BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
3.1. Analisis Sistem Analisis sistem merupakan suatu tahapan untuk membantu memahami sesuatu yang di butuhkan system dan mempelajari permasalahan-permasalah yang ada untuk kemudian dilakukannya solusi penyelesaian yang didasarkan pada kebutuhan pengguna sistem agar tercipta sebuah sistem yang berguna bagi pengguna. Sehingga nantinya dapat membantu didalam proses perancangan model suatu system yang akan diimplementasikan.
3.1.1. Analisis Permasalahan Gigi merupakan organ terpenting makhluk hidup terutama manusia. Fungsi utama gigi adalah untuk merobek dan mengunyah makanan. Gigi memiliki struktur pelindung yang disebut email gigi, yang membantu mencegah lubang di gigi. Kesehatan gigi merupakan suatu hal yang penting bagi kesahatan tubuh manusia karena gigi membantu proses pengunyahan makanan yang apabila gigi tidak sehat akan membuat nafsu makan tidak baik Permasalahan yang dihadapin dalam perancangan system ini yaitu masalah pengenalan pola gigi yang terkena penyakit. Sehingga dengan adanya sistem ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mendeteksi penyakit gigi sementara waktu sebelum dilakukan pendeteksian gigi oleh dokter gigi.
Penyebab dan dampak dari permasalahan tersebut digambarkan dengan diagram ishikawa dan dapat dilihat pada Gambar 3.1
Universitas Sumatera Utara
. Metode
Material Berbagai jenis Penyakit Gigi yang Sering dialami Oleh Manusia
Pemanfaatan JST backpropagation dan hopfield untuk Mendeteksi Penyakit Gigi
Mengetahui Solusi dari Berbagai Jenis Penyakit Gigi Sebelum Melakukan Tindakan Pengobatan Ke Dokter Gigi
Pemanfaatan Jaringa Syaraf Tiruan Untuk Memberikan Solusi Pengobatan dari Beragam Jenis Penyakit Gigi
Pemanfaatan teknologi untuk mendeteksi Penyakit Gigi Sementara Untuk Selanjutnya dilakukan Observasi Oleh Dokter Gigi
Lingkungan
Teknologi
Gambar 3.1 Diagram Ishikawa
3.1.2. Analisis Kebutuhan Sistem Analisis kebutuhan sistem ini meliputi analisis kebutuhan fungsional sistem dan analisis non-fungsional sistem.
3.1.2.1. Kebutuhan Fungsional Sistem Kemampuan fungsional dari sistem ini yaitu: 1. Masukan gambar gigi yang memiliki ekstensi file.jpg atau .jpeg. 2. Sistem melakukan pelatihan terhadap pola gambar agar kemudian dapat menghasilkan Output. 3. Sistem melakukan pengujian terhadap pola gambar dimana hasil dari pengujian tersebut berupa nama penyakit gigi, salusi pengobatan terhadap penyakit tersebut dan waktu pungujian.
Universitas Sumatera Utara
3.1.2.2. Kebutuhan Non-Fungsional Sistem Kebutuhan non-fungsional dari sistem ini yaitu : 1. Tampilan antarmuka sistem dapat dimengerti oleh user atau pengguna sistem. 2. Data yang digunakan oleh sistem haruslah data real atau nyata dan sesuai sehingga dapat menghasilkan pengenalan pola yang tepat dan memberikan informasi yang tepat dan sesuai dengan tidak mengurangi kualitas informasi. 3. Efektifitas dan efisiensi dapat terlihat dari waktu respon antara pengguna dengan sistem. 4. Sistem yang nantinya telah dibuat dapat dikembangkan dengan mudah sehingga sistem dapat tetap digunakan di masa yang akan datang. 5. Sistem yang dibuat dapat dikembangkan untuk kepentingan lebih lanjut.
3.1.3. Analisis Proses Dalam sistem ini ada dua metode yaitu metode backpropagation dan metode hopfield yang digunakan untuk melakukan pendeteksian terhadap penyakit gigi. Di dalam proses pelatihan ini dilakukan pelatihan terhadap suatu pola masukan dari image gigi dengan menggunakan kedua metode tersebut. Kemudian dilakukan proses threshold untuk mendapatkan citra gigi, dan dilakukan proses reduksi data citra tersebut dan pada akhirnya dilakukan pelatihan jaringan saraf tiruan untuk mendeteksi penyakit gigi.
Berikut ini akan diberikan contoh sederhana bagaimana masing-masing metode melakukan proses pelatihan. Dengan yang pertama sebagai contoh yaitu penerapan metode (algoritma) backpropagation untuk mengenali fungsi XOR yang memilki 2 masukan x1 dan x2, dimana akan dilakukan iterasi terhadap pola pertama yaitu x1 = 1, x2 = 1 dan t = 0 dengan laju pembelajaran(learning rate) Ξ± = 0.2. berikut ini penyelesaian yang akan dilakukan dengan backpropagation menggunakan 1 lapisan tersembunyi yang terdiri dari 3 unit. 1. Inisialisasi semua bobot (langkah 0 β langkah 3) Inisialisasi bobot ini akan dilakukan pemberian bobot secara acak seperti contoh pada tabel 3.1 dan tabel 3.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Nilai Bobot Lapisan Masukan ke Lapisan Tersembunyi (vji) z1 0.2 0.3 -0.3
x1 x2 1
z2 0.3 0.1 0.3
z3 -0.1 -0.1 0.3
Tabel 3.2 Bobot Lapisan Masukan ke Lapisan Tersembunyi (wkj) Y 0.5 -0.3 -0.4 -0.1
z1 z2 z3 1
2. Hitung keluaran unit tersembunyi (zj) (langkah 4) z_net j = v jo + βπ π=1 π₯π π£ππ z_net1 = -0.3+1(0.2)+1(0.3) = 0.2 z_net2 = 0.3+1(0.3)+1(0.1) = 0.7 z_net3 = 0.3+1(-0.1)+1(-0.1) = 0.1 zj = f(z_netj) = z1 =
1
1+π β0.2
1
1+π βπ§_πππ‘π
= 0.55 ; z2 =
1
1+π β0.7
= 0.67 ; z3 =
1
1+π β0.1
= 0.52.
3. Hitung keluaran unit yk (langkah 5) π
y_net k = w ko + βπ=1
zj wkj
y_netk = y_net = -0.1+0.55(0.5)+0.67(-0.3)+0.52(-0.4) = -0.24 y = f(y_net) =
1
1+π βπ¦_πππ‘
=
1
1+π 0.24
= 0.44
4. Hitung faktor Ξ΄ di unit keluaran yk (langkah 6) πΏ k = (tk β yk) fβ(y_netk) = (tk β yk) yk (1-yk) πΏ k = Ξ΄ = (t β y) y(1 β y) = (0 β 0.44) (0.44) (1 β 0.44) = -0.11 Suku perubahan bobot wkj (dengan Ξ± = 0.2): Ξwkj = Ξ± πΏ k zj = Ξ± πΏ z ; j = 0,1, ..., 3 Ξw10 = 0.2 (-0.11)(1) = -0.02 Ξw11 = 0.2 (-0.11)(0.55) = -0.01 Ξw10 = 0.2 (-0.11)(0.67) = -0.01 Ξw10 = 0.2 (-0.11)(0.52) = -0.01
Universitas Sumatera Utara
5. Hitung penjumlahan kesalahan dari unit tersembunyi (=Ξ΄) (langkah 7) πΏ _netj = πΏ k w1j πΏ _net1 = (0.11)(0.5) = -0.05 πΏ _net2 = (0.11)(-0.3) = 0.03 πΏ _net3 = (0.11)(-0.4) = 0.04 faktor kesalahan Ξ΄ di unit tersembunyi: πΏ j = πΏ_netj fβ(z_netj) = πΏ_netj zj(1-zj) πΏ 1 = -0.05(0.05) (1 β 0.05) = - 0.01 πΏ 2 = 0.03(0.67) (1 β 0.67) = 0.01 πΏ 3 = 0.04(0.52) (1 β 0.52) = 0.01
Suku perubahaan bobot ke unit tersembunyi Ξvji = Ξ± πΏ j xi dapat dilihat pada tabel 3.3. (j = 1,2,3; i = 0,1,2) Tabel 3.3 Nilai Suku Perubahan Bobot
x1 x2 1
z1 Ξv11 = (0.2) (-0.01)(1) = 0 Ξv12 = (0.2) (-0.01)(1) = 0 Ξv13 = (0.2) (-0.01)(1) = 0
z2 Ξv21 = (0.2) (0.01)(1) = 0 Ξv22 = (0.2) (0.01)(1) = 0 Ξv23 = (0.2) (0.01)(1) = 0
z3 Ξv31 = (0.2) (0.01)(1) = 0 Ξv32 = (0.2) (0.01)(1) = 0 Ξv32 = (0.2) (0.01)(1) = 0
6. Hitung semua perubahan bobot (langkah 8) wkj(baru) = wkj(lama) + Ξwkj (k = 1 ; j = 0,1, ..., 3) w11(baru) = 0.5 β 0.01 = 0.49 w12(baru) = -0.3 β 0.01 = -0.31 w13(baru) = -0.4 β 0.01 = -0.41 w10(baru) = -0.1 β 0.02 = -0.12 perubahan bobot unit tersembunyi: vji(baru) = vji(lama) + Ξvji (j = 1,2,3 ; i = 0,1,2)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.4 Perubahan Bobot Unit Tersembunyi z1 v11 (baru) = 0.2+0 = 0.2
z2 v21 (baru) = 0.3+0 = 0.3
x2
v12 (baru) = 0.3+0 = 0.3
v22 (baru) = 0.1+0 = 0.1
1
v13 (baru) = 0.3+0 = -0.3
v23 (baru) = 0.3+0 = 0.3
x1
z3 v31 (baru) = 0.1+0 = -0.1 v32 (baru) = 0.1+0 = -0.1 v33 (baru) = 0.3+0 = 0.3
Hasil pada tabel 3.4 merupakan iterasi untuk pola pertama, untuk mengetahui nilai dari 1 iterasi penuh semua pola maka dapat dilakukan iterasi pada pola kedua yaitu x1 = 1, x2 = 0, dan t = 1, pola ketiga yaitu x1 = 0, x2 = 1, dan t = 1, dan pola keempat yaitu x1 = 0, x2 = 0, dan t = 0. Selanjutnya merupakan contoh penerapan metode (algoritma) Hopfield. Misalkan terdapat 2 buah pola yang ingin dikenali yaitu pola A(0,1,0,1,0,1) dan B(1,0,1,0,1,0). Bobot-bobot jaringan saraf tiruan ditentukan sebagai berikut: 0 β‘β1 β’ 1 π€=β’ β1 β’ β’ 1 β£β1
β1 1 β1 0 β1 1 β1 0 β1 1 β1 0 β1 1 β1 1 β1 1
1 β1 1 β1 0 β1
β1 1β€ β₯ β1β₯ 1β₯ β1β₯ 0β¦
Bobot-bobot tersebut simetris (wij = wji ; dimana i=baris dan j=kolom) dan diagonal utamanya adalah 0. Pola A dan pola B dilakukan sebagai vector. Dot product antara A dengan B diperoleh dengan cara mengalikan komponen kedua vector tersebut dengan vector bobot.
Aktivasi node pertama untuk pola A:
(0
1 0
1
0
0 β‘ β1 β€ β’ β₯ 1 β₯ β’ ) β¦ = 0 + (β1) + 0 + (β1) + 0 + (β1) = β3 1 β’ β1 β₯ β’ 1 β₯ β£ β1 β¦ Universitas Sumatera Utara
Aktivasi node kedua:
(0
1 0
1
0
β1 β‘ 0 β€ β’ β₯ β1 β₯ =0+0+0+1+0+1=2 1) β¦ β’ β’ 1 β₯ β’ β1 β₯ β£ 1 β¦
Dan seterusnya untuk node ketiga, keempat, kelima, dan keenam diperoleh masing-masing -3, 2, -3, 2. Masih dengan cara yang sama untuk pola B diperoleh masing-masing 2, -3, 2, -3, 2, -3. Kemudian fungsi ambang ditentukan agar jaringan saraf bisa menghasilkan pola A dan pola B.
Untuk contoh ini diambil π = 0
1 ππππ π‘ β₯ π π(π‘) = οΏ½ 0 ππππ π‘ < π
Maka akan diperoleh f(2)=1 dan f(-3)=0 kemudian pola output untuk pola A dan pola B dapat ditentukan. Untuk pola A output yang dihasilkan (0,1,0,1,0,1), ini sama dengan pola inputnya dapat dikatakan bahwa jaringan syaraf sukses dalam mengenali pola A. sedangkan pola B output yang dihasilkan (1,0,1,0,1,0) yang berarti pola B juga berhasil dikenali karena sama dengan pola inputannya.
3.1.3.1 Perancangan Arsitektur Jaringan Arsitektur jaringan syaraf tiruan yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.2. dan Gambar 3.3
Universitas Sumatera Utara
V11
X1 V12
V21
V15
Y1 W12 V01
W14
Z2
V32
W22
Z3
V35
W33
V03
V42
Y3
W43
V122 Z4
W02
W32
W34
V34
V43 V44
W42
W24
V41
X3
Y2
W41
V02
V33
W01
W13
W23
V25
X4
W31
W21
V22
V23 V24
W11
V31
V13 V14
X2
Z1
W122
W44
W03
V45 V123
V121
V04
W121
V124
W123
Y4 W04
W124
V125 Z12
X12
V012
b=1
b=1
Gambar 3.2 Arsitektur Jaringan Backpropagation sistem Gambar 3.2 memperlihatkan sistem terdiri dari 12 inputan (π₯1 - π₯12 ) sesuai dengan jumlah image gigi yang digunakan sebagai data masukan. Pada lapisan tersembunyi
terdiri dari (Z1 β Z12). Dan data keluaran ( π¦1 - π¦4 ) akan menghasilkan nilai 1 dan 0 yang merupakan subkelas untuk target, target dalam sistem ini adalah 4, dimana : vektor keluaran target 1 adalah 1 0 0 0 vektor keluaran target 2 adalah 0 1 0 0 vektor keluaran target 3 adalah 0 0 1 0 vektor keluaran target 4 adalah 0 0 0 1
Universitas Sumatera Utara
Output Vektor
Input Vektor
X1
V1
X2
V2
X3
V3
Y1
Fungsi Ktivasi
Y2
Y3
Y4 X12
V12 Umpan Balik
Gambar 3.3 Arsitektur Jaringan Hopfield sistem Gambar 3.3 terlihat bahwa semua unit input dihubungkan dengan semua unit output, meskipun dengan bobot yang berbeda-beda. Tidak ada unit yang dihubungkan dengan unit input lainnya. Model diskrit jaringan Hopfield dalam bobot sinaptik menggunakan vektor biner dimensi n atau dapat dituliskan a{0,1}n. Model ini barisi n neural dan jaringan terdiri dari n(n-1) interkoneksi dua jalur. Model jaringan Hopfield secara metematis dapat disajikan dalam bentuk matriks simetris NxN dengan diagonal utamanya bernilai 0. Pemberian nilai 0 pada diagonal utama dimaksudkan agar setiap neuron tidak memberi input pada dirinya sendiri. Dengan demikian jaringan Hopfield merupakan suatu jaringan dengan bobot simetrik , bahwa: Wij = Wji Dan Wii=0 Keterangan : Wij : matrik bobot koneksi dari unit i ke unit j Wii = 0 : nilainya sama dengan 0 .
Universitas Sumatera Utara
3.2. Pemodelan Pada penelitian ini menggunakan UML sebagai bahasa pemodelan untuk membantu mendesain dan merancang sistem identifikasi penyakit gigi. Model UML yang digunakan dalam penelitian ini yaitu use case diagram, sequence diagram, dan activity digaram.
3.2.1. Use Case Diagram Use case diagram merupakan diagram yang menggambarkan interaksi antara sistem dan eksternal sistem dan aktor, dalam kasus ini admin dan pengguna sebagai aktornya. Use case digunakan untuk menggambarkan siapa yang akan menggunakan sistem dan bagaimana cara aktor berinteraksi dengan sistem. Berikut ini merupakan use case diagram dari sistem yang akan dirancang.
Sistem Identifikasi Penyakit Gigi Latih Backpropagation <extend>
Pengujian Penyakit Gigi Backpropagation
Latih Hopfield <extend>
aktor
Pengujian Penyakit Gigi Hopfield
Gambar 3.4 Use Case Diagram Sistem Identifikasi Penyakit Gigi
Universitas Sumatera Utara
Berikut adalah tabel yang menunjukkan dokumentasi naratif dari use case latih backpropagation. Tabel 3.5 Dokumentasi Naratif Use Case Latih Backpropagation Nama Use case
Latih Backpropagation
Aktor
User dan Admin
Deskripsi Pre-kondisi
Use case ini mendeskripsikan proses pelatihan jaringan sayaraf tiruan Backpropagation Masuk pada antarmuka Pelatihan
Bidang khas
Kegiatan pengguna
Respon sistem
1. Isi id image gigi
1. Tidak ada
2. Klik tombol Open
2. Menampilkan antarmuka cari image gigi
3. Pilih image gigi yang akan digunakan sebagai masukan
3. Menampilkan image gigi beserta nama file image gigi
4. Geser slider Threshold
4. Menampilkan image gigi yang telah di-threshold
5. Klik tombol Reduksi dan Simpan
5. Menyimpan hasil reduksi
6. Klik tombol Latih Backpropagation
6. Proses pelatihan Backpropagation, Menampilkan grafik pelatihan, dan menyimpan bobot pelatihan
Bidang Alternatif
1. Tekan tombol Reset
1. Sistem mengosongkan text field nama file, dan gambar.
Post-kondisi
Sistem menyimpan bobot pelatihan, menampilkan lama waktu pelatihan, dan menampilkan grafik pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.6 Dokumentasi Naratif Use Case Latih Hopfield Nama Use case
Latih Hopfield
Aktor
User dan Admin
Deskripsi Pre-kondisi
Use case ini mendeskripsikan proses pelatihan jaringan sayaraf tiruan Hopfield Masuk pada antarmuka Pelatihan
Bidang khas
Kegiatan pengguna
Respon sistem
1. Isi id image gigi
1. Tidak ada
2. Klik tombol Open
2. Menampilkan antarmuka cari image gigi
3. Pilih image gigi yang akan digunakan sebagai masukan
3. Menampilkan image gigi beserta nama file image gigi
4. Geser slider Threshold
4. Menampilkan image gigi yang telah di-threshold
5. Klik tombol Reduksi dan Simpan
5. Menyimpan hasil reduksi
6. Klik tombol Latih Backpropagation
6. Proses pelatihan Hopfield, dan menyimpan bobot pelatihan
Bidang Alternatif
1. Tekan tombol Reset
1. Sistem mengosongkan text field id, nama file dan axes gambar.
Post-kondisi
Sistem menyimpan bobot pelatihan, dan menampilkan lama waktu pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.7 Dokumentasi Naratif Use Case Identifikasi Penyakit Gigi (Pengujian) Backpropagation Nama Use case
Identifikasi Penyakit Gigi (pengujian) Backpropagation
Aktor
Pengguna
Deskripsi
Prakondisi
Use case ini mendeskripsikan proses identifikasi penyakit gigi dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan Backpropagation Masuk pada antarmuka Pengujian
Bidang khas
Kegiatan pengguna
Respon sistem
1. Klik tombol Open
1. Menampilkan antarmuka cari image gigi
2. Pilih image gigi yang ingin dikenali 3. Geser slider Threshold
2. Menampilkan image gigi
4. Klik tombol kenali Backpropagation
4. Pengujian dengan jaringan syaraf tiruan Backpropagation dan menampilkan hasil pengenalan
Bidang Alternatif
1. Tekan tombol Reset
1. Sistem mengosongkan text field dan axes pada anatarmuka pengujian
Post-kondisi
Sistem menampilkan hasil pengenalan berupa nama gigi, solusi serta waktu pengujian
3. Menampilkan image gigi yang telah di-threshold
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.8 Dokumentasi Naratif Use Case Identifikasi Penyakit Gigi (Pengujian) Hopfield Nama Use case
Identifikasi bentuk gigi (pengujian) Hopfield
Aktor
Pengguna
Deskripsi Prakondisi
Use case ini mendeskripsikan proses identifikasi penyakit gigi dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan Hopfield Masuk pada antarmuka Pengujian
Bidang khas
Kegiatan pengguna
Respon sistem
1. Klik tombol Open
1. Menampilkan antarmuka cari image gigi
2. Pilih image gig yang ingin dikenali 3. Geser slider Threshold
2. Menampilkan image gigi
4. Klik tombol kenali Hopfield
4. Pengujian dengan jaringan syaraf tiruan Hopfield dan menampilkan hasil pengenalan
Bidang Alternatif
1. Tekan tombol Reset
1. Sistem mengosongkan text field dan axes pada anatarmuka pengujian
Post-kondisi
Sistem menampilkan hasil pengenalan berupa nama gigi, solusi serta waktu pengujian
3. Menampilkan image gigi yang telah di-threshold
Universitas Sumatera Utara
3.2.2. Sequence Daigram Sequence Daigram merupakan diagram yang menggambarkan interaksi antara aktor dan sistem. Sequence diagram menunjukan sejumlah contoh maupun pesan yang berada atau melewati objek-objek tersebut didalam use case. Berikut Berikut ini merupakan gambaran dari sequence diagram dari sistem yang telah dirancang.
: Aktor
: Form Pelatihan
: Threshold
: Reduksi
: Latih Backpropagation
open image gigi
Threshold matriks image
Reduksi matriks image
matriks tereduksi
Proses latih
Simpan bobot
Gambar 3.5 Sequence Diagram Pelatihan JST Backpropagation
Universitas Sumatera Utara
: Aktor
: Form Pelatihan
: Threshold
: Reduksi
: Latih Hopfield
open image gigi
Threshold matriks image
Reduksi matriks image
matriks tereduksi
Proses latih
Simpan bobot
Gambar 3.6 Sequence Diagram Pelatihan JST Hopfield
: Aktor
: Form Pengujian
: Threshold
: Reduksi
: Uji Backpropagation
Open image gigi
Threshold matriks image
Reduksi matriks image
matriks tereduksi
Proses simulasi
tampilkan nama tampilkan solusi
Gambar 3.7 Sequence Diagram Pengujian JST Backpropagation
Universitas Sumatera Utara
: Aktor
: Form Pengujian
: Threshold
: Reduksi
: Uji Hopfield
Open image gigi
Threshold matriks image
Reduksi matriks image
matriks tereduksi
Proses simulasi
tampilkan nama tampilkan solusi
Gambar 3.8 Sequence Diagram Pengujian JST Hopfield
3.2.3. Activity Diagram Activity diagram merupakan diagram yang berfungsi untuk menggambarkan logika procedural, jalan kerja suatu sistem. Diagram ini memiliki peran yang sama dengan diagram alir yang mana memungkinkan siapapun yang melakukan proses untuk dapat memilih urutan dalam melakukannya sesuai keinginannya. Berikut ini merupakan activity diagram dari sistem yang akan dirancang.
Universitas Sumatera Utara
Aktor
Sistem
Open image gigi
Tampilan image gigi
Threshold image gigi
Tampil image gigi hasil threshold
Input id gigi
Klik tombol reduksi dan simpan
reduksi dan simpan data
Klik tombol pelatihan backpropagation
Latih backpropagation
Tampil grafik pelatihan
Simpan bobot pelatihan
Gambar 3.9 Activity Diagram Pelatihan Backpropagation
Universitas Sumatera Utara
Aktor
Open image gigi
Sistem
Tampilkan image gigi
Threshold gigi
Tampilkan hasil Threshold gigi
Input id gigi
Klik tombol reduksi dan simpan
Reduksi dan simpan data
Klik tombol pelatihan hopfield
Latih hopfield
Simpan bobot pelatihan
Gambar 3.10 Activity Diagram Pelatihan Hopfield
Universitas Sumatera Utara
Aktor
Open image gigi
Sistem
Tampil image gigi
Threshold gigi
Hasil threshold gigi Klik tombol pengujian backpropagation Pengujian Backpropagation
Tampilkan hasil pengujian
Gambar 3.11 Activity Diagram Pengujian Backpropagation
Aktor
Open image gigi
Sistem
Tampil image gigi
Threshold gigi
Hasil threshold gigi Klik tombol pengujian backpropagation Pengujian Hopfield
Tampilkan hasil pengujian
Gambar 3.12 Activity Diagram Pengujian Hopfield
Universitas Sumatera Utara
3.3. Pseudocode program Pseudocode adalah suatu deskripsi dari algoritama yang disusun dengan mengikuti struktur bahasa pemrograman yang dapat digambarkan dengan mudah sehingga dapat dipahami oleh manusia itu sendiri.
3.3.1. Pseudocode Proses pelatihan JST GRAYSCALE citra_gigi β imread(fullfile(nama_path, nama_file)) citra_grayscale β rgb2gray(citra_gigi)
THRESHOLD [b k] β size(citra_grayscale) nilai_threshold β 130 for x β 1 to b for y β 1 to k if citra_grayscale(x,y)< nilai_threshold citra_threshold(x,y) β 0 elseif citra_grayscale (x,y)>= nilai_threshold citra_threshold (x,y) β 1 end end end REDUKSI DATA citra_threshold[A B] β citra_threshold pos β 0 for i β 1 to 50 for j β 1 to 5 z(i,j) β 0 for k β 1 to 10 pos β pos+1 z(i,j) β z(i,j)+aa(i,pos) end end pos β 0 end pos β 0 for i β 1 to 5 for j β 1 to 5 zz(j,i) β 0 for k β 1 to 10 pos β pos+1 zz(j,i) β zz(j,i)+z(pos,i) end end pos β 0 end for i β 1 to 5 for j β 1 to 5 if(zz(i,j)==100)
Universitas Sumatera Utara
zz(i,j) β 0 else if(zz(i,j)>=1 && zz(i,j)<=99) zz(i,j) β 1 end end end end LATIH JST BACKPROPAGATION input β reduksi_data [A B] β size(input) target β set manual target β targetβ S β jumlah hidden layer TF β fungsi transfer BTF β fungsi pelatihan net β newff(input, target,[S1 S2...S(N-l)],{TF1 TF2...TF(N-l)}, BTF) [net,tr] β train (net,input,target); LATIH JST HOPFIELD input β reduksi_data [A B] β size(input) T β input T β Tβ Ai=target net β newhop(T)
3.3.2. Pseudocode Proses Pengujian JST GRAYSCALE citra_gigi β imread(fullfile(nama_path, nama_file)) citra_grayscale β rgb2gray(citra_gigi)
THRESHOLD [b k] β size(citra_grayscale) nilai_threshold β 130 for x β 1 to b for y β 1 to k if citra_grayscale(x,y)< nilai_threshold citra_threshold(x,y) β 0 elseif citra_grayscale (x,y)>= nilai_threshold citra_threshold (x,y) β 1 end end end REDUKSI DATAUJI citra_threshold[A B] β citra_threshold pos β 0 for i β 1 to 50 for j β 1 to 5 z(i,j) β 0 for k β 1 to 10 pos β pos+1 z(i,j) β z(i,j)+aa(i,pos) Universitas Sumatera Utara
end
end end pos β 0
pos β 0 for i β 1 to 5 for j β 1 to 5 zz(j,i) β 0 for k β 1 to 10 pos β pos+1 zz(j,i) β zz(j,i)+z(pos,i) end end pos β 0 end for i β 1 to 5 for j β 1 to 5 if(zz(i,j)==100) zz(i,j) β 0 else if(zz(i,j)>=1 && zz(i,j)<=99) zz(i,j) β 1 end end end end
PENGUJIAN JST BACKPROPAGATION datauji β reduksi_datauji target β targetβ output=sim(net, datauji) PENGUJIAN JST HOPFIELD datauji β reduksi_datauji T β Tβ TS β time step {} β initial input delay output=sim(net,{TS},{},datauji)
Universitas Sumatera Utara
3.4. Perancangan sistem 3.4.1. Perancangan Flowchart Sistem Flowchart merupakan suatu sekema penggambaran yang menampilkan urutan proses dari suatu sistem. Flowchart memiliki fungsi untuk memudahkan proses pengecekan terhadap sistem yang ingin dibuat apabila ada yang terlupakan dalam analisis masalah. Berikut merupakan flowchart awal dari sistem yang nantinya akan dibangun yang dapat dilihat pada gambar 3.11 Start
Tidak Pelatihan?
Input citra gigi
Ya
Input citra gigi
Threshold
Reduksi Masukkan id gigi
Pengujian JST Threshold
Reduksi
Tampilkan hasil pengujian
Simpan hasil reduksi
Latih JST
Tampilkan hasil pelatihan
End
Gambar 3.13 Flowchart Sistem
Universitas Sumatera Utara
3.4.2. Perancangan Antarmuka (interface) Sistem pendeteksi penyakit gigi ini dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman MATLAB R2007b. Perancangan antar muka ini bertujuan untuk menciptakan suatu tampilan sistem yang memudahkan bagi penggunanya untuk berinteraksi.
3.4.2.1. Form Utama Form utama merupakan tampilan awal pada sistem identifikasi. Berikut merupakan tampilan form utama.
Menu bar pilihan : pelatihan, pengujian, bantuan, dan keluar
Label : Judul Program
Image : Logo USU
Label : Nama dan Nim
Gambar 3.14 Tampilan Rancangan Form Utama
Universitas Sumatera Utara
3.4.2.2. Form Pelatihan Form pelatihan ini terdiri dari dua fungsi utama yaitu pelatihan Backpropagation dan pelatihan Hopfield. Berikut merupakan tampilan form pelatihan.
1
Menu bar berisi menu : utama, pengujian, bantuan dan keluar
2
7
ID
Image latih
8
Reduksi dan simpan
10
9 Latih backpropagation
Latih Hopfield
4
3
Reset
Open
Waktu Proses
11
5 Nama
6
Gambar 3.15 Tampilan Rancangan Form Pelatihan
Keterangan: 1. Menu Bar Terdiri dari sub menu utama, pengujian, bantuan, dan menu keluar. 2. Image Tempat menampilkan image gigi yang dimasukkan oleh pengguna. 3. Tombol Open Merupakan tombol pencarian image gigi yang akan diproses. 4. Tombol Reset Mereset kembali textfield dan axes yang telah dimasukkan oleh pengguna. 5. Texfield
Universitas Sumatera Utara
Menampilkan nama dari file yang dibuka. 6. Threshold Untuk mengubah citra menjadi hitam dan putih (2bit) dari image gigi yang telah dimasukkan 7. Textfield Tempat untuk menginputkan id dari gigi yang akan dilatih untuk kemudian disimpan ke database. 8. Tombol Reduksi dan Simpan Melakukan proses reduksi data kemudian menyimpan hasilnya beserta id yang telah dimasukkan oleh pengguna kedalam database. 9. Tombol Latih Backpropagation Untuk melakukan pelatihan JST Backpropagation. 10. Tombol Latih Hopfield Untuk melakukan pelatihan JST Hopfield. 11. Textfield Menampilkan waktu pelatihan
3.4.2.3. Form Pengujian Form pengujian ini terdiri dari dua fungsi utama yaitu pengujian terhadap jaringan Backpropaagation, dan pengujian terhadap jaringan Hopfield. Berikut merupakan tampilan form pengujian.
Universitas Sumatera Utara
Menu bar berisi menu : utama, pengujian, bantuan dan keluar
2
1
Latih backpropagation
Image uji
Latih Hopfield
4
3
5
8
9
Nama
Reset
Open
7
10
Waktu Proses
Nama
Solusi
11 6 Threshold
Gambar 3.16 Tampilan Rancangan Form Pengujian
Keterangan: 1. Menu Bar Terdiri dari sub menu utama, pelatihan, bantuan dan menu keluar. 2. Image Tempat menampilkan image gigi yang dimasukkan oleh pengguna. 3. Tombol Open Merupakan tombol pencarian image gigi yang akan diproses. 4. Tombol Reset Mereset kembali textfield dan axes yang telah dimasukkan oleh pengguna. 5. Textfield Berisi nama dari file yang dimasukkan. 6. Threshold Untuk mengubah citra menjadi hitam dan putih (2bit) dari image gigi yang telah dimasukkan 7. Tombol Kenali Backpro
Universitas Sumatera Utara
Untuk melakukan pengujian terhadap image yang dimasukkan. 8. Tombol Kenali Hopfield Untuk melakukan pengujian terhadap image yang dimasukkan. 9. Textfield Menampilkan nama gigi hasil pengujian. 10. Textfield Menampilkan waktu proses pengujian. 11. Textfield Menampilkan solusi perawatan gigi dari hasil pengujian.
3.4.2.5. Form Bantuan Form bantuan ini berfungsi untuk menampilkan tata cara penggunaan system, adapun menu bantuan ini terdapat pada setiap form. Berikut merupakan tampilan dari form bantuan.
1
Menu bar pilihan menu : menu keluar BANTUAN
2
Gambar 3.17 Tampilan Rancangan Form Bantuan
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: 1. Menu Bar Terdiri dari sub menu keluar untuk kembali ke form bantuan itu berada. 2. List Box Tempat menampilkan langkah-langkah penggunaan suatu bentuk tampilan dimana menu bantuan itu berada.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
4.1. Implementasi Setelah tahap analisis dan perancangan sistem selesai yaitu tahap implementasi dan pengujian terhadap sistem, selanjutnya akan dilakukan tahap implementasi dan pengujian terhadap sistem yang telah dibangun. Sistem identifikasi penyakit gigi ini menggunakan bahasa pemrograman MATLAB R2007b dan menggunakan Microsoft excel 2007 sebagai media penyimpanan. Pada sistem ini terdapat 7 form yaitu form utama, form pelatihan, form pengujian, form bantuanUtama, form bantuanPelatihan, form bantuanPengujian, dan form gambar.
4.1.1. Form Utama Form utama merupakan form tampilan awal ketika sistem ini dijalankan. Pada form ini terdapat keterangan judul skripsi, nama dan nim, logo universitas, serta menu bar untuk membawa pengguna kepada form-form selanjutnya. Adapun menu bar ini terdiri atas menu pelatihan, menu pengujian, menu bantuan, dan menu keluar. Adapun tampilan dari form utama adalah sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1. Form Utama
4.1.2. Form Pelatihan Form pelatihan ini terdiri dari dua metode pelatihan baik terhadap Backpropagation maupun Hopfield. Hal pertama yang dilakukan adalah penginputan citra dengan menekan tombol open. Berikut ini adalah tampilan dari form pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2. Form Pelatihan
Gambar 4.3. Form Pelatihan Setelah Membuka File Citra
Kemudian melakukan proses threshold, proses threshold ini dilakukan dengan menekan tombol threshold sehingga terbentuk citra biner gigi yang mewakili bentuk gigi dari citra aslinya. Berikut ini adalah tampilan form setelah melakukan proses threshold pada citra gigi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4. Gambar Gigi Setelah Melakukan Proses Threshold
Lalu dilakukan proses reduksi terhadap data hasil citra biner sekaligus data tersebut disimpan kedalam database. Setelah semua citra pengujian melakukan proses reduksi dan simpan maka tahapan selanjutnya yaitu melakukan proses pelatihan Backpropagation atau proses pelatihan Hopfield.
Gambar 4.5. Form Setelah Proses Threshold pada Citra Gigi
Universitas Sumatera Utara
4.1.3. Form Pengujian Form pengujian ini terdiri dari dua metode pengujian yaitu pengenalan dengan menggunakan Backpropagation dan pengenalan menggunakan Hopfield. Hal pertama yang dilakukan adalah penginputan citra dengan menggunakan tombol open dan kemudian melakukan proses threshold. Proses threshold ini dilakukan dengan menggeser slider hingga pada posisi tertentu sehingga terbentuk citra biner gigi yang mewakili bentuk gigi dari citra aslinya.
Langkah selanjutnya adalah melakukan proses pengenalan dengan menekan tombol kenali backprogation atau dengan menekan tombol kenali Hopfield. Jika proses pengenalan berhasil mengenali objek gigi maka akan menampilkan nama beserta solusi pengobatan dari objek gigi tersebut. Jika tidak berhasil mengenali objek gigi maka akan muncul nama dari objek gigi tersebut tidak dikenali. Dalam form ini juga menampilkan lamanya waktu proses pengenalan baik dia dikenali kmaupun tidak dikenali.
Gambar 4.6. Form Pengujian
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.7. Hasil Pengujian dengan Backpropagation
Gambar 4.8. Hasil Pengujian dengan Hopfield
4.1.4. Form Bantuan Utama Form bantuanUtama berfungsi untuk membantu pengguna cara mengoperasikan tampilan utama sistem ini. Berikut merupakan tampilan dari form bantuanUtama.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.9. Form Menu Bantuan
4.1.5. Form Bantuan Pelatihan Form bantuanPelatihan berfungsi untuk membantu pengguna cara mengoperasikan form pelatihan. Berikut merupakan tampilan dari form bantuanPelatihan.
Gambar 4.10. Form Bantuan Pelatihan
4.1.6. Form Bantuan Pengujian Form bantuanPelatihan berfungsi untuk membantu pengguna cara mengoperasikan form pengujian. Berikut merupakan tampilan dari form bantuanPelatihan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.11. Form Bantuan Pengujian
4.2. Pengujian Pengujian ini dilakukan guna untuk mengetahui apakah sistem yang telah dibangun dapat mengidentifikasi penyakit gigi dengan baik melalui jaringan syaraf tiruan baik melalui metode Backpropagation atau melalui metode Hopfield. Dimana yang menjadi parameter pengujian adalah metode mana yang tebih cepat dan tepat dalam mengenali penyakit gigi.
4.2.1. Kecepatan Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan Adapun data-data objek gigi yang telah melalui proses threshold dan melalui proses reduksi yang disimpan dalam bentuk vektor input untuk kemudian digunakan dalam pelatihan akan ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 4.1. Vektor Input Pelatihan Nama
Nilai Threshold
Vektor input
Karies1
130
00011 11111 11011 11110
Karies2
130
11011 11101 11110 11101
10000
111 11
Universitas Sumatera Utara
Nama
Nilai Threshold
Vector input
Karies3
130
10001 10111 10111 10111 10001
Pulpitis1
130
11111 11111 11111 01111 111 11
Pulpitis2
130
11111 10111 10110 11111 11111
Pulpitis3
130
01101 01001 10111 11111 11100
Gingivitis1
130
11111 11001 11101 11100 11101
Gingivitis2
130
Gingivitis3
130
10111 10111 11111 10111 10111
Absesgigi1
130
11110
Absesgigi2
130
10111 10100 11011 10111 11111
Absesgigi3
130
11111
1111 11110 11111 11110
111111
10111 10111 11110 11111
11101 11011 00101 11101
Universitas Sumatera Utara
Adapun catatan waktu dari pelatihan terhadap kedua metode tersebut yaitu sebagai berikut:
Gambar 4.12. Catatan Waktu Pelatihan JST Backpropagation
Gambar 4.13. Catatan Waktu Pelatihan JST Hopfield
Berdasarkan hasil pelatihan metode backpropagation dengan menggunakan 12 input, 12 hidden layer, 4 output, dan goal performance 0,0001 serta maksimum epoch
Universitas Sumatera Utara
50000 menghasilkan waktu proses 23,5163 detik. Sedangkan dengan menggunakan metode hopfield dengan inputan di-set sehingga menjadi target dengan matriks notasi sesuai dengan jumlah data pelatihan yaitu 12 menghasilkan waktu proses 5,86486 detik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jaringan sayaraf tiruan hopfield lebih cepat dalam melalukan proses pelatihan.
4.2.2. Kecepatan dan Ketepatan Pengujian Jaringan Syaraf Tiruan Berikut adalah hasil pengujian antara menggunakan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation atau hopfield dengan fokus utama adalah melihat ketepatan dan kecepatannya. Dalam penentuan ketepatan, nilai target sangat penting terhadap output yang dihasilkan serta nilai threshold yang kita lakukan pada bagian pelatihan terhadap masing-masing gigi. Berikut merupakan beberapa tampilan dari kemampuan jaringan backpropagation maupun hopfield dalam mengenali suatu objek.
Gambar 4.14. Pengujian JST Backpropagation Terhadap Objek
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.15. Pengujian JST Hopfield Terhadap Objek
Berikut ini tersaji tabel yang memperlihatkan kecepatan serta ketepatan pengenalan terhadap penyakit gigi yang terlatih dengan menggunakan threshold yang sesuai dengan pelatihannya juga menggunakan metode backpropagation.
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Metode Backpropagation No
Nama
Target
Nilai
Output
Hasil
1000
Karies
Waktu
Treshold 1
Karies1
1000
130
9.36184 detik
2
Karies2
1000
130
1000
Karies
3.94665 detik
3
Karies3
1000
130
1000
Karies
3.92088 detik
4
Pulpitis1
0100
130
0100
Pulpitis
3.82945 detik
Universitas Sumatera Utara
Nama
Target
Nilai
Output
Hasil
0100
Pulpitis
Waktu
Threshold 5
Pulpitis2
0100
130
3.93389 detik
6
Pulpitis3
0100
130
0100
Pulpitis
4.03181 detik
7
Gingivitis1
0010
130
0010
Gingivitis
4.00385 detik
8
Gingivitis2
0010
130
0010
Gingivitis
3.98877 detik
9
Gingivitis3
0010
130
0010
Gingivitis
4.18776 detik
10
Absesgigi1
0001
130
0001
Absesgigi
3.90097 detik
11
Absesgigi2
0001
130
0001
Absesgigi
4.11463 detik
12
Absesgigi3
0001
130
0001
Absesgigi
4.00469 detik
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa apabila nilai threshold pada saat pelatihan dan pengujian sama maka akan didapatkan hasil 100% sama. Nilai threshold ini sangat berpengaruh pada proses reduksi data, dimana hasil dari reduksi data inilah yang dijadikan inputan pada jaringan.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya berikut ini tersaji tabel yang memperlihatkan kecepatan serta ketepatan pengenalan terhadap penyakit gigi yang terlatih dengan menggunakan threshold yang sesuai dengan pelatihannya juga menggunakan metode hopfield.
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Metode Hopfield No
Nama
Target
Nilai Treshold
Hasil
Output
1
Karies1
00011
130
Karies
00011
7.86698
11111
11111
detik
11011
11011
11110
11110
10000
10000
2
3
4
5
Karies2
Karies3
Pulpitis1
Pulpitis2
11011
11011
3.94665
11101
11101
detik
11110
11110
11101
11101
11111
11111
10001
130
130
Karies
Waktu
Karies
10001
10111
10111
10111
10111
10111
10111
10001
10001
11111
11111
3.82945
11111
11111
detik
11111
11111
01111
01111
11111
11111
11111
130
130
Pulpitis
3.92088 detik
Pulpitis
11111
3.93389
10111
10111
detik
10110
10110
11111
11111
11111
11111
Universitas Sumatera Utara
No
Nama
Target
Nilai Treshold
Hasil
Output
6
Pulpitis3
01101
130
Pulpitis
01101
4.03181
01001
01001
detik
10111
10111
11111
11111
11100
11100
7
Gingivitis1
11111
130
11001
8
Gingivitis2
Gingivitis3
Absesgigi1
Absesgigi2
is
11001
detik
11100
11101
11101 130
Gingivit
11111
3.98877
is
11101
detik
11111
11111
11101
11101
11111
11111
10111
130
Gingivit
10111
4.18776
is
10111
detik
11111
11111
10111
10111
10111
10111
11110
130
10111
11
4.00385
11100
10111
10
11111
11101
11101
9
Gingivit
11101
11111
Absesgi
11110
3.90097
gi
10111
detik
10111
10111
11110
11110
11111
11111
10111 10100
130
Waktu
Absesgi
10111
4.11463
gi
10100
detik
11011
11011
10111
10111
11111
11111
Universitas Sumatera Utara
No
Nama
Target
Nilai Treshold
Hasil
Output
12
Absesgigi3
11111
130
Absesgi
11111
4.00469
gi
11101
detik
11101 11011
11011
00101
00101
11101
11101
Waktu
Dari tabel diatas dapat diketahui juga jika nilai threshold pada saat pelatihan sama dengan pengujian akan menghasilkan hasil 100% sama karena nilai threshold sangat berpengaruh pada proses reduksi dimana data hasil reduksi merupakan inputan bagi jaringan. Jadi, baik pada metode backpropagation maupun hopfield akan menghasilkan hasil 100% sama ketika data yang diuji sesuai dengan data yang dilatih.
Kemudian selanjutnya akan ditampilkan tabel yang memperlihatkan kecepatan serta ketepatan pengenalan terhadap penyakit gigi yang tidak terlatih dengan menggunakan metode backpropagation.
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Metode Backpropagation Menggunakan Data Masukan Tidak Terlatih No
Nama
Target
Nilai
Output
Hasil
Waktu
1000
Karies
4.23883
Threshold 1
Karies1
1000
130
detik
2
Karies2
1000
130
1000
Karies
4.10696 detik
3
Karies3
1000
130
1000
Karies
4.13538 detik
Universitas Sumatera Utara
4
Gingivitis1
0010
130
0010
Gingivitis
4.27802 detik
5
Pulpitis1
0100
130
0100
Pulpitis
5.18435 detik
6
Pulpitis2
0100
130
0010
gingivitis
8.44938 detik
7
Absesgigi1
0001
130
0001
absesgigi
4.19276 detik
Dari tabel diatas dapat diketahui pengujian backpropagation menghasilkan 93,3% hasil yang sesuai dengan menggunakan inputan objek yang tidak terlatih. Adapun kesalahan-kesalahan yang terjadi dikarenakan :
1. Data No.6 (Pulpitis2) dengan nilai target (0100) menghasilkan nilai output (0010) dimana nilai output tersebut merupakan nilai target dari penyakit gingivitis sehingga hasil keluaran dari proses pengujian adalah gingivitis. Dimana output seharusnya sesuai dengan nilai target yang ingin dicapai.
Kemudian selanjutnya akan ditampilkan tabel yang memperlihatkan kecepatan serta ketepatan pengenalan terhadap penyakit gigi yang tidak terlatih dengan menggunakan metode Hopfield.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Metode Hopfield Menggunakan Data Masukan Tidak Terlatih No
Nama
Target
Nilai
Output
Hasil
Waktu
00011 11111 11111 11111 10010
Karies
1.83759
11111 10111 10110 11111 11111
pulpitis
11111 10111 10110 11011 11111
Pulpitis
11111 11001 11101 11100 11101 11011 11111 11110 01111 11111
Gingivitis
11111 11111 11111 01111 11111
Pulpitis
10111 10100 11011 10111 11111
absesgigi
Threshold 1
2
3
4
5
6
7
Karies1
Karies2
Karies3
Gingivitis1
Pulpitis1
Pulpitis
Absesgigi1
00011 11111 11111 11111 10010
130
11111 11111 11111 01111 11111
130
11011 11101 11111 11101 11011
130
11111 11001 11101 11100 11101 11011 11111 11110 01111 11111
130
11111 11111 11111 01111 11111
130
10111 10100 11011 10111 11111
130
130
Detik
1.77975 Detik
4.13538 Detik
4.27802 detik
Pulpitis
5.18435 detik
8.44938 detik
4.19276 detik
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel diatas dapat diketahui pengujian hopfield menghasilkan keluaran yang sesuai sebesar 82,4%. Dimana syarat dari jaringan hopfield dalam melakukan pengujian adalah nilai dari input vector (Invec) harus sama dengan output vector (Outvec) yaitu kondisi stabil (stable state),. Berikut merupakan kesalahan yang terjadi beserta penjelasannya. 1. Data No.2 dimana nilai target (11111 11111 11111 0111 11111) menghasilkan output vector (11111 10111 10110 11111 11111) sehingga menghasilkan keluaran pada saat pengujian berupa penyakit gigi pulpitis, dikarenakan nilai output yang dihasilkan adalah nilai target dari pulpitis. 2. Data No.3 dimana nilai target (11011 11101 11111 1101 11011) menghasilkan output vector (11111 10111 10110 11111 11111) sehingga menghasilkan keluaran pada saat pengujian berupa penyakit gigi pulpitis, dikarenakan nilai output yang dihasilkan adalah nilai target dari pulpitis. 3. Data lainnya berhasil mengenali dengan tepat dikarenakan nilai output sesuai dengan target yang diharapkan. 4.2.3. Kesimpulan Kecepatan Pengujian Jaringan Syaraf Tiruan Adapun kesimpulan dari pengujian ini ditampilkan dalam bentuk grafik yaitu grafik perbandingan kecepatan dari metode Backpropagation dan metode Hopfield. Waktu
9 detik
8 detik 7 detik Waktu Pengujian Backpropagation 6 detik
Waktu Pengujian Hopfield
5 detik 4 detik 3 detik 2 detik 1 detik Penyakit Gigi karies1 karies2
karies3 Pulpitis1 Pulpitis2
Pulpitis3 Gingivitis1 Gingivitis2 Gingivitis3 Absesgigi1 Absesgigi2 Absesgigi3
Gambar 4.16. Grafik Kecepatan metode Backpropagation dan Metode Hopfield Dari tabel diatas dapat diketahui hasil pregujian kecepatan dari kedua metode adalah 100% dikenalin. Dan untuk kecepatan kedua metode dapat disimpulkan bahwa metode Hopfield lebih cepat dalam proses pendeteksian dibandingkan dengan metode backpropagation.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil uji coba disertai dengan pembahasan dan evaluasi yang diperoleh dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diperolehlah kesimpulan seperti berikut: 1. Jaringan syaraf tiruan dapat digunakan untuk melakukan pendekteksian terhadap objek tertentu dalam hal ini yaitu penyakit gigi. 2. Metode backpropagation menghasilkan ketepatan pendeteksian sebesar 100% dan metode Hopfield sebesar 100% dengan menggunakan image pelatihan dengan nilai threshold mendekati pada saat pelatihan 3. Metode backpropagation menghasilkan ketepatan pendeteksian sebesar 100% dan metode Hopfield sebesar 100% dengan menggunakan data sesuai dengan pelatihan. 4. Metode backpropagation menghasilkan ketepatan pendeteksian sebesar 93,3%
dan metode Hopfield sebesar 82,3%
dengan menggunakan data
berbeda dengan pelatihan. 5. Metode hopfield dapat melakukan pendekteksian penyakit gigi lebih cepat dari pada metode backpropagation dengan rata-rata waktu 2,46 sampai 5,65 detik. 6. Semakin banyak data yang dimasukkan, maka hasil pengujian akan lebih baik namun memakan waktu lebih lama.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Saran Untuk melakukan pengembangan terhadap sistem yang telah dibangun ini, penulis menyarankan agar: 1. Sistem ini dapat dikembangkan lagi bukan hanya untuk mendeteksi penyakit pada gigi melainkan untuk mendeteksi penyakit penyakit lainnya 2. Perlu
dilakukan
penelitian
pengenalan
pola
penyakit
gigi
dengan
menggunakan metode lain yaitu seperti metode LVQ dan metode assosiative memory. 3. Menggunakan lebih banyak data lagi sehingga hasil yang didapatkan lebih maksimal. 4. Data yang digunakan untuk diuji dapat ditambah lebih banyak lagi yaitu berupa ukuran piksel dari citra yang diuji yang nantinya menentukan besarnya jumlah data, sehinggga akurasi dan jaringan yang dihasilkan bisa lebih maksimal.
Universitas Sumatera Utara