, dan Provinsi Maluku Utara. Bitung di Sulawesi Utara (dan Batam di Riau) dalam sejarahnya merupakan daerah pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)2,3. Pengembangan ekonomi khusus Batam diselenggarakan dengan konsep “Free Trade Zone” sementara daerah Bitung dikembangkan dengan pendekatan pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) (Sautma & Bako, 20084; Keppres RI No. 14, 1998). Kawasan Ekonomi Khusus kedua daerah ini dianggap berhasil dan menjadi
2
Cikal bakal adanya kawasan ekonomi khusus (selanjutnya disebut KEK) tidak terlepas dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang ada pada tahun 1970 dengan diundangkannya UU No. 3 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Hal ini berimplikasi pada terbentuknya Badan Otorita Batam. 3 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 14 tahun 1998 menetapkan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Manado-Bitung dimaksudkan untuk memacu dan meningkatkan kegiatan pembangunan serta untuk lebih memberikan peluang kepada dunia usaha berperan serta secara lebih luas di Sulawesi Utara, maka Pemerintah Indonesia melalui. 4 Laporan Hasil Penelitian yang dilakukan di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2008. 65
model pengembangan ekonomi khusus daerah lain di Indonesia dalam konteks otonomi daerah5. Sautma & Bako, 2008 6 menemukan bahwa berkembangnya KAPET Manado - Bitung selain karena semangat masyarakat setempat untuk memajukan daerahnya menjadi modal utama saat ini tetap eksisnya KAPET di Bitung, juga ditopang oleh sejumlah peraturan7 dan kebijakan 8 pemerintah pusat dan daerah.Peranan pemerintah tidak terbatas pada pemberlakuan peraturan dan kebijakan tetapi juga tindakan yang mengimplementasikan kebijakan tersebut dalam program dan kegiatan (Storey, 2008). Menjadi pertanyaan ialah: “bagaimana kebijakan-kebijakan pemerintah dan peranannya membentuk entrepreneurship sehingga aktivitas entrepreneur memberikan kontribusi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi sektoral, khususnyasektor industri pengolahan perikanan? Bab berikut ini akan menganalisis kebijakan dan peran
5UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan DaerahPasal 9 ayat (4) menyebutkan bahwa daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus kepada pemerintah, yang tata cara penetapan kawasan khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah.UU tersebut menegaskan bahwa pembentukan kawasan khusus tidak semata hanya di bidang ekonomi saja, tetapi kawasan dalam rangka untukmenyelenggarakan fungsifungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan untuk kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya bentuk kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, pengembangan teknologi tinggi. Upaya untuk pembentukan kawasan khusus dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah.Sampai saat ini sudah ada Peraturan Pemerintah yang mengatur tata cara pembentukan kawasan khususyaitu UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan PP RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang KEK Bitung. 6 Laporan Hasil Penelitian yang dilakukan di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2008. 7Jika Regulation adalah a rule of order having the force of law, prescribed by a superior or competent authority, relating to the actions of those under the authority's control,maka kebijakan(policy) (khususnya kebijakan pembangunan ialah, “acourseofactionadoptedandpursuedbyagovernment,ruler,politicalparty,etc”. 8 Kebijakan merupakan sebuah regulator dalam lingkungan kelembagaan yang berfungsi untuk membatasi maupun mengatur perangkat-perangkat di dalamnya yang akan berdampak terhadap kegiatannya. Sebagai regulator, pemerintah menggunakan kebijakan untuk mengarahkan berbagai program dan kegiatan dalam rangka menunjang pembangunan daerahnya. Terkait dengan pembangunan daerah, kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah (Pemda) sebaiknya membentuk iklim usaha yang kondusif bagi para pelaku usaha (entrepreneur) mulai dari skala kecil hingga skala besar.
66
pemerintah dalam mendorong tumbuhnya entrepreneurship dalam Sektor Industri Pengolahan (SIP).
Metode Untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan dan peran pemerintah dalam mendorong tumbuhnya entrepreneurship dalam Sektor Industri Pengolahan (SIP) di Kota Bitung, dua jenis data digunakan dalam penelitian ini yaitu:Pertama, data sekunder yakni data kebijakan yang mendukung pengembangan entrepreneurship baik kebijakan dalam lingkup nasional (UU, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan dan Keputusan Menteri) maupun kebijakan dalam lingkup daerah (Perda Provinsi, Perda Kabupaten/Kota, Keputusan Gubernur dan Keputusan Bupati/Walikota). Kedua, Data primer, data peranan pemerintah yang mendukung pengembangan entrepreneurship berdasarkan program dan kegiatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bitung melalui hasil wawancara dengan Pimpinan Dinas Koperasi dan UKM Bitung(terkait dengan peraturan dana bergulir, pengembangan dan pemberdayaan UMKM, penciptaan iklim usaha, pengembangan kewirausahaan & keunggulan kompetitif, pengembangan sistem pendukung usaha bagi KUMKM), BPPT-PM Kota Bitung (terkait peningkatan promosi & kerja sama investasi dan peningkatan iklim investasi & realisasi investasi), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bitung (terkait dengan pengembangan sentrasentra industri potensial dan dalam peningkatan dan pengembangan ekspor), dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung (terkait dengan Pengembangan Budidaya Perikanan, Pengembangan Perikanan Tangkap; dan optimalisasi pengolahan & pemasaran produksi perikanan). Untuk mengetahui pengembanganan industri unggulan dan pengembangan kawasan ekonomi khusus, dianalisis pula Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 67
136/M-IND/PER/12/2010 tentang peta panduan (road map) pengembangan industri unggulan provinsi Sulawesi Utara, Undangundang RI Nomor 39 Tahun 2009 tentang KEK, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang KEK Bitung. Data tersebut diambil di Kantor Bappeda Kota Bitung. Untuk mengetahui kebijakan tentang Pajak Daerah, maka data yang diperlukan adalah Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, Peraturan Walikota Bitung Nomor 31 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, Peraturan Walikota Bitung Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perhitungan Nilai Perolehan Air Tanah dan Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Peneliti mendapatkan data tersebut di Kantor Dinas Pendapatan Daerah. Adapun data Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung dan Peraturan WaliKota Bitung Nomor 16 Tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung didapatkan di Kantor Dinas Koperasi dan UKM Kota Bitung. Data tersebut diperlukan untuk mengetahui kebijakan tentang pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha masyarakat. Kebijakan tentang pengembangan kawasan ekonomi berbasis produk kelautan dan perikanan dapat diketahui melalui data Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 32 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Data tersebut diambil di Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung. Selanjutnya, untuk mengetahui kebijakan tentang perijinan, data yang diperlukan adalah Peraturan WaliKota Bitung Nomor 22 68
tahun 2009 tentang Sistem dan Prosedur penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu di Kota Bitung. Data ini didapatkan di Kantor BPPTPM Kota Bitung. Semua data kebijakan tersebut dikumpul, selanjutnya dilakukan wawancara dengan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Bitung, Kepala Bidang Penanaman Modal BPPT-PM Kota Bitung, Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bitung, dan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung terkait peran pemerintah dalam mendukung pengembangan entrepreneurship yang sudah diturunkan melalui RPJMD Kota Bitung (Lihat Lampiran Pertanyaan). Data tentang kebijakan (kerangka legal) dianalisis kontennya (dalam bentuk pasal-pasal) yang mendukung pengembangan entrepreneurship. Selanjutnya,konten tersebut yang berkaitan dengan pengembangan entrepreneurship dalam kerangka legal baik Undangundang, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota dianalisis, dikelompokan dalam sebuah tema. Ada beberapa tema yang muncul setelah pasal-pasal dalam kerangka legal tersebut dianalisis. 1. Pengembangan Industri Unggulan Daerah: Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional Pasal 3 ayat 1, Pasal 3 ayat 2, Pasal 4 ayat 1, Pasal 4 ayat 2, Pasal 4 ayat 3; Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan Pasal 4, Pasal 5 ayat 4; Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 136/MIND/PER/12/2010 tentang peta panduan (road map) pengembangan industri unggulan provinsi Sulawesi Utara Pasal 2 ayat 1, Pasal 2 ayat 2. 2. Pengembangan Kawasan ekonomi sebagai stimulator bagi pembentukan entrepreneurship: Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2009 tentang KEK; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah Pasal 1 ayat 7, Pasal 10, Pasal 11; Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 69
12 Tahun 2010 tentang Minapolitan Pasal 3, Pasal 4; Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 32 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan; Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang KEK Bitung 3. Pemberdayaan masyarakat menjadi pelaku usaha dan pengembangan usaha masyarakatmelalui dana bergulir: Peraturan daerah Kota Bitung Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung Pasal 1 ayat 9, pasal 2 ayat1, pasal 5 ayat 1; Peraturan Walikota Bitung Nomor 16 Tahun 2008 tentang petunjuk pelaksanaan peraturan daerah tentang perkuatan dana bergulir pemerintah Kota Bitung. 4. Perijinan: Peraturan Walikota Bitung Nomor 22 tahun 2009 tentang Sistem dan Prosedur penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu di Kota Bitung Pasal 5 ayat 1; Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan Pasal 5 ayat 5, Pasal 5 ayat 6, Pasal 13 ayat 1, Pasal 13 ayat 2, Pasal 13 ayat 3 5. Perpajakan: Peraturan daerah Kota Bitung nomor 8 tahun 2010 tentang pajak daerah Pasal 12 ayat 1, Pasal 34 ayat 1, Pasal 42 ayat 1, Pasal 5 ayat 2, Pasal 56 ayat 1, Pasal 56 ayat 5, Pasal 65 ayat 1, Pasal 65 ayat 3, Pasal 65 ayat 4, Pasal 69 ayat 5; Peraturan Walikota Bitung Nomor 31 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame Pasal 2 ayat 2, Pasal 2 ayat 3, Pasal 2 ayat 4; Peraturan Walikota Bitung Nomor 18 tahun 2011 tentang Perhitungan Nilai Perolehan Air Tanah Pasal 4 ayat 1, Pasal 4 ayat 2; Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah; Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan Pasal 18 ayat 2 Analisis terhadap peranan pemerintah berdasarkan rencana program kerja dan kegiatan dalam RPJMD Kota Bitung. Hasil wawancara dipaparkan secara deskriptif berdasarkan pertanyaanpertanyaan penelitian.Beberapa tema yang ditanyakan terkait dengan 70
peraturan dana bergulir, pengembangan dan pemberdayaan UMKM, penciptaan iklim usaha, pengembangan kewirausahaan & keunggulan kompetitif, pengembangan sistem pendukung usaha bagi KUMKM, peningkatan promosi & kerja sama investasi, peningkatan iklim investasi & realisasi investasi, pengembangan sentra-sentra industri potensial, peningkatan dan pengembangan ekspor), Pengembangan Budidaya Perikanan, Pengembangan Perikanan Tangkap; dan Optimalisasi Pengolahan & Pemasaran produksi Perikanan (lihat lampiran pertanyaan penelitian untuk detail pertanyaannya). Dalam penelitian ini, dua instansi pemerintah seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan BPPT-PM Kota Bitung, Kepala Dinasnya tidak berhasil diwawancarai oleh peneliti, tetapi yang bisa bertemu saat itu adalah Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan KaBid Penanaman Modal BPPT-PM Kota Bitung. Dikarenakan hal tersebut, peneliti tidak berhasil mendapatkan data peningkatan dan pengembangan ekspor.
Hasil Penelitian Kerangka Legal Pengembangan Entrepreneurship di SIPP Kota Bitung Di bawah ini merupakan kerangka legal yang terkait dengan pengembangan entrepreneurship dalam industri pengolahan perikanan. Pengembangan Industri Unggulan Daerah Beberapa peraturan yang isinya terkait dengan tema di atas adalah Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri NasionalPasal 3 ayat 1 (Dalam rangka pengembangan kompetensi inti industri daerah yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) : a. Pemerintah Provinsi menyusun peta panduan pengembangan industri unggulan provinsi; dan b. Pemerintah Kabupaten/Kota menyusun peta panduan pengembangan kompetensi inti industry Kabupaten/Kota). Pasal 3 ayat 2(Menteri yang bertugas dan bertanggungjawab di bidang 71
perindustrian menetapkan peta panduan pengembangan industri unggulan Provinsi dan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri Kabupaten/Kota).Pasal 4 ayat 1 (Pemerintah dapat memberikan fasilitas kepada: (a.) industri prioritas tinggi, baik industri prioritas nasional maupun industri prioritas berdasarkan kompetensi inti industri daerah; (b.) industri pionir; (c.) industri yang dibangun di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan atau daerah lain yang dianggap perlu; (d.) industri yang melakukan penelitian, pengembangan dan inovasi; (e.) industri yang menunjang pembangunan infrastruktur; (f.) industri yang melakukan alih teknologi; g. industri yang menjaga kelestarian lingkungan hidup; (h.) industri yang melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi; (i.) industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri; atau (j.) industri yang menyerap banyak tenaga kerja). Pasal 4 ayat 2 (Fasilitas yang dimaksud pada ayat (1) berupa insentif fiskal, insentif non-fiskal, dan kemudahan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku).Pasal 4 ayat 3(Pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali setiap 2 (dua) tahun, atau setiap waktu apabila dipandang perlu, untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan.). Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan: Pasal 4 (Perusahaan perikanan Indonesia bekerjasama dengan nelayan dan/atau pembudidaya ikan dalam suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri). Pasal 5 ayat 4 (Dalam IUP untuk usaha penangkapan ikan dicantumkan koordinat daerah penangkapan ikan, jumlah dan ukuran kapal perikanan, jenis alat penangkap ikan yang digunakan, dan pelabuhan pangkalan). Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 136/M-IND/PER/12/2010 tentang peta panduan (road map) pengembangan industri unggulan provinsi Sulawesi Utara: Pasal 2 ayat 1 (industri unggulan Provinsi Sulawesi Utara sebagaimana dimaksud dalam Pasal angka 1 terdiri atas: Industri pengolahan kelapa yang 72
meliputi: Industri Kopra, Industri minyak makan kelapa, Industri minyak goreng kelapa, Industri produk masak dari kelapa dan Industri pengolahan ikan, yang meliputi: Industri penggaraman/pengasinan ikan, Industri pengasapan ikan, Industri pembekuan ikan, Industri pemindangan ikan, Industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk ikan, dan Industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota air (bukan udang) dalam kaleng). Pasal 2 ayat 2 (peta panduan pengembangan industri unggulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini). Pengembangan industri unggulan daerah selain untuk meningkatkan daya saing industri daerah, memperkuat ketahanan daerah juga mendukung tumbuh kembangnya entrepreneurship di daerah tersebut. Dalam rangka mengembangkan industri daerah tersebut, pemerintah pusat telah menyusun peta panduan (road map) pengembangan industri unggulan provinsi dan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri Kabupaten/Kota seperti yang sudah tertuang dalam dalam Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Kementerian Perindustrian melalui PERMEN Nomor 136/MIND/PER/12/2010 mengeluarkan peta panduan (road map) pengembangan industri unggulan provinsi. Dalam peta panduan tersebut, industri unggulan Provinsi Sulawesi Utara diprioritaskan pada pengolahan kelapa dan turunannya serta pengolahan ikan dan turunannya.Ditinjau dari potensi sumber daya alamnya, Bitung merupakan daerah yang strategis dan memiliki komoditi unggulan perikanan, sehingga untuk pengolahan ikan dan turunannya ditetapkan di Kota Bitung. Dengan demikian skala prioritas industri pengolahan unggulan Kota Bitung adalah industri pengolahan ikan dan turunannya. Terkait dengan industri pengolahan perikanan, Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha9 Perikanan secara jelas menyebutkan Perusahaan Perikanan Indonesia bekerjasama 9
Pasal 4 73
dengan nelayan dan/atau pembudidaya ikan dalam suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Kerangka legal ini memberikan penguatan dalam penciptaan peluang-peluang usaha di sektor perikanan yang dapat menumbuhkembangkan entrepreneurship di Kota Bitung.
Pengembangan Kawasan Ekonomi sebagai stimulator bagi pembentukan entrepreneurship Pengembangan industri unggulan yakni industri pengolahan perikanan di Kota Bitung.Selain itu terkait dengan entrepreneurship dan pembangunan daerah, dalam kerangka pengembangan industri pengolahan juga memiliki sasaran jangka panjang yakni berdirinya kawasan ekonomi sebagai stimulator bagi pembentukan entrepreneurship. Hal ini nampak pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah (Pasal 1, ayat 7: Kawasan Strategis Cepat Tumbuh adalah merupakan bagian kawasan strategis yang telah berkembang atau potensial untuk dikembangkan karena memiliki keunggulan sumber daya dan geografis yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Pasal 1 ayat 10: Rencana Pengusahaan adalah rencana pengembangan sektor dan produk unggulan sebagai penggerak perekonomian di kawasan strategis provinsi/kabupaten/kota dalam kurun waktu lima tahunan sesuai dengan Rencana Induk, yang memuat proyeksi pengembangan huluhilir sektor dan produk unggulan, informasi dan akses pasar, akses permodalan, akses teknologi, aksessibilitas prasarana (infrastruktur) dan sarana pendukung transportasi dan distribusi, guna meningkatkan produk-produk yang berdaya saing di pasar lokal, pasar regional, pasar nasional dan pasar internasional. Pasal 1 ayat 11: Pusat Pertumbuhan adalah lokasi konsentrasi kegiatan ekonomi yang sudah berkembang dan berfungsi sebagai pusat pelayanan perdagangaan, jasa, dan industri pengolahan, sehingga berperan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut dan daerah tertinggal di sekitarnya). 74
Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 dimaksudkan sebagai pusat penggerak pertumbuhan ekonomi daerah tersebut dan sekitarnya melalui pengembangan sektoral dan produk unggulannya.Beberapa kawasan yang sudah dibentuk di Sulawesi Utara yakni Kawasan Ekonomi Khusus, kawasankawasan pendukung KEK di Kabupaten-Kabupaten sekitar KEK, Kawasan Minapolitan dan Kawasan Agropolitan.Kawasan-kawasan ini merupakan areal strategis yang potensial untuk dikembangkan karena memiliki keunggulan sumber daya alam dan geografis dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan mendukung terciptanya entrepreneurship. Untuk menganalisis Kebijakan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Bitung sebagai stimulator bagi pembentukan entrepreneurship, maka dilakukan analisis terhadap 5 peraturan dan kebijakan nasional yang terkait dan relevan dengan hal tersebut. Kelima peraturan dan kebijakan tersebut adalah: (a) Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2009 tentang KEK, (b) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah; (c) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan; (d) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 32 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan, (e) Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang KEK Bitung. Menurut UU No. 39 itu KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Pengembangangan KEKmelalui penyiapan sebuah kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategik dan berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Sebagai sebuah kawasan yang memiliki fungsi yang strategis dalam mendorong pereekonomian daerah, adanya KEK juga merupakan sebuah implementasi dari kebijakan pemerintah nasional 75
melalui MP3EI 10 .Dalam meningkatkan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi, salah satu pendekatannya adalah membangun KEK sebagai pengembangan pusat-pusat pertumbuhan disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Pengembangan KEK di berbagai daerah di Indonesia akan memberikan dampak positif yang dapat membentuk dan mengembangkan entrepreneurship. Hal ini akan nampak dalam bentuk kinerja atau capaian-capaian dari aktivitas zona-zona yang dibentuk dalam KEK tersebut antara lain pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan atau ekonomi lainnya. Selain itu juga, salah satu bentuk dari pengembangan KEK adalah penyediaan lokasi untuk UMKM, dan koperasi, baik sebagai pelaku usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK (UU RI Nomor 39 pasal 3).Dengan demikian, implementasi KEK melalui aktivitas dari zona yang dibentuk dan aktivitas para entrepreneur baik skala kecil maupun skala besar, mampu mendukung terbentuknya entrepreneurship di daerah tersebut.
MP3EI (Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025) merupakan dokumen kerja yang komplementer yang diharapkan akan mampu mempercepat pengembangan berbagai program pembangunan yang ada, terutama dalam mendorong peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi, serta pembangunan SDM dan Iptek. Percepatan pembangunan ini diharapkan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepannya. Selain percepatan, melalui masterplan ini juga mendorong perluasan pembangunan ekonomi Indonesia agar efek positif dari pembangunan ekonomi Indonesia dapat dirasakan tidak saja di semua daerah di Indonesia tetapi juga oleh seluruh komponen masyarakat di seluruh Indonesia.Pelaksanaan MP3EI dilakukan untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi melalui pengembangan 8 (delapan) program utama yang terdiri dari 22 (dua puluh dua) kegiatan ekonomi utama. Strategi pelaksanaan MP3EI dilakukan dengan mengintegrasikan 3 (tiga) elemen utama yaitu: (1) mengembangkan potensi ekonomi wilayah di 6 (enam) Koridor Ekonomi Indonesia, yaitu: Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara, dan Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku; (2) memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan terhubung secara global (locally integrated, globally connected); (3) memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional untuk mendukung pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi. 76 10
Dalam membangun dan mengembangkan KEK di daerahdaerah, harus memenuhi beberapa kriteria sehingga implementasinya dapat efektif dalam membentuk entrepreneurship. Lokasi yang dapat diusulkan untuk menjadi KEK harus memenuhi kriteria: a.sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung; b.pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK; c. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan d. mempunyai batas yang jelas. Bitung adalah salah satu daerah di Indonesia yang memenuhi kriteria tersebut karena letak geografis dan geostrategic Kota Bitung yang terletak dengan jalur perdagangan internasional dan atau dekat dengan jalur pelayaran internasional. Oleh karena itu, ditetapkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang penetapan Bitung sebagai salah satu KEK11 di Indonesia. Adanya penetapan legal Bitung sebagai KEK, merupakan peranan besar dari Pemerintah dalam mendukung Entrepreneurship di Kota Bitung. Lokasi Bitung yang terletak di dekat jalur perdagangan Internasional dan dekat dengan pelayaran internasional akan membuka peluang besar dalam pengembangan kegiatan perekonomiannya yang bersifat strategis dan berdampak pada pengembangan ekonomi nasional. Zonasi yang dibentuk di KEK Bitung yakni Zona Industri, Zona Logistik dan Zona Pengolahan Ekspor.Zona-zona yang dibentuk ini sangat membuka peluang untuk aktivitas entrepreneur dibidang pengolahan industry perikanan. Di samping KEK, kawasan strategis lainnya yang dikembangkan karena memiliki keunggulan sumber daya alam perikanan dan secara geografis yang dapat menggerakan pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya, yakni Kawasan Minapolitan.
Sampai Mei 2014, di Indonesia telah ditetapkan 4 KEK yaitu, KEK Sei Mangkei, KEK Tanjung Lesung, KEK Palu, dan KEK Bitung. Direncanakan dalam kurun waktu 2014 akan dibentuk 3 KEK lainnya yaitu KEK Morotai, KEK Tanjung Api Api dan KEK Mandalika. 77 11
Konsep kawasan Minapolitan ini merupakan suatu dorongan terhadap percepatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan, sehingga dilakukan pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan yang terintegrasi, efisien, dan berkualitas. Adanya kawasan Minapolitan ini juga didasarkan pada UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 45 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kedua kerangka legal ini mendukung sebuah pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang perlu dikembangkan, salah satunya dengan konsep Minapolitan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan mengoptimalkan keunggulan komparatif dan kompetitif daerah sesuai dengan eksistensi kegiatan pra produksi, produksi, pengolahan dan/atau pemasaran secara terpadu, holistik, dan berkelanjutan. Dengan pertimbangan tersebut, dibentuklah sebuah kawasan Minapolitan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 12 Tahun 2010.Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya. Adapun tujuan dari pengembangan kawasan ini adalah untuk meningkatkan produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan, meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan yang adil dan merata dan mengembangkan kawasan Minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi daerah(Permen Kelautan dan Perikanan RI Nomor 12 tahun 2010 Pasal 3). Tujuan dari Kawasan Minapolitan sangat mendukung untuk terbentuknya suatu kawasan ekonomi yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi melalui pertumbuhan produksi sektoral khususnya Industri Pengolahan Perikanan. Sasaran dari pelaksanaan Minapolitan ini yakni: (1)Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala mikro dan kecil; (2)Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan skala menengah ke atas sehingga 78
berdaya saing tinggi; dan (3)Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional (Permen Kelautan dan Perikanan RI Nomor 12 tahun 2010 Pasal 4).Sasarannya sangat membantu munculnya para entrepreneur skala mikro hingga skala kecil. Selanjutnya, aktivitas dari entrepreneur skala mikro hingga skala kecil ini dalam membentuk suatu populasi dalam sebuah kawasan yang bisa menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional serta bisa bersaing dengan para entrepreneur skala besar.Hal ini merupakan sebuah peluang yang diciptakan pemerintah dengan membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi masyarakat kecil untuk menjadi entrepreneur di bidang perikanan. Peraturan tersebut sangat menguntungkan Kota Bitung sebagai salah satu daerah yang berpotensi di Sulawesi Utara untuk pengembangan kawasan Minapolitan selain Minahasa, Minahasa Selatan, BolMong Utara, Sangihe, Minahasa Utara dan Kota Manado. Kota Bitung di tetapkan sebagai salah satu Kawasan Minapolitan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 32 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan.Tentu saja ini merupakan sebuah ruang terbuka yang dibentuk oleh Pemerintah bagi para entrepreneur untuk menangkap setiap peluang usaha dalam meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah melalui kawasan Minapolitan.
Peraturan kewirausahaan Kewirausahaan peraturan
Pemberdayaan masyarakat menjadi pengembangan usaha masyarakat
pelaku
usaha
dan
Peraturan daerah Kota Bitung Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung Pasal 1 ayat 9 (Dana bergulir adalah pinjaman modal/bahan atau barang yang diberikan kepada koperasi dan UKM yang berasal dari Pemerintah Kota Bitung 79
untuk digulirkan kepada anggota koperasi dan UKM sebagai bentuk pinjaman), pasal 2 ayat1 (Tujuan Program Dana bergulir yaitu untuk memberdayakan Koperasi dan UKM melalui perkuatan struktur Keuangan, Koperasi dan UKM serta meningkatkan kemampuan SDM terutama dalam bidang administrasi dan pengelolaan Keuangan), Pasal 2 ayat 2 (Sasaran Program Dana Bergulir adalah perkuatan modal kepada Koperasi dan UKM), pasal 5 ayat 1 (Alokasi perkuatan dana bergulir di peruntukan dalam rangka pengembangan usaha produksi dibidang pertanian pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, perindustrian, kerajinan, pertambangan dan pariwisata, dan aneka usaha dan usaha jasa lainnya). Peraturan Walikota Bitung Nomor 16 Tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung (Pasal 14 ayat 2: kewajiban UKM adalah: Dalam pengelolaan usaha UKM diwajibkan untuk: Membuat laporan keuangan secara triwulan dan melaporkan kepada Tim/Pokja Kota Bitung, mengolah perkuatan dan bergulir dengan baik, menekan tingkat kemacetan pinjaman dibawah 2%), Pasal 15 ayat 3 (Tugas UKM adalah: Membuka rekening penerima, Mengadministrasikan dengan baik kegiatan UKM, Melaporkan perkembangan kegiatan usaha kepada Dinas Koperasi setempat, Membayar angsuran pengembalian pinjaman Perkuatan Dana Bergulir pada rekening Bank yang ditunjuk oleh pemerintah). Pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung dilakukan juga melalui pemberdayaan masyarakat untuk menjadi pelaku usaha dan pengembangan usaha masyarakat. Pemerintah Daerah Kota Bitung melaksanakan perkuatan dana bergulir sejak ditetapkannya Peraturan daerah Kota Bitung Nomor 5 Tahun 2008 dan Peraturan WaliKota Bitung Nomor 16 Tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung.Program ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2008 dan masih berjalan hingga saat ini. Hal ini dipandang sebagai pemicu bagi masyarakat untuk menjadi pelaku usaha sehingga antusiasme dari masyarakat sangat besar dalam merespon program ini (Wawancara dengan Kadis Koperasi dan UKM Kota Bitung, 10 Maret 2014). Jumlah 80
UMKM yang menerima dana bergulir mengalami peningkatan setiap tahunnya sesuai dengan jumlah dana yang tersedia. Tujuan, sasaran dan alokasi dari perkuatan dana bergulir ini untuk memberdayakan koperasi dan UMKM melalui perkuatan struktur Keuangan, Koperasi dan UKM serta meningkatkan kemampuan SDM terutama dalam bidang administrasi dan pengelolaan Keuangan. Selain memberdayakan mereka untuk menjadi pelaku usaha, tujuan lainnya yang secara tidak langsung melatih kemampuan pelaku usahanya dalam bidang administrasi dan pengelolaan keuangan minimal keuangan usahanya. Pemberdayaan masyarakat untuk menjadi pelaku usaha dan memiliki kemampuan mengelola, akan mengembangkan entrepreneurship yang ada di daerah tersebut. Sasarannya sebagai perkuatan modal bagi anggota koperasi dan UKM. Adanya dana bergulir ini akan memberikan kekuatan keuangan untuk pengembangan usaha bagi para pelaku usahanya. Alokasi perkuatan dana bergulir diperuntukan dalam rangka pengembangan usaha produksi dibidang pertanian pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, perindustrian, kerajinan, pertambangan dan pariwisata, dan aneka usaha dan usaha jasa lainnya. Hal ini tentu akan menciptakan peluang-peluang menjadi pelaku usaha di bidang perikanan yang memiliki potensi sumber daya alam perikanan yang besar untuk menjadi industri pengolahan. Selain perkuatan dana bergulir, peran pemerintah dalam mengembangkan usaha industri masyarakat juga ditopang dengan pemberian fasilitas. Fasilitas yang dimaksudkan adalah intensif fiscal seperti pemberian subsidi, keringanan pajak atau penurunan tarif pajak dan bahkan pembebasan pembayaran pajak; intensif non fiscal seperti pembangunan infrastruktur, keamanan dan pelayanan, serta kemudahan lainnya seperti kemudahan dalam mengurus perijinan, dimana semua itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Fasilitas yang diberikan baik fiskal maupun non fiskal biasanya dilakukan pemerintah untuk mendorong masuknya investasi dan akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. 81
Pemberian fasilitas ini diberikan kepada usaha industri prioritas tinggi, baik industri prioritas nasional maupun industri prioritas berdasarkan kompetensi inti industri daerah; industri pionir; industri yang dibangun di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan atau daerah lainyang dianggap perlu; industri yang melakukan penelitian, pengembangan dan inovasi; industri yang menunjang pembangunan infrastruktur; industri yang melakukan alih teknologi; industri yang menjaga kelestarian lingkungan hidup; industri yang melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi; industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri; atau industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Kebijakan dan peranan pemerintah ini merupakan salah satu cara dalam menumbuhkembangkan entreprneurship yang tertuang dalam PerPres Nomor 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional Pasal 4.
Perijinan Beberapa peraturan yang terkait dengan perijinan antara lain: Peraturan WaliKota Bitung Nomor 22 tahun 2009 tentang Sistem dan Prosedur penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu di Kota Bitung Pasal 5 ayat 1 (Jangka waktu penyelesaian pelayanan perijinan oleh BPPT dan PMD Kota Bitung sebagaimana tersebut dalam lampiran III Peraturan Walikota ini). Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan Pasal 5 ayat 5 (Dalam IUP untuk usaha penangkapan ikan dicantumkan koordinat daerah penangkapan ikan, jumlah dan ukuran kapal perikanan, jenis alat penangkap ikan yang digunakan, dan pelabuhan pangkalan), Pasal 5 ayat 6 (Dalam IUP untuk usaha pembudidayaan ikan dicantumkan luas lahan atau perairan dan letak lokasinya), Pasal 13 ayat 1 (Gubernur atau pejabat yang ditunjuk memberikan: a. IUP, SPI, dan SIKPI kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan yang berdomisili di wilayah administrasinya, yang menggunakan kapal perikanan tidak bermotor, kapal perikanan bermotor luar, dan kapal 82
perikanan bermotor dalam yang berukuran di atas 10 Gross Tonnage (GT.10) dan tidak lebih dari 30 Gross Tonnage (GT.30) dan/atau yang mesinnya berkekuatan tidak lebih dari 90 Daya Kuda (DK), dan berpangkalan di wilayah administrasinya serta tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing; b. IUP kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan pembudidayaan ikan di air tawar, air payau, atau laut di wilayah administrasinya yang tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing), Pasal 13 ayat 2 (Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk memberikan:a. IUP, SPI, dan SIKPI kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan yang berdomisili di wilayah administrasinya, yang menggunakan kapal perikanan tidak bermotor, kapal perikanan bermotor luar, dan kapal perikanan bermotor dalam yang berukuran tidak lebih 10 Gross Tonnage (GT.10) dan/atau yang mesinnya berkekuatan tidak lebih dari 30 Daya Kuda (DK), dan berpangkalan di wilayah administrasinya serta tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing;b. IUP kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan pembudidayaan ikan di air tawar, air payau, atau laut di wilayah administrasinya yang tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing.), Pasal 13 ayat 3(Ketentuan mengenai tata cara pemberian IUP, SPI, dan SIKPI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dengan berpedoman kepada tata cara pemberian perizinan usaha perikanan yang diatur oleh Menteri). Menumbuhkembangkan entrepreneurship di Kota Bitung juga selain berdampak dari pengembangan kawasan ekonomi, pengembangan industri unggulan daerah, pendaanaan, pemberian fasilitas, juga dari sisi administrasi prosedural. Hal ini menjadi penting saat para pelaku usaha akan mengurus ijin atau para investor akan menanam modal di Kota Bitung. Penyederhanaan perijinan dengan waktu yang singkat seperti tertera pada Peraturan waliKota Bitung Nomor 22 tahun 2009 tentang Sistem dan Prosedur penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu di Kota Bitung, akan memberikan kenyamanan serta pelayanan yang efisien. 83
Dalam substansi pengisian prosedur perijinan, data-data detail tentang usaha dan industri yang akan dibangun merupakan hal yang penting. Dimana poin ini akan menjadi pertimbangan bagi dinas atau badan yang berwenang dalam membuat kebijakan-kebijakan selanjutnya terkait dengan potensi sumber daya alam, batasan pengguna sumber daya alam, terutama untuk sumber daya alam yang akan dieksploitasi sebagai industri unggulan Kota Bitung. Misalnya dalam Ijin Usaha Perikanan (IUP), dicantumkan koordinat daerah penangkapan ikan, jumlah dan ukuran kapal perikanan, jenis alat penangkap ikan yang digunakan, dan pelabuhan pangkalan. Selanjutnya, Pemimpin daerah baik Gubernur dan Bupati sama-sama memiliki kewengangan untuk memberikan IUP, SPI dan SIKPI.Namun, bedanya terdapat pada muatan pengangkutannya.Jika sudah diatas 10 GT dan kurang dari 30GT atau setara dengan 90DK, maka itu menjadi kewenangan dari Gubernur.Sedangkan untuk yang dibawah 10 GT sampai 15 GT atau setara dengan 30DK itu menjadi kewenangan Bupati.Namun pada tahun 2010 kewenangan Gubernur diubah menjadi diatas 30 GT sampai 60 GT dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 16/MEN/2010 Tentang Pemberian Kewenangan Penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (Sipi) Dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (Sikpi) Untuk Kapal Perikanan Berukuran Di Atas 30 (Tiga Puluh) Gross Tonnage Sampai Dengan 60 (Enam Puluh) Gross Tonnage Kepada Gubernur. Konteks ini jelas akan memberikan dampak terhadap pembayaran pajak atau pungutan terhadap usaha industri yang akan dilakukan. Bagi entrepreneur, dengan adanya sistem pelayanan perijinan terpadu yang dikeluarkan oleh Pemkot Bitung, sangat memudahkan mereka dalam mengurus semua ijin yang diperlukan.Kemudahan yang dirasakan ini karena dalam sistem pelayanan perijinan terpadu, prosesnya cepat dan bisa secara langsung diurus di satu tempat.Selain itu, pengurusan ijinnya bersifat transparan karena semua biaya yang harus dikeluarkan sudah tercantum dengan jelas.Sehingga, tidak ada biaya yang besarannya tidak dicantumkan.Dengan adanya kemudahan 84
dalam mengurus perijinan telah meningkatkan jumlah investor dan pelaku usaha yang ada di Kota Bitung.
Perpajakan Beberapa peraturan yang terkait dengan perpajakan yaitu, Peraturan daerah Kota Bitung nomor 8 tahun 2010 tentang pajak daerah Pasal 12 ayat 1 (Tidak termasuk objek Pajak Reklame adalah: a. Penyelenggaran reklame melalui internet, televise, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya; b. Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya; c. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi yang diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut; d. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah Reklame yang semata-mata bukan untuk tujuan komersil), Pasal 34 ayat 1 (Tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen)), Pasal 42 ayat 1 (Tarif pajak air dan tanah ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen)), Pasal 53 ayat 2 (Jenis pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah adalah: Pajak air tanah dan Pajak Reklame), Pasal 56 ayat 1 (jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan), Pasal 56 ayat 5 (Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat 1a poin 3, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lambat 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.), Pasal 65 ayat 1 (Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu: SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN dan, Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah), Pasal 65 ayat 3 (Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud 85
pada ayat (1), kecuali jika wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya), Pasal 65 ayat 4(Keberatan dapat diajukan apabila wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak.), Pasal 69 ayat 5 (Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, jika pengembalian setelah lewat 2 bulan, Kepala Daerah atau Pejabat memberikan imbalan bnga sebesar 2% sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak). Peraturan Walikota Bitung Nomor 31 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame Pasal 2 ayat 2 (Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame.), Pasal 2 ayat 3 (Nilai Sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung dengan menjumlahkan Nilai Jual Obyek Pajak Reklame dan Nilai Strategis Penempatan Reklame.), Pasal 2 ayat 4 (Perhitungan Nilai Jual Obyek Pajak Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada factor-faktor: Ukuran Reklame, Jenis reklame, Bahan yang digunakan, Lama pemasangan) Pasal 2 ayat 6 (Perhitungan Nilai Strategis Penempatan Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada factor-faktor: Ukuran reklame, Lokasi Penempatan, Kelas Jalan, Jangka waktu penyelenggaraan dan Sudut pandang). Peraturan Walikota Bitung Nomor 18 tahun 2011 tentang Perhitungan Nilai Perolehan Air Tanah Pasal 4 ayat 1, (Kalsifikasi penambilan dan atau pemanfaatan air tanah dibedakan berdasarkan: Non niaga, Niaga kecil, Industry kecil, Niaga besar, Industry besar), Pasal 4 ayat 2 (apabila klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sulit diidentifikasi, maka dapat pula didasarkan pada omzet dan atau kegiatan usaha.)Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan Pasal 18 ayat 2 (Pungutan perikanan tidak dikenakan bagi: a. Usaha pembudidayaan ikan yang dilakukan di tambak atau di kolam di atas tanah yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 86
telah menjadi hak tertentu dari yang bersangkutan; b.Nelayan dan pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)). Terkait dengan pembayaran pajak atau pungutan, dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan Pasal 18 ayat 2 dimana pungutan perikanan tidak dikenakan bagi nelayan dan usaha pembudidayaan ikan yang dilakukan di tambak atau di kolam di atas tanah yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan telah menjadi hak tertentu dari yang bersangkutan. Nelayan dan pembudidaya ikan yang dimaksudkan adalah mereka yang tidak menggunakan kapal dengan motor, baik motor dalam maupun motor luar yang berukuran tertentu. Tentu saja ini merupakan kebijakan pro-poor atau pro-rakyat kecil yang memberikan peluang bagi mereka untuk mengembangkan usahanya. Beberapa peraturan tentang pajak seperti Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 8 tahun 2010 tentang Pajak Daerah, Peraturan WaliKota Bitung Nomor 31 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, Peraturan waliKota Bitung Nomor 18 tahun 2011 tentang Perhitungan Nilai Perolehan Air Tanah dan Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, poinpoin dalam pajak-pajak tersebut meringkankan bagi para pelaku usaha skala mikro kecil dan menengah. Misalnya dalam pajak reklame, mereka tidak diwajibkan membayar pajak dan diberikan kesempatan mempromosi usaha mereka. Disamping itu, ada poin-poin yang mengatur tentang keberatan terhadap wajib pajak.Hal ini merupakan sebuah mediasi untuk transparansi antara pemerintah dan pelaku usaha. Selain itu juga, jika para pelaku usaha mengalami keberatan dalam membayar wajib pajak, pasal ini akan berfungsi sebagai mediasi untuk menyelesaikan masalahnya. Ada juga poin yang mengatur sehingga dapat tercipta suatu hubungan yang terbuka dan professional dari pemerintah dalam mengembalikan kelebihan pembayaran pajak. Disisi lain pemerintah menuntut para pembayar pajak harus tertib administrasi dengan 87
diperketat oleh sanksi/ denda yang cukup besar, namun jika pemerintah yang keliru atau lalai, maka mereka akan bersedia untuk memberikan pelayanan yang maksimal denan salah satu caranya yakni mengembalikan kelebihan pajak dan diberi tambahan bunga jika waktunya terlambat maka diberikan tambahan bunga 2%. Sebuah tindakan yang fair dari pemerintah sehingga diharapkan dapat ditangkap oleh para entrepreneur sebagai suatu lingkungan legal yang kondusif. Berbagai peraturan mengenai perpajakan yang dikeluarkan oleh Pemkot Bitung seperti Pajak Air Tanah dan Pajak Reklame, tidak menyusahkan para entrepreneur baik besaran nilai pajaknya maupun proses pengurusan pembayarannya. Untuk usaha-usaha kecil seperti usaha penangkapan ikan (nelayan) dan pembudidaya ikan yang tidak menggunakan motor baik dalam maupun motor luar berukuran tertentu tidak dikenakan pajak. Bagi entrepreneur skala mikro dan kecil tidak juga dikenakan pajak reklame sehingga mereka dengan mudah memanfaatkan kesempatan ini dalam mempromosi usaha mereka. Berbagai produk kebijakan publik yang terkait dengan pengembangan entrepreneurship dipaparkan dalam Tabel 4.1 di bawah ini, yangakan dibahas dalam pembahasan di bawah ini.
Tabel 4.1. Produk Kebijakan Publik dalam Skala Nasional dan Daerah No. 1. 1a. 1b.
1c. 1d.
88
Aras Aturan Nasional
Nama Aturan
Bidang
Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2009 Tentang KEK Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 Tentang Usaha Perikanan Peraturan Pemerintah RI Nomro 32 Tahun 2014 Tentang KEK Bitung Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Industri Nasional
Tata ruang Industri
Tata ruang Kebijakan Umum
No. 1e.
Aras Aturan
1f.
1g.
1h.
2 2a.
2b.
2c.
2d.
2e.
2f.
2g.
Nama Aturan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 Tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Minapolitan Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 136/M-IND/PER/12/2010 Tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sulawesi Utara Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 32 Tahun 2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan
Bidang Tata ruang
Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 8 Tahun 2010 Pajak Daerah Peraturan Walikota Bitung Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung Peraturan Walikota Bitung Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Sistem dan Prosedur Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu di Kota Bitung Peraturan Walikota Bitung Nomor 31 Tahun 2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame Peraturan Walikota Bitung Nomor 18
Permodalan
Tata ruang
Kebijakan Umum
Tata ruang
Daerah
Pajak
Pajak
Permodalan
Pajak
Pajak
Pajak 89
No.
Aras Aturan
Nama Aturan Tahun 2011 Tentang Perhitungan Nilai Perolehan Air Tanah
Bidang
Peran Pemerintah melalui program dan kegiatan di RPJMD: Pendukungan melalui Rencana Strategik Program Pemerintah Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 20102014.Adanya Kebijakan Umum Pembangunan Nasional dalam menggerakan perekonomian dan meningkatkan terciptanya lapangan pekerjaan baru dan mengurangi kemiskinan, memunculkan beberapa program unggulan nasional. Hal ini nampak pada Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014. Berkaitan dengan itu, peran Pemerintah Daerah Kota Bitung dalam mendukung kebijakan nasional tersebut, tercermin di dalam kebijakan pemerintah daerah yang diturunkan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bitung. Sesuai dengan RPJMD Kota Bitung, pelaksanaan program pembangunan daerah yang berkaitan dengan entrepreneurship diatur melalui kebijakan dasar program pembangunan daerah Kota Bitung yang mencakup: (1) Peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan iklim investasi dan kesempatan berusaha, (2) pemberdayaan usaha mikro kecil menengah, (3) perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup dimana pengelolaan dan pemanfaatan berwawasan berkelanjutan. Arah kebijakan tersebut, sudah diturunkan menjadi program-program pembangunan daerah yang akan dan telah dilakukan oleh masingmasing SKPD. Tabel 4.2. Realisasi Program dari SKPD Yang Mendukung Pengembangan Entrepreneurship di Kota Bitung No
SKPD/Bidang
1.
Bappeda
90
Program 1.
Realisasi Program perencanaan
Tahun 2011 belum ada kegiatan, dan pada tahun
2.
pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh
2012 dilaksanakan 1 kegiatan dengan total dana 50 juta rupiah.
Program perencanaan pembangunan daerah
Ada 5 kegiatan dalam pelaksanaan program ini pada tahun 2011 dengan total dana 586 juta 951 ribu rupiah. Untuk tahun 2012 dilaksanakan 2 kegiatan dengan total dana 550 juta rupiah.
2.
Dinas Koperasi dan UMKM
3.
Program perencanaan pembangunan ekonomi
Kegiatan dari program ini dilakukan mulai tahun 2012 sebanyak 2 kegiatan dengan total dana 100 juta rupiah.
4.
Program penyusunan perencanaan pengembangan ekonomi
Ada 2 kegiatan yang sudah dilakukan pada tahun 2012 dengan anggaran 250 jta rupiah.
1.
Program penciptaan iklim usaha menengah yang kondusif
Program ini dilaksanakan dalam 2 kegiatan tiap tahunnya sejak tahun 2012 hingga 2015 nanti. Tahun 2012, 2 kegiatan tersebut dilaksanakan dengan anggaran 3 Milyar rupiah. Tahun 2013 dilaksanakan dengan anggaran 1 milyar rupiah.
2.
Program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UMKM
Setiap tahunnya program ini dilaksanakan dalam 2 kegiatan. Pelaksanaan pada tahun 2012 dan tahun 2013 dengan anggaran 135 juta rupiah per tahun. 91
3.
92
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM)
3.
Program pengembangan sistem pendukung usaha bagi KUMKM
Program ini dilaksanakan dalam 2 kegiatan setiap tahunnya. Tahun 2012 dan 2013 pelaksanaannya, menggunakan anggaran sebesar 150 jt rupiah per tahun,
1.
Program peningkatan promosi dan kerjasama investasi
Tahun 2011, program ini dilakukan dalam 2 kegiatan dengan anggaran 54 juta rupiah. Tahun 2012, 2 kegiatan dengan anggaran 700 jta, dan tahun 2013, 1 kegiatan dengan anggaran 500 juta.
2.
Program peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi
Setiap tahun dilaksanakan 1 kegiatan. Tahun 2011 dilaksanakan dengan anggaran 63 juta 154 ribu rupiah. Mengalami peningkatan anggaran pada tahun 2012 yakni 1 milyar rupiah, dna pada tahun 2013 sebesar 800 juta rupiah.
3.
Program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan
Kegiatan dalam program ini dilaksanakan pertahun. Dimulai tahun 2012 dengan anggaran 300 juta rupiah. Pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 400 juta rupiah.
4.
Program pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM
Program ini memiliki 2 kegiatan yang sudah dilakukan. Pada tahun 2012, 1 kegiatan dengan anggaran 300 juta rupiah dan tahun 2013, 1 kegiatan dengan anggaran 400 juta rupiah.
4.
5.
Dinas Kelautan dan Perikanan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
5.
Program penyiapan potensi sumber daya, sarana dan prasarana daerah
Kegiatan yang sudah dilakukan dari program ini sebanyak 1 kegiatan per tahunnya. Tahun 2012,anggarannya 300 juta rupiah. Pada tahun 2013, anggarannya sebesar 400 juta rupiah.
1.
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
Program ini memiliki 1 kegiatan yang dilakukan per tahunnya. Tahun 2011, anggarannya 5 juta rupiah. Tahun 2012 sebesar 15 juta rupiah, dan tahun 2013, anggarannya 15 juta rupiah.
2.
Program Optimalisasi pengelolaan dan pemasaran produksi perikanan
Kegiatan yang sudah dilakukan pada tahun 2012 ada 1 kegiatan dengan anggaran 10 juta rupiah dan than 2013, 10 juta rupiah.
1.
Program pembinaan dan pengendalian usaha industri dan perdagangan
Kegiatan dari program ini baru dilakukan sekali pada tahun 2012 dengan anggaran 250 juta rupiah
2.
Program pengembangan industry kecil dan menengah
Program ini baru dilaksanakan dalam 2 kegiatan. Tahun 2011, 1 kegiatan dengan anggaran 72 juta 400 ribu rupiah, dan tahun 2012 sebesar 250 juta rupiah.
3.
Program penyederhanaan persyaratan ijin usaha
Ada 1 kegiatan yang sudah dilakukan pada tahun 2012 dengan anggaran 75 juta rupiah.
4.
Program penataan struktur industry
Tahun 2011, ada 1 kegiatan yang sudah 93
dilakukan dengan anggaran 250 juta rupiah, dan 1 kegiatan di tahun 2012 dengan anggaran 1,5 milyar rupiah. 5.
Program penataan dan penetapan kluster industry
Kegiatan dari program ini baru dilaksanakan 1 kegiatan pada tahun 2012 dengan anggaran 1,5 milyar rupiah.
6.
Program peningkatan sarana prasarana pengembangan industry dan perdagangan
Tahun 2012, 1 kegiatan sudah dilaksanakan dengan anggaran 1,5 Milyar rupiah.
7.
Program pengkajian peluang investasi
Satu kegiatan yang sudah dilakukan pada tahun 2012 menggunakan anggaran sebesar 150 juta rupiah.
Dalam dokumen RPJMD, salah satu arah kebijakan pembangunan ekonomi Kota Bitung adalah mendorong pertumbuhan UMKM dan mendapatkan perlakuan khusus sehingga tidak kalah saing dengan pengusaha besar. SKPD yang secara teknis mengimplementasikan arahan kebijakan ini adalah Dinas Koperasi dan UMKM. Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bitung, telah melakukan program dana bergulir sebagai bentuk perhatian khusus bagi UMKM. Seperti yang disampaikan oleh Kadis Koperasi dan UMKM Kota Bitung dalam wawancara dengan penulis pada tanggal 10 maret 2014 bahwa “Perrhatian pemda terhadap UMKM itu sudah sangat besar. Salah satu programnya adalah program dana bergulir.” Selama 2 tahun berjalan ini, salah satu implementasi dari kebijakan ini dapat dilihat dari Tabel 4.3
94
Tabel 4.3. Dana bergulir UMKM Kota Bitung, 2009-2013 Tahun Jumlah Penerima Total Dana 2009 152 250 jt 2009 137 250 jt 2010 133 233 jt 2010 9 180 jt 2010 65 267 jt 2011 29 520 jt 2012 26 500 jt 2013 386 1,5 M Sumber: Wawancara Ka. Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bitung tanggal 10 Maret 2014)
Perkuatan dana bergulir adalah salah satu kegiatan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bitung melalui program penciptaan iklim usaha menengah yang kondusif. Perbedaan jumlah penerima dari tahun ke tahun mengikuti jumlah pendanaan yang tersedia melalui sumber dana dari APBD Kota Bitung. Jumlah penerima sama dengan jumlah proposal yang telah direalisasikan oleh Dinas Koperasi dan UMKM, karena untuk menjadi penerima dana bergulir, salah satu syaratnya adalah membuat proposal pendanaan sesuai dengan kebutuhan usahanya. Dari Tabel 2.3 menggambarkan jumlah penerima dana bergulir dan total yang disalurkan. Tahun 2009 dilakukan 2 kali setahun. Gelombang pertama jumlah penerima 152 penerima dengan total dana 250 juta. Gelombang kedua 137 penerima dengan total dana 250 juta. Tahun 2010 dilaksanakan 3 kali dalam setahun. Gelombang pertama 133 penerima dengan total dana 233 juta. Gelombang kedua 9 penerima dengan total dana 180 juta. Jumlah penerimanya paling kecil diantara yang lain karena pada gelombang ini diperuntukan bagi para sopir. Gelombang ketiga 65 penerima dengan total dana 267 juta. Tahun 2011 hanya dilakukan sekali yakni 29 penerima dengan dana 520 juta. Tahun 2012, penerima dana bergulir 26 penerima dengan total dana 500 juta. Tahun 2013, merupakan yang paling banyak menerima dana bergulir yakni 386 penerima dengan total dana 1,5 milyar. 95
Sesuai dengan Perda Nomor 5 tahun 2008 tentang dana bergulir, masih dilakukan hingga saat ini dengan rentang waktu 1 tahun sekali dengan jumlah dana yang bervariasi. Masing-masing pelaku ekonomi mendapatkan bantuan dana sesuai dengan kebutuhan seperti yang tercantum pada proposal dan diwajibkan mengajukan proposal. Selain penguatan dengan dana bergulir, Pemerintah KotamelaluiDinas Koperasi juga memfasilitasi para pelaku ekonomi dengan pelatihan dan sosialisasi kebijakan dan program-program pemerintah. Dalam pelaksanaaannya juga pemerintah sering melakukan kunjungan lapangan untuk memonitoring pelaksanaan pencapaian dan kegiatan pelaku-pelaku bisnis di lapangan. Pemerintah juga melaksanakan pengembangan kewirausahaan dan peningkatan keunggulan kompetitif melalui pelatihan, pembinaan, dan rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Pelatihan dilakukan sebanyak 2 kali dalam tahun 2014 dan kegiatan ini dilakukan berdasarkandana yang tersedia. Seperti pada Tabel 1.anggaran yang tersediadigunakan untuk menyelenggarakan 2 kegiatan per tahun masing-masing tahun 2012 dan 2013 dengan dana sebesar Rp 150.000.000,00 per tahun. Selain itu, dilakukan juga monitoring, dan memberikan motivasi bagi pelaku bisnis serta rapat koordinasi sebanyak 4 kali setahun.PengembanganUMKM diadakan melalui pelatihan kewirausahaan. “Jadi program pendukungnya, penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan.Semacam diklat begitulah untuk UKM. Kalo yang penciptaan iklim yang kondusif itu misalnya, sosialisasi kebijakan tentang UKM, ada rapat koordinasi, fasilitasi pengembangan UKM melalui dana bergulir.”12
Selain itu, pemerintah juga melakukan deregulasi peraturan daerah yang menghambat investasi dan menetapkan perda untuk mendorong akselerasi pembangunan ekonomi daerah dalam rangka Wawancara pribadi dengan Kadis Koperasi dan UMKM Bpk. J.D.Warouw tanggal 10 maret 2014 96 12
memperkuat koridor pembangunan Sulawesi Utara. Dari hasil deregulasi, selama ini, tidak ditemukannya peraturan daerah yang menghambat, karena semua peraturan dibuat untuk mendukung, mendorong, dan memfasilitiasi UMKM.Sedangkan, penciptaan wiraswasta muda lokal belum dilakukan secara optimal karena keterbatasan dana. “Saya kira kalo untuk kotaBitung, nda ada. Justru perda, kebijakan pemerintah itu dibuat, untuk mendorong, memfasilitasi UKM, pelaku2 ekonomi di kota Bitung, antara lain, kebijakan dana bergulir, Peraturan Pemerintah No.5 tahun 2008. Kalo tanpa Perda, mungkin sudah tidak jalan itu dana bergulir.”13
Dalam mengembangkan industri kecil dan menengah, tidak hanya dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM, tetapi juga Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga memiliki program dan kegiatan untuk itu.Kegiatannya terfokus pada pembinaan dalam bentuk pelatihan yang sudah dilakukan setiap tahun sekali. “Fokus kegiatan dari program pengembangan industri kecil dan menengah pada pembinaan dalam bentuk pelatihan.Jadi kelompok industri kecil yang di bina.Selain itu, kita memfasilitasi dalam bentuk bantuan peralatan khususnya untuk industry kecil. Apakah itu pengolahan ikan, minyak goreng, bahan baku kelapa. Itu yang coba kita berikan kepada mereka.”
Dalam pengolahan, ada 2 komoditi yang diprioritaskan yaitu berbahan baku ikan dan berbahan baku kelapa. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 136/MIND/PER/12/2010 tentang Peta Panduan (road-map) pengembangan industri unggulan provinsi Sulawesi Utara, menetapkan khusus Sulawesi Utara dan Bitung, mengolah produk berbahan baku ikan dan turunannya serta berbahan baku kelapa dan turunannya. Pelaksanaan 13
Idem 97
program dan kegiatan tersebut lebih banyak berkembang di Industri skala menengah. Misalnya, beberapa kali melakukan pelatihan mengenai pembuatan abon ikan, dan untuk yang berbahan baku kelapa dan turunannya seperti, pelatihan pembuatan nata de coco dan minyak goreng. Selain itu, untuk industri skala kecil, Disperindag memfasilitasi dengan pemberian coolboxkepada pelaku UMKM untuk penyimpanan ikan masing-masing usaha 1 coolbox. Namun, dalam proses pelaksanaannya, masih saja terjadi ketidakmerataan informasi karena ada warga yang memiliki usaha mikro untuk pengolahan ikan, tapi belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah, salah satunya di desa Papusungan. Disperindag menjelaskan bahwa mereka sudah punya datanya namun pelatihannya yang belum terlaksana. Tapi, di desa tersebut sudah pernah dilaksanakan pelatihan bahkan sudah sampai memberikan alat. Kita sudah buat pelatihan bahkan kita sampe sudah memberikan alat.Pesertanya kurang lebih 30an orang.Mungkin yang memberikan informasi itu gak terjalin.Yah memang kalo mo bilang bahwa masih banyak kelompok-kelompok usaha kecil yang belum terangkum. Yah kenapa begitu itu ?alasan klasiknya itu biaya. Tapi kan kita semua mau dijangkau semua keterbatasan kita kan itu. Yah mungkin kelompok ini dulu yang dilatih.Klompok berikut untuk tahun berikutnya.Begitu juga kita bikin pelatihan untuk minyak goreng dan nata de coco.Kita baru bikin 2 kelompok.Baru di kecamatan Danowudu dan kecamatan Aertembaga.Di sini ada 8 kecamatan.14
Dalam pelaksanaan program dan kegiatan tersebut dinilai belum optimal terlebih dalam pengawasan pelaksanaannya.Selain itu perlindungan terhadap masyarakat konsumen juga masih belum optimal, karena belum adanya wadah untuk menampung aspirasi, ketidakpuasan/komplain, serta menyelesaikan sengketa dengan pelaku ekonomi.Sengketa bisa terjadi karena tidak akuratnya ukuran yangdipakai dalam mengukur barang dan jasa yang Idem 98 14
diperjualbelikan.Sehingga penjaminan terhadap masyarakat konsumen perlu dilakukan lebih baik.Hal ini terjadi karena keterbatasan dana dan sumber daya manusia dalam hal ini tenaga pegawai. Walaupun seringkali untuk masalah sumber daya manusia baik dalam hal kualitas pegawai dan jumlah pegawai, bisa diatasi dengan meminta bantuan dari kementrian terkait. “Kita punya kewajiban kan untuk melindungi masyarakat konsumen.Harusnya kita sudah ada disini, misalnya meterologi, alat2 ukur dsb. Itu kan kita harus tau betul misalnya betul gak 2 kg ini kalo kita beli daging. Kalo kita isi bensin bener gak 10 L. Kita hanya melihat dari alatnya.Jadi kita harus tau apakah ukuran2 itu bener gak.Kalo kemetrologian itu cermat kita setiap saat itu kita koreksi bener gak.Itu perlindungan itu.Kedua kita jugaharus ada lembaga untuk menyelesaikan sengketa. Terkadang kan baik produsen maupun konsumen, ada benturan. Kita harus memfasilitasi masalah itu.”
Pemkot Bitung khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan memiliki peranan penting dalam menjamin perlindungan produk ekspor dan pengembangan sentra-sentra industri potensial. Penjaminan perlindungan produk ekspor adalah mencantumkan asal produk walaupun masih menggunakan branding asing sesuai dengan keinginan pembeli yakni industri dari luar negeri.Selain itu juga, melalui sosialisasi dan pelatihan Disperindag juga memberikan pemahaman mengenai sistem higienitas dari produk yang dihasilkan sehingga tetap menjaga kualitas produknya.Lewat pembinaan melalui sosialisasi dan pelatihan, Disperindag memberikan pemahaman bagaimana mempertahankan kualitas dari sebuah produk sehingga sehingga mindset mereka itu tidak hanya berjualan produk tapi mempertahankan kualitasnya. Dalam melakukan pengembangan sentra-sentra industri potensial, kegiatan yang sudah dilakukan adalah penataan lokasi, penyediaan bahan baku, serta pembangunan infrastruktur disekitar lokasi.
99
Pengaruhnya terhadap pembentukan iklim usaha investasi Kota Bitung cukup signifikan dengan adanya pembangunan pasar tradisional di setiap kecamatan yakni kecamatan Lembeh Utara, Lembeh Selatan, Girian, Madidir, Maesa, Ranowulu, Matuari, dan Aertembaga sehingga berbagai produk hasil industri yang ada di sekitarnya bisa mendapatkan akses dan fasilitas untuk dipasarkan. Hal ini menjadi stimulus yang besar untuk menumbuhkan pelaku-pelaku ekonomi khususnya para entrepreneur kelas mikro, kecil, dan menengah. Pembentukan iklim usaha investasi di Kota Bitung juga didukung oleh beberapa program dan kegiatan dari BPPT-PM Kota Bitung seperti: a. DukunganPromosi Promosi yang dilakukan mencakup: Media Online, Website, Baliho, Brosur, Leaflet, dan Spanduk. Promosi yang dilaksanakan pada saat ada kegiatan di kota Bitung.Brosur, dan buku potensi. Seperti yang dikatakan oleh KaBid Penanaman Modal, Christ Madoali yaitu: Yang pertama, kitorang pakai media, ada juga website, social media, promosi-promosi di Kayuwatu (HUT Provinsi), kemudian juga ada promosi-promosi yang dilaksanakan di luar.Jadi ketika kesana kita membawa leaflet, brosur, kemudian buku potensi, dan ketika ada kegiatan seminar.Itu yang sekarang ini kita laksanakan di luar Kota Bitung. Kalau di dalam kota Bitung sendiri, kita adakan sosialisasi ke kelurahan-keluarahan, kami mengundang pelaku-pelaku usaha, selain dari mereka itu, kita harapkan ada informasi balik. Untuk apa?katakanlah relasi mereka juga. Kemudian ada juga kita pasang baliho-baliho di titik-titik jalan yang strategis. Jadi selain leaflet, brosur dan sebagainya.Itu yang tentang peningkatan promosi, yang kita upayakan sekarang.Sehingga, ketika kita melihat lagi target kita, terjadi peningkatan.Jadi itu yang sudah kita lakukan dari sisi promosi.”15
Dari pernyataan tersebut, itu berarti bahwa Pemerintah Kota Bitung lewat program dan kegiatan di Bidang Penanaman Modal, sudah melakukan usaha untuk promosi dalam rangka peningkatan Wawancara pribadi pada tanggal 18 April 2014 100 15
investasi dan kerjasama. Peningkatan dari sisi promosi dapat terlihat dari peningkatan jumlah investasi dalam PMA dan PMDN.
Tabel 4.4. Data Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri di Kota Bitung, 2011-2013 Tahun PMA PMDN Total 2011 19 19 38 2012 17 49 66 2013 17 58 75 Sumber: Wawancara Ka. Bidang Penanaman Modal Kota Bitung tanggal 18 April 2014
Salah satu dampak dari program peningkatan promosi dan kerjasama investasi adalah adanya investor baru di Kota Bitung. Tabel 2.4 adalah data PMA dan PMDN kota Bitung sejak tahun 2011 sampai tahun 2013. Jumlah PMA tahun 2011 berjumlah 19, namun pada tahun 2012 dan 2013 mengalami penurunan jumlah menjadi 17. Penurunan ini bukan berarti investor menarik modalnya, tetapi terjadi perpindahan kepemilikan modal dari PMA ke PMDN, sehingga jumlah PMDN tahun 2012 bertambah menjadi 49 termasuk 2 dari PMA tahun 2011 (Wawancara dengan KaBid Penanaman Modal, 2014). Kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2013 yakni 58 untuk PMDN sehingga total penanaman modal adalah 75 pelaku bisnis.Peningkatan terjadi karena berbagai usaha telah dilakukan oleh Pemkot Bitung khususnya BPPT-PM seperti promosi dan kerja sama. b. Pengurusan Ijin Dalam pengurusan ijin, PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) hanya mengurus ijin dengan nilai investasi 500 juta ke atas.Mekanisme pengurusan ijin dijalankan sesuai SOP (Standard Operating Procedure) yang berlaku sehingga memberikan pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat dan pelaku usaha serta memberikan kenyamaan saat pelaku usaha mengurus ijin usaha seperti penyederhanaan persyaratan perijinan dan biaya perijinan. “Kalau dulu-dulunya itu beberapa persyaratan perijinan masih bayar tapi sekarang sudah tidak lagi. Kita kasi juga 101
fasilitas kemudahan persyaratannya, yang tadinya panjang banget, sekarang kita pangkas persyaratannya.Mungkin ada yang so sejenis yang so ada, mungkin ada keterangan dari lurah dan KTP so nda.Kemudian waktunya, dari waktu yang lebih lama, jadi waktu yang lebih singkat. Itu juga membuat animo masyarakat untuk mengurus ijin usaha lebih tinggi, tidak bayar kemudian prosesnya mudah, syaratnya juga mudah.”16
Pada pelaksanaannya masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi karena terbatasnya sumber daya manusia yang ada di PTSP sehingga kadang kala pelayanan yang diberikan masih kurang maksimal. Kendala-kendala yang dihadapi seperti adanya pembaharuan dan penyesuaian SDM maupun regulasi, perubahan payung hukum sehingga adanya penyesuaian, masalah keterbatasan lahan dan kurangnya SDM. “Bitung juga punya masalah lahan yang terbatas. Kita tidak bisa melebarkan ke sana karena diapit oleh 2 gunung padahal potensi kita besar. Jadi memang kendala kita yang utama adalah mencari lahan yang besar.Walaupun kitapunya RTRW namun ada perusahaan2 besar dia nda bisamendapatkan lahan yang cukup luas disini.Baru kita punya personil yang kurang disini.Idealnya kita disini harus punya sekitar 70 stafyang ada sekarang 28 staf.kitaharus turun lapangan untuk kontrol pengawasan tapi yang paling utama ialah ketika ada pelaku usaha yang mo urus ijin,kita sudah punya Standar Pelayanan untuk ijin ini cuman berapa hari. Kong dia datang mo urus berapa ijin kong beda2 ijin, lokasi sedangkan personilnya kurang. Kan kita harus memastikan bahwa yang bermohon ini kan memang disini depe tampa. Kong kita ukur untuk mendapatkan IMBnya.Itu yang membuat kita kerja ekstra.Walaupun torang pe kesejahteraan disini diperhitungkan.Tapi memang kita masih kurang. Tapi memang kota Bitung itu masih kurang. Karena torang nyanda dibuka kran untuk menerima pegawai sekarang.Padahal pension ada trus tiap tahun.Penerimaan nyanda tiap tahun.”17 Wawancara pribadi dengan KaBid penanaman modal, Christ Madoali pada tanggal 18 April 2014 17 Wawancara pribadi dengan KaBid penanaman modal, Christ Madoali pada tanggal 18 April 2014 102 16
c. Pelibatan KPK Menjamin Kepastian Hukum Penanaman Modal juga bekerja sama dengan CIDA (Canadian International Development Agency) - KPK melalui program SIPS (Support of Indonesia’s Islands of Intergrity Program for Sulawesi) dalam memberikan pendampingan untuk melakukan integritas pelayanan publik dimana dalam mitra kerja ini KPK memberikan dukungan dalam bentuk dana sebagai stimulus untuk menunjang fasilitas penunjang pelayanan. Dalam memaksimalkan pelayanan ke masyarakat, pertama tidak menerima suap sebagai bentuk kredibilitas pelaksanaan pelayanan.Kedua,focus pelayanan sesuai SOP yang sudah ditetapkan. Ketiga, bagaiamana pembiayaan ijin-ijin itu sesuai dengan yang telah ditetapkan dalamPeraturan Daerah, dan setiap kegiatan telah memiliki SOP. Dampak dari peningkatan investasi dan kerja sama salah satunya adalah peningkatan pendapatan daerah sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Kota Bitung. Program yang dilakukan oleh Dinas Perikanan dan kelautan kota Bitung dalam mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kota Bitung adalahOptimalisasi Pembangunan di Kawasan Minapolitan. Menurut Permen Kelautan dan Perikanan RI Nomor 12 tahun 2010 tentang Minapolitan, Minapolitan, dimana Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya.Tujuan dari program Minapolitan ini adalah sebagai program keroyokan dalam mempercepat pembangunan dari sekian banyak sektorseperti sektor Pertanian (perikanan dan kelautan), sektor industri pengolahan, sektor jasa, dan lintas SKPD serta instansi lainnya.
103
“Jadi kawasan Minapolitan itu kan program keroyokan berbasis kawasan.Jadi 1 kawasan yang sudah ditetapkan, seperti kita ini kawasan Minapolitan dan kita sudah tetapkan ada 3 kecamatan, yaitu Kec. Aertembaga, Kec. Lembeh Utara dan Kec. Lembeh Selatan. Zona intinya ada di pelabuhan perikanan di Kec.Aertembaga. Maksud dari program Minapolitan ini adalah program keroyokan, dimana dikawasan ini kita dikeroyok melalui percepatan pembangunan dari sekian banyak sektor. Jadi disitu ada sekian lembaga yang turut membantu, tapi yang turun ke daerah itu tidak semuanya. Tapi sebagian besar ada dari kementerian pendidikan nasional, kesehatan, PU, perindustrian dan perdagangan, itu masing-masing ke SKPD, kementerian sosial, turun ke SKPD masing-masing di kabupaten kota, kemudian program masing-masing SKPD, memprogramkan apa di kawasan ini. Jadi masing-masing di sektor mereka dengan fokus ke kawasan ini, mereka bisamembantu mempercepat terjadi pembangunan di kawasan ini.”18
Menurut Kadis Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, salah satu program untuk Kawasan Minapolitan dari Dinas Perikanan dan kelautan adalah intervensi pengentasan kemiskinan dengan proyek IFAD (International Fund ForAgriculture Development) yakni Coastal Community Development Project (CCDP). Sasaran dari program ini adalah masyarakat pesisir, dimana tujuannya adalah pemberdayaan masyarakat melalui beberapa Bidang yaitu: Bidang infrastruktur, Bidang usaha, Bidang lingkungan dan Bidang tabungan (orang-orang yang sudah tidak produktif). Kegiatan ini dipusatkan di Pulau Lembeh yang memiliki 2 kecamatan yaitu Kecamatan Lembeh Utara dan Kecamatan Lembeh Selatan. Dari 2 Kecamatan tersebut, ada 15 kelurahan yang di targetkan, tapi pada tahap pertama ini baru 9 kelurahan yang sudah masuk dan masih tersisa 6 kelurahan yang belum masuk. Setiap kelurahan itu, dibagi 4 bidang yang boleh dimasukan beberapa kelompok. Dalam bidang infrastruktur, kegiatan yang dilakukan adalah identifikasi infrastruktur apa yang sangat penting dan yang sangat Wawancara pribadi dengan Ka.Dis Perikanan dan Kelautan Kota Bitung, Hengky Wowor pada tanggal 20 April 2014 104 18
mendesak dibangun di Kelurahan mereka untuk mendukung kegiatan usaha bisa berjalan lancar. Misalnya pembangunan pusat informasi dan pembangunan penampungan air bersih. Di bidang usaha kelompok dibebaskan memilih bidang usaha apa yang akan dilakukan, seperti kelompok usaha penangkapan ikan, kelompok pembudidayaan ikan atau kelompok pengolahan makanan. Di bidang lingkungan, salah satu contoh saat ini yang sedang dilakukan yaitu pengembangan kawasan atau daerah perlindungan laut seperti kawasan konservasi. Pemerintah dan masyarakat sudah sepakat buat peraturan di setiap kelurahan yang nantinya akan diangkat menjadi peraturan walikota. Setelah itu didorong sampai menjadi peraturan daerah untuk kawasan konservasi tersebut dan juga untuk daerah perlindungan laut.Bidang untuk orangorang yang sudah tidak produktif lagi sehingga dikatakan bidang “tabungan”, mereka menyimpan uang di bank dan hidup dari bunganya. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, dilakukan pendampingan, yang terdiri dari penyuluh kontrak, konsultan baik untuk sumber daya maupun yang menangani masalah, dan tim pakar dari universitas/akademisi/timinventori yang mensurvei potensi dari kawasan itu kemudian memetahkannya di peta, mengkaji potensipotensi itu, menentukan prioritas, dan peluang usaha, sehingga memperkecil munculnya peluang untuk gagal. Beberapa indikator yang dipakai sebagai sebagai alat ukur keberhasilan program ini antara lain nilai gizi masyarakatnya, peningkatan penghasilan, pendidikan, dan nilai tukar nelayan. Selain itu, jika dalam pelaksanaan terjadi masalah, maka dinas pemerintah dan pihak terkait bekerja sama untuk menghandle masalah tersebut. Ada indikator-indikator yang dipakai sebagai alat ukur keberhasilan proyek ini pada saat hasil evaluasi. Antara lain nilai gizi masyarakatnya, pemerintah sudah punya data dasar, tinggal dilihat apakah ada peningkatan. Dari segi pendidikannya, nilai tukar nelayan, dan sebagainya. Selain program pengembangan pembangunan ekonomi di Kawasan Minapolitan, ada program lainnya dari Dinas Perikanan dan Kelautan 105
Kota Bitung yaituPengelolaan potensi SDA termasuk WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan).Pengelolaan potensi SDA termasuk WPP, baik pemerintah pusat dan daerah telah mengatur operasi armada dari nelayan besar maupun perusahaan penangkapan ikan.Hal ini mendukung kebijakan pemerintah yang pro-poor yakni pro kemiskinan dengan memprioritaskan nelayan yang kecil.Untuk nelayan yang memiliki 5 GT ke bawah, tidak dibatasi ijin operasi penangkapannya. Untuk 5 GT-10 GT sudah harus memiliki SIUP (Surat Ijin Usaha Perikanan) dan SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan) dimana mereka diberikan ijin untuk bias beroperasi di 2 WPP, tapi yang dilarang masuk ke wilayah 4 mil adalah armada dengan mesin 10GT-30GT. Bagi armada di atas 30GT dilarang masuk ke wilayah dalam 12 mil. Mereka hanya bisa beroperasi di atas 12 Mil hingga ZEE sampai laut lepas.Dalam mengantisipasi potensi SDA ikan di wilayah yang menjadi daerah operasi, pemerintah melakukan penghitungan potensi bekerja sama dengan pemerintah pusat.
Logisitik Industri dan Konektivitas: Sistem Penunjang Pembentukan Entrepreneurship di Sektor Industri Pengolahan Perikanan (SIPP) Kota Bitung Peranan pemerintah daerah dalam mendukung entrepreneurship di sektor pengolahan perikanan kota Bitung tidak hanya terbatas pada beberapa program dan kegiatan seperti yang dipaparkan di atas. Namun, peranan pemerintah lainnya yaitu Pembentukan Logistic Industri dan konektivitas dalam menunjang aktivitas entrepreneur di SIPP seperti pembangunan infrastruktur seperti Jalan Tol Manado-Minut-Bitung dan Pelabuhan Samudera Bitung sebagai Pelabuhan Hub Internasional (International Harbour Port / IHP) atau juga disebut Global Hub Bitung seperti disebutkan dalam dokumen MP3EI. Hal ini dilakukan dalam menunjang aktivitas entrepreneur di SIPP sehingga secara tidak langsung membentuk iklim usaha dan entrepreneurship yang baik di Kota Bitung. Menurut Sekretaris Dinas perindustrian dan perdagangan, berulang kali pemrintah mengusulkan agar pelabuhan Bitung menjadi pelabuhan 106
internasional yang secara otomatis bisa menjadi pelabuhan ekspor dan impor. Hal ini akan meringankan biaya ekspor yang biasanya harus melewati Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Selain itu juga, hal ini bisa lebih menarik para investor karena sebagian besar bahan baku, masih cukup besar tersedia di Sulawesi Utara.
Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan peran pemerintah dalam mendorong pertumbuhan dan pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung, khususnya di sektor industri pengolahan perikanan. Telah dilakukan analisis tematikdan berjenjang atas aspek legal dan kebijakan pemerintah, yakni mulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, sampai ke Peraturan Walikota. Ditemukan bahwaterdapat lima tema yang relevan yang terkait dengan upaya menumbuhkan dan mengembangkan entrepreneurship di Kota Bitung, (i) Pengembangan Industri Unggulan Daerah, (ii) Pengembangan Kawasan Ekonomi Sebagai Stimulator Bagi Pembentukan Entrepreneurship, (iii) Pemberdayaan Masyarakat Menjadi Pelaku Usaha dan Pengembangan Usaha Masyarakat, (iv) Perijinan, dan (v) Perpajakan.Dari sudut kebijakan pemerintah daerah Kota Bitung, sebagaimana dituangkan di dalam RPJMD memberi penekanan pada upaya mendorong pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung. Dari aspek Pengembangan Industri Unggulan Daerah, hasil yang ditemukan adalah Pemerintah Pusat (Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2008) dan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara (Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 136 Tahun 2010) menyusun peta panduan (road map) pengembangan industri unggulan Provinsi dan peta panduan pengembangan inti industri Kabupaten/Kota. Dalam penyusunan peta panduan tersebut, Provinsi Sulawesi Utara ditetapkan mengelola dua industri unggulan yaitu Industri Kelapa dan turunannya, serta Industri Perikanan dan turunannya. Terkait dengan kedua peraturan tersebut, peran 107
Pemerintah Daerah Kota Bitung bertanggungjawab dalam penyusunan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri unggulan Kota/Kabupaten. Secara lebih spesifik Kota Bitung ditetapkan untuk mengelola Industri Perikanan dan turunannya sebagai industri unggulannya. Kebijakan ini menjadikan Industri Perikanan di Kota Bitung sebagai indikator Industri Perikanan di Provinsi Sulawesi Utara. Penyusunan peta pengembangan industri perikanan di Kota Bitung, memberi peluang bagi terbukanya usaha perikanan di Kota Bitung, sehingga berpotensi menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan entrepreneurship di sektor industri pengolahan perikanan Kota Bitung. Temuan selanjutnya dalam tema Pengembangan Industri UnggulanDaerah yang juga mendukung pengembangan industri unggulan daerah, industri perikanan, yaitu adanya pemberian fasilitas berupa insentif fiskal dan non fisikal oleh Pemerintah Kota Bitung. Pemberian insentif dimaksud telah diimplementasikan oleh BPPT-PM dalam kemudahan pengurusan perijinan, pemberian subsidi melalui dana bergulir oleh Dinas Koperasi dan UKM, dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian terkait pemberianfasilitas bagi industri kecil. Selain itu, dalam mendukung pengembangan industri unggulan, Pemerintah telah membangun infrastruktur sebagai bagian dari fasilitas non fiskal yang juga dapat menunjang pengembangan kawasan ekonomi yang ada.Pemberian fasilitas yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bitung dalam rangka pengembangan industri unggulan daerah, merupakan salah satu dukungan terhadap pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung. Hal yang sama juga dilakukan oleh Pemerintah Dubai, yaitu dalam mengembangkan entrepreneurshipnya, mereka melakukan program-program yang difokuskan pada masingmasing sektoral, terlebih pada sektor yang memiliki produktivitas yang besar terhadap PDRBnya (Rashid, 2011). Terkait dengan tema ini juga ditemukan adanya regulasi yang berhubungan dengankerja sama antara industri skala besar dengan para nelayan (Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 Tentang Usaha Perikanan Pasal 4). Beberapa implementasi dari kebijakan ini adalah pengelolaan potensi sumber daya perikanan termasuk WPP 108
yang memprioritaskan nelayan kecil tanpa merugikan usaha penangkapan besar.Hal tersebut diatur dengan perijinan penangkapan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dan diimplementasikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung. Hal tersebut terlihat dari beberapa perusahaan industri skala menengah dan besar, tidak memiliki armada penangkapan sehingga untuk bahan baku industri, dibeli dari para nelayan. Ini berarti bahwa bagi usaha penangkapan skala mikro dan kecil memiliki banyak peluang dalam mengembangkan usahanya untuk mensuplai bahan baku pada industri pengolahan yang ada di Kota Bitung. Hal tersebut sangat menguntungkan dari hubungan sinergi dan share pendapatan juga dari segipengembangan entrepreneurship. Adanya hubungan yang sinergi tersebut membentuk iklim usaha yang kondusif antara nelayan skala mikro dan kecil dengan para usaha industri skala menengah dan besar.Sehingga, adanya kondisi ini, memberikan efek positif dalam pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung. Dari tema Pengembangan Kawasan Ekonomi Sebagai Stimulator Bagi Pembentukan Entrepreneurship, ditemukan adanya kebijakan tentang pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh seperti pembentukan dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Minapolitan.Secara umum tujuan pembentukan dan pengembangan kawasan ini untuk memaksimalkan potensi ekonomi daerah melalui aktivitas ekonominya.Dalam tema ini juga masih terkait dengan tema sebelumnya, dimana implikasi dari pengembangan industri unggulan dapat dilakukan melalui kawasan strategis cepat tumbuh dan kawasan ekonomi yang telah dibentuk. Pengembangan industri unggulan daerah, industri perikanan dan turunannya, akan dimaksimalkan dengan adanya pengembangan kawasan minapolitan yang saat ini telah berproses dibeberapa titik lokasi yaitu Kecamatan Aertembaga, Kecamatan Lembeh Utara dan Kecamatan Lembeh Selatan. Tentunya, kawasan ekonomi khusus juga memiliki kontribusi besar dalam mengembangkan industri unggulan daerah seperti industri perikanan dengan membentuk kawasankawasan pendukung KEK di Kabupaten sekitar dan membangun 109
konektivitas dan logistik industri dalam mengembangkan sentra-sentra pertumbuhan ekonominya. Implikasi lainnya dari temuan ini adalah peningkatan PMA dan PMDN di Kota Bitung. Hal itu terjadi karena dalam proses pengembangan kawasan tersebut, terbukanya peluang kerja sama dan investasi dari para investor asing maupun investor lokal untuk mengembangkan potensi sumber daya yang ada di Kota Bitung. Terkait dengan topik penelitian ini, dengan adanya pembentukan dan pengembangan kawasan ekonomi, dan juga adanya pembentukan iklim investasi yang baik, maka secara langsung mendorong terjadinya pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung. Dari tema Pemberdayaan Masyarakat Menjadi Pelaku Usaha dan Pengembangan Usaha Masyarakat, ditemukan adanya perkuatan dana bergulir yang telah diimplementasikan oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Bitung sejak tahun 2009 hingga saat ini melalui program penciptaan iklim usaha. Peran pemerintah yang mendukung program itu, juga dengan adanya sosialisasi dan pelatihan terhadap para pelaku usaha, mereka bisa mengembangkan usahanya dengan maksimal. Melalui kegiatan perkuatan dana bergulir juga, bertujuan untuk pengembangan usaha produksi, salah satunya dibidang perikanan. Berkaitan dengan pengembangan industri unggulan daerah, tentunya kegiatan ini menjadi sebuah pendukung kebijakan tersebut. Di samping itu, adanya perkuatan dana bergulir yang setiap tahunnya meningkat berdasarkan alokasi dana yang tersedia, mengindikasikan bahwa bertambah pula jumlah pelaku usaha yang ada di Kota Bitung. Sehingga, penciptaan iklim usaha, dilihat dari terlaksananya program dan kegiatan ini merupakan faktor yang menunjang pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung.Namun, implikasi dari kegiatan ini, tidak terlalu efektif dalam menunjang dampak tinggi entrepreneurship (High Impact Entrepreneurship) di Kota Bitung, karena entrepreneur yang tercakup dalam dampak tinggi entrepreneurship adalah mereka yang memulai dan memimpin usahanya dengan dampak atas rata-rata dalam penciptaan lapangan kerja, penciptaan kekayaan dan pengembangan model peran 110
kewirausahaan (Morris, 2011). Walaupun demikian, dengan adanya kegiatan ini, bisa menjadi sebagai sebuah wadah bagi masyarakat untuk menjadi entrepreneur skala mikro dan kecil, yang nantinya jika dilihat secara keseluruhan dengan entrepreneur yang tercakup dalam dampak tinggi entrperneurship, maka dorongan terhadap pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung semakin besar. Dari tema Perijinan, ditemukan adanya Sistem Pelayanan Perijinan Terpadu yang telah beroperasi sejak tahun 2009 oleh BPPTPM Kota Bitung.Adanya sistem tersebut memudahkan masyarakat dan entrepreneur dalam mengurus perijinan, mendapatkan pelayanan yang baik dan nyaman dalam rangka melaksanakan program peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi di Kota Bitung. Untuk mendukung hal tersebut, BPPT-PM menjalin kerja sama dengan CIDA-KPK dalam pendampingan mengenai integritas pelayanan publik. Penciptaan iklim investasi yang kondusif juga tidak hanya dari pengembangan kawasan ekonominya tetapi juga dari sistem administrasi prosedurnya, salah satunya dari pelayanan perijinan. Implikasi dari aktivitas ini, sebagai bagian dari implementasi kebijakan dan peran pemerintah, secara tidak langsung mendukung pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung. Tema selanjutnya yaitu Perpajakan, ditemukan Pemberian intensif fiskal seperti pembebasan pajak bagi para nelayan, dan untuk usaha perikanan skala mikro dan kecil.Pajak reklame dan pajak air tanah merupakan sumber dari Pajak Asli Daerah Kota Bitung. Pada ketentuannya, besaran Pajak Reklame yang harus dibayarkan adalah sebesar 25% dari nilai sewa reklame berdasarkan ketentuannya dan besaran Pajak Air Tanah yang harus dibayarkan adalah 20% dari nilai perolehan air tanah. Besaran nilai tersebut bagi usaha industri menengah ke atas tidak mengalami kesulitan.Namun, bagi usaha skala mikro dan kecil, mendapat pembebasan pajak karena besaran tersebut terlalu besar untuk dibayarkan.Bagi para nelayan menurut Peraturan Pemerintah Tahun 2002 Nomor 54 Tentang Usaha Perikanan Pasal 18, tidak dikenakan pajak.Hubungannya dengan topik penelitian ini dimana entrepreneurship Kota Bitung berkembang, karena didorong 111
oleh lingkungan administrasi yang menunjang iklim investasi dan menjadi pengusaha. Dari temuan-temuan yang sudah dipaparkan, kebijakan dan rencana strategik pemerintah mendukung pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung.Terkait dengan studi kebijakan publik Parsons, dukungan merupakan salah satu bagian input dari proses bekerjanya kebijakan publik. Dukungan ini mulai dari mengembangkan sumber daya alamnya melalui pengembangan indsutri unggulan daerah, mempersiapkan sumber daya manusia melalui pemberdayaan masyarakat menjadi pelaku usaha dan mengembangkan usahanya, membentuk kawasan strategi cepat tumbuh seperti kawasan ekonomi dan kawasan pendukungpendukungnya termasuk logistik industri dan konektivitas serta mengembangkan sistem administrasi yang kondusif melalui perijinan dan perpajakan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Mishra (2013), bahwa pendekatan pemerintah yang komprehensif untuk mengembangkan entrepreneurship melalui penyediaan informasi dalam regulasi seperti SOP, perijinan, perpajakan, memberikan konsultasi mengenai perencanaan bisnis, mengontrol dan menjamin kualitas produk, membuat unit inkubator dalam menyediakan ruang dan infrastruktur untuk starting entrepreneur, menyediakan wadah untuk memecahkan masalah, mempromosikan inovasi dan produk yang dihasilkan serta membangun hubungan kerja sama yang baik dengan sektor swasta dan antar pemerintah. Beberapa kebijakan pemerintah yang dianalisis merupakan suatu regulasi untuk mendukung pengembangan entrepreneurship. Regulasi ini adalah salah satu bagian kebijakan dari proses bekerjanya kebijakan publik sebagai suatu sistem. Saat kebijakan-kebijakan ini telah diimplementasikan menjadi program dan kegiatan dalam rencana strategi pemerintah melalui kerja SKPD di Kota Bitung, ini menjadi suatu output dari proses bekerjanya kebijakan public secara simultan. Implementasi kebijakan tersebut, mengindikasikan bahwa penyampaian dan distribusi kebijakan telah sampai pada targetnya. Namun, yang menjadi penting adalah seberapa efektif implementasi 112
kebijakan-kebijakan tersebut dalam mengembangkan entrepreneurship di Kota Bitung. Kebijakan dan peran pemerintah dalam mengembangkan entrepreneurship secara luas perlu dipertimbangkan baik pada level makro dan mikro, juga di tingkat spasial regional dan lokal. Pengalaman yang sama ditunjukkan oleh Pemerintah Inggris. Pemerintah Inggris melakukan pengubahan sistem perpajakan dan membuatnya lebih mudah bagi perusahaan skala kecil dalam menjual produk mereka sehingga mereka mencapai tingkat inflasi yang rendah dan stabil (DTI, 1998). Demikian pula Uni Eropa, yang mendorong pengembangan entrepreneurship melalui rasa kepercayaan sektor swasta dan pengurangan pada premi resiko dan tingkat suku bunga (CEC, 1995) serta mengatur kebijakan lainnya termasuk mengurangi peraturan, meingkatkan akses ke pasar dan menciptkan budaya untk mendukung program kewirausahaan melalui pendidikan dan lainnya (McQuaid, 2000). Selain implementasi, menurut Parsons, output dari proses bekerjanya kebijakan publik adalah legitimasi, modifikasi atau penyesuaian dan evaluasi. Legitimasi dapat dilihat dari beberapa kebijakan yang telah dianalisis ada yang menetapkan mengenai kebijakan umum tentang industry unggulan daerah, penetapan Bitung sebagai kawasan ekonomi khusus dan lainnya.Modifikasi atau penyesuaian dapat terlihat dari kebijakan-kebijakan yang secara khusus dikembangkan dari yang sudah ada seperti pengembangan kawasan minapolitan merupakan pengembangan dari kebijakan untuk kawasan strategis cepat tumbuh. Bagian output selanjutnya adalah evaluasi dari implementasi kebijakan tersebut. Beberapa implementasi dari kebijakan yang telah dianalisis, masih terlihat belum optimal seperti penciptaan iklim usaha yang kondusif, pengembangan sistem pendukung usaha, optimalisasi pengelolaan dan pemasaran produksi, dan peningkatan sarana prasana pengembangan industri dan perdagangan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakoptimalan dari implementasi kebijakan dan peran pemerintah tersebut, yakni hubungan kerja sama antara pemerintah dengan pemerintah 113
(mencakup program dan kegiatan yang lintas SKPD), pemerintah dengan sektor swasta, dan faktor sumber daya manusia (kuantitas dan kualitas). Hubungan kerja sama antar pemerintah, merupakan salah satu faktor dalam mengoptimalkan kebijakan pemerintah yang telah dibuat untuk mengembangkan entrepreneurship di daerahnya. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam hubungan kerja sama pemerintah yaitu, efisiensi, bertanggung jawab, transparansi dan jujur (Godfrey, 2002). Selain itu, aspek lainnya yang perlu diperhatikan juga adalah akuntabilitas, manajemen yang baik, integritas, komitmen, profesionalitas, serta kepemimpinan dan integrasi. Aspek-aspek inilah yang memang belum optimal diterapkan dalam hubungan kerja sama dan koordinasi antara pemerintah, terutama dalam melaksanakan program dan kegiatan yang lintas sektor. Ketidakoptimalan mengimplementasikan kebijakan dan rencana strategik pemerintah terhadap sasaran dan targetnya, salah satunya juga dipengaruhi oleh kultur kerja dari para SDM pemerintahnya. Bagi sebagian besar SDM yang bekerja di sektor formal, belum mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Program dan kegiatan tidak dilihat secara menyeluruh, tetapi masih dilihat sebagai sebuah “proyek” yang harus diselesaikan sesuai deadline, sehingga impak dari program dan kegiatan ini tidak memiliki dampak yang signifikan. Padahal, program dan kegiatan yang mendukung pengembangan entrepreneurship di Kota Bitung melibatkan banyak sektor swasta dan sektor formal lainnya yang dampaknya diharapkan signifikan dalam mengembangkan entrepreneurship serta meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan daerah Kota Bitung. Sektor swasta dalam hal ini para entrepreneur, memerlukan profesionalitas yang tinggi dalam mengembangkan usahanya. Hal ini akan menjadi masalah saat berhadapan dengan sektor formal yang memiliki SDM dengan tingkat profesionalitas yang masih rendah. Hal ini telah ditanggap oleh BPPT-PM dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik yang bekerja sama dengan KPK, sehingga melalui program ini bisa memberikan efek positif terhadap relasi dengan sektor swasta. Namun, beberapa program dan kegiatan lainnya dalam 114
rencana strategik Pemerintah Kota Bitung yang melibatkan koordinasi beberapa sektor belum optimal dalam pelaksanaannya seperti peningkatan dan kolaborasi antara pemerintah dan swasta, ada juga peningkatan aksesibilitas, peningkatan pemasaran dan teknologi, peningkatan promosi produk UKM, dan persiapan database ekonomi dan pusat perekonomian bisnis. Terkait dengan SDM yang bekerja di Pemerintah Kota Bitung, dari segi kuantitas, masih kurang dalam menangani tugasnya. Namun, jika didukung dari segi kualitas (skill dan pendidikan) akan mengurangi permasalahan yang dialami hampir semua SKPD di Pemkot Bitung. Dalam mewujudkan kebijakan pemerintah dan peran pemerintah melalui rencana strategiknya untuk pengembangan entrperneurship, SDM yang bekerja di pemerintahan seharusnya memiliki wawasan mengenai entrepreneurship itu sendiri. Sehingga dalam proses implementasinya, hasilnya jelas mengembangkan entrepreneurship secara signifikan. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pengembangan entrepreneurship di Sulawesi Utara, terutama di Kota Bitung, harus terorganisir melalui 3 substansi dalam model kerangka analisis Parson, yaitu birokrasi atau hirarki, komunitas dan pasar. Berkaitan dengan itu, birokrasi atau hirarki,dengan pemerintah sebagai aktor di dalamnya, memiliki sebuah peranan penting yang membentuk norma, nilai dan jaringan dalam pengembangan entrepreneurship sebagai bagian dari komunitas. Kemudian, sebagai suatu koordinasi sosial, substansisubstansi tersebut, akan mempengaruhi pasar melalui insentif dan harga. Penjelasan ini dapat digambarkan melalui bagan di bawah ini.
115
Bagan 4.1. Model Organisasi Kebijakan Publik Pengembangan Entrepreneurship Birokrasi / Hirarki (Aturan, Otoritas dan Hirarki)
Komunitas Entrepreneurship
Pasar
(Norma, Nilai dan Jaringan)
(Insentif dan Harga)
Lampiran Lampiran 4.1. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan RPJMD PemDa Kota Bitung
Dari penetapan 6 (enam) prioritas program percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi.Program tersebut merupakan dasar bagi mendorong bergeraknya ekonomi daerah yang dampaknya adalah terbukanya lapangan kerja baru serta berkurangnya jumlah rakyat miskin.Salah satu dari program tersebut adalah mendorong usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk berkembang.Perlu ada perlakuan tersendiri agar para pelaku UMKM tidak terpaksa harus berhadapan dengan pengusaha besar. 1. Bagaimana implementasi program tersebut di Kota Bitung? 2. Sudah sejauh mana pelaksanaannya? 3. Bagaimana perkembangannya dari tahun 2010 sampai saat ini? 4. Kendala-kendala mengatasinya? 116
apa
saja
yang
dihadapi
dan
bagaimana
5. Apa capaian keberhasilannya?
Dalam 15 Kebijakan Dasar ProgramPembangunan Daerah Kota Bitung yang akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun kepemimpinan Kepala Daerah, ada 2 poin kebijakan yang akan saya tanyakan yakni: Point ke 9.Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah;
1. Bagaimana implementasi kebijakan tersebut sejak ditetapkan hingga sekarang ini? 2. Apa-apa saja program yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan? 3. Bagaimana perkembangan program tersebut? 4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap program tersebut? 5. Apa saja capaian-capaiannya? (data fisik jika ada)
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan akan dilaksanakan program pembangunan daerah. Berdasarkan urusan pemerintahan yang wajib ada beberapa program. Berkaitan dengan tesis saya, saya akan menanyakan
A. Koperasi dan UKM: -
Penciptaan Iklim Usaha Menengah yang Kondusif;
-
Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif KUMKM;
-
Pengembangan Sistem Pendukung Usaha bagi KUMKM;
1. Apa saja yang dilakukan Pemerintah (dinas terkait) dengan adanya program-program tersebut? 2. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan? 117
3. Bagaimana perkembangan program tersebut sejak tahun 20092013? 4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap program tersebut? 5. Apa saja capaian-capaiannya? (data fisik jika ada) 6. Apa kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya? 7. Tambahan pertanyaan RPJMD hal 196-200. 8. Poin penting 198 (Mengkaji ulang terhadap berbagai peraturan daerah yang dianggap menghambat dsb....) berkaitan dengan itu, Perda2 apa saja yang dahulunya dianggap menghambat?
B. Penanaman Modal: -
Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi;
-
Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi.
1.
Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan terkait dengan programprogram tersebut?
2.
Bagaimana perkembangan program tersebut sejak tahun 20092013?
3.
Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap program tersebut?
4.
Apa saja capaian-capaiannya? (data fisik jika ada)
5.
Apa kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya?
6.
Berapa perkembangan investor sejak 2009-2013?
7.
Bagaimana efek/dampaknya terhadap iklim bisnis di kota Bitung?
Program Urusan Pilihan A. Kelautan dan Perikanan: 118
-
Optimalisasi pembangunan di Kawasan Minapolitan
-
Permberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir;
-
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengendalian Sumberdaya Kelautan;
-
Pengembangan Budidaya Perikanan;
-
Pengembangan Perikanan Tangkap;
-
Optimalisasi pengolahan dan pemasaran produksi perikanan
Pengawasan
dan
1. Apa-apa saja kegiatan yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan terkait dengan programprogram tersebut? 2. Bagaimana perkembangan program tersebut sejak tahun 20092013? 3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap program tersebut? 4. Apa saja capaian-capaiannya? (data fisik jika ada) 5. Apa kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya? 6. Terkait dengan pengembangan perikanan tangkap, bagaiamana respon Pemerintah tentang potensi perikanan tangkap yang mulai menurun terlebih di sekitar bitung maupun laut sualwesi? (12 mil dari ZEE) 7. Dalam optimalisasi pengolahan dan pemasaran produksi perikanan, bagaimana dampaknya terhadap kinerja sektor industri pengolahan hasil perikanan? 8. Pertanyaan pada RPJMD hal 225, 227
B. Perindustrian dan perdagangan
Pengembangan Industri Kecil dan Menengah, 119
1. apa-apa saja kegiatan yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan? 2. Bagaimana perkembangan kegiatan yang sementara dilakukan? 3. Apa saja capaian-capaian kerjanya? 4. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya? 5. Bagaimana perkembangan IKM sejak tahun 2009-2013?
Dalam pengembangan sentra-sentra industri potensial,
1. apa saja yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan? 2. Bagaimana perkembangan kegiatan yang sementara dilakukan? 3. Apa saja capaian-capaian kerjanya? 4. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya? 5. Bagaimana pengaruhnya terhadap iklim investasi kota bitung?
Dalam peningkatan dan pengembangan ekspor,
1. apa saja yang sudah dilakukan, sementara dilakukan dan akan dilakukan? 2. Bagaimana perkembangan kegiatan yang sementara dilakukan? 3. Apa saja capaian-capaian kerjanya? 4. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dan bagaimana solusinya?
120
Lampiran 4.2. Analisis deskriptif kerangka legal Peraturan
Bunyi ayat
Interpretasi dan catatan
1. Peraturan daerah Kota Bitung Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung
Pasal 1 ayat 9: Dana bergulir adalah pinjaman modal/bahan atau barang yang diberikan kepada koperasi dan UKM yang berasal dari Pemerintah Kota Bitung untuk digulirkan kepada anggota koperasi dan UKM sebagai bentuk pinjaman.
Pasal 1 ayat 9 ini merupakan pengertian dana bergulir, dimana dana ini hanya sebagai pinjaman dan sumber dananya berasal dari APBD Kota Bitung untuk anggota UKM dan Koperasi. Karena ini hanya sebagai bentuk pinjaman, jadi pemerintah dalam hal ini Dinas Koperasi dan UKM harus mengontrol agar dana ini bisa dikembalikan oleh para anggota / penerima bantuan sehingga bisa dibagikan kepada calon penerima lainnya.
Pasal 2 ayat 1: Tujuan Program Dana bergulir yaitu untuk memberdayakan Koperasi dan UKM melalui perkuatan
Dalam ayat ini, tujuan dari program dana bergulir untuk pemberdayaan masyarakat yang termasuk dalam koperasi dan sebagai pelaku UKM. Selain
121
struktur Keuangan, Koperasi dan UKM serta meningkatkan kemampuan SDM terutama dalam bidang administrasi dan pengelolaan Keuangan.
memberdayakan mereka untuk menjadi pelaku usaha, tujuan lainnya yang secara tidak langsung melatih kemampuan pelaku usahanya dalam bidang administrasi dan pengelolaan keuangan minimal keuangan usahanya. Pemberdayaan masyarakat untuk menjadi pelaku usaha dan memiliki kemampuan mengelola, akan Pasal 2 ayat 2: Sasaran mengembangkan entrepreneurship yang Program Dana Bergulir ada di daerah tersebut. adalah perkuatan modal kepada Koperasi dan UKM. Sasaran dari program ini adalah sebagai perkuatan modal bagi anggota koperasi dan UKM. Adanya dana bergulir ini akan Pasal 5 ayat 1: Alokasi memberikan kekuatan keuangan untuk perkuatan dana bergulir di pengembangan usaha bagi para pelaku peruntukan dalam rangka usahanya. pengembangan usaha produksi dibidang pertanian Perkuatan dana bergulir digunakan pangan, hortikultura, untuk pengembangan usaha produksi peternakan, perikanan, yang ada di daerahnya. Hal ini tentu
122
2. Peraturan WaliKota Bitung Nomor 16 Tahun 2008 tentang petunjuk pelaksanaan peraturan daerah tentang perkuatan dana bergulir
perindustrian, kerajinan, pertambangan dan pariwisata, dan aneka usaha dan usaha jasa lainnya.
akan menciptakan peluang-peluang menjadi pelaku usaha di bidang perikanan yang memiliki potensi sumber daya alam perikanan yang besar untuk menjadi industri pengolahan.
Pasal 14 ayat 2: kewajiban UKM adalah: Dalam pengelolaan usaha UKM diwajibkan untuk a. Membuat laporan keuangan secara triwulan dan melaporkan kepada Tim/Pokja Kota Bitung b. Mengolah perkuatan dan bergulir dengan
Poin a dalam ayat ini merupakan bentuk sebuah manajemen yang baik dalam berusaha. Namun sering kali dalam implementasinya jarang atau bahkan tidak dilakukan oleh pelaku usaha UKM tersebut untuk membuat laporan secara triwulan. Dengan kata lain para pelaku tidak tertib.
123
pemerintah Kota Bitung.
baik c. Menekan kemacetan dibawah 2%
tingkat pinjaman
Poin c dalam ayat ini berkaitan erat dengan pasal 14 ayat 2 poin a. hal-hal ini kemungkinan besar tidak dilakukan oleh Pasal 15 ayat 3: para pelaku usaha UKM sehingga peran dari pemerintah terkait sebagai suatu Tugas UKM adalah: tindakan monitoring dan evaluasi yang a. Membuka rekening harus lebih ketat. Selain itu, jika dalam penerima prosesnya mengalami hambatan, b. Mengadministrasikan secepatnya pemerintah memberikan dengan baik kegiatan solusi agar usahanya tetap berjalan UKM lancar. c. Melaporkan perkembangan kegiatan usaha kepada Dinas Koperasi setempat d. Membayar angsuran pengembalian pinjaman Perkuatan Dana Bergulir pada rekening Bank
124
3. Peraturan waliKota Bitung Nomor 22 tahun 2009 tentang Sistem dan Prosedur penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu di Kota Bitung. 4. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 136/MIND/PER/12/201 0 tentang peta panduan (road map)
yang ditunjuk oleh pemerintah. Pasal 5 ayat 1: Jangka waktu penyelesaian pelayanan perijinan oleh BPPT dan PMD Kota Bitung sebagaimana tersebut dalam lampiran III Peraturan Walikota ini.
Dalam poin ini waktu penyelesaian ijin berkisar 3-7 hari kerja. Pengurusan ijin dengan waktu yang singkat akan memberikan peluang bagi para pelaku usaha dan investor untuk berinvestasi.
Pasal 2 ayat 1: industri unggulan Provinsi Sulawesi Utara sebagaimana dimaksud dalam Pasal angka 1 terdiri atas: a. Industri pengolahan kelapa yang meliputi: 1. Industri Kopra 2. Industri minyak makan kelapa
Poin ini menegaskan bahwa industri unggulan Sulawesi Utara adalah industri pengolahan kelapa dan turunannya, dan industri pengolahan ikan dan turunannya. Dengan demikian, skala prioritas untuk industry pengolahan hanya 2 komoditi yakni kelapa dan ikan. Potensi sumber daya alam kelapa dan ikan yang ada, dapat ditangkap sebagai suatu peluang besar bagi para investor
125
pengembangan industri unggulan provinsi Sulawesi Utara.
126
3. Industri minyak dan pelaku usaha skala UKM. goreng kelapa 4. Industri produk masak dari kelapa b. Industri pengolahan ikan, yang meliputi: 1. Industri penggaraman/pengas inan ikan 2. Industri pengasapan ikan 3. Industri pembekuan ikan 4. Industri pemindangan ikan 5. Industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk ikan, dan 6. Industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota air (bukan
udang) dalam kaleng.
Pasal 2 ayat 2: peta panduan pengembangan industry unggulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Rincian dari ayat ini mencakup kerangka pengembangan industry pegolahan ikan. Jika proses di lapangan nanti berjalan sesuai dengan kerangka tersebut, maka itu bisa menciptakan iklim usaha yang kondusif serta terbukanya lapangan pekerjaan baru khususnya entrepreneurentrepreneur baru di bidang industry pengolahan perikanan. Terkait dengan entrepreneurship dan pembangunan daerah, dalam kerangka pengembangan industri pengolahan juga memiliki sasaran jangka panjang yakni berdirinya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK merupakan suatu areal yang akan memicu pengembangan entrepreneurship dan memberikan dampak positif bagi kinerja sektor industri pengolahan yang ada di Kota Bitung.
127
Adapun salah satu unsure penunjang yang sangat berkontribusi dalam entrepreneurship adalah Industri logistik dan konektivitas, dalam hal ini yakni pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur seperti listrik, air bersih, telekomunikasi, jalan, dan terutama pelabuhan internasional, dimana semua itu akan memberikan kontribusi yang besar terhadap kinerja sektor industry pengolahan perikanan dan menumbuhkan dan meningkatkan entrepreneur. 5. Peraturan daerah Kota Bitung nomor 8 tahun 2010 tentang pajak daerah.
128
Pasal 12 ayat 1: Tidak termasuk objek Pajak Reklame adalah: a. Penyelenggaran reklame melalui internet, televise, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya;
Poin-poin ini dalam ayat ini meringkankan bagi para pelaku usaha skala mikro kecil dan menengah untuk mempromosi usaha mereka, karena tidak ikut dalam membayar pajak reklame.
b.
c.
d.
e.
Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya, Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi yang diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut, Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah Reklame yang semata-
129
mata bukan untuk Tarif pajak reklame ini diatur dalam tujuan komersil. Peraturan WaliKota Bitung nomor 31 tahun 2010. Besaran tarif pajak 25% ini Pasal 34 ayat 1: Tarif pajak dari nilai sewa reklame. Bagi industri reklame ditetapkan sebesar besar, hal ini tidak cukup memberatkan, 25% (dua puluh lima namun perlu dilihat nanti pada persen). implementasinya seperti apa dalam wawancara.
Tarif pajak air dan tanah sebesar 20% ini diatur dalam Peraturan WaliKota Bitung Pasal 42 ayat 1: Tarif pajak 2011. Jumlah yang harus dibayarkan air dan tanah ditetapkan adalah 20% dari nilai perolehan air sebesar 20% (dua puluh tanah. persen). Dalam pasal ini diatur tata cara penetapan pajak. Kedua pajak yakni Pasal 53 ayat 2: Jenis pajak pajak air tanah dan pajak reklame diatur yang dipungut berdasarkan dengan penetapan Kepala Daerah, penetapan Kepala Daerah berbeda dengan pajak yang lainnya adalah: diatur dari pusat. Oleh sebab itu, Kepala
130
a. Pajak air tanah b. Pajak Reklame
Pasal 56 ayat 1a poin 3: jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan. Pasal 56 ayat 5: Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat 1a poin 3, dikenakan sanksi
daerah selaku pemerintah setempat bisa menyesuaikan besaran pungutannya dengan melihat kondisi industri maupun usaha yang dikenakan wajib pajak air tanah dan reklame yang ada di Kota Bitung.
Dalam kedua ayat ini, diatur tentang pemungutan sanksi pajak yang terutang. Jika pelaku usaha yang wajib pajak lalai membayar pajak terutang mereka, tentu denda yang diberikan cukup memberatkan karena menambahkan 25% dari pokok pajaknya. Jika pokok pajak yang harus dibayarkan dalam jumlah besar, tentu nilai penambahan besarannya akan besar juga. Hal ini cukup memberikan pelajaran bagi para pelaku usaha untuk tertib administrasi.
131
administrasi berupa kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lambat 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. Pasal 65 ayat 1: Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu: a. SKPD b. SKPDKB c. SKPDKBT d. SKPDLB e. SKPDN dan,
132
Poin-poin dalam pasal ini mengatur tentang keberatan terhadap wajib pajak. Hal ini merupakan sebuah mediasi untuk transparansi antara pemerintah dan entrepreneur. Selain itu juga, jika entrepreneur mengalami keberatan dalam membayar wajib pajak, pasal ini akan berfungsi sebagai mediasi untuk menyelesaikan masalahnya. Namun, yang perlu diperhatikan juga bagi pembayar pajak (entrepreneur), adalah kewajiban entrepreneur untuk membayar paling sedikit jumlah besaran pajak hingga bisa mengajukan keberatan.
f.
Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangundangan Perpajakan Daerah.
Pasal 65 ayat 3: Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
Melalui pasal ini, dapat tercipta suatu Pasal 65 ayat 4: Keberatan hubungan yang terbuka dan professional
133
dapat diajukan apabila wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak.
Pasal 69 ayat 5: Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, jika pengembalian setelah lewat 2 bulan, Kepala Daerah atau Pejabat memberikan imbalan bnga sebesar 2% sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
134
dari pemerintah dalam mengembalikan kelebihan pembayaran pajak. Disisi lain pemerintah menuntut para pembayar pajak harus tertib administrasi dengan diperketat oleh sanksi / denda yang cukup besar, namun jika pemerintah yang keliru atau lalai, maka mereka akan bersedia untuk memberikan pelayanan yang maksimal denan salah satu caranya yakni mengembalikan kelebihan pajak dan diberi tambahan bunga jika waktunya terlambat maka diberikan tambahan bunga 2%. Sebuah tindakan yang fair dari pemerintah sehingga diharapkan dapat ditangkap oleh para entrepreneur sebagai suatu lingkungan legal yang kondusif.
6. Peraturan WaliKota Bitung Nomor 31 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame
Pasal 2 ayat 2: Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame. Pasal 2 ayat 3: Nilai Sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung dengan menjumlahkan Nilai Jual Obyek Pajak Reklame dan Nilai Strategis Penempatan Reklame. Pasal 2 ayat 4: Perhitungan Nilai Jual Obyek Pajak Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada factorfaktor: a. Ukuran Reklame b. Jenis reklame c. Bahan yang digunakan
Dalam pasal ini membahas mengenai dasar pengenaan pajak reklame dan tata cara perhitungan nilai sewa reklame. Unsur-unsur ini sangat penting diperhatikan oleh para wajib pajak dan pemerintah dalam pelaksanaanya. Faktor-faktor yang tertera jelas dalam ayat 4 dan ayat 6 dalam pasal ini tidak akan mengalami masalah karena pengaturan klasifikasinya sudah baik.
135
d. Lama pemasangan Pasal 2 ayat 6: Perhitungan Nilai Strategis Penempatan Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada factorfaktor: a. b. c. d.
7. Peraturan waliKota Bitung Nomor 18 tahun 2011 tentang Perhitungan Nilai Perolehan Air Tanah
136
Ukuran reklame Lokasi Penempatan Kelas Jalan Jangka waktu penyelenggaraan e. Sudut pandang Pasal 4 ayat 1: Kalsifikasi penambilan dan atau pemanfaatan air tanah dibedakan berdasarkan: a. Non niaga b. Niaga kecil c. Industry kecil d. Niaga besar
Peraturan ini mengatur tentang perhitungan nilai perolehan air tanah sebagai patokan pembayaran pajak air tanah. Dasar pengenakan pajak dan tata cara perhitungan NPAT sangat jelas diatur dalam pasal-pasal sebelumnya. Namun, dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 ini perlu mendapat ketelitian dalam
e. Industry besar Pasal 4 ayat 2: apabila klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sulit diidentifikasi, maka dapat pula didasarkan pada omzet dan atau kegiatan usaha. 8. Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah 9. Peraturan Pasal 4: Pemerintah RI Perusahaan perikanan
pembuatan klasifikasinya sehingga tidak mengalami kesulitan dalam pelaksanaan pembayaran pajak. Pemeriksaan dari pemerintah dan pelaporan yang jelas dari pengguna wajib pajak, tentu harus berkolaborasi dengan baik sehingga implementasinya berjalan dengan baik. Perubahan dalam peraturan ini dikarenakan adanya tambahan ketentuan terutama mengenai Pajak Parkir, Pajak hiburan, Pajak Bumi Bangunan dan Pajak Burung wallet. Namun, ketentuanketentuan ini diatur sudah cukup jelas sehingga diharapkan implementasinya akan berjalan baik.
Dalam pasal ini secara jelas memberikan peluang kepada nelayan atau
137
Nomor 54 Tahun Indonesia bekerjasama 2002 tentang dengan nelayan dan/atau Usaha Perikanan pembudidaya ikan dalam suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan berdasarkan pedoman yang
pembudidaya ikan untuk menjalin suatu kerja sama yang menguntungkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan pemerintah. Ini berarti pemerintah (menteri) memberikan ruang dan mengatur sistem kerjasamanya sehingga menciptakan hubungan dan relasi bisnis yang baik.
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 5 ayat: (4) Dalam IUP untuk usaha penangkapan ikan dicantumkan koordinat daerah penangkapan ikan, jumlah dan ukuran kapal perikanan, jenis alat
138
Pasal 5 ini berisi mengenai syarat-syarat dalam mengisi administrasi untuk mendapatkan Ijin Usaha Penangkapan (IUP). Hal ini memang tidak langsung berkaitan dengan penelitian ini, namun dari data-data yang dicantumkan bisa diketahui secara detail potensi sumber daya ikan, areal yang digunakan, jumlah armada yang beroperasi, jenis alat penangkapan dsb. Dimana semua data tersebut akan menjadi dasar bagi dinas
penangkap ikan yang digunakan, dan pelabuhan pangkalan. (5) Dalam IUP untuk usaha penangkapan ikan yang berkaitan dengan kegiatan pengangkutan ikan, dicantumkan daerah pengumpulan/pelabuhan muat, pelabuhan
perikanan dan kelautan, disperindag, BPPT-PM memperkirakan berapa usaha lagi yang masih bisa dikeluarkan. Serta kemungkinan besar mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam membatasi eksploitasi jika potensi sumber daya ikannya menurun. Hal ini tentunya yang akan mempengaruhi jumlah investasi untuk sektor industry pengolahan perikanan di Kota Bitung.
pangkalan, serta jumlah dan ukuran kapal perikanan.
Dalam pasal ini Pemimpin daerah baik Gubernur dan Bupati sama-sama memiliki kewengangan untuk (6) Dalam IUP untuk usaha memberikan IUP, SPI dan SIKPI. pembudidayaan ikan dicantumkan luas lahan atau Namun, bedanya terdapat pada muatan pengangkutannya. Jika sudah diatas 10 perairan GT dan kurang dari 30GT atau setara dan letak lokasinya. dengan 90DK, maka itu menjadi kewenangan dari Gubernur. Sedangkan Pasal 13 untuk yang dibawah 10 GT sampai 15
139
(1) Gubernur atau pejabat GT atau setara dengan 30DK itu menjadi yang ditunjuk memberikan: kewenangan Bupati. a. IUP, SPI, dan SIKPI kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan yang berdomisili di wilayah administrasinya, yang menggunakan kapal perikanan tidak bermotor, kapal perikanan bermotor luar, dan kapal perikanan bermotor dalam yang berukuran di atas 10 Gross Tonnage (GT.10) dan tidak lebih dari 30 Gross Tonnage (GT.30) dan/atau yang mesinnya berkekuatan tidak lebih dari 90 Daya Kuda (DK), dan berpangkalan di wilayah administrasinya
140
serta tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing; b. IUP kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan pembudidayaan ikan di air tawar, air payau, atau laut di wilayah administrasinya yang tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing. (2) Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk memberikan: a. IUP, SPI, dan SIKPI kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan yang berdomisili di wilayah administrasinya, yang
141
menggunakan kapal perikanan tidak bermotor, kapal perikanan bermotor luar, dan kapal perikanan bermotor dalam yang berukuran tidak lebih 10 Gross Tonnage (GT.10) dan/atau yang mesinnya berkekuatan tidak lebih dari 30 Daya Kuda (DK), dan berpangkalan di wilayah administrasinya serta tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing; b. IUP kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan pembudidayaan ikan di air tawar, air payau, atau laut di wilayah administrasinya yang tidak menggunakan modal asing
142
dan/atau tenaga kerja asing. (3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian IUP, SPI, dan SIKPI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dengan berpedoman kepada tata cara pemberian perizinan usaha perikanan yang diatur oleh Menteri.
2 poin dalam pasal ini mengatur pengecualian untuk tidak membayar pungutan perikanan. Jika dilihat lebih rinci, nelayan dan pembudidaya ikan yang dimaksudkan adalah mereka yang tidak menggunakan kapal dengan motor, baik motor dalam maupun motor luar yang berukuran tertentu. Tentu saja ini merupakan kebijakan pro-poor atau prorakyat kecil yang memberikan peluang bagi mereka untuk mengembangkan usahanya.
Pasal 18 (2) Pungutan perikanan tidak dikenakan bagi: a. Usaha pembudidayaan ikan yang dilakukan di tambak atau di kolam di atas
143
tanah yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan telah menjadi hak tertentu dari yang bersangkutan; b.Nelayan dan pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1). 10. Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional
Pasal 3 (1) Dalam rangka pengembangan kompetensi inti industri daerah yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) : a. Pemerintah Provinsi menyusun peta panduan pengembangan industri
144
Peraturan ini merupakan landasan dari peraturan menteri perindustrian dalam menetapkan prioritas komoditi unggulan di Kota Bitung yakni Ikan dan turnannya dan Kelapa dan turunannya. Peraturan ini juga mendukung tumbuh dan kembangnya entrepreneurship. Peran pemerintah dalam menumbuhkembangkan entrepreneurship terlihat dari poin-poin pasal 4 ini, dimana pemerintah juga memberikan fasilitas-fasilitas.
unggulan provinsi; dan b. Pemerintah Kabupaten/Kota menyusun peta panduan pengembangan kompetensi inti industry Kabupaten/Kota. (2) Menteri yang bertugas dan bertanggungjawab di bidang perindustrian menetapkan peta panduan pengembangan industri unggulan Provinsi dan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri Kabupaten/Kota.
145
Pasal 4 (1) Pemerintah dapat memberikan fasilitas kepada: a. industri prioritas tinggi, baik industri prioritas nasional maupun industri prioritas berdasarkan kompetensi inti industri daerah; b. industri pionir; c. industri yang dibangun di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan atau daerah lain yang dianggap perlu; d. industri yang melakukan penelitian, pengembangan dan inovasi; e. industri yang menunjang
146
pembangunan infrastruktur; f. industri yang melakukan alih teknologi; g. industri yang menjaga kelestarian lingkungan hidup; h. industri yang melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi; i. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri; atau j. industri yang menyerap banyak tenaga kerja. (2) Fasilitas yang dimaksud pada ayat (1) berupa insentif fiskal, insentif non-fiskal,
147
dan kemudahan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di
148
(3) Pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali setiap 2 (dua) tahun, atau setiap waktu apabila dipandang perlu, untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan. Pasal 1, ayat: 7. Kawasan Strategis Cepat Tumbuh adalah merupakan bagian kawasan strategis yang telah berkembang atau potensial untuk dikembangkan karena memiliki keunggulan
Daerah
sumber daya dan geografis yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. 10. Rencana Pengusahaan adalah rencana pengembangan sektor dan produk unggulan sebagai penggerak perekonomian di kawasan strategis provinsi/kabupaten/kota dalam kurun waktu lima tahunan sesuai dengan Rencana Induk, yang memuat proyeksi pengembangan hulu-hilir sektor dan produk unggulan, informasi dan akses pasar, akses permodalan, akses teknologi, aksessibilitas prasarana (infrastruktur)
149
dan sarana pendukung transportasi dan distribusi, guna meningkatkan produkproduk yang berdaya saing di pasar lokal, pasar regional, pasar nasional dan pasar internasional. 11. Pusat Pertumbuhan adalah lokasi konsentrasi kegiatan ekonomi yang sudah berkembang dan berfungsi sebagai pusat pelayanan perdagangaan, jasa, dan industri pengolahan, sehingga berperan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut dan daerah tertinggal di sekitarnya.
150
12. Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2009 tentang KEK 13. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan
Pasal 3 ayat 1: Minapolitan dilaksanakan dengan tujuan: a. Meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan; b. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan yang adil dan merata; dan c. Mengembangkan kawasan Minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
Poin-poin dalam pasal ini cukup jelas dalam menjelaskan tujuan dari pelaksanaan konsep Minapolitan. Terkait dengan penelitian ini, konsep Minapolitan sangat mendukung untuk terbentuknya suatu kawasan ekonomi yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi melalui pertumbuhan produksi sektoral khususnya Industri Pengolahan dan Sektor Perikanan.
151
di daerah.
Pasal 4 : Sasaran pelaksanaan Minapolitan, meliputi: 1. Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala mikro dan kecil 2. Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan skala menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi 3. Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak
152
Sasaran Minapolitan dalam paparan pasal ini sangat membantu munculnya para entrepreneur skala mikro hingga skala kecil. Selanjutnya, aktivitas dari entrepreneur skala mikro hingga skala kecil ini dalam membentuk suatu populasi dalam sebuah kawasan yang bisa menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional serta bisa bersaing dengan para entrepreneur skala besar. Hal ini merupakan sebuah peluang yang diciptakan pemerintah dengan membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi masyarakat kecil untuk menjadi entrepreneur di bidang perikanan.
14. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 32 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan
15. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang KEK Bitung
ekonomi regional dan nasional Menteri Kelautan dan Perikanan RI Menetapkan 197 Kabupaten/Kota pada 33 Provinsi sebagai daerah pengembangan kawasan Minapolitan sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan Menteri ini.
Salah satu daerah yang ditetapkan untuk pengembangan kawasan Minapolitan di Sulawesi Utara adalah Kota Bitung. Ini merupakan sebuah ruang terbuka yang dibentuk oleh Pemerintah bagi para entrepreneur untuk menangkap setiap peluang usaha dalam meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah melalui kawasan Minapolitan.
Menimbang:
Adanya peraturan ini membuka peluang sebesar-besarnya untuk menumbuhkam a. bahwa untuk entrepreneurship di Kota Bitung. mengembangkan kegiatan Beberapa Zona yang ada dalam kawasan perekonomian pada wilayah ini yakni Zona Industri, logistic dan Bitung yang bersifat pengolahan ekspor. Tentunya ketiga strategis bagi Zona ini akan menjadi sebuah rantai pengembangan ekonomi industri dan koneksi yang baik jika nasional, perlu ditunjang dengan ditetapkannya Bitung dikembangkan Kawasan sebagai Pelabuhan Internasional yang
153
Ekonomi Khusus; Pasal 4 Kawasan Ekonomi Khusus Bitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas: a. Zona Industri; b. Zona Logistik; dan c. Zona Pengolahan Ekspor.
154
sekarang ini sedang dalam pengusulan. Hal ini akan lebih menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para entrepreneur.
Daftar Pustaka
Acemoglu, D., Johnson, S. and Robinson, J. A. (2001). The Colonial Origins of Comparative Development: An Empirical Investigation. American Economic Review 91, 1369-1401. Acemoglu, D. and Johnson, S. (2005).Unbundling Institutions.Journal of Political Economy 113, 949-995. CEC (Commission of the European Communities). 1995.The European Employment Strategy: Recent Progress and Prospects for the Future, COM (95) 465 Final, Luxembourg, OOPEC. Department of Trade and Industry (DTI). 1998. Small Firms in Britain 1995, London, HMSO.
Godfrey, S., 2002.A Private Sector Perspective, Benchmarks and Indicators for Corporate Governance, African Security.Review Vol 11 No 4 (http://www.2002.iss.co.za/pubs /ASR/11 No 4/Contenthtm.html) Gwartney, J., Holcombe, R. and Lawson, R. (1999), Economic Freedom and the Environment for Economic Growth. Journal of Institutional and Theoretical Economics 155, 1-21. McQuaid, R. 2000. Defining Entrepreneurship – Implications for ICT, Social Enterprise and Regional and Local Development Policies. Social Science Working Paper.Department of Economics Of Napier University. Sighthill Court Edinburgh, UK. ISBN 1 873869 33 9 Mishra, A. 2013.Role of Government in developing Entrepreneurs.AISECT University Journal.Vol.II. hal 1-4. ISSN: 2278-4187 Morris, R. 2011. 2011 High Impact Entrepreneurship Global report.Center for high impact entrepreneurship at endeavor. (http://www.gemconsortium.org/docs/download/295) Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang KEK Bitung Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 136/MIND/PER/12/2010 tentang peta panduan (road map) pengembangan industri unggulan provinsi Sulawesi Utara
155
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perkuatan Dana Bergulir Pemerintah Kota Bitung Peraturan daerah Kota Bitung nomor 8 tahun 2010 tentang pajak daerah Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah Peraturan WaliKota Bitung Nomor 16 Tahun 2008 tentang petunjuk pelaksanaan peraturan daerah tentang perkuatan dana bergulir pemerintah Kota Bitung. Peraturan WaliKota Bitung Nomor 22 tahun 2009 tentang Sistem dan Prosedur penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu di Kota Bitung Peraturan WaliKota Bitung Nomor 31 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame Peraturan WaliKota Bitung Nomor 18 tahun 2011 tentang Perhitungan Nilai Perolehan Air Tanah Rashid, M. 2011. The Role of Government in Supporting Entrepreneurship & SME Development.An Agency of the Department of Economic Development – Government of Dubai. (http://www.oecd.org/mena/investment/47246782.pdf) Ratulangi, G.S.S.J, 1982. Indonesia di Pasifik, Analisa Masalah-Masalah Pokok Asia Pasifik. Jakarta, Sinar Harapan. Sarundajang S.H., 2011. Geostrategi, Sulawesi Utara Menuju Pintu Gerbang Indonesia di Asia Pasifik. Penerbit Kata Hasta Pustaka, 349 Hal. Scully, G. (1988), The Institutional Framework and Economic Development. Journal of Political Economy 96, 652-662. Storey, D.J. 2008.Entrepreneurship & SME Policy.World Entrepreneurship Forum 2008.
156