8
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1
Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang No.16 tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa “pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Definisi pajak (Resmi, 2008:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan ,dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut (Muljono, 2007:3) istilah pajak mengandung sebagai pengertian yang hampir sama seperti berikut ini: 1.
Iuran atau kontribusi.
2.
Dari rakyat atau dari Wajib Pajak kepada negara.
3.
Terutang atau dibayar orang pribadi atau badan.
8
9
4.
Memaksa atau wajib berdasarkan Undang-Undang.
5.
Tidak mendapat imbalan langsung atau mendapat imbalan tidak langsung.
6.
Untuk keperluan negara atau kemakmuran rakyat. Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian
secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan), maka dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut : 1.
Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas unadang-undang serta aturan pelaksanaanya.
2.
Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/ administrator pajak).
3.
Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4.
Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
5.
Selain fungsi budgetair (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara / Anggaran Negara. Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk
10
mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur regulatif) (Sumarsan, 2013:4). 2.1.2 Jenis-Jenis Pajak Menurut
(Mardiasmo
2011:5-6)
jenis-jenis
pajak
dibedakan
berdasarkan golongan, sifat dan lembaga yang memungut yaitu: 1.
Menurut golongan
a.
Pajak langsung, merupakan pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).
b.
Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2.
Menurut sifat
a.
Pajak subjektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh : PPh.
b.
Pajak objektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada objeknya, tanpa harus memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
3.
Menurut lembaga yang memungut
a.
Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : PPN
b.
Pajak daerah, merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga pemerintah daerah. Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor.
11
2.1.3 Fungsi Pajak Pada dasarnya secara umum fungsi pajak adalah sebagai salah satu sumber keuangan negara, namun di sisi lain pajak juga mempunyai fungsi lain yang tidak kalah penting yaitu berfungsi sebagai pengatur. Menurut (Mardiasmo 2011:1-2) fungsi pajak antara lain: 1.
Fungsi budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk menbiayai pengeluaranpengeluaran negara. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2.
Fungsi mengatur (regulerend) Pajak mempunyai fungsi untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang ekonomi maupun sosial. Contohnya yaitu pengenaan tarif pajak yang tinggi untuk minuman keras, sehingga perdagangannya dapat ditekan. Demikian juga untuk pajak barang mewah sehingga mengurangi gaya hidup komsumtif.
2.1.4
Syarat Pemungut Pajak
Syarat pemungut pajak menurut (Mardiasmo, 2011:2), yaitu: a.
Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu untuk mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan pajak harus adil, dimana pengenaan pajak harus sama antar Wajib Pajak serta disesuaikan dengan kemampuan Wajib Pajak
12
yang bersangkutan. Sedangkan dalam pelaksanaanya dilakukan dengan pemberian hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan dalam kewajiban pembayaran pajaknya, dan diperbolehkan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. b.
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat (2), hal ini memberikan jaminan hukum kepada Wajib Pajak untuk dapat menyatakan keadilan, baik bagi kepentingan negara maupun warga negaranya.
2.1.5
Sistem Administrasi Perpajakan Menurut (Rahayu, 2010:93), administrasi merupakan suatu proses yang
dinamis dan berkelanjutan, yang digerakkan untuk mencapai suatu tujuan dengan jalan memanfaatkan orang dan material melelui koordinasi dan kerjasama. Sedangkan administrasi pajak dalam arti prosedur meliputi beberapa tahap, yaitu dimulai Wajib Pajak mendaftarkan diri, penetapan pajak, pembayaran pajak, pelaporan pajak, dan penagihan pajak. (Nurmantu, 2003:106) memaparkan bahwa sistem perpajakan suatu negara terdiri atas tiga unsur, yaitu Tax Policy, Tax Law, Tax Administration. Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metode atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat mengalir ke kas negara. Dalam melakukan pemungutan pajak pemerintah menetapkan sistem pemungutan pajak dengan menggunakan Self Assesment System, dengan sistim ini
13
pemerintah ingin memberikan kepercayaan secara penuh kepada masyarakat wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya sendiri dengan cara menghitung sendiri, menyetor jumlah pajaknya sendiri, serta mengisi dan melaporkan laporan pajaknya sendiri sesuai perhitungan dan data yang dimiliki sendiri oleh wajib pajak. Salah satu indikator administrasi perpajakan yang baik adalah tingkat efisiensi. Pertama, jika dilihat dari sisi fiskus, pemungutan pajak dapat dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh kantor pajak (dalam hal pengawasan kewajiban Wajib Pajak) lebih rendah dari jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Kedua, efisiensi dilihat dari sisi Wajib Pajak, sistem pemungutan pajak pajak dikatakan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya seminimal mungkin. Jadi, pemungutan pajak dikatakan efisien jika compliance cost-nya rendah (Rosdiana, 2012:103). 2.1.6 Kepatuhan Wajib Pajak Sistem pemungutan pajak yang berlaku di indonesia adalah self assessment system dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak. Fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan. Kondisi perpajakan menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya yang membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela, dimana wajib pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.
14
Menurut (Deviano dan Siti, 2006:110) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan terdapat 2 macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material: 1.
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.
2.
Kepatuhan meterial adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Menurut (Hanggana, 2008), penelitian tentang kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak belum banyak dilakukan, hal ini disebabkan kesulitan mendapatkan responden. Secara intuitif, dapat diduga tidak seorangpun suka membayar pajak, ketidaksukaan membayar pajak akan dilakukan dengan tidak menaati peraturan perpajakan, khususnya besarnya pajak yang dibayarkan. Wajib pajak
memiliki
naluri
alamiah
menyembunyikan
informasi
perilaku
ketidakpatuhan mereka dan berusaha menyembunyikan kejahatan perpajakan yang dilakukan kepada siapapun juga. Dari berbagai penjelasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan Pengusaha Kena Pajak adalah kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi semua peraturan perundang-undangan perpajakan, baik kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan pelaporan, kepatuhan dalam
15
perhitungan dan pembayaran pajak terhutang maupun Kepatuhan Wajib Pajak dalam pembayaran tunggakan pajak terhutangnya. Kriteria pengusaha pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.235/KMK.03/2003 adalah: 1. Tepat wktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir. 2. Tidak mempunyai tunggakan pajak atau untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. 3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bagian perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. 4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terhutang paling banyak 5%. 5. Wajib Pajak yang laporan keuangan untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba fiskal.
2.1.7 Reformasi Administrasi Perpajakan Reformasi perpajakan tidak harus selalu dikaitkan dengan modernisasi perpajakan secara teknologi informasi. Sejalan dengan esensinya dalam hal reformasi, administrasi perpajakan seharusnya merupakan suatu langkah perubahan yang sengaja dilakukan agar sistem administrasi dapat menjadi dasar
16
pionir dalam perubahan sosial dan sebagai instrumen dalam persamaan politik,, keadaan sosial, dan pertumbuhan ekonomi, (Rosdiana, 2012:5). (Keban, 2004:2) mengutip pendapat Trecker, administrasi merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan orang dan material melalui koordinasi dan kerjasama. Sejak dilakukannya pembaharuan perpajakan nasional (tax reform) tahun 1983, pemerintah secara terus-menerusberupaya menyempurnakan sistem perpajakan nasional. Selain dilakukan terhadap kebijakanperpajakan dan undangundangnya, perbaikan juga mencakup administrasi perpajakan. Administrasi merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan orang dan material melalui koordinasi dan kerjasama. Program-program reformasi administrasi perpajakan jangka menengah Direktorat Jenderal Pajak menurut (Purnomo, 2004: 218-233) antara lain: 1. Meningkatkan Kepatuhan Perpajakan 1) Meningkatkan Kepatuhan Sukarela a. Program kampanye sadar dan peduli pajak b. Program pengembangan pelayanan perpajakan 2) Memelihara Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Patuh a. Program pengembangan Pelayanan Prima b. Program penyederhanaan pemenuhan kewajiban perpajakan
17
3) Menangkal Ketidakpatuhan Perpajakan a. Program merevisi pengenaan sanksi b. Program menyikapi berbagai kelompok Wajib Pajak tidak patuh c. Program meningkatkan efektivitas pemeriksaan d. Program modernisasi aturan dan metode pemeriksaan dan penagihan e. Program penyempurnaan ekstensifikasi f. Program pemanfaatan teknologi terkini dan pengembangan IT masterplan g. Program pengembangan dan pemanfaatan bank data 2.
Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat terhadap Administrasi Perpajakan 1. Meningkatkan Citra Direktorat Jendral Pajak a. Program merevisi UU KUP b. Program penerapan Good Corporate Governance c. Program perbaikan mekanisme keberatan dan banding d. Program penyempurnaan prosedur pemeriksaan 2. Melanjutkan pengembangan Administrasi Large Taxpayer Office (LTO) atau Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar. a. Program peningkatan pelayanan, pemeriksaan dan penagihan pada LTO b. Program peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar pada LTO selain BUMN/BUMD c. Program penerapan sistem administrasi LTO pada kanwil Direktorat Jendral Pajak d. Program penerapan sistem administrasi LTO pada kanwil lainnya.
18
Meningkatkan produktivitas Aparat Perpajakan a. Program reorganisasi Direktorat Jendral Pajak berdasarkan fungsi dan kelompok Wajib Pajak. b. Program peningkatan kemampuan pengawasan dan pembinaan oleh kantor pusat/kanwil Diektorat Jendral Pajak. c. Program penyusunan kebijakan batu untuk manajemen Sumber Daya Manusia d. Program peningkatan mutu sarana dan prasarana kerja e. Program peyusunan rencana kerja operasional Menurut
(Nasucha,
2004:69-77),
empat
dimensi
reformasi
administrasi
perpajakan, yaitu: 1. Struktur organisasi Bahwa struktur organisasi adalah unsur yang berkaitan dengan pola-pola peran yang sudah ditentukan dan hubungan antar peran, alokasi kegiatan kepada sub unit-sub unti terpisah, pendistribusian wewenang di antara posisi administatif, dan jaringan komunikasi formal. 2. Prosedur organisasi Prosedur organisasi berkaitan dengan proses komunikasi, pengambilan keputusan, pemilihan prestasi , sosialisasi dan karier. Pembahasan dan pemahaman prosedur organisasi berpijak pada aktivitas organisasi yang dilakukan secara teratur.
19
3. Strategi organisasi Strategi organisasi dipandang sebagai siasat, sikap pandangan dan tindakan yang bertujuan memanfaatkan segala keadaan, faktor, peluang, dan sumber daya, yang ada sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berhasil. Strategi berkembang dari waktu ke waktu sebagai pola arus keputusan yang bermakna. 4. Budaya organisasi Budaya organisasi didefinisikan sebagai sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam organisasi dan mengarah perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi mewakili persepsi umum yang dimiliki oleh anggota organisasi. 2.1.8
Modernisasi Perpajakan Indonesia Sejak awal tahun 2000-an, modernisasi telah menjadi bahan
pembicaraan di lingkungan Direktorat Jendral Pajak, Departemen Keuangan Republik Indonesia. Hal itu dilakukan untuk tujuan menerapkan good governance dan pelayanan prima kepada masyarakat, demikian juga dengan tuntutan pelayanan yang lebih baik dari stakeholders. Dengan demikian, diharapkan semua unit kerja di kantor pusat, kantor wilayah dan KPP sebagai unit pelaksana operasional perpajakan bersiap dan berbenah
dalam
rangka
menyambut,
memahami,
menyesuaikan
serta
mengimplementasikan modernisasi sistem administrasi perpajakan sesuai dengan
20
konsep, prinsip dan sasaran yang sudah ditetapkan di masing-masing unit (Pandiangan , 2008:2-3) Pada tahun 2002 modernisasi administrasi perpajakan ditandai dengan keluarnya Keputusan Menteri Keuangan No.65/KMK.01/2002 yang membentuk 2 KPP Wajib Pajak Besar (Large Taxpayer’s Office) yaitu KPP WP Besar I dan II yang berkedudukan di Jakarta. Menurut (Widodo, 2008:63) KPP melayani Wajib Pajak yang masuk dalam kategori pembayar pajak terbesar di Indonesia dan melayani administrasi Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Modernisasi perpajakan yang dilakukan merupakan bagian salah satu dari reformasi perpajakan secara komprehensif yang dilakukan sebagai satu kesatuan terhadap tiga bidang pokok yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu bidang administrasi, bidang peraturan dan bidang pengawasan (Rahayu, 2010:109). Adapun tujuan modernisasi perpajakan adalah menjawab latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan, yaitu : a. Tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi, b. Tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan c. Tercapainya tingkat produktifitas pegawai pajak yang tinggi.
21
2.2
Rerangka Pemikiran Beberapa indikator kepatuhan wajib pajak (Simanjuntak, 2012:103)
antara lain mendaftarkan diri (untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak maupun untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak), menghitung besarnya kewajiban pajak, membayar hutang pajak, menyampaikan dan mengembalikan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan pajak tepat waktu, dan melakukan pencatatan dan pembukuan. Dengan penerapan modernisasi sistem administrasi perpajakan, diharapkan bepengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
Penerapan Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan
Struktur
Strategi
Prosedur
Budaya
Organisasi
Organisasi
Organisasi
Organisasi
Kepatuhan Wajib Pajak Badan Meningkat
Gambar 1 Skema Rerangka Berfikir
22
2.3
Perumusan Hipotesis Menurut (Pandiangan, 2008:3) terdapat beberapa kondisi menjelang
dekade 2000 yang menjadi dasar sekaligus sasaran dalam tujuan modernisasi perpajakan dilakukan. Salah satunya adalah aspek administrasi perpajakan yang ada di Indonesia. Adanya harapan untuk pelaksanaan pelayanan yang cepat, murah, dan mudah dari masyarakat menuntut perubahan dalam kondisi sistem administrasi perpajakan yang lebih baik dari sistim sebelumnya. Dengan adanya reformasi sistem administrasi perpajakan terutama penggunaan teknologi informasi melalui pelayanan kepada wajib pajak. Perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan kesadaran Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan rerangka pemikiran pada gambar 1, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: H1: Penerapan Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan dari segi struktur organisasi Mempunyai Pengaruh yang Positif Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan. H2: Penerapan Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan dari segi strategi organisasi Mempunyai Pengaruh yang Positif Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan. H3: Penerapan Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan dari segi prosedur organisasi Mempunyai Pengaruh yang Positif Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan.
23
H4: Penerapan Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan dari segi budaya organisasi Mempunyai Pengaruh yang Positif Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan.