BAB 4 HASIL DAN ANALISA
4.1. HASIL PENGUJIAN MATERIAL Sebelum membuat benda uji dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan berbagai pengujian terhadap material yang akan digunakan. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan spesifikasi material yang akan digunakan dalam penelitian. Material yang akan diuji adalah agregat halus dan agregat kasar dengan berbagai jenis pengujian. Berikut merupakan pengujian yang dilakukan terhadap material: 4.1.1. Agregat Halus 4.1.1.1.
Pengujian Berat Jenis dan Absorpsi
Tujuan pengujian berat jenis dan absorpsi adalah untuk menentukan bulk dan apparent specific grafity dan absorpsi dari agregat halus menurut ASTM C 128, guna menentukan volume agregat dalam beton. Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar ASTM C 128 – 93. Hasil rata-rata yang diperoleh dari tiga sampel dalam pengujian ini adalah: ¾ Rata-rata Bulk Specific Gravity
: 2.57
¾ Rata-rata Bulk Specific Gravity (Saturated Surface Dry)
: 2.59
¾ Rata-rata Apparent Specific Gravity
: 2.61
¾ Rata-rata Absorption (%)
: 0.6
Semakin besar kemampuan agregat halus menyerap kandungan air akan mengurangi nilai kekuatan beton. Nilai absorpsi agregat halus yang diperoleh dari hasil pengujian ini adalah 0,6%. Hasil tersebut telah memenuhi standar ASTM C 128 dimana nilai absorpsi yang baik adalah dibawah 2%.
4.1.1.2.
Pengujian Analisa Ayak (Sieve Analysis)
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat dengan menggunakan saringan. Gradasi agregat ini diketahui dengan melakukan penyaringan terhadap agregat kemudian akan diperoleh berat agregat
32
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
33
yang tertahan dalam setiap saringan. Dari berat tersebut dapat dibuat grafik gradasi agregat dengan menghitung persen agregat yang tertahan pada setiap nomor saringan. Selain itu juga akan diperoleh nilai modulus kehalusan agregat. Tabel 4.1 Hasil Sieve Analysis Agregat Halus
Sieve Size (mm)
Persentase Tertahan Kumulatif (%)
4.75 (No.4) 2.36 (No.8) 1.18 ( No16) 0.6 (No.30) 0.3 (No.50) 0.15 (No.100) 0.074 (No.200) Pan Rata-rata FM
Average Gradasi Agregat Alam Zone II Cum Cum Cum (%) (%) (%) Ret Passing Passing 0 100 90-100 0 100 75-100 17.4 82,6 55-90 43.3 56,7 35-59 70.6 29,4 8-30 94.5 5.5 0-10 98.4 1.6 100 0 2.258
Gradasi Agregat Halus
100 80
Grading agregat halus Batas bawah grading SNI 03‐2834‐1992 Batas atas grading SNI 03‐2834‐1992
60 40 20 0 0
No.4
No.8
No16
No.30
No.50 No.100 No.200
Ukuran Saringan Gambar 4.1 Perbandingan analisa saringan % tertahan antara agregat halus dan standar SNI 03-2834-1992
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa bahwa agregat halus yang digunakan berada dalam kriteria gradasi agregat halus pada zone II menurut SNI 03-28341992. Nilai fine modulus yang diperoleh adalah 2,258 dimana nilai ini masih
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
34
memenuhi nilai fine modulus yang baik berdasarkan ASTM 33 - 78 yaitu berkisar antara 2,2 sampai 3,1. 4.1.1.3.
Pemeriksaan Bahan Lewat Saringan No.200
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan jumlah bahan yang terdapat dalam agregat lewat saringan No.200 dengan cara pencucian. Pemeriksaan Bahan Lewat Saringan No.200 dilaksanakan sesuai dengan standar ASTM C 117 - 04. Besar persentase bahan lewat saringan No.200 yang diperoleh adalah 4,6%. Jumlah persentase ini memenuhi besar kandungan material halus yang diizinkan untuk agregat halus berdasarkan ASTM C 117 yaitu berkisar 0.2 – 6 %. Kandungan lumpur yang berlebih dalam pasir tidak dianjurkan karena sifatnya yang tidak dapat bereaksi dengan semen-air sehingga akan melemahkan ikatan yang terjadi dan akan mengurangi kekuatan beton. 4.1.2. Agregat Kasar 4.1.2.1.
Gradasi Agregat Kasar
Untuk memperoleh kondisi poros pada beton, maka jenis agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran yang homogen. Agregat tersebut diperoleh dengan melakukan penyaringan sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Adapun jenis ukuran agregat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Agregat ukuran No.4 : Agregat lolos dari saringan 3/8” dan tertahan saringan N0.4 2. Agregat ukuran 3/8” : Agregat lolos dari saringan 1/2” dan tertahan saringan 3/8” 3. Agregat ukuran 1/2” : Agregat lolos dari saringan 3/4” dan tertahan saringan 1/2” 4. Agregat ukuran 3/4” : Agregat lolos dari saringan 1” dan tertahan saringan 3/4”
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
35
Persentase Tertahan Kumulatif (%)
Gradasi Agregat Kasar 100 80
Agregat 3/4"
60
Agregat 1/2"
40
Agregat 3/8" Agregat No.4
20 0 1"
3/4"
1/2"
3/8"
No.4
Ukuran Saringan Gambar 4.2 Gradasi agregat kasar yang digunakan dalam penelitian
4.1.2.2.
Pengujian Berat Jenis dan Absorpsi
Tujuan penelitian ini untuk menentukan bulk , apparent specific gravity dan absorpsi dari agregat kasar menurut ASTM C 127. Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar ASTM C 127- 88. Hasil rata-rata yang diperoleh dari tiga sampel dalam pengujian ini adalah: ¾ Rata-rata Bulk Specific Gravity
: 2,51
¾ Rata-rata Bulk Specific Gravity (Saturated Surface Dry)
: 2,60
¾ Rata-rata Apparent Specific Gravity
: 2,77
¾ Rata-rata Absorption (%)
: 3,62
Nilai absorpsi yang diperoleh dari pengujian adalah 3,62 %. Nilai ini berada di bawah nilai absorpsi agregat kasar maksimum berdasarkan ASTM C 127 yaitu sebesar 4%. 4.1.2.3.
Pengujian Keausan dengan Mesin Los Angeles
Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Los Angeles. Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar ASTM C 131 - 89. Keausan agregat tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan No.12 terhadap berat semula, dalam persen.
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
36
Ketahanan agregat kasar terhadap keausan sangat penting diketahui khususnya untuk struktur yang akan digunakan sebagai lantai kerja seperti pavement, lantai gudang, lantai workshop alat-alat berat. Untuk itu dibutuhkan beton tidak hanya kuat tetapi juga tidak cepat aus akibat abrasi atau gesekan antara beton dengan benda di atasnya. Besar persentase keausan agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah 19,08%. Nilai ini masih memenuhi untuk standar yang ditentukan dalam ASTM C 131 dan C 535 yaitu sebesar 15 – 50 %. 4.2. ANALISA CAMPURAN BETON Dalam membuat pervious concrete perlu ditentukan komposisi yang tepat dan batasan-batasan untuk menciptakan porositas dalam beton. Sebelum membuat benda uji, pada penelitian ini terlebih dahulu dilakukan trial mix yang bertujuan untuk menentukan komposisi yang tepat. Komposisi yang akan digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan dalam metodologi penelitian. Namun hal yang berubah setelah melakukan trial mix adalah adanya perubahan komposisi air. Dari hasil percobaan, komposisi W/C sebesar 0,25% masih terlalau kecil dimana keadaan campuran masih terlalu kering dan tidak dapat memberi ikatan pada beton. Besar komposisi air yang digunakan untuk dapat memberi ikatan pada pervious concrete adalah sebesar 0,4 %, dimana harus diperhatikan bahwa besar slump untuk membuat pervious concrete adalah nol. Pada saat trial mix dibuat dua jenis pervious concrete dengan komposisi yang sama namun dengan metode yang berbeda. Pada metode pertama, pemadatan beton dilakukan dengan penusukan 25 kali pada setiap 1/3 bagian dengan menggunakan tongkat. Sedangkan pada metode kedua, pemadatan dilakukan dengan compaction. Pemadatan dengan compaction juga dilakukan dengan penumbukan sebanyak 25 kali pada setiap 1/3 bagian dengan menggunakan alat compaction. Komposisi yang digunakan dalam trial mix ini adalah campuran dengan C/Ag 20% dan ukuran agregat 3/8”. Hasil pengujian kuat tekan 7 hari yang diperoleh dari hasil pembuatan pervious concrete dengan kedua metode tersebut adalah:
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
37
Tabel 4.2 Perbandingan kuat tekan dengan compaction dan tanpa compaction Berat (kg) 9744 9476 9573
Dengan Compaction P fc' fc' rata rata (kg) (MPa) (MPa) 20750 11,74 21250 12,03 10,69 14500 8,21
Berat (kg) 9324 9575 9432
Tanpa Compaction P fc' fc' rata rata (kg) (MPa) (MPa) 7500 4,27 9250 5,19 4,72 8250 4,72
Dari hasil pengujian kuat tekan diatas dapat dilihat perbedaan kuat tekan yang signifikan antara pervious concrete dengan compaction yaitu sebsesar 10,69 MPa dibandingkan dengan pervious concrete tanpa compaction 4,72 MPa. Hal ini diakibatkan oleh tingkat kepadatan beton dengan compaction akan sangat berbeda dengan beton tanpa compaction. Dalam pembuatan pervious concrete harus diperhatikan bahwa slump yang digunakan adalah slump nol. Hal ini akan dibutuhkan untuk menciptakan porositas di dalam beton. Besar slump suatu beton sangat dipengaruhi oleh kandungan air. Oleh karena itu dalam pembuatan pervious concrete harus sangat diperhatikan komposisi air yang digunakan. Semakin banyak jumlah air maka beton akan semakin encer, dimana tingkat porositasnya akan berkurang.
Gambar 4.3 Pengujian Slump
Kecilnya slump pada pervious concrete akan menurunkan sifat workability pada beton ini, dimana pada pengerjannya beton ini lebih susah dikerjakan dari campuran beton biasa. Pada pervious concrete dengan compaction, pemadatan untuk benda uji silinder yaitu untuk pengujian tekan, pemadatan dilakukan sebanyak 25 kali setiap
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
38
1/3 lapisan benda uji. Sedangkan untuk balok lentur, pemadatan dilakukan 75 kali untuk setiap 1/3 lapisan benda uji. 4.3. HASIL DAN ANALISA UJI TEKAN BETON Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kuat tekan beton (compressive strength) berbentuk silinder atau kubus yang dibuat dan dirawat (curing) di laboratorium. Adapun pengujian kuat tekan pada penelitian ini dilakukan setelah beton berumur 7 hari dan 28 hari. Sebelum dilakukan pengujian, beton yang telah dibuat harus di-curing yaitu dengan merendam beton didalam air. Benda uji yang digunakan dalam pengujian kuat tekan ini ditekan dengan menggunakan alat tekan hidrolik sehingga akan diperoleh besar beban yang dibutuhkan untuk mengakibatkan benda uji hancur dan tidak dapat menahan beban lagi. Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengujian adalah permukaan beton harus rata sehingga gaya yang diberikan dapat terdistribusi sempurna ke seluruh permukaan beton. Oleh karena itu, benda uji harus terlebih dahulu di-capping yang berarti permukaan benda uji dilapisi dengan belerang. Berikut ini merupakan hasil yang diperoleh dari pengujian kuat tekan : Tabel 4.3 Hasil Kuat tekan pervious concrete
No Ag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
W/C
fc' rata rata (MPa)
fc' rata rata (MPa)
0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4
10,28 11,41 12,26 11,08 8,02 10,66 14,76 9,10 5,52 6,65 11,74 13,06 3,91 6,18
12,07 13,77 13,96 14,62 9,67 13,68 15,09 16,17 8,30 9,01 14,62 17,31 6,41 8,72
Campuran Sampel No 4 No 4 No 4 No 4 3/8" 3/8" 3/8" 3/8" 1/2" 1/2" 1/2" 1/2" 3/4" 3/4"
C/Ag S/A 15% 20% 25% 25% 15% 20% 25% 25% 15% 20% 25% 25% 15% 20%
0% 0% 0% 5% 0% 0% 0% 5% 0% 0% 0% 5% 0% 0%
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
39
15 16
3/4" 3/4"
25% 25%
0% 5%
0,4 0,4
13,02 23,44
14,95 24,38
4.3.1. Analisa Kuat Tekan Beton Berdasarkan Kandungan Semen dan Pasir Grafik di bawah ini menunjukkan kekuatan beton pada umur 7 dan 28 hari berdasarkan campuran sampel untuk setiap jenis ukuran agregat.
fc' (MPa)
Ag No.4 28 24 20 16 12 8 4 0
w/c = 0,4 C/Ag = 15%, S/Ag = 0% C/Ag = 20%, S/Ag = 0% C/Ag = 25%, S/Ag = 0% C/Ag = 25%, S/Ag = 5%
7 hari
28 hari
Hari Gambar 4.4 Grafik tekan beton untuk Ag No.4
Ag 3/8 " 28
fc' (MPa)
24
w/c = 0,4
20 16
C/Ag = 15%, S/Ag = 0%
12
C/Ag = 20%, S/Ag = 0%
8
C/Ag = 25%, S/Ag = 0%
4
C/Ag = 25%, S/Ag = 5%
0 7 hari
28 hari
Hari Gambar 4.5 Grafik kuat tekan beton untuk Ag 3/8”
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
40
Ag 1/2 " 28
fc' (MPa)
24 w/c = 0,4
20 16
C/Ag = 15%, S/Ag = 0%
12
C/Ag = 20%, S/Ag = 0%
8
C/Ag = 25%, S/Ag = 0%
4
C/Ag = 25%, S/Ag = 5%
0 7 hari
28 hari
Hari Gambar 4.6 Grafik kuat tekan beton untuk Ag ½”
Ag 3/4 " 28
fc' (MPa)
24 w/c = 0,4
20 16
C/Ag = 15%, S/Ag = 0%
12
C/Ag = 20%, S/Ag = 0%
8
C/Ag = 25%, S/Ag = 0%
4
C/Ag = 25%, S/Ag = 5%
0 7 hari
28 hari
Hari Gambar 4.7 Grafik kuat Kuat tekan beton untuk Ag 3/4”
Dari keempat grafik diatas dapat dilihat bahwa kuat tekan beton meningkat sesuai dengan peningkatan kandungan semen dalam campuran tersebut. Semakin tingginya kandungan semen dalam suatu beton tentu akan meningkatkan kuat tekan dari beton tersebut. Hal ini diakibatkan oleh fungsi semen sebagai bahan pengikat didalam campuran beton. Hasil kuat tekan yang paling kecil diperoleh pada benda uji degan kandungan C/Ag 15% dan akan meningkat untuk kandungan C/Ag 20%
dan C/Ag 25%. Hasil kuat tekan yang paling besar
diperoleh pada kandungan C/Ag 25% yang disertai dengan S/Ag 5%. Adanya
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
41
kandungan pasir pada komposisi yang terakhir memberikan peningkatan kuat tekan beton karena adanya pasir akan material pengisi rongga di dalam semen akan meningkatkan kekuatan beton. Adapun hasil yang berbeda diperoleh pada benda uji dengan kandungan C/Ag 25%, S/Ag 5% untuk ukuran agregat No.4 dan 3/8. Pada kedua variabel campuran ini, kuat beton yang diperoleh pada umur 7 hari berada di bawah kuat tekan beton dengan kandungan C/Ag 20% dan C/Ag 25%. Tetapi pada umur 28 hari beton tersebut memiliki kuat tekan yang paling besar.
4.3.2. Analisa Kuat Tekan Beton Berdasarkan Jenis Agregat Grafik di bawah ini menunjukkan kekuatan beton pada umur 7 dan 28 hari berdasarkan ukuran agregat untuk setiap jenis campuran beton.
C/Ag 15%, S/Ag = 0% 28
fc' (MPa)
24
w/c = 0,4
20 16
Ag No 4
12
Ag 3/8"
8
Ag 1/2"
4
Ag 3/4"
0 7 hari
Hari
28 hari
Gambar 4.8 Grafik kuat tekan beton untuk C/Ag 15%
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
42
C/Ag 20%, S/Ag = 0% 28
fc' (MPa)
24
w/c = 0,4
20 16
Ag No 4
12
Ag 3/8"
8
Ag 1/2"
4
Ag 3/4"
0 7 hari
Hari
28 hari
Gambar 4.9 Grafik kuat tekan beton untuk C/Ag 20%
Dari kedua grafik dapat dilihat pada kandungan C/Ag 15 % dan C/Ag 20 % diperoleh hasil kuat tekan yang paling kecil pada ukuran agregat 3/4" dan diikuti dengan hasil yang lebih besar agregat ukuran 1/2”, 3/8” serat hasil yang paling besar pada agregat berukuran No.4. Oleh karena itu, dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin kecil jenis agregat yang digunakan maka kekuatannya akan semakin besar. Hal ini diakibatkan oleh ukuran agregat yang kecil akan menghasilkan beton yang lebih padat sehingga akan lebih kuat, sedangkan untuk ukuran agregat yang lebih besar akan menimbulkan rongga yang lebih besar pada beton sehingga kekuatannya akan lebih kecil. Untuk kandunagan C/Ag 15 % diperoleh perbedaan kekuatan yang cukup merata untuk setiap ukuran agregat sedangkan untuk kandungan C/Ag 20 % hasil kekuatan beton dengan ukuran agregat 3/4" mendekati beton dengan ukuran agregat 1/2” dan kekuatan beton dengan ukuran agregat 3/8" mendekati beton dengan ukuran agregat No.4.
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
43
C/Ag 25%, S/Ag = 0% 28
fc' (MPa)
24
w/c = 0,4
20 16
Ag No 4
12
Ag 3/8"
8
Ag 1/2"
4
Ag 3/4"
0 7 hari
Hari
28 hari
Gambar 4.10 Grafik kuat tekan beton untuk C/Ag 25%
C/Ag 25%, S/Ag 5% 28
fc' (MPa)
24
w/c = 0,4
20 16
Ag No 4
12
Ag 3/8"
8
Ag 1/2"
4
Ag 3/4"
0 7 hari
Hari
28 hari
Gambar 4.11 Grafik kuat tekan beton untuk C/Ag 25%, S/Ag 5%
Untuk benda uji dengan kandungan C/Ag 25 % hasil kuat tekan beton yang paling kecil diperoleh pada beton dengan agregat No.4 dan hasil yang lebih besar pada beton dengan ukuran agregat 1/2” dan agregat 3/4” dan hasil yang paling besar diperoleh pada beton dengan agregat ukuran 3/8”. Sedangkan untuk benda uji dengan kandungan C/Ag 25%, S/Ag 5% hasil yang berbeda lagi diperoleh dimana kekuatan yang paling kecil diperoleh pada beton dengan agregat No.4 dan kuat tekan yang lebih besar pada beton dengan agregat ukuran 3/8” dan ukuran 1/2” serta hasil kekuatan yang jauh lebih besar pada beton dengan agregat No. 3/4”. Perbedaan kekuatan yang cukup besar pada beton dengan No. 3/4”
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
44
diakibatkan oleh ukuran agregat yang lebih besar sehingga pada saat uji tekan, bagian dari beton yang paling berperan dalam menahan beban yang diberikan adalah agregat kasar dimana agregat dengan ukuran yang lebih besar tentu memiliki kekuatan yang lebih tinggi. Pada penggunaan pervious concrete sebagai pavement, kondisi pervious concrete ketika sedang dibebani tidak selalu dalam keadaan kering dan terkadang dalam keadaan basah. Oleh karena itu perlu diketahui bagaimana kekuatan pervious concrete ketika dibebani dalam kondisi tidak kering. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian kuat tekan beton dalam keadaan basah, dimana benda uji terlebih dahulu direndam. Setelah dikeluarkan dari bak perendam, benda uji dibiarkan hingga dalam keadaan SSD. Benda uji kemudian dites dengan alat uji tekan. Dari pengujian yang dilakukan diperoleh data berikut: Tabel 4.4 Perbandingan kuat tekan kodisi kering dan SSD
Campuran Sampel Ag No 4 No 4
C/Ag S/A W/C 15% 20%
0 0
Kondisi kering fc' rata rata (MPa)
Kondisi SSD fc' (MPa)
14,61 17,29
11,78 17,29
0,4 0,4
Pada data diatas terlihat bahwa terjadi penurunan kekuatan pervious concrete ketika beton dibebani pada kondisi SSD. Namun dari pengujian diatas belum dapat diambil suatu kesimpulan karena jumlah sampel yang digunakan pada pengujian ini hanya dua sampel mengingat jumlah benda uji yang terbatas. Selain itu umur beton yang diuji dalam kondisi SSD sudah lebih dari 28 hari. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian selanjutnya tentang bagaimana pengaruh air pada benda uji terhadap kekuatannya. Dari seluruh data kuat tekan beton juga diperoleh hasil bahwa rata-rata perbandingan kekuatan beton dari umur 7 hari ke 28 hari adalah 0,786 sehingga dapat disimpulkan bahwa standar konversi umur beton biasa dari 7 hari ke 28 hari sebesar 0,7 mendekati untuk porous concrete.
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
45
4.4. HAS ON SIL DAN ANALISA A U LENT UJI TUR BETO B Penggujian kuat lentur dilakkukan deng gan metode third point loading. Benda m dan uji yang digunakan d b berbentuk balok dengan n ukuran 155 cm x 15 ccm x 55 cm gujian diletakkann diatas duaa perletakann yang terdaapat pada alat a penguji.. Pada peng ini terdappat dua bebban yang terletak t pad da 1/3 pannjang bentaang (1/3 L)) dan pembebannan dilakukkan secara continues tanpa t adanyya kejutan (shocks) hingga benda uji patah p dan tiidak dapat menahan m beeban yang diberikan. d puran Bennda uji yangg digunakann dalam pen ngujian ini terdiri dari 8 jenis camp dan penguujian dilakukkan setelah beton berum mur 28 harii. Data teganngan lenturr yang diperoleh dari pengujjian ini adallah: T Tabel 4.5 Hassil uji kuat lentur perviouss concret
1 2 3 4 5 6 7 8
Teganggan Rata-R Rata
Campuran Sampel
N No Ag
C/Ag
S/A
W/C C
(MPaa)
No 4 No 4 3/8" 3/8" 1/2" 1/2" 3/4" 3/4"
25% 25% 25% 25% 25% 25% 25% 25%
0% 5% 0% 5% 0% 5% 0% 5%
0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44 0,44
2,400 2,977 1,522 1,900 1,33 2,288 1,33 1,455
Dari data diatas dapatt dibuat graafik sebagai berikut:
Kuat Lentur L Tegangan Lentur (MPa)
Ag No.4 4, C/Ag 25%, SS/Ag 0% 3
Ag No.4 4, C/Ag 25%, SS/Ag 5%
2,5
Ag 3/8"", C/Ag 25%, SS/Ag 0% Ag 3/8"", C/Ag 25%, SS/Ag 5%
2
Ag 1/2"", C/Ag 25%, SS/Ag 0%
1,5
Ag 1/2"", C/Ag 25%, SS/Ag 5%
1
Ag 3/4"", C/Ag 25%, SS/Ag 0%
0,5
Ag 3/4"", C/Ag 25%, SS/Ag 5%
0
k kuat lentur beton Gambaar 4.12 Grafik
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Univ versitas Indonesia
46
Benda uji yang dibuat dalam penelitian kuat lentur ini terdiri dari empat jenis agregat kasar dan setiap jenisnya memiliki variasi terhadap kandungan pasir di dalamnya. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa benda uji yang memiliki kandungan pasir memiliki kekuatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan yang tidak memiliki pasir untuk keempat jenis ukuran agregat kasar. Hal ini diakibatkan oleh adanya pasir akan mengisi rongga di antar agregat dalam beton, sehingga dengan padatnya beton akan memberikan kekuatan pada beton. Jika dilihat dari ukuran agregat kasar yang digunakan, kuat lentur yang paling besar diperoleh pada benda uji dengan akuran agregat yang paling kecil. Hal ini diakibatkan beton dengan ukuran agregat yang kecil tentu akan lebih padat dan rongga yang dimiliki lebih kecil. Sedangkan kuat lentur yang paling kecil diperoleh pada benda uji dengan ukuran agregat kasar yang paling besar. Hal ini disebabkan oleh banyaknya rongga pada benda uji ini. Suatu hal yang berbeda dapat dilihat pada kuat lentur benda uji dengan ukuran agregat 3/8” dan memiliki kandungan pasir. Campuran ini memiliki kekuatan yang lebih rendah dari benda uji dengan agregat berukuran 1/2” yang juga mengandung pasir. Hal ini mungkin terjadi karena kurang padatnya benda uji saat melakukan pemadatan sehingga akan mengurangi kekuatan beton. Hubungan antara kuat tekan dan kuat lentur beton menurut standar ACI 318 - 83, dapat dirumuskan sebagai berikut: σ lentur = 0 .62 σ tekan ( MPa )
(4.1)
Hubungan antara kuat tekan dan kuat lentur beton menurut standar SNI 03- 2847-2002, dapat dirumuskan sebagai berikut: σ lentur = 0.7 σ tekan ( MPa)
(4.2)
Tabel 4.6 Perbandingan Hasil Uji Kuat Lentur dengan Kuat Tekan σ Lentur dari Kode
1 2 3
σ lentur dari
Tegangan Lentur Penelitian
σ Tekan
Uji Tekan
KR
(MPa)
Penelitian
ACI (MPa)
(%)
(MPa)
= 0.62 √σ tekan
2,40 2,97 1,52
13,96 14,62 15,09
2,32 2,37 2,41
Uji Tekan
KR
SNI (MPa)
(%)
= 0.7 √σ tekan
3,63% 25,38% 36,98%
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
2,62 2,68 2,72
8,22% 11,05% 44,18%
Universitas Indonesia
47
4 5 6 7 8
1,90 1,33 2,28 1,33 1,45
16,17 14,62 17,31 14,95 24,38
2,49 2,37 2,58 2,40 3,09
23,95% 43,98% 11,69% 44,57% 52,93%
2,82 2,68 2,91 2,71 3,49
32,64% 50,38% 21,79% 50,90% 58,31%
Jika melihat hubungan kuat tekan dan kuat lentur diatas, dapat dilihat bahwa kenaikan kuat tekan pada benda uji tidak selalu diikuti oleh kenaikan kuat lenturnya. Hal tersebut dapat terlihat jelas pada benda uji No.8 dimana sampel ini memiliki kuat tekan yang paling besar namun tidak diikuti dengan kuat lenturnya. Hal ini dimungkinkan oleh pemadatan yang tidak merata pada balok lentur sehingga pada saat pengujian, bagian yang tidak terlalu padat jika dibandingkan dengan bagian lain akan terlebih dahulu mengalami kegagalan, sehingga akan menghasilkan kuat lentur yang kecil. Rumus hubungan kuat tekan dengan kuat lentur berdasarkan ACI dan SNI tidak dapat digunakan pada pervious concrete karena dari perhitungan diatas dapat dilihat kesalahan relative yang cukup besar yaitu mencapai 50%. Dari hasil pengujian lentur yang dilakukan terhadap benda uji, diperoleh bahwa retak yang terjadi pada sebagian besar benda uji tidak terjadi tepat di tengah bentang dan pola retak yang terjadi tidak lurus. Hal ini disebabkan oleh pemadatan yang dilakukan terhadap benda uji tidak merata di sepanjang balok. Pemadatan yang tidak merata akan mengakibatkan perbedaan porositas pada balok. Bagian yang memiliki rongga paling banyak tentu akan menjadi bagian yang paling lemah ketika diberi beban sehingga bagian inilah yang akan pertama mengalami keretakan pada saat dilakukan uji lentur.
Gambar 4.13 Pola retak lentur
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
48
Gambar 4.14 Permukaan retak lentur
Jika dilihat pada permukaan balok yang patah saat pengujian lentur, kegagalan yang terjadi adalah pada bagian agregat kasar. Hal ini menunjukkan bahwa agregat memiliki ikatan yang kuat dengan pasta semen sehingga akatan antara agregat kasar dan pasta semen tidak lepas. 4.5. HASIL DAN ANALISA UJI POROSITAS BETON Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat permeabilitas dari benda uji. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat permeabilitas. Alat pengujian ini terdiri dari suatu silinder yang disertai dengan pelat penutup atas dan bawah. Pelat atas terdiri dari sebuah lubang yang berfungsi sebagai tempat menyalurkan air dan pelat bawah memiliki lubang saluran untuk mengalirkan air yang telah melewati benda uji. Pada pengujian ini, permukaan samping benda uji diberikan lapisan lilin. Hal ini bertujuan untuk mencegah aliran air pada sisi samping benda uji sehingga air hanya dapat dialirkan melalui benda uji. Setelah diberi lapisan lilin, silinder tersebut kemudian ditutup hingga kondisi silinder dalam keadaan kedap dan air tidak dapat keluar dari sisi atas. Air kemudian dialirkan dengan membuka kran dimana tekanan yang digunakan untuk mengalirkan air harus dijaga konstan. Air yang keluar dari bawah silinder kemudian ditampung dalam tabung ukur dan kemudian dicatat waktu yang dibutuhkan untuk mengisi tabung ukur sebesar 500 ml. Percobaan ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk memperoleh variasi data, dimana setiap percobaan dapat dilakukan 1 jam setelah percobaan sebelumnya.
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
49
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa dalam benda uji sudah tidak terdapat air. Data yang diperoleh dari percobaan ini adalah: Tabel 4.7 Hasil pengujian permeabilitas pervious concrete No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Campuran Sampel
k
Ag
C/Ag
S/A
W/C
(cm/det)
No 4 No 4 No 4 No 4 3/8" 3/8" 3/8" 3/8" 1/2" 1/2" 1/2" 1/2" 3/4" 3/4" 3/4" 3/4"
15% 20% 25% 25% 15% 20% 25% 25% 15% 20% 25% 25% 15% 20% 25% 25%
0% 0% 0% 5% 0% 0% 0% 5% 0% 0% 0% 5% 0% 0% 0% 5%
0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4
2,19 1,38 0,87 0,73 2,27 1,63 1,22 0,73 3,04 1,63 1,31 0,73 3,11 1,81 1,42 0,82
Rumus yang digunakan adalah:
Dimana: t : waktu (detik) h
: tekanan (kg/cm2)
L
: tinggi benda uji (cm)
Q
: volume air (cm3)
D
: diameter benda uji (cm)
A
: luas permukaan benda uji (cm2)
I
: gradient hidraulik
k
: koefisien permeabilitas (cm/s)
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
50
Dari hasil perhitungan diperoleh grafik sebagai berikut:
Koefisien Permeabilitas Berdasarkan Komposisi Campuran 0,0035 k ( cm/s)
0,003 0,0025
Ag No.4
0,002
Ag 3/8"
0,0015
Ag 1/2"
0,001
Ag 3/4"
0,0005 0 C/Ag 15%, S/Ag 0%
C/Ag 25%, S/Ag 0%
C/Ag 25%, S/Ag 0%
C/Ag 25%, S/Ag 5%
Jenis Campuran Gambar 4.15 Grafik koefisien permeabilitas beton berdasarkan komposisi campuran
Koefisien Permeabilitas Berdasarkan Ukuran Agregat 0,0035
k ( cm/s)
0,003 0,0025
C/Ag 15 %, S/Ag 0%
0,002
C/Ag 20%, S/Ag 0%
0,0015
C/Ag 25%, S/Ag 0%
0,001
C/Ag 25%, S/Ag 5%
0,0005 0 Ag No.4
Ag 3/8"
Ag 1/2"
Ag 3/4"
Ukuran Agregat Gambar 4.16 Grafik koefisien permeabilitas beton berdasarkan ukuran agregat
Dari kedua grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran agregat yang digunakan maka tingkat porositas akan semakin besar. Hal ini diakibatkan oleh ukuran agregat yang digunakan pada percobaan ini adalah homogen. Oleh karena itu pada ukuran agregat yang besar, maka akan lebih banyak rongga dibandingkan dengan agregat yang berukuran lebih kecil yang lebih
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
51
memungkinkan untuk saling menutupi. Namun perbedaan tingkat porositas yang diakibatkan oleh perbedaan ukuran agregat ini tidak terlalu besar. Perbedaan porositas yang paling signifikan diakibatkan oleh kandungan semen dan agregat halus didalamnya. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa tingkat porositas yang paling tinggi diperoleh pada campuran C/Ag 15% dan yang paling kecil adalah pada campuran dengan C/Ag 25% dan S/Ag 5%. Hal ini diakibatkan oleh kandungan semen akan menjadi mortar yang akan mengurangi porositas beton dan adanya kandungan pasir juga akan meningkatkan jumlah mortar dalam benda uji. 4.6. HASIL DAN ANALISA TES SUSUT BETON Pengujian
susut
bertujuan
untuk
mengetahui
perubahan
panjang,
peningkatan atau pengurangan dalam dimensi linear benda uji, diukur sepanjang sumbu longitudinal, tanpa adanya pembebanan. Pengujian ini dilakukan sesuai dengan ASTM C 490 – 04. Pada pengujian susut ini, jenis campuran benda uji yang digunakan adalah benda uji dengan agregat kasar ukuran 3/8” dengan C/Ag 25 % dan terdiri dari dua jenis yaitu dengan menggunakan pasir dan tanpa kandungan pasir. Dari pengujian yang dilakukan, diperoleh data berikut:
Tabel 4.8 Hasil pengujian susut pervious concrete Ag 3/8", C/Ag 25%, S/Ag 0% Umur
Sampel 1 ΔL (mm)
Sampel 2 ΔL (mm)
Sampel 3 ΔL (mm)
1
0
0,00
0,00
2
0,005
0,01
0,005
3
0,01
0,02
0,005
4
0,01
0,02
0,010
5
0,02
0,02
0,010
6
0,02
0,02
0,010
7
0,02
0,05
0,015
8
0,02
0,05
9
0,02
10
0,02
Ag 3/8", C/Ag 25%, S/Ag 5% Sampel 4 ΔL (mm)
Sampel 5 ΔL (mm)
Sampel 6 ΔL (mm)
0,020
0,00
0,00
0,00
0,06
0,035
0,02
0,02
0,01
0,07
0,040
0,03
0,02
0,02
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
52
11
0,03
0,07
0,040
0,03
0,03
0,03
12
0,03
0,07
0,050
0,04
0,04
0,04
13
0,03
0,07
0,050
0,04
0,04
0,04
14
0,03
0,07
0,060
0,05
0,05
0,05
15
0,03
0,07
0,060
0,05
0,05
0,06
16
0,03
0,07
0,060
0,06
0,06
0,06
17
0,04
0,07
0,070
0,06
0,07
0,07
18
0,04
0,07
0,070
0,07
0,08
0,08
19
0,04
0,07
0,070
0,07
0,08
0,08
20
0,04
0,08
0,075
0,07
0,09
0,08
21
0,04
0,08
0,075
0,07
0,09
0,09
22
0,05
0,08
0,075
0,07
0,09
0,09
23
0,05
0,08
0,075
0,07
0,09
0,09
24
0,05
0,08
0,075
0,07
0,09
0,09
25
0,06
0,09
0,08
0,08
0,09
0,10
26
0,06
0,09
0,08
0,08
0,09
0,11
27
0,07
0,09
0,08
0,08
0,09
0,11
28
0,08
0,09
0,09
0,08
0,09
0,12
29
0,09
0,09
0,09
0,09
0,10
0,12
30
0,10
0,09
0,09
0,09
0,10
0,13
31
0,11
0,09
0,09
0,09
0,10
0,13
32
0,12
0,10
0,10
0,09
0,10
0,13
33
0,12
0,10
0,10
0,09
0,10
0,14
34
0,12
0,10
0,10
0,09
0,10
0,14
35
0,12
0,10
0,10
0,10
0,10
0,14
36
0,12
0,10
0,10
0,10
0,10
0,14
37
0,12
0,10
0,10
0,10
0,10
0,15
38
0,12
0,10
0,10
0,10
0,10
0,15
39
0,12
0,10
0,10
0,10
0,10
0,15
40
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
41
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
42
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
43
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
44
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
45
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
46
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
47
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
48
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
49
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
50
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
51
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
53
52
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
53
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
54
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
55
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
56
0,12
0,10
0,10
0,11
0,10
0,15
Tabel 4.9 Persentase susut yang terjadi ΔL (mm) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6
0,12 0,1 0,1 0,11 0,1 0,15
Lo (cm) 49,7 48,8 49,8 49,8 49,7 49,9
% Shrinkage Rata rata 0,00241% 0,00205% 0,00216% 0,00201% 0,00221% 0,00201% 0,00241% 0,00301%
Susut (mm)
Ag 3/8", C/Ag 25%, S/Ag 0% 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55
Hari Gambar 4.17 Grafik susut beton (tanpa kandungan pasir)
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
54
Susut (mm)
Ag 3/8", C/Ag 25%, S/Ag 5% 0,16 0,14 0,12 0,10 0,08 0,06 0,04 0,02 0,00
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Hari Gambar 4.18 Grafik susut beton (dengan kandungan pasir)
Terjadinya susut yaitu pengurangan volume pada beton diakibatkan oleh penguapan air dari rongga-rongga struktural beton sebagai akibat dari proses hidrasi selama terjadinya proses pengikatan beton. Oleh karena itu, untuk menghindari proses hidrasi yang berlebihan perlu dilakukan curing dengan memberi air pada beton selama proses pembacaan susut berlangsung. Bagian yang mengalami susut pada beton merupakan mortar beton, sehingga besar susut yang terjadi pada pervious concrete akan lebih kecil dari pada beton biasa. Hal ini diakibatkan oleh kandungan pasta semen yang terkandung dalam pervious concrete lebih sedikit jika dibandingkan dengan beton biasa. Jika melihat perubahan susut dari grafik diatas, perubahan yang siognifikan terjadi pada 30 hari pertama, sedangkan pada hari berikutnya, volume beton cenderung konstan dan hanya terjadi sedikit perubahan. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa susut yang lebih besar terjadi pada beton dengan kandungan pasir. Hal ini diakibatkan oleh adanya kandungan pasir akan memperbanyak kandungan mortar semen dalam beton tersebut. Sedangkan untuk beton yang tidak memiliki pasir, perubahan yang terjadi lebih kecil karena memiliki rongga yang lebih banyak. 4.7. ANALISA KOMPOSISI OPTIMUM Dalam penelitian ini telah dilakukan berbagai pengujian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari pervious concrete. Dari berbagai pengujian
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
55
yang dilakukan yaitu pengujian kuat tekan, kuat lentur dan porositas terhadap berbagai komposisi akan dianalisa komposisi mana yang paling optimum dan dapat digunakan sesuai dengan tujuan penggunaanya yaitu sebagai pavement. Pervious concrete memiliki kuat tekan yang bervariasi sesuai dengan komposisi pembuatannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Ready Mixed Concrete Association, pada umumnya pervious concrete memiliki kuat tekan 3,5 – 28 MPa. Namun pada penggunaanya sebagai pavement, kuat tekan pervious concrete yang biasanya digunakan adalah sebesar 17 MPa. Sedangkan untuk kuat lentur, pervious concrete biasanya memiliki kuat lentur 1 – 3,8 MPa dan besar permeabilitas 0,54 - 1,2 cm/s. Tabel 4.10 Komposisi dengan kuat tekan dan kuat lentur Komposisi 1 2 3 4 5 6 7 8
Permeabilitas (cm/s) 0,87 0,73 1,22 0,73 1,31 0,73 1,42 0,82
Kuat Tekan (Mpa) 13,99 14,62 15,09 16,19 14,62 17,29 14,93 24,84
Kuat Lentur (Mpa) 2,40 2,97 1,52 1,90 1,33 2,28 1,33 1,45
Pada table diatas dapat dilihat bahwa komposisi yang memiliki kuat tekan diatas 17 MPa adalah komposisi 6 dan komposisi 8. Oleh karena itu, hasil dari komposisi penelitian ini yang dapat diaplikasikan dalam penggunaannya sebagai pavement adalah komposisi 6 dengan campuran Ag 1/2”, C/Ag 25%, S/Ag 5%, W/C 0,4 dan komposisi 8 dengan campuran Ag 3/4”, C/Ag 25%, S/Ag 5%, W/C 0,4.
Perilaku kuat tekan..., Roy Immanuel, FT UI, 2008
Universitas Indonesia