BAB 4 ANALISIS Dalam bab ini akan membahas analisis komoditas ikan mulai dari hulu ke hilir berdasarkan klasifikasi inventarisasi yang sudah di tentukan pada bab selanjutnya dengan menggunakan skema pendekatan sebagai berikut:
ASPEK LEGAL
Hulu
Hilir Distribusi Hasil Produksi
Teknologi Informasi
Aktivitas Penangkapan Ikan
Perlakuan Hasil Produksi
Sarana: Kapal, Alat Tangkap
Kewilayahan: Zona Penangkapan Ikan
Penjualan Hasil Produksi SDM: Nelayan (Pengetahuan, Tingkat Pendidikan)
Peraturan Perundang-undangan
Gambar 4. 1 Skema komponen-komponen yang terkait dengan aktivitas penangkapan ikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan Cilauteureun (Rudiawan, 2011) Peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat nelayan melibatkan berbagai komponen yang harus diintegrasikan keberlangsungannya, komponen tersebut terdiri atas komponen hulu dan hilir yang diwadahi oleh pelabuhan pendaratan (dalam studi ini adalah PPP Cilauteureun) sebagai koordinator dan penyokong semua kegiatan hulu dan hilir.
66
4.1
Analisis Komponen Hulu dengan Aspek Legal dalam Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Komponen hulu yang di kaji terdiri atas komponen kewilayahan, sarana, dan
sumber daya manusia. Komponen sarana berkaitan dengan armada dan alat tangkap yang ada dan digunakan oleh nelayan di Cilauteureun. Komponen kewilayahan berkaitan dengan batas-batas zona penangkapan ikan yang legal untuk melakukan aktivitas penangkapan oleh nelayan yang ditinjau berdasarkan alat penangkapan ikan yang digunakan. Sedangkan sumber daya manusia berkaitan dengan kualitas nelayan yang ditinjau dari segi pengetahuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan penangkapan ikan. 4.1.1
Analisis Komponen Kewilayahan Berdasarkan Peraturan Menteri No. 1 tahun 2009 tentang Wilayah
Pengelolaan Perikanan RI ruang lingkup penangkapan ikan oleh nelayan di Kecamatan Cilauteureun berada pada WPP RI 573 yang meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusatenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian Barat.
Gambar 4. 2 Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia 573 (Sumber: Peraturan Menteri No. 1 tahun 2009)
67
Pada dasarnya Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia 573 berada di belahan selatan Negara Indonesia. Artinya potensi ikan yang dimiliki sangatlah tinggi berdasarkan data-data Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Berdasarkan Keputusan Menteri No. 45 tahun 2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan, disebutkan bahwa potensi sumber daya ikan di WPP 573 sebesar 451.700 ton per tahunnya. Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Garut nilai produksi tangkapan ikan pada tahun 2009 di PPP Cilauteureun hanya sebesar 234,2 ton dan nilai produksi tangkapan ikan pada tahun 2009 untuk Kabupaten Garut adalah sebesar 4197,63 ton sehingga perbandingannya sangat jauh seperti ditunjukan pada Gambar 4.2. Artinya jika dibandingkan dengan estimasi potensi sumber daya ikan di WPP 573, Kabupaten Garut hanya berkontribusi kurang lebih 0,93% dan PPP Cilauteureun berkontribusi sebesar 5,6% dari total produksi penangkapan ikan di Kabupaten Garut dan 0.5% dari total estimasi potensi sumber daya ikan di WPP 573. Mengingat letak PPP Cilauteureun yang strategis dan berada pada bagian selatan Jawa Barat, sebaiknya produktivitas penangkapan ikan yang dihasilkan mendekati estimasi potensi sumber daya ikan di WPP 537 atau sebesar 22.585 ton. Namun data yang berasal dari Keputusan Menteri No. 45 tahun 2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan tidak hanya terbatas pada penangkapan ikan, namun juga termasuk kegiatan budidaya perikanan. 4.1.2
Analisis Komponen Sarana Pada pasal 5 Peraturan Menteri No. 2 tahun 2011 mengenai Jalur
Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan RI ayat (1) jalur penangkapan ikan di WPP-NRI ditetapkan berdasarkan karakteristik kedalaman perairan yang dibedakan menjadi 2 (dua) karakteristik yaitu perairan dangkal (≤ 200 meter) dan perairan dalam (> 200 meter). Wilayah penangkapan ikan untuk nelayan di PPP Cilauteureun berada pada WPP-NRI 573 berada pada perairan dalam dengan kedalaman lebih dari 200 meter. Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan pada jalur penangkapan ikan dan wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia yang disesuaikan dengan sifat API, yang dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu 68
statis, pasif, dan aktif. Tingkat selektifitas dan kapasitas API, yang dibedakan berdasarkan ukuran, yaitu; mesh size, nomor mata pancing, tali ris atas, bukaan mulut, luasan, penaju, dan jumlah mata pancing. Jenis dan ukuran ABPI, yang terdiri dari jumlah rumpon dan daya/kekuatan lampu. Ukuran kapal perikanan, yang terdiri dari kapal tanpa motor, kapal motor berukuran lebih kecil dari 5 GT, kapal motor berukuran 5 – 10 GT, kapal motor berukuran 10 – 30 GT, dan kapal motor berukuran diatas 30 GT. Dan terakhir adalah wilayah penangkapan ikan yang terdiri dari Jalur Penangkapan Ikan I, II, dan III. Berdasarkan ketentuan tersebut seluruh nelayan di Indonesia termasuk nelayan di PPP Cilauteureun harus memperhatikan penempatan penggunaan alat tangkap ikan dan alat bantu penangkapan ikan berdasarkan jalur yang sudah ditentukan. Sebaiknya nelayan di Kecamatan Cilauteureun memiliki kewajiban mengikuti Peraturan Menteri yang sudah ditetapkan untuk menempatkan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan sesuai dengan kriteria diatas seperti pada Lampiran I. Nelayan kecil biasanya menggunakan kapal motor sebesar ≤ 15 GT. Berdasarkan Peraturan Menteri No. 2 tahun 2011, jalur penangkapan ikan ditentukan berdasarkan alat pancing atau jaring yang digunakan oleh nelayan. Dibandingkan dengan kondisi yang sebenarnya, nelayan tidak begitu memahami peraturan penggunaan alat pancing atau jaring, dan wilayah penangkapan dilakukan berdasarkan pengamatan bintang atau pembicaraan sesama nelayan dan hal tersebut dilakukan secara turun temurun. Dalam rangka pengembangan perikanan, pemerintah membangun dan membina pelabuhan perikanan. Pembangunan dan penyediaan fasilitas prasarana perikanan dan dalam hal ini Pelabuhan Perikanan yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Perikanan dalam menunjang perkembangan kegiatan penangkapan ikan di laut adalah sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan pada Pasal 41 yang isinya sebagai berikut : (1) Pemerintah menyelenggarakan dan membina pelabuhan perikanan. (2) Menteri menetapkan : a. rencana induk pelabuhan secara nasional 69
b. klasifikasi pelabuhan perikanan dan suatu tempat yang merupakan bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan c. persyaratan dan/atau standar teknis dan akreditasi kompetensi dalam perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan dan pengawasan pelabuhan perikanan d. pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh pemerintah Tabel 4. 1 Perbandingan Kriteria Teknis Pelabuhan di PPP Cilauteureun dengan KEPMEN No. 10 tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan Tipe/Kelas Pelabuhan Perikanan PPP sesuai dengan KEPMEN No. 10 th 2004
Wilayah
Kelas
Daya
Panjang
Kapal
Tampung
Dermaga
(GT)
Kapal
(m)
Wilayah perairan pedalaman, kepulauan, laut
30 - 75 10 - 30
kapal (750
teritorial, ZEEI
100 – 150
GT)
Wilayah perairan PPP Cilauteureun
pedalaman, kepulauan, laut
3 - 15
336 kapal
100 – 150
territorial, ZEEI
Berdasarkan Tabel 4.1, terdapat kesesuaian pada kriteria teknis kelas kapal yang digunakan. Batas besar kapal yang diperbolehkan untuk digunakan pada kelas Pelabuhan Perikanan Pantai adalah 30 GT, sedangkan di PPP Cilauteureun terdapat kapal motor dengan besar 15 GT. Selain itu, dengan panjang dermaga yang standarnya adalah hanya 100 m untuk kelas PPP, jumlah kapal yang mendarat di PPP Cilauteureun sangatlah besar yaitu 336 kapal dengan klasifikasi Kapal Mesin (KM) dengan besar kapal 15 GT sebanyak 18 unit, Motor Tempel (MT) dengan besar kapal 10 GT sebanyak 282 unit, dan Kapal Tanpa Motor (TM) dengan besar kapal 5 GT sebanyak 36 unit. Total dari kapasitas kapal di PPP Cilauteureun adalah sebesar 3270 GT. Jumlah tersebut terlalu besar dan jumlah tersebut setara dengan kelas Pelabuhan Perikanan Nusantara. Sedangkan menurut Penjelasan atas UU RI No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan pada pasal 41 tersebut diatas adalah sebagai berikut :
70
Ayat (1): Dalam rangka pengembangan perikanan, Pemerintah membangun dan membina pelabuhan perikanan yang berfungsi antara lain sebagai tempat tambat labuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan, tempat pemasaran dan distribusi ikan, tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan, tempat pengumpulan data tangkapan, tempat pelaksanaan penyuluhan serta pengembangan masyarakat nelayan, dan tempat untuk memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan. Berdasarkan peraturan tersebut diatas, maka tugas pelabuhan perikanan adalah untuk melaksanakan pengelolaan sarana pelabuhan, melaksanakan pelayanan dalam hal keperluan bahan bakar dan perbekalan kapal perikanan serta mengadakan bimbingan dan pengembangan daerah pelabuhan. Sedangkan menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1995), bahwa fungsi dari pada pelabuhan perikanan adalah sebagai berikut : a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan; Sebagai sentra kegiatan masyarakat nelayan, Pelabuhan Perikanan diarahkan dapat mengakomodir kegiatan nelayan baik nelayan berdomisili maupun nelayan pendatang. b. Tempat berlabuh kapal perikanan; Pelabuhan Perikanan yang dibangun sebagai tempat berlabuh (landing) dan tambat / merapat (mouring) kapal-kapal perikanan, berlabuh/merapatnya kapal perikanan tersebut dapat melakukan berbagai kegiatan misalnya untuk mendaratkan ikan (unloading), memuat perbekalan (loading), istirahat (berthing), perbaikan apung (floating repair) dan naik dock (docking). Sehingga sarana atau fasilitas pokok pelabuhan perikanan seperti dermaga bongkar, dermaga muat, dock/slipway menjadi kebutuhan utama untuk mendukung aktivitas berlabuhnya kapal perikanan tersebut. c. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan; Sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkap (unloading activities) Pelabuhan Perikanan selain memiliki fasilitas dermaga bongkar dan lantai dermaga (apron) yang cukup memadai, untuk menjamin penanganan ikan (fish handling) yang baik dan bersih didukung pula oleh sarana/fasilitas sanitasi dan wadah pengangkat ikan.
71
d. Tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan; Pelabuhan Perikanan dipersiapkan untuk mengakomodir kegiatan kapal perikanan, baik kapal perikanan tradisional maupun kapal motor besar untuk kepentingan pengurusan administrasi persiapan ke laut dan bongkar ikan, pemasaran / pelelangan dan pengolahan ikan hasil tangkap. e. Pusat penanganan dan pengolahan mutu hasil perikanan; Prinsip penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan adalah bersih, cepat dan dingin (clean, quick and cold). Untuk memenuhi prinsip tersebut setiap Pelabuhan Perikanan harus melengkapi fasilitas–fasilitasnya seperti fasilitas penyimpanan (cold storage) dan sarana / fasilitas sanitasi dan hygiene, yang berada di kawasan Industri dalam lingkungan kerja Pelabuhan Perikanan. f. Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan; Dalam menjalankan fungsi, Pangkalan Pendaratan Ikan dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI) dan pasar ikan untuk menampung dan mendistribusikan hasil penangkapan baik yang dibawa melalui laut maupun jalan darat. g. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan; Pengendalian mutu hasil perikanan dimulai
pada saat penangkapan sampai
kedatangan konsumen. Pelabuhan Perikanan sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap selayaknya dilengkapai unit pengawasan mutu hasil perikanan seperti laboratorium pembinaan dan pengujian mutu hasil perikanan (LPPMHP) dan perangkat pendukungnya, agar nelayan dalam melaksanakan kegiatannya lebih terarah dan terkontrol mutu produk yang dihasilkan. h. Pusat penyuluhan dan pengumpulan data; Untuk meningkatkan produktivitas, nelayan memerlukan bimbingan melalui penyuluhan baik secara teknis penangkapan maupun management usaha yang efektif dan efisien, sebaliknya untuk membuat langkah kebijaksanaan dalam pembinaan masyarakat nelayan dan pemanfaatan sumberdaya ikan selain data primer melalui penelitian data sekunder diperlukan untuk itu, maka untuk kebutuhan tersebut dalam kawasan Pelabuhan Perikanan merupakan tempat terdapat unit kerja yang bertugas melakukan penyuluhan dan pengumpulan data. 72
i. Pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan; Pelabuhan Perikanan sebagai basis pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan. Kegiatan pengawasan tersebut dilakukan dengan pemeriksaan spesifikasi teknis alat tangkap dan kapal perikanan, ABK, dokumen kapal ikan dan hasil tangkapan. Sedangkan kegiatan pengawasan dilaut, Pelabuhan Perikanan dapat dilengkapi dengan pos/pangkalan bagi para petugas pengawas yang akan melakukan pengawasan dilaut. Apabila dibandingkan dengan kondisi masyarakat nelayan di PPP Cilauteureun dengan PPP Tamperan Kec. Pacitan Jawa Timur dimana keduanya memiliki wilayah penangkapan perikanan di WPP 573 dengan perbandingan sebagai berikut: Tabel 4. 2 Perbandingan Kondisi Nelayan di PPP Cilauteureun dengan Nelayan di PPP Tamperan Lokasi Nelayan
Jumlah Nelayan
Jumlah Armada
PPP Cilauteureun
1269 orang
336 buah
PPP Tamperan
1094 orang
145 buah
Dapat disimpulkan bahwa secara kuantitas, nelayan di PPP Cilauteureun memiliki jumlah nelayan dan armada yang lebih besar dibandingkan dengan nelayan di PPP Tamperan namun hasil penangkapan ikan di PPP Tamperan yang diproduksi jauh lebih tinggi dibandingkan nelayan di PPP Cilauteureun seperti terlihat pada Gambar 4.2. Fasilitas yang dimiliki oleh PPP Tamperan sangatlah lengkap seperti terlihat pada Tabel 4.3 dibandingkan dengan fasilitas yang dimiliki oleh PPP Cilauteureun. Selain itu akan ada rencana peningkatan fasilitas di PPP Tamperan, sehingga hal tersebut mendukung produktivitas nelayan disana.
73
(ton) 2000 1500 1000 500 0 Produksi Tangkapan Ikan di Produksi Tangkapan Ikan di PPP Cilauteureun PPP Tamperan
Gambar 4. 3 Perbandingan Produksi tangkapan ikan di PPP Cilauteureun dengan PPP Tamperan Tabel 4. 3 Daftar Fasilitas yang Dimiliki Oleh PPP Tamperan, Kab. Pacitan - Jawa Timur
74
4.1.3
Analisis Komponen Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia berkaitan dengan pengetahuan nelayan mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan penangkapan ikan. Sebagian nelayan di Cilauteureun berpendidikan formal hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kondisi tersebut membatasi dan menjadi hambatan bagi ruang gerak nelayan. Misalnya kekurang tahuan nelayan mengenai lokasi berkumpulnya ikan membuat nelayan harus menempuh jarak yang jauh sebelum akhirnya menemukan lokasi yang tepat. (Rudiawan, 2011) Berdasarkan Undang-Undang RI No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan mengatur mengenai pemberdayaan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil. Pada pasal 60 ayat (1) pemerintah memberdayakan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil melalui penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi nelayan kecil serta pembudi daya ikan kecil untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengolahan, dan pemasaran ikan. Sehingga untuk nelayan di Kecamatan Cilauteureun sudah menjadi tanggung jawab pemerintahan kabupaten dalam menyelenggarakan pendidikan, pelatihan serta penyuluhan bagi nelayan kecil. Namun penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi nelayan kecil masih sangat kurang. 4.2
Analisis Komponen Hilir dengan Aspek Legal dalam Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Komponen hilir yang akan di kaji hanya terdiri atas komponen distribusi hasil
produksi, tata kelola, dan penjualan hasil produksi. Penjualan hasil tangkap dalam konteks kemana ikan hasil tangkap dijual setelah ikan didaratkan di pelabuhan perikanan (PPP Cilauteureun). Tata kelola berkaitan dengan peruntukan ikan hasil tangkap yang dijual kepada konsumen, apakah untuk dijual langsung (ikan segar), diasinkan, atau untuk diolah lebih lanjut (ikan kaleng, kerupuk, dan lain sebagainya). Sedangkan distribusi terkait dengan kegiatan pemasaran hasil tangkap dari PPP Cilauteureun hingga ke tempat konsumen. 4.2.1
Analisis Penjualan Hasil Produksi Berdasarkan Undang-Undang No. 45 tahun 2009, setiap nelayan diwajibkan
untuk melakukan bongkar muatan ikan hasil tangkapan setelah melakukan aktivitas penangkapan ikan di pelabuhan yang sudah ditentukan dan mengolahnya. Namun 75
dalam sistem penjualan oleh nelayan di PPP Cilauteureun, ikan yang telah didaratkan kemudian langsung dijual ke pihak bakul yang artinya harga jual yang ditawarkan menjadi rendah dan hal tersebut sangat merugikan bagi nelayan. Ikan hasil tangkapan yang dijual oleh nelayan memiliki harga yang sangat kecil dibandingkan ketika ikan tersebut dijual oleh bakul atau di pasar. Artinya rasio harga jual ikan ketika ikan hasil tangkapan tersebut dijual oleh nelayan memiliki perbedaan yang terlalu jauh yang mengakibatkan nelayan di PPP Cilauteureun memiliki penghasilan yang sangat rendah. Hal tersebut tidak sesuai dengan pasal 2 UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan ditetapkan bahwa pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kebersamaan, kemitraan, kemandirian, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, kelestarian, dan pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan Pasal 6 Keputusan 1Menteri No. 0 tahun 2004 menjelaskan bahwa Pelabuhan Perikanan mempunyai tugas salah satunya memfasilitasi pemasaran hasil perikanan di wilayahnya dalam bentuk fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan pasar ikan seperti dapat dilihat pada Gambar 4.4. Pengelolaan Pelabuhan Perikanan yang buruk mengakibatkan fungsi pelabuhan sebagai wadah untuk memasarkan hasil perikanan tidak terlaksana dengan optimal. Dengan mengoptimalisasikan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang menggunakan mekanisme pelelangan terbuka, harga jual ikan berada pada tingkat yang wajar atau bahkan bisa melebihi harga normal bila ikan yang dihasilkan diminati oleh banyak pihak (konsumen langsung, pihak restoran, dan sebagainya). Dan juga Tempat Pelelangan Ikan harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri No. 1 tahun 2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. ZPI
Nelayan
Bakul TPI
Pasar
Konsumen
Industri
Lain-lain
Gambar 4. 4 Distribusi Penjualan Perikanan di PPP Cilauteureun 76
4.2.2
Analisis Tata Kelola Selama ini di PPP Cilauteureun, hasil tangkapan ikan yang dijual didominasi
oleh bentuk ikan segar. Pengolahan yang dilakukan terbatas pada pengasinan. Hal tersebut membuat daya jual hasil tangkap tidak memiliki nilai lebih bila dibandingkan dengan ikan hasil olahan di dalam kaleng, diasapkan, atau dijadikan makanan olahan seperti kerupuk. Berdasarkan Keputusan Menteri No. 1 tahun 2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi, dalam mengelola perikanan harus memenuhi persyaratan umum hygiene sesuai dengan peraturan dengan mengadopsi standar dan peraturan spesifik produk yang sesuai. Namun bila peraturan yang ada tidak spesifik dan tidak mencakup suatu produk perikanan, maka pelaku usaha dapat menggunakan metode yang dikembangkan sendiri dengan validasi ilmiahnya sesuai dengan standar atau pedoman internasional. Sehingga pada dasarnya pengolahan perikanan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di PPP Cilauteureun hanya perlu memperhatikan standar hygiene yang sudah ditentukan. Namun pada kenyataannya tata kelola hasil tangkap perikanan yang dilakukan hanyalah sebatas penjualan langsung ikan segar dan pengolahan terbatas pada pengasinan. Pemerintah menyarankan agar pengolahan perikanan dilakukan di Unit Pengolahan Perikanan yang tersedia di setiap pelabuhan dan memiliki persyaratan yang sudah ditentukan berasarkan Keputusan Menteri No. 1 tahun 2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Dalam hal ini peran pemerintah daerah, yaitu Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kab. Garut, memiliki tanggung jawab dalam memberikan penyuluhan dan fasilitas untuk pengelolaan perikanan agar nilai jual perikanan dapat meningkat dan memberikan manfaat lebih bagi nelayan itu sendiri. 4.2.3
Analisis Distribusi Hasil Produksi Hasil tangkapan yang didapat oleh nelayan di PPP Cilauteureun akan di
distribusikan ke kota seperti Jakarta, Bandung, Garut, dan beberapa kota lainnya di Jawa Barat. Jarak yang ditempuh untuk menuju Kota Garut adalah sekitar 86 km dari PPP Cilauteureun, dan infrastruktur jalan cukup memadai. Kendaraan yang digunakan dalam mendistribusikan hasil tangkap biasanya merupakan kendaraan barang beroda empat.
77
Berdasarkan Keputusan Menteri No. 1 tahun 2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi, sarana distribusi hasil perikanan baik yang digunakan untuk hasil tangkapan maupun budidaya harus dijaga dalam keadaan bersih dan baik untuk menghindari kontaminasi dan kerusakan fisik, dan didesain agar mudah dibersihkan dan/atau disanitasi. Sarana berupa kendaraan pengangkut tidak digunakan untuk tujuan lain selain hasil perikanan yang dapat mengkontaminasi hasil perikanan. Bila pada saat yang sama sarana kendaraan yang digunakan juga untuk mengangkut produk
lain,
harus
dipisahkan
dan
dijamin
kebersihannya
agar
tidak
mengkontaminasi hasil perikanan. Sehingga pendistribusian hasil produksi yang diatur dalam undang-undang hanya terbatas pada kebersihan dan keamanan. 4.3
Analisis Peran Lembaga Berdasarkan Hasil Inventarisasi Peran lembaga pemerintah dalam mendukung pengelolaan perikanan sangatlah
diperlukan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia memiliki tugas pokok membuat kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan dalam rangka mengelola dan memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan. Beberapa kebijakan tersebut meliputi pengembangan kapasitas skala usaha nelayan, pembudidaya ikan dan pelaku usaha kelautan dan perikanan lainnya; memperkuat dan mengembangkan usaha perikanan tangkap nasional secara efisien, lestari, dan berbasis kerakyatan; dan mengembangkan industri penanganan dan pengolahan serta pemasaran hasil tangkapan. Hal tersebut di rangkum dan dijadikan perencanaan strategis jangka panjang demi mencapai visi Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu “Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015”. Rencana strategis tersebut memiliki arah kebijakan salah satunya adalah program pembangunan dan pengelolaan perikanan tangkap yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas perikanan tangkap dengan sasaran peningkatan hasil tangkapan dalam setiap upaya tangkap untuk kesejahteraan nelayan yang memiliki indicator salah satunya yaitu jumlah pendapatan nelayan pemilik dan buruh. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah pendapatan nelayan pemilik pada tahun 2010 adalah Rp. 1.769.220. Sedangkan jumlah pendapatan nelayan buruh pada tahun 2010 adalah Rp. 601.730. Namun 78
berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat tahun 2011, jumlah pendapatan nelayan pemilik dan buruh masing-masing adalah sebesar Rp. 1.292.728, - dan Rp. 287.273,-. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat memiliki tugas untuk merumuskan kebijaksanaan operasional dan eksploiting kelautan serta melaksanakan kewenangan desentralisasi provinsi dan kewenangan yang dilimpahkan Gubernur. Pemerintah provinsi Jawa Barat memiliki tahapan pembangunan jangka menengah untuk periode 2005 – 2008 mengenai perikanan dan kelautan yang salah satunya adalah pembangunan bisnis kelautan diarahakan pada pembenahan TPI/PPI, pembenahan sistem perikanan budidaya, pemberdayaan masyarakat pengolah/pengrajin ikan tradisional, peningkatan fungsi pelabuhan/pangkalan pendaratan ikan, pembuatan database kelautan, dan pembuatan tata ruang wilayah pesisir dan laut. Dan tahapan pembangunan jangka menengah periode 2008 – 2013 mengenai perikanan dan kelautan adalah pengembangan bisnis kelautan Jawa Barat pada tahap ini diarahkan pada pengembangan perikanan komersial di Pantai Selatan dan Pantai Utara, pengembangan usaha saran produksi, pengembangan usaha teknologi komunikasi kelautan, pengembangan jejaring usaha, pengembangan usaha pengolahan hasil serta penguatan pasar untuk industri hilir. Namun hingga tahun 2012, tidak semua tahapan pembangunan yang terdiri dari pembenahan TPI/PPI, pembenahan sistem perikanan budidaya, pemberdayaan masyarakat
pengolah/pengrajin
ikan
tradisional,
peningkatan
fungsi
pelabuhan/pangkalan pendaratan ikan, pembuatan database kelautan, dan pembuatan tata ruang wilayah pesisir dan laut tidak terimplementasikan dengan baik di PPP Cilauteureun. Sehingga pembangunan yang dilakukan di PPP Cilauteureun masih jauh tertinggal. Sedangkan Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Garut memiliki tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Pemerintah Kabupaten yang salah satunya di bidang perikanan dalam merumuskan kebijaksanaan operasional dan eksploiting kelautan serta melaksanakan kewenangan desentralisasi kabupaten dan kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati. Pemerintah Daerah pun memiliki tahapan pembangunan dalam meningkatkan pengelolaan perikanan di Kabupaten Garut. Tahapan tersebut terdiri dari rencana 79
jangka menengah tahun 2005 – 2009 dimana kebijakan arah pembangunan kelautan dan perikanan difokuskan kepada pemanfaatan dan pengolahan serta pemasaran hasil kelautan dan perikanan, peningkatan pengembangan pengelolaan sumberdaya kelautan, dan pengembangan usaha dan pemanfaatan sumberdaya kelautan. Sedangkan untuk tahun 2009 – 2014 kebijakan arah pembangunan kelautan dan perikanan Kabupaten Garut difokuskan kepada pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, pengembangan perikanan tangkap, pengembangan sistem penyuluhan, optimalisasi pengolahan dan pemasaran produksi perikanan, pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan.
80