PT. PERTAMINA EP - PPGM
3
BabRONA LINGKUNGAN HIDUP Sesuai dengan hasil telaahan kaitan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan jenis-jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi ANDAL. a) Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan, kebauan dan getaran; fisiografi dan geologi; hidrologi dan kualitas air; hidrooceonografi; ruang, lahan dan tanah serta transportasi. b) Komponen biologi meliputi biota darat dan biota air. c) Komponen sosial meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya d) Komponen
kesehatan masyarakat meliputi sanitasi lingkungan dan tingkat
kesehatan masyarakat.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-1
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.
GEOFISIK KIMIA
3.1.1. Iklim Menurut klasifikasi ikllim Schmidt dan Ferguson, daerah Banggai bertipe iklim B, dengan nisbah rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah (Q) adalah 5, atau termasuk wilayah cukup basah. Data curah hujan stasiun meterologi bandar Udara Bubung Luwuk menunjukkan bahwa musim hujan berlangsung dari bulan Maret sampai Juli dengan jumlah curah hujan berkisar dari 115 mm pada bulan Mei sampai 169 pada bulan Juli. Musim kemarau berlangsung dari bulan Agustus sampai Februari, dengan curah hujan berkisar dari 41 mm pada bulan Oktober sampai 85 mm pada bulan Desember. Hujan rata tahunan daerah penelitian adalah sebesar 1856,6 mm/tahun, seperti disajikan pada Tabel 3.1. o
o
Suhu udara rata-rata bulanan berkisar dari 25,9 C pada bulan Juli sampai 28,3 C pada bulan November. Suhu udara maksimum terendah 28,9 oC pada bulan Juli dan yang tertinggi 30,0 o C pada bulan Maret. Suhu udara berkisar dari 22,9 o C pada bulan Juli sampai 24,5 oC pada bulan Februari.
Wilayah studi merupakan daerah pesisir sehingga kelembaban nisbi udara cenderung tinggi. Kelelbaban udara rata-rata bulanan berkisar dari 73% pada bulan oktober yang bertepatan dengan musim kemarau sampai 81% pada bulan Juni dan Juli yang bertepatan dengan musim hujan.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-2
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.1. Hujan Rata Bulanan dan Tahunan Wilayah Studi Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Jumlah
1995
42.3
67.2
58.9
145.9
253.8
631.1
746.5
927.5
22.1
36.8
96.7
105.1
3134.0
1996
37.5
58.5
23.2
11.9
303.9
390.3
389.0
443.4
110.4
49.4
65.8
41.3
1924.7
1997
102.0
35.4
50.1
93.3
93.0
265.0
239.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
877.7
1998
0.0
0.0
27.3
69.5
103.0
340.2
173.3
0.0
85.6
33.7
60.3
26.4
919.3
1999
93.6
36.1
72.2
148.5
233.6
344.5
344.0
212.0
247.0
95.0
75.7
48.4
1950.5
2000
0.0
94.3
56.6
41.3
176.4
555.7
495.8
626.0
277.1
108.3
8.0
0.0
2439.6
2001
26.3
27.0
82.0
87.3
253.0
292.9
622.1
122.7
110.7
32.2
51.3
120.2
1827.7
2002
67.6
40.6
57.8
97.6
199.4
776.3
358.1
109.0
0.0
0.0
7.8
95.1
1809.5
2003
61.7
42.0
0.0
233.3
114.7
269.6
523.1
239.0
56.8
3.2
31.5
100.6
1675.6
2004
18.9
83.4
27.5
81.6
195.3
667.5
638.1
16.1
178.3
0.0
67.2
33.6
2007.5
Rata-rata tahunan (Sumber data: St. Meteorologi Bandara Bubung Luwuk)
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-3
1856.6
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.2. Kualitas Udara dan Kebisingan 3.1.2.1. Kualitas udara Untuk dapat mengetahui kualitas udara di wilayah studi diperlukan penelitian tentang kandungan SO2 , CO, NO2 , Oksidan (O3 ), debu TSP, PM10, dan kebisingan di wilayah studi agar dapat diketahui kemungkinan terjadinya dampak terhadap rencana kegiatan tersebut.
Pengukuran lapangan untuk kualitas udara dan kebisingan dilakukan pada 12 lokasi (titik) dan hasilnya disajikan pada berikut.
Tabel 3.2. Lokasi Pengambilan Sampel Udara dan Kebisingan No.
Kode Lokasi A
Lokasi
Koordinat 51M UTM 0459960 9868722
1.
Kilang LNG Padang
2.
Kilang LNG Uso
B
0452733
9860862
3.
Sumur Minahaki (MHK-AA)
D
0424922
9839366
4.
Block Station Sukamaju
E
0430699
9849204
5.
Block Station Donggi
F
0418158
9829792
6.
Sumur Maleoraja (MLR-1)
G
0441848
9854068
7.
Block Station Matindok
H
0441232
9854564
8.
Jalur pipa BS Donggi – BS Matindok
J
0435108
9846652
9.
Jalur pipa di unit XII desa Tirtasari
K
0423358
9836670
10.
Jalur pipa di unit II desa Arga Kencana
L
0430323
9844042
11.
Jalur pipa di pesawahan Kintom
M
0446188
9856122
Sumber: Data Primer, 2007
Rekapitulasi hasil analisis kualitas udara rona lingkungan awal sekitar lokasi rencana kegiatan, disajikan pada Tabel 3.4 dan Tabel 3.6.
Dari tabel-tabel tersebut terlihat bahwa kondisi
semua parameter kualitas udara ambien dan kebisingan di sekitar wilayah studi mempunyai angka di bawah baku mutu lingkungan.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-4
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Parameter yang diteliti, cara pengambilan sampel, dan metode analisis setiap parameter dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Kebisingan. Pengolahan data hasil analisis laboratorium, dilakukan dengan mengacu pada Kep.Ka. BAPEDAL No. Kep-107/KABAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan serta ISPU.
Hasil perhitungan ISPU dikonversi menjadi skala kualitas lingkungan yang mencerminkan kondisi rona lingkungan awal. Konversi ISPU menjadi skala kualitas lingkungan disajikan pada Tabel 3.3. Skala Kualitas Lingkungan (SKL) digunakan untuk memprakirakan besarnya dampak rencana kegiatan terhadap lingkungan hidup disekitarnya. Tabel 3.3. Konversi ISPU menjadi Skala Kualitas Lingkungan
Baik
Skala Kualitas Lingkungan 5
Sangat baik
51 – 100
Sedang
4
Baik
101 – 199
Tidak sehat
3
Jelek
200 – 299
Sangat tidak sehat
2
Sangat jelek
> 300
Berbahaya
1
Sangat jelek sekali
ISPU
Kategori
1 – 50
Kategori
Sementara itu kondisi kualitas udara ambien setiap lokasi pengambilan sampel dengan besaran skala kualitas lingkungan rona awal, disajikan pada Tabel 3.5.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-5
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.4. Data Kualitas Udara di Sekitar Wilayah Studi KODE LOKASI Parameter
Satuan
Sulfur Dioksida (SO2 )
Baku Mutu PP No.41 tahun 1999
A
B
C
D
E
F
G
H
J
K
L
M
μg/m3 (24 jam)
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
0,31
ttd
0,14
-
-
-
-
365
Karbon Monoksida (CO)
ppm (1 jam)
0
0
0
0
0
0-1
0
0
-
-
-
-
20
Nitrogen Oksida (NOx)
μg/m3 (24 jam)
2,42
1,93
0,65
0,32
2,01
3,86
3,23
2,74
-
-
-
-
150
PM10
μg/m3 (24 jam)
1,32
3,53
1,03
2,03
2,33
4,21
1,42
2,01
3,46
5,73
3,67
3,03
150
TSP (Debu)
μg/m3
38,4
65,92
32,64
32,00
13,08
33,92
20,80
21,76
26,56
70,16
33,28
28,16
230
Keterangan :
Sumber: Data Primer, 2007 ttd = tidak terdeteksi
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-6
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.5. Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara di Sekitar Rencana Kegiatan No
Lokasi
SKL
1. 2. 3.
Kilang LNG Padang Kilang LNG Uso Sumur Minahaki (MHK-AA)
5 5 5
4. 5.
Block Station Sukamaju Block Station Donggi Sumur Maleoraja (MLR-1) Block Station Matindok Jalur pipa BS Donggi – BS Matindok Jalur pipa di unit XII desa Tirtasari Jalur pipa di unit II desa Arga Kencana Jalur pipa di persawahan Kintom
5 5
6. 7. 8. 9. 10. 11.
5 5 5 4
Keterangan
Tingkat kualitas udara tidak berpengaruh pada kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan
5 5
Rekapitulasi hasil analisis kualitas udara yang mencerminkan kondisi rona lingkungan hidup awal di wilayah studi disajikan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Hasil Rekapitulasi Pengolahan Data Kualitas Lingkungan No
Lokasi
1.
Kilang LNG Padang
2.
Kilang LNG Uso
3.
Sumur Minahaki (MHK-AA)
Parameter Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida (CO) Nitrogen Oksida, NOx TSP (Debu) PM10 Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida (CO) Nitrogen Oksida, NOx TSP (Debu) PM10 Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida (CO) Nitrogen Oksida, NOx TSP (Debu) PM10
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Hasil Analisis ttd 0 2,42 38,4 1,32 ttd 0 1,93 65,92 3,53 ttd 0 0,32 32,00 2,03
BML
SKL 3
220 g/m 20 ppm 92,5 g/m3 260 g/m3 150 g/m3 220 g/m3 20 ppm 92,5 g/m3 260 g/m3 150 g/m3 220 g/m3 20 ppm 92,5 g/m3 260 g/m3 150 g/m3
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
III-7
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.6. Lanjutan No
4.
5.
6.
7.
8.
Lokasi
Parameter
Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida (CO) BS Sukamaju Nitrogen Oksida, NOx TSP (Debu) PM10 Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida (CO) BS Donggi Nitrogen Oksida, NOx TSP (Debu) PM10 Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida (CO) Sumur Maleoraja Nitrogen Oksida, NOx (MLR-1) TSP (Debu) PM10 Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida (CO) BS Matindok Nitrogen Oksida, NO x TSP (Debu) PM10 Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida (CO) Jalur pipa BS Donggi – Nitrogen Oksida, NOx BS Matindok TSP (Debu) PM10
9.
Jalur pipa di unit XII desa Tirtasari
10.
Jalur pipa di unit II desa Arga Kencana
11.
Jalur pipa di persawahan Kintom
Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida (CO) Nitrogen Oksida, NOx TSP (Debu) PM10 Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida (CO) Nitrogen Oksida, NOx TSP (Debu) PM10 Sulfur Dioksida (SO 2) Karbon Monoksida (CO) Nitrogen Oksida, NOx TSP (Debu) PM10
Hasil Analisis ttd 0 2,01 13,08 2,33 0,31 0-1 3,86 33,92 4,21 ttd 0 3,23 20,8 1,42 0,14 0 2,74 21.76 2,01 26,56 3,46 70,16 5,73 33,28 3,67 28,16 3,03
BML
SKL
220 g/m3 20 ppm 92,5 g/m3 260 g/m3 150 g/m3 220 g/m3 20 ppm 92,5 g/m3 260 g/m3 150 g/m3 220 g/m3 20 ppm 92,5 g/m3 260 g/m3 150 g/m3 220 g/m3 20 ppm 92,5 g/m3 260 g/m3 150 g/m3 220 g/m3 20 ppm 92,5 g/m3 260 g/m3 150 g/m3
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
220 g/m3 20 ppm 92,5 g/m3 260 g/m3 150 g/m3 220 g/m3 20 ppm 92,5 g/m3 260 g/m3 150 g/m3 220 g/m3 20 ppm 92,5 g/m3 260 g/m3 150 g/m3
4 5 5 5 5 5
Sumber : Analisis Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-8
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.2.2. Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan suatu lokasi menunjukkan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan desibel atau disingkat dengan notasi dB(A). Lokasi pengambilan sampel tingkat kebisingan sama dengan lokasi pengambilan sampel kualitas udara. Cara pengukuran dengan menggunakan alat Sound Level Meter, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingan berpedoman pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Hasil pengukuran tingkat kebisingan, disajikan pada Tabel 3.7. Tabel 3.7. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan No
Lokasi
1. 2. 3.
Kilang LNG Padang Kilang LNG Uso Sumur Minahaki (MHK-AA) 4. BS Sukamaju 5. BS Donggi 6. Sumur Maleoraja (MLR-1) 7. BS Matindok 8. Jalur pipa BS Donggi – BS Matindok 9. Jalur pipa di Unit XII Desa Tirtasari 10. Jalur pipa di Unit II Desa Arga Kencana 11. Jalur pipa di persawahan Kintom
Tingkat Kebisingan dB(A) 60,1 64,3 49,6
BML
SKL
Keterangan lokasi
70 70 70
4 4 5
Pinggir laut Pinggir laut, dekat pemukiman Area ladang
38,7 50,6 48,3
70 70 70
5 5 5
Hutan Persawahan Hutan
38,6
55
5
Hutan
51,3
55
5
± 200 m dari jalan utama
39,1
55
5
Hutan rakyat
56,0
55
5
Pinggir jalan utama, pemukiman
40,3
55
5
Persawahan
Sumber: Data Primer, 2007
Lokasi pengukuran kebisingan dilakukan pada jarak 25 meter dari permukiman terdekat. Dari hasil pengukuran yang disajikan pada tabel tersebut di atas terlihat semua lokasi tingkat kebisingan tidak melebihi ambang batas baku tingkat kebisingan dan secara umum kondisinya sangat baik dan baik atau memiliki skala kualitas lingkungan = 5 dan 4.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-9
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.3. Fisiografi dan Geologi Fisiograi daerah penelitian merupakan daerah dataran pantai yang memanjang dari Batui di barat daya sampai dengan Kanohan di timur laut, dengan lebar dataran pantai antara 100 meter sampai dengan 1000 meter, terutama pada Tanjung Maoloh dan Tanjung Mondono, dan dengan Selat Peleng di timur serta daerah perbukitan yang sejajar dengan garis pantai di barat dengan ketinggian antara 50 – 450 meter. Kelerengan daerah ini berkisar antara 5o di daerah datar – 40o di daerah perbukitan. Sistem aliran sungai di daerah penelitian hampir seluruhnya paralel – sub paralel yang bermuara di Selat Peleng dengan aliran sungainya yang bersifat perenial atau airnya mengalir sepanjang tahun, seperti Sungai Batui, Sungai Tangkiang, Kali Kintom, Kali Mondono, dan Kali Nambu, dan ada juga yang intermiten, yaitu kali-kali yang tak bernama dengan panjang kurang dari 3 km. Pelapukan di daerah penelitian cukup intensif, terutama pada Formasi Kintom (Tmpk) dan Formasi Bongka (Tmpb) yang ketebalan soilnya mencapai 3 m. Stratigrafi daerah penelitian, terdiri atas (dari yang berumur tua ke yang berumur muda): Formasi Nambo (Jnm), Formasi Salodik (Tems), Formasi Poh (Tomp), Formasi Bongka (Tmpb), Formasi Kintom (Tmpk), Satuan Terumbu Koral (Ql), dan Satuan Aluvium (Qa). Formasi Nambo (Jnm) tersusun oleh napal pasiran dan napal yang mengandung fosil Belemnit, menandakan umur Jura. Formasi ini tersingkap di daerah timur laut daerah penelitian, di sebelah timur desa Babang, diantara formasi-formasi yang berumur Mio-Pliosen. Formasi Salodik (Tems) tersusun oleh batugamping dengan sisipan napal yang berumur Eosen. Formasi ini tersingkap lebih kurang 15-an km dari garis pantai pada daerah perbukitan dengan ketinggian lebih dari 450 meter di atas permukaan laut. Di dunia perminyakan formasi ini dikatakan sebagai Group Salodik. Formasi Poh (Tomp) terdiri atas napal bersisipan batugamping yang berumur Oligocene dan formasi ini tersingkap di sebelah barat Formasi Salodik dengan batas struktur. Formasi Bongka (Tmpb) tersusun oleh konglomerat, batupasir, batulanau, napal dan batugamping
yang berumur Miosen Atas – Pliosen. Formasi ini tersingkap di sebelah barat
Kintom, Mondono dan Hoombola, pada daerah perbukitan dengan ketinggian 50 meter sampai dengan 500 meter.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-10
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Formasi Kintom (Tmpk) atau sering disebut sebagai Formasi Batui, tersusun oleh batugamping koral dengan sisipan napal dan batupasir yang berdasarkan kehadiran fosil Globigerinoides
extremus maka formasi ini berumur Miosen Atas – Pliosen Awal. Formasi Kintom tersingkap di bagian barat Formasi Bongka, pada elevasi yang relatif lebih tinggi dibanding singkapan Formasi Bongka. Satuan Terumbu Koral (Ql) terdiri atas terumbu koral dengan sisipan napal yang berumur Kuarter. Satuan ini terdapat di sepanjang pantai di sebelah utara Batui, sedangkan di selatan Batui terumbu koral (sekarang) tumbuh di lepas pantai. Satuan Aluvium (Qa) terdiri atas lempung, pasir dan kerakal yang berumur Kuarter. Satuan ini tersingkap terutama di selatan Batui, sedangkan di utara Batui tersingkap setempat-setempat. Di Sungai Batui dijumpai endapan teras yang mencapai ketinggian hingga 30 meter. Hal ini menandakan bahwa di sebelah utara Batui telah terjadi pengangkatan yang lebih intensif di banding di daerah selatan Batui. Mungkin pengangkatan terjadi karena tumbukan antara pulau Sulawesi dengan Pulau Pelang yang merupakan bagian dari kontinen mikro Banggai-Sula.
Struktur geologi daerah penelitian ditandai dengan pengangkatan akibat tumbukan antara Pulau Sulawesi dengan kontinen mikro Banggai-Sula dari sebelah timur. Struktur geologi yang berada di lengan timur Pulau Sulawesi terutama sesar naik, sesar dan perlipatan yang sejajar dengan arah pantai di samping terdapat beberapa sesar geser yang menyilang terhadap garis pantai. Secara garis besar, sesar-sesar ataupun perlipatan tersebut akan tampak jelas pada Formasi Bongka atau formasi-formasi yang lebih tua tetapi tidak begitu tampak pada Satuan Terumbu Koral ataupun Satuan Aluvium yang berumur Kuarter. Sesar-sesar tersebut hanya diduga dari kelurusan-kelurusan yang terdapat pada citra Landsat ataupun dari foto udara. Di lapangan tampak sebagai sesar-sesar minor saja. Karena sesar-sesar tersebut memotong endapan Kuarter, maka diduga bahwa sesar-sesar tersebut masih aktif.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-11
PT. PERTAMINA EP - PPGM
AMBIL DI FILE GB 3.1.
Gambar 3.1. Peta Geologi Daerah Batui dan sekitarnya (diambil dari Surono dkk., 1993)
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-12
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Kegempaan dan Kemungkinan Tsunami Seperti di wilayah Indonesia yang lain dan dari peta kegempaan (seismicity) sejak tahun 1900, wilayah Sulawesi terdapat jalur kegempaan yang cukup padat terutama di sepanjang jalur sesar Palu-Koro, sesar Matano, tetapi boleh dikatakan tidak terdapat pada daerah Batui ke timur laut (lihat Gambar 3.2. Peta Kegempaan untuk magnitudo > 5 skala Richter). Mungkin di daerah tersebut pernah terjadi gempabumi dengan magnitudo < 5 skala Richter mengingat di daerah tersebut dijumpai sesar-sesar minor.
Tsunami bisa terjadi jika terdapat gempabumi dangkal (pada kedalaman antara 0-33 km) di dasar laut dengan magnitudo > 6,5 skala Richter dan mekanisme fokalnya menunjukkan telah terjadi sesar naik ataupun turun. Jika sudut kemiringan sesar naik ataupun turun kecil, maka kemungkinan tsunami terjadi juga semakin kecil, karena efek perubahan volume air laut juga semakin kecil. Mengingat gempabumi yang terjadi bermagnitudo < 5 skala Richter, maka kemungkinan terjadi tsunami kecil, walaupun daerah tersebut termasuk daerah rawan tsunami (Badan Geologi, 2007).
Untuk kepentingan struktur bangunan di Indonesia telah disusun peta zonasi seismik (gempabumi) (Gambar 3.3) berdasarkan akselerasi gelombang gempanya pada batuan induk (SNI-1726-2002). Zona seismik di Indonesia yang terdiri dari 6 zona, zona 1 yang terrendah dan zona 6 adalah zona yang tertinggi. Daerah lengan timur Sulawesi termasuk di dalam zona 6 dengan nilai akselerasi = 0,30 g. Jika kilang akan dibangun di daerah datar yang terdiri dari Satuan Aluvium yang cukup tebal, maka nilai akselerasi yang aman untuk suatu bangunan adalah = 0,36 ( Peak ground acceleration untuk medium soil). Tetapi menurut peta terbaru yang diterbitkan oleh Badan Geologi pada tahun 2007, daerah Teluk Pelang di antara Batui dan Luwuk termasuk wilayah dengan akselerasi = 0,20 g dan jika terdapat pada Satuan Aluvium yang cukup tebal maka nilai akselerasi yang aman adalah = 0,28 g.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-13
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Ambil File GB 3.2.
Gambar 3.2. Peta Kegempaan Pulau Sulawesi sejak Tahun 1900 (USGS-NIEC, 2003)
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-14
PT. PERTAMINA EP - PPGM
AMBIL FILE GB 3.3. Gambar 3.3. Peta Zonasi Seismik di Indonesia (SNI-1726-2002)
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-15
PT. PERTAMINA EP - PPGM
1. Kondisi Geologi pada Rencana Jalur Pipa Secara umum rencana jalur pipa berada pada morfologi pantai dimana ketinggiannya tidak berbeda jauh dengan ketinggian muka air laut, namun ada beberapa ruas yang lokasinya sangat dekat dengan perbukitan. Satuan batuan di wilayah ini antara lain adalah satuan batupasir, satuan konglomerat, satuan batugamping-konglomerat karbonatan dan endapan pasir lempungan. Sedangkan struktur geologi yang dijumpai pada rencana jalur pipa ini terdiri atas sesar-sesar minor yang secara umum berarah barat laut-tenggara. Di daerah Batui (km 57), rencana jalur pipa akan melewati singkapan dimana pada bagian atas merupakan tanah lapukan setebal 0,5 meter, kemudian pada bagian bawah batugamping konglomeratan dengan tebal 1,5 meter, kemudian batu pasir dengan tebal lebih dari 1,5 meter. Batugamping konglomeratan berwarna putih kecoklatan, ukuran butir kerikil – kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 – 20 cm terdiri dari koral (5 – 20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm – 1 cm). Sedangkan batupasir berwarna putih kecoklatan dan bersifat non karbonatan. Selanjutnya
jalur
pipa
di
daerah
Kasambang
melewati
singkapan
batugamping
konglomeratan setebal 5,80 meter di km 53 dengan sisipan paleosoil. warna putih kecoklatan, ukuran butir kerikil–kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 – 20 cm terdiri dari koral (5 -20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm – 1 cm). Makin ke atas fragmen makin dominan dan berubah menjadi paleosoil. Sementara ke arah utara makin banyak dijumpai fosil jejak. Paleosoil warna coklat kehitaman, ukuran butir lempungpasir, tebal 30 cm. Sedangkan pada km 50 jalur pipa akan melewati singkapan batugamping dengan warna lapuk abu-abu cerah, warna segar putih kecoklatan, ukuran butir pasir, grainsupported, tersemenkan kuat (grainstone), mengalami karstifikasi lanjut dengan tebal singkapan 8m. Pada satu meter bagian atas mengalami pelarutan yang paling tinggi. Pada barat jalan Batui - Kintom, ± 700 m dari tugu km 42 ke arah Luwuk rencana jalur pipa melewati singkapan batugamping pada tebing setebal 12 -15 m. Pada bagian bawah (±3 m) dan atas (9 m), tersusun oleh batugamping warna putih, ukuran butir 2 mm – 8 cm, fragmen dominan forambesar, gastropoda , pelecypoda dan pecahan koral (rudstone). Di antaranya tersusun oleh batugamping setebal 3 m, warna putih, ukuran butir 2 mm – 20 cm dan tersusun oleh tubuh utuh koral berbentuk bulat (framestone ).
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-16
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Kondisi geologi regional daerah Batui dan sekitarnya (Lampiran 5) yang memungkinkan terjadinya gempabumi. Untuk mengurangi kerusakan akibat adanya gempa tersebut, pembangunan jaringan pipa akan dilakukan pada struktur yang lentur sehingga dapat mengakomodasi adanya getaran yang ditimbulkan dari gempa tersebut. Selain itu rencana peletakan pipa juga mempertimbangkan jalur patahan sesar yang ada di wilayah itu (Lampiran 5). 2. Kondisi Geologi pada Rencana Lokasi Kilang a. Rencana Lokasi Kilang di Kawasan Uso Terletak di sebelah barat jalan Batui-Luwuk (0464548; 9874633). Morfologi hampir sama dengan kondisi di Desa Solan yakni berupa dataran aluvial pantai lebar kurang lebih 750 m. Dataran aluvial pantai ini tersusun atas endapan aluvial dan koluvial yang berasal dari daerah perbukitan di sebelah baratnya. Material penyusun bentuklahan ini pada umumnya terdiri dari pasir lempungan dengan warna coklat kehitaman, ukuran butir lempung-pasir, dengan fragmen batuan penyusunnya berasal dari rombakan batuan beku dan metamorf, dan tidak mengandung gamping. Ke arah pantai endapan berubah menjadi kerakal dengan komposisi rombakan batuan andesit, kuarsit, serpentinit dan gabro. Topografi datar, dan dijumpai muka air tanah sangat dangkal yakni sekitar 3,5 m dari permukaan tanah. Berdasarkan pengamatan dari sumur penduduk, pada kedalaman ± 2,6 m dijumpai lapisan konglomerat, dengan ukuran butir kerikil sampai kerakal. Ketinggian lokasi berkisar 1 – 15 m dari permukaan laut. Geologi dan litologi yang berupa pasir kerikil agak kompak ini pada umumnya mempunyai nilai daya dukung berkisar antara 200-400 kg/m 2. Daerah ini cukup untuk pendirian lokasi LNG. Dengan kondisi dan data tersebut dapat diperkirakan berapa beban konstruksi yang masih dapat diterima oleh batuan. Perlu dipertimbangkan sistem pembangunan konstruksi pada daerah ini, misal dengan menggunakan pondsi tapak ataupun pondasi rakit. Hal ini untuk mengantisipasi adanya penurunan akibat pemadatan (compaction) dalam jangka panjang yang akan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan serius atau mempengaruhi fungsi struktur. Daerah rencana tapak LNG ini termasuk daerah yang rawan bencana tsunami, sehingga perlu diperhatikan tindakan preventif dan antipasinya.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-17
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Mengingat daerah yang datar dan elevasi rendah, penimbunan tanah ( land fill) dapat dilakukan di daerah ini untuk meninggikan elevasi permukaan tanah, sehingga mengurangi resiko terlanda banjir dari sungai maupun dari pasang air dari laut. Bangunan penahan pasang air laut ataupun tsunami perlu dibangun mengingat jarak lokasi ini dari pantai dekat. b. Rencana Lokasi Kilang di Desa Padang Calon lokasi kilang ini di sekitar 200 meter ke arah barat dari tugu km 47 mengikuti aliran sungai (0456009; 9862490) berada pada teras sungai berupa endapan konglomerat – batupasir yang belum kompak. Konglomerat berwarna abu-abu putih, struktur gradasi normal, memotong lapisan batupasir-konglomerat di bagian bawahnya, ukuran butir 2 mm – 10 cm, rounded, kemas tertutup, tersusun atas kuarsit, batuan beku dan karbonat/batugamping. Batupasir warna coklat, ukuran pasir sedang-kasar,
rounded, non karbonatan. Pada tubuh sungai terdapat endapan berukuran kerakal. Selain itu pada daerah ± 400 meter dari tugu km 47 ke arah utara dijumpai kontak morfologi dataran dengan perbukitan (0456369; 9862435). Pada dataran tersusun oleh endapan pasir warna coklat kehitaman berukuran dominan pasir sedang-kasar, tersusun oleh fragmen batuan beku dan metamorf. Pada pantai endapan berubah menjadi endapan kerakal. Lebar dataran ± 80 meter, makin ke arah selatan lebar dataran < 80 o
meter. Perbukitan dengan tinggi 5 – 15 meter dan slope 20 – 30 tersusun oleh lempung pasiran dengan fragmen batugamping berukuran 2 – 20 cm. Batugamping berupa packstone, grainstone, dan rudstone atau framestone yang telah mengalami pelarutan intensif. Selain itu dibeberapa tempat dapat teramati batugamping konglomeratan dengan warna coklat muda, struktur gradasi normal walau tidak tegas, ukuran butir matrik pasir dan fragmen 2 – cm. Di sekitar tugu perbatasan Kintom-Batui (0458817;9863580) pada tepi barat jalan BatuiLuwuk dijumpai singkapan batugamping warna putih, tersusun oleh massa dasar berukuran pasir dan fragmen > pasir (tersusun oleh koral yang dominan berbentuk o
o
nodular). Batugamping sudah mengalami karsifikasi intensif. Strike/dip N 68 E/9 , o
o
jumpai pula adanya kekar dengan arah 80 /195 dan 80 /46. Distribusi keruangan formasi geologi daerah penelitian selengkapnya disajikan pada Peta Geologi Lampiran 5.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-18
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.4. Hidrologi Pada wilayah studi terdapat beberapa sungai besar yang mengalir sepanjang tahun berurutan dari barat daya ke timur laut yaitu S. Toili, S. Sinorang, S. Kayowa/Matindok, S. Bakung, S. Batui, S. Omolu, S. Tangkiang dan S. Kintom. Semua sungai mengalir kea rah barat laut menuju muaranya di tenggara. Selain sungai-sungai tersebut terdapat juga sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari sungai besar atau sungai sendiri yang bermuara langsung ke laut seperti S. Bakiriang. Sedikit dijumpai rwa permanen kecuali rawa belakang (back swamp) di Suaka Margasatwa Bakiriang. Sistem drainase dan jaringan irigasi persawahan di Kecamatan batui dan Toili teratur dan tertata dengan baik, bahkan jaringan atau saluran-saluran irigai tersier dibangun sesuai dengan aturan irigasi teknis dan setengah teknis. Pada perbukitan dan pegunungan diantara Kecamatan Batui, Toili dan Toili Barat dapat diperoleh air bawah tanah yang cukup dengan kedalam aquifer diperkirakan tidak terlalu dalam (shallow groundwater). Wujud sumberdaya air tersebut adalah pada atau hamparan lahan sawah yang sangat luas dengan irigasi teknis di dataran dan pelelbaban di ketiga kecamatan tersebut.
3.1.4.1. Kualitas Air Kualitas air yang diamati adalah kualitas air laut, kualitas air sungai dan kualitas airtanah di sekitar wilayah studi. Data kualitas air laut diambil dari 6 titik (lokasi) sampling, kualitas air sungai diambil dari 6 titik (lokasi) sampling dan kualitas airtanah diambil dari 3 titik (lokasi) sampling pada daerah sekitar rencana kegiatan. Parameter yang dianalisis meliputi: Parameter yang langsung diukur di lapangan (in situ measurement), yaitu pH, suhu, DO. Parameter yang diukur di laboratorium seperti COD, BOD, kesadahan, klorida, nitrat, nitrit, sulfida, amoniak, serta logam-logam Berikut ini disajikan hasil analisis kualitas air yang meliputi kualitas air tanah, air laut dan air sungai. A. Kualitas airtanah Untuk mengetahui kualitas airtanah (air sumur) yang dipakai penduduk di sekitar lokasi rencana kegiatan, maka dilakukan pengukuran terhadap kualitas air sumur. Jumlah pengambilan sampel airtanah dilakukan sebanyak 3 titik/lokasi (ASP-1, ASP-2 dan ASP-3). Lokasi pengambilan sampel dan hasil pengukuran disajikan pada Tabel 3.8.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-19
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Cara pengukuran dan perhitungan kualitas airtanah mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Men.Kes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih. Tabel 3.8. Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Air Sumur No.
Parameter
Satuan
*)
Baku Mutu
ASP-1
Lokasi ASP-2
ASP-3
1
Bau
-
Tak berbau
Tak berbau
Tak berbau
Tak berbau
2
Rasa
-
Tak berasa
Tak berasa
Tak berasa
Tak berasa
3
Suhu
°C
Suhu udara 3 oC
27,5
28
27,5
4
pH
mg/L
6,5-9,0
8,75
8,58
8,56
5
Warna
Skala TCU
50
5
7,5
5,0
6
Kekeruhan
Skala NTU
25
0,139
0,238
0,217
7
Besi (Fe)
mg/L
1,0
0,009
0,002
0,002
8
Kesadahan (CaCO3)
mg/L
500
256,10
214,73
226,55
-
Flourida (F )
mg/L
1,5
0,348
0,409
0,409
10 Klorida (Cl -)
mg/L
600
15,74
23,61
31,48
11 Mangan (Mn)
mg/L
0,5
0,182
0,001
0,002
12 Nitrat/NO3 - (sbg N)
mg/L
10
0,144
0,280
0,234
13 Nitrit/NO2 (sbg N)
mg/L
1,0
0,007
0,023
0,006
14 Sulfat
mg/L
400
5,745
9,38
30,422
15 Zat Organik (KMnO 4 )
mg/L
10
4,79
7,03
6,12
9
-
Keterangan: ASP-1 ASP-2 ASP-3 *)
Air Sumur P. Sutrisno, Unit II Ds. Arga Kencana (Jalur pipa) Air Sumur P. Rahmat, Uso (LNG) Air Sumur P. Kades, Padang (LNG) Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990
Penduduk di beberapa lokasi penelitian menggunakan air sumur sebagai air bersih yang digunakan untuk memasak. Dari hasil analisis pada tabel tersebut di atas dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tidak ada parameter yang melebihi ambang batas baku mutu. Hasil analisis kualitas air tanah kemudian dikonversikan ke dalam skala kualitas lingkungan (SKL) yang disajikan pada Tabel 3.9.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-20
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.9. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Airtanah Kode Sampel
Lokasi
Parameter
Hasil Analisis
BML
SKL
Bau
Tak berbau
Tak berbau
5
Rasa
Tak berasa
Tak berasa
5
8,75
6,5-9,0
4
Kekeruhan
0,139 ppm
25 ppm
5
-
15,74 ppm
600 ppm
5
-
Nitrat/NO3 (sbg N)
0,144 ppm
10 ppm
5
Nitrit/NO2 - (sbg N)
0,007 ppm
1,0 ppm
5
Sulfat
5,745 ppm
400 ppm
5
Bau
Tak berbau
Tak berbau
5
Rasa
Tak berasa
Tak berasa
5
8,58
6,5-9,0
4
Kekeruhan
0,238 ppm
25 ppm
5
-
23,61 ppm
600 ppm
5
-
0,280 ppm
10 ppm
5
0,023 ppm
1,0 ppm
4
Sulfat
9,38 ppm
400 ppm
5
Bau
Tak berbau
Tak berbau
5
Rasa
Tak berasa
Tak berasa
5
8,56
6,5-9,0
4
Kekeruhan
0,217 ppm
25 ppm
5
-
Klorida (Cl )
31,48 ppm
600 ppm
5
Nitrat/NO3 - (sbg N)
0,234 ppm
10 ppm
5
0,006 ppm
1,0 ppm
5
30,422 ppm
400 ppm
5
pH ASP-1
Air Sumur P. Sutrisno, Unit II Ds. Arga Kencana (Jalur pipa)
Klorida (Cl )
pH ASP-2
Air Sumur P. Rahmat, Uso (LNG)
Klorida (Cl ) Nitrat/NO3 (sbg N) -
Nitrit/NO2 (sbg N)
pH ASP-3
Air Sumur P. Kades, Padang (LNG)
-
Nitrit/NO2 (sbg N) Sulfat Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-21
PT. PERTAMINA EP - PPGM
B. Kualitas air laut Untuk mengetahui kualitas air laut di sekitar lokasi wilayah studi, maka dilakukan pengukuran terhadap kualitas air laut. Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi kualitas air laut berpedoman pada Kep.Men.LH. No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan. Lokasi pengukuran lapangan untuk kualitas air laut yang dilakukan pada 6 lokasi (titik) disajikan pada Tabel 3.10. Hasil analisis kualitas air laut disajikan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.10. Lokasi Pengambilan Sampel Kualitas Air Laut Koordinat 51M UTM
No
Lokasi
Kode
Keterangan
1
Pelabuhan Khusus Padang–1
AL-1
0459678
9868600 Sebelah kanan rencana Pelabuhan Khusus Padang
2
Pelabuhan Khusus Padang–2
AL-2
0459660
9868722 Rencana Pelabuhan Khusus Padang
3
Pelabuhan Khusus Padang–3
AL-3
0459640
9869056 Sebelah kiri rencana Pelabuhan Khusus Padang
4
Pelabuhan Khusus Uso–1
AL-4
0452750
9860741 Sebelah kanan rencana Pelabuhan Khusus Uso
5
Pelabuhan Khusus Uso–2
AL-5
0452733
9860862 Rencana Pelabuhan Khusus Uso
6
Pelabuhan Khusus Uso–3
AL-6
0452711
9861195 Sebelah kiri rencana Pelabuhan Khusus Uso
Dari hasil analisis tersebut di atas, terlihat bahwa di semua lokasi pengambilan sampel air laut parameter sulfida, kadmium, tembaga dan timbal melebihi ambang batas baku mutu, kecuali untuk paramater sulfida di lokasi Pelabuhan Khusus Uso-2 dan parameter tembaga di kokasi Pelabuhan Khusus Uso-1. Untuk mendapatkan skala kualitas lingkungan, hasil analisis tersebut kemudian dikonversi terhadap pedoman skala kualitas lingkungan (Canter dan Hill 1979). Kondisi kualitas air laut selengkapnya disajikan pada Tabel 3.12.
Hasil
analisis kualitas air laut tersebut kemudian dikonversi kedalam skala kualitas lingkungan seperti yang tertera dalam tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-22
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.11. Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Air Laut No.
Parameter
Satuan
Baku Mutu
Lokasi AL- 1
AL-2
AL-3
AL-4
AL-5
AL-6
80
12,9
9,7
10,9
7,0
13,5
12,6
Alami
29,5
30,0
29,5
29,5
29,5
29,0
FISIKA : 1
Padatan Tersuspensi Total
mg/l o
2
Suhu
3
Kebauan
-
4
Sampah
-
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Lapisan Minyak
-
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
-
6,5-8,5
7,7
7,5
7,6
7,0
7,3
7,4
‰
Alami
34,5
34,2
34,6
30,2
28,9
29,9
5,4
5,2
5,0
5,1
5,3
5,5
5
C
Tdk Tdk Tdk Tdk Tdk Tdk Tdk berbau berbau berbau berbau berbau berbau berbau
KIMIA 1
pH
2
Salinitas
3
DO
mg/l
4
NH3
mg/l
0,3
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
5
H2 S
mg/l
0,03
0,084
0,328
0,247
0,198
0,019
0,166
6
Deterjen
mg/l
1
0,98
0,88
0,73
0,78
0,29
0,88
7
Minyak Lemak
mg/l
5
5,00
4,00
2,40
2,40
2,30
2,60
LOGAM TERLARUT 8
Cd
mg/l
0,01
0,115
0,119
0,101
0,097
0,103
0,099
9
Cu
mg/l
0,05
0,071
0,067
0,075
0,049
0,054
0,062
10
Pb
mg/l
0,05
0,424
0,517
0,517
0,363
0,363
0,301
11
Zn
mg/l
0,1
0,016
0,036
0,069
0,052
0,031
0,040
12
Hg
mg/l
0,003
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
Sumber : Data Primer, 2007 BM = Baku Mutu Air Laut (Kep.Men.LH. N0. 51 Tahun 2004 Lampiran III Untuk Biota Laut) Ttd = tidak terdeteksi
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-23
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.12. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Laut Kode Sampel
Lokasi
BML
SKL
Kadmium = 0,115
0,01 ppm
4
Tembaga = 0,071
0,05 ppm
4
Timbal = 0,424
0,05 ppm
4
Sulfida = 0,084
0,03 ppm
4
Kadmium = 0,119
0,01 ppm
4
Tembaga = 0,067
0,05 ppm
4
Timbal = 0,517
0,05 ppm
4
Sulfida = 0,328
0,03 ppm
4
Kadmium = 0,101
0,01 ppm
4
Tembaga = 0,075
0,05 ppm
4
Timbal = 0,517
0,05 ppm
4
Sulfida = 0,247
0,03 ppm
4
Kadmium = 0,097
0,01 ppm
4
Timbal = 0,363
0,05 ppm
4
Sulfida = 0,198
0,03 ppm
4
Kadmium = 0,103
0,01 ppm
4
Tembaga = 0,054
0,05 ppm
4
Timbal = 0,363
0,05 ppm
4
Kadmium = 0,099
0,01 ppm
4
Pelabuhan Khusus Uso- Tembaga = 0,062
Pelabuhan Khusus
AL-1
Padang – 1
Pelabuhan Khusus
AL-2
Padang – 2
Pelabuhan Khusus
AL-3
AL-4
AL-5
AL-5
Parameter yang melebihi BML
Padang – 3
Pelabuhan Khusus Uso1 Pelabuhan Khusus Uso2
3
0,05 ppm
4
Timbal = 0,301
0,05 ppm
4
Sulfida = 0,166
0,03 ppm
4
Sumber: Data Primer, 2007
C. Kualitas air sungai Untuk mengetahui kualitas air permukaan (air sungai) pada lokasi penelitian, maka dilakukan pengukuran terhadap kualitas air permukaan. Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi kualitas air sungai berpedoman pada Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Kep.Men LH No. 37 Tahun 2003 tentang Metode Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-24
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Pengambilan sampel air permukaan untuk penelitian ini dilakukan di sungai-sungai terdekat yang mungkin terpengaruh oleh kegiatan di BS, GPF, Kilang LNG, dan jalur pipa. Lokasi sampling air sungai disajikan pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13. Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai
No
Koordinat
Lokasi
51M
UTM
Kode
Keterangan
1
S. Santoa
0459028
9867862
AS-1
Padang – Tangkiang (LNG)
2
S. Kayowa
0446081
9851570
AS-2
Dekat GPF
3
S. Singkoyo
0424354
9039188
AS-3
Dekat BS Minahaki
4
Anak S. Tumpu
0430819
9849442
AS-4
Dekat BS Sukamaju
5
Anak. S. Singkoyo atas
AS-5
Dekat BS Maleoraja
6
S. Toili
AS-6
Jalur pipa
0429083
9844590
Hasil penelitian dibandingkan terhadap Kriteria Kualitas Air Kelas II, PP No. 82 Tahun 2001, disajikan dalam Tabel 3.14. Dari tabel tersebut kemudian untuk mendapatkan Skala Kualitas Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman Skala Kualitas Lingkungan menurut Canter dan Hill (1979). Analog dengan perhitungan kualitas udara, hanya dihitung skala kualitas lingkungan berdasar parameter yang tidak memenuhi baku mutu lingkungannya yang sesuai.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-25
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.14. Hasil Analisis Kualitas Air Permukaan/Air Sungai (sesuai PP No. 82 Tahun 2001 Kelas II) No
Parameter
1
pH
2
Suhu
3
Baku Mutu
Lokasi AS-1
AS-2
AS-3
AS-4
AS-5
AS-6
6-9
7
6,5
6,5
6,5
6,7
7,0
Deviasi 3
27,5
28,5
28,0
27,5
27,5
28,0
DO
4 mg/L
6,1
6,9
6,1
6,4
6,0
6,6
4
BOD
3 mg/L
0,2
0,4
0,1
1,3
1,1
0,6
5
COD
25 mg/L
1,1
2,5
0,5
8,1
5,0
2,2
6
Total fosfat
0,2 mg/L
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
7
NO 3
10 mg/L
1,64
2,12
1,30
1,01
4,61
1,84
8
Nitrit (NO 2)
0,06 mg/L
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
9
NH 3
-
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
10
Kobalt (Co)
0,2 mg/L
0,01
0,05
0,01
0,02
0,01
0,05
11
Barium (Ba)
-
ttd
1,60
ttd
ttd
1,20
ttd
12
Boron (Bo)
1 mg/L
<1
<1
<1
<1
<1
<1
13
Kadmium (Cd)
0,01 mg/L
Ttd
0,011
0,008
0,003
0,010
0,001
14
Khrom (VI)
0,05 mg/L
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
15
Tembaga (Cu)
0,02 mg/L
0,006
0,011
0,008
0,003
0,010
0,001
16
Besi (Fe)
-
0,01
Ttd
0,42
0,37
0,06
0,25
17
Timbal (Pb)
0,03 mg/L
ttd
ttd
ttd
ttd
0,024
ttd
18
Mangan (Mn)
-
0,027
0,031
0,047
0,127
0,039
0,015
19
Seng (Zn)
0,05 mg/L
0,04
0,02
0,02
0,02
0,03
0,02
20
Khlorida (Cl)
600 mg/L
21
81
26
41
25
23
21
Fluorida (F)
1,5 mg/L
0,09
0,11
0,10
0,17
0,08
0,05
22
Sulfat (SO 4 )
-
11
41
Ttd
18,4
Ttd
ttd
23
Minyak dan Lemak
ppm
2,60
1,70
2,60
2,20
2,50
2,40
Sumber : Data primer, 2007
Dari tabel di atas terlihat bahwa kondisi semua sungai masih dibawah baku mutu, hanya parameter minyakk dan lemak di semua sungai melebihi baku mutu lingkungan kualitas air permukaan kelas II sesuai dengan PP No.82 tahun 2001. Dengan demikian, keenam sungai yang diteliti mempunyai Skala Kualitas Lingkungan (SKL) = 4.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-26
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.4.2. Kuantitas Air A. Kuantitas/debit air sungai Terkait dengan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan proyek pengembangan gas matindok yang cukup besar, perlu kiranya dikaji mengenai ketersediaan air permukaan, dalam hal ini debit air sungai yang ada di daerah penelitian. Dari data sekunder yang ada (BAPPEDA Kabupaten Banggai, 2006), beberapa sungai besar dengan data debit sesaat yang berada di wilayah penelitian, adalah: Sungai Singkoyo (64 m 3/dtk), Sungai Mansahang 3
3
3
(41 m /dtk), Sungai Toili (40 m /dtk), Sungai Batui (85,2 m /dtk), Sungai Sinorang 3
3
3
(24 m /dtk), Sungai Mendono (60 m /dtk), Sungai Tangkiang (60 m /dtk). Debit keseluruhan sungai-sungai tersebut diperkirakan sekitar 1.895,78 x 10 6m3 /tahun. Sungaisungai tersebut nantinya akan terpotong oleh rencana kegiatan pemasangan jalur pipa maupun rencana pembangunan kilang LNG. Pada saat penelitian dilakukan dengan kondisi land cover di upper cathment area sebagai kawasan hutan, sifat semua aliran sungai tersebut adalah permanen dengan debit harian yang tinggi. Dari sekian banyak sungai di daerah penelitian, data debit yang dipantau secara periodik adalah Sungai Batui. Data yang digunakan berupa data hasil pengukuran dan pencatatan tinggi muka air sungai serta perhitungan yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995-2004. Luas daerah aliran sungai Batui sekitar 240 km 2. Penentuan besarnya debit aliran sungai didasarkan pada hasil perhitungan persamaan garis lengkung (rating curve) Q = 50,978(H-0.010)2,750 yang diperoleh dari perhitungan lengkung aliran (rating curve) mulai dari hasil pencatatan debit 1990 sampai dengan 2004. Tabel 3.15 menyajikan hasil perhitungan debit aliran Sungai Batui yang diukur dikampung Sambang 57 km dari kota Luwuk
kejurusan Toili.
Lokasi stasiun 0
pencatat tinggi muka air otomatis (AWLR) tersebut terletak pada koordinat 01 14’29’’S, o
122 31’00’’BT.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-27
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.15. Debit Harian Rata-rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai Bulan
Debit aliran (m3/detik) 1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Januari
25.30
36.60
10.00
5.17
5.23
5.05
14.80
7.46
16.82
41.67
Februari
31.40
33.30
11.10
2.32
6.20
7.75
6.27
5.33
14.77
26.83
Maret
29.84
25.20
18.00
3.72
10.45
9.16
9.15
18.24
17.82
27.79
April
40.57
36.40
24.70
11.30
14.70
15.40
14.70
13.64
20.30
55.71
Mei
51.30
54.60
15.10
25.60
30.30
16.60
15.50
24.64
21.17
58.43
Juni
47.55
86.70
28.80
33.50
42.80
69.50
14.20
44.67
57.00
73.82
Juli
50.23
64.70
78.80
26.70
10.90
59.50
11.09
19.34
62.67
192.91
Agustus
30.33
87.20
7.72
61.20
17.60
17.40
10.56
3.35
66.00
26.65
September
25.99
30.60
3.76
15.40
7.32
7.57
7.54
1.56
41.60
77.31
Oktober
20.50
36.30
2.62
9.77
10.50
9.78
5.12
0.15
23.27
9.19
Nopember
48.30
22.80
2.38
6.40
15.98
13.10
8.77
1.38
40.22
9.27
Desember
30.27
17.70
12.50
6.64
19.30
15.76
5.13
2.33
42.22
23.23
Jumlah
431.58
532.1
142.09
423.86
622.81
Rt Hrn
35.97
44.34
11.84
35.32
51.90
215.48 207.72 191.28 246.57 122.83 17.96
17.31
15.94
20.55
10.24
Sumber: Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995-2004
Kebutuhan air untuk kegiatan uji hidrostatik sekitar 20.000 m3 . Apabila diperhitungkan dari debit sungai Batui rata-rata harian saja maka akan diperoleh debit sungai sebesar 3
94.093 m /hari. Dengan melihat cadangan kuantitas (debit) air sungai tersebut, maka 3
apabila pelaksanaan uji hidrostatik menggunakan air sungai sebesar 20.000 m dan hanya 3
3
sekali, pemboran sumur (420 m /sumur), operasional BS (@BS membutuhkan 25 m /hari 3
2 BS membutuhkan 50 m /hari)), maka sangat klebil pengaruhnya terhadap penurunan debit sungai. Apalagi dalam pengambilan dan pemanfaata air tersebut memperhatikan kondisi debit sungai saat aliran stabil dan dilakukan diwaktu musim penghujan. Dengan demikian dapat dikatagorikan bahwa kualitas lingkungan dari segi kuantitas air sungai adalah sangat baik (skala 5).
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-28
PT. PERTAMINA EP - PPGM
B. Debit aliran permukaan Besarnya debit aliran permukaan ( run-off) dihitung dengan menggunakan rumus empiris seperti disajikan berikut ini. Besarnya debit air permukaan Q = 0,0028 C.I.A Catatan :
Q = debit aliran permukaan (m 3/detik) C = koefisien aliranpermukaan I = intensites hujan (mm/jam) A = luas daerah (Ha)
Dengan menggunakan rumus empiris tersebut diperlukan adanya data tentang penggunaan lahan daeah penelitian yang akan menentukan besarnya koefisien aliran permukaan. Tabel 3.16 berikut menyajikan berbagai penggunaan lahan didaerah penelitian beserta luas masing-masing penggunkaan lahan, koefisien aliran permukaan masing-masing jenis penggnaan lahan dan koefisiein rata-rata daerah penelitian. Tabel 3.16. Koefisien Aliran Permukaan No
Penggunaan Lahan
1
Belukar
2
Permukiman
3
Hutan
4
Luas (Ha) (A)
C.
C*A
1908.21
0.21
400.7241
1871
0.4
748.4
17,094.65
0.1
1709.465
Perkebunan
4,385.02
0.29
1271.6558
5
Sawah
8,895.36
0.18
1601.1648
6
Sawah tadah hujan
1,373.57
0.22
302.1854
7
Tegalan
7,196.87
0.29
2087.0923
8
Hutan suakat
271.5
0.1
27.15
Total
42996.18
C rata-rata timbang
0.189501
8147.8374
Berdasarkan pada nilai masing-masing koefisien aliran permukaan dari masing-masing penggunaan lahan beserta luasnya, maka dapat dihitung besarnya koefisien aliran permukaan yakni 0,189501.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-29
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Dengan diketahui data tentang : Koefisien aliran permukaan rata-rata
(C) = 0,18951
Dengan diketahui Luas daerah Penelitian
(A) = 42.996,18 Ha.
Intensitas hujan + 1856,6 mm/tahun atau (I) = 2,1488 mm/jam Besarnya debit air permukaan
Q
= 0,0028 C.I.A = 0,0028 * 0,189501 * 42996,18 = 22,8134 m3/detik
Perubahan debit air permukaan akibat pembukaan lahan dan pematangan lahan untuk berbagai kegiatan, diperkirakan akan terjadi penambaha debit aliran permukaan. Luas daerah yang akan dibuka untuk lokasi pemboran sumur pengembangan sebanyak 17 (sumur) dibagi kedalam 10 klaster. Setiap klaster membutuhkan lahan seluas 4 Ha, jadi kebutuhan lahan untuk sumur pengembangan (A) = 40 Ha Koefisien run rata-rata timbang
(C)
= 0,64
Dengan diketahui luas daerah yang dibuka
(A)
= 17.00 Ha.
Intensitas hujan + 1856,6 mm/tahun atau
(I)
= 2,1488 mm/jam
Besarnya debit air permukaan
Q
= 0,0028 C.I.A = 0,0028 * 0,64 * 2,1488* 40,00 = 0,154 m 3/detik
Namun demikian pelaksanaan pembukaan lahan untuk lokasi sumur dari 10 klaster tersebut tidak serentak, sehingga penambahan besarnya debit aliran permukaan menjadi lebih kecil lagi dari hasil perhitungan tersebut. Demikian pula besarnya debit aliran permukaan yang akan terjadi pada pembukaan lahan di lokasi-lokasi rencana pembangunan BS, GPF, trunk line, flow line, pembangunan jalan baru dan kilang LNG membutuhkan luas lahan 537 Ha. Dengan demikian besarnya debit aliran permukaan: Koefisien run rata-rata timbang
(C)
= 0,64
Dengan diketahui luas daerah yang dibuka
(A)
= 537 Ha.
Intensitas hujan + 1856,6 mm/tahun atau
(I)
= 2,1488 mm/jam
Besarnya debit air permukaan
Q
= 0,0028 C.I.A = 0,0028 * 0,64 * 2,1488* 537 3
= 2,07 m /detik Kegiatan-kegiatan tersebut akan dilaksanakan tidak serentak dalam satu periode yang sama, melainkan dilakukan secara bertahap. Dengan demikain besarnya penambahan debit aliran permukaan akan lebih kecil untuk masing-masing pelaksanaan pembukaan lahan dari masing-masing kegiatan daripada hasil perhitungn tersebut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-30
PT. PERTAMINA EP - PPGM
C. Kuantitas air tanah Keberadaan air tanah suatu daerah sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan karakteristik formasi geologi daerah yang bersangkutan. Daerah penelitian tersusun dari beberapa formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik Tua, Volkanik Recent, Batu Gamping dan Sedimen Napal. Formasi-formasi tersebut mempunyai kemampuan untuk imbuh air tanah dari hujan yang terjadi dengan kecepatan yang berbeda. Berdasarkan data sekunder potensi air tanah dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006), potensi air tanah dalam tahunan adalah 6
3
6
sebesar 387 x 10 m /tahun atau 1,06 x 10 /hari. Dengan memperhatikan
cadangan
kuantitas (debit) air tanah dalam tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan 3
operasional kilang LNG (75 m /hari), maka kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah. Pada awalnya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan air tawar yang besar untuk operasional LNG Plant, maka penyediaan air tawar diusahakan dari 3 alternatif berikut sumber pasokan air tawar yaitu dari air tawar diambil dari air permukaan (air sungai), air tawar diambil dari air tanah dalam atau air tawar dari penyulingan air laut. Dengan mempertimbangkan ketersediaan/kuantitas debit air tanah dalam yang ada (= 1,06 x 6
3
10 m /hari) sudah akan dapat memenuhi untuk operasional LNG plant, maka kebutuhan air tawar akan diperoleh baik dari air sungai maupun aier tanah.
3.1.5. Kondisi Hidro-Oseanografi 3.1.5.1. Bathimetri Kedalaman perairan di sekitar lokasi rencana kegiatan adalah 20 m dicapai pada jarak kurang lebih 50 m hingga 100 m dari garis pantai. Jarak 100 m dari garis pantai kedalaman laut relatif curam dengan kedalaman mencapai 100 m. Di beberapa
pantai dijumpai karang baik yang
sudah mati maupun yang masih hidup. Di daerah Sekitar Tanjung Batui terdapat karang di beberapa tempat, namun tidak pada sepanjang garis pantai. Topografi garis pantai sepanjang lokasi studi secara umum dapat dikatakan landai. Ketinggian lokasi pantai berkisar antara 1 sampai 5 m di atas muka air laut. Jalan raya berjarak kurang lebih 200 sampai 500 m dari garis pantai, kecuali di dua tanjung yaitu Tanjung Kanali dan Tanjung Uling yang berjarak kurang lebih 500 m sampai 1000 m.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-31
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 3.4. Peta Batimetri Wilayah Studi dan Calon Lokasi Rencana Pelabuhan
3.1.5.2. Pasang surut Pasang surut di perairan pantai calon lokasi kilang dan Pelabuhan Khusus mempunyai fase dan tinggi yang hampir sama. Beda tinggi air pasang dan air surut berkisar antara 100-120 cm. Tipe pasang surut daerah tersebut adalah semidiurnal dengan dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-32
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tinggi muka air (mm)
1800 1600 1400 1200 1000 800 10:30
17:30
0:30
7:30
14:30
21:30
4:30
11:30
Waktu (jam) manual
tide g
Gambar 3.5. Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali
3.1.5.3. Studi gelombang Kondisi gelombang di lokasi studi relatif kecil dan sangat tenang. Gelombang terlihat antara 0,1 m sampai 0,5 m terjadi di sekitar sore hari. Berdasarkan data angin dari bandara Bubung, kecepatan angin rata-rata harian 3-6 knot, dengan arah dominan dari Barat. Kecepatan angin maksimum harian berkisar antara 3 sampai 27 knot dengan arah dominan dari Selatan. Mawar angin berdasarkan pencatatan jam-jaman antara tahun 2000-2004 Stasiun Meteorologi Bandara Bubung seperti gambar berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-33
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 3.6. Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi
Dari data angin dan data panjang seret gelombang (fecth) dari masing-masing arah dapat dihitung tinggi dan periode gelombang dengan menggunakan persamaan SMB seperti yang telah disebutkan di atas. Hasil hitungan data gelombang digambarkan dalam bentuk grafis berupa mawar gelombang seperti pada Gambar 3.7. Berdasarkan hasil hitungan tersebut gelombang maksimum yang terjadi sebesar 1.5 m. Gelombang tersebut terjadi pada saat angin musim Timur dan Tenggara atau terjadi pada bulan April sampai bulan Agustus. Berdasarkan persyaratan (OCDI, 1991) untuk ketenangan kolam labuh (calmness of basin) untuk ukuran kapal sedang dan besar maka ketinggian gelombang kritis untuk cargo yang diizinkan adalah 0,5 m, sehingga diperlukan bangunan pemecah gelombang.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-34
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 3.7. Mawar Gelombang Maksimum
3.1.5.4. Arus Data arus di daerah surf zone diambil di perairan pantai Sekitar Tanjung Batui. Pengukuran arus digunakan cara float tracking. Sementara untuk peramalan arus di laut dalam (offshore zone) akibat pasang surut dilakukan pengukuran di 2 (dua) titik masing-masing pada kedalaman berbeda (0,2d; 0.6d; 0,8d) dengan interval pengambilan setiap 1 jam selama 25 jam. Pengambilan arus pasang surut dilakukan di lokasi yang hampir sama dengan pengambilan lokasi arus di daerah surf zone, hanya pada kedalaman –20 m. Pada kedalaman tersebut, gelombang belum pecah. Secara umum arus di daerah studi relatif kecil berkisar antara 0,1 sampai 0,9 m/det.
Hasil pencatatan arus digambarkan dalam bentuk mawar arus seperti
gambar berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-35
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 3.8. Mawar Arus Pasang Surut
3.1.5.5. Sedimen melayang dan sedimen pantai Kondisi sedimen melayang di lokasi studi secara umum terlihat sangat jernih yang berarti tidak mengandung sedimen.
Dari indikasi tersebut dapat dinyatakan bahwa lokasi studi sedikit
mengalamai sedimentasi, kecuali daerah-daerah yang merupakan muara sungai. Pada sedimen pantai terlihat adanya pasir halus yang mengandung lempung. Diduga sedimen tersebut merupakan endapan dari sungai. Untuk daerah Sekitar Tanjung Batui dijumpai sedimen berupa pasir kasar. 3.1.6. Ruang, Lahan dan Tanah 3.1.6.1. Tata Ruang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Sulawesi Tengah tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 (Perda No 2 Tahun 2004) telah memberikan arahan pemanfaatan kawasan, baik kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Untuk kawasan budidaya pertambangan dideliniasikan pada kawasan yang terindentifikasi mengandung bahan tambang.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-36
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Berdasarkan potensinya, rencana penataan kawasan pertambangan, terutama Bahan Galian A di Propinsi Sulawesi Tengah adalah sebagai berikut: a. Minyak dan gas bumi, di Kecamatan Batui serta Kecamatan Balantak, Kabupaten Banggai; Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali serta Kabupaten Banggai Kepulauan b. Nikel di Kolondale Kecamatan Petasia, Bungku Barat, Bungku Tengah; dan Bungku Selatan di Kabupaten Morowali; c.
Batubara, di Kabupaten Poso, Buol, Donggala serta Banggai Kepulauan
d. Galena di SUngai Lewara Hulu, Gunung Gawalise Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala. Berdasakan RTRWP tersebut, maka wilayah studi yang terletak di Kecamatan Batui telah direncanakan untuk kawasan pertambangan minyak dan gas bumi, sehingga rencana kegiatan sudah sesuai dengan RTRWP yang ada. Dalam skala kabupaten berdasarkan Hasil Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banggai Tahun 2003-20013 (Bappeda Kab. Banggai, 2003) menunjukkan bahwa wilayah rencana kegiatan yaitu Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom termasuk dalam Wilayah Pengembangan Selatan (Gambar 3.9). Rencana struktur ruang wilayah untuk masingmasing ibukota kecamatan di wilayah kegiatan PPGM akan dikembangkan berbeda-beda, dimana ibukota Kecamatan Toili direncanakan akan menjadi Kota Pusat Kegiatan Lokal (KPKL), ibukota Kecamatan Batui akan diakembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Sub Wilayah (KPKSW), dan ibukota Kecamatan Kintom akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Khusus (KPKK). Pola pemanfaatan ruang, menurut skenario moderat, setiap wilayah kecamatan lokasi proyek juga berbeda-beda (Gambar 3.10). Di bagian wilayah Kecamatan Toili Barat yang menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan pemukiman, lokasi perusahaan, tanaman pangan, kawasan lindung, dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Di bagian wilayah wilayah Kecamatan Toili yang menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan lokasi perusahaan, tanaman pangan, pemukiman dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Sementara itu bagian wilayah Kecamatan Batui yang menjadi lokasi tapak proyek pengambangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk hutan suaka (Suaka Margasatwa Bakiriang), kawasan lindung, tansmigrasi, pemukiman, tanaman pangan, lokasi industri dan perkebunan.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-37
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 3.9. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Banggai
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-38
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 3.10. Pola Pemanfaatan Ruang Skenario Moderat
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-39
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.6.2. Penggunaan Lahan Pemanfaatan lahan yang telah ada di sekitar areal rencana kegiatan antara lain adalah jalan provinsi yang menghubungkan Luwuk dengan Baturube dan sekitarnya. Sepanjang jalan tersebut terdapat konsentrasi pemukiman penduduk, pertanian, perkebunan rakyat, perkebunan besar, arela transmigrasi di Toili dan Toili Barat dan pertambangan migas yang dikelola oleh JOB – Medco E & P Tomori Sulawesi. Di daerah sekitar lapangan pengambang terdapat daerah konservasi Suaka Margasatwa Bakiriang dan sebelah selatan berbatasan dengan perairan Selat Peleng. A. Pemukiman Berikut ini adalah jarak pemukiman penduduk terdekat yang terkait langsung dengan rencana kegiatan. a. Jarak terdekat lokasi sumur pemboran (di Kecamatan Toili Barat, Kecamatan Toili dan Kecamatan Batui) ke pemukiman adalah sekitar 100 m. b. Jarak terdekat lokasi GPF (BS) (di Kecamatan Toili Barat dan Kecamatan Batui) ke pemukiman sekitar 500 m. c.
Jarak terdekat lokasi pemasangan saluran gas (BS ke Junction di Senoro selanjutnya disalurkan ke konsumen dan Kilang LNG) ke pemukiman sekitar 100 m.
d. Rencana pembangunan kilang LNG (di sekitar Tanjung Batui/Nonong, Kecamatan Batui) berada di lokasi yang di dalamnya terdapat pemukiman terdekat sekitar 50 m. Penduduk di sekitar rencana kegiatan, sebagian bertempat tinggal di sekitar jalan provinsi yang menghubungkan Luwuk – Baturube. B. Pertanian/Perkebunan Rakyat Kegiatan pertanian/perkebunan rakyat yang diusahakan masyarakat sekitar rencana kegiatan berupa tanaman semusim seperti padi sawah dan palawija, tanaman buah-buahan di pekarangan seperti kelapa, pisang mangga, jambu, nangka, rambutan dan tanaman industri seperti kelapa sawit, tanaman cokelat dan kelapa. Pada lahan-lahan yang jauh dari pemukiman, umumnya pola tanam berupa perladangan yang dimulai dengan tebang-bakar tetapi cenderung tidak berpindah. Lahan hail pembukaan tersebut umumnya digunakan untuk penanaman padi ladang sampai 2 kali tanam, tanaman jagung, tanaman cokelat dan kelapa. Apabila tanaman cokelat atau tanaman kelapa sudah tidak produktif akan diremajakan lagi. Selain coklat dan kelapa yang cukup dominan, juga kelapa sawit mulai diusahakan oleh sebagin masyarakat yang mempunyai permodalan cukup memadai.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-40
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Dari uraian di atas dan Peta Penggunaan Lahan Daerah Penelitian (lihat Lampiran 5), luas masing-masing jenis penggunaan lahan adalah: belukar 1.908,21 Ha, beting karang 291,54 Ha, permukiman 1.871,29 Ha, hutan 17.094,65, perkebunan 4.385,02, sawah, 8.895,36, sawah tadah hujan 1.373,57 Ha, tegalan/ladang 7.196,87 Ha dan hutan suaka 271,50 Ha. 3.1.6.3. Tanah Tanah merupakan hasil kerja dari proses-proses yang dipengaruhi oleh iklim dan organisme pada bahan induk tanah yang terletak pada posisi topografi tertentu selama waktu yang tertentu pula. Pengertian bahan induk tanah berbeda dengan batuan induk yang umumnya berada dalam kondisi yang masih segar dan relatif keras. Bahan induk tanah berasal dari lapukan batuan induk yang mungkin berada langsung di bawah atau berada jauh dari lokasi dimana bahan induk tanah terletak. Hal ini dimungkinkan apabila bahan induk tanah tersebut merupakan meterial endapan yang dapat saja berasal jauh dari lokasi asalnya. Pengertian mengenai asal mula dari bahan induk ini membawa kepada pengertian bahwa waktu pembentukan tanah selalu lebih muda dan seringkali jauh lebih muda daripada waktu pembentukan batuan yang ada di bawahnya. Waktu pembentukan tanah dimulai sejak bahan induk tanah terbentuk atau terendapkan untuk kasus-kasus bahan induk tanah yang merupakan material sedimen. Iklim mempengaruhi proses pembentukan tanah melalui suhu dan curah hujan yang keduanya secara bersama-sama mempengaruhi kelembaban tanah. Iklim mempengaruhi reaksi-reaksi kimia yang berlangsung di dalam tanah. Reaksi kimia akan belangsung intensif pada kondisi suhu yang relatif panas dan tersedia kelembaban yang cukup. Pada kondisi panas dan kering, maka hampir tidak ada reaksi kimia yang berlangsung, yang terjadi di dalam tanah adalah proses-proses fisika yang berupa penghancuran batuan. Dengan demikian pada daerah yang beriklim berbeda akan mempunyai ciri tanah yang berbeda pula. Variasi iklim di daerah penelitian tidak terlalu tinggi secara global, namun demikian pada skala-skala lokal pengaruh relief terhadap suhu terasa nyata. Organisme tanah mempengaruhi proses pembentukan tanah melalui organisme makro dan mikro yang ada di dalam dan di permukaan tanah. Peranan organisme makro terutama pada kegiatannya yang dapat memindahkan material tanah dari satu lapisan ke lapisan yang lain.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-41
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Disamping itu, sisa-sisa organik dapat memicu perkembangan tanah terutama pada ketersediaan bahan organik dalam tanah. Kegiatan organisme mikro dalam tanah juga mengeluarkan zat-zat tertentu yang dapat memacu terjadinya sebuah reaksi kimia. Ketersediaan rongga-rongga dalam tanah sebagai akibat dari aktivitas binatang tanah dalam membuat rumah memperbesar kapasitas infiltrasi air permukaan. Bahan induk tanah menentukan kesuburan tanah dalam hal jumlah mineral-mineral yang dibutuhkan oleh tanaman. Namun demikian, pada tanah-tanah yang tua atau telah berkembang lanjut pengaruh bahan induk tanah tidak lagi begitu nyata karena hampir semua hara tanaman sudah tercuci dan hilang melalui limpasan permukaan maupun keluar melalui aliran airtanah. Pengaruh bahan induk tanah pada sifat-sifat fisik, kimia, biologi, dan morfologi tanah di wilayah kajian. Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca akan cenderung membentuk tanah yang berstruktur mantap dan konsistensi keras dalam keadaan kering. Bahan induk yang banyak mengandung besi tanahnya akan berwarna merah apabila dalam kondisi drainase baik dan berstruktur remah-granuler.
Relief berpengaruh pada proses pembentukan tanah dikarenakan pengaruhnya pada besar kemungkinan air yang ada dipermukaan lahan untuk meresap ke dalam profil tanah. Pada daerah dengan relief kasar, sebagian air yang ada di permukaan lahan akan menjadi aliran permukaan. Sebaliknya pada daerah dengan relief halus atau rata air persentase air untuk meresap ke dalam profil tanah akan menjadi besar dengan catatan muka airtanah tidak terlalu berdekatan dengan permukaan tanah. Air perkolasi untuk selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya horison-horison tanah sebagai akibat adanya transport material dan unsur-unsur tertentu yang mudah larut dari lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah. Limpasan permukaan pada sisi yang lain dapat dipandang sebagai pembawa material baru dari tempat yang lain atau menghilangkan material yang ada dipermukaan tanah. Apabila limpasan permukaan lebih dominan, maka proses pembentukan tanah akan selalu terganggu sehingga tanah selalu dalam keadaan baru. 1. Kesuburan tanah Satuan-satuan tanah yang ada di sekitar area PPGM diklasifikasikan berdasar sistem Soepraptohardjo (1961). Adapun kelompok satuan tanah yang ada adalah kelompok Aluvial, Regosol, Litosol, Latosol, Grumusol, dan Lateritik. Masing-masing kelompok terdiri atas
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-42
PT. PERTAMINA EP - PPGM
satuan-satuan tanah yang lebih rinci. Masing-masing satuan tanah tersebut beserta persebaran, potensi penggunaan, tingkat kesuburan dan bahayanya diuraikan lebih lanjut berdasarkan hasil survey lapangan dan analisa laboratorium. Pada analisa tingkat kesuburan tanah, parameter yang digunakan adalah tekstur, pH, Bahan Organik, Nitrogen (total dan tersedia), Phospor tersedia, Kapasitas Tukar Kation, Kejenuhan Basa, Unsur Basa (K, Na, Mg, Ca), dan Permeabilitas Tanah.
Tanah aluvial tersebar pada dataran-dataran alluvial. Pada dataran aluvial yang relatif baru tanahnya masih menampakan adanya perlapisan bekas proses pengendapan dengan periode yang berbeda. Macam-macam tanah aluvial di sekitar PPGM berasosiasi dengan Hidromorf Kelabu dan Grumusol. Pada dataran aluvial yang sudah tua, tanah aluvial telah mengalami perkembangan sehingga pada beberapa tempat berubah menjadi tanah Grumusol. Lokasi pengambilan sampel terdapat pada dua daerah
yaitu Kini-kini dan
Minakarya. Kedua daerah ini termasuk ke dalam bentuklahan dataran alluvial yang setiap tahunnya pada bulan ke tujuh tergenang air. Tingkat permeabilitas yang masuk pada klasifikasi agak lambat (0,88 cm/jam), menyebabkan proses pengatusan air genangan membutuhkan waktu hingga satu minggu. Dataran aluvial bagian bawah mempunyai muka airtanahsangat dangkal dekat dengan permukaan tanah. Keberadaan airtanah yang dangkal menyebabkan tanah selalu dalam keadaan jenuh air sehingga semua basa atau logam yang ada dalam tanah dalam keadaan tereduksi (valensi rendah). Dalam keadaan yang demikian, tanah menjadi berwarna kelabu. Reaksi tanah dalam keadaan tereduksi, bereaksi masam sehingga beberapa unsur logam di dalam tanah dapat bersifat meracun bagi tanaman. pH tanah bervariasi dari agak masam hingga netral. Tekstur geluh lempungan dengan kapasitas tukar kation yang tinggi. Tingkat kejenuhan basa dari kedua lokasi pengambilan sampel (61,05 % dan 72,25%) menunjukkan bahwa daerah ini adalah daerah subur dan sangat sesuai untuk daerah persawahan, sehingga kualitas lingkaungan dari segi kesuburan tanah adalah tinggi (skala 4). Tanah Regosol, seperti halnya tanah aluvial merupakan tanah yang belum berkembang. Umumnya tanah Regosol berasal dari bahan induk yang baru diendapkan atau karena ada proses-proses geomorfologi yang bekerja intensif sehingga proses pembentukan tanah tidak berlangsung. Regosol di sekitar daerah PPGM berkembang di tepian pantai dengan luasan
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-43
PT. PERTAMINA EP - PPGM
yang relatif sempit. Pada umumnya Regosol di dataran pantai tidak produktif karena terlalu porus yang diakibatkan oleh tekstur tanahnya yang pasiran. Tanah regosol tidak dimanfaatkan sebagai daerah pertanian di daerah ini mengingat tingkat kesuburan yang sangat rendah dan luasannya yang sempit. Dengan demikian kesuburuan tanah ditinjau dari kualitas lingkungannya, tanah ini masuk kategori kualitas sangat rendah (skala 1). Litosol merupakan tanah yang tipis dengan solum < 50 cm dan mengalami kontak langsung dengan batuan induk yang keras yang ada di bawahnya. Litosol mungkin terbentuk pada batuan-batuan dasar yang keras sehingga produksi bahan induk tanah terbatas. Namun, Litosol dapat juga terbentuk dari satuan-satuan tanah yang lain yang telah mengalami pengikisan lanjut. Tanah Litosol terdapat di kompleks perbukitan denudasional berupa perbukitan-perbukitan sisa di Kayoa (jalur pipa). Berdasarkan analisa laboratorium, daerah perbukitan ini memiliki tanah yang cenderung masam (pH H2O 5,42) sedangkan pada daerah lembah memiliki pH mencapai 5,96 (agak masam). Dengan demikian tingkat keasaman tanah menjadi faktor pembatas dalam tingkat kesuburan tanah daerah ini, dan dapat disimpulkan bahwa kesuburan tanah jenis Litosol ini adalah rendah dan dikategorikan kedalam skala kualitas lingkungan rendah (skala 2). Sebagian lembah di daerah Kayoa ini dipergunakan sebagai lahan pertanian sawah yang kerap mengalami genangan. Genangan ini diakibatkan oleh tertutupnya limpasan air dari atas bukit oleh tanggul saluran irigasi. Kondisi tersebu memperparah kondisi tanah sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu. Hal tersebut dapat diamati dari pengamatan langsung di lapangan bahwa padi di daerah ini relatif kurus dan berwarna kuning. Potensi tanah Litosol sangat terbatas dan disarankan untuk penggunaan non pertanian atau bahkan seyogyanya dibiarkan alami apabila tidak tersedia cukup modal.
Latosol merupakan tanah yang telah berkembang dibawah pengaruh iklim yang basah dengan membetuk profil tanah yang dalam. Latosol terbentuk pada bahan induk volkanik yang terletak pada kondisi relief yang memungkinkan terbentuknya drainase baik. Pembentukan Latosol di hasilkan oleh air perkolasi yang membawa material halus dari lapisan tanah permukaan ke lapisan tanah bawah permukaan. Oleh karena terbentuk di bawah kondisi drainase dakhil (internal drainage) yang baik maka Latosol dicirikan oleh warna tanah yang seragam kemerahan dari atas hingga bawah dengan struktur tanah
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-44
PT. PERTAMINA EP - PPGM
bawah permukaan tiang berukuran halus-sedang. Latosol mempunyai kemasaman yang agak rendah (5.5 - 6.0) sebagai akibat dari pengaruh iklim yang basah yang telah melarutkan sebagian basa-basa yang ada di dalam bahan induk tanah. Latosol terdapat di kompleks Maleoraja dan Matindok dengan batuan induk berupa batupasir dan konglomerat. Latosol merupakan tanah yang potensial untuk pengembangan pertanian, namun juga menyimpan potensi erosi yang besar sebagai akibat dari posisinya pada lereng-lereng perbukitan dan pegunungan. Dalam hal pengendalian banjir, kapasistas infiltrasi Latosol juga baik yang dapat menjamin tersedianya mata air pada lereng bawah dan kaki sepanjang tahun.
Gambar 3.11. Pembukaan Lahan Dengan Cara Pembakaran Hutan Di Maleoraja
Variasi Latosol pada tingkat macam tanah di daerah Matindok dan Maleoraja adalah Latosol Coklat Kekuningan. Latosol Coklat Kekuningan cenderung berwarna pucat merupakan tanah yang telah terlapuk lanjut yang perkembangan tanahnya akan mengarah untuk terbentuknya jenis tanah Oksisols. Meskipun tanah ini telah mengalami proses pelindian akan tetapi kejenuhan basa masih dapat dipertahankan. Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa kejenuhan basa tanah lebih dari 35%. Kandungan bahan organik juga relatif cukup tinggi di daerah lereng atas perbukitan (3,49%). Pada daerah lembah antar perbukitan kandungan bahan organik mangalami peningkatan prosentase sebagai akibat dari akumulasi endapan material dari lereng-lereng bukit dan pula daerah ini telah dikembangkan sebagai daerah perkebunan yang cukup subur. Daerah perkebunan lembah ini sangat tercukupi akan kebutuhan airnya. Daerah lembah ini juga berasosiasi dengan dataran banjir Sungai Kayoa. Sehingga ada kemungkinan ada periode ulang banjir yang menggenangi daerah lembah ini. Dengan demikian dapat disimpulkan kompleks perbukitan Maleoraja dan Matindok ini mempunyai kesuburan tanah sedang dan dikategorikan kedalam kualitas tanah skala sedang (skala 3).
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-45
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Meskipun demikian aspek konservasi harus tetap diperhatikan mengingat terjalnya kemiringan lereng yang nantinya akan berdampak pada erosi dan tanah longsor. Di daerah ini terdapat beberapa pembukaan lahan dengan cara pembakaran hutan. Kondisi ini jika dibiarkan terus menerus akan menurunkan kualitas lahan, ditambah lagi dengan tidak diterapkannya sistem konservasi tanah yang mantab akan mendorong terjadinya degradasi lahan.
Gambar 3.12. Tanah Latosol di Matindok
Satuan tanah lateritik terdapat di kompleks perbukitan Minahaki dan Dongin. Tanah jenis ini terbentuk di daerah dengan curah hujan tinggi ditambah temperatur yang tinggi. Temperatur tinggi bisa diakibatkan oleh proses intrusi kala umur geologi. Temperatur yang tinggi akan mempercepat proses mineralisasi bahan organik yang dapat mengimbangi proses humifikasi, sehingga terbentuk CO 2 dan H2O. Zat-zat ini selanjutnya mempercepat dekomposisi batuan-batuan, dan juga seilikat Al dan Fe dengan melarutkan ion basa K, Ca, Na, dan Mg. Tanah ini terbentuk dari batuan induk berupa batu pasir dan konglomerat dari Formasi Bongka dengan umur pembentukan kala Mieosen-Pliestosen. Umur batuan tersebutlah yang menunjukkan bahwa tanah di daerah ini berumur tua dengan tingkat pelapukan yang intensif. Warna tanah sangat homogen 10 R 4/6. Ketebalan tanah lebih dari 1,5 meter. Berdasarkan hasil laboratorium tanah di daerah Dongin dan Minahaki memiliki kejenuhan basa yang sangat rendah (kurang dari 35%).
Meskipun mempunyai tekstur
lempung-lempung debuan, tanah ini tetap memiliki kelas permeabilitas yang agak cepatcepat. Kondisi ini disebabkan oleh struktur tanah yang kuat berupa granuler-remah yang terbentuk dari ikatan Fe dan Al. Tanah tipe ini sangat peka terhadap erosi dan tanah
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-46
PT. PERTAMINA EP - PPGM
longsor. Dengan demikian tingkat kesuburan daerah ini sangat rendah, dan dikategorikan kedalam skala kualitas lingkungan rendah (skala 2).
Gambar 3.13. Tanah Lateritik dengan Warna 10 R 4/6, di Daerah Minahaki
Grumusol merupakan tanah lempungan yang mempunyai daya kembang kerut (swelling and
shrinking) tinggi sebagai akibat dari adanya tipe lempung smectite. Lempung tipe ini adalah spesifik terbentuk di bawah iklim tropik. Grumusol berkembang dari sembarang bahan induk yang dapat menghasilkan lempung dalam jumlah yang tinggi (>35%) dan dibawah suasana basa dimana unsur Ca merajai dalam kompleks pertukaran kationnya. Ketersediaan unsur Ca dalam kompleks jerapan ini dapat berasal dari mineral penyusun bahan induk yang didominasi oleh Ca-plagioklas dan atau mendapat imbuhan dari pelarutan Ca atas batuan induk yang ada di sekitarnya. Grumusol merupakan tanah yang cukup potensial untuk pengembangan pertanian apabila kecukupan air. Pada kondisi kering tanah Grumusol akan mengalami retak-retak dengan lebar lebih dari 1 cm dan kedalaman retakan lebih dari 50 cm. Pada beberapa tempat retakan dapat mencapai 10 cm dan kedalaman lebih dari 1 m. Retakan-retakan ini seringkali menimbulkan akibat yang kurang baik pada bangunganbangunan keteknikan seperti rumah, jalan, dan bahkan jembatan. Persebaran Grumusol di daerah kajian terdapat di kompleks perbukitan Sukamaju. Batuan induk daerah ini adalah batu napal dan lanau dengan kadar Ca yang tinggi. Kondisi tersebut mengakibatkan reaksi tanah dalam suasana basa. Kandungan bahan organik sangat rendah (0,6%) diakibatkan proses erosi yang intensif (Gambar 3.14). Tingkat kejenuhan basa sangat tinggi mencapai 89,45%.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-47
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 3.14. Tingkat Erosi yang Tinggi di Tanah Grumusol, Daerah Sukamaju
Satuan tanah Grumusol lain yang terbentuk di daerah perbukitan kapur Batui adalah tanah Rendzina. Tanah ini merupakan tanah yang masih baru (perkembangan baru terbentuk horizon A dan C). Tanah berwarna hitam kelabu dengan struktur granuler di lapisan atas. Tanah ini selalu mengandung CaCO 3, sehingga pH juga cenderung mengarah pada basa (pH di daerah ini paling tinggi di sekitar area PPGM, mencapai 7,2). Tanah ini kurang sesuai untuk lahan pertanian karena kesuburan yang rendah dan ketebalan tanah yang tipis, sehingga skala kualitas lingkungan dari segi kesuburan tanah adalah rendah (skala 2).
Gambar 3.15. Tanah Rendzina di Batui dengan Batuan Induk Batu Gamping
2. Erosi Tanah Besarnya erosi tanah dihitung dengan persamaan umum kehilangan tanah menurut Wischmeir dan Smith (1978) yang dikenal dengan USLE sebagai berikut:
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-48
PT. PERTAMINA EP - PPGM
A = R.K.LS.C.P Catatan : A : besar tanah yang hilang (ton/ha/tahun) R : faktor erosivitas hujan K : indeks faktor erodibilitas tanah L : indeks faktor panjang lereng S : indeks faktor kemiringan lereng C : indeks faktor penutup tanaman P : indeks faktor pengelolaan lahan Besarnya erosivitas hujan dihitung dengan: 1,36
R (= EI 30) = 2,21 P Keterangan :
R = erosivitas hujan rata rata bulanan (ton/ha) P = curah hujan bulanan rata-rata (cm)
Dengan demikian: Curah hujan rata-rata bulanan dapat dihitung sebagai berikut: P rata-rata tahunan
= 1.856,6 mm/tahun
P rata-rata bulanan
= 1.656 /12 = 154,7167 mm/bulan = 15,47167 cm/jam = 2,21 x P 1,36
R (= EI 30)
= 2,21 x (15,47167)1,36 = 276.477,35 ton/ha
Nilai Erodibilitas tanah dihitung dengan memperhatikan karakteristik tanah: 1,14
K =
-4
2,713 M (10) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-2) --------------------------------------------------------------100
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-49
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Catatan : Sebagai contoh untuk wilayah Minahaki, tekstur tanah daerah penelitian adalah lempung berdebu, maka nilai M
= 6.330
Persentase bahan organik (C-organik)
= 1,72%
Nilai a
= 1,72% x 1,724 = 2,96528% = 0,0296528
Struktur tanah baik adalah gumpal, maka nilai (b) = 3 Permeabilitas tanah rata-rata daerah penelitian termasuk lambat, maka nilai (c) =2 Dengan memasukkan nilai M, a, b dan c ke dalam persamaan, nilai K dapat dihitung. 1,14
)-4
K =
2,713 M (10 (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-2) --------------------------------------------------------------100
K =
2,713 x 63301,14 (10) -4 (12-0,0,0296528) + 3,25 (3-2) + 2,5 (2-2) -------------------------------------------------------------------------100
K =
0,24
Panjang lereng 100 m dan besar lereng bervariasi antara 60%, maka LS = 35,22. Tanaman penutup berupa semak, maka C = 0,30. Sistem pengelolaan lahan berteras dengan nilai indeks nilai P = 1,00. Berdasarkan data tersebut, maka besarnya tanah yang hilang akibat erosi pada kondisi rona awal adalah : A = R.K.LS.C.P = 276.477,35 x 0,24 x 35,22 x 0,30 x 1,00 = 3.872,18 ton/ha/tahun
Nilai erosi pada rona awal untuk tanah di wilayah Minahaki yang penggunaan lahannya semak masuk katagori sedang dengan skala kualitas lingkungan sedang (skala 3). Dengan cara yang sama pada wilayah Maleoraja dan Sukamaju, maka besarnya nilai masing-maing faktor pnentu erosi dan besarnya erosi dapat dihitung sepeti disajikan pada Tabel 3.17 dan Tabel 3.18.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-50
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.17. Perhitungan Nilai Erodibilitas Tanah (K) No
Wilayah
% debu
% pasir % % bahan Kelas Kelas Erodibilitas sangat halus lempung organik struktur permeabilitas tanah (K)
1
Minahaki
46.07
2.03
42.81
1.72
3.00
2.00
0.24
2
Maleoraja
31.67
7.60
36.77
3.49
4.00
3.00
0.21
3
Sukamaju
87.81
3.18
6.32
0.60
3.00
4.00
0.98
Sumber: Data Primer 2007
Tabel 3.18. Besarnya Tanah Hilang (Erosi) Daerah Penelitian No
Wilayah
Erosivitas Hujan (R)
Erodibili KemiPanjang tas lereng ringan tanah lereng (m) (K) (%)
P
Erosi (ton/ha/ th)
Skala Kualitas Lingkungan
Indeks LS
Vegetasi penutup
Indeks C
Indeks
1 Minahaki
276.477,35
0.24
100.00
60.00
35.22
semak
0.30
1,00
3.872,18
3
2 Maleoraja
276.477,35
0.21
100.00
60.00
35.22
hutan
0.0010
1,00
11,47
5
3 Sukamaju
276.477,35
0.98
100.00
35.00
16.56
Perladangan
0,40
1,00
10.074, 17
2
Sumber: Data Primer 2007
Dengan melihat kondisi erosi tersebut dapat diketahui bahwa pada awalnya erosi ditempattempat yang penggunaan lahan perladangan seperti di Sukamaju mempunyai tingkat erosi sangat tinggi (10.074,17 ton/ha/tahun) dengan skala kualitas lingkungan jelek (skala 2), daerah semak seperti di daerah Minahaki dengan tanah tererosi sekitar 3.872,18 ton/ha/ tahun) dengan skala kualitas lingkungan sedang (skala 3) dan pada daerah dengan penggunaan lahan hutan seperti di wilayah Maleorejo mempunyai tingkat erosi yang kecil yakni sekitar 11,47 ton/ha/tahun, dengan skala kualitas lingkungan sangat baik (skala 5). Untuk kepentingan pengelolaan lingkungan sebagai akibat dari kegiatan pengembangan gas Matindok maka yang harus diperhatikan oleh pemrakarsa adalah ladang-ladang gas yang berada di wilayah dengan erosi yang sangat rendah, karena harus benar-benar mengelola setepat mungkin agar supaya tidak terjadi peningkatan erosi seperti di kedua daerah lainnya tersebut. Akan tetapi karena pelaksanaan pembukaan lahan untuk pengembangan sumur dan kegiatan lain tidak serentak dalam satu periode waktu, maka besarnya erosi tersebut adalah lebih kecil dari masing-masing kegiatan yang akan dilakukan akibat pembukaan lahan.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-51
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.7. Transportasi Untuk memperkirakan besaran dampak pada komponen transportasi, maka diperlukan data pendukung yang digunakan sebagai bahan analisis, yaitu kondisi arus lalulintas di ruas jalan dan simpang, kondisi jaringan jalan yang meliputi geometri ruas dan simpang, kondisi perkerasan jalan, kondisi lingkungan di sekitar jalan yang berpengaruh pada tingkat keselamatan pengguna jalan diuraikan sebagai berikut. 3.1.7.1. Arus lalulintas Komponen transportasi yang akan dikaji adalah arus lalulintas pada ruas jalan dan simpang yang terpengaruh oleh adanya kegiatan proyek pengembangnan gas Matindok. Kondisi arus lalulintas yang perlu dicermati adalah kondisi lalulintas harian di wilayah studi. Jenis kendaraan yang diamati dikelompokkan menjadi: LV (Light Vehicle)
: Kendaraan ringan (Mobil Penumpang pribadi, angkot, pick up)
HV (Heavy Vehicle)
: Kendaraan berat (bus besar, truk besar)
MHV (Medium Heavy Vehicle) : Kendaraan sedang (bus sedang, truk sedang) MC (Motor Cycle)
: Sepeda motor
Tabel 3.19. Volume Arus Lalulintas Kendaraan Kintom-Batui Waktu
HV
Jenis Kendaraan MHV LV BS TS AU MP 0 1 3 0
06.00-07.00
BB 0
TB 0
07.00-08.00 08.00-09.00
0 0
0 0
0 1
1 1
12 28
09.00-10.00 10.00-11.00
0 0
1 0
1 0
2 1
11.00-12.00 12.00-13.00
0 0
0 1
0 1
13.00-14.00 14.00-15.00
0 0
0 0
15.00-16.00 16.00-17.00
0 0
17.00-18.00
0
SM
Jumlah
21
25
1 0
44 55
58 85
23 10
2 1
46 23
75 35
4 2
4 2
0 0
11 15
19 21
0 0
1 2
3 4
2 1
12 24
18 31
1 0
0 1
0 1
2 1
2 1
23 22
28 26
0
0
0
1
1
5
7
Sumber: Pengukuran di lapangan, Agustus 2007
Keterangan: BB: Bus besar; BS: Bus sedang; TB: Truk Besar; S: Truk sedang; AU: Angkutan Umum; MP: Mobil Pribadi; SM: Sepeda Motor
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-52
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Fluktuasi Arus Lalulintas Arah ke Kintom Volume (Kend/Jam)
60
Jenis HV Jenis HV Jenis MHV Jenis MHV Jenis LV Jenis LV Jenis MC
50 40 30 20 10 0
0 .0
00
00 00 00 0 0 00 00 00 0 0 00 00 7 0 8. 0 9. 1 0. 11 . 1 2. 1 3. 1 4. 15 . 1 6. 1 7. 1 8. 0 0 - 0- 0 - 0 - 0 - 0- 0 - 0 - 0 - 0- 0 - 0 .0 7.0 8.0 9.0 0 .0 1.0 2.0 3.0 4 .0 5.0 6.0 7.0 6 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan
Waktu
Gambar 3.16. Fluktuasi arus lalulintas di Ruas Kintom-Batui arah ke Kintom
Tabel 3.20. Volume Arus Lalulintas Kendaraan ke Arah Toili di Ruas Kintom-Batui Waktu
HV
Jenis Kendaraan MHV LV BS TS AU MP 0 0 3 1 0 3 5 6
06.00-07.00 07.00-08.00
BB 0 0
TB 0 0
08.00-09.00 09.00-10.00
0 0
0 0
0 0
1 3
3 6
10.00-11.00 11.00-12.00
0 0
1 0
1 0
2 3
12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00
0 0 0
0 0 1
0 0 1
15.00-16.00 16.00-17.00
0 0
0 0
17.00-18.00
0
0
Jumlah MC 21 24
25 38
0 5
22 27
26 41
5 6
3 1
24 19
36 29
1 2 3
3 4 2
3 0 1
17 20 25
24 26 33
0 0
1 1
3 1
2 1
15 12
21 15
0
0
1
0
6
7
Sumber: Pengukuran di lapangan, Agustus 2007
Keterangan: BB: Bus besar; BS: Bus sedang; TB: Truk Besar; TS: Truk sedang; AU: Angkutan Umum; MP: Mobil Pribadi; SM: Sepeda Motor
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-53
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Fluktuasi Arus Lalulintas Arah ke Batui
Volume (Kend/Jam)
30
Jenis HV Jenis HV Jenis MHV Jenis MHV Jenis LV Jenis LV Jenis MC
25 20 15 10 5 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 0 0 0 0 7 . 0 8. 0 9. 1 0. 1 1. 1 2. 1 3. 1 4. 1 5. 1 6. 1 7. 1 8. 0 000000000000.0 7.0 8.0 9.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 6 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan
Waktu
Gambar 3.17. Fluktuasi Arus Lalulintas di Ruas Kintom-Batui Arah ke Batui
Tabel 3.21. Volume Arus Lalulintas Kendaraan ke Arah Batui di Ruas Batui-Toili Waktu 06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00
HV
Jenis Kendaraan MHV LV BS TS AU MP
SM
Jumlah
BB
TB
0 0
0 0
0 0
0 1
3 10
0 0
13 32
16 43
0 0
0 0
1 1
1 0
21 18
1 1
43 41
67 61
0 0
1 0
0 0
1 2
2 5
0 1
22 14
26 22
0 0
0 1
1 0
1 1
3 1
0 1
11 9
16 13
0 0
0 0
0 0
0 1
2 0
1 0
15 12
18 13
0 0
0 0
1 0
0 0
1 0
1 0
15 7
18 7
Sumber: Pengukuran di lapangan, Agustus 2007
Keterangan: BB: Bus besar; BS: Bus sedang; TB: Truk Besar; S: Truk sedang; AU: Angkutan Umum; MP: Mobil Pribadi; SM: Sepeda Motor
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-54
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Volume (kend/jam)
Fluktuasi Arus lalulintas Toili-Batui Jenis HV Jenis HV Jenis MHV Jenis MHV Jenis LV Jenis LV Jenis MC
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 0 7 -08 09 -1 0 -1 1 - 12 -1 3 -14 15 -1 6 -17 18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0 . 0 8. 0 .0 .0 .0 .0 . 0 4. 0 .0 .0 .0 Waktu 06 07 0 09 10 11 12 13 1 15 16 17
Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan
Gambar 3.18. Fluktuasi arus lalulintas di Ruas Batui-Toili arah ke Batui
Tabel 3.22. Volume Arus Lalulintas Kendaraan ke Arah Toili di Ruas Batui-Toili Waktu
HV
Jenis Kendaraan MHV LV BS TS AU MP
Jumlah
BB
TB
0
0
1
0
2
2
13
18
0 0
0 1
0 0
2 0
3 3
3 1
17 15
25 20
0 0
0 0
0 0
2 3
4 2
4 2
22 25
32 32
12.00-13.00 13.00-14.00
0 0 0
0 0 0
1 0 0
1 0 2
4 3 2
0 2 1
16 12 14
22 17 19
14.00-15.00 15.00-16.00
0 0
0 0
0 0
2 0
2 1
1 0
21 14
26 15
16.00-17.00 17.00-18.00
0 0
0 0
0 0
1 0
0 1
1 0
10 5
12 6
06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00
MC
Sumber: Pengukuran di lapangan, Agustus 2007
Keterangan: BB: Bus besar; BS: Bus sedang; TB: Truk Besar; TS: Truk sedang; AU: Angkutan Umum; MP: Mobil Pribadi; SM: Sepeda Motor
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-55
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Fluktuasi Arus Lalulintas Arah ke Toili
Volume (Kend/Jam)
30
Jenis HV Jenis HV Jenis MHV Jenis MHV Jenis LV Jenis LV Jenis MC
25 20 15 10 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 0 7 -0 8 -0 9 -1 0 -1 1 -1 2 -13 -1 4 -1 5 -1 6 -17 -1 8 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0 . .0 . 0 0. 0 1 . 0 2. 0 3. 0 4. 0 5. 0 6. 0 7. 0 06 0 7 0 8 0 9 1 1 1 1 1 1 1 1
Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan
Waktu
Gambar 3.19. Fluktuasi Arus Lalulintas di Ruas Batui-Toili Arah ke Toili
Tabel 3.23. Volume Arus Lalulintas Kendaraan ke Arah Toili di Ruas Toili-Toili Barat Waktu
HV
Jenis Kendaraan MHV LV BS TS AU MP
SM
Jumlah
BB
TB
06.00-07.00 07.00-08.00
0 0
0 0
0 0
0 0
2 6
0 1
12 22
14 29
08.00-09.00 09.00-10.00
0 0
0 1
0 1
1 1
15 13
0 1
34 35
50 52
10.00-11.00 11.00-12.00
0 0
0 1
0 0
0 1
4 4
1 0
14 16
19 22
12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00
1 0
0 0
1 0
0 0
2 2
0 1
13 7
16 10
0 0
0 0
1 0
1 0
4 1
0 1
11 5
17 7
0 0
0 0
0 0
0 0
1 0
1 0
2 3
4 3
15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00
Sumber: Pengukuran di lapangan, Agustus 2007
Keterangan: BB: Bus besar; BS: Bus sedang; TB: Truk Besar; S: Truk sedang; AU: Angkutan Umum; MP: Mobil Pribadi; SM: Sepeda Motor
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-56
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Volume (kend /jam)
Fluktuasi Arus Lalulintas Toili Barat-Toili 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 0 7 - 08 -0 9 -10 -11 12 -1 3 -1 4 -1 5 -16 -17 18 . 00 7. 00 8. 00 9. 00 0. 00 1. 00 2. 00 3. 00 4. 00 5. 00 6. 00 7. 00 06 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
Jenis HV Jenis HV Jenis MHV Jenis MHV Jenis LV Jenis LV Jenis MC
Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan
Waktu
Gambar 3.20. Fluktuasi arus lalulintas di Ruas Toili-Toili Barat arah ke Toili
Tabel 3.24. Volume Arus Lalulintas Kendaraan ke Arah Toili Barat di Ruas Toili-Toili Barat Waktu
HV
Jenis Kendaraan MHV LV BS TS AU MP
Jumlah
BB
TB
0
0
0
0
1
1
14
16
0 0
1 0
0 0
1 1
3 2
2 3
12 13
19 19
0 0
0 0
1 0
2 1
1 0
2 1
18 22
24 24
12.00-13.00 13.00-14.00
0 0 0
0 0 1
1 0 0
1 0 1
3 2 1
0 1 0
18 13 6
23 16 9
14.00-15.00 15.00-16.00
0 0
0 0
0 0
2 1
2 0
1 0
8 3
13 4
16.00-17.00 17.00-18.00
0 0
0 0
0 0
0 0
1 0
2 0
9 2
12 2
06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00
MC
Sumber: Pengukuran di lapangan, Agustus 2007
Keterangan: BB: Bus besar; BS: Bus sedang; TB: Truk Besar; TS: Truk sedang; AU: Angkutan Umum; MP: Mobil Pribadi; SM: Sepeda Motor
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-57
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Fluktuasi Arus Lalulintas Toili-Toili Barat
Volume (kend/jam)
25 Jenis HV Jenis HV Jenis MHV Jenis MHV Jenis LV Jenis LV Jenis MC
20 15 10 5 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 7. 8. 9. 0. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. -0 -0 -0 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17
Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan
Waktu
Gambar 3.21. Fluktuasi Arus Lalulintas di Ruas Toili-Toili Barat Arah ke Toili Barat
3.1.7.2. Jaringan jalan Jaringan jalan yang diamati meliputi seluruh jaringan jalan yang nantinya diperkirakan untuk rute angkutan material pada tahap konstruksi. Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh data geometri dan kondisi perkerasan jalan sebagai berikut: Geometri jalan: Geometri ruas jalan di berbagai penggal jalan yang menghubungkan ke kota-kota kecamatan adalah sebagai berikut: (1) Ruas Luwuk- Kintom
: - lebar perkerasan - lebar bahu
(2) Ruas Kintom- Batui
: - lebar perkerasan - lebar bahu
(3) Ruas Batui-Toili
: - lebar perkerasan - lebar bahu
(4) Ruas Toili- Dongi
: - lebar perkerasan - lebar bahu
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
: 7,0 meter : 1,0 meter (kiri/kanan) : 4,5 meter : 0,5 meter (kiri/kanan) : 4,5 meter : 0,5 meter (kiri/kanan) : 4,5 meter : 0,5 meter (kiri/kanan)
III-58
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Kondisi perkerasan jalan: Kondisi perkerasan jalan yang nantinya diperkirakan sebagai jalur angkutan material pada tahap konstruksi adalah sebagai berikut:
Penggal
Kintom-Batui
memiliki
per-
kerasan yang masih baik dengan lebar 4,5
meter.
digunakan
Jenis
perkerasan
adalah
Lapis
yang
Penetrasi
Makadam dengan lapis aus Latasir.
Ruas jalan yang berbatasan dengan bibir pantai terkena abrasi akibat gelombang air laut. Hal ini terlihat di ruas jalan yang menghubungkan
Toili
–
Toili
Barat
(Posisi: 51 M 0420780; UTM:98229041)
Penggal
jalan
yang
menghubungkan
Batui–Toili-ToiliBarat, sudah menunjukkan
kerusakan
lombang).
(berlubang/
Kerusakan
ini
berge-
disebabkan
adanya genangan air pada daerah yang rendah, sehingga sering terendam.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-59
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.7.3. Kondisi jembatan Kondisi jembatan yang menghubungkan Kota Luwuk sampai dengan Toili Barat, umumnya sudah cukup memadai. Konstruksi jembatan yang digunakan memiliki dua tipe, yaitu menggunakan rangka baja dan gelagar beton dengan kondisi sebagai berikut:
Kondisi jembatan yang sempit dengan lebar jalur untuk lalulintas sebesar 3,20 meter dengan konstruksi rangka baja, rawan terhadap kecelakaan di malam hari. Kekuatan konstruksi jembatan diperutukkan bagi ruas jalan klas II (MST maksimum 8 ton).
Kondisi
jembatan
yang
mengalami
kerusakan pada bangunan abutment (pangkal jembatan) akibat tergerus oleh aliran air sungai.
3.1.7.4. Kondisi lingkungan di sekitar jalan Faktor lingkungan yang dikaji berkaitan dengan tingkat keselamatan pengguna jalan yaitu meliputi pejalan kaki yang menyusuri maupun menyeberang jalan serta gangguan lain (bintang ternak) yang berada di jalur lalulintas serta aktivitas parkir di badan jalan (on street parking). Berdasarkan hasil pengamatan di ruas jalan yang nantinya diperkirakan sebagai jalur angkutan material sebagai berikut:
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-60
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Pada tempat-tempat tertentu seperti daerah pemukiman dan daerah pusat kota kecamatan (Kintom, batui dan Toili), banyak terdapat pejalan kaki, khususnya pada saat bubaran sekolah di siang hari. Di daerah pemukiman di luar kawasan perkotaan banyak dijumpai binatang ternak yang berkeliaran di jalan raya. Kegiatan parkir di badan jalan, terutama pada daerah perdagangan di pusat kota kecamatan.
Banyaknya siswa sekolah yang berjalan kaki menyusuri jalan pada saat jam bubaran sekolah, sehingga menyebabkan
rawan
kecelakaan.
Kondisi
ini
banyak dijumpai di daerah pusat kota kecamatan.
Pada ruas jalan antar kota, banyak dijumpai hewan ternak yang dibiarkan mencari makan di daerah sekitar jalan, sehingga
berpotensi
terjadinya
kecelakaan lalulintas
Aktivitas parkir di badan jalan, terutama pada kawasan perdagangan di pusat kota,
yang
pengurangan
berpengaruh lebar
efektif
pada jalan,
sehingga rawan kecelakaan.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-61
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.7.5. Skala kualitas lingkungan komponen transportasi Skala kualitas lingkungan pada komponen transportasi meliputi parameter kelancaran lalulintas, keselamatan pengguna jalan dan kerusakan jalan/jembatan. Untuk menentukan skala kualitas lingkungan masing-masing parameter tersebut, maka perlu dilakukan kajian tentang kapasitas ruas jalan, kinerja jalan, pembebanan lalulintas. 1) Parameter kelancaran lalulintas Kapasitas ruas jalan Kapasitas ruas jalan dihitung berdasarkan pedoman Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1977 adalah sebagai berikut: C = Co x FCw x FCsp x FCsf dengan: C Co FCw FCsp FCsf
: : : : :
kapasitas sesungguhnya (smp/jam) kapasitas dasar (smp/jam) faktor penyesuaian lebar jalan faktor penyesuaian distribusi arah arus faktor penyesuaian hambatan samping
Hasil hitungan kapasitas ruas jalan Kintom-Batui dengan lebar perkerasan 4,5 meter dan lebar bahu kiri dan kanan masing-masing 0,5 meter, adalah sebagai berikut: Co FCw C
= = = =
2900 smp/jam 0,690 ; FCsp = 0,912 ; FCsf = 0,930 2900 x 0,690 x 0,912 x 0,930 1814 smp/jam
Kinerja ruas jalan Kinerja ruas jalan diukur berdasarkan nilai derajat kejenuhan (DS =degree of saturation), yaitu perbandingan antara volume (V) dengan kapasitas (C) ruas jalan. Nilai DS digunakan untuk menentukan skala kualitas lingkungan parameter kelancaran lalulintas. DS = V/C = 108/1814 = 0,06 (skala 5/sangat lancar) Kinerja ruas jalan untuk masing-masing kondisi jam sibuk (pagi, siang dan sore) dan berbagai ruas jalan disajikan pada tabel berikut ini.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-62
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.25. Kinerja Ruas Jalan di wilayah Kajian RLA Jam sibuk
V (smp/jam) Ruas Kintom-Batui Pagi 108 Siang 96 Sore 54 Ruas Batui-Toili Pagi 92 Siang 76 Sore 44 Ruas Toili – Toili Barat Pagi 74 Siang 52 Sore 36
C (smp/jam)
DS (V/C)
Skala
2.620 2620 2620
0,060 0,036 0,020
5 5 5
2.620 2620 2620
0,035 0,029 0,016
5 5 5
2.620 2620 2620
0,0282 0,0198 0,0137
5 5 5
Sumber: Pengolahan data lapangan dengan MKJI 1997
Dengan demikian skala kualitas lingkungan untuk parameter kelancaran lalulintas termasuk kategori sangat baik/sangat lancar (Skala 5). Penentuan skala kualitas lingkungan didasarkan pada tabel berikut ini. Tabel 3.26. Pedoman Skala Kualitas Lingkungan Parameter Kelancanaran Lalulintas Tingkat Pelayanan Ruas Jalan A
B
C
D E
Karakteristik
V/C
Skala
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi. Pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalulintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan. Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, V/C masih ditoleris Volume lalulintas mendekati/berada pada kapasitas Arus tidak stabil, kecepatan terkadang berhenti
0,00-0,20
5
0,20-0,44
4
0,44-0,74
3
0,74-0,85
2
> 0,85
1
Sumber: HCM 1994
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-63
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2) Parameter keselamatan pengguna jalan Tingkat keselamatan pengguna jalan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor manusia (pengemudi dan pejalan kaki), faktor jalan, faktor kendaraan dan faktor lingkungan (lalulintas dan aktivitas di sekitar jalan), sedangkan tingkat keparahan korban bila terjadi kecelakaan sangat tergantung pada laju kendaraan. Dari hasil pendataan di lapangan, jumlah kejadian kecelakaan relatif jarang, yaitu rata-rata 1 kejadian per tahun (hasil wawancara dengan penduduk setempat). Untuk mengidentifikasi daerah rawan kecelakaan dengan area pengamatan sepanjang 1 km, maka digunakan rumus sebagai berikut: 6
JKRi x 10 TKRi = --------------KL i x 365 Dari data arus lalulintas dan jumlah kejadian kecelakaan di wilayah studi, maka didapatkan hasil sebagai berikut: 1 x 106 TKRi = --------------- = 3, 3 (skala 3/sedang) 829 x 365 Dengan demikian skala kualitas lingkungan untuk parameter keselamatan pengguna jalan di wilayah studi termasuk kategori agak rawan kecelakaan (skala 3/sedang). 3) Parameter kerusakan jalan dan jembatan Tingkat kerusakan jalan dan jembatan jalan sangat dipengaruhi oleh tingkat pembebanan lalulintas. Meningat klas jembatan mengikuti kelas jalan, sehingga beban lalulintas yang lewat perlu mendapatkan perhatian, khususnya lalulintas angkutan material yang membawa pipa-pipa baja. Kondisi jembatan yang ada pada umumnya masih baik (relatif baru), sehingga dikategorikan memiliki skala kualitas lingkungan masih baik (Skala 4). Untuk jaringan jalan yang ada, sangat bervariasi pada masing-masing penggal/ruas jalan. Kondisi masing-masing ruas jalan adalah sebagai berikut: Kategori baik, yiatu ruas jalan dari Luwuk-Kintom-Batui (skala 4). Kategori sedang (sudah mulai menujukkan kerusakan yang parah): ruas Batui-Toili-Toili Barat (skala 2). Dengan demikian disimpulkan skala kualitas lingkungan untuk parameter kerusakan jalan dan jembatan masuk kategori sedang (skala 3).
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-64
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.2. KOMPONEN BIOLOGI 3.2.1. Flora Darat Pengamatan terhadap flora di wilayah studi dilakukan pada 14 lokasi yaitu area LNG Padang, sekitar Sungai Santoa, daerah Uso, Kinikini, lokasi sumur pengembangan Bumiharjo, sumur Sukamaju, Block Station sekitar Sungai Singkoyo, sumur Minahaki, sumur Donggi, sekitar Trunk Line daerah hutan lindung, Trunk Line kebun rakyat, Trunk Line sekitar Sungai Toili, Trunk Line sekitar perkampungan Argakencana, dan Trunk Line daerah persawahan. Jenis yang diamati meliputi, pohon semak dan herba. 1. Vegetasi di Lokasi LNG-Padang (kawasan pantai dan ladang) Lokasi LNG terletak di sekitar pantai dan area ladang milik penduduk. Berdasarkan pengamatan vegetasi di 10 plot, pada lokasi ini terdapat 47 jenis flora darat yang terdiri dari 24 jenis pohon, 15 jenis semak dan 7 jenis herba (Tabel 3.27). Beberapa jenis flora yang ada merupakan tanaman budidaya dan tanaman khas pantai seperti Terminalia catapa. Tanaman budidaya umumnya di tanam pada lahan ladang dengan dominasi tanaman yaitu
Anacardium occidentale, Lannea sp dan Cocos nucifera yang mempunyai INP masingmasing sebesar 27,483; 26,163; dan 20,961. Selain itu jenis yang mempunyai kerapatan relatif cukup tinggi di area tersebut adalah Theobroma cacao dengan kerapatan sebesar 11,739%, Adenanthera sp. 10,870%. Jenis semak
yang banyak ditemukan antara lain
Eupatorium inulifolium, Lantana chamara dan Sida rhombifolia, sedangkan herba yang dominan ditemukan adalah Digitaria sp., Eulophia spectabilis, Ipomoea pes-caprae.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-65
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.27. Jenis Vegetasi di Lokasi LNG- Padang No.
Nama Ilmiah
Nama Umum
F
FR (%)
D
DR (%)
INP
ID
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Pohon Adenanthera sp. Anacardium occidentale Annona muricata Ardisia sp. Artocarpus communis Canarium edule Ceiba pentandra Citrus aurantifolia Cocos nucifera Garcinia mangostana Glyricidea sepium Lannea sp Lansium domesticum Leea sp. Macaranga sp. Mangifera indica Mangifera odorata Metroxylon sago Nauclea orientalis Psidium guajava Terminalia catapa Theobroma cacao Thespesia populnea Vitex trifolia
Segawe Jambu mete Sirsak Sukun Kenari Randu Jeruk nipis Kelapa Manggis Gamal Kayu kuda Duku Girang Mahang Mangga Mangga Sagu Gempol Jambu biji Ketapang Coklat Waru laut laban
4 6 2 1 1 1 1 3 6 1 4 5 1 1 4 1 2 2 1 2 3 3 1 1 57
7,018 10,526 3,509 1,754 1,754 1,754 1,754 5,263 10,526 1,754 7,018 8,772 1,754 1,754 7,018 1,754 3,509 3,509 1,754 3,509 5,263 5,263 1,754 1,754 100
25 39 3 1 2 1 2 6 24 1 13 40 1 1 14 1 2 6 1 3 11 27 1 5 230
10,870 16,957 1,304 0,435 0,870 0,435 0,870 2,609 10,435 0,435 5,652 17,391 0,435 0,435 6,087 0,435 0,870 2,609 0,435 1,304 4,783 11,739 0,435 2,174 100
17,887 27,483 4,813 2,189 2,624 2,189 2,624 7,872 20,961 2,189 12,670 26,163 2,189 2,189 13,105 2,189 4,378 6,117 2,189 4,813 10,046 17,002 2,189 3,928 200
0,105 0,131 0,025 0,010 0,018 0,010 0,018 0,041 0,102 0,010 0,071 0,132 0,010 0,010 0,074 0,010 0,018 0,041 0,010 0,025 0,063 0,109 0,010 0,036 1,091
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Semak Crotalaria sp. Desmodium sp. Desmodium triflorum Dioscorea hispida Eupatorium inulifolium Ficus septica Flemingia sp. Hyptis brevipes Lantana chamara Mimosa pudica Securinega sp. Sida retusa Sida rhombifolia Stachytarpeta indica Urena lobata
Orok-orok Gegarertan Sisik betok Gadung Kirinyu Awar-awar Apah-apah Jukut Tembelekan Putri malu Mangsian Sidaguri Sidaguri Jarong Pulut
5 3 5 1 8 3 4 3 6 2 1 5 6 2 2 56
8,929 5,357 8,929 1,786 14,286 5,357 7,143 5,357 10,714 3,571 1,786 8,929 10,714 3,571 3,571 100
35 34 51 1 65 10 18 12 45 12 3 22 17 4 3 332
10,542 10,241 15,361 0,301 19,578 3,012 5,422 3,614 13,554 3,614 0,904 6,627 5,120 1,205 0,904 100
19,471 15,598 24,290 2,087 33,864 8,369 12,565 8,972 24,269 7,186 2,689 15,555 15,835 4,776 4,475 200
0,103 0,101 0,125 0,008 0,139 0,046 0,069 0,052 0,118 0,052 0,018 0,078 0,066 0,023 0,018 1,016
1 2 3 4 5 6 7
Herba Amorphophalus variabilis Anastrophus compresus Digitaria sp. Eulophia spectabilis Geodorum densiflorum Ipomoea pes-caprae Isachne
Bunga bangke Rumput pait Jelamparan Anggrek Anggrek Daun barah Rumput
3 8 7 3 4 2 1 28
10,714 28,571 25,000 10,714 14,286 7,143 3,571 100
6 2,586 13,300 108 46,552 75,123 64 27,586 52,586 9 3,879 14,594 12 5,172 19,458 12 5,172 12,315 21 9,052 12,623 232 100 200
0,041 0,155 0,154 0,055 0,067 0,067 0,094 0,632
Sumber : Data primer 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-66
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2. Vegetasi di Lokasi Sungai Santoa (Padang – Tangkiang) Lokasi pengambilan sampel di sekitar Sungai Santoa di daerah Padang- Tangkiang berada di sekitar area pemukiman. Lokasi ini berdekatan dengan LNG Padang sehingga tipe ekosistem yang ada juga hampir sama. Berdasarkan pengamatan vegetasi di 10 plot, pada lokasi ini terdapat 23 jenis flora darat yang terdiri dari 12 jenis pohon, 8 jenis semak dan 3 jenis herba (Tabel 3.28). Beberapa jenis flora yang ada merupakan tanaman budidaya dan tanaman khas pantai seperti Terminalia catapa. Tanaman budidaya umumnya di tanam pada lahan ladang dengan dominasi tanaman yaitu Cocos nucifera yang mempunyai INP sebesar 50. Selain itu jenis yang mempunyai kerapatan relatif cukup tinggi di area tersebut adalah Jatropha curcas dengan kerapatan sebesar 36,765%. Jenis semak
yang banyak
ditemukan antara lain Eupatorium inulifolium, Stachytarpeta indica, Desmodium triflorum, sedangkan herba yang dominan ditemukan adalah Colocasia sp dan Musa paradisiaca. Tabel 3.28. Jenis Vegetasi di Sekitar Sungai Santoa No
Nama Ilmiah
Nama Umum
F
FR (%)
D
DR (%)
INP
ID
1,471 2,941 29,412 7,353 2,941 0,735 36,765 11,765 0,735 1,471 0,735 3,676 100
4,412 5,882 50,000 19,118 11,765 3,676 51,471 32,353 3,676 4,412 3,676 9,559 200
0,027 0,045 0,156 0,083 0,045 0,016 0,160 0,109 0,016 0,027 0,016 0,053 0,753
8 16 80 66 7 18 28 15 230
3,478 6,957 34,783 28,696 3,043 7,826 12,174 6,522 100
12,302 18,721 46,547 55,166 8,926 25,473 23,939 21,228 200
0,051 0,081 0,160 0,156 0,046 0,087 0,111 0,077 0,717
7 9 7 23
30,435 39,130 30,435 100
73,292 53,416 73,292 200
0,157 0,000 0,157 0,314
Pohon Alstonia scholaris Annona muricata Cocos nucifera Ficus septica Ficus sp. Garcinia mangostana Jatropha curcas Lannea sp. Leucaena glauca Macaranga sp. Muntingia calabura Terminalia catapa
Pulai Sirsat Kelapa Awar-awar Beringin Manggis Jarak Kayu kuda Lamtoro Mahang Murbei Ketapang
2,941 2,941 20,588 11,765 8,824 2,941 14,706 20,588 2,941 2,941 2,941 5,882 100
2 4 40 10 4 1 50 16 1 2 1 5 136
1 2 3 4 5 6 7 8
Semak Calotropis gigantea Crotalaria sp. Desmodium triflorum Eupatorium inulifolium Flemingia sp. Hyptis brevipes Lantana chamara Stachytarpeta indica
1 1 7 4 3 1 5 7 1 1 1 2 34
Biduri Orok-orok Sisik betok Kirinyu Lapa-lapa Jukut Tembelak Jarong
3 4 4 9 2 6 4 5
1 2 3
Herba Colocasia sp. Ipomoea pes-caprae Musa paradisiaca
8,824 11,765 11,765 26,471 5,882 17,647 11,765 14,706 100
Keladi Daun barah Pisang
3 1 3 7
42,857 14,286 42,857 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
34
Sumber : Data primer 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-67
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3. Vegetasi di Lokasi Uso (Pantai – Pekarangan) Lokasi pengambilan sampel flora di daerah Uso merupakan dataran rendah yang berbatasan dengan pantai. Penggunaan lahan di daerah ini merupakan area pemukiman dan lahan pekarangan. Jenis vegetasi yang ada umumnya merupakan tanaman perkebunan seperti
Cocos nucifera dengan kerapatan relatif 14,035%. Sementara itu vegetasi yang ada di tepi pantai, umumnya merupakan tanaman mangrove yaitu Avicenia sp dan tanaman khas pantai seperti Terminalia catapa dan Vitex trifolia dengan kerapatan relatif masing-masing sebesar 1,754% dan 23,684%. Indeks keanekaragaman jenis untuk pohon sebesar 1,032. Sementara itu jenis semak yang ditemukan antara lain Eupatorium inulifolium (INP 36,281),
Crotalaria sp (INP 33,688) Sida rhombifolia (INP 30,914), sedangkan jenis herba yang dominan adalah Ipomoea pes-caprae, merupakan salah satu jenis yang umumnya dijumpai pada ekosistem pantai. Tabel 3.29. Jenis Vegetasi di Lokasi Uso No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Ilmiah
Nama Umum
Pohon Avicenia sp.
Api-api
Cassia siamea Cerbera manghas Cocos nucifera Glyricidea sepium Jatropha curcas Lannea sp. Macaranga Metroxylon sago Papilionaceae Plumeria acuminata Pterocarpus indicus Terminalia catapa Thespesia populnea Vitex trifolia
Johar Bintoro Kelapa Gamal Jarak Kayu kuda Mahang Sagu Bunga kupu-kupu Kamboja Angsana Ketapang Waru laut Laban
Bambusa arundinacea Bambu
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
F
FR(%)
1 3,030 1 3,030 1 3,030 3 9,091 5 15,152 3 9,091 2 6,061 3 9,091 2 6,061 1 3,030 1 3,030 1 3,030 1 3,030 1 3,030 3 9,091 4 12,121 33 100
D 1 2 4 12 16 13 10 9 3 3 2 2 2 2 6 27 114
DR(%) 0,877 1,754 3,509 10,526 14,035 11,404 8,772 7,895 2,632 2,632 1,754 1,754 1,754 1,754 5,263 23,684 100
INP 3,907 4,785 6,539 19,617 29,187 20,494 14,833 16,986 8,692 5,662 4,785 4,785 4,785 4,785 14,354 35,805 200
ID 0,018 0,031 0,051 0,103 0,120 0,108 0,093 0,087 0,042 0,042 0,031 0,031 0,031 0,031 0,067 0,148 1,032
III-68
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.29. Lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5
Nama Ilmiah
Nama Umum
Semak Acalypha indica
Akalipka Paku Cassia alata Ketepeng Crotalaria sp. Orok-orok Eupatorium inulifolium Kirinyu Hyptis brevipes Jukut Lantana chamara Tembelekan Manihot utilisima Ubi kayu Pandanus tectorius Pandan Sida rhombifolia Sidaguri Stachytarpeta indica Jarong Acrostichum speciosum
Herba Wedelia triloba Sruni Ipomoea aquatica Kangkung Ipomoea pes-caprae Kangkungan Panicum sp. Rumput Pragmites sp. Parumpung
Sumber : Data primer 2007
F
FR(%)
D
DR(%)
INP
ID
4 1 1 8 8 4 3 1 4 6 7 47
8,511 2,128 2,128 17,021 17,021 8,511 6,383 2,128 8,511 12,766 14,894 100
22 1 3 45 52 12 22 33 4 49 27 270
8,148 0,370 1,111 16,667 19,259 4,444 8,148 12,222 1,481 18,148 10,000 100
16,659 2,498 3,239 33,688 36,281 12,955 14,531 14,350 9,992 30,914 24,894 200
0,089 0,009 0,022 0,130 0,138 0,060 0,089 0,000 0,027 0,135 0,100 0,797
3 1 3 3 2 12
25 8,333 25 25 16,667 100
26 6 34 26 15 107
24,299 5,607 31,776 24,299 14,019 100
49,299 13,941 56,776 49,299 30,685 200
0,149 0,070 0,158 0,149 0,120 0,647
4. Vegetasi di Lokasi Kinikini (Muara sungai Kayoa, rawa) Lokasi Kinikini berada di sekitar muara Sungai Kayoa dan tipe ekosistem di lokasi ini merupakan ekosistem rawa. Komposisi flora pada habitat rawa terdiri dari beberapa jenis bakau, pandan, nipah, dan semak herba. Berdasarkan pengamatan vegetasi di 10 plot, pada lokasi ini terdapat 24 jenis flora darat yang terdiri dari 11 jenis pohon, 6 jenis semak dan 7 jenis herba (Tabel 3.30). Pada tepi sungai, jenis vegetasi yang ada umumnya adalah tanaman mangrove. Kondisi mangrove di daerah ini masih bagus. Jenis yang mendominasi yaitu Avicenia sp dengan INP 29,823, sedangkan jenis lainnya yaitu Rhizophora sp mempunyai INP 17,842. Tanaman kelapa juga dominan di wilayah ini, kerapatan relatif jenis ini sebesar 40% dengan INP 54,815. Jenis semak herba yang umumnya dijumpai pada ekosistem rawa seperti Pandanus
tectorius, Sida rhombifolia, Ipomoea pes-caprae dan Spinifex litoreus cukup dominan di lokasi ini.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-69
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.30. Jenis Vegetasi di Lokasi Kinikini Nama Umum
No
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pohon Avicenia sp. Buchanania arborescens Casuarina equsetifolia Cocos nucifera Glyricidea sepium Lumnitzera rasemosa Nipa fruticans Rhizophora sp. Thespesia populnea Xylocarpus granatum Zizyphus mauritima
Api-api Cemara laut Kelapa Gamal Taruntum Nipah Bakau Waru laut Miri Widara
18,519 7,407 11,111 14,815 7,407 3,704 7,407 7,407 11,111 7,407 3,704 100
13 2 13 46 10 1 7 12 5 5 1 115
1 2 3 4 5 6
Semak Acrostichum aureum Canavalia maritima Eupatorium inulifolium Hyptis brevipes Pandanus tectorius Sida rhombifolia
5 2 3 4 2 1 2 2 3 2 1 27
Paku Koro Kirinyu Jukut Pandan Sidaguri
25 8,333 8,333 25 16,667 16,667 100
1 2 3 4 5 6 7
Herba Cassytha filiformis Frimbistylis sp. Ipomoea pes-caprae Panicum sp. Pragmites sp. Saccharum spontaneum Spinifex litoreus
3 1 1 3 2 2 12
Sangir langit Bulu mata Kangkungan Rumput Parumpung Glagah Rumput angin
2 2 5 3 2 2 3 19
10,526 10,526 26,316 15,789 10,526 10,526 15,789 100
Sumber : Data primer 2007
F
FR (%)
D
DR (%)
INP
ID
11,304 1,739 11,304 40,000 8,696 0,870 6,087 10,435 4,348 4,348 0,870 100
29,823 9,147 22,415 54,815 16,103 4,573 13,494 17,842 15,459 11,755 4,573 200
0,107 0,031 0,107 0,159 0,092 0,018 0,074 0,102 0,059 0,059 0,018 0,827
23 1 14 25 6 19 88
26,136 1,136 15,909 28,409 6,818 21,591 100
51,136 9,470 24,242 53,409 23,485 38,258 200
0,152 0,022 0,127 0,155 0,080 0,144 0,680
28 15 40 50 52 17 20 222
12,613 6,757 18,018 22,523 23,423 7,658 9,009 100
23,139 17,283 44,334 38,312 33,950 18,184 24,798 200
0,113 0,079 0,134 0,146 0,148 0,085 0,094 0,800
5. Vegetasi di Lokasi Sumur Pengembangan Donggi Lokasi sumur pengembangan Donggi merupakan daerah persawahan, dengan jenis tanaman utama adalah padi (Oryza sativa). Pada umumnya padi ditanam dua kali dalam satu tahun dan diselingi tanaman palawija. Pada area ini hanya ditemukan satu jenis pohon yang tumbuh di pematang sawah yaitu jambu biji (Psidium guajava ). Beberapa jenis semak herba yang banyak ditemukan pada areal persawahan antara lain Hyptis brevipes, Mimosa
pudica, Cleome aspera, Desmodium sp. Panicum sp. dan Cyperus sp disajikan pada Tabel 3.31.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-70
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.31. Jenis Vegetasi di Sekitar Lokasi Sumur Pengembangan Donggi Nama Umum
No
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Semak Achyranthes sp. Ageratum conyzoides Cleome aspera Desmodium sp. Euphorbia hirta Hyptis brevipes Ludwigia ascendens Mimosa invisa Mimosa pudica Physalis angulata Sida rhombifolia Stachytarpeta indica Synedrella nodiflora
Jarong Wedusan Sisik betok Patian Jukut Krangkong Pis kucing Putri malu Ceplukan Sidaguri Jarong Babadotan
1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 16
6,250 12,500 6,250 6,250 6,250 12,500 6,250 6,250 12,500 6,250 6,250 6,250 6,250 100
3 6 23 24 8 26 4 5 25 2 2 15 19 162
Herba Commelina sp. Cyperus sp. Eleusin indica Ipomoea aquatica Marsilea crenata Oryza sativa Panicum sp. Peperomia sp.
Glegor Teki Suket tulangan Kangkung Semanggi Padi Rumput Sirih
4 6 2 2 3 8 6 1 32
12,500 18,750 6,250 6,250 9,375 25,000 18,750 3,125 100
17 28 23 11 42 200 125 6 452
1 2 3 4 5 6 7 8
F
FR(%)
D
DR(%)
INP
ID
1,852 3,704 14,198 14,815 4,938 16,049 2,469 3,086 15,432 1,235 1,235 9,259 11,728 100
8,102 16,204 20,448 21,065 11,188 28,549 8,719 9,336 27,932 7,485 7,485 15,509 17,978 200
0,032 0,053 0,000 0,000 0,000 0,128 0,040 0,000 0,125 0,000 0,024 0,096 0,000 0,497
3,761 6,195 5,088 2,434 9,292 44,248 27,655 1,327 100
16,261 24,945 11,338 8,684 18,667 69,248 46,405 4,452 200
0,054 0,075 0,066 0,039 0,096 0,157 0,154 0,000 0,640
Sumber : Data primer 2007
6. Vegetasi di Lokasi Sumur Sukamaju Hasil pengamatan ploting flora di lokasi sumur Sukamaju terdapat 61 jenis flora yang terdiri dari 31 jenis pohon, 20 jenis semak dan 11 jenis herba. Lokasi rencana sumur pengeboran di daerah Sukamaju berada di sekitar Suaka Margasatwa Bakiriang. Pada lokasi ini indeks keanekaragaman jenis pohon 1,327. Jenis yang paling sering dijumpai adalah Lansium
domesticum, Macaranga sp, Parkia speciosa, Pometia sp dengan frekuensi relatif sebesar 5,607%. Sementara itu untuk jenis semak yang paling mendominasi adalah jenis
Eupatorium inulifolium dengan frekuensi relatif sebesar 12,903%, densitas relatif sebesar 46,859% dan INP sebesar 59,762. Jenis herba yang sering dijumpai dan mempunyai nilai kerapatan relatif tertinggi yaitu Paspalum sp dengan frekuensi dan densitas relatif masingmasing sebesar 20,833% dan 60,390%. Hasil pengamatan flora dengan sampling plot di area sumur Sukamaju disajikan pada tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-71
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.32. Jenis Vegetasi di Sekitar Lokasi Sumur Pengeboran Gas Sukamaju No
Nama Ilmiah
Nama Umum
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Pohon Adenanthera sp. Anacardium occidentale Areca cathecu Anthocephalus sp. Arenga pinnata Artocarpus altilis Artocarpus elastica Bauhinia acuminate Caryota mitis Cassia timorensis Cocos nucifera Durio zibethinus Dysoxylum sp. Garcinia sp. Glyricidea sepium Hopea sp. Lansium domesticum Laportea sp. Leucaena glauca Livistona rotundifolia Macaranga sp. Muntingia calabura Nauclea orientalis Pandanus tectorius Parkia speciosa Pithecelobium jiringa Pometia sp. Talauma sp. Tectona grandis Theobroma cacao Toona sp.
Segawe Jambu monyet Pinang Kamama Aren Kluwih Terap Tayuman Genduru Casia Kelapa Durian Mundu Gamal Miranti Duku Lamtoro Mahang Murbei Gempol Pandan Petai Asam Matoa Ganda Jati Coklat Suren
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Semak Ageratum conyzoides Alpinia malaccensis. Bauhinia sp. Bidens pilosus Calamus ornatus Costus speciosus Dioscorea aculeata Emilia sonchifolia Erigeron sumatrensis Eupatorium inulifolium
Wedusan Lengkuas hutan Kupu-kupu Pancing Gadung Dalgiu Kirinyu
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
FR (%)
F 5 2 4 2 3 3 3 4 5 2 5 3 3 2 5 3 6 1 3 5 6 1 3 1 6 2 6 5 2 2 2 105
D
DR (%)
INP
ID
4,673 1,869 3,738 1,869 2,804 2,804 2,804 3,738 4,673 1,869 4,673 2,804 2,804 1,869 4,673 2,804 5,607 0,935 2,804 4,673 5,607 0,935 2,804 0,935 5,607 1,869 5,607 4,673 1,869 1,869 1,869 100
3 4 9 16 3 2 2 17 12 7 6 3 3 2 18 3 7 1 4 8 15 6 5 5 8 2 10 19 4 23 3 230
1,282 1,709 3,846 6,838 1,282 0,855 0,855 7,265 5,128 2,991 2,564 1,282 1,282 0,855 7,692 1,282 2,991 0,427 1,709 3,419 6,410 2,564 2,137 2,137 3,419 0,855 4,274 8,120 1,709 9,829 1,282 100
5,955 3,579 7,584 8,707 4,086 3,658 3,658 11,003 9,801 4,861 7,237 4,086 4,086 2,724 12,365 4,086 8,599 1,362 4,513 8,092 12,018 3,499 4,940 3,071 9,026 2,724 9,881 12,793 3,579 11,698 3,151 200
0,024 0,030 0,054 0,080 0,024 0,018 0,018 0,083 0,066 0,046 0,041 0,024 0,024 0,018 0,086 0,024 0,046 0,010 0,030 0,050 0,076 0,000 0,036 0,036 0,050 0,018 0,059 0,089 0,030 0,099 0,024 1,327
5 8,065 2 3,226 4 6,452 3 4,839 4 6,452 2 3,226 3 4,839 1 1,613 4 6,452 8 12,903
40 4 15 8 8 4 3 3 15 179
10,471 1,047 3,927 2,094 2,094 1,047 0,785 0,785 3,927 46,859
18,536 4,273 10,378 6,933 8,546 4,273 5,624 2,398 10,378 59,762
0,103 0,021 0,055 0,035 0,035 0,021 0,017 0,017 0,055 0,154
III-72
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.32. Lanjutan No
Nama Ilmiah
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Ficus septica Gigantochloa apus Lantana chamara Maranta arundinacea Passiflora sp. Piper aduncum Selaginela caudata Solanum torvum Urena lobata Zea mays
Awar-awar Ambu apus Tembelekan Maranta Rambusa Sasuruhan Paku lumut Terongan Pulut Jagung
3 3 3 3 2 4 2 2 3 1 62
FR (%) 4,839 4,839 4,839 4,839 3,226 6,452 3,226 3,226 4,839 1,613 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Herba Amorphophalus variabilis Colocasia esculenta Cyperus sp. Homalomena sp. Imperata cylindrica Isachne sp. Musa acuminata Musa paradisiaca Panicum hirtelum Paspalum sp. Schysmatoglotis sp.
Bunga bangke Keladi Teki Alang-alang Rumput Pisang Pisang Rumput Paitan -
4 3 5 3 2 6 2 6 3 10 4 48
8,333 6,250 10,417 6,250 4,167 12,500 4,167 12,500 6,250 20,833 8,333 100
Nama Umum
F
6 3 6 24 4 35 8 3 6 8 382
DR (%) 1,571 0,785 1,571 6,283 1,047 9,162 2,094 0,785 1,571 2,094 100
4 4 11 3 19 28 10 18 79 279 7 462
0,866 0,866 2,381 0,649 4,113 6,061 2,165 3,896 17,100 60,390 1,515 100
D
INP
ID
6,409 5,624 6,409 11,121 4,273 15,614 5,320 4,011 6,409 3,707 200
0,028 0,017 0,028 0,076 0,021 0,095 0,035 0,017 0,028 0,035 0,892
9,199 7,116 12,798 6,899 8,279 18,561 6,331 16,396 23,350 81,223 9,848 200
0,018 0,018 0,039 0,014 0,057 0,074 0,036 0,055 0,131 0,132 0,028 0,601
Sumber : Data primer 2007
7. Vegetasi di Lokasi Manifold Station Minahaki Lokasi Manifold Station di Minahaki terletak di sekitar Sungai Singkoyo. Berdasarkan pengamatan vegetasi di 10 plot, pada lokasi ini terdapat sekitar 11 jenis pohon, 8 jenis semak dan 3 jenis herba dengan INP yang bervariasi. INP tertinggi adalah jenis Glyrycidia
sepium sebesar 79,263, kemudian Theobroma cacao dengan INP 28,175 dan
Nauclea
orientalis mempunyai INP 20,386. Kerapatan relatif yang paling tinggi adalah Glyrycidia sepium sebesar 55,263% dan Theobroma cacao sebesar 20,175%, sedangkan kerapatan jenis lainnya dibawah 10%. Beberapa jenis vegetasi bawah penutup lahan semak herba yang dominan antara lain Clitoria ternatea, Eupatorium inulifolium, Hyptis brevipes, Digitaria
fucescens, Imperata cillyndrica disajikan pada tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-73
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.33. Jenis Vegetasi di Sekitar Block Station Minahaki I No
Nama Ilmiah
Nama Umum
FR (%)
F
D
DR (%)
INP
ID
Pohon Acacia auriculiformis Artocarpus integra Ceiba pentandra Cocos nucifera Glyrycidia sepium Lannea sp. Leucaena glauca Nauclea orientalis Talauma sp. Terminalia catapa Theobroma cacao
Akasia Nangka Randu Kelapa Gamal Kayu kuda Lamtoro Gempol Ganda Ketapang Coklat
1 1 1 3 6 1 3 4 1 2 2 25
4 4 4 12 24 4 12 16 4 8 8 100
2 1 3 7 63 1 5 5 1 3 23 114
1,754 0,877 2,632 6,140 55,263 0,877 4,386 4,386 0,877 2,632 20,175 100
5,754 4,877 6,632 18,140 79,263 4,877 16,386 20,386 4,877 10,632 28,175 200
0,031 0,018 0,042 0,074 0,142 0,018 0,060 0,060 0,018 0,042 0,140 0,644
1 2 3 4 5 6 7 8
Semak Clitoria ternatea Crotalaria sp. Eupatorium inulifolium Hyptis brevipes Pasiflora foetida Ruellia tuberosa Sida retusa Sida rhombifolia
Telang Orok-orok Kirinyu Jukut Rambusa Ceplikan Sidaguri Sidaguri
10,000 6,667 23,333 20,000 3,333 13,333 16,667 6,667 100
54 5 75 27 2 11 16 13 203
26,601 2,463 36,946 13,300 0,985 5,419 7,882 6,404 100
36,601 9,130 60,279 33,300 4,319 18,752 24,548 13,071 200
0,153 0,040 0,160 0,117 0,020 0,069 0,087 0,076 0,721
1 2 3
Herba Digitaria fucescens Imperata cillyndrica Musa paradisiaca
3 2 7 6 1 4 5 2 30
Jelamparan Alang-alang Pisang
10 9 1 20
50 45 5 100
163 128 4 295
55,254 105,254 43,390 88,390 1,356 6,356 100 200
0,142 0,157 0,025 0,325
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sumber : Data primer 2007
8. Vegetasi di Lokasi Sumur Minahaki I Lokasi sumur Minahaki I terletak berdekatan dengan Block station Minahaki dengan jarak sekitar 1 204 meter. Pada lokasi ini, jenis vegetasi yang ada tidak jauh berbeda dengan jenis yang ada di block station. Jenis pohon yang mempunyai INP tertinggi yaitu Psidium
guajava sebesar 32,432. Jenis semak yang mempunyai INP tertinggi yaitu Eupatorium inulifolium sebesar 63,793, sedangkan jenis herba yang mempunyai INP tertinggi adalah Imperata cyllindrica sebesar 102,381.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-74
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.34. Jenis Vegetasi di Sekitar Sumur Minahaki I FR (%)
DR (%)
INP
7 6 6 2 1 6 4 5 1 9 5 1 14 7 74
9,459 8,108 8,108 2,703 1,351 8,108 5,405 6,757 1,351 12,162 6,757 1,351 18,919 9,459 100
20,270 16,216 16,216 8,108 4,054 13,514 13,514 14,865 4,054 20,270 17,568 4,054 32,432 14,865 200
0,097 0,088 0,088 0,042 0,025 0,088 0,068 0,079 0,025 0,111 0,079 0,025 0,137 0,097 1,052
30 15 20 5 15 15 100
49 22 39 21 9 5 145
33,793 15,172 26,897 14,483 6,207 3,448 100
63,793 30,172 46,897 19,483 21,207 18,448 200
0,159 0,208 0,323 0,134 0,146 0,127 1,099
5 35,714 5 35,714 4 28,571 14 100
27 82 14 123
21,951 57,666 66,667 102,381 11,382 39,954 100 200
0,145 0,117 0,107 0,369
No
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pohon Alstonia scholaris Anacardium occidentale Arenga pinata Artocarpus elastica Casuarina equsetifolia Ceiba pentandra Cordia sp. Dysoxylum sp. Lansium domesticum Macaranga sp. Nauclea orientalis Peronema canescens Psidium guajava Talauma sp.
Pulai Jambu mete Aren Terap Cemara laut Randu Kordia Kedoya Duku Mahang Gempol Sungkai Jambu biji Ganda
1 2 3 4 5 6
Semak Eupatorium inulifolium Lantana chamara Gleichenia sp. Acrosticum sp. Clitoria ternatea Erigeron sumatrensis
4 10,811 3 8,108 3 8,108 2 5,405 1 2,703 2 5,405 3 8,108 3 8,108 1 2,703 3 8,108 4 10,811 1 2,703 5 13,514 2 5,405 37 100
Kirinyu Tembelekan Paku Paku rawa Telang -
6 3 4 1 3 3 20
1 2 3
Herba Digitaria sanguinalis Imperata cyllindrica Poa annua
Jelamparan Alang-alang Rumput
Nama Umum
Sumber : Data primer 2007
F
D
ID
9. Vegetasi di Lokasi Sumur Donggi Lokasi sumur Donggi merupakan daerah persawahan, dengan jenis tanaman utama adalah padi (Oryza sativa). Pada umumnya padi ditanam dua kali dalam satu tahun dan diselingi tanaman palawija. Hasil pengamatan terdapat 5 pohon, 12 jenis semak dan 10 jenis herba.Kerapatan tertinggi untuk jenis semak adalah Mimosa pudica dengan densitas relatif sebesar 40,264%, kemusian diikuti jenis Ruellia tuberose sebesar 21,782%, sedangkan kerapatan tertinggi untuk herba adalah Panicum hirtelum dengan kerapatan relatif 36,775%, kemudian Eleusin indica dengan sebesar 21,523%.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-75
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.35. Jenis Vegetasi di Sekitar Lokasi Sumur Donggi Nama Umum
No
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5
Pohon Anacardium occidentale Calophyllum inophyllum Nauclea orientalis Terminalia catapa Thespesia populnea
Jambu mete Nyamplung Gempol Ketapang Waru laut
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Semak Acalypha indica Acrosticum sp. Ageratum conyzoides Bidens pilosus Crotalaria sp. Desmodium trifolium Ficus septica Hedyotis sp. Ludwigia ascendens Mimosa pudica Ruellia tuberose Stachytarpeta indica
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Herba Commelina sp. Cyperus sp. Eleusin indica Fimbritylis sp. Ipomoea sp. Nymphaea sp. Panicum hirtelum Panicum muticum Paspalum sp.. Typha sp.
FR (%)
F
INP
ID
20 20 20 20 20 100
1 1 1 1 1 5
20 20 20 20 20 100
40 40 40 40 40 200
0,140 0,140 0,140 0,140 0,140 0,699
Akalipka Paku rawa Wedusan Orok-orok Sisik betok Awar-awar Bunga karang Kecicak Putri malu Ceplikan Jarong
3 8,824 1 2,941 2 5,882 2 5,882 3 8,824 3 8,824 2 5,882 4 11,765 1 2,941 5 14,706 5 14,706 3 8,824 34 100
6 6 6 2 20 34 2 18 12 122 66 9 303
1,980 1,980 1,980 0,660 6,601 11,221 0,660 5,941 3,960 40,264 21,782 2,970 100
10,804 4,921 7,863 6,542 15,424 20,045 6,542 17,705 6,902 54,970 36,488 11,794 200
0,034 0,034 0,034 0,014 0,078 0,107 0,014 0,073 0,056 0,159 0,144 0,045 0,791
Glegor Teki Suket tulangan Bulu mata Kangkung Teratai Rumput Rumputan Paitan Teki
4 2 4 2 1 1 4 2 4 1 25
31 6 65 17 9 4 111 10 35 14 302
10,265 1,987 21,523 5,629 2,980 1,325 36,755 3,311 11,589 4,636 100
26,265 9,987 37,523 13,629 6,980 5,325 52,755 11,311 27,589 8,636 200
0,101 0,034 0,144 0,070 0,045 0,025 0,160 0,049 0,108 0,062 0,799
Sumber : Data primer 2007
1 1 1 1 1 5
DR (%)
D
16 8 16 8 4 4 16 8 16 4 100
10. Jenis Vegetasi di Lokasi Jalur Trunk Line Di Hutan Lindung Salah satu lokasi yang akan dilewati pipa penyaluran gas adalah area hutan lindung. Berdasarkan hasil pengamatan dengan ploting, terdapat 11 jenis pohon di sekitar area Trunk Line, dengan beberapa jenis yang mempunyai frekuensi dan kerapatan relatif sama. Jenis yang paling sering dijumpai adalah Lansium domesticum, Nauclea orientalis, dan
Arenga pinnata dengan frekuensi relatif 12,903% dan densitas relatif 10,204%. Indeks diversitas untuk jenis pohon di lokasi ini adalah 1,023. Penutupan lantai hutan didominasi oleh semak dan herba. Dari ploting yang dilakukan terhadap semak dan herba terdapat sekitar 16 jenis semak dan 10 jenis herba. Jenis yang sering ditemukan dan kerapatannya
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-76
PT. PERTAMINA EP - PPGM
tinggi antara lain Eupatorium inulifolium (35,393%) dan Piper aduncum (12,640%), sedangkan jenis lainnya dibawah 10%. Jenis herba yang dominan adalah Panicum hirtelum dan Paspalum sp. Beberapa jenis flora yang ada di sekitar lokasi Trunk Line yang melewati hutan lindung disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.36. Jenis Vegetasi Di Lokasi Jalur Trunk Line Yang Melewati Hutan Lindung No
Nama Ilmiah
Nama Umum
F
FR(%)
D
DR(%)
INP
ID
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pohon Anthocephalus sp. Artocarpus elastica Cassia timorensis Lansium domesticum Livistona rotundifolia Nauclea orientalis Oncosperma sp. Pometia sp. Talauma sp. Arenga pinnata Caryota mitis
Kamama Terap Kasia Duku Palem Gempol Palem Matoa Ganda Aren Genduru
6,452 9,677 6,452 12,903 9,677 12,903 3,226 9,677 9,677 12,903 6,452 100
5 3 3 5 5 6 3 3 4 7 5 49
10,204 6,122 6,122 10,204 10,204 12,245 6,122 6,122 8,163 14,286 10,204 100
16,656 15,800 12,574 23,107 19,882 25,148 9,348 15,800 17,841 27,189 16,656 200
0,101 0,074 0,074 0,101 0,101 0,112 0,074 0,074 0,089 0,121 0,101 1,023
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Semak Ageratum conyzoides Alpinia malaccensis. Bauhinia sp. Bidens pilosus Calamus ornatus Costus speciosus Dioscorea aculeata Emilia sonchifolia Erigeron sumatrensis Eupatorium inulifolium Gigantochloa apus Lantana chamara Maranta arundinacea Piper aduncum Selaginela caudata Urena lobata
2 3 2 4 3 4 1 3 3 4 2 31
Wedusan Lengkuas hutan Kupu-kupu Rotan Pacing Gadung Dalgiu Kirinyu Bambu apus Tembelekan Maranta Suruhan Paku lumut Pulut
8 5,333 8 5,333 5,333 5,333 2,667 6,667 5,333 12 1,333 8 6,667 8 5,333 6,667 100
28 15 12 11 5 7 3 8 5 126 2 24 18 45 30 17 356
7,865 4,213 3,371 3,090 1,404 1,966 0,843 2,247 1,404 35,393 0,562 6,742 5,056 12,640 8,427 4,775 100
15,865 9,547 11,371 8,423 6,738 7,300 3,509 8,914 6,738 47,393 1,895 14,742 11,723 20,640 13,760 11,442 200
0,087 0,058 0,050 0,047 0,026 0,034 0,017 0,037 0,026 0,160 0,013 0,079 0,066 0,114 0,091 0,063 0,965
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Herba Amorphophalus variabilis Colocasia esculenta Cyperus sp. Homalomena sp. Imperata cylindrica Isachne sp. Musa acuminata Panicum hirtelum Paspalum sp. Schysmatoglotis sp.
6 4 6 4 4 4 2 5 4 9 1 6 5 6 4 5 75
Bunga bangkai Keladi Teki Alang-alang Rumput Pisang Rumput Paitan -
2 3 7 3 6 4 2 8 8 3 46
4,348 6,522 15,217 6,522 13,043 8,696 4,348 17,391 17,391 6,522 100
3 4 26 4 50 24 9 121 108 3 352
0,852 1,136 7,386 1,136 14,205 6,818 2,557 34,375 30,682 0,852 100
5,200 7,658 22,604 7,658 27,248 15,514 6,905 51,766 48,073 7,374 200
0,018 0,022 0,084 0,022 0,120 0,080 0,041 0,159 0,157 0,018 0,721
Sumber : Data primer 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-77
PT. PERTAMINA EP - PPGM
11.
Vegetasi di Jalur trunk Line Kebun Sekitar Hutan rakyat Rencana lokasi penyaluran gas akan melewati lokasi hutan rakyat unit 12 Desa Tirtasari. Berdasarkan hasil pengamatan dengan ploting, di sekitar lokasi ini terdapat 13 jenis pohon yang sebagian besar adalah tanaman budidaya. Beberapa jenis yang ditanam masyarakat antara lain Anacardium ocidentale, Arenga pinnata, Artocarpus integra, Mangifera indica . Namun jenis yang dominan ditanam pada hutan rakyat adalah Tectona grandis dengan kerapatan relatif sebesar 77,866%. Sementara itu terdapat 17 jenis semak dan 2 jenis herba yang ditemukan, seperti disajikan pada tabel berikut.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 2
Tabel 3.37. Jenis Vegetasi di Lokasi Trunk Line Sekitar Hutan Rakyat Unit 12 Desa Tirtasari Nama Umum Nama Ilmiah F FR(%) D DR(%) INP Pohon Anacardium ocidentale Jambu mete 4 12,5 16 6,324 18,824 Arenga pinnata Aren 2 6,25 2 0,791 7,041 Artocarpus elastica Terap 2 6,25 2 0,791 7,041 Artocarpus integra Nangka 2 6,25 9 3,557 9,807 Ceiba pentandra Randu 1 3,125 1 0,395 3,520 Hibiscus sp. Waru 1 3,125 1 0,395 3,520 Lannea sp. Kayu kuda 2 6,25 3 1,186 7,436 Macaranga sp. Mahang 4 12,5 10 3,953 16,453 Mangifera indica Mangga 2 6,25 5 1,976 8,226 Nauclea orientalis Gempol 2 6,25 2 0,791 7,041 Psidium guajava Jambu biji 3 9,375 3 1,186 10,561 Syzygium aqueum Jambu air 2 6,25 2 0,791 7,041 Tectona grandis Jati 5 15,625 197 77,866 93,491 32 100 253 100 200 Semak Adiantum sp. Paku tanah 4 7,843 8 4,167 12,010 Ageratum conyzoides Wedusan 3 5,882 12 6,250 12,132 Allamanda cathartica Alamanda 1 1,961 18 9,375 11,336 Alpinia galangal Lengkuas 1 1,961 4 2,083 4,044 Amaranthus spinosus Bayam 5 9,804 12 6,250 16,054 Annanas commosus Nanas 3 5,882 6 3,125 9,007 Bidens pilosus 2 3,922 3 1,563 5,484 Borreria sp. Boreria 2 3,922 4 2,083 6,005 Eupatorium inulifolium Kirinyu 8 15,686 70 36,458 52,145 Ficus septica Awar-awar 2 3,922 3 1,563 5,484 Heliotropium decipens Ekor anjing 3 5,882 6 3,125 9,007 Hyptis brevipes Jukut 4 7,843 12 6,250 14,093 Lantana chamara Tembelekan 5 9,804 17 8,854 18,658 Melastoma affine Senggani 3 5,882 6 3,125 9,007 Pasiflora foetida Rambusa 1 1,961 1 0,521 2,482 Phyllanthus niruri Meniran 3 5,882 6 3,125 9,007 Ruellia tuberose Ceplikan 1 1,961 4 2,083 4,044 51 100 192 100 200 Herba Eleusin indica Suket tulangan 4 33,333 14 9,929 43,262 Imperata cyllindrica Alang-alang 8 66,667 127 90,071 156,738 12 100 141 100 200
Sumber : Data primer 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
ID 0,076 0,017 0,017 0,052 0,009 0,009 0,023 0,055 0,034 0,017 0,023 0,017 0,085 0,432 0,058 0,075 0,096 0,035 0,075 0,047 0,028 0,035 0,160 0,028 0,047 0,075 0,093 0,047 0,012 0,047 0,035 0,959 0,100 0,041 0,141
III-78
PT. PERTAMINA EP - PPGM
12.
Vegetasi di Lokasi Trunk Line yang Melewati Sungai Toili Rencana lokasi Trunk Line antara lain akan melewati Sungai Toili. Kondisi vegetasi di sekitar Sungai Toili, didominasi oleh jenis Bambusa arundinacea dengan INP 45,593. Jenis pohon lainnya yang banyak dijumpai adalah, Glyricidea sepium, dengan kerapatan relatif 17,708%, sedangkan Cocos nucifera, Macaranga sp, dan Nauclea orientalis mempunyai kerapatan relatif 11,458% (Tabel 3.38). Berdasarkan pengamatan vegetasi di 10 plot, pada lokasi ini terdapat 22 jenis flora darat yang terdiri dari 11 jenis pohon, 7 jenis semak dan 3 jenis herba. Penutupan lahan oleh semak herba di lokasi ini didominasi oleh jenis Eupatorium
inulifolium dan Panicum hirtelum. Tabel 3.38. Jenis Vegetasi di Lokasi Trunk Line yang Melewati Sungai Toili No
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pohon Arenga pinnata Bambusa arundinacea Casuarinas sumatrana Cocos nucifera Ficus sp. Glyricidea sepium Hibiscus tiliaceus Macaranga sp. Muntingia calabura Nauclea orientalis Shorea macrophylla
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3
Nama Umum
Aren Bambu Cemara Kelapa Ficus Gamal Waru Mahang Murbei Gempol Meranti
Semak
Saccharum spontaneum Glagah
Eupatorium inulifolium Sida acuta Demodium triflorum Stachytarpeta indica Lantana chamara Hyptis brevipes
Kirinyu Sidaguri Sisik betok Jarong Tembelekan Jukut
Herba
Anastrophus compresus Rumput
Imperata cyllindrica Panicum hirtelum
Alang-alang Rumput
F
FR(%)
D
DR(%)
INP
ID
2 6 2 5 1 6 5 5 2 4 1 39
5,128 15,385 5,128 12,821 2,564 15,385 12,821 12,821 5,128 10,256 2,564 100
2 29 3 11 1 17 7 11 3 11 1 96
2,083 30,208 3,125 11,458 1,042 17,708 7,292 11,458 3,125 11,458 1,042 100
7,212 45,593 8,253 24,279 3,606 33,093 20,112 24,279 8,253 21,715 3,606 200
0,035 0,157 0,047 0,108 0,021 0,133 0,083 0,108 0,047 0,108 0,021 0,867
5 9 5 7 4 6 5 41
12,195 21,951 12,195 17,073 9,756 14,634 12,195 100
41 59 25 72 22 21 11 251
16,335 23,506 9,960 28,685 8,765 8,367 4,382 100
28,530 45,457 22,155 45,758 18,521 23,001 16,578 200
0,129 0,148 0,100 0,156 0,093 0,090 0,060 0,774
5 5 6 16
31,25 31,25 37,5 100
57 60 76 193
29,534 31,088 39,378 100
60,784 62,338 76,878 200
0,156 0,158 0,159 0,474
Sumber : Data primer 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-79
PT. PERTAMINA EP - PPGM
13.
Vegetasi di Lokasi Trunk Line melewati Perkampungan Berdasarkan pengamatan vegetasi pada 10 plot, di sekitar lokasi rencana Trunk Line di Desa Argakencana, Kecamatan Batui terdapat 37 jenis flora darat yang terdiri dari 20 jenis pohon, 14 jenis semak dan 3 jenis herba. Penggunaan lahan di sekitar Trunk Line ini adalah permukiman dan pekarangan, sehingga jenis vegetasi yang mendominasi di area ini terutama adalah tanaman budidaya. Beberapa jenis yang dibudidayakan antara lain
Artocarpus communis, Artocarpus integra, Cocos nucifera, Mangifera indica, Theobroma cacao disajikan pada Tabel 3.39. Tanaman Glyricidea sepium mempunyai kerapatan relatif tertinggi sebesar 29,907% dan umumnya ditanam sebagai pagar pembatas lahan. Jenis semak herba yang dijumpai, merupakan jenis yang umumnya dijumpai pada ekosistem pekarangan, antara lain Tridax procumbens, Desmodium sp, Eleusine indica, Cynodon
dactylon, disajikan pada tabel berikut.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tabel 3.39. Jenis Vegetasi di Lokasi Trunk Line yang melewati Perkampungan Argakencana Kecamatan Batui FR DR Nama Umum Nama Ilmiah F D INP ID (%) (%) Pohon Artocarpus communis Sukun 2 3,448 2 1,869 5,317 0,032 Artocarpus integra Nangka 2 3,448 2 1,869 5,317 0,032 Averrhoa carambola Belimbing 1 1,724 1 0,935 2,659 0,019 Cassia sp Casia 3 5,172 4 3,738 8,911 0,053 Ceiba pentandra Randu 3 5,172 4 3,738 8,911 0,053 Citrus aurantifolia Jeruk 4 6,897 6 5,607 12,504 0,070 Cocos nucifera Kelapa 6 10,345 6 5,607 15,952 0,070 Glyricidea sepium Gamal 5 8,621 32 29,907 38,527 0,157 Lannea sp. Kayu kuda 3 5,172 6 5,607 10,780 0,070 Lansium domesticum Duku 3 5,172 3 2,804 7,976 0,044 Leucaena leucocephala Lamtoro 4 6,897 4 3,738 10,635 0,053 Mangifera indica Mangga 6 10,345 10 9,346 19,691 0,096 Moringa pterygosperma Kelor 1 1,724 2 1,869 3,593 0,032 Muntingia calabura Murbei 2 3,448 3 2,804 6,252 0,044 Mussaenda sp. Nusa indah 1 1,724 2 1,869 3,593 0,032 Nerium oleander Nerium 4 6,897 8 7,477 14,373 0,084 Sesbania grandiflora Turi 4 6,897 5 4,673 11,569 0,062 Spondias cytherea Kedondong 2 3,448 2 1,869 5,317 0,032 Theobroma cacao Coklat 1 1,724 4 3,738 5,462 0,053 Crysophylum cainito Knitu 1 1,724 1 0,935 2,659 0,019 58 100 107 100 200 1,110
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-80
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.39. Lanjutan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Ilmiah Semak Gardenia augusta Euphorbia hirta Tridax procumbens Sida retusa Borreria sp. Desmodium sp. Hibiscus rosa-sinensis Manihot utilisima Bougenvilia spectabilis Ixora coccinea Eupatorium riparium Catharanthus roseus Allamanda cathartica
Kaca piring Patikan Srunen Sidaguri Boreria Sisik betok Sepatu Ubi kayu Bugenvil Soka Kirinyu Tapak dara Alamanda Clerodendrum thomsonae Nona makan sirih Herba Eleusine indica Cynodon dactylon Fimbritylis sp.
1 2 3
Nama Umum
Suket tulangan Teki Bulu mata
F
FR (%) 2 3,846 9 17,308 10 19,231 5 9,615 5 9,615 7 13,462 2 3,846 1 1,923 1 1,923 1 1,923 4 7,692 3 5,769 1 1,923 1 1,923 52 100 6 46,154 4 30,769 3 23,077 13 100
DR (%)
D
2 0,493 71 17,488 148 36,453 27 6,650 12 2,956 104 25,616 7 1,724 4 0,985 3 0,739 2 0,493 16 3,941 7 1,724 1 0,246 2 0,493 406 100 28 8 4 40
INP
ID
4,339 34,795 55,684 16,266 12,571 39,077 5,570 2,908 2,662 2,416 11,633 7,493 2,169 2,416 200
0,011 0,132 0,160 0,078 0,045 0,152 0,030 0,020 0,016 0,011 0,055 0,030 0,006 0,011 0,759
70 116,154 20 50,769 10 33,077 100 200
0,108 0,140 0,100 0,348
Sumber : Data primer 2007
14.
Vegetasi di Lokasi jalur Trunk Line yang Melewati Persawahan Penggunaan lahan di daerah yang dilewati pipa penyalur gas ini merupakan area persawahan. Jenis tanaman utama Oryza sativa . Jenis lain yang mempunyai kerapatan tertinggi adalah Lannea sp dengan kerapatan relatif 67,857%, sedangkan jenis pohon lainnya rata-rata mempunyai kerapatan relatif 3,571%. Semak herba yang tumbuh merupakan jenis semak herba pada ekosistem persawahan yang umum dijumpai adalah
Imperata cillyndrica dan Imperata cillyndrica.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-81
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.40. Jenis Vegetasi di Lokasi Trunk Line Sekitar Persawahan No
Nama Ilmiah
Nama Umum
FR (%)
F
D
DR (%)
INP
ID
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pohon Artocarpus elasticus Cananga arborea Lannea sp. Livistona rotundifolia Morinda citrifolia Nauclea orientalis Paraserianthes sp. Terminalia catapa Cynamomun sp.
Terap Kenanga Kayu kuda Palem Mengkudu Gempol Sengon Ketapang Kayu manis
1 1 2 1 1 1 1 1 1 10
10 10 20 10 10 10 10 10 10 100
1 1 19 1 1 1 1 2 1 28
3,571 3,571 67,857 3,571 3,571 3,571 3,571 7,143 3,571 100
13,571 13,571 87,857 13,571 13,571 13,571 13,571 17,143 13,571 200
0,052 0,052 0,114 0,052 0,052 0,052 0,052 0,082 0,052 0,558
1 2 3 4 5 6 7 8
Semak Schizostchyum sp. Heliotropium indicum Ruellia tuberosa Jussiaea sp. Hedyotis sp. Lantana chamara Euatorium inulifolium Borreria sp.
Bandotan Ceplikan Pangeor sila Bunga karang Tembelekan Kirinyu Boreria
1 1 2 3 2 2 2 1 14
7,143 7,143 14,286 21,429 14,286 14,286 14,286 7,143 100
35 2 5 7 10 19 51 3 132
26,515 1,515 3,788 5,303 7,576 14,394 38,636 2,273 100
33,658 8,658 18,074 26,732 21,861 28,680 52,922 9,416 200
0,153 0,028 0,054 0,068 0,085 0,121 0,160 0,037 0,705
Alang-alang Teki Glagah Krangkong Kangkung Rumput Padi
3 4 1 1 1 4 5 19
15,789 21,053 5,263 5,263 5,263 21,053 26,316 100
177 26 10 2 4 14 125 358
49,441 7,263 2,793 0,559 1,117 3,911 34,916 100
65,231 28,315 8,056 5,822 6,380 24,963 61,232 200
0,151 0,083 0,043 0,013 0,022 0,055 0,160 0,526
1 2 3 4 5 6 7
Herba Imperata cillyndrica Cyperus sp.
Saccharum spontaneum
Ludwigia ascendens Ipomoea aquatica Isachne globosa Oryza sativa Sumber : Data primer 2007
Kondisi flora di wilayah studi baik, dikategorikan mempunyai skala kualitas lingkungan skala 4. Secara umum calon lokasi kegiatan umumnya berada di lahan tegal atau kebun dan bukan merupakan lahan persawahan. Kemungkinan perkembangan berbagai fasilitas ekonomi akan terpusat di sekitar lokasi LNG yang merupakan lahan kering, sementara lumbung pangan berada jauh dari lokasi LNG yaitu di Toili dan Toili Barat. Dengan demikian tidak akan berdampak nyata terhadap penurunan produksi pangan.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-82
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.2.2
Fauna Darat
Fauna yang diamati meliputi hewan budidaya, burung, mamalia, reptilia. Daerah pengamatan meliputi daerah sekitar lokasi kegiatan yaitu area LNG Padang, sekitar Sungai Santoa, pantai Uso, Kinikini, lokasi sumur pengembangan Bumiharjo, sumur Sukamaju, Block Station sekitar Sungai Singkoyo, sumur Minahaki, sumur Donggi, sekitar Trunk Line daerah hutan lindung, Trunk Line kebun rakyat, Trunk Line sekitar Sungai Toili, Trunk Line sekitar perkampungan Argakencana, dan Trunk Line daerah persawahan. Pengamatan dilakukan dengan cara langsung menggunakan alat bantu binokular maupun tidak langsung yaitu dengan melakukan wawancara dengan penduduk di sekitar rencana kegiatan. Komunitas burung di dalam wilayah studi cukup banyak, ada sekitar 42 jenis burung yang ditemukan dan kemungkinan masih banyak jenis burung yang tidak teramati. Jenis burung yang frekuensinya paling sering dijumpai di semua lokasi pengamatan adalah burung cabe (Dicaeum
celebicum ). Srigunting (Dicrurus montanus), Tekukur (Streptopelia chinensis), Gagak (Corvus macrorhynchos) dan burung kacamata (Zosterops consobrinorum) . Beberapa jenis burung yang ditemukan di sekitar lokasi kegiatan disajikan pada Tabel 3.41 dan umumnya jenis burung yang ada merupakan kelompok burung pemakan serangga seperti walet sapi (Colocalia esculanta), Cabe (Dicaeum celebicum), kecici belalang (Leptoptilos javanicus), Hal ini dapat dimengerti karena daerah kegiatan cukup terbuka dan serangga dapat berkembang dengan baik. Jumlah macam jenis burung yang paling banyak ditemukan berada di lokasi sumur gas daerah Sukamaju. Hal ini karena lokasi tersebut berbatasan atau berada di sekitar suaka marga satwa Bakiriang. Pada lokasi ini juga terdapat salah satu jenis burung langka dan dilindungi yaitu burung maleo (Macrocephalon maleo). Jenis burung yang dapat diamati secara langsung di lokasi ini ada sekitar 21 jenis. Macam jenis burung yang relatif banyak juga ditemukan di lokasi Trunk Line sekitar hutan lindung. Di sekitar area ini dijumpai sekitar 17 jenis burung. Jenis burung juga banyak ditemukan pada lokasi di sekitar sungai dan muara sungai. Dari beberapa jenis yang ada, jenis burung yang termasuk dilindungi antara lain yaitu : burung kipasan (Rhidipura teysmanni), trinil (Tringa totamus) , elang (Haliastur indus; Spilornis
rufipectus), raja udang (Alcedo meninting; Alcedo atthis; Alcedo coerulescens; Amaurornis phoenicuru) dan pecuk ular (Anhinga melanogaster). Umumnya burung-burung tersebut ditemukan di daerah sumur gas sekitar perairan, tepi sungai, pantai sekitar mangrove/bakau dan hutan terbuka.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-83
PT PERTAMINA EP-PPGM
Tabel 3.41. Beberapa Jenis Fauna di Wilayah Studi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 20 30 31
Nama Ilmiah Aves Acridotheres cinereus Alcedo atthis Alcedo coerulescens Alcedo meninting Amaurornis phoenicuru Anas gibberifrons Anhinga melanogaster Ardea sumatrana Ardea purpurea Ardeola speciosa Anthreptes malacensis Bubulcus ibis Centropus celebensis Clamator coromandus Collocalia esculenta Corvus macrorhynchos Dicaeum celebicum Dicrurus montanus Ducula forsteni Egretta garzetta Haliastur indus Halcyon pileata Lonchura moluca Locustella certhiola Leptoptilos javanicus Macrocephalon maleo Passer montanus Penelopides exarhatus Pycnonotus aurigaster Ptilinopus melanospila Pycnonotus goiavier
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Nama Daerah Kerak Raja udang erasia Raja udang biru Raja udang Kareo padi Itik Pecuk ular Cangak laut Cangak merah Blekok sawah Burung madu Blekok Bubut Bubut kembang Walet sapi Gagak Cabe Srigunting Pergam Kuntul besar Elang bondol Cekakak cina Bondol taruk Kecici belalang Maleo Burung gereja Kutilang Walik kembang Merbah cerucuk
1
2
3
4
5
6
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + + +
+ + + + + + + + +
+ + + -
+ + + + + + + + + + + + + -
III-84
Lokasi 7 8
9
10
11
12
13
14
+ + + + + + + + + + + -
+ + + + + + + + + -
+ + + + + + + + + + + + -
+ + + + + + + + -
+ + + + + + -
+ + + + + + -
+ + + + + + + + + -
+ + + + + + + + + + + -
PT PERTAMINA EP-PPGM
Rallina fasciata Rhipidura teysmanni Scissirostrum dubium Spilornis rufipectus Streptopelia chinensis Tanygnathus lucionensis Tanygnathus megalorynchos Tanygnathus sumatranus Tringa totamus Zosterops consobrinorum Zosterops chloris
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Reptil Ahaetulla prasina Boiga dendrophila Crocodillus porosus Eutropis sp Python sp Mammalia Macaca nigra
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6
Macrogalida musschenbroeckii
Prosciurillus murinus Rubrisciurus sp. Sus celebensis Tarsius pelengensis
Tikusan ceruling Kipasan Elang Tekukur Betet kelapa paruh besar Betet kelapa filipina Betet Trinil Kacamata Kacamata laut
+ + + 8
+ + 7
+ + + 9
+ + + + + + 15
+ 4
+ + + + + + + + 21
+ + + 14
+ + + 14
+ 10
+ + + + + 17
+ 8
+ + 8
+ 7
+ + + 12
Ular daun Ular Buaya Kadal Ular piton
+ -
+ -
+ -
+ + +
-
+ + + +
-
-
+ -
+ + + +
-
+ + + -
+ -
+ + +
Kera Musang Bajing Bajing Babi hutan Tarsius
-
-
-
+ + + -
-
+ + + + +
-
-
-
+ + + + -
-
+ -
-
+ -
Sumber : Data Primer, 2007
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
+ : ada
– : tidak ada
LNG Padang Sungai Santoa Uso Kinikini (Muara Sunga Kayoa) Sumur Pengembangan Bumiharjo Sumur Sukamaju- Suaka Margasatwa Bakiriang Block Station Minahaki I
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
8. Sumur Minahaki I 9. Sumur Donggi I 10. Trunk Line (hutan lindung) 11. Trunk Line hutan rakyat 12. Trunk Line Sungai Toili 13 Trunk Line Perkampungan Ds Argakencana 14. Trunk Line persawahan
III-85
PT PERTAMINA EP-PPGM
Sementara itu jenis mamalia yang ada di wilayah studi antara lain Macaca nigra, Macrogalida
musschenbroeckii, Prosciurillus murinus, Rubrisciurus sp,
Sus celebensis dan Tarsius
pelengensis. Jenis reptilia yang ada di sekitar lokasi kegiatan antara lain Ahaetulla prasina, Boiga dendrophila, Crocodillus porosus, Eutropis sp, Python sp. Jenis-jenis tersebut terutama ditemukan di sekitar lokasi Suaka Margasatwa Bakiriang, hutan lindung dan muara sungai. Sementara itu pengamatan terhadap hewan budidaya di sekitar lokasi kegiatan, menunjukkan bahwa kegiatan budidaya hewan umumnya dilakukan dalam skala kecil. Usaha ternak yang diusahakan masyarakat masih bersifat sebagai usaha sampingan. Beberapa jenis hewan yang dibudidayakan masyarakat sekitar lokasi kegiatan terutama daerah yang dekat wilayah pemukiman yaitu sumur gas di daerah Uso dan sekitar Trunk Line Desa Argakencana antara lain ayam, kambing dan sapi. Secara umum kondisi fauna di area kegiatan baik, dikategorikan mempunyai skala kualitas lingkungan skala 4.
3.2.3. Biota Air A. Biota Air Tawar Biota air tawar yang diamati meliputi plankton, benthos yang berada di Sungai Sangkoyo, Muara Sungai Kayoa, anak Sungai Kayoa, Sungai Toili, Sungai Santoa dan anak Sungai Tompu dalam area kegiatan. Kondisi biota air tawar akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Plankton Plankton merupakan organisme yang hidupnya melayang-layang dalam badan air, yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu phytoplankton dan zooplankton. Dalam sistem rantai makanan pada ekosistem sungai, phytoplankton merupakan produsen primer yang ada di perairan. Phytoplankton mempunyai kemampuan menambat sinar matahari untuk melakukan fotosintesis yang akan menghasilkan energi bagi kelangsungan hidupnya, sedangkan zooplankton merupakan konsumen tingkat pertama yang akan memakan phytoplankton. Keanekaragaman jenis plankton dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan perairan, semakin tinggi tingkat keragamannya maka badan air tersebut semakin subur dan baik. Menurut Wilhm (1975) adanya suatu pencemaran merupakan salah satu bentuk tekanan terhadap lingkungan dan dapat menyebabkan tingkat keragaman semakin menurun. Pengamatan terhadap kelimpahan dan keanekaragaman plankton dilakukan pada 12 lokasi di perairan sekitar kegiatan dan hasilnya disajikan pada Tabel 3.42 dan Lampiran.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-86
PT PERTAMINA EP-PPGM
Tabel 3.42. Kemelimpahan dan Indeks Keanekaragaman Plankton di Perairan Tawar Sekitar Lokasi Kegiatan Lokasi
Parameter Densitas Fitoplankton Densitas Zooplankton Densitas Total Plankton Ind.Div. Fitoplankton Ind.Div. Zooplankton Ind.Div. Total Plakton Sumber: Analisis Data
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 280 126 5 26 84 34 28 23 18 24 4269 12 10 7 25 14 5 6 4 7 7 33 293 138 13 53 99 41 35 29 26 33 4303 0,448 0,783 0,699 1,026 0,673 0,802 0,985 0,992 0,929 0,824 0,115 0,007 0,737 0,501 0,836 0,727 0,413 0,678 0,452 0,759 0,555 0,851 0,532 0,894 0,876 1,234 0,858 0,918 1,133 1,094 1,139 0,995 0,180 Primer, 2007
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sungai Singkoyo/Minahaki I Sungai Singkoyo/Minahaki II Muara Sungai Kayoa I Muara Sungai Kayoa II Anak Sungai Kayoa I Anak Sungai Kayoa I
7. 8. 9. 10. 11. 12.
12 1623 25 1650 1,143 0,916 0,189
Sungai Toili I Sungai Toili II Sungai Santoa Padang I Sungai Santoa Padang II Anak Sungai Tompu I Anak Sungai Tompu II
Hasil analisis menunjukkan bahwa keanekaragaman atau diversitas plankton yang terdapat di masing-masing lokasi pengambilan sampel berkisar antara 9 – 33 genera. Kepadatan atau densitas plankton di masing-masing lokasi berkisar antara 13 – 4303 individu/liter dengan indeks diversitas (Shanon-Wiener) plankton rata-rata berkisar antara 0,180 -1,234. Kepadatan atau densitas plankton tertinggi ditemukan di anak Sungai Tompu dengan kepadatan rata-rata 2946 individu/liter, namun indeks diversitasnya relatif rendah 0,1884. Jenis plankton yang dominan di lokasi ini adalah genera surirella dan synedra. Sementara densitas paling rendah ada di lokasi Sungai Santoa Padang dengan kepadatan rata-rata 30 individu/liter. Pada semua lokasi pengambilan sampel umumnya ditemukan genus Anabaena, Navicula, Nitzschia, Oscilatoria, dan Spirogyra yang biasa hidup pada perairan yang tercemar Berdasarkan indeks diversitas plankton di perairan sekitar rencana kegiatan, menunjukkan bahwa perairan ini tercemar sedang (skala 2) Lee at all, 1978.
2. Benthos Benthos merupakan organisme yang selama hidupnya menempati dasar perairan. Keanekaragaman benthos sangat dipengaruhi oleh kualitas air pada umumnya maupun substrat, termasuk kandungan nutrisinya. Kemelimpahan dan keanekaragaman benthos pada sungai-sungai di sekitar kegiatan bervariasi (Tabel 3.43).
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-87
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.43. Kemelimpahan dan Keanekaragaman Benthos di Beberapa Sungai Sekitar Lokasi Kegiatan No.
Class
Family
Spesies
1
2
3
L
o
k
a
s
i
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
Turbellaria
Planariidae
Planaria
2
0
3
2
1
0
1
1
0
0
3
0
2
Insecta
Hydrobiosidae
Atopsyche sp.
2
1
4
1
0
1
0
0
3
1
3
1
3
Insecta
Nymphula
Bellura sp
0
1
2
0
1
1
0
0
1
0
2
1
4
Insecta
Chironomidae
Chironomus sp
2
0
0
3
0
0
2
2
0
1
0
1
5
Insecta
Hydropsychidae
Hydropsyche sp
0
2
3
0
0
2
0
0
1
0
4
0
6
Insecta
Philoptomidae
Dolophilodes
0
2
0
0
1
0
0
1
0
0
1
2
7
Insecta
Stratiomyidae
Eulalia sp
1
0
1
1
0
0
1
0
2
3
0
2
8
Insecta
Tricopter
Halesus
0
0
1
0
2
1
0
0
1
0
1
0
9
Insecta
Campyridae
Photinus sp
0
3
0
1
0
1
0
1
1
1
1
4
10
Insecta
Chironomidae
Tendipes
0
1
0
1
1
0
1
0
1
2
2
0
11
Gastropoda
Haliotidae
Haliotis
4
1
0
3
0
0
2
1
0
1
0
2
12
Gastropoda
Naticidae
Natica Stellata
2
1
0
2
0
0
1
1
0
1
0
3
13
Gastropoda
Neritidae
Nerita
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
14
Gastropoda
Turritellidae
Turritella terebra
1
0
2
0
0
0
0
1
4
3
0
1
15
Gastropoda
Buccinidae
Colubraria tortuosa
1
0
2
1
0
1
1
0
1
3
0
0
16
Gastropoda
Cerithiidae
Rhinoclavis asper
0
1
0
2
1
1
0
0
1
2
2
0
17
Gastropoda
Potamididae
Telescopium
1
0
2
0
0
1
1
1
0
0
0
2
16
13
21
17
8
9
10
9
16
18
19
19
9
9
10
10
7
8
8
8
10
10
9
10
265
216
348
282
133
149
166
149
265
299
315
315
Cacah Individu Diversitas Densitas Benthos per m
2
Sumber: Data Primer, 2007
Keterangan :
1. Sungai Singkoyo/Minahaki I 2. Sungai Singkoyo/Minahaki II 3. Muara Sungai Kayoa I 4. Muara Sungai Kayoa II 5. Anak Sungai Kayoa I 6. Anak Sungai Kayoa II
(51M 0424354;UTM 9039188) (51M 0446081;UTM 9851570)
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
7. 8. 9. 10. 11. 12.
Sungai Toili I Sungai Toili II Sungai Santoa Padang I Sungai Santoa Padang II Anak Sungai Tompu I Anak Sungai Tompu II
(51M 0429083;UTM 9844590) (51M 0459028;UTM 9867862) (51M 0430819;UTM 9849442)
III-88
PT PERTAMINA EP -PPGM
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa jenis biota yang ditemukan terdiri dari 3 kelas, 17 familia, dan 17 spesies. Dari kelas yang ada, kelompok insecta dan gastropoda dominan keberadaanya. Dari beberapa spesies yang masuk dalam kelompok insecta antara lain Atopsyche sp, Chironomus sp, Hydropsyche sp, Photinus
sp dan Bellura sp. Chironomus sp merupakan anggota kelas insecta yang merupakan salah satu bioindikator bagi perairan yang tidak bersih. Spesies ini ditemukan pada beberapa lokasi pengambilan sampel. Anggota Gastropoda yang ditemukan antara lain yaitu Haliotis, Natica Stellata, Colubraria tortuosa, sedangkan anggota kelas Tubellaria hanya ada satu jenis yang ditemukan yaitu Planaria sp. Kelimpahan dan keanekaragaman benthos di badan air yang ada sekitar lokasi kegiatan bervariasi. Secara umum, rata-rata kerapatan benthos setiap lokasi sekitar 242 2
individu/m . Kerapatan benthos tertinggi ditemukan pada lokasi anak Sungai Tompu, yaitu 315 individu/m
2
dengan 10 macam jenis. Kelimpahan dan keanekaragaman
benthos terendah ditemukan di lokasi anak Sungai Kayoa dengan kerapatan berkisar antara 133 – 149 individu/m 2 dengan 7-8 jenis benthos. Berdasarkan pada kondisi kelimpahan dan keanekaragaman biota laut terutama benthos, kualitas lingkungan di sekitar perairan lokasi kegiatan dapat dikategorikan tercemar sedang (skala 2).
B. Biota Air Laut 1. Plankton Dalam ekosistem perairan, keberadaan plankton sangat penting karena ia menjadi produsen utama dan benthos merupakan sumber pakan berbagai jenis binatang lainnya. Pengamatan plankton dilakukan pada di lokasi pantai Uso dan pantai Padang, yang koordinatnya sama dengan pengambilan benthos. Indeks keanekaragaman jenis fitoplankton dan zooplankton dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan perairan. Semakin tinggi indeks keanekaragaman suatu badan perairan, maka semakin subur dan baik kondisi lingkungan perairan itu.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-89
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 4.44. Kemelimpahan dan Indeks Keanekaragaman Plankton di Perairan Laut Sekitar Lokasi Kegiatan Lokasi Parameter 1 2 3 4 Densitas Fitoplankton 11 20 87 53 Densitas Zooplankton 17 37 88 22 Densitas Total Plankton 29 59 176 77 Ind.Div. Fitoplankton 0,823 0,904 1,220 1,074 Ind.Div. Zooplankton 0,850 0,332 0,736 0,834 Ind.Div. Total Plakton 1,130 0,814 1,278 1,266 Sumber: Analisis Data Primer, 2007 Keterangan: 1. Pantai Uso (51M 0452733 ; UTM 9860862) 2. Pantai Uso 3. Pantai Padang (51M 0459660 ; UTM 9868772) 4. Pantai Padang Berdasarkan tabel tersebut di atas, diketahui bahwa pada lokasi pantai Uso, kepadatan populasi plankton per liter rata-rata sebesar 44 individu/liter dengan indeks diversitas 1. Sementara itu pada lokasi pantai Padang kepadatan populasi plankton per liter rata-rata sebesar 127 individu/liter dengan indeks diversitas berkisar antara 1,272. Jenis plankton yang paling dominan adalah Nauplius. Pada kedua lokasi tersebut juga ditemukan genus Anabaena, Nitzschia, Oscilatoria, dan Spirogyra yang biasa hidup pada perairan yang tercemar. Berdasarkan indeks diversitas menurut Shannon Wiener, kondisi perairan pada lokasi pencuplikan tercemar sehingga kondisi komunitas plankton sangat tidak mantap (skala 2). 2. Benthos Salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi untuk menentukan kondisi suatu perairan adalah hewan benthos. Benthos merupakan organisme yang hidupnya menempati dasar perairan. Sebagai organisme yang hidup di perairan, hewan benthos sangat peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahannya.Hasil pengamatan pada lokasi pantai sekitar lokasi kegiatan menunjukkan kelimpahan jenis benthos masih cukup tinggi. Hasil pengamatan laboratorium dari sampel sedimentasi yang diambil di beberapa lokasi pantai sekitar tapak kegiatan (Tabel 3.45) menunjukkan rata-rata 2
kerapatan benthos per m untuk masing-masing lokasi sekitar 245 individu. Sebagian besar yang ditemukan merupakan kelompok gastropoda dan insecta masing-masing
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-90
PT PERTAMINA EP -PPGM
terdiri dari 6 familia. Kelompok lainnya adalah kelas turbellaria. Dari kelas turbellaria hanya ditemukan satu jenis yaitu Planaria yang ditemukan pada lokasi pantai Padang (51M 0459660 ; UTM 9868772) Demikian halnya untuk kelompok insecta hanya ditemukan pada lokasi pantai Padang, sedangkan kelompok Gastropoda ditemukan hampir pada semua lokasi. Pada pantai Uso ditemukan 5 jenis benthos dengan kerapatan berkisar antara 133 – 182 individu/m2 . Sementara itu pada lokasi pantai Padang rata-rata ditemukan 10 jenis 2
benthos dengan kerapatan 282 – 381 individu/m . Beberapa jenis kelas Insecta yang ditemukan antara lain Atopsyche sp, Hydropsyche sp,
Bellura sp dan Eulalia sp, sedangkan kelas Gastropoda yang ditemukan diantaranya adalah Natica stellata, Rhinoclavis asper, Colubraria tortuosa, Turritella terebra . Berdasarkan pada kondisi kelimpahan dan keanekaragaman biota laut terutama benthos, kualitas lingkungan di sekitar perairan lokasi kegiatan dapat dikategorikan tercemar sedang (skala 2). Tabel 3.45. Kemelimpahan dan Keanekaragaman Benthos di Perairan Laut Sekitar Lokasi Kegiatan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Class Turbellaria Insecta Insecta Insecta Insecta Insecta Insecta Insecta Gastropoda Gastropoda Gastropoda Gastropoda Gastropoda Gastropoda Gastropoda
Family Planariidae Hydrobiosidae Stratiomyidae Tricoptera Hydropsychidae Nymphula Campyridae Chironomidae Naticidae Buccinidae Haliotidae Neritidae Cerithiidae Potamididae Turritellidae
Spesies Planaria Atopsyche sp Eulalia sp Halesus Hydropsyche sp Bellura sp Photinus sp Tenpides Natica stellata Colubraria tortuosa Haliotis Nerita Rhinoclavis asper Telescopium Turritella terebra Total individu Diversitas Densitas spesies per m2
1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 2 3 0 8 5 133
Lokasi 2 3 0 0 0 1 0 4 0 0 0 1 0 3 0 2 0 2 1 0 2 3 0 1 0 1 3 3 2 0 3 2 11 23 5 11 182 381
4 3 2 0 1 4 1 0 0 0 1 0 0 1 3 1 17 9 282
Sumber : Data Primer, 2007 Keterangan: 1. Pantai 2. Pantai 3. Pantai 4. Pantai
Uso (51M 0452733 ; UTM 9860862) Uso Padang (51M 0459660 ; UTM 9868772) Padang
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-91
PT PERTAMINA EP -PPGM
3. Ikan Kabupaten Banggai memiliki sumberdaya ikan laut yang cukup besar. Potensi perikapan tangkap di Kabupaten Banggai tahun 2004 diperkirakan mencapai 48.627,1 ton pertahun yang terdiri dari ikan pelagis 39.387,9 ton dan jenis ikan demersal sebesar 9.239,2 ton. Di wilayah sekitar rencana kegiatan terutama di desa-desa pinggir pantai, sebagian mata pencaharian masyarakat adalah nelayan. Jenis alat penangkap ikan yang biasa digunakan nelayan setempat antara lain adalah jaring ikan, jaring angkat, pukat udang, pancing, bubu, serok, jermal maupun perangkap lainnya. sedangkan jenis-jenis ikan yang ditangkap nelayan disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.46. Jenis Ikan yang Ditangkap Nelayan di Kabupaten Banggai No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Umum
Bandeng Bobara Beronang Cakalang Deho Ekor Kuning Katamba Kakap Mereh Kerapu Layang Layur Lolosi Roa Sardin Selisi Teri Tenggiri Tuna
Nama Ilmiah
Chanos chanos Siganus javus Thryssa hamiltosus Neopomacentrus azysron Lucanus sang Epinephelus lanceolatus Decapterus russelli Tricheoris sp
Stolephorus sp Stolephorus sp
Sumber : Data Primer 2006 dan Data Sekunder, 2005
Dari tersebut di atas dapat diketahui bahwa jenis ikan yang ada kebanyakan nilai ekonominya tinggi, seperti ikan tenggiri, tunal, kakap, cakalang, dsb. Namun demikian beberapa jenis ikan yang bernilai ekonomi sedang, juga cukup melimpah seperti ikan teri, tigawaja, dan rajungan.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-92
PT PERTAMINA EP -PPGM
Sementara itu potensi perikanan budidaya, baik budidaya tambak maupun budidaya perikanan air tawar cukup banyak. Di Kecamatan Batui, pemanfaatan lahan tambak banyak dibudidayakan udang windu, di Kecamatan Luwuk dan Toili diusahakan udang windu dan bandeng. Potensi lahan budaya air tawar dilakukan di kolam, umumnya jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan mas dan nila. Berdasarkan keanekaragaman dan produksi perikanan di sekitar lokasi rencana kegiatan, maka secara umum kualitas lingkungan di wilayah tersebut dikategorikan cukup baik (skala 3). 4. Terumbu Karang Terumbu karang adalah asosiasi atau komunitas lautan yang seluruhnya dibentuk oleh aktivitas biologik. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang sangat penting bagi keberlanjutan sumberdaya di kawasan pesisir dan lautan. Beberapa fungsi penting ekosistem terumbu karang antara lain sebagai tempat berlindung dari pemangsa, tempat memijah dan mengasuh anak bagi berbagai jenis ikan pelagis maupun ikan karang, udang, kerang dan invertebrata lainnya. Peranan terumbu karang sebagai penahan gelombang dan abrasi pantai juga sangat penting. Hilang dan rusaknya terumbu karang selalu diikuti dengan abrasi pantai. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banggai, menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Desa Batui yang masuk dalam wilayah studi cukup memprihatinkan. Hasil survey yang dilakukan Tahun 2005, secara umum terumbu karang di Desa Batui berada dalam kategori buruk yaitu sebesar 9,9% pada kedalaman 10 m dan 3,4% pada kedalaman 3 m. (Survey Potensi Sumber Daya Ikan di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah, 2005). Kerusakan terumbu karang yang terjadi sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan nelayan yang menangkap ikan secara ilegal, yaitu menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya hamparan patahan karang yang berserakan. Pengambilan batu karang untuk bahan fondasi bangunan juga memiliki andil yang tidak kalah besar dalam rusaknya terumbu karang di Kabupaten Banggai.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-93
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.47. Kondisi Terumbu Karang Kedalaman 10 Meter di Desa Batui No
Genus
Persentase Penutupan
1
Turbinaria
1
2
Pocilopora
2,7
3
Porites, Pleurogyra, Geniopora
4,2
4
Leptiseris
2
Jumlah
9,9
Sumber : Data Sekunder 2005
Tabel 3.48. Kondisi Terumbu Karang Kedalaman 3 Meter di Desa Batui No
Genus
1
Tubastrea
2
Porites, Geniopora
Persentase Penutupan 2,4 1
Jumlah
3,4
Sumber : Data Sekunder 2005
Tipe terumbu karang di wilayah studi merupakan terumbu karang tepi (fringging reef). Pengamatan terhadap kondisi terumbu karang di lapangan (2006), menunjukkan bahwa di lokasi lintasan pengamatan dengan jarak 100 meter dari pantai kepadatan terumbu karang sangat rendah hanya berkisar 10% menutupi areal pengamatan. Dari 10% tutupan tersebut terdiri dari coral masive 4%, Acropora encrusting 1%, Acropora submasive 4% dan sisanya terdiri dari soft coral dan sponge 1%. Rendahnya penutupan karang disebabkan karena keruhnya perairan sekitar kegiatan akibat sedimen yang masuk dari limpahan air tawar dari sungai permainan maupun sungai temporal yang ada di sekitar lokasi pengamatan. Selain itu gelombang yang menghempas karang di lokasi terus mengaduk perairan dan substrat yang ada sehingga kecerahan rendah dan menyebabkan
pertumbuhan
karang
tidak
maksimal.
Dasar
perairan
di
lokasi
pengamatan didominasi oleh coral masive yang telah mati dan telah ditutupi lapisan tipis alga halus.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-94
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.49. Persentase Penutupan Biota Penyusun Ekosistem Terumbu Karang (%) di Pantai Batui No. 1 2 3 4
Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang Coral massive Acropora encrusting Acropora sub massive Soft coral dan sponge Jumlah
BT-1 4 1 4 1
Lokasi Sampling BT-2 5 1 3 1
BT-3 3 1 5 1
10
10
10
Sumber : Data Primer 2006
Keterangan: BT-1: Batui 1 (51M 0457588, UTM 9862628) BT-2: Batui 2 (51M 0457275, UTM 9862537) BT-3: Batui 3 (51M 0456044, UTM 9862100)
Sementara itu jenis terumbu karang yang cukup dominan di perairan sekitar kegiatan. adalah Acropora. Penyebaran marga Acropora merata baik pada setiap lokasi pengamatan. Acropora merupakan salah satu marga karang yang rapuh (mudah patah) sehingga banyak ditemukan pada tempat-tempat yang terlindung. Keadaan tersebut merupakan salah satu sebab melimpah serta meratanya penyebaran Acropora. Karang marga Montipora dan Porites walaupun penyebarannya serta jumlah individunya lebih kecil dari marga Acropora, namun marga ini mempunyai kemampuan tinggi dalam menghadapi stres lingkungan. Jenis ini tahan terhadap gempuran gelombang besar, intensitas cahaya rendah maupun tinggi serta kondisi air dengan turbiditas agak tinggi (Suratmo, 1988). Sementara itu di lokasi Pantai Padang yang merupakan lokasi Pelabuhan Khusus alternatif 2, tidak terdapat terumbu karang. Substrat dasar pantai merupakan pasir sehingga tidak memungkinankan untuk berkembangnya terumbu karang. Berdasarkan angka (persentase) tutupan terumbu karang hidup dan macam jenis karang yang ditemukan di sekitar lokasi kegiatan, maka kualitas lingkungan di sekitar lokasi tersebut dikategorikan masih jelek (skala 2).
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-95
PT PERTAMINA EP -PPGM
3.3.
KOMPONEN SOSIAL
3.3.1. Demografi a. Jumlah dan kepadatan penduduk Secara administrasi lokasi kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok terletak di Kabupaten Banggai dan terdiri dari 4 wilayah kecamatan yang akan terkena dampak dari kegiatan ini. Keempat kecamatan tersebut adalah Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat. Distribusi penduduk menurut luas, jumlah dan kepadatan di masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut. Tabel 3.50. Distribusi Penduduk Menurut Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Wilayah Studi Kecamatan/ Kabupaten 1. Kintom
518,72
Jumlah Penduduk 12.471
Kepadatan 2 (Jiwa/km ) 24
2. Batui
1.390,33
24.811
18
3. Toili
982,96
44.588
45
4. Toili Barat
994,66
19.603
20
9.670,65
296.488
31
Kabupaten Banggai
2
Luas (km )
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005
Dari keempat kecamatan wilayah studi, yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Toili. Kecamatan Batui dilihat dari jumlah penduduk adalah terbesar kedua namun dilihat dari kepadatannya adalah yang terendah, hal ini terjadi karena kecamatan ini mempunyai wilayah yang paling luas dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Rata-rata kepadatan 2
penduduk di 4 kecamatan wilayah studi adalah 27 jiwa/km , yang berarti masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata di tingkat kabupaten. Berdasarkan baku skala kualitas lingkungan, kondisi kepadatan penduduk di wilayah studi termasuk dalam kriteria sangat baik atau mempunyai skala 5. b. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dan sex ratio Jumlah rumah tangga dan penduduk menurut jenis kelamin dan sex ratio disajikan dalam tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-96
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.51. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kecamatan Wilayah Studi Kecamatan/ Kabupaten 1. Kintom 2. Batui 3. Toili 4. Toili Barat Kab. Banggai
Ratarata/RT 3.587 3 5.729 4 11.103 4 4.734 4 72.252 4
Jumlah Penduduk Sex Ratio Laki-laki Perempuan 6.241 6.230 12.471 100 12.885 11.926 24.811 108 22.980 21.608 44.588 106 10.260 9.343 19.603 110 151.927 144.561 296.488 105
RT
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005
Jumlah rumah tangga yang tertinggi ada di wilayah Kecamatan Toili dan yang terendah ada di Kintom. Jumlah anggota keluarga setiap Rumah Tangga rata-rata adalah 4 orang, namun di Kintom rata-rata hanya mempunyai 3 orang anggota keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa setiap keluarga rata-rata hanya mempunyai seorang anak. Kondisi rumah tangga di wilayah studi yang
rata-rata mempunyai anggota keluarga kurang dari 5 orang ini, bila
dilihat dari baku kualitas lingkungan tergolong sangat baik atau mempunyai skala 5 (L.W. Canter & L.G. Hill, 1981). Rasio jenis kelamin di wilayah studi rata-rata adalah 106 yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Kondisi ini terjadi mengingat adanya angka kelahiran bayi laki-laki yang lebih besar dibandingkan bayi perempuan. c. Komposisi penduduk menurut umur Dari angka pertumbuhan antar kelompok umur akan dapat diketahui struktur penduduk dalam suatu wilayah tertentu. Penyebaran penduduk menurut kelompok umur disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.52. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Beban Tanggungan No
1 2 3 4
Kecamatan/ Kabupaten
0 – 14 Tahun Jumlah %
15 – 64 Tahun Jumlah %
65+ Tahun Jumlah %
Rasio Beban Tanggungan
Kintom Batui Toili Toili Barat
3.478 7.065 13.397 7.427
27,89 28,47 30,05 37,89
8.311 17.149 29.340 8.635
66,64 69,12 65,80 55,95
682 597 1.851 1.208
5,47 2,41 4,15 6,16
50,06 44,68 51,98 78,73
Banggai
93.994
31,70
192.738
65,01
9.756
3,29
53,82
Sumber: Diolah dari Kecamatan Dalam Angka 2005 dan Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-97
PT PERTAMINA EP -PPGM
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata proporsi jumlah penduduk antara kelompok umur produktif dengan tidak produktif di 4 kecamatan wilayah studi yaitu 61,40% berbanding 38,60%. Dibandingkan angka di tingkat kabupaten, jumlah penduduk usia produktif di wilayah studi lebih rendah sekitar 3,61%. Dilihat dari rasio beban tanggungan, rata-rata di 4 kecamatan wilayah studi mempunyai rasio 56,36 berarti bahwa setiap 100 orang usia produktif harus menanggung sekitar 56 orang berusia tidak produktif. Dari 4 kecamatan wilayah studi, Kecamatan Toili Barat mempunyai rasio paling tinggi dan yang paling rendah adalah Kecamatan Batui. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah penduduk Kecamatan Batui yang berusia produktif jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang berusia tidak produktif. Proporsi rata-rata antara penduduk yang berumur dibawah 15 tahun (penduduk berusia muda) dengan penduduk berusia tua (65+) adalah sekitar 31,08% berbanding 4,55%. Mengingat bahwa jumlah penduduk berusia muda kurang dari 40% terhadap total penduduk, maka kondisi penduduk berdasarkan umur produktif (usia kerja) di wilayah studi termasuk dalam skala 5 yaitu sangat baik.
d. Komposisi penduduk menurut pendidikan Komposisi penduduk di 4 kecamatan wilayah studi berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.53. Penduduk Usia 5 Tahun Ke atas Menurut Pendidikan yang Ditamatkan di Beberapa Kecamatan Wilayah Studi Kintom
Batui
Toili
Toili Barat
Pendidikan
Ratarata
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
168
1,34
49
0,24
2.401
6,08
55
0,32
2,00
2. Tidak tamat SD
2.246
17,95
4.751
23,27
10.866
27,53
4.777
27,54
24,88
3. Tamat SD
5.582
44,62
9.588
46,96
18.146
45,98
7.978
45,99
45,89
4. Tamat SLTP
2.494
19,93
2.703
13,24
4.695
11,90
2.063
11,89
14,85
5. Tamat SMU
1. Tidak/blm sekolah
1.522
12,17
1.931
9,46
2.745
6,96
1.206
6,95
8,91
6. Tamat Akademi
254
2,03
237
1,16
351
0,89
154
0,89
1,36
7. Tamat Perg. Tinggi
245
1,96
157
0,77
262
0,66
115
0,66
1,01
12.511
100,00
20.416
100,00
39.466
100,00
17.348
100,00
100,00
Jumlah
Sumber: Diolah dari Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-98
PT PERTAMINA EP -PPGM
Di 4 kecamatan wilayah studi persentase tingkat pendidikan penduduk tamat SD adalah yang terbesar, sedangkan penduduk yang tidak atau belum sekolah dan tidak tamat SD sebanyak 26,88% dan yang tamat akademi dan perguruan tinggi baru sekitar 2,37%. Dari antara 4 kecamatan di wilayah studi, penduduk di wilayah Kecamatan Kintom rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang paling baik dibandingkan dengan kecamatan lainnya, kemudian diikuti Kecamatan Batui dan yang paling buruk adalah Kecamatan Toili. Persentase penduduk berpendidikan menengah dan tinggi di wilayah Kintom adalah 32,10% dan 3,99%, sedangkan di wilayah Toili adalah 18,86% dan 1,55%. Sementara itu tingkat pendidikan responden di wilayah studi disajikan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 3.54. Tingkat Pendidikan Responden di Sekitar Wilayah Studi No 1 2 3 4 5 6 7 8
Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD SLTP SMU Diploma/Akademi Sarjana (S1) Pasca Sarjana (S2) Jumlah
Frekuensi
Persentase
1 18 82 50 69 6 13 1
0,42 7,50 34,17 20,82 28,75 2,50 5,42 0,42
240
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Tingkat pendidikan responden yang paling menonjol adalah tamat SD seperti tingkat pendidikan penduduk di 4 wilayah kecamatan pada umumnya. Responden dengan tingkat pendidikan sekolah menengah yaitu SLTP dan SMU cukup besar (49,57%) dan yang berpendidikan Diploma, Sarjana dan Pasca Sarjana sebanyak 8,34%. Berdasarkan baku penilaian kualitas lingkungan (L.W. Canter & L.G. Hill, 1981), oleh karena secara umum keadaan pendidikan penduduk di 4 kecamatan wilayah studi persentase lulusan SD sekitar 45%, yang berpendidikan menengah 23,76% dan yang berpendidikan tinggi sekitar 2,37%, maka keadaan tersebut termasuk dalam kriteria baik (skala 4).
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-99
PT PERTAMINA EP -PPGM
e. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian Mata pencaharian penduduk akan dapat mencerminkan tingkat pendapatan yang pada umumnya akan terkait pula dengan sikap dan pola pikir mereka. Bagi anggota masyarakat yang mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian pada umumnya cenderung selalu mempertahankan sikap dan pola pikir secara tradisional dan kurang terbuka bila dibandingkan dengan masyarakat bermatapencaharian di sektor lain. Mata pencaharian penduduk di 4 kecamatan wilayah studi didominasi oleh buruh bangunan, petani dan buruh tani, pedagang dan lainnya. Komposisi mata pencaharian penduduk secara lebih lengkap disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.55. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Beberapa Kecamatan Wilayah Studi Tahun 2005 Mata Pencaharian 1. Pertanian
2. Pertambangan/penggalian
3. Industri kerajinan 4. Listrik, gas dan air 5. Konstruksi 6. Perdagangan 7. Angkutan 8. Jasa 9. Pegawai 10. ABRI/POLRI 11. Swasta Jumlah
Kintom Jml % 64,98 3.502 11
0,20
639 0 359 223 104 142 224 34 151
11,86 0 6,66 4,14 1,93 2,63 4,16 0,63 2,80
5.389
100
Batui Jml % 94,74 11.003 0
0
105 6 98 293 109 0 0 0 0
0,90 0,05 0,84 2,52 0,94 0 0 0 0
11.614
100
Toili Jml % 90,22 21.355 0
0
415 10 292 1.076 190 309 0 0 24
1,75 0,04 1,23 4,55 0,80 1,31 0 0 0,01
23.761
100
Toili Barat RataJml % rata 92,05 9.042 85,41 0
0
0,25
203 1 158 248 46 125 0 0 0
2,07 0,01 1,61 2,52 0,47 1,27 0 0 0
4,15 0,03 2,59 3,43 1,04 1,30 1,04 0,04 0,71
9.823
100
100
Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2005
Berdasarkan tabel tersebut di atas nampak bahwa matapencaharian sebagian besar penduduk (85,41%) di 4 kecamatan wilayah studi adalah dalam bidang pertanian. Jenis matapencaharian terbesar kedua adalah dalam bidang industri kerajinan dan yang ketiga adalah bidang konstruksi khususnya sebagai buruh bangunan. Jenis matapencaharian penduduk yang relatif masih terbatas jumlahnya adalah sebagai pegawai atau PNS dan ABRI/POLRI serta dalam bidang Listrik, gas dan air. Nampak bahwa bidang-bidang yang ditekuni penduduk umumnya yang tidak membutuhkan adanya pendidikan dan atau ketrampilan yang cukup tinggi. Bahkan dapat dikatakan bahwa pengetahuan atau ketrampilan yang mereka butuhkan dalam pekerjaan sehari-hari hanya berdasarkan atas kebiasaan atau ketrampilan secara turun temurun. Sementara itu mata pencaharian utama responden di wilayah studi disajikan pada tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-100
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.56. Mata Pencaharian Utama Responden di Wilayah Studi No
Mata pencaharian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pegawai swasta Pengusaha/Wiraswasta Pedagang Petani Buruh tani Nelayan Buruh nelayan Buruh pabrik/bangunan Aparat desa Guru Lainnya Jumlah
Jumlah
Persentase
13 6 40 3 131 4 5 1 6 13 6 12 240
5,41 2,50 16,67 1,25 54,58 1,67 2,08 0,42 2,50 5,42 2,50 5,00 100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Mata pencaharian utama responden di wilayah studi terutama adalah pada bidang pertanian sama seperti matapencaharian penduduk umumnya di 4 kecamatan wilayah studi. Persentase responden bermatapencaharian dalam bidang pertanian adalah sebesar 58,75% yang meliputi sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan dan peternakan sebesar 56,25% serta perikanan sebesar 2,50%. Jenis mata pencaharian lain yang cukup banyak ditekuni responden adalah sebagai pengusaha atau berwiraswasta (16,67%) dan menjadi Aparat Desa (5,42%) serta PNS dengan persentase sebesar 5,41%. Secara umum nampak bahwa mata pencaharian responden dan penduduk di wilayah studi masih terkait erat dengan sumberdaya alam atau mata pencaharian primer, sementara itu penduduk yang terjun ke mata pencaharian sekunder atau bidang industri relatif masih sangat terbatas. f.
Mobilitas penduduk Mobilitas penduduk dari satu desa ke desa yang lain banyak terjadi dalam masyarakat dengan berbagai alasan, misalnya tekanan di daerah asal, daya tarik di daerah tujuan dan faktor-faktor lainnya yang bersifat pribadi, tetapi hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa faktor non ekonomi juga mempengaruhi perpindahan penduduk. Adanya mobilitas penduduk dengan sendirinya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi baik daerah tujuan maupun daerah asal. Hal ini pada akhirnya akan terkait erat dengan masalah lapangan kerja dan penyediaan tenaga kerja.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-101
PT PERTAMINA EP -PPGM
Di 4 kecamatan wilayah studi, jumlah penduduk yang pergi atau pindah lebih sedikit daripada penduduk yang datang, hal ini menunjukkan bahwa wilayah studi mempunyai cukup daya tarik sehingga banyak didatangi kaum pendatang. Tabel 3.57. Gambaran Mobilitas Penduduk di Wilayah Studi Tahun 2005 Kecamatan Kintom
Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun 12.471
Mutasi Penduduk
Perubahan
Lahir
Mati
Datang
Pindah
153
36
56
12
161
Batui
24.511
345
71
109
63
320
Toili
44.588
683
295
123
38
473
Toili Barat
19.603
526
224
31
79
254
Sumber: Diolah dari Kecamatan Dalam Angka 2005
Dari antara 4 kecamatan di wilayah studi, Kecamatan Toili paling banyak perubahan jumlah penduduknya, kemudian Batui, Toili Barat dan yang paling sedikit perubahannya adalah Kintom. Perubahan penduduk tersebut pada umumnya lebih dikarenakan adanya perubahan penduduk secara alamiah yaitu kelahiran dan kematian. Di wilayah Toili faktor masuk dan bertempat tinggalnya pendatang juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya perubahan kependudukan.
Berbagai
aktivitas
perekonomian
di
Toili
relatif
paling
menonjol
dibandingkan dengan kecamatan lainnya dan hal inilah nampaknya yang menjadi daya tarik para pendatang untuk masuk dan beraktivitas di wilayah kecamatan. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa sekitar 30,41% responden mengaku sebagai penduduk asli atau berasal dari dusun atau desa setempat. Sebanyak 4,17% responden lainnya merupakan pendatang yang umumnya berasal dari desa lain dalam lingkup Kecamatan di wilayah studi atau dari kecamatan lain tetapi masih dalam wilayah Kabupaten Banggai (12,50%). Responden yang berasal dari kota/kabupaten lain di Propinsi Sulawesi Tengah sebanyak 3,75% dan yang berasal dari propinsi lain di Sulawesi sebanyak 10,83%. Para responden pendatang lain yang berasal dari luar Sulawesi sebagian besar terkait dengan program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah. Daerah asal para transmigran dan atau anggota keluarganya adalah Jawa Barat (4,58%), Jawa Tengah (9,17%), Jawa Timur (21,67%), Bali (2,08%) dan dari Nusa Tenggara sebanyak 0,84%.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-102
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.58. Alasan Responden Pindah ke Wilayah Studi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Alasan Kepindahan Mencari pekerjaan Tugas/dinas Menikah Mencari tempat tinggal yang lebih baik Membuka usaha Alasan keluarga Berdagang Transmigrasi Meningkatkan taraf hidup Jumlah
Jumlah
Persentase
45 3 9 3 2 18 2 41 18 141
31,91 2,13 6,39 2,13 1,42 12,76 1,42 29,08 12,76 100,00
Sumber: Data Primer, 2007
Terdapat sekitar 31,91% responden yang menyatakan kepindahannya ke wilayah studi adalah untuk mencari pekerjaan, sekitar 29,08% karena mengikuti program transmigrasi dan karena alasan keluarga serta alasan untuk meningkatkan taraf hidup masing-masing sebesar 12,76%. Hal ini menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan di wilayah studi telah dianggap oleh responden dapat memberikan kehidupan yang lebih baik bagi responden dan keluarganya. Responden pendatang telah bertempat tinggal di wilayah studi dengan kisaran kurang dari 5 tahun hingga lebih dari 50 tahun. Jangka waktu kepindahan mereka ke wilayah studi yang paling dominan adalah antara 21-30 tahun dengan persentase sebesar 43,97%, kemudian diikuti antara 11-20 tahun (23,40%) dan antara 6-10 tahun dengan persentase sebesar 14,90%. Banyak responden pendatang yang telah menganggap bahwa tempat tinggal mereka saat ini merupakan tanah tumpah darah mereka dan keluarganya mengingat selama ini mereka telah menggantungkan hidupnya di wilayah ini. g. Angkatan kerja Angkatan kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas sebagai usia produktif, baik dalam status bekerja sementara, tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Penduduk berumur 65 tahun ke atas yang sudah tidak mampu lagi melakukan pekerjaan, segala kebutuhan hidupnya tergantung kepada orang lain, kelompok ini tidak termasuk dalam katagori angkatan kerja, begitu juga penduduk yang berumur kurang dari 15 tahun.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-103
PT PERTAMINA EP -PPGM
Berdasarkan Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005, diketahui bahwa jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas adalah 192.738 orang atau sekitar 65,01% dari jumlah total penduduk dan jumlah angkatan kerja adalah 182.982 orang. Sementara itu jumlah usia produktif di 4 kecamatan wilayah studi adalah 63.435 orang atau sekitar 62,51% dengan jumlah angkatan kerja 50.587 orang. Dengan demikian Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja atau TPAK di wilayah Kabupaten Banggai adalah 94,94%, sedangkan di 4 kecamatan wilayah studi adalah 79,75%. TPAK di tingkat kecamatan wilayah studi relatif sama, dan ini menggambarkan bahwa terdapat penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun atau penduduk berusia muda yang telah terjun kedalam dunia kerja sehingga TPAK di wilayah tersebut tinggi. Kenyataan ini merupakan salah satu upaya yang dilalukan kelompok muda usia untuk membantu kondisi ekonomi keluarganya. h. Kesempatan kerja Perkembangan jumlah tenaga kerja dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, sedangkan penyediaan lapangan pekerjaan masih sangat terbatas. Hal ini pada akhirnya akan terus meningkatkan jumlah pengangguran yang ada. Jumlah pencari kerja di wilayah Kabupaten Banggai selama tahun 2005 adalah 3.793 orang dengan tingkat pendidikan yang paling dominan adalah lulusan SLTA dengan persentase sekitar 65,49%, kemudian diikuti lulusan Sarjana dengan persentase 17,59% dan Diploma sebesar 11,05%. Kecenderungan ini relatif sama dengan tahun 2004, namun untuk tahun 2003 pencari kerja lulusan Diploma lebih besar dibandingkan dengan lulusan sarjana. Secara umum nampak bahwa pencari kerja laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Tabel 3.59. Banyaknya Pencari Kerja yang Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2003 – 2005 di Kabupaten Banggai Tingkat Pendidikan SD
LK 21
2003 PR 13
LK 42
2004 PR 24
JML 34
SLTP
132
61
SLTA
890
Diploma Sarjana
2005 PR 3
JML 66
LK 15
193
281
138
419
133
65
198
894
1.784
1.842
1.637
3.479
1.353
1.131
2.484
139
233
372
181
344
525
161
258
419
109
112
221
371
367
738
360
307
667
JML 18
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-104
PT PERTAMINA EP -PPGM
Selama kurun waktu 2003-2005 jumlah pencari kerja di Kabupaten Banggai yang terbesar adalah pada tahun 2004 yaitu sebanyak 5.227 orang yang berarti mengalami peningkatan sekitar 100,73% dibandingkan tahun 2003, namun mengalami penurunan sekitar 27,43% pada tahun 2005. Penurunan yang ada bukan berarti bahwa jumlah tenaga kerja yang ada telah terserap dalam berbagai sektor, namun lebih karena para tenaga kerja merasa pesimis terhadap kesempatan kerja yang ada maupun upaya penempatannya, sehingga kemudian mereka tidak mendaftar ataupun melapor ke Dinas Tenaga Kerja setempat. Banyaknya pencari kerja dan penempatannya di Kabupaten Banggai disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.60. Banyaknya Pencari Kerja, Penempatan dan Permintaan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2003 – 2005 Di Kabupaten Banggai LK
2003 PR
JML
LK
2004 PR
JML
LK
Pencari kerja
1.291
1.313
2.604
2.717
2.510
5.227
2.029
1.764
3.793
Penempatan
218
113
331
164
155
319
165
232
397
Permintaan
218
113
331
164
155
319
165
232
397
Uraian
2005 PR
JML
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005
Penempatan tenaga kerja selama tahun 2005 mengalami peningkatan sekitar 24,45% dibandingkan tahun 2004 dengan persentase 41,56% laki-laki dan 58,44% perempuan. Meskipun penempatan tenaga kerja mengalami peningkatan selama tahun 2005, namun penempatan yang ada relatif masih kecil yakni sebesar 10,47% dibandingkan dengan jumlah pencari kerja yang ada. Hal ini terkait dengan kesempatan kerja yang juga relatif sangat terbatas. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di 4 kecamatan wilayah studi pada umumnya. Kenyataan tersebut didukung oleh sekitar 85% responden yang menyatakan bahwa
di
wilayahnya
banyak
pengangguran
karena
sulitnya
mencari
pekerjaan.
Mendasarkan hal tersebut maka kesempatan kerja yang ada di wilayah studi termasuk dalam kriteria buruk atau mempunyai skala 2.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-105
PT PERTAMINA EP -PPGM
3.3.2
Sosial Ekonomi
a. Pendapatan Masyarakat Salah satu indikator kemakmuran atau kesejahteraan adalah besarnya pendapatan masyarakat. Tinggi rendahnya pendapatan seseorang umumnya dapat dilihat melalui jenis matapencaharian atau pekerjaannya. Dengan melihat tingkat pendapatan masyarakat akan dapat diukur tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara ekonomi ini akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan non ekonomi, yang antara lain dapat ditunjukkan melalui kondisi bangunan rumah, perabotan rumah tangga, kondisi pendidikan anggota keluarga dan lain sebagianya. Gambaran mengenai pendapatan rumah tangga setiap bulan dapat dicirikan menjadi 2 kelompok sumber penghasilan, yaitu kelompok formal dan kelompok informal (petani dan lain sebagainya). Untuk menghitung pendapatan per tahun kelompok formal sangatlah mudah karena pendapatan diperoleh secara rutin/tetap setiap bulan. Tetapi pendekatan pendapatan rumah tangga bagi kelompok informal seperti petani, nelayan, jasa, pedagang dan lain-lain sangatlah sulit. Hal ini dikarenakan pendapatan setiap bulan untuk kelompok informal tidak tetap dan bersifat musiman. Hasil usaha mereka sering mengalami pasang surut, kadang-kadang berhasil, kadang-kadang mengalami kegagalan karena pengaruh berbagai faktor, seperti adanya serangan hama penyakit, harga hasil panen jatuh, sepinya para konsumen dan lain-lain. Bagi penduduk daerah penelitian pada umumnya para petani ataupun pengusaha lainnya enggan untuk memperhitungkan antara penghasilan yang diperoleh dengan biaya pengeluaran proses produksi ataupun untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Berdasarkan data struktur responden menurut matapencaharian utama diketahui bahwa sebagian besar responden bekerja di bidang pertanian, yang meliputi petani dan buruh tani
sebanyak
56,25%,
nelayan
dan
buruh
nelayan
2,50%.
Penduduk
yang
bermatapencaharian sebagai nelayan umumnya bermukim di pinggir pantai dan ratarata melaut hanya 4 – 5 hari per minggu. Pendapatan mereka berkisar antara Rp 20.000,00 – Rp 50.000,00. Jenis matapencaharian lain yang cukup dominan adalah sebagai pengusaha/wiraswasta (16,67%), aparat desa (5,42%), PNS 5,41% dan lain-lain sebanyak 5%. Dilihat dari tingkat pendapatannya, rata-rata pendapatan responden per bulan adalah Rp 1.383.204,00 dengan tingkat pendapatan terendah sebesar Rp 150.000,00 dan yang
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-106
PT PERTAMINA EP -PPGM
tertinggi adalah Rp 5.000.000,00. Nilai modus pendapatan sebesar Rp 600.000,00 per keluarga per bulan.
Tingkat pendapatan responden yang paling dominan adalah hingga
Rp 500.000,00 dengan persentase sebesar 45,83%. Tabel 3.61. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Responden Setiap Bulan Kisaran Pendapatan (Rp) 1
Sampai dengan 500.000,00
Frekuensi
Persentase
110
45,83
2
501.000,00 – 1.000.000,00
66
27,50
3
1.001.000,00 – 1.500,000,00
28
11,67
4
1.501.000,00 – 2.000.000,00
13
5,42
5
2.001.000,00 – 2.500.000,00
8
3,33
6
2.501.000,00 – 3.000.000,00
7
2,92
7
Lebih dari 3.000.000,00
8
3,33
100
100,00
Jumlah Sumber: Data Primer, 2007
Dengan rata-rata pendapatan responden per bulan adalah Rp 1.383.204,00 jika setiap keluarga responden rata-rata mempunyai 4 orang anggota keluarga, maka pendapatan perkapita per bulan adalah sekitar Rp 345.801,00 dan pendapatan perkapita per harinya adalah sekitar Rp 11.526,70. Jika batas kemiskinan adalah 1 $ Amerika per orang per hari yang nilai tukarnya adalah sebesar Rp. 9.600,00 maka rata-rata setiap anggota masyarakat di wilayah studi termasuk sedikit di atas kategori miskin. Berdasarkan baku
kualitas
lingkungan tingkat penghasilan responden di wilayah studi tergolong buruk (skala 2) sehingga kurang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga secara optimal. Untuk menguji validitas jawaban responden tentang pendapatan mereka dipakai data besarnya pengeluaran. Rata-rata pengeluaran responden per bulan adalah Rp. 761.497,00 dengan modus pengeluaran sebesar Rp 500.000,00. Tingkat pengeluaran yang paling dominan adalah antara Rp 251.000,00 – Rp 500.000,00 dengan persentase sebesar 32,08%, diikuti pengeluaran dengan kisaran Rp 501.000,00 – Rp 750.000,00 sebanyak 19,17% dan pengeluaran hingga Rp 250.000,00 sebanyak 18,33%.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-107
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.62. Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga Responden Setiap Bulan Kisaran Pendapatan (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8
Sampai dengan 250.000,00 251.000,00 – 500.000,00 501.000,00 – 750.000,00 751.000,00 – 1.000,000,00 1.001.000,00 – 1.500.000,00 1.501.000,00 – 2.000.000,00 2.001.000,00 – 2.500.000,00 Lebih dari 2.500.000,00 Jumlah
Frekuensi
Persentase
44 77 46 38 18 10 2 5
18,33 32,08 19,17 15,83 7,50 4,17 0,83 2,09
240
100,00
Sumber: Data Primer, 2007
Dilihat dari komposisi antara penghasilan dengan pengeluaran, dapat dikatakan bahwa ratarata tingkat pendapatan responden relatif masih lebih besar dibandingkan dengan tingkat pengeluarannya. Hal tersebut antara lain ditunjukkan dengan adanya responden yang berpenghasilan hingga Rp 500.000,00 sebanyak 45,83% namun tingkat pengeluaran hingga Rp 500.000,00 dilakukan oleh sekitar 50,41% responden. Kondisi demikian terjadi pula pada responden yang berpenghasilan diatas Rp 1.000.000,00 sebanyak 26,67% namun tingkat pengeluaran di atas Rp 1.000.000,00 hanya dilakukan oleh 14,59% responden. Dengan demikian pada umumnya responden dapat menyeimbangkan antara tingkat pendapatan dengan pengeluaran keluarganya atau mereka mampu mengelola kondisi keuangannya dengan baik atau tidak berperilaku hidup boros. Untuk responden dengan tingkat penghasilan sekitar Rp 500.000,00 praktis hampir semuanya digunakan untuk pemenuhan konsumsi bahan makanan sehari-hari. b. Pola Nafkah Ganda Terdapat sekitar 59,17% responden yang memiliki lebih dari satu sumber pendapatan untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya sehari-hari. Distribusi pekerjaan sampingan responden disajikan pada tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-108
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.63. Distribusi Pekerjaan Sampingan Para Responden No.
Jenis Pekerjaan Sampingan
Frekuensi
Persentase
1.
Petani
58
40,84
2.
Buruh tani
11
7,75
3.
Nelayan
7
4,93
4.
Buruh pabrik/bangunan
11
7,75
5.
Guru
2
1,41
6.
Pedagang
14
9,86
7.
Pengusaha/wiraswasta
14
9,86
8.
Pegawai honorer
2
1,41
9.
Pegawai swasta
3
2,11
10.
Tukang ojek
6
4,22
11.
Lainnya
14
9,86
142
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
Jenis pekerjaan sampingan yang banyak ditekuni responden tidak jauh berbeda dengan pekerjaan pokok responden yaitu pada bidang pertanian, khususnya sebagai petani dan buruh tani. Aktivitas ini umumnya ditekuni oleh para responden yang bekerja diluar bidang pertanian seperti PNS, wiraswastawan dan guru. Selain untuk menambah penghasilan, aktivitas ini diakui sebagai sarana untuk menyalurkan hobi, bersifat rekreatif dan melanjutkan usaha orang tua. Sementara itu usaha sampingan sebagai pedagang umumnya dilakukan oleh responden dengan membuka warung atau toko di rumahnya. c. Kepemilikan Benda Berharga oleh Responden 1) Rumah dan pekarangan Benda berharga yang dimiliki responden dalam hal ini adalah berupa rumah, tanah atau lahan, ternak, tabungan, perabotan rumah tangga dan kendaraan. Rumah dan atau lahan umumnya dimiliki oleh reponden dari hasil menyisihkan sebagian pendapatannya atau dari peninggalan orang tua. Ternak, tabungan, perabot rumah tangga dan kendaraan bermotor hampir semuanya dimiliki responden dengan cara menyisihkan hasil jerih payahnya atau sisa dari upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-109
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.64. Kepemilikan Rumah oleh Responden No
2
Kisaran Luas (m )
Frekuensi
Persentase
1
Sampai dengan 36
60
25,00
2
37 – 70
100
41,67
3
71 – 100
44
18,33
4
101 – 150
18
7,50
5
151 – 200
10
4,17
6
Lebih dari 200
8
3,33
240
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa rumah responden 2
rata-rata mempunyai luas antara 14 – 600 m dengan persentase terbesar (41,67%) 2
adalah luasan 37 – 70 m . Hampir semua responden (90,83%) di wilayah studi mempunyai halaman/pekarangan rumah. Luasan pekarangan berkisar antara 50 – 5000 m2 dengan persentase terbesar (30,83%) yaitu antara 251 – 500 m 2 , kemudian diikuti dengan luasan 1.001 – 2.500 m2 dengan persentase sebesar 24,17% dan antara 501 – 750 m2 sebanyak 14,58%. Nampak di sini bahwa kepemilikan halaman dan atau pekarangan oleh responden relatif cukup luas. Status kepemilikan rumah dan pekarangan oleh responden umumnya adalah hak milik (SHM) dengan persentase sebesar 50,42%, sewa/kontrak (5%), hak pakai (3,33%), warisan atau milik keluarga (1,25%) dan yang tidak bersertifikat sebanyak 40%. Sementara itu kondisi bangunan tempat tinggal responden disajikan pada Tabel 3.65. Bangunan rumah responden di calon lokasi kegiatan dan sekitarnya yang terbanyak (50,83%) adalah berdinding kayu atau papan, terdapat sekitar 36,67% berdinding tembok dan yang setengah tembok sebanyak 12,50%. Dilihat dari lantainya, umumnya berupa ubin atau lantai dari semen dengan persentase sebesar 65,83%, kemudian berlantai tegel (17,51%) dan masih berupa tanah sebanyak 12,08%.
Atap rumah
responden didominasi dari seng (70%), dari genting 12,50% dan dari rumbai atau daun kelapa dengan persentase 12,08% dan yang beratap genting sebanyak 12,50%. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa secara umum keadaan bangunan rumah penduduk (responden) tergolong dalam kualitas sedang (skala 3).
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-110
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.65. Persentase Kondisi Bangunan Rumah Responden No
Kondisi Bangunan
1
Dinding rumah a. Kayu/papan b. Setengah tembok c. Tembok Jumlah Lantai rumah a. Tanah b. Ubin/lantai semen c. Tegel d. Keramik e. Papan Jumlah Atap rumah a. Genteng b. Asbes c. Seng d. Rumbai/daun kelapa e. Cor beton Jumlah
2
3
Frekuensi
Persentase
122 30 88 240
50,83 12,50 36,67 100,00
29 158 42 5 6 240
12,08 65,83 17,51 2,08 2,50 100,00
30 11 168 29 2 240
12,50 4,58 70,00 12,08 0,84 100,00
Sumber : Data Primer, 2007
2) Sawah dan ladang Sawah dimiliki oleh sekitar 39,17% responden dan ladang dimiliki oleh sekitar 73,75% responden
dengan luas berkisar antara 0,08 – 40 Ha. Gambaran secara lebih rinci
tentang hal tersebut disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.66. Kepemilikan Sawah dan Ladang oleh Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kisaran Luas (m2)
2
Sawah (m )
2
Ladang (m )
Sampai dengan 1000 1.001 – 2.500 2.501 – 5.000 5.001 – 10.000 10.001 – 25.000 25.001 – 50.000 50.001 – 75.000 75.001 – 100.000 Lebih dari 100.000
Frek. 4 8 23 29 18 5 1 1 5
% 4,25 8,51 24,47 30,85 19,16 5,32 1,06 1,06 5,32
Frek. 8 9 19 52 39 39 5 3 3
% 4,53 5,09 10,73 29,38 22,03 22,03 2,83 1,69 1,69
Jumlah
94
100,00
177
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-111
PT PERTAMINA EP -PPGM
Luasan lahan sawah dan atau ladang yang dominan dimiliki responden umumnya adalah 2
5.001 – 10.000 m . Terdapat sekitar 12,76% responden yang termasuk dalam kriteria petani gurem karena luas lahannya hanya sekitar 2.500 m2 atau kurang. Dengan sempitnya lahan usaha dipastikan bahwa usaha pertanian yang mereka lakukan tidak akan mencapai hasil yang optimal dan hal ini berpengaruh secara nyata terhadap kondisi ekonomi keluarganya. 3) Tabungan Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa terdapat sekitar 26,67% responden yang memiliki tabungan keluarga. Tabel 3.67. Jenis Tabungan yang Dimiliki Responden No 1 2 3 4
Jenis Tabungan
Frekuensi
Persentase
Uang di bank Uang di rumah Asuransi Arisan
52 7 2 3
81,25 10,94 3,12 4,69
Jumlah
64
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Responden yang menyatakan mempunyai tabungan umumnya menyimpan atau menabung uang di bank. Sebagian responden lainnya memanfaatkan jasa asuransi sebagai bentuk tabungan, demikian halnya dengan arisan, karena disini responden dituntut untuk dapat menyisihkan sebagian pendapatannya secara rutin. 4) Benda berharga lainnya Kepemilikan benda berharga lainnya berupa radio/tape, TV, kendaraan bermotor dan lain sebagainya secara lebih rinci disajikan pada Tabel 3.68. Jenis benda berharga yang secara dominan dimiliki oleh responden adalah televisi (TV), kemudian diikuti kepemilikan ternak dan VCD. Jenis ternak yang umumnya diusahakan responden adalah sapi, kambing, babi dan unggas khususnya ayam dan itik. Menurut responden, ternak merupakan alternatif yang digunakan untuk mengatasi masalah keuangan atau kebutuhan lain yang mereka hadapi. TV, VCD dan radio/tape merupakan sarana hiburan yang dimiliki oleh sebagian responden, sementara itu kepemilikan benda berharga lainnya umumnya lebih berfungsi sebagai alat atau perlengkapan dalam mendukung pekerjaan sehari-hari yang mereka tekuni selama ini.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-112
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.68. Kepemilikan Benda Berharga oleh Responden No
Jenis Benda
Frekuensi
Persentase
1 2 3
TV VCD Radio/tape
88 48 35
26,43 14,41 10,51
4 5
Kulkas Sepeda
2 42
0,60 12,61
6 7
Sepeda motor Mobil
44 6
13,21 1,80
8 9
Truk Colt
2 3
0,60 0,90
10 11
Perahu/kapal ikan Kompresor
2 2
0,60 0,60
12 13
Alat pemotong padi Alat pertukangan
2 1
0,60 0,30
14
Ternak
56
16,83
333
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
d. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Hakekat pembangunan nasional secara keseluruhan adalah pembangunan manusia seutuhnya yang dicapai melalui pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan budaya, serta hankamnas. Sasaran pembangunan jangka panjang diarahkan kepada kegiatan ekonomi secara menyeluruh dengan sasaran kepada sektor pertanian dan industri secara seimbang mengarah
kepada
kebutuhan
pokok
masyarakat.
Pemerintah
daerah
mempunyai
kewenangan untuk mengelola sumberdaya alam yang dimiliki. Kewenangan tersebut dalam rangka menggali atau mengelola sumberdaya alam yang ada di daerah. Kendala yang dihadapi pada umumnya adalah masalah skil dan sumberdaya manusia yang tersedia. Dilihat dari pertumbuhan kesembilan sektor usaha, nampak bahwa wilayah Kabupaten Banggai masih bersifat agraris. Tabel berikut ini menyajikan jumlah PDRB dan sumbangan setiap sektor di Kabupaten Banggai.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-113
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.69. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (Rp 000.000) di Wilayah Studi Tahun 2003-2004 Sektor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanian Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa Jumlah
Tahun 2003 Jumlah % 775.978 56,55 16.624 1,21 103.048 7,51 7.997 0,58 96.807 7,05 121.615 8,86 71.723 5,23 41.671 3,04 136.731 9,97 1.372.194
100,00
Tahun 2004 Jumlah 860.680 18.483 114.840 8.955 106.118 133.283 77.729 44.245 145.821
% 56,99 1,22 7,60 0,59 7,03 8,83 5,15 2,93 9,66
1.510.154
100,00
Sumber : Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005
Nampak bahwa sektor pertanian mendominasi dalam perannya membentuk PDRB Kabupaten Banggai baik pada tahun 2003 maupun 2004. Kontribusi terbesar kedua diberikan oleh sektor Jasa-jasa, namun pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 0,31% dibandingkan tahun 2003. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memberikan andil terbesar ketiga
dengan persentase sebesar 8,83%, yang mengalami penurunan
sekitar 0,03% dibandingkan dengan tahun 2003. Sektor yang kontribusinya paling kecil adalah Listrik dan Air Bersih yang pada tahun 2004 mengalami peningkatan sekitar 0,01%. Bila dilihat laju pertumbuhannya, Sektor Listrik dan Air Bersih menempati posisi teratas dengan laju pertumbuhan sebesar 9,03%, diikuti sektor Pertanian sebesar 7,81% dan Penggalian sebesar 7,70%. Sektor dengan laju pertumbuhan yang relatif kecil adalah Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dengan laju sebesar 5,06%, kemudian sektor Jasa-jasa sebesar 5,46% serta Angkutan dan Komunikasi sebesar 5,94%. Perlu dilakukan upaya yang didukung semua pihak agar sektor-sektor ini dapat mengalami pertumbuhan yang lebih baik lagi pada tahun-tahun yang akan datang. Dari 9 sektor yang ada, hanya Pertanian yang mengalami penurunan laju pertumbuhan yakni sebesar 0,34% dibandingkan selama kurun waktu tahun 2003. Dengan nilai PDRB sebesar Rp 1.372.194 juta pada tahun 2004 dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun sebanyak 289.979 jiwa, maka nilai PDRB per kapita adalah
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-114
PT PERTAMINA EP -PPGM
Rp 5.207.804,00. Jika batas kemiskinan adalah setara dengan pendapatan perkapita sebesar Rp 9.600,00 per hari atau sebesar Rp 3.504.000,00 per tahun, maka PDRB perkapita di Kabupaten Banggai secara umum adalah sekitar 1,49 kali lebih besar daripada batas kemiskinan atau hal itu berarti berada di atas ambang kemiskinan. Diantara 4 kecamatan wilayah studi, Kecamatan Toili mempunyai tingkat kesejahteraan keluarga yang paling baik dengan jumlah keluarga yang telah termasuk dalam kategori sejahtera sekitar 64,23%, kemudian diikuti Toili Barat (57,80%), Batui (48,14%) dan yang terendah adalah Kintom dengan jumlah keluarga sejahtera sekitar 30,53% terhadap jumlah total keluarga di wilayah kecamatan tersebut. e. Sarana/Prasarana Perekonomian 1) Perindustrian Kegiatan industri yang terdapat di wilayah Kabupaten Banggai selama kurun waktu 2005 sebanyak 13 unit usaha dan umumnya didominasi oleh industri kayu dan barang dari kayu. Jenis dan banyaknya industri tersebut disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.70. Jumlah Usaha Industri dan Tenaga Kerja di Kabupaten Banggai Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri
makanan, minuman dan tembakau tekstil pakaian jadi dan kulit kayu dan barang dari kayu kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan kimia dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan barang galian bukan logam kecuali minyak bumi dan batubara barang dari logam kecuali minyak bumi dan batubara pengolahan lainnya jasa perorangan dan RT
Jumlah
Unit Usaha
Tenaga Kerja
1 1 6 1 1 1 2
6 1 13 1 5 1 31 3
13
56
Sumber : Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005
Dilihat dari jumlah tenaga kerja yang terlibat, nampak bahwa sangat sedikit warga masyarakat yang dapat terlibat dalam bidang industri. Hal ini terjadi disamping karena faktor kualitas sumberdaya manusia yang relatif masih terbatas juga karena memang jenis industri yang berkembang di wilayah ini masih sangat terbatas sehingga warga masyarakatnya pun akhirnya banyak yang terjun di sektor tradisional seperti pertanian.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-115
PT PERTAMINA EP -PPGM
Sementara itu banyaknya perusahaan menurut jenis perusahaan yang terdaftar di Kabupaten Banggai selama tahun 2005 rata-rata mengalami peningkatan sebesar 5,54% dibandingkan dengan tahun 2004. Tabel 3.71. Banyaknya Perusahaan Menurut Jenis Perusahaan di Kabupaten Banggai No
Jenis Perusahaan
2004
2005
1
Perusahaan Terbatas (PT)
151
158
2
Perusahaan Komanditer (CV)
754
800
3
Perorangan (PO)
1.614
1.703
4
Koperasi
81
83
5
Bentuk usaha lainnya
-
-
2.600
2.744
Jumlah Sumber : Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005
Jenis perusahaan yang paling dominan adalah Perusahaan Perorangan (PO) dengan persentase sebesar 62,06%. Kondisi ini menggambarkan bahwa cukup banyak warga masyarakat yang berupaya untuk dapat menghidupi diri dan keluarganya dengan membuka usaha secara mandiri atau berwiraswasta. Mengingat bahwa tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah PO hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak pula warga masyarakat yang tertarik untuk berwiraswasta dan terdapat pangsa pasar terhadap berbagai produk yang diupayakan oleh warga masyarakat tersebut. 2) Perdagangan Selama tahun 2005 volume perdagangan antar pulau di Kabupaten Banggai mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2004. Komoditas yang cukup menonjol diperdagangkan antara lain adalah bungkil kopra sebanyak 21.681 ton, minyak kelapa sebanyak 13.650 ton, dan rotan sebesar 2.177 ton. Realisasi perdagangan bahan pokok/penting lainnya yang terbesar di Kabupaten Banggai adalah semen yang mencapai 46.235 ton, diikuti minyak sebesar 8.531 ton dan pupuk sebanyak 3.446 ton. Sementara itu realisasi ekspor yang paling menonjol adalah udang beku sebanyak 1.130.000 ton, kopra 20.806.542 ton dan ganggang laut kering sebanyak 250.310 ton.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-116
PT PERTAMINA EP -PPGM
Banyaknya perusahaan perdagangan yang telah mendapatkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banggai disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.72. Banyaknya Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Menurut Status Perusahaan di Kabupaten Banggai No
Status Perusahaan
1
Perdagangan Besar
2
Perdagangan Menengah
3
Perdagangan Kecil Jumlah
2004
2005
40
41
403
415
1.786
1.916
2.229
2.372
Sumber : Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005
Jumlah perusahaan perdagangan selama tahun 2005 meningkat sekitar 6,42% dibandingkan tahun 2004. Kondisi ini menggambarkan bahwa aktivitas perdagangan cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun. Perusahaan perdagangan yang ada umumnya didominasi oleh perdagangan kecil (80,78%), kemudian perdagangan menengah (17,49%) dan yang paling sedikit adalah perdagangan besar dengan persentase sebesar 1,73%. Kios merupakan fasilitas perdagangan yang paling menonjol di 4 kecamatan wilayah studi. Di Kintom pasar umum tidak dijumpai sehingga masyarakat umumnya kemudian berbelanja di warung-warung dan kios sekitar tempat tinggal atau berbelanja melalui pedagang keliling. Tabel 3.73. Jumlah dan Jenis Fasilitas Perdagangan di Wilayah Studi Tahun 2004 No 1 2 3 4 5
Fasilitas Perdagangan Pasar Umum Toko Warung Kios Warung makan/minum Jumlah
Kintom
Batui
Toili
Toili Barat
23 129 2
4 9 15 220 6
6 30 295 52
1 2 222 22
154
254
383
247
Sumber : Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat Dalam Angka 2005
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-117
PT PERTAMINA EP -PPGM
Secara umum di wilayah Kecamatan Toili terdapat paling paling banyak fasilitas perdagangan yakni sekitar 36,90% dari total fasilitas perdagangan di wilayah studi. Hal ini menggambarkan bahwa Kecamatan Toili paling potensial aktivitas perdagangannya yang secara tidak langsung juga menggambarkan kondisi perekonomian secara umum relatif paling baik dibandingkan kecamatan lainnya. 3) Fasilitas Keuangan Fasilitas keuangan yang ada di wilayah studi meliputi koperasi dan bank yang secara rinci disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.74. Jumlah dan Jenis Fasilitas Keuangan di Wilayah Studi Tahun 2004 No
Fasilitas Keuangan
Kintom
Batui
Toili
1 2 3 4 5 6
KUD Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Koperasi lainnya Bank Desa Bank Pemerintah BPR
1 -
2 3 -
4 3 1 3 1
Toili Barat 5 1 -
Jumlah
1
5
12
6
Sumber : Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat Dalam Angka 2005
Jenis koperasi yang dominan terdapat di wilayah studi adalah Koperasi Unit Desa (KUD). Kecamatan Toili mempunyai fasilitas keuangan yang jumlahnya relatif paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya, kondisi ini mengindikasikan bahwa peredaran uang juga cukup banyak terjadi di wilayah tersebut sebagai akibat cukup intensifnya berbagai aktivitas yang ikut mengembangkan perekonomian wilayah tersebut. f.
Ekonomi Sumberdaya Alam 1) Penggunaan lahan Sumberdaya alam yang cukup potensial diusahakan masyarakat di wilayah studi saat ini adalah pertanian yang meliputi pertanian tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi serta bahan galian lain belum banyak diusahakan, operator yang telah mencoba mengusahakan sumberdaya alam minyak dan gas bumi adalah PT. Medco E&P dan Pertamina EP.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-118
PT PERTAMINA EP -PPGM
Penggunaan lahan di wilayah studi sebagian besar adalah untuk pertanian, kemudian untuk bangunan, tegal/huma, hutan dan lainnya. Rincian lebih lengkap tentang penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.75. Penggunaan Lahan di Wilayah Studi No
Penggunaan Lahan
Kintom (Ha) -
Batui (Ha) 1.108 2.850
Toili (Ha) 6.042,75 406,30
Toili Barat (Ha) 3.714 407
2.338 3.837
5.137
3.452,65
2.476,60
1 2
Sawah irigasi Sawah tadah hujan
3 4
Ladang/huma Tegal/kebun
5 6
Kolam/empang Tambak
0,50 -
251 251
45 70
57
7 8
Padang rumput Perkebunan
10 6.033
5.230
3.695,30
1.465,55
9 10
Bangunan/halaman Kayu-kayuan
232 4.760
1.702 -
2.229,80 69
1.236,38 -
11 12
Tidak diusahakan Lainnya
34.491 170,50
120.170 2.334
82.285,20 -
3.011,50 87.098
51.872
139.033
98.296
99.466
Luas total
Sumber : Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat Dalam Angka 2005
Penggunaan lahan di 4 kecamatan wilayah studi yang paling dominan adalah untuk perkebunan yakni seluas 16.423,85 Ha atau sekitar 4,23% dari total luas lahan yang ada. Penggunaan terluas kedua adalah untuk tegal atau kebun masyarakat yakni sekitar 3,83% dan yang ketiga adalah untuk sawah yaitu seluas 3,74% yang terdiri atas sawah beririgasi seluas 2,80% dan sawah tadah hujan seluas 0,94%. Penggunaan lahan untuk bangunan dan permukiman baru sekitar 1,39% dan lahan yang tidak atau belum diusahakan seluas 61,74% terhadap total luas lahan yang ada. Mengingat bahwa penggunaan lahan yang ada di wilayah studi umumnya untuk pengusahaan pertanian, perikanan
dan
perkebunan
dengan
luasan
sekitar
12%
yang
relatif
masih
memperhatikan faktor konservasi lahan, maka berdasarkan baku kualitas lingkungan penggunaan lahan yang ada termasuk dalam kriteria baik atau mempunyai skala 4.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-119
PT PERTAMINA EP -PPGM
2) Produksi pertanian Tanaman pangan Komoditas potensial yang dihasilkan wilayah studi adalah padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Toili merupakan wilayah yang paling potensial menghasilkan komoditas pangan tersebut dibandingkan dengan 3 kecamatan lainnya. Produksi padi sawah dari Toili adalah 56,77% dari total produksi padi sawah di wilayah studi. Gambaran lebih lengkap tentang produksi tanaman pangan disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.76. Produksi Beberapa Jenis Tanaman Pangan Di Wilayah Studi Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Tanaman Pangan Padi sawah Padi ladang Jagung Ubi kayu Ubi jalar Kedelai Kacang tanah
Kintom (Ton) 94 292 24
Batui (Ton) 12.717 1.099 198 160 57 21 19
Toili (Ton) 40.555 30 122 116 100 378 39
Toili Barat (Ton) 18.165 51 138 131 4 1
Total Kabupaten 120.263 5.067 7.573 5.824 3.849 1.064 2.333
Sumber : Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat Dalam Angka 2005
Dilihat dari tingkat kabupaten, sumbangan wilayah studi terhadap cadangan padi sawah selama tahun 2005 adalah sebesar 59,40%. Toili yang merupakan wilayah pertanian hasil pengembangan program transmigrasi mampu menyumbang sekitar 33,72% dari total produksi padi sawah Kabupaten Banggai. Sementara itu sumbangan wilayah studi terhadap produksi padi ladang di tingkat kabupaten adalah sebesar 24,14%, untuk jagung sebesar 8,75%, ubi kayu 7,11%, ubi jalar 7,48%, kedelai 37,88% dan kacang tanah sebesar 3,56%. Dilihat dari produktivitasnya, untuk padi sawah rata-rata adalah 2,57 ton/ha dan untuk padai ladang 0,15 ton/ha. Produktivitas komoditas yang diusahakan di tegal/ kebun adalah jagung (0,04 ton/ha), kedelai (0,029 ton/ha), ubi kayu (0,027 ton/ha) dan kacang tanah 0,007 ton/ha. Dengan demikian nampak bahwa secara umum produktivitas lahan di wilayah studi tergolong rendah. Tanaman Sayuran Secara umum produksi sayuran selama tahun 2005 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2004. Jenis sayuran yang paling dominan dari wilayah studi adalah kangkung dengan produksi sekitar 60,48% terhadap total produksi kangkung di tingkat kabupaten.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-120
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.77. Produksi Beberapa Jenis Tanaman Sayuran Di Wilayah Studi Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Tan. Sayuran Kangkung Petsai Cabai Tomat Kacang panjang Terung Bayam
Kintom (Ton) 3,20 4,24 2,14 3,04 2,45
Batui (Ton) 24,50 7,20 16,40 18,60 14,40 7,70 6,3
Toili (Ton) 6,50 19,20 1 0,6 2,40 0,90 1,7
Toili Barat (Ton) 6,50 19,20 2,40 1,7
Total Kabupaten 62 170 530 602 175 200 107
Sumber : Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat Dalam Angka 2005
Komoditas sayuran lain yang cukup menonjol adalah petsai dengan produksi sekitar 26,82% terhadap total produksi kabupaten, sementara itu untuk cabai dan tomat masing-masing adalah 3,89%, dan untuk kacang panjang sebesar 12,19%. Tanaman Buah-buahan Jenis buah-buahan yang banyak dihasilkan di wilayah studi adalah pisang, mangga, pepaya, nangka dan durian dengan rincian seperti ditunjukkan pada tabel berikut.
No 1 2 3 4 5
Tabel 3.78. Produksi Beberapa Jenis Tanaman Buah-buahan Di Wilayah Studi Tahun 2005 Jenis Kintom Batui Toili Toili Barat Total Tanaman buah (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) Kabupaten Pisang 36,30 29,10 316,52 316,52 9.016 Mangga 24,38 13 11,30 11,13 3.798 Pepaya 23,40 16,80 14,38 14,13 1.356 Nangka 6,51 46,0 121,67 121,67 490 Durian 1,52 4,70 0,80 0,80 1.575
Sumber : Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat Dalam Angka 2005
Produksi pisang dari wilayah studi memberikan kontribusi sebesar 7,75% terhadap total produksi pisang di tingkat kabupaten, sementara itu untuk mangga adalah 1,57%, pepaya 5,07%, nangka 60,38% dan durian sebesar 0,50%. Tanaman Perkebunan Produksi berbagai jenis komoditas perkebunan selama tahun 2005 meningkat sekitar 15-26% dibandingkan tahun 2004. Jenis tanaman perkebunan rakyat yang banyak diusahakan di wilayah studi adalah kelapa, kakao, kopi, cengkeh, jambu mete, dan kemiri seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-121
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.79. Produksi Beberapa Jenis Tanaman Perkebunan Di Wilayah Studi Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6
Jenis Tan. perkebunan Kelapa Kakao Jambu mete Kemiri Cengkeh Kopi
Kintom (Ton) 1.229,40 128,95 17,77 30,81 -
Batui (Ton) 484 457,60 17,37 2,80 0,37 9,86
Toili (Ton) 45,95 294,85 3,80 1,60 10,50
Toili Barat (Ton) 20 16,30 49,05 5,90 -
Total Kabupaten 22.872,40 7.109,90 950,60 717,80 1.212,20 287,60
Sumber : Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat Dalam Angka 2005
Sumbangan produksi kelapa dari wilayah studi terhadap total produksi di tingkat kabupaten adalah 7,78%, untuk kakao 12,63%, jambu mete 9,26%, kemiri 4,68, cengkeh 0,65% dan kopi sebesar 7,08%. Peternakan Jenis-jenis ternak yang diusahakan masyarakat di wilayah studi meliputi ternak besar khususnya sapi, ternak kecil yaitu kambing dan babi dan unggas yang meliputi ayam kampung dan itik. Secara umum produksi berbagai jenis ternak relatif meningkat pada tahun 2005 kecuali untuk babi yang turun sekitar 1,06% dan itik turun sekitar 3,67%.
Tabel 3.80. Produksi Beberapa Jenis Ternak Di Wilayah Studi Tahun 2005 No 1 2 3 4 5
Jenis Ternak Sapi Kambing Babi Ayam kampung Itik
Kintom (Ekor) 2.120 1.352 940 6.207 412
Batui (Ekor) 1.757 599 256 15.262 1.151
Toili (Ekor) 4.283 925 1.503 35.750 18.858
Toili Barat Total (Ekor) Kabupaten 4.332 37.970 516 31.403 3.666 26.892 40.852 300.137 5.543 87.023
Sumber : Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat Dalam Angka 2005
Sumbangan wilayah studi terhadap total produksi sapi di tingkat kabupaten adalah 32,90%, untuk kambing 10,80%, babi 23,67%, ayam kampung 32,67% dan untuk itik adalah sebesar 29,84%.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-122
PT PERTAMINA EP -PPGM
Perikanan Jenis perikanan yang dikembangkan di wilayah studi meliputi perikanan laut, perikanan kolam, tambak udang dan perairan umum. Selama kurun waktu 2005 tidak satupun jenis perikanan yang berkembang di wilayah Kecamatan Kintom. Di Kecamatan Batui yang berkembang adalah usaha tambak udang dengan produksi sebanyak 500 ton dan di wilayah Toili yang berkembang adalah perikanan kolam. Kecamatan Toili Barat merupakan wilayah yang paling pesat perkembangan usaha perikanannya. Jenis usaha perikanan yang berkembang adalah perikanan laut, perikanan kolam dan perikanan perairan umum masing-masing dengan produksi sekitar 108 ton, 0,53 ton dan 0,45 ton. 3.3.3
Sosial Budaya
a. Nilai dan Norma Budaya Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat serangkaian konsep yang ada dalam alam pikiran dari sebagian besar warga masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan bernilai dalam hidup. Sistem nilai dan norma budaya telah dimiliki individu sejak kecil dalam mentalitasnya. Kondisi ini terjadi pula di masyarakat sekitar lokasi Proyek Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai yang penduduknya berlatar belakang berbagai budaya akibat banyaknya pendatang yang masuk di wilayah ini. Di Kabupaten Banggai terdapat 3 suku asli yaitu Suku Saluan, Suku Banggai dan Suku Balantak. Suku pendatang yang ada di wilayah ini antara lain adalah Suku Bajo yang merupakan masyarakat nelayan pendatang tertua dari Kendari, Suku Jawa, Sunda, Bali dan Flores yang merupakan transmigran serta pendatang lain yang berupaya mencari peluang kerja yaitu Suku Bugis, Padang, Gorontalo, Manado, Muna dan sebagainya. Berbagai kegiatan adat dan kebiasaan masyarakat di wilayah studi disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.81. No 1 2 3 4 5 6 7 8
Pendapat Responden tentang Jenis Kegiatan Adat dan Kebiasaan Masyarakat di Wilayah Studi Aktivitas Adat
Pesta perkawinan Perayaan kelahiran Peringatan kematian Bersih desa Menyambut air Pesta panen Ultah transmigrasi Tumpe Jumlah
Frekuensi
Persentase
16 226 232 221 2 15 2 2
2,24 31,56 32,40 30,87 0,28 2,09 0,28 0,28
716
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-123
PT PERTAMINA EP -PPGM
Kegiatan adat yang sering dilaksanakan oleh warga masyarakat terutama yang terkait erat dengan siklus kehidupan manusia yaitu pesta perkawinan, perayaan kelahiran dan peringatan kematian dengan persentase sebesar 66,20%. Kegiatan adat lain yang dirayakan adalah bersih desa, yang terkait dengan kegiatan bertani dan adat tumpe yang merupakan peristiwa budaya warisan Kerajaan Banggai Kepulauan. Kegiatan adat
dan kebiasaan
masyarakat ini biasanya dilakukan di balai desa (34,05%), masjid (20,77%), rumah (16,27%), serta makam dan pure masing-masing sebesar 6,42%. Gambaran tentang pelestarian aktivitas adat oleh warga masyarakat disajikan pada tabel berikut. Tabel 3. 82. Pendapat Responden tentang Pelestarian Aktivitas Adat No 1. 2. 3.
Pelestarian Aktivitas Adat Masih tetap dilakukan/dilestarikan Mulai jarang dilakukan Kadang-kadang saja dilakukan Jumlah
Frekuensi
Persentase
211 26 3
87,92 10,83 1,25
240
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Sekitar 87,92% responden menyatakan bahwa berbagai jenis kegiatan adat masih tetap dilakukan oleh masyarakat sebagai upaya untuk melestarikannya. Sebagian responden yang lain menyatakan bahwa berbagai aktivitas adat mulai jarang dilakukan atau kadang-kadang saja dilakukan. Beberapa alasan terkait dengan hal tersebut adalah karena tingkat ekonomi warga masyarakat relatif terbatas (88,46%), adanya perayaan atau aktivitas keagamaan (7,69%), dan karena alasan lainnya sekitar 3,85%. Tabel 3.83. Pendapat Responden tentang Jenis Kegiatan Keagamaan di Wilayah Studi No 1 2 3 4 5 6 7 8
Aktivitas Gotong Royong Syawalan Maulud Nabi Isra Mi’raj Pengajian Utsawa Darmagita Nyepi Perayaan Natal Bulan purnama dan tilem Jumlah
Frekuensi
Persentase
189 201 39 12 3 3 5 4
41,45 44,08 8,55 2,63 0,66 0,66 1,09 0,88
456
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-124
PT PERTAMINA EP -PPGM
Kegiatan keagamaan Islam yang paling banyak dan sering dirayakan oleh responden adalah Maulud Nabi dan Syawalan, untuk agama Kristen/Katolik adalah Natal dan untuk yang beragama Hindu adalah Nyepi, Utsawa Darmagita (pembacaan Kitab Suci), Bulan Purnama dan Tilem. Perayaan hari besar agama biasanya diselenggarakan atas partisipasi dan kerjasama semua warga masyarakat. Salah satu nilai budaya yang masih tampak terlihat adalah nilai budaya gotong royong dan konsep yang mengganggap penting sikap tenggang rasa terhadap sesama manusia. Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan menunjukkan bahwa gotong royong dalam memperbaiki rumah (20,24%), kerja bakti kebersihan lingkungan (14,84%), saling membantu dalam melaksanakan hajatan (30,88%) dan arisan (20,39%) serta bekerja sama untuk siskamling (12,89%) masih perlu tetap dipertahankan. Bagi masyarakat setempat gotong royong dalam hidup bermasyarakat dan sikap tenggang rasa penting untuk menanggulangi tekanan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Tabel 3.84. Pendapat Responden tentang Jenis Kegiatan Gotong Royong di Wilayah Studi No
Aktivitas Gotong Royong
Frekuensi
Persentase
1
Kerja bakti kebersihan lingkungan
99
14,84
2
Memperbaiki rumah
135
20,24
3
Hajatan
206
30,88
4
Arisan
136
20,39
5
Siskamling
86
12,89
6
Lainnya
5
0,76
667
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
Mengingat bahwa berbagai aktivitas adat, keagamaan dan sosial budaya yang lain masih tetap dilaksanakan dan didukung oleh warga masyarakat pada umumnya, maka kondisi rona lingkungan hidup awal pada parameter nilai dan norma budaya masyarakat di wilayah studi memiliki skala kualitas lingkungan tergolong baik (skala 4).
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-125
PT PERTAMINA EP -PPGM
b. Proses Sosial Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat keinginan untuk berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan yang bersifat dinamis tersebut tertata dalam bentuk tindakan-tindakan yang berdasarkan nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Wujud dari interaksi tersebut dapat berupa kerjasama apabila tindakantindakan yang dilakukan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Interaksi sosial yang terwujud dalam bentuk kerjasama di antaranya adalah gotong royong. Jenis kegiatan yang biasa dilakukan responden bersama-sama dengan anggota masyarakat lainnya adalah sebagai berikut. Tabel 3.85. Pendapat Responden tentang Jenis Kegiatan Bersama yang Biasa Dilakukan Responden di Wilayah Studi No 1 2 3 4 5
Jenis Kegiatan Bersama Meningkatkan pengetahuan agama Ronda/siskamling Arisan Tukar menukar berita/informasi Kegiatan ormas Jumlah
Frekuensi
Persentase
205 35 146 102 150
32,13 5,49 22,88 15,99 23,51
638
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Jenis kegiatan bersama yang paling banyak dilakukan oleh responden adalah meningkatkan pengetahuan agama (32,13%) diantaranya dengan mengikuti pengajian, ceramah keagamaan dan pemahaman kitab suci. Kegiatan bersama lainnya yang cukup menonjol adalah kegiatan ormas, arisan dan saling tukar informasi atau berita. Menurut responden, kondisi kebersamaan warga masyarakat saat ini adalah biasa-biasa saja (50,42%), sebagian yang lain menyatakan semakin baik (38,75%), semakin berkurang (5,83%), dan responden yang menyatakan tidak tau ada sekitar 5%. Selain kerja sama warga masyarakat dalam berbagai aktivitas sehari-hari, begitu pula yang terjadi sebaliknya yaitu adanya konflik, meskipun secara umum responden menyatakan relatif kecil adanya konflik di wilayah sekitar tempat tinggal mereka yaitu hanya sekitar 22,92%. Sekitar 77,08% responden lainnya menyatakan bahwa di daerah mereka tidak atau belum pernah terjadi konflik.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-126
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.86. Pendapat Responden tentang Frekuensi Terjadinya Konflik dan Cara Menyelesaikannya No 1.
2.
Frekuensi Konflik dan Penyelesaiannya Frekuensi adanya konflik: a. sering b. kadang-kadang c. sangat jarang d. tidak/belum pernah
Frekuensi
%
7 12 36 185
2,92 5,00 15,00 77,08
Jumlah
240
100,00
Proses penyelesaian jika ada konflik: a. organisasi adat setempat b. jalur hukum c. diselesaikan sendiri oleh pihak yang berkonflik d. musyawarah bersama warga
1 16 2 1
5,00 80,00 10,00 5,00
Jumlah
20
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Menurut pendapat responden, apabila terjadi konflik umumnya terkait dengan masalah pemuda/remaja (41,66%), masalah keluarga (25%), masalah tanah (16,67%), dan perselisihan antar kampung atau suku masing-masing dengan persentase sebesar 8,33%. Namun berbagai konflik yang ada tersebut pada umumnya dapat diselesaikan dengan baik. Sifat masyarakat di wilayah studi juga cenderung terbuka ditandai dengan bentuk penerimaan masyarakat (85,33%) yang ramah terhadap pendatang baru. Hal ini terkait dengan berbagai aktivitas di sekitar lokasi kegiatan yang berimplikasi dengan adanya sejumlah pendatang dari luar daerah. Masyarakat umumnya (70,83%) berpendapat bahwa banyak pendatang di daerah mereka. Pendatang berasal dari berbagai suku diantaranya adalah Bugis, Gorontalo, Toraja, Ternate, Buton, Jawa, Sunda, Madura, Bali, Flores dan Sumbawa. Beberapa alasan para pendatang untuk pindah di wilayah studi dan sekitarnya disajikan pada tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-127
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.87. Pendapat Responden tentang Alasan Kepindahan Para Pendatang di Wilayah Studi dan sekitarnya No 1 2 3 4 5 6
Alasan Kepindahan Mencari pekerjaan Bertani/ikut program transmigrasi Ikut keluarga/orang tua Meningkatkan taraf hidup Dinas/tugas Menikah Jumlah
Frekuensi
Persentase
131 3 5 3 5 28
74,86 1,71 2,86 1,71 2,86 16,00
175
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Alasan kepindahan para pendatang di wilayah studi dan sekitarnya yang terutama adalah untuk mencari pekerjaan (74,86%), hal ini memberikan indikasi bahwa wilayah studi dan sekitarnya cukup mempunyai daya tarik sehingga kemudian banyak didatangi para pendatang untuk mengadu nasib di wilayah ini. Meskipun masyarakat bersifat terbuka terhadap pendatang, namun secara umum mereka mengharapkan adanya beberapa hal yang dapat dipenuhi pendatang seperti pada tabel berikut ini. Tabel 3.88. Pendapat Responden tentang Syarat Pendatang Agar Diterima Warga Masyarakat No
Syarat Pendatang
Frekuensi
1 2 3 4 5
Dapat berbaur dan bekerjasama dengan warga masyarakat Mau mengikuti kegiatan kemasyarakatan Dapat memberikan bantuan fisik bagi pembangunan wilayah Menghargai adat dan kebiasaan masyarakat Dapat menjadi pelopor organisasi dalam masyarakat
229 119 3 139 88
39,62 20,59 0,52 24,05 15,22
578
100,00
Jumlah
%
Sumber : Data Primer, 2007
Tiga hal yang terutama diharapkan warga masyarakat terhadap para pendatang, yaitu hendaknya dapat berbaur dan bekerjasama dengan masyarakat (39,62%), menghargai adat dan kebiasaan masyarakat serta mau mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Semua hal tersebut diharapkan akan dapat tetap menjaga kebersamaan dan ketentraman lingkungan. Mendasarkan pada hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi rona lingungan hidup awal di wilayah studi yang terkait dengan proses sosial memiliki skala kualitas lingkungan tergolong baik (4).
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-128
PT PERTAMINA EP -PPGM
c. Pelapisan Sosial Pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk (masyarakat) dalam strata-strata tertentu. Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan tinggi dan lapisan-lapisan yang lebih rendah, didasarkan pada aspek ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan kekuasaan. Masingmasing lapisan sosial memiliki gaya hidup yang berbeda-beda. Pelapisan sosial di wilayah studi tercermin dari pendapat masyarakat yang menganggap pengurus administrasi wilayah/pamong desa merupakan orang yang dituakan (dalam level tinggi) di lingkungan tempat tinggal dan strata di bawahnya adalah pemuka agama. Selengkapnya tampak dari tabel berikut. Tabel 3.89. Pendapat Responden Tentang Tokoh yang Dituakan di Lingkungan Tempat Tinggal No
Tokoh yang Dituakan
Frekuensi
%
1. 2. 3. 4. 5
Pengurus administrasi wilayah Pemuka agama Orang berpendidikan/berderajat akademik tinggi Penguasa adat/keturunan bangsawan Orang yang bisa berbaur dan bekerjasama dengan masyarakat Orang yang menghargai adat dan kebiasaan Pengusaha/orang terpandang secara materi
206 200 96 148 5
27,61 26,81 12,87 19,84 0,67
2 89
0,27 11,93
746
100,00
6 5.
Jumlah Sumber : Data Primer, 2006
Penguasa adat/keturunan bangsawan dan orang yang terpandang secara materi saat ini tidak secara otomatis menjadi tokoh yang dapat dituakan atau dianggap berpengaruh oleh semua kelompok masyarakat, tetapi pihak-pihak yang mau bekerjasama dan peduli terhadap kepentingan masyarakatlah yang akan ditokohkan oleh masyarakat. Kondisi rona lingkungan hidup awal yang berkaitan dengan pelapisan sosial sebelum ada proyek masuk dalam kategori baik (4). d. Pranata Sosial/Kelembagaan Masyarakat Keberadaan pranata sosial atau kelembagaan dalam masyarakat merupakan wahana untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat atau untuk mencapai suatu tujuan secara bersamasama dan dapat untuk mengetahui dinamika atau aktivitas masyarakat di sekitar wilayah studi. Biasanya lembaga-lembaga tersebut terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulangkali, misalnya antar pemuda, ibu-ibu rumah tangga, para petani dan para peternak. Jumlah dan jenis pranata sosial di wilayah studi disajikan pada tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-129
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.90. Pendapat Responden Tentang Jumlah dan Jenis Pranata Sosial di Wilayah Studi No
Jenis Pranata Sosial
1
Bidang Kepemudaan a. Karang Taruna b. Keolahragaan c. Keagamaan d. Sosial Politik
2
Bidang Pendidikan a. TK dan SD b. SLTP c. SLTA d. Kelompok Belajar e. Keagamaan
3
Bidang Pertanian a. Kelompok Tani Nelayan b. Kelompok Peternak c. Kelompok Tani Padi Sawah d. Kelompok Tani Perkebunan e. Kelompok Tani Lainnya
4
Bidang Kekerabatan a. Kerukunan Keluarga Ta’ b. Keluarga Jawa Bali c. Arisan Keluarga d. Perkumpulan keluarga Bali e. Kerukunan keluarga lainnya
5
Bidang Ekonomi a. Koperasi Simpan Pinjam b. Koperasi Kemitraan c. Koperasi Unit Desa d. Kelompok Usaha Kecil dan Menengah e. Lumbung Padi
6
Frekuensi
Persent.
Jumlah
201 33 140 5 379
53,03 8,71 36,94 1,32 100,00
Jumlah
196 22 15 29 33 295
66,44 7,46 5,08 9,83 11,19 100,00
Jumlah
9 47 175 8 9 248
3,63 18,94 70,56 3,23 3,64 100,00
Jumlah
12 11 6 5 8 42
28,57 26,19 14,29 11,91 19,04 100,00
Jumlah
16 15 10 5 5 51
31,37 29,42 19,61 9,80 9,80 100,00
Jumlah
22 47 172 45 2 288
7,64 16,33 59,72 15,62 0,69 100,00
Bidang Kesehatan a. Puskesmas b. Puskesmas Pembantu c. Posyandu d. Polindes e. Bidan Desa Sumber : Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-130
PT PERTAMINA EP -PPGM
Pranata sosial yang ada di wilayah studi cukup maju dan dinamis
yang antara lain
ditunjukkan dengan cukup beragamnya kelembagaan yang ada, seperti lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, lembaga kepemudaan, lembaga kesehatan, lembaga pertanian dan lembaga kekerabatan. Diantara kelembagaan masyarakat tersebut, yang paling dikenal oleh responden adalah lembaga kepemudaan dengan persentase 29,09%, kemudian lembaga pendidikan 22,64% dan lembaga kesehatan 22,10% serta lembaga pertanian sebesar 19,03%. Hal ini menunjukkan bahwa kelembagaan masyarakat tersebut cukup aktif dan peranannya dirasakan oleh masyarakat. e. Sikap dan Persepsi Masyarakat Sikap dan persepsi masyarakat merupakan bentuk respon individu atau kelompok dalam memberi makna dan nilai terhadap sesuatu. Sehubungan dengan rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok, sikap dan persepsi masyarakat cukup beragam. Sebagian besar masyarakat sudah mengetahui rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok (79,17%) dengan sumber informasi dari kantor pemerintah setempat (65,44%) baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten. Selengkapnya data tanggapan responden tentang adanya proyek disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.91. Pendapat Responden tentang Adanya Rencana Proyek No 1.
Pengetahuan dan Sikap Responden Terhadap Rencana Proyek Pengetahuan terhadap rencana proyek: a. tahu rencana proyek b. tidak tahu rencana proyek Jumlah
2.
Sumber informasi tentang rencana proyek: a. kantor desa b. kantor kecamatan c. kantor kabupaten d. karyawan proyek e. LSM f. Teman dan tetangga Jumlah
3.
Sikap responden terhadap rencana proyek: a. setuju b. tidak setuju c. terserah pemerintah d. tidak berpendapat Jumlah
Frekuensi
%
190 50
79,17 20,83
240
100
66 16 7 10 2 35
48,53 11,76 5,15 7,35 1,47 25,74
136
100,00
188 12 26 14
78,33 5,00 10,83 5,84
240
100,00
Sumber : Data Primer 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-131
PT PERTAMINA EP -PPGM
Secara umum masyarakat setuju (78,33%) dengan rencana proyek tersebut dengan sejumlah harapan dan saran. Hanya sekitar 5% responden yang secara tegas menyatakan tidak setuju terhadap rencana proyek tersebut dan 16,67% responden lainnya menyatakan ikut saja atau terserah pemerintah dan tidak mempunyai pendapat tentang hal tersebut. Kondisi rona lingkungan hidup untuk sikap dan persepsi masyarakat di wilayah studi tergolong baik (4).
Persepsi positif masyarakat terhadap rencana kegiatan terkait dengan adanya beberapa keuntungan atau manfaat yang dapat ditimbulkan dari adanya kegiatan proyek seperti ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 3.92. Pendapat Responden Tentang Beberapa Manfaat dengan Adanya Kegiatan Proyek No
Jenis Manfaat Dari Kegiatan Proyek
Frekuensi
%
1.
Adanya kesempatan kerja
45
23,81
2.
Meningkatnya kesempatan berusaha
20
10,58
3.
Meningkatnya pendapatan masyarakat
84
44,44
4.
Daerah menjadi maju atau berkembang
7
3,70
5.
Meningkatnya pembangunan fasum-fasos
12
6,35
6.
Volume perdagangan dan pemasaran meningkat
12
6,35
7.
Adanya pemberdayaan masyarakat dari proyek
9
4,77
189
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
Manfaat paling besar yang akan muncul dari kegiatan proyek dan akan dapat dirasakan oleh masyarakat adalah meningkatnya pendapatan masyarakat (44,44%), kemudian adanya kesempatan kerja (23,81%) dan meningkatnya kesempatan berusaha (10,58%). Selain itu juga terdapat sekitar 6,35% responden yang
menyatakan sangat mengharapkan
dibangunnya fasilitas umum dan fasilitas sosial untuk warga masyarakat.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-132
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.93. Harapan Responden Terhadap Pembangunan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial Dengan Adanya Kegiatan Proyek No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Fasum-Fasos Fasilitas Fasilitas Fasilitas Fasilitas Fasilitas Fasilitas Fasilitas
transportasi pendidikan kesehatan olah raga/kesenian perdagangan ibadah hiburan/rekreasi Jumlah
Frekuensi
%
43 88 40 4 5 30 2
20,28 41,51 18,87 1,89 2,36 14,15 0,94
212
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Tiga jenis fasilitas yang sangat diharapkan dibangun sejalan dengan adanya proyek adalah fasilitas pendidikan khususnya untuk pendidikan menengah (SMP dan SMA), kemudian fasilitas transportasi yang saat ini masih relatif terbatas di beberapa bagian wilayah studi dan fasilitas kesehatan yang saat ini masih dirasakan cukup jauh jaraknya oleh sebagian warga masyarakat. Selain persepsi positif masyarakat terhadap proyek pengembangan gas ini, masyarakat juga memiliki persepsi negatif terhadap proyek terkait dengan kemungkinan adanya beberapa kerugian yang dapat terjadi dengan berlangsungnya proyek ini. Beberapa kerugian tersebut disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.94. Pendapat Responden Tentang Adanya Kerugian Jika Kegiatan Proyek Direalisasikan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Kerugian Dari Realisasi Proyek
Frekuensi
%
Meningkatnya peralihan fungsi lahan pertanian Penurunan produksi pertanian Meningkatnya kepadatan dan arus lalulintas Meningkatnya gangguan kamtibmas Penurunan kualitas lingkungan sekitar Penurunan kesehatan masyarakat Terjadinya perubahan perilaku pemuda dan atau masyarakat Kemungkinan adanya bencana (seperti kasus Lapindo, kebakaran, pipa bocor)
63 29 12 6 40 5 22 20
31,98 14,72 6,09 3,05 20,30 2,54 11,17 10,15
Jumlah
197
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-133
PT PERTAMINA EP -PPGM
Menurut pendapat responden, kerugian yang akan timbul dari kegiatan ini adalah meningkatnya peralihan fungsi lahan pertanian (31,98%) yang akan berdampak langsung terhadap terjadinya penurunan produksi
pertanian (14,72%). Kerugian lain yang
diprakirakan akan muncul cukup besar adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan sekitar, adanya perubahan perilaku pemuda dan atau masyarakat serta kemungkinan terjadinya bencana seperti kasus Lapindo, kebakaran atau kebocoran pipa. Selain kerugiankerugian tersebut, terdapat pula kekhawatiran-kekhawatiran yang kemungkinan akan timbul terkait dengan berbagai aktivitas proyek di sekitar tempat tinggal responden. Tabel 3.95. Pendapat Responden Tentang Kekhawatiran Masyarakat Terkait Adanya Berbagai Kegiatan Pengembangan Gas No
Jenis Kekhawatiran Masyarakat
Frekuensi
%
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Terjadinya penggusuran/pembebasan lahan Adanya calo saat pembebasan lahan Terjadinya kebakaran atau semburan api Terjadinya kebisingan, getaran dan debu Keluarnya gas beracun Terjadinya gangguan lalulintas Penurunan kualitas dan kuantitas air Penurunan kualitas kesehatan lingkungan Masuknya masyarakat pendatang Terganggunya keamanan dan keselamatan Risiko adanya percikan api saat pengelasan pipa Tergelincirnya pipa saat penurunan pipa Berkurangnya keleluasaan setelah ada pipa Berhentinya proyek sehingga ada PHK dan penurunan pendapatan masyarakat
52 97 91 65 92 45 44 29 18 15 17 17 12 38
8,23 15,35 14,40 10,28 14,56 7,12 6,96 4,59 2,85 2,37 2,69 2,69 1,89 6,02
632
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
Kekhawatiran terbesar responden adalah kemungkinan adanya calo saat pembebasan lahan (15,35%), kemudian diikuti keluarnya gas beracun (14,56%), terjadinya kebakaran atau semburan api (14,40%), adanya penurunan kualitas dan kuantitas air (6,96%) dan adanya PHK serta penurunan pendapatan masyarakat sebagai akibat berhentinya proyek (6,02%). Kekhawatiran yang muncul saat proyek berjalan menghasilkan sejumlah saran dan solusi, kondisi masyarakat yang sebelum ada proyek cenderung tentram tentu akan berubah saat proyek berlangsung. Persespsi masyarakat pun beragam terhadap jenis-jenis perubahan
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-134
PT PERTAMINA EP -PPGM
yang akan terjadi. Saran dan solusi yang ditawarkan responden merupakan wujud kepedulian responden terhadap rencana kegiatan sehingga berbagai perubahan yang mungkin terjadi dan khususnya yang berdampak negatif dapat ditekan seminimal mungkin. Tabel 3.96. Saran/Solusi Responden Terhadap Masalah Pembebasan Lahan yang Muncul Akibat Proyek No
Saran
Frekuensi
%
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sosialisasi Rencana pembebasan lahan kepada masyarakat Proses pembebasan lahan dilakukan sesuai prosedur Harga sesuai kesepakatan dengan pemilik lahan Tanaman harus diperhitungkan Transparan Tanpa perantara/calo
8 4 121 4 25 3
4,85 2,42 73,33 2,42 15,15 1,83
165
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
Untuk mencegah terlibatnya calo dalam proses pengadaan lahan, para responden berpendapat bahwa sebelum proses pengadaan lahan hendaknya dilakukan sosialisasi kepada masyarakat (13,25%), pembelian lahan dilakukan secara langsung kepada para pemilik lahan (80,79%) dan perlu dilakukan musyawarah secara transparan antara para pemilik lahan, pemrakarsa dan pemerintah khususnya untuk mencapai kesepakatan harga (5,96%). Disamping adanya berbagai kekhawatiran terhadap rencana pembebasaan lahan, namun banyak responden yang tetap memiliki berbagai rencana terhadap uang penggantian lahan seandainya lahan mereka dibeli untuk proyek. Beberapa rencana penggunaan uang ganti lahan disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.97. Pendapat Responden Tentang Rencana Pemanfaatan Uang Hasil Pembebasan Lahan No 1. 2. 3. 4. 5.
Rencana Pemanfaatan Uang Membeli lahan pengganti Ditabung Untuk modal usaha Untuk naik haji Menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi Jumlah
Frekuensi
%
173 75 87 32 4
46,63 20,22 23,45 8,62 1,08
165
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-135
PT PERTAMINA EP -PPGM
Terhadap uang hasil pembebasan lahan, sebagian besar responden yaitu sekitar 46,63% berpendapat bahwa nantinya akan digunakan untuk membeli lahan pengganti dengan tingkat kesuburan kurang lebih sama dengan lahan yang dibebaskan untuk proyek. Sekitar 23,45% responden lainnya menyatakan untuk membuka usaha dan yang menyatakan akan ditabung sebanyak 20,22%. Kondisi ini sedikit banyak memberikan gambaran bahwa masyarakat telah mempunyai kesadaran akan arti pentingnya lahan untuk bekerja atau berusaha sebagai sumber penghasilan mereka, sehingga uang hasil penjualan lahan tidak digunakan untuk berbagai hal yang bersifat konsumtif. Saran atau solusi responden terhadap kemungkinan adanya kebakaran atau semburan api yang mungkin muncul terutama adalah dengan mengutamakan upaya pencegahan (29,46%) dan apabila ternyata kejadian yang tidak diinginkan tersebut terjadi maka upaya penanggulangan secara tepat dan cepat harus segera dilakukan (28,68%). Saran atau solusi responden lebih rinci disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.98. Saran/Solusi Responden Terhadap Masalah Kebakaran/Semburan Api yang Muncul Akibat Proyek No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Saran Sosialisasi rencana kegiatan kepada masyarakat Harus ada SOP Peralatan modern/canggih Pemasangan peralatan/sistem peringatan dini SDM handal Mengutamakan upaya pencegahan Ada area pengaman pipa Pengawasan/monitoring fasilitas produksi secara rutin Upaya penanggulangan secara tepat dan cepat Jumlah
Frekuensi
%
8 4 10 6 8 38 12 6 37
6,20 3,10 7,75 4,65 6,20 29,46 9,31 4,65 28,68
129
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Dari berbagai saran atau solusi yang diajukan responden tersebut, nampak bahwa adanya sosialisasi rencana kegiatan kepada masyarakat sangat penting dilakukan agar masyarakat sejak awal mengetahui tentang berbagai jenis pekerjaan dalam proyek dengan berbagai kemungkinan adanya risiko yang timbul sehingga mereka juga relatif siap menghadapi semua hal tersebut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-136
PT PERTAMINA EP -PPGM
Untuk meminimalkan adanya kebisingan, getaran dan debu yang muncul, responden menyarankan adanya pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan proyek (25,92%), pengaturan kendaraan mobilisasi peralatan dan material (24,07%), lokasi kegiatan hendaknya jauh dari permukiman penduduk dan para pekerja dilengkapi dengan alat peredam kebisingan khususnya pada saat kegiatan yang menimbulkan kebisingan. Tabel 3.99. Saran/Solusi Responden Terhadap Masalah Kebisingan, Getaran dan Debu yang Muncul Akibat Proyek No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Saran
Frekuensi
%
18 6 17 26 24 11 6
16,67 5,56 15,73 24,07 22,22 10,19 5,56
108
100,00
Lokasi kegiatan jauh dari permukiman Penggunaan peralatan yang sesuai Pengaturan pelaksanaan pekerjaan sebaik mungkin Pengaturan mobilisasi kendaraan proyek Penggunaan alat peredam kebisingan Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan Penanggulangan dampak secara cepat, tepat dan efektif Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
Terhadap masalah keluarnya gas beracun yang kemungkinan muncul, responden berpendapat bahwa yang terutama adalah sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ini harus handal (32,35%), keselamatan warga sekitar harus menjadi prioritas utama (14,71%) dan upaya penanggulangan secara cepat dan tepat harus segera dilakukan (13,72%) manakala kejadian yang tidak diharapkan tersebut muncul serta pemberian kompensasi kepada warga masyarakat yang terkena dampak. Tabel 3.100. Saran/Solusi Responden Terhadap Masalah Keluarnya Gas Beracun yang Muncul Akibat Proyek No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Saran Lokasi kegiatan jauh dari permukiman Peralatan harus canggih SDM handal Pelaksanaan pekerjaan terencana dan sistematis Penggunaan peralatan/sistem peringatan dini Mengutamakan keselamatan warga masyarakat Pengawasan/monitoring pekerjaan secara rutin Upaya penanggulangan secepat mungkin Kompensasi bagi masyarakat terkena dampak Jumlah
Frekuensi
%
8 4 33 7 8 15 7 14 6
7,84 3,92 32,35 6,86 7,84 14,71 6,86 13,72 5,90
102
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-137
PT PERTAMINA EP -PPGM
Agar masalah gangguan lalulintas dapat diminimalisir, responden berpendapat bahwa jalan yang rencananya akan digunakan untuk proyek hendaknya dilebarkan terlebih dahulu sebelum proyek dimulai (19,80%) atau membuat jalur alternatif (17,82%) serta memasang rambu-rambu lalulintas khususnya yang terkait dengan kegiatan proyek (17,82%). Tabel 3.101. Saran/Solusi Responden Terhadap Masalah Gangguan Lalulintas yang Muncul Akibat Proyek No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Saran Pelebaran jalan yang digunakan proyek Ada jalur alternatif Pemasangan rambu-rambu lalulintas Pengaturan mobilisasi kendaraan proyek Ada polisi/petugas Pengaturan lalulintas melibatkan warga masyarakat Pelanggar lalulintas ditindak tegas Jumlah
Frekuensi
%
20 18 18 8 8 16 13
19,80 17,82 17,82 7,92 7,92 15,84 12,88
101
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Saran atau solusi lain yang cukup penting dalam hal ini adalah pelibatan warga masyarakat dalam
pengaturan
lalulintas
(15,84%)
khususnya
pada
beberapa
aktivitas
yang
menyebabkan terganggunya kondisi lalulintas harian. Dengan melibatkan warga masyarakat dalam berbagai aktivitas proyek diharapkan masyarakat juga akan merasa memiliki proyek tersebut sehingga mereka mempunyai tekad untuk mendukung proyek sebaik mungkin. Tabel 3.102. Saran/Solusi Responden Terhadap Masalah Kuantitas dan Kualitas Air yang Muncul Akibat Proyek No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Saran Tidak merusak mataair/sumber air Penggunaan sistem/alat deteksi Bantuan pemipaan air bersih untuk warga masyarakat Tidak mencemari sumber air dan lingkungan sekitar Pengawasan/monitoring secara rutin Penggunaan air seefisien mungkin Jumlah
Frekuensi
%
54 5 8 8 10 5
60,00 5,56 8,89 8,89 11,10 5,56
90
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-138
PT PERTAMINA EP -PPGM
Agar kuantitas dan kualitas air tetap terjaga dengan baik, diharapkan pelaksana proyek tidak merusak sumberair atau matair baik secara langsung maupun tidak langsung, disamping itu juga perlu dilakukan pengawasan ataupun monitoring terhadap aktivitas proyek khususnya di sekitar sumberair. Penggunaan air diharapkan juga seefisien mungkin agar sumberdaya air dapat tetap tersedia pada waktu-waktu yang akan datang. Tabel 3.103. Saran/Solusi Responden Terhadap Masalah Turunnya Kualitas Kesehatan Lingkungan yang Muncul Akibat Proyek No 1. 2. 3. 4. 5.
Saran Sosialisasi kegiatan proyek kepada masyarakat Membantu pelaksanaan kegiatan penyuluhan kesehatan Penambahan sarana kesehatan dan tenaga medis Pengecekan kesehatan secara berkala bagi masyarakat Pengawasan/monitoring kegiatan proyek secara rutin Jumlah
Frekuensi
%
10 40 16 10 6
12,19 48,78 19,51 12,19 7,33
82
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Sekitar 34,17% responden memberikan pendapat untuk mengatasi masalah turunnya kualitas kesehatan lingkungan, yaitu terutama melalui ikut terlibatnya pihak pemrakarsa dalam membantu pelaksanaan kegiatan penyuluhan kesehatan (48,78%) dan menambah atau memfasilitasi pembangunan sarana kesehatan beserta dengan tenaga medisnya (19,51%). Selain itu bagi warga masyarakat yang terkena dampak langsung kegiatan proyek hendaknya diberikan fasilitas pengecekan kesehatan dan atau pengobatan gratis yang dilakukan secara berkala. Ini merupakan salah satu bentuk kompensasi atau tanggung jawab sosial perusahaan kepada warga masyarakat yang secara langsung mengalami gangguan kesehatan akibat adanya proyek. Meskipun secara umum warga masyarakat menerima kehadiran para pendatang yang diprakirakan akan meningkat sejalan dengan berlangsungnya proyek, terdapat sekitar 42,08% responden yang menyarankan adanya beberapa kriteria bagi para pendatang seperti disajikan pada tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-139
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.104. Saran/Solusi Responden Terhadap Masalah Masuknya Penduduk Pendatang yang Muncul Akibat Proyek No 1. 2. 3. 4. 5.
Saran Pendatang wajib membawa identitas lengkap Pendatang wajib lapor RT/RW Pendatang mau berbaur dengan warga masyarakat Pendatang menghargai adat istiadat setempat Pendatang mau mengikuti pertemuan/kegiatan bersama yang diadakan warga masyarakat Jumlah
Frekuensi
%
6 58 15 9 13
5,94 57,43 14,85 8,91 12,87
101
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Sebagian besar responden menyarankan agar para pendatang hendaknya wajib lapor terlebih dahulu kepada pejabat setempat, mau berbaur dan mengikuti kegiatan bersama dengan warga masyarakat setempat serta menghargai adat istiadat setempat. Harapannya, kerukunan dan kebersamaan akan selalu terjaga dengan baik sehingga seluruh warga masyarakat dapat menata hidup dengan baik. Tabel 3.105. Saran/Solusi Responden Terhadap Masalah Gangguan Keamanan dan Keselamatan yang Muncul Akibat Proyek No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Saran Menambah sarana keamanan Meningkatkan siskamling Pelibatan aparat keamanan Pengawasan/monitoring jalur pipa secara rutin Menjaga areal pipa Pipa ditanam lebih dalam Jumlah
Frekuensi
%
17 27 6 9 12 8
21,52 34,18 7,59 11,39 15,19 10,13
70
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Seandainya selama kegiatan proyek berlangsung terdapat adanya gangguan keamanan dan keselamatan, sekitar 32,92% responden berpendapat bahwa hal tersebut perlu diatasi dengan meningkatkan siskamling yang melibatkan warga masyarakat, menambah sarana keamanan dan menjaga areal pipa yang relatif rawan terhadap pencurian. Sementara itu saran responden terhadap berbagai permasalahan terkait dengan masalah pipa adalah sebagai berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-140
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.106. Saran/Solusi Responden Terkait dengan Masalah Pemasangan Pipa Penyalur Gas No 1.
Saran Percikan api saat pengelasan pipa: a. Sosialisasi rencana kegiatan kepada masyarakat b. Lokasi pengelasan jauh dari permukiman/dilokalisir c. Pekerja menggunakan masker Jumlah
2.
Tergelincirnya pipa saat penurunan pipa: a. Sosialisasi rencana kegiatan kepada masyarakat b. Lokasi kegiatan jauh dari permukiman/dilokalisir c. Pemasangan rambu-rambu d. Pekerja profesional Jumlah
3.
Berkurangnya keleluasaan setelah ada pipa: a. Terdapat jalan alternatif untuk mobilitas penduduk b. Lokasi pipa jauh dari permukiman/dilokalisir c. Pemasangan rambu-rambu Jumlah
Frekuen si
%
21 17 42
26,25 21,25 52,50
80
100
22 12 22 16
30,56 16,67 30,56 22,21
72
100,00
74 15 11
74,00 15,00 11,00
100
100,00
Sumber : Data Primer 2007
Umumnya responden menyatakan bahwa hendaknya lokasi penempatan dan pengerjaan pipa jauh dari permukiman penduduk agar mereka terhindar dari bahaya pengelasan dan saat penurunan pipa. Agar keleluasaan penduduk dalam melakukan mobilitas sehari-hari tidak terganggu, disarankan agar terdapat jalan alternatif dan dipasang rambu-rambu pada berbagai tempat yang biasanya cukup padat lalulintas. Meskipun sebagian warga masyarakat nantinya dapat terlibat dalam proyek, tidak dapat dipungkiri bahwa kecemasan atau kekhawatiran juga mereka rasakan ketika menghadapi berakhirnya kegiatan proyek. Dengan berakhirnya proyek dapat dipastikan bahwa mereka yang selama ini terlibat dalam proyek akan dapat kehilangan mata pencaharian. Beberapa saran yang diberikan responden terhadap masalah tersebut adalah sebagai berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-141
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.107. Saran/Solusi Responden Terhadap Masalah Adanya PHK yang Muncul Akibat Berhentinya Kegiatan Proyek No
Saran
Frekuensi
%
1.
Memberikan pesangon yang layak
80
67,23
2.
Mencarikan lapangan kerja pengganti
28
23,53
3.
Ada kontrak kerja yang jelas
11
9,24
119
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
Sekitar 49,58% responden memberikan saran yaitu hendaknya ada pesangon yang memadahi bagi para tenaga kerja yang terli bat dalam proyek atau mencarikan lapangan kerja pengganti. Atau agar para tenaga kerja yang terlibat nantinya benar-benar tahu tentang hak dan kewajibannya secara jelas perlu ada kontrak kerja sehingga mereka benarbenar paham dengan posisi mereka dan relatif lebih siap dalam menghadapi proses pelepasan tenaga kerja.
3.4.
KOMPONEN KESEHATAN MASYARAKAT
Setiap usaha dan atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta pada umumnya akan memberikan dampak baik positif maupun negatif terhadap lingkungan, salah satunya adalah aspek kesehatan manusia yang berada di sekitar kegiatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan antara lain diakibatkan menurunnya tingkat kualitas sanitasi lingkungan, kualitas udara dan kebisingan dan berkurangnya ketersediaan air bersih yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai jenis penyakit sehingga memganggu kesehatan manusia.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-142
PT PERTAMINA EP -PPGM
3.4.1. Parameter Lingkungan yang Diprakirakan Terkena Dampak Parameter
lingkungan
yang
diperkirakan
terkena
dampak
adanya
rencana
proyek
pengembangan gas yang berpengaruh terhadap kesehatan adalah: 1. Sanitasi lingkungan Sanitasi lingkungan yang dimaksudkan di sini adalah cerminan kondisi kesehatan lingkungan hidup secara fisik, baik di dalam tapak proyek maupun lingkungan di sekitarnya yang antara lain dicerminkan melalui penyediaan sarana sanitasi seperti penyediaan air bersih, pengelolaan sampah/limbah, MCK, kerapian lingkungan/saluran drainase. 2. Gangguan kesehatan masyarakat Gangguan kesehatan dapat dialami oleh pekerja proyek maupun penduduk sekitar Proyek Pengembangan Gas Matindok. Gangguan kesehatan tersebut bisa diakibatkan oleh meningkatnya kadar debu, emisi gas dari aktivitas pemboran, BS-GPF, operasional kilang dan Pelabuhan Khusus, kebisingan, adanya limbah cair dan kemungkinan munculnya vektor penyakit dari berbagai aktivitas yang ada.
3.4.2
Proses dan Potensi Terjadinya Pemajanan
Pemajanan atau pemaparan langsung dapat terjadi pada berbagai aktivitas konstruksi maupun operasi seperti meningkatnya kadar debu, emisi gas, limbah cair dan kebisingan. Pemajanan langsung dapat mengenai: 1) pekerja atau karyawan yang bekerja di beberapa lokasi pemboran gas dan 2) masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi pengeboran. Sedangkan pemajanan tidak langsung adalah pemajanan yang terjadi sebagai akibat dari adanya kawasan pemboran gas, terjadinya gangguan kesehatan masyarakat diantaranya sebagai akibat turunnya kondisi sanitasi lingkungan dan perubahan pola penyakit dari pola perilaku hidup sehat masyarakat. Potensi terjadinya pemajanan ini relatif besar, mengingat bahwa kejadian ini menyangkut penduduk dalam jumlah yang besar, prosesnya terjadi dalam tempo yang relatif lama dan relatif terbatasnya tingkat pengetahuan masyarakat, sehingga masyarakat belum tentu mampu mempersiapkan diri secara baik terhadap adanya kegiatan ini.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-143
PT PERTAMINA EP -PPGM
3.4.3
Potensi Resiko Timbulnya Penyakit
Potensi besarnya dampak atau terjadinya penyakit tercermin dalam beberapa angka kesakitan oleh beberapa jenis penyakit di 4 Kecamatan wilayah studi seperti disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.108. Sepuluh Jenis Kasus Penyakit yang Terjadi di Kecamatan Kintom Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Penyakit Common Cold ISPA Gastritis Diare Hypertensi Malaria Dermatitis V. Laceratum Campak Hipotensi Jumlah
Jumlah Penderita
Persentase
854 798 583 355 243 240 167 82 73 32
24,91 23,28 17,01 10,36 7,09 7,00 4,87 2,39 2,13 0,93
3.427
100,00
Sumber: SP2TP, tahun 2006
Tabel 3.109. Persentase Sepuluh Jenis Kasus Penyakit di Kecamatan Batui Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Penyakit ISPA Common Cold Gastritis Diare Hipertensi Scabies Malaria Bronchitis Pneumonia TBC Paru Jumlah
Jumlah Penderita
Persentase
582 437 253 115 82 44 37 30 23 22
35,82 26,89 15,57 7,08 5,05 2,71 2,28 1,85 1,42 1,35
1.625
100,00
Sumber: SP2TP, tahun 2005
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-144
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.110. Persentase Sepuluh Jenis Kasus Penyakit Terbesar di Kecamatan Toili Tahun 2006 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Penyakit ISPA Malaria Penyakit infeksi pada usus Penyakit pada sistim otot Penyakit rongga mulut Kecelakaan Penyakit kulit & Sub. Kutan Diare Influensa Gastritis Jumlah
Jumlah Penderita
Persentase
3.654 1.385 1.035 925 856 844 774 675 635 416
28,86 10,94 8,18 7,31 6,76 6,67 6,11 5,33 5,02 3,29
12.660
100,00
Sumber: SP2TP, tahun 2006
Tabel 3.111. Persentase Sepuluh Jenis Kasus Penyakit Terbesar di Wilayah Studi Secara keseluruhan Tahun 2006 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Penyakit ISPA Malaria Common Cold Gastritis Diare Penyakit infeksi pada usus Penyakit pada sistim otot Penyakit rongga mulut Kecelakaan Penyakit kulit & Sub. Kutan Jumlah
Jumlah penderita 5034 1662 1291 1252 1145 1035 925 856 844 774 14.818
Persentase 33,97 11,22 8,71 8,45 7,73 6,98 6,24 5,78 5,70 5,22 100,00
Sumber: SP2TP, tahun 2006
Dari tabel tersebut di atas nampak bahwa jenis penyakit yang banyak diderita penduduk di wilayah studi secara keseluruhan adalah ISPA, malaria, Common Cold, gastritis, diare. ISPA merupakan jenis penyakit yang paling banyak diderita warga masyarakat. Hal ini kemungkinan sebagai akibat adanya debu dan berbagai zat pencemar seperti gas buang kendaraan bermotor yang jumlahnya saat ini cukup banyak. Dalam tambang gas, yang menjadi masalah dalam
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-145
PT PERTAMINA EP -PPGM
kesehatan manusia adalah gas yang mengandung fosfor (F) apabila tubuh manusia dalam kondisi normal, unsur fosfor terdapat dalam otak, saraf, dan otot-otot. Fosfor terdiri atas fosfor kuning/putih baunya seperti ozon, dan dapat larut di dalam CS2 (karbon disulfida), minyak dan ether. Sedangkan fosfor yang berasal dari tambang yang tidak terkontrol bisa menimbulkan pencemaran udara, tumbuhan dan air yang dapat membahayakan kesehatan manusia melalui kontak langsung pada kulit, inhalasi bersama udara pernafasan, dan ingesti bersama makanan atau minuman. Kondisi sanitasi lingkungan yang relatif buruk juga berperan penting dalam penyebaran penyakit yang terkait dengan pencernaan seperti diare, penularan demam berdarah melalui gigitan nyamuk, disentri, tukak lambung. Terdapatnya penyakit infeksi pada usus juga perlu diwaspadai mengingat kecenderungannya disebabkan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat atau kurang memperhatikan cara hidup sehat. Kemudian urutan ke 7 dan 8 adalah
penyakit pada sistem otot dan rongga mulut,
kemudian diikuti banyaknya kecelakaan dan Penyakit kulit. Dengan demikian perlu dilakukan berbagai upaya baik promotif maupun preventif agar perkembangan penyakit tersebut dapat ditekan seminimal mungkin. Data tersebut diatas juga didukung oleh pernyataan dari beberapa responden yang menyatakan adanya jenis penyakit yang diderita dalam kurun waktu panjang pada 1 tahun terakhir. Dari 240 responden sebanyak 47 responden, yang mengatakan menderita penyakit dengan perincian: sebanyak 13 orang (5,4%)
pernah menderita penyakit ISPA, 11 orang (4,6%) menderita
penyakit dalam (ginjal, jantung, paru, liver dll); 9 orang (3,8%) menderita penyakit kulit dan sejenenisnya, dan 8 orang (3,3%) menderita THT, sedangkan lainnya pengalami sakit keturunan seperti diabetes, kanker dan sebagainya. Sesuai hasil wawancara dengan penduduk di wilayah studi sebanyak 125 orang (52,1%) menyatakan pernah menderita penyakit malaria. Penduduk pernah menderita penyakit Demam Berdarah di wilayah penelitian sangatlah sedikit yaitu tercatat 3 orang (1,3%). Selama kurung waktu 10 tahun terakhir jumlah penderita penyakit malaria setiap tahun rata-rata 1–3 orang. Namun penderita malaria yang paling banyak adalah pada tahun 2006 yaitu sebanyak 10 penderita. Oleh karena itu program-program pemberantasan nyamuk seperti Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) perlu terus dilaksanakan secara berkala untuk mencegah semakin berkembangnya penyebaran penyakit tersebut. Terdapat 69 responden yang menyatakan bahwa dalam 1 bulan terakhir menderita sakit. Jenisjenis penyakit yang diderita responden disajikan pada tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-146
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.112. Jenis Penyakit yang Diderita Responden Selama 1 Bulan Terakhir No
Jenis Penyakit
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jumlah
Persentase
39 14 9 5 1 1
56,52 20,28 13,04 7,24 1,44 1,44
69
100,00
Sakit saluran pencernaan Sesak napas ISPA Sakit pinggang/rematik Kekurangan kalsium Kurang darah Jumlah
Sumber : Data Primer, 2007
Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa infeksi saluran pencernaan adalah penyakit yang terbanyak diderita responden di wilayah studi. Sesak napas merupakan penyakit terbanyak kedua yang diderita oleh penduduk setempat. Jenis penyakit tersebut perlu diwaspadai oleh karena perkembangannya banyak berhubungan dengan pola perilaku hidup sehat responden dan semakin meningkatnya kadar debu dan emisi gas berbagai kendaraan bermotor. Bila keadaan kesehatan responden tersebut dirata-ratakan terhadap total penduduk, maka terdapat sekitar 28% penduduk yang dalam satu bulan terakhir menderita sakit. Berdasarkan baku kualitas lingkungan, status kesehatan masyarakat di wilayah tersebut termasuk sedang atau mempunyai skala 3.
3.4.4
Karakteristik Spesifik Penduduk yang Berisiko
Beberapa karakteristik spesifik penduduk yang dapat menimbulkan risiko adanya penyakit antara lain ditunjukkan dengan adanya responden perokok, cara pengelolaan sampah dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu dan cara penanganan penyakit. Tabel 3.113. Persentase Banyaknya Responden Perokok dan Banyaknya Rokok yang Dihisap per Hari No 1 2
Banyaknya Perokok dan Jumlah Rokok per Hari Perokok Jumlah rokok per hari a. kadang-kadang b. 1 – 2 batang c. 3 – 5 batang d. 6 – 9 batang e. lebih dari 9 batang
Sumber : Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Jumlah
Persentase
147
61,25
13 5 15 13 101
8,84 3,40 10,20 8,84 68,70
III-147
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa lebih dari 60% responden adalah perokok. Sebanyak 101 orang responden (68,70%) merokok lebih dari 9 batang per hari,
15 orang responden
menghabiskan 3-5 batang rokok/hari, dan 13 orang responden menghabiskan 6–9 batang rokok/hari. Perokok lainnya menyatakan bahwa hanya kadang-kadang merokok dan setiap hari hanya merokok 1–2 batang. Kebiasaan responden ini merupakan faktor risiko yang tidak dapat diabaikan untuk kesehatan badan, terutama terkait dengan penyakit sesak napas, asma, bronkitis dan infeksi saluran pernafasan, paru dan jantung. Sampah rumah tangga responden pada umumnya dikelola dengan cara dibakar, dimasukkan lubang dan ditimbun tanah, serta diolah menjadi pupuk; namun ada pula yang membuangnya langsung ke lingkungan seperti di sungai atau dibuang ke laut. Cara pengelolaan sampah oleh responden secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.114. Persentase Cara Pengelolaan Sampah oleh Responden No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Cara Pengolahan Sampah Dibakar Dimasukkan lubang dan ditimbun tanah Dibuang ke sungai Dibakar dan dimasukkan lubang/ditimbun Dibuang ke laut Diolah menjadi pupuk Lainnya Jumlah
Frekuensi
Persentase
198 15 9 4 2 1 6
82,5 6,4 3,8 1,7 0,8 0,4 2,5
240
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Terdapat sekitar 198 orang responden (82,5%) mengolah sampah dengan cara dibakar, 6,4% responden mengelola sampah dengan cara memasukkan ke dalam lubang lalu ditimbun, dan sebanyak 9 orang (3,8%) dengan cara membuang ke sungai, sedangkan lainnya dengan cara membakar dan ditimbun tanah, dijadikan pupuk, dan sebagian membuangnya ke laut. Pembuangan sampah ke lingkungan merupakan cara pengelolaan sampah yang tidak mendukung kondisi sanitasi lingkungan. Oleh karena itu upaya penyadarkan masyarakat harus dilakukan agar kondisi lingkungan wilayah studi tidak menjadi semakin buruk. Gambaran tentang partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan Posyandu sebagai salah satu bentuk pelayanan dibidang kesehatan ditunjukkan pada tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-148
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.115. Persentase Responden yang Pernah Menimbangkan Balita di Posyandu/Rumah Sakit No 1 2
Menimbangkan Pernah Tidak pernah Jumlah
Jumlah
Persentase
105 36
74,46 25,54
141
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Tabel tersebut di atas memperlihatkan bahwa lebih dari 70% responden pernah menimbangkan balitanya ke Posyandu. Hal ini dapat diartikan bahwa banyak ibu-ibu yang mau memanfaatkan posyandu sebagai perwujudan partisipasi di bidang pelayanan kesehatan. Walaupun lokasi posyandu jauh dari tempat tinggal namun bukan merupakan alasan bagi ibu-ibu untuk malas memeriksakan/menimbangkan balita, karena menyadari akan arti pentingnya kesehatan bagi keluarganya. Alasan bagi ibu-ibu yang enggan menimbangkan balita pada umumnya karena lokasi Posyandu atau penimbangan jauh, anaknya sehat-sehat saja atau karena kesibukan membantu suami dalam mencari nafkah. Secara umum dapat dikatakan bahwa ibu-ibu di wilayah studi cukup mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya kesehatan bagi keluarganya terutama bagi anak balita. Beberapa cara pengobatan yang dilakukan responden ketika menderita sakit ataupun upaya untuk selalu menjaga kesehatannya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.116. Persentase Cara Pengobatan yang Dilakukan Responden No 1 2 3 4 5 6
Cara Pengobatan Puskesmas/Rumah Sakit/Dokter Dokter/Bidan, perawat Diobati sendiri Alternatif/bidan/mantri Alternatif/shinse/akupungtur Lainnya Jumlah
Jumlah
Persentase
165 51 5 3 1 15
68,8 21,3 2,1 1,2 0,4 6,3
240
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Tabel di atas menunjukkan bahwa lebih dari 60% responden berobat melalui fasilitas kesehatan yang ada yaitu Puskesmas/Rumah Sakit ataupun dokter, sekitar 21,3% responden berobat ke tenaga medis dan paramedis, dan lainnya dengan cara mengobati sendiri dengan minum obat bebas dan jamu tradisional, diantaranya melalui alternatif/shinse/akupungtur.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-149
PT PERTAMINA EP -PPGM
3.4.5
Sumberdaya Kesehatan
Sumberdaya kesehatan meliputi jumlah tenaga medis dan paramedis yang dimiliki, jumlah sarana pelayanan kesehatan dan kemampuan penduduk (responden) dalam menjangkau biaya kesehatan. Kondisi sumberdaya kesehatan di wilayah studi diuraikan seperti berikut. Di Kabupaten Banggai baru terdapat 1 Rumah Sakit Umum Luwuk dan Klinik bersalin “Irenne” yang semuanya berada di Kecamatan Luwuk. Adapun fasilitas kesehatan di wilayah studi meliputi Puskesmas dan Puskesmas Pembantu dengan perincian : Kecamatan Toili 2 buah, Kecamaatn Toili Barat 1 buah, Kecamatan Batui 2 buah, dan Kecamatan Kintom 1 buah. Gambaran lebih lengkap tentang fasilitas kesehatan di wilayah studi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.117. Banyaknya Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan di Daerah Penelitian Kabupaten Banggai Tahun 2004 Kecamatan 1. 2. 3. 4.
Kintom Batui Toili Toili Barat Jumlah
Rumah Sakit -
1 2 2 1
Puskesmas pembantu 9 8 11 4
6
32
Puskesmas
-
Polindes
Toko obat
11 1 -
1 3 2 2
12
8
Sumber: Kecamatan Dalam Angka Tahun 2005
Upaya pemeliharaan dan atau peningkatan kesehatan masyarakat di 4 Kecamatan wilayah studi selama ini dilayani oleh 6 buah Puskesmas, 32 Puskesmas Pembantu dan fasilitas kesehatan lain seperti polindes dan toko obat. Persentase jumlah Puskesmas yang ada di wilayah studi mencapai 21,42% dari jumlah total Puskesmas yang ada di Kabupaten Banggai. Tenaga medis yang ada meliputi dokter umum dan dokter gigi sebanyak 11 orang, namun untuk dokter spesialis hingga diadakan survei belum ada. Tenaga paramedis meliputi perawat sebanyak 78 orang dan bidan 64 orang. Jika dibandingkan dengan keberadaan tenaga kesehatan tingkat kabupaten dengan jumlah dokter 28 orang, maka keberadaan tenaga medis di wilayah studi mencapai 39,28% yang tersebar di 4 kecamatan wilayah studi, perawat dan bidan sebanyak 17,60% dari jumlah total perawat dan bidan yang ada di Kabupaten Banggai.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-150
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.118. Banyaknya Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2005
Kecamatan 1. 2. 3. 4.
Praktek dokter
Kintom Batui Toili Toili Barat Jumlah
1 4 5 1 11
Jenis tenaga kersehatan Bidan/ Dukun SPPH Perawat bidan bayi sanitasi desa terlatih 14 15 1 9 5 9 2 30 45 23 32 14 17 78
64
3
Dukun bayi tidak terlatih 21 23 30 39
71
112
Sumber: Kecamatan Dalam Angka Tahun 2005
Dilihat tingkat pelayanan tenaga medis serta paramedis terhadap total penduduk di 4 kecamatan wilayah studi adalah: Puskesmas dan Puskesmas Pembantu 1:2.622, dokter 1:9.060, bidan 1:5.566 dan perawat 1:1.557. Hal ini mengandung arti bahwa setiap keberadaan puskesmas dan puskesmas pembantu harus melayani penduduk sebanyak 2.622, setiap dokter harus melayani penduduk sebanyak 9.060 orang, dan setiap perawat harus melayani penduduk sebanyak 1.557 orang. Dengan demikian berdasarkan kriteria kualitas lingkungan, kondisi pelayanan kesehatan di wilayah studi tergolong sedang (skala 3).
3.4.6
Kondisi Sanitasi Lingkungan
Kondisi sanitasi diantaranya dapat ditunjukkan melalui tingkat ketersediaan fasilitas sanitasi di lingkungan permukiman, disamping pola perilaku masyarakat setempat. Fasilitas sanitasi yang dimaksud adalah sarana penunjang bagi keperluan MCK, ketersediaan air bersih, dan saluran pembuang air limbah. Sebagian besar penduduk di wilayah studi umumnya telah memiliki sumur sendiri untuk memenuhi kebutuhan air minum maupun mencuci pakaian dan peralatan rumah tangga lainnya. Namun kebersihan di sekitar lingkungan tempat tinggal umumnya belum tertata dengan baik, disamping itu kepemilikan saluran pembuang air limbah relatif masih sangat sedikit. Gambaran tentang sumber air minum yang digunakan oleh responden sehari-hari disajikan pada tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-151
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.119. Persentase Sumber Air Minum yang Digunakan Responden No
Sumber Air Minum
1 2 3 4 5
Sumur gali Sumur gali, membeli Air hujan, sungai Pipa desa Lainnya Jumlah
Jumlah
Persentase
207 25 4 3 6
86,30 10,60 1,70 1,30 2,50
240
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Tabel tersebut di atas memperlihatkan bahwa terdapat variasi dalam pemakaian sumber air bersih. Penduduk yang bertempat tinggal di luar wilayah pesisir (86,30%) menggunakan sumur gali dan sumur bor sebagai sumber air minum. Untuk penduduk di wilayah pesisir umumnya pemenuhan kebutuhan air bersih dilakukan dengan membeli dan atau menggunakan sumur gali. Lokasi yang biasanya digunakan responden untuk melakukan Buang Air Besar (BAB) sangat beragam. Gambaran tentang hal tersebut disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.120. Persentase Rata-rata Kebiasaan Responden dalam Buang Air Besar (BAB) No 1 2 3 4 5 6
Lokasi Buang Air Besar WC keluarga WC umum WC tetangga Sungai WC alam Lainnya Jumlah
Frekuensi
Persentase
179 13 4 20 19 5
74,60 5,40 1,70 8,30 7,90 2,10
240
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Penduduk di wilayah studi pada umumnya sudah memiliki jamban keluarga untuk keperluan buang air besar keluarga. Sebanyak 279 orang responden (74,60%) menyatakan melakukan buang air besar di WC keluarga. Sementara itu penduduk yang melakukan buang air besar di WC umum sebanyak 13 responden (5,40%). Apabila ditinjau dari segi kesehatan maka kelompok masyarakat tersebut telah mempunyai kesadaran yang cukup baik akan pentingnya kesehatan. Sedangkan sebanyak 39 responden (16,2%) melakukan buang air besar di sungai atau di WC alam, dengan alasan masih cukup area hutan dan jarang penduduknya.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-152
PT PERTAMINA EP -PPGM
Berdasarkan uraian di atas, kondisi sanitasi lingkungan di wilayah studi termasuk dalam kriteria sedang (skala 3), sehingga masih perlu dilakukan berbagai upaya perbaikan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan di wilayah studi dan sekitarnya.
3.4.7. Status Gizi Masyarakat Yang dimaksudkan dengan status gizi masyarakat dalam hal ini adalah adanya tingkat kecukupan gizi atau energi protein pada balita yang antara lain dapat dilihat melalui berat badan balita dan pertumbuhannya. Dari total responden, terdapat sebanyak 93 responden yang memiliki anak balita. Melalui penimbangan berat badan yang dilakukan setiap bulan, diketahui status gizi balita tersebut. Berdasarkan hasil penimbangan balita terakhir yang dilakukan oleh petugas kesehatan, terdapat sebanyak 52,68% balita yang berat badannya di atas garis merah atau berat badan bagus, sebanyak 45,16% balita mempunyai status gizi cukup atau normal, dan 2,15% lainnya berada di bawah garis merah (kurang gizi). Data mengenai hasil penimbangan dan status gizi balita di wilayah studi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.121. Persentase Rata-rata Status Gizi Balita Responden No
Status Gizi Balita
1 2 3
Di atas garis merah (berat badan bagus) Normal (gizi cukup) Di bawah garis merah (kurang gizi) Jumlah
Frekuensi
Persentase
49 42 2
52,68 45,16 2,15
93
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Umumnya status gizi balita responden adalah cukup dan bagus. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum pengetahuan dan kesadaran masyarakat pedesaan tentang gizi pada balita telah meningkat dibandingkan 1 – 2 tahun yang lalu. Kondisi tersebut didukung dengan adanya data yang menyatakan bahwa 3 kecamatan di wilayah studi termasuk bebas rawan gizi (Profil Kesehatan Kabupaten Banggai tahun 2006). Namun mengingat bahwa kesehatan balita
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-153
PT PERTAMINA EP -PPGM
merupakan salah satu indikator penting untuk melihat rawan tidaknya kesehatan masyarakat, maka Dinas Kesehatan setempat melalui Puskesmas yang ada terus melakukan program perbaikan gizi. Beberapa jenis program tersebut adalah upaya peningkatan penyuluhan para kader gizi kepada ibu-ibu balita tentang konsumsi gizi dan upaya peningkatan Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada balita. Keperluan bahan pangan sehari-hari keluarga responden antara lain dapat dipenuhi dari hasil perkebunan dan tanaman pangan yang ada di sekitarnya, pasar lokal terdekat di dalam lingkup wilayah studi, pasar yang lebih jauh di luar lingkup wilayah studi, pedagang keliling atau dari warung-warung yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Sementara itu jenis makanan yang dikonsumsi responden dan keluarganya sehari-hari disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.122. Jenis Makanan yang Dikonsumsi Responden dan Keluarganya Sehari-hari No 1 2 3 4 5 6
Jenis Makanan Nasi dan sayur Nasi dan lauk Nasi, sayur dan lauk Nasi, sayur, lauk dan buah Nasi, sayur, lauk, buah dan susu Tidak tentu Jumlah
Frekuensi
Persentase
38 11 150 34 2 5
15,8 4,6 62,5 14,2 0,8 2,1
240
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Pola makan responden sehari-hari sangat bervariasi namun pada umumnya sebanyak 62,5% mengkonsumsi nasi, sayur dan lauk yang sederhana seperti ikan laut dan atau ikan asin. Sekitar 0,8% responden telah mengkonsumsi makanan dengan gizi lengkap seperti bauh dan susu dan sekitar 15,8%
responden mengkonsumsi makanan pokok seadanya. Sedangkan sebanyak
14,2% mengkonsumsi nasi, lauk, sayur dan buah.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-154
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.123. Alasan Responden Mengkonsumsi Pola Makan Sehari-hari No
Jenis Alasan
Frekuensi
Persentase
1 2 3 4 5 6 6 7
Jenis makanan tersebut yang paling disukai Jenis makanan tersebut paling mudah didapat Mahalnya harga pangan Paling sisukai dan mudah didapat Mahalnya harga pangan, paling mudah diapat Paling disukai, mudah didapat, mahalnya harga pangan Karena kebutuhan gizi Alasan lainnya
42 127 24 23 3 11 3 7
17,5 52,9 10,0 9,6 1,3 4,6 1,3 2,9
100
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
Hanya 1,3% responden yang menyatakan bahwa pola makan mereka sehari-hari sebagai upaya untuk menjaga kesehatan tubuh, dengan mengkonsumsi makanan bergizi lengkap. Sebagian responden lainnya menyatakan bahwa pola makan mereka sehari-hari terbatas karena mahalnya harga kebutuhan pangan dan berdasarkan kebiasaan yang selama ini mereka jalani serta karena jenis makanan tersebut yang paling mudah didapat dan disukai. Mendasarkan hal tersebut nampak bahwa pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari oleh responden umumnya baru sebatas untuk pemenuhan kebutuhan karbohidrat. Pemenuhan protein hewani dalam konsumsi sehari-hari masih jarang dan belum terpenuhi. 3.4.8
Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan responden yang diduga dapat berpengaruh terhadap proses penyebaran penyakit antara lain adalah kondisi bangunan tempat tinggal responden, rata-rata jarak tandon tinja (Bahasa Jawa = jumbleng) dengan sumur, kedekatan tempat tinggal responden dengan sumber pencemar, dan keberadaan vektor penyakit di sekitar tempat tinggal responden. Kondisi bangunan tempat tinggal responden secara umum tergolong dalam kualitas sedang (skala 3) karena lebih dari 50% rumah responden telah berdinding tembok dan 32% lantainya berupa ubin. Gambaran tentang keadaan tandon tinja keluarga (jumbleng) khususnya dilihat dari jaraknya dengan sumur yang merupakan sumber pemenuhan kebutuhan air sehari-hari dalam keluarga responden, disajikan pada tabel berikut.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-155
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel 3.124. Rata-rata Jarak Tandon Tinja dengan Sumur Keluarga No
Jarak Tandon Tinja – Sumur
1 2 3
Kurang dari 7 m 7,1 – 10 m Lebih dari 10 m Jumlah
Jumlah
Persentase
10 37 127
5,74 21,26 72,98
174
100,00
Sumber : Data Primer, 2007
Terdapat sekitar 72,50% responden sarana MCK di rumahnya dilengkapi dengan tandon tinja. Sebanyak 27,50% responden lainnya tidak mempunyai tandon tinja, hal ini diartikan bahwa mereka tidak mempunyai sarana MCK khususnya untuk BAB sehingga biasanya mereka kemudian melakukannya ke WC alam (kebun atau halaman rumah) ataupun ke sungai. Dari responden yang mempunyai tandon tinja, pada umumnya berjarak lebih dari 10 m sebanyak 72,98%, berjarak 7 – 10 m sebanyak 21,26%, dan kurang 7 m dari sumur sebanyak 5,74%. Apabila dilihat dari aspek kesehatan, maka jarak tandon tinja dengan sumur yang dapat memenuhi syarat kesehatan adalah berjarak lebih dari 10 m (72,98%). Kondisi ini bila dilihat berdasarkan baku penilaian kualitas lingkungan termasuk dalam kriteria sedang (skala 3). Sumber pencemar ditinjau dari kedekatan tempat tinggal responden meliputi debu, bising, lalulintas, asap dan keberadaan industri/pabrik. Gambaran tentang hal tersebut diuraikan pada tabel berikut. Tabel 3.125. Kedekatan Tempat Tinggal/Bekerja Responden dengan Sumber Pencemar No 1 2 3 4 5
Sumber Pencemaran Debu Bising Lalulintas Asap Pabrik/Industri
Frekuensi
Persentase
120 96 130 31 30
50,00 40,00 54,20 12,90 12,50
Sumber : Data Primer, 2007
Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa sebagai sumber pencemar utama adalah lalulintas, kemudian debu dan urutan ketiga adalah bising. Hal ini terjadi karena tempat tinggal penduduk (responden) relatif sangat dekat dengan jalan raya. Dikhawatirkan peningkatan lalulintas yang akan terjadi dapat mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-156
PT PERTAMINA EP -PPGM
Beberapa vektor penyakit yang umumnya dijumpai di sekitar tempat tinggal responden adalah lalat, tikus, kecoa dan nyamuk. Pendapat responden tentang keberadaan vektor-vektor tersebut di tempat tinggalnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.126. Pendapat Responden tentang Adanya Vektor Penyakit di Tempat Tinggalnya No 1 2 3 4
Jenis Vektor Penyakit Lalat Tikus Kecoa Nyamuk
Frekuensi
Persentase
129 136 122 198
53,8 56,7 50,8 82,5
Sumber : Data Primer, 2007
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa nyamuk merupakan vektor penyakit yang paling banyak dijumpai (82,50%), disusul vektor penyakit tikus (56,70%), kemudian lalat dan kecoa masing-masing sebanyak 53,80% dan 50,80%. Keberadaan berbagai vektor tersebut erat kaitannya dengan kondisi sanitasi lingkungan yang relatif belum begitu baik. Hal tersebut diperkuat dengan adanya data Dinas Kesehatan yang menyatakan bahwa di wilayah studi pada tahun 2006 terdapat banyak penderita malaria dan tercatat beberapa kasus demam berdarah dengue.
Nyamuk sebagai vektor penyakit diprakirakan akan meningkat jumlahnya apabila
terdapat peningkatan genangan air di lokasi rencana kegiatan pembangunan. Oleh karena itu dalam perencanaan pembangunan yang ada nantinya harus benar-benar diperhatikan khususnya dari pihak proyek maupun masyarakat sekitar dengan mengantisipasi kemungkinan adanya berbagai genangan sebagai habitat untuk berkembangnya populasi nyamuk. Tingkat kemampuan masyarakat dalam menjangkau pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat. Dengan semakin terjangkaunya pelayanan kesehatan oleh masyarakat, berarti semakin banyak warga masyarakat yang dapat menikmati berbagai fasilitas kesehatan sehingga kualitas kesehatan masyarakat dapat lebih terjamin.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-157
PT PERTAMINA EP -PPGM
Tabel berikut menunjukkan bahwa sebagian besar responden (92,50%) menyatakan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang ada di sekitarnya karena biaya murah, dekat, petugas ramah dan selalu stand by seperti yang diutarakan sebanyak 117 responden (54,41%). Sebaliknya, hanya sebagian kecil responden (7,50%) yang menyatakan bahwa mereka tidak mampu menjangkau fasilitas kesehatan, seperti dikemukakan oleh 13 responden yang menyatakan karena mahalnya biaya, lokasinya jauh dan petugas kesehatan kadang-kadang jarang ada.
Tabel 3.127. Tingkat Kemampuan Responden dalam Menjangkau Pelayanan Kesehatan dan Alasannya No
Tingkat Kemampuan dan Alasan
Jumlah/Frekuensi
Persentase
1
Mampu
222
92,50
2
Tidak mampu
11
7,50
233
100,00
a. Biaya murah
11
5,11
b. Lokasi dekat
56
26,04
c. Petugas selalu ada
4
1,86
d. Petugas ramah dan baik
1
0,46
e. Dapat ASKES
6
2,79
f. Murah, dekat, petugas ramah & selalu stand by
117
54,41
g. Lokasi dekat, petugas ramah & selalu stan by
12
5,58
i. Kebutuhan kesehatan
1
0,46
j. Lokasi dekat dan murah
7
3,25
215
100,00
a. Biaya mahal
2
15,38
b. Letaknya jauh
4
30,76
c. Petugas jarang ada
2
15,38
d. Biaya mahal dan letaknya jauh
5
38,46
13
100,00
Jumlah 3
Alasan mampu:
Jumlah 4
Alasan tidak mampu:
Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-158
PT PERTAMINA EP -PPGM
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi kesehatan masyarakat pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kondisi kependudukan, lingkungan hidup di sekitarnya, perilaku penduduk khususnya yang berkaitan dengan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan tingkat pelayanan kesehatan yang dapat menjangkau penduduk. Berdasarkan penilaian kualitas lingkungan, maka secara umum kondisi kependudukan di sekitar wilayah studi mempunyai kualitas sedang (3), kondisi kualitas lingkungan hidup khususnya ditinjau dari aspek kesehatan adalah sedang (3), perilaku hidup sehat penduduk mempunyai kualitas sedang (3), dan tingkat pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau penduduk di wilayah studi termasuk dalam kriteria sedang (3). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat kesehatan masyarakat di wilayah studi mempunyai kualitas sedang (skala 3). Demikian halnya dengan kondisi kesehatan dan perilaku hidup sehat (K3) khususnya pada pekerja proyek nantinya diprakirakan kualitasnya dalam kisaran sedang atau mempunyai skala 3.
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-159