BAB 3 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN PADA NILAI-NILAI LUHUR
Keragaman masyarakat dan budaya Indonesia merupakan sebuah potensi kekayaan yang harus dioptimalkan sehingga terasa manfaatnya. Oleh karena itu, potensi tersebut perlu diwujudkan menjadi kekuatan riil sehingga mampu menjawab berbagai tantangan kekinian yang ditunjukkan dengan melemahnya ketahanan budaya yang berimplikasi pada menurunnya kebanggaan nasional. Untuk itu, sinergi segenap komponen bangsa dalam melanjutkan pembangunan karakter bangsa (national and character building) yang sudah dimulai sejak awal kemerdekaan perlu terus diperkuat sehingga memperkuat jati diri bangsa dan mampu membentuk bangsa yang berkarakter, maju, dan berdaya saing. Seiring dengan menguatnya persaingan arus lokal dan global dalam internalisasi nilai-nilai baru, ketahanan budaya juga perlu semakin diperkuat sehingga memiliki kemampuan untuk menumbuhsuburkan internalisasi berbagai nilai lokal dan global yang positif dan produktif. Oleh sebab itu, upaya pengembangan kebudayaan diarahkan pada tujuan universal peradaban, yaitu untuk
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia melalui (1) aktualisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa dan penguatan ketahanan budaya dalam menghadapi derasnya arus budaya lokal dan global, (2) mendorong kerja sama yang sinergis antarpemangku kepentingan dalam pengelolaan kekayaan budaya, dan (3) mempertajam pemanfaatan nilai-nilai dan pesan moral yang terkandung pada setiap kekayaan budaya bangsa. I.
Permasalahan yang Dihadapi
Pembangunan dalam bidang kebudayaan sampai saat ini masih menghadapi beberapa permasalahan sebagai akibat dari berbagai perubahan tatanan kehidupan, termasuk tatanan sosial budaya yang berdampak pada terjadinya pergeseran nilai-nilai di dalam kehidupan masyarakat. Meskipun pembangunan dalam bidang kebudayaan yang dilakukan melalui revitalisasi dan reaktualisasi nilai budaya dan pranata sosial kemasyarakatan telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan yang ditandai dengan berkembangnya pemahaman terhadap pentingnya kesadaran multikultural dan menurunnya eskalasi konflik horizontal yang marak pascareformasi, secara umum masih dihadapi permasalahan, antara lain (1) rendahnya apresiasi dan kecintaan terhadap budaya dan produk dalam negeri; (2) semakin pudarnya nilai-nilai solidaritas sosial, keramahtamahan sosial dan rasa cinta tanah air yang pernah dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia, serta semakin menguatnya nilai-nilai materialisme; dan (3) belum memadainya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman budaya. Beberapa hasil yang sudah dicapai belum sepenuhnya sesuai dengan harapan karena masih rentannya soliditas budaya dan pranata sosial yang ada di dalam masyarakat sehingga potensi konflik belum sepenuhnya dapat diatasi. Hal itu diperberat dengan munculnya kecenderungan penguatan orientasi primordial, seperti kelompok, etnis, dan agama yang berpotensi memperlemah keharmonisan bangsa. Interaksi budaya yang semakin terbuka melahirkan persaingan terbuka antara nilai lokal dan global sehingga terjadi ketegangan dalam merespons berbagai isu mutakhir, seperti demokratisasi, 03 - 2
liberalisasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan lingkungan hidup. Hal itu menunjukkan masih lemahnya sikap dan daya kritis sebagian besar masyarakat yang mengakibatkan kurangnya kemampuan masyarakat dalam menyeleksi nilai dan budaya global sehingga terjadi pengikisan nilai-nilai budaya nasional yang positif. Dengan demikian, pengembangan kebudayaan nasional dituntut untuk memiliki ketangguhan dalam merespons dan mensintesiskan persaingan nilai lokal dan global secara bijaksana dan berdaya guna. Selanjutnya, terkait dengan etos untuk memperkuat daya saing, masalah yang mendasar adalah berkurangnya kebanggaan sebagai bangsa sehingga berdampak pada rendahnya kepercayaan diri bangsa yang berujung pada melemahnya modal sosial dan daya saing bangsa. Di sisi lain, kurangnya pemahaman, apresiasi, dan komitmen pemerintah daerah di era otonomi daerah berakibat pada belum optimalnya kegiatan pelestarian kekayaan budaya, di samping terbatasnya kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan kekayaan budaya, baik kemampuan fiskal maupun manajerial. II.
Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai
Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka upaya pengembangan kebudayaan diarahkan melalui kebijakan (1) menyelesaikan peraturan perundang-undangan di bidang kebudayaan, (2) menyaring masuknya kebudayaan yang berdampak negatif terhadap fisik, psikologis, moral generasi muda khususnya dan masyarakat pada umumnya, dan terhadap martabat bangsa, (3) menyelaraskan pembangunan ekonomi dan sosial serta pengembangan teknologi dengan nilai-nilai budaya dan warisan budaya yang ada, baik fisik maupun non-fisik (cultural based development), dan (4) mengembangkan pola kemitraan pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam melestarikan benda cagar budaya dan warisan budaya serta warisan alam. Untuk meningkatkan kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman budaya dan menciptakan keserasian hubungan baik antarunit sosial dan budaya maupun antara budaya lokal dan budaya nasional, dalam bingkai keutuhan NKRI, langkah-langkah kebijakan 03 - 3
yang dilakukan antara lain adalah (1) menyelenggarakan berbagai dialog kebudayaan dan kebangsaan; (2) mengembangkan dan melestarikan kesenian; (3) mengembangkan galeri nasional; (4) mengembangkan perfilman nasional dan meningkatkan sensor film; (5) mendukung pengembangan keragaman budaya daerah; (6) mendukung pengelolaan taman budaya daerah; dan (7) melakukan optimalisasi koordinasi pengembangan nilai budaya, seni, dan film. Hasil-hasil yang telah dicapai melalui revitalisasi dan reaktualisasi nilai budaya dan pranata sosial kemasyarakatan telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan yang ditandai dengan berkembangnya pemahaman terhadap pentingnya kesadaran multikultural dan menurunnya eskalasi konflik horizontal pascareformasi. Dalam upaya pengelolaan keragaman budaya, hasil yang telah dicapai antara lain adalah (1) pelaksanaan dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis dalam rangka mengatasi persoalan bangsa khususnya dalam rangka kebersamaan dan integrasi; (2) penyelenggaraan program film kompetitif untuk memotivasi para sineas membuat film cerita; (3) penyusunan direktori perfilman Indonesia; (3) penyusunan Peta Kesenian Indonesia; (4) penyusunan konsep dasar Neraca Satelit Kebudayaan Nasional (Nesbudnas); (5) pelaksanaan sensor film sebanyak 320 judul film dan 29.500 judul video; (6) koordinasi Tim Pembuatan Film Non Cerita Asing di Indonesia yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai lokasi syuting film dunia; (7) pengiriman film Indonesia ke Festival Film Internasional dan fasilitasi kerja sama asosiasi pembuat film internasional; (8) sosialisasi dan promosi “Indonesia Performing Arts Mart (IPAM)”; (9) konservasi lukisan di Museum Le Mayeur; (10) penyelenggaraan Lomba Lukis dan Cipta Puisi Anak-anak; (11) persiapan Festival Internasional “Art Summit Indonesia V/2007”; dan (12) penyusunan revisi UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman sebagai dasar pengembangan perfilman nasional di masa yang akan datang. Untuk memperkukuh jati diri dan ketahanan budaya nasional diperlukan filter yang mampu menangkal penetrasi budaya asing yang bernilai negatif dan mampu memfasilitasi teradopsinya budaya asing yang bernilai positif dan produktif. Langkah-langkah kebijakan yang diambil antara lain adalah (1) meningkatkan pembangunan 03 - 4
karakter dan pekerti bangsa; (2) melakukan pelestarian dan pengaktualisasian nilai-nilai tradisi; (3) mengembangkan masyarakat adat; (4) mendukung pengembangan nilai budaya daerah; (6) menyelenggarakan pelayanan perpustakaan dan informasi kepada masyarakat; dan (7) memanfaatkan naskah kuno nusantara. Nilai-nilai budaya telah semakin berkembang secara baik dengan hasil-hasil yang telah dicapai berupa (1) penyusunan potret industri budaya, inventarisasi aspek-aspek tradisi, dan inventarisasi masyarakat adat; (2) penganugerahan penghargaan kebudayaan bagi pelaku dan pemerhati kebudayaan untuk mendorong partisipasi aktif dalam pengembangan kebudayaan nasional; (3) kampanye hidup rukun dalam kemajemukan; (4) penyelenggaraan Perkemahan Budaya Nasional di Bumi Perkemahan Paneki Donggala Sulawesi Tengah; (5) pergelaran Gita Bahana Nusantara; (6) bimbingan Pamong Budaya Spiritual dan Kepercayaan Komunitas Adat serta perekaman dan penyiaran Kegiatan Budaya Spiritual dan Upacara Adat; (7) gelar Dongeng Anak-anak Nusantara dan pesta permainan tradisional anak; (8) sosialisasi pasar tradisional pada era hipermarket; (9) Festival Nasional Musik Tradisional untuk anakanak; (10) pengiriman misi kesenian ke berbagai acara internasional, seperti Australia Performing Arts Mart (APAM), World Summit on Art and Culture di New Castle, UK dan China Sanghai Internastional Arts Festival; (11) penyelenggaraan “Indonesian Night” di Beijing dan Jinan, Cina yang bekerja sama dengan perkumpulan Indonesia-Tionghoa (INTI); (12) penyelenggaraan Hari Raya Waisak Internasional di kompleks Candi Borobudur dengan menampilkan serangkaian kegiatan berupa pergelaran kolaborasi penari-penari dari enam negara, yaitu Indonesia, Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam serta peluncuran prangko dan buku “Trail of Civilization” yang berisi informasi mengenai bangunan-bangunan Budha dari enam negara tersebut; dan (13) Pawai Budaya Nusantara. Selanjutnya, untuk meningkatkan apresiasi terhadap kekayaan budaya dan meningkatkan sistem pengelolaan, termasuk sistem pembiayaannya agar aset budaya dapat berfungsi optimal sebagai sarana edukasi, rekreasi, dan pengembangan kebudayaan, dilakukan serangkaian langkah-langkah kebijakan yaitu (1) mengembangkan 03 - 5
nilai sejarah dan geografi sejarah; (2) melakukan pengelolaan peninggalan kepurbakalaan dan peninggalan bawah air; (3) melakukan pengembangan permuseuman; (4) mengembangkan pemahaman kekayaan budaya; (5) memberikan dukungan terhadap pengelolaan museum daerah dan pengembangan kekayaan budaya daerah; (6) melestarikan fisik dan kandungan naskah kuno; (7) melakukan perekaman dan digitalisasi bahan pustaka; (8) mengelola koleksi deposit nasional; dan (9) mengembangkan statistik perpustakaan dan perbukuan. Hasil yang telah dicapai dalam upaya pengelolaan kekayaan budaya adalah (1) bantuan advokasi terhadap penanggulangan kasus pelanggaran benda cagar budaya dan penanganan perlindungan benda cagar budaya bawah air; (2) peningkatan kualitas SDM bidang peninggalan bawah air; (3) lawatan sejarah tingkat nasional; (4) penyelenggaraan Konferensi Nasional Sejarah VIII; (5) penyelenggaraan Musyawarah Kerja Nasional Pengajaran Sejarah: “Pendidikan Sejarah untuk Pembentukan Kepribadian Bangsa dalam Konteks Multikultural”; (6) Lawatan Sejarah Nasional IV di Bangka Belitung dengan tema “Pangkal Pinang Kota Pangkal Kemenangan”; (7) kajian pemekaran wilayah di Sulawesi dalam Perspektif Sejarah; (8) penyusunan Pedoman Kajian Geografi Sejarah dan Pedoman Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Sejarah; (9) pemetaan Sejarah Kota Yogyakarta dan Klaten Pascagempa; (10) perencanaan pendirian Museum Sejarah Nasional; (11) penyusunan Konsep Museum Maritim; (12) penyusunan Pedoman Pengembangan Museum Situs Cagar Budaya; (13) pemberian bantuan kepada 21 Museum Daerah; (14) pembuatan Komik Purbakala dengan judul “Petualangan Arki 2: Arki dan Kemegahan Candi” untuk segmentasi siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) dengan tujuan agar siswa mampu memahami kekayaan budaya bangsa; (15) dialog Interaktif Kepurbakalaan di RRI Nasional Pro-3 Jakarta, yang di-relay oleh 58 Stasiun RRI Daerah dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang kebijakan, upaya pelestarian, dan pemanfaatan BCB, situs dan kawasan; (16) Trail of Civilization on Cultural Heritage Tourism Cooperation among Cambodia, Indonesia, Lao PDR, Myanmar, Thailand, and Vietnam; dan (17) penyusunan detail desain (DED) Pelestarian dan Pengembangan Situs Sangiran yang meliputi zonasi kawasan Sangiran, tata ruang 03 - 6
kawasan, keserasian tata ruang dan kelestarian ekologi, serta pengembangan pariwisata sejarah dan budaya (Cultural Heritage Tourism Management).
III.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Untuk mengatasi permasalahan yang timbul karena interaksi budaya yang semakin terbuka antara tataran nilai lokal dan global, tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan kebudayaan pada masa mendatang antara lain adalah (1) penyelenggaraan berbagai dialog kebudayaan dan kebangsaan; (2) pengembangan kesenian dan perfilman nasional; (3) pengembangan galeri nasional; (4) pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) bidang perfilman; (5) peningkatan sensor film; (6) stimulasi perfilman melalui Lomba Film Kompetitif dan Festival Film Indonesia (FFI); (7) fasilitasi penyelenggaraan festival budaya daerah; (8) pendukungan pengelolaan taman budaya daerah; (9) optimalisasi koordinasi pengembangan nilai budaya, seni dan film; (10) revitalisasi nilai luhur, budi pekerti, dan karakter bangsa; (11) pelestarian dan pengaktualisasian nilai-nilai tradisi; (12) pelestarian dan aktualisasi adat dan tradisi; (13) pelaksanaan kebijakan pengembangan nilai budaya di seluruh Indonesia; (14) pendukungan pengembangan nilai budaya daerah; (15) pengembangan pengelolaan dokumen/arsip negara dengan membangun pusat jaringan informasi kearsipan nasional (JIKN) yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK); (16) penyelenggaraan pelayanan perpustakaan dan informasi kepada masyarakat; (17) pemanfaatan naskah kuno Nusantara; (18) pengembangan nilai sejarah; (19) penyusunan buku sejarah dan geografi sejarah nasional; (20) pengelolaan peninggalan kepurbakalaan; (21) fasilitasi penyelamatan pusaka bawah air; (22) pengembangan/pengelolaan permuseuman dan pemahaman kekayaan budaya; (23) pendukungan pengelolaan museum daerah dan kekayaan budaya daerah; (24) pelestarian fisik dan kandungan naskah kuno; (25) perekaman dan digitalisasi bahan pustaka; (26) pengelolaan koleksi deposit nasional; dan (27) pengembangan statistik perpustakaan dan perbukuan. Semua itu juga harus mempertimbangkan pengembangan karakter dan pembangunan bangsa. 03 - 7