BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Metodologi Pengambilan Sampel Penelitian
3.1.1 Populasi
Penelitian ini bertujuan untuk 1) menginformasikan gambaran sikap tokoh agama terhadap praktik khitan perempuan berdasarkan denominasi dalam agama Islam, 2) mengidentifikasi kesesuaian antara sikap dan perilaku tokoh agama dalam menerapkan praktik khitan perempuan, serta 3) mengidentifikasi unsur pembentuk sikap yang paling memengaruhi perilaku individu dalam menerapkan praktik khitan perempuan. Terkait dengan kajian tentang agama, menurut Bornstein & Miller (2009), kajian-kajian yang menyertakan pandangan agama terhadap isu tertentu sebagai salah satu unsurnya tidak akan bermanfaat apabila peneliti melakukan penyederhanaan berlebihan (oversimplification) terhadap agama sebagai satu unit (populasi tunggal). Bornstein & Miller (2009) memandang sangat penting masing-masing agama dicermati berdasarkan denominasi di dalam masingmasing agama yang dikaji tersebut. Mengacu pada Bornstein & Miller (2009), populasi dalam penelitian ini adalah tokoh-tokoh agama Islam di Indonesia dengan dua denominasi yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Menurut Drs. H. Zuriatul Khairi, M.Ag., M.Si., Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah adalah dua organisasi agama Islam terbesar dan dapat mewakili pandangan umat Islam di Indonesia (PPS UIN-SUKA, 2011). Guna mendapatkan hasil penelitian yang representatif, populasi penelitian ini mencakup anggota Komisi Fatwa pada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yaitu Lembaga Bahtsul
Masail, komisi fatwa pada Pimpinan Pusat Muhammadiyah yaitu Majelis Tarjih dan Tajdid, dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia bagian ibadah. Merujuk pada definisi dari Majelis Ulama Indonesia (2010), fatwa adalah hasil ijtihad, usaha sungguh-sungguh ulama terhadap status hukum suatu perkara baru sebagai produk dari hukum agama Islam. Fatwa dapat digunakan sebagai
pedoman
dan
pertimbangan
hukum
bagi
pemerintah
maupun
masyarakat luas. Sedangkan Komisi Fatwa adalah komisi yang bertugas memberikan nasihat hukum agama Islam dan ijtihad sebagai produk hukum agama Islam guna memberikan pemecahan terhadap persoalan-persoalan yang sedang dihadapi umat Islam. Atas dasar itu, penelitian ini melibatkan anggota Komisi Fatwa tiga organisasi agama Islam di Indonesia yaitu 1. Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama merupakan organisasi agama Islam yang menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis) sehingga sumber pemikiran berasal dari Al-Qur'an, Sunnah, kemampuan akal, dan realitas empiris (PBNU, 2011). Oleh Barton (2002), Nahdlatul Ulama diidentifikasi sebagai organisasi agama Islam yang bersifat tradisional. 2. Muhammadiyah. Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan agama Islam dan Da’wah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, ber-aqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, guna melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi (Muhammadiyah, 2011). Berbeda dengan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah identik dengan organisasi agama Islam yang modern. Barton (2002) menjelaskan bahwa perbedaan organisasi Islam yang tradisionalis dan modernis terletak pada
pendekatan dalam menafsirkan Al-Qur’an, sikap terhadap praktik dan kepercayaan mistis, serta integrasi budaya organisasi dalam kehidupan urban modern. 3. Majelis Ulama Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berfungsi sebagai wadah atau majelis tempat bermusyawarah para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia guna menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama (MUI, 2009).
3.1.2 Sampel dan Metodologi Pengambilan Sampel Penelitian
Setelah melakukan wawancara dengan pengurus setiap organisasi, diketahui pengurus Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama berjumlah ± 35 orang, pengurus Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berjumlah ± 25 orang, dan pengurus Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia bagian ibadah berjumlah ± 20 orang. Populasi penelitian mencakup pengurus Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, pengurus Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan pengurus Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia berjumlah:
Populasi = 35 orang + 25 orang + 20 orang = 80 orang
Dalam menentukan jumlah sampel penelitian, peneliti menggunakan rumus Slovin karena jumlah populasi diketahui. Berdasarkan Adanza (2006), Rumus Slovin yang digunakan sebagai berikut:
n =
N 1 + Ne2
Keterangan: n
: jumlah sampel penelitian
N
: jumlah populasi penelitian
e
: persentase error
Dengan menggunakan asumsi error 10%, jumlah sampel penelitian yang digunakan:
n =
80 1 + (80 x 0,1 x 0,1)
n = 44 orang
Metode sampling yang peneliti gunakan adalah nonprobability sampling karena setiap anggota dalam populasi penelitian tidak memiliki kesempatan yang sama menjadi sampel penelitian (Mustafa, 2000). Pada tahun 2008, Dattalo mengelompokkan nonprobability sampling menjadi empat, yaitu availability sampling, purposive sampling, quota sampling, dan snowball sampling. Peneliti menggunakan purposive sampling karena pemilihan pengurus Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, pengurus Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan pengurus Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia bagian Ibadah sebagai sampel penelitian dimaksudkan agar peneliti mendapatkan informasi yang komprehensif, sesuai dengan tujuan penelitian ini. Mengacu pada total sampel penelitian dengan jumlah 44 orang, maka sampel penelitian untuk setiap organisasi yaitu
1. Pengurus Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
NU = 35 x 44 orang 80 = 19 orang
2. Pengurus Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Muh. = 25 x 44 orang 80 = 14 orang
3. Pengurus Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia bagian Ibadah.
MUI = 20 x 44 orang 80 = 11 orang
Guna mendukung metode yang digunakan, yaitu wawancara dan Q-Sort, peneliti turut mengacu pada Gay & Diehl. Menurut Gay & Diehl dalam Mustafa (2000), jumlah sampel penelitian deskriptif eksploratif mencapai 10% dari populasi. Peneliti mengambil dua sampel penelitian untuk setiap organisasi dalam metode wawancara dan Q-Sort guna mewakili 10% dari jumlah sampel penelitian setiap organisasi.
3.2 Desain Penelitian
Peneliti menggunakan desain penelitian yang oleh Reason & Rowan disebut sebagai New Paradigm Research (Gross, 2009). New Paradigm Research menawarkan pendekatan terintegrasi yang bersifat objektif -melalui tinjauan statistik- sekaligus subjektif -melalui metode wawancara-. Sampel penelitian tidak hanya ditinjau secara statistik tetapi juga dintegrasikan dengan metode yang mengusung keunikan sebagai manusia. Dalam New Paradigm Research, dikenal pendekatan kolaboratif/partisipatif yaitu peneliti melibatkan sampel penelitian dalam mengkritisi desain penelitian. Dengan menggunakan pendekatan kolaboratif/partisipatif, sampel penelitian selanjutnya disebut sebagai partisipan. Kumar dalam Seniati, Yulianto, & Setiadi (2009), mengelompokkan jenis penelitian dalam tiga perspektif yaitu berdasarkan tipe informasi, tujuan, dan aplikasi.
3.2.1 Perspektif Tipe Informasi
Penelitian ini mengintegrasikan metode kuantitatif dan kualitatif dalam pengumpulan data. Pendekatan sedemikian rupa lazim disebut mixed method research. Dalam Creswell (2003) dijelaskan bahwa mixed method research terbagi menjadi dua yaitu 1. Sequential Method. Peneliti yang menggunakan sequential method, mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif secara bertahap. Sequential method dapat dilakukan dalam tiga cara yaitu
a. Sequential Explanatory Strategy. Karakteristik
khas
dari
sequential
explanatory
strategy
adalah
pengumpulan dan analisis data kuantitatif terlebih dahulu, yang diikuti dengan pengumpulan dan analisis data kualitatif. Data kualitatif berfungsi untuk menjelaskan dan menafsirkan temuan dari metode kuantitatif. b. Sequential Exploratory Strategy. Berbeda dengan sequential explanatory strategy, urutan metode yang digunakan untuk pengumpulan data tidak menjadi prioritas dalam sequential exploratory strategy. Pada dasarnya, temuan yang diperoleh dengan menggunakan metode kuantitatif bermanfaat untuk mendukung temuan yang diperoleh melalui metode kualitatif. Fokus utama dari sequential exploratory strategy adalah untuk mengeksplorasi fenomena yang diteliti. c. Sequential Transformative Strategy. Sama halnya dengan dua model di atas, sequential transformative strategy juga melibatkan dua metode pengumpulan data yaitu kuantitatif dan kualitatif. Yang membedakan sequential transformative strategy dengan dua model sebelumnya adalah metode studi yang digunakan dalam sequential transformative strategy dipandu oleh perspektif teoritis. Kerangka teoritis digunakan sebagai acuan dalam pengumpulan data.
2. Concurrent Method. Peneliti
yang
menggunakan
concurrent
method
dalam
penelitian,
mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif pada waktu yang bersamaan. Tiga model penerapan concurrent method yaitu
a. Concurrent Triangulation Strategy. Model concurrent triangulation strategy menggunakan dua metode pengumpulan data yang berbeda pada waktu bersamaan dengan tujuan memvalidasi temuan dalam satu penelitian. Tidak terdapat penekanan prioritas pada metode kuantitatif maupun kualitatif. b. Concurrent Nested Strategy. Concurrent nested strategy memiliki kemiripan dengan concurrent triangulation strategy sekaligus memiliki perbedaan. Concurrent nested strategy memberikan penekanan prioritas pada salah satu metode pengumpulan data, baik kuantitatif maupun kualitatif. Prioritas salah satu metode dimaksudkan untuk menggali informasi dengan tingkat yang berbeda sehingga dapat memberikan hasil dengan perspektif yang lebih luas. c. Concurrent Transformative Strategy. Concurrent transformative strategy menggunakan perspektif teoritis yang spesifik sebagai acuan dalam pengumpulan data yang melibatkan metode kuantitatif dan kualitatif secara bersamaan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model sequential exploratory strategy yang terdiri dari tiga metode. Pertama, metode pengumpulan data kuantitatif desain survei melalui kuesioner sikap. Kuesioner sikap bertujuan memberikan gambaran sikap tokoh agama terhadap praktik khitan perempuan berdasarkan denominasi dalam agama Islam. Peneliti membuat kuesioner sikap yaitu Tiffany Effendy’s Attitude Scale on Clitoridectomy (TEASoC). Lihat Lampiran 1 untuk TEASoC. Kedua, peneliti menggunakan metode pengumpulan data kualitatif tipe fenomenologis melalui wawancara guna mengeksplorasi kesesuaian antara sikap dan perilaku tokoh agama dalam menerapkan praktik khitan perempuan.
Lihat Lampiran 2 untuk pedoman wawancara. Menurut Daymon & Holloway (2008), metode pengumpulan data kualitatif tipe fenomenologis berfokus pada kehidupan pribadi maupun kelompok dalam memengaruhi motif, tindakan, dan komunikasi
mereka.
Melalui
metode
pengumpulan
data
kualitatif
tipe
fenomenologis, peneliti menggali informasi dari individu yang hanya dapat dipahami oleh individu tersebut, sekaligus dilengkapi dengan perspektif kelompok. Ketiga, peneliti menggunakan metode Q-Sort untuk mengidentifikasi unsur pembentuk sikap yang paling memengaruhi perilaku individu dalam menerapkan praktik khitan perempuan. Q-Sort dikembangkan oleh Stephenson pada tahun 1935 (Craighead & Nemeroff, 2001). Q-Sort merupakan metode yang digunakan secara luas karena dapat diartikulasikan, memperhatikan detail, serta bergantung pada pengalaman dan pemahaman partisipan. Q-Sort terdiri dari serangkaian kartu yang berisi pernyataan-pernyataan stimulus. Partisipan diminta untuk mengurutkan kartu ke dalam kategori yang ditentukan peneliti. Lihat Lampiran 3 untuk Q-Sort.
3.2.2 Perspektif Tujuan
Berdasarkan perspektif tujuan, jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif eksploratif. Gulo (2010) menjelaskan penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan kompleksitas fenomena yaitu praktik khitan perempuan. Informasi diperkaya dengan penelitian eksploratif guna menggali informasi mengenai suatu fenomena dengan melakukan penjajakan terhadap fenomena tersebut.
3.2.3 Perspektif Aplikasi
Penelitian ini merupakan penelitian murni (basic research) karena memiliki fokus utama untuk memahami perilaku dan proses mental dari fenomena sosial (Shaughnessy, Zechmeister, & Zechmeister; 2009), yaitu gambaran sikap tokoh agama terhadap praktik khitan perempuan berdasarkan denominasi dalam agama Islam, kesesuaian antara sikap dan perilaku tokoh agama dalam menerapkan praktik khitan perempuan, serta unsur pembentuk sikap yang paling memengaruhi perilaku individu dalam menerapkan praktik khitan perempuan.
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Sikap adalah kecenderungan kognisi, afeksi, dan perilaku individu sebagai evaluasi terhadap entitas tertentu yaitu praktik khitan perempuan, yang mengarah pada preferensi “menerima” atau “menolak”. 2. Praktik khitan perempuan adalah segala bentuk prosedur yang menyertakan pembuangan sebagian maupun seluruh bagian luar alat kelamin perempuan dan/atau sebatas pencederaan organ genital perempuan untuk alasan budaya maupun alasan-alasan non-medis lainnya. 3. Tokoh agama adalah figur yang dipandang ahli dalam memandang isu-isu sosial
berdasarkan
dalil
agama
dan
memiliki
kemampuan
untuk
memengaruhi pola pikir masyarakat yaitu pengurus Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, pengurus Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Ulama Indonesia.
pengurus Komisi Fatwa Majelis
4. Denominasi dalam agama Islam adalah dua organisasi agama Islam terbesar dan dapat mewakili pandangan umat Islam di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitian
yang digunakan adalah TEASoC, pedoman
wawancara, dan Q-Sort. Penyusunan TEASoC, pedoman wawancara, dan QSort berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Lihat Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3.
3.5 Pengukuran
Berdasar pada penggunaan model sequential explanatory strategy, pengukuran dilakukan dengan tiga metode yaitu
3.5.1 Metode Kuantitatif
Instrumen penelitian yang digunakan adalah TEASoC dengan bentuk item dikotomi, partisipan “dipaksa” untuk memilih salah satu dari dua pilihan respon yang tersedia pada masing-masing item yaitu “menerima” atau “menolak” (Nisfiannoor, 2009). Pemilihan bentuk dikotomi bertujuan untuk mengantisipasi kecenderungan partisipan memilih jawaban tengah atau netral atau ragu-ragu. Mengacu pada Carey & Warner (2005), terdapat kecenderungan partisipan memilih jawaban tengah atau netral atau ragu-ragu dalam skala pengukuran yang disebut central tendency effect. Kesalahan dari central tendency effect berpotensi muncul dari partisipan yang menginginkan langkah aman daripada
harus memilih jawaban tegas. “Memaksa” partisipan untuk memilih jawaban tegas tidak lebih merugikan dibanding tidak mendapatkan informasi penting dari partisipan. Rancangan konstruksi TEASoC dapat dilihat pada Lampiran 4. Sebelum menggunakan TEASoC sebagai instrumen pengambilan data, peneliti terlebih dahulu melakukan uji validitas dan uji reliabilitas.
3.5.1.1 Uji Validitas
Validitas menunjukkan tingkat sebuah alat tes dapat mengukur variabel yang ingin diukur (Anastasi & Urbina, 2007). Apabila alat tes yang dikembangkan menyimpang dari fungsi yang diinginkan, maka alat tes tersebut tidak valid dalam penggunaannya. Berdasarkan Gregory (2007), peneliti menggunakan dua metode uji validitas untuk TEASoC yaitu
a. Validitas isi (content validity).
Validitas isi ditentukan dengan melihat tingkat pertanyaan atau item dapat merepresentasikan keseluruhan perilaku yang ingin diukur. Validitas isi dapat diukur melalui penilaian profesional (expert judgment). Penilaian validitas isi TEASoC dilakukan oleh dua profesional yaitu Reza Indragiri Amriel, M.Crim (ForPsych) dan Muhamad Nanang Suprayogi, S.Psi., M.Si.
Reza Indragiri Amriel, M.Crim (ForPsych)
Relevansi
Relevansi
Relevansi Tinggi
Rendah (1-2)
(3-4)
A
Muhamad Nanang
0
B
2
Rendah (1-2) Suprayogi, S. Psi., M. Si.
Relevansi
C
0
D
58
Tinggi (3-4)
Koefisien validitas isi diperoleh melalui rumus:
Validitas Isi =
D (A + B + C + D)
Validitas Isi TEASoC =
58 (0 + 2 + 0 + 58)
= 0,97
Berdasarkan klasifikasi koefisien korelasi Guilford dalam Nafarin (2007), semakin nilai validitas mendekati angka satu memaknakan korelasi item dan variabel yang diukur semakin kuat.
Tabel 3.1 Koefisien Korelasi Guilford Koefisien Korelasi
Intepretasi
< 0,20
sangat lemah, dapat diabaikan
0,20 – 0,40
lemah
0,40 – 0,70
cukup
0,70 – 0,90
kuat
0, 90 – 1,00
sangat kuat
Sumber: Nafarin, M. (2007). Penganggaran perusahaan (ed. 3). Jakarta: Salemba Empat.
Validitas isi TEASoC menunjukkan angka 0,97 yang berarti korelasi item dengan variabel yang diukur sangat kuat. Mengacu pada hasil validitas isi, item TEASoC mampu mengukur variabel yang ingin diukur oleh penulis yaitu sikap terhadap praktik khitan perempuan. Di dalam validitas isi, terdapat validitas tampak (face validity). Validitas sebuah alat tes dilihat sekilas berdasarkan tampilan yaitu bentuk fisik alat tes, bahasa yang digunakan, ukuran dan jenis tulisan, serta penggunaan simbol-simbol yang memperhatikan rentang umur partisipan. Berdasarkan penilaian profesional, TEASoC memiliki syarat-syarat validitas tampak.
b. Validitas konstruk (construct validity).
Berdasarkan Gregory (2007), validitas konstruk merujuk pada kesesuaian item dengan konstruk yang mendasari pembuatan item tersebut. Dalam mengukur validitas konstruk TEASoC, peneliti menggunakan pendekatan homogenitas tes yaitu mengukur korelasi setiap item tes dengan skor total. Koefisien validitas konstruk TEASoC yang terdiri dari 30 item diukur melalui Correlation Coefficients Spearman dengan menggunakan
SPSS 19. Penggunaan Correlation Coefficients Spearman didasari skala pengukuran TEASoC dengan tipe skala ordinal (Priyanto, 2011). Skala ordinal mengisyaratkan terdapat derajat penerimaan partisipan terhadap setiap item yang diukur melalui pilihan “menerima” dan “menolak”. Derajat penerimaan partisipan terhadap setiap item tidak memiliki jarak definitif. Menurut Guilford & Fruchter dalam Neff, Turiel, & Anshel (2002), minimal sampel penelitian berjumlah 30 orang. Peneliti melakukan pilot study yang melibatkan 30 responden dengan karakteristik beragama Islam. Peneliti tidak mensyaratkan tokoh agama sebagai karakteristik tetap responden dalam pilot study dengan tujuan TEASoC dapat digunakan secara luas dalam penelitian lain terkait sikap terhadap praktik khitan perempuan. Setelah melakukan pilot study, berikut hasil uji validitas konstruk TEASoC.
Tabel 3.2 Uji Validitas TEASoC TS Spearman's rho
A3
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
A5
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
A8
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
A11
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
.852** .000 36 .848** .000 36 -.046 .790 36 .825** .000 36
A13
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
A16
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
A20
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
A23
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
A26
Correlation Coefficient
Correlation Coefficient
N
36 .655** .000 36 .594** .000 36
36 .841** .000 36 .846** .000 36
Correlation Coefficient
.387*
Sig. (2-tailed)
.020
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N B10
.000
.189
Sig. (2-tailed)
B9
.585**
Sig. (2-tailed)
N
B4
36
.224
Sig. (2-tailed)
B2
.000
Correlation Coefficient
N A29
.803**
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
36 .766** .000 36 .554** .000 36
B15
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
B17
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
B19
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
B22
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
B24
Correlation Coefficient
Correlation Coefficient
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N C12
.000 36 .668** .000 36 .466** .004 36
.197
Sig. (2-tailed)
C7
.864**
Sig. (2-tailed)
N
C6
36
.220
Sig. (2-tailed)
C1
.000
Correlation Coefficient
N B28
.772**
36 .832** .000 36 .660** .000 36 .527** .001 36 .680** .000 36
Correlation Coefficient
.242
Sig. (2-tailed)
.156
N
36
C14
Correlation Coefficient
.373*
Sig. (2-tailed)
.025
N C18
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
C21
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
C25
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
C27
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
C30
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
36 .644** .000 36 .869** .000 36 .717** .000 36 .532** .001 36 .657** .000 36
** : Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * : Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Sumber: SPSS 19
Berdasarkan hasil Uji Validitas melalui SPSS 19, terdapat empat item yang tidak signifikan (tidak memiliki tanda */**) yaitu item 8 (domain afeksi), item 12 (domain kognisi), item 24 (domain perilaku), dan item 26 (domain afeksi). Tidak signifikan menandakan item tidak memiliki korelasi dengan skor total sehingga tidak valid untuk digunakan dalam penelitian. Item yang tidak valid memaknakan item tersebut tidak mampu mengukur variabel yang ingin diukur peneliti. Atas dasar itu, peneliti membuang item 8, 12, 24, dan 26
sehingga TEASoC tersusun dari 26 item dengan rincian 8 item domain afeksi, 9 item domain perilaku, dan 9 item domain kognisi.
Tabel 3.3 Total Item TEASoC TEASoC
Total Item
Total Item Domain Afeksi
Total Item Domain Perilaku
Total Item Domain Kognisi
Sebelum Uji Validitas
30
10
10
10
Sesudah Uji Validitas
26
8
9
9
Sumber: Hasil Uji Validitas
3.5.1.2 Uji Reliabilitas
Dalam Anastasi & Urbina (2007), reliabilitas menunjukkan tingkat kekonsistenan skor yang diperoleh individu dalam pengerjaan tes pada waktu dan tempat berbeda. Uji reliabilitas yang digunakan untuk TEASoC adalah internal consistency reliability dengan metode Kuder-Richardson Estimate of Reliability. Peneliti menggunakan Kuder-Richardson Estimate of Reliability karena item TEASoC berbentuk dikotomi (Gregory, 2007). Gregory (2007) menjelaskan Kuder-Richardson Estimate of Reliability seringkali disebut dengan Kuder Richardson Formula 20 (KR-20). Guna mengetahui koefisien KR-20, dapat menggunakan SPSS 19 dengan pilihan Cronbach’s Alpha. Cronbach’s Alpha merupakan perluasan dari KR-20. Perbedaan KR-20 dan Cronbach’s Alpha terletak pada input data yaitu data KR20 bernilai antara 0 dan 1 sedangkan data Cronbach’s Alpha memiliki variasi nilai berdasarkan tingkat jawaban.
Tabel 3.4 Uji Reliabilitas TEASoC 30 Item Cronbach's Alpha
N of Items
.951
30
Sumber: SPSS 19
Tabel 3.5 Uji Reliabilitas TEASoC 26 Item Cronbach's Alpha
N of Items
.962
26
Sumber: SPSS 19
Guilford dalam Indria & Nindyati (2007) mengklasifikasikan koefisien reliabilitas sebagai berikut
Tabel 3.6 Koefisien Reliabilitas Guilford Koefisien Reliabilitas
Intepretasi
0,00 – 0,19
nilai reliabilitas sangat rendah
0,20 – 0,39
nilai reliabilitas rendah
0,40 – 0,69
nilai reliabilitas sedang
0,70 – 0,89
nilai reliabilitas tinggi
0, 90 – 1,00
nilai reliabilitas tinggi sekali
Sumber: Indria, K., & Nindyati, A. D. (2007). Kajian konformitas dan kreativitas affective remaja. Jurnal provitae, 3(1), 97.
Berdasarkan Tabel 3.6, TEASoC dengan hasil uji reliabilitas 0,962 memiliki nilai reliabilitas tinggi sekali. Nilai reliabilitas tinggi sekali menandakan adanya konsistensi skor individu apabila TEASoC digunakan pada masa yang akan datang. Dalam
metode
kuantitatif,
data
diolah
dengan
menggunakan
penghitungan frekuensi melalui SPSS 19. Frekuensi pilihan jawaban terbanyak menunjukkan pilihan sikap partisipan terhadap praktik khitan perempuan.
3.5.2 Metode Kualitatif
Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui wawancara. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dan diklasifikasikan dengan metode pengkodean (coding). Hasil pengkodean data, berdasarkan Raco (2010), akan membentuk pola-pola umum yang mengarah pada hasil penelitian.
3.5.3 Metode Q-Sort
Metode Q-Sort bertujuan untuk mengidentifikasi unsur pembentuk sikap yang paling memengaruhi perilaku individu dalam menerapkan praktik khitan perempuan. Dengan merujuk pada UNICEF (2010), peneliti menguraikan faktorfaktor yang digunakan dalam Q-Sort yaitu ajaran agama, permintaan perempuan yang
bersangkutan,
permintaan
keluarga
(orangtua)
perempuan
yang
bersangkutan, aturan kesehatan internasional (WHO/ Organisasi Kesehatan Dunia), aturan kesehatan nasional, kondisi finansial/ keuangan, budaya dan lingkungan sosial termasuk keluarga, kemanfaatan khitan pada perempuan terhadap kesehatan, dan faktor lain. Unsur pada sikap yang paling memengaruhi perilaku individu dalam menerapkan praktik khitan perempuan diketahui dengan menghitung frekuensi jawaban.
3.6 Prosedur
Prosedur pelaksanaan penelitian meliputi tahap: 1. Persiapan. a. Merancang instrumen penelitian berupa TEASoC, pedoman wawancara, dan Q-Sort.
b. Melakukan pilot study guna menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian khususnya TEASoC. c. Mengurus perizinan penelitian di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia,. 2. Pengumpulan data. Peneliti menggali informasi yang diperlukan dalam penelitian dengan menggunakan TEASoC, wawancara, dan Q-Sort. Setiap partisipan akan mengisi TEASoC. Peneliti mewawancarai dan memberikan Q-Sort kepada dua partisipan untuk setiap organisasi. 3. Pengolahan data. Teknik pengolahan data kuantitatif menggunakan penghitungan frekuensi melalui SPSS 19. Teknik pengolahan data kualitatif menggunakan pengkodean (coding) dari informasi yang diberikan partisipan. 4. Penyajian hasil penelitian yang dilakukan.