6
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1
Tinjauan Teoretis
2.1. 1 Risiko dan Jenis Risiko pemeriksaan Harjito (2014:415) menjelaskan bahwa Pengertian risiko sendiri merupakan penyimpangan hasil return yang diperoleh dari rencana hasil return yang diharapkan. Dengan demikian apabila kita membicarakan risiko investasi berarti kita menganalisis kemungkinan tidak tercapainya hasil (keuntungan) yang diharapkan. Menurut Idroes (2008:4) resiko merupakan bahaya, atau dapat disimpulkan bahwa resiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Risiko adalah sisi yang berlawanan dari peluang untuk mencapai tujuan. Kata kuncinya adalah “tinjauan” dan “dampak atau sisi yang berlawanan”. Penjelasannya adalah sebagai berikut. Guna mempertahankan eksistensi kehidupan, maka diperlukan suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan tindakan atau aktivitas. Dan aktivitas tersebut memiliki risiko, dan jika dampaknya berlawanan, aktivitas akan memberikan peluang untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kembali kepada contoh yang diatas, untuk bekerja, terdapat risiko hilangnya waktu senggang, gangguan kesehatan, serta kemungkinan dipecat.
6
7
Akan tetapi apakah dengan adanya risiko tersebut seorang memutuskan untuk tidak bekerja?. Pilihan untuk tidak bekerja tentu memiliki konsekuensi yang tidak sama dengan pilihan untuk bekerja. Dengan tidak bekerja, seseorang tidak akan memperoleh keuntungan finansial, karier, dan prestise. Namun, tidak bekerja belum tentu menghindarkannya dari risiko hilangannya waktu senggang Dan gangguan kesehatan. Bahkan tidak bekerja justru dapat menimbulkan risiko tambahan seperti rendah diri dan depresi.. Idroes (2008:5) menjelaskan Ada dua klasifikasi utama mengenai risiko, yakini risiko bisnis atau biasa disebut dengan business risk dan resiko kecurangan atau biasa disebut dengan fraud risk. Dalam kedua resiko ini ada kemungkinan salah saji yang material, perbedaanya adalah, risiko kecurangan itu mengandung unsur kesengajaan. Untuk tujuan pembahasan, kerentanan terhadap risiko atau biasa disebut dengan risk exposure dikelompokan menjadi resiko rendah atau low risk, resiko sedang atau moderate risk dan resiko tinggi atau biasa disebut dengan high risk . berikut ini ada dua klasifikasi utama mengenai risiko: 1.
Risiko bisnis atau business risk Istilah risiko bisnis, tidak merupakan sekedar risiko salah saji yang
material Dalam laporan keuangan. Risiko bisnis berasal dari kondisi, pristiwa, situasi, tindakan, bahkan “tidak mengambil tindakan” atau biasa disebut dengan in action
dapat berdampak negatif terhadap kemampuan perusahaan mencapai
tujuannya dan melaksanakan strateginya. Termasuk didalamnya, penetapan tujuan dan strategi yang tidak tepat. Risiko bisnis juga meliputi pristiwa yang timbul
8
akibat perubahan, kompleksitas, atau gagal melihat kebutuhan untuk berubah. Perubahan dapat berasal dari: a. Pengembangan produk baru yang bisa gagal; b. Pasar
yang
tidak
cukup
besar,
sekalipun
produk
baru
sukses
dikembangkan; c. Kegagalan produk yang bisa menimbulkan tututan dan menghancurkan reputasi; d. Tutuntutan hukum juga bisa terjadi justru ketika produknya sukses, dan saingan menuntut karena dugaan pelanggaran hak cipta, seperti dalam kasus elektronik apple versus Samsung. 2.
Risiko kecurangan atau fraud risk Risiko kecurangan berhubungan dengan pristiwa atau kondisi yang
berindikasi adanya inisiatif atau tekanan untuk melakukan kecurangan atau adanya peluang untuk melakukan kecurangan. Dalam hal ini auditor berperan penting dalam identifikasi faktor risiko bisnis dan faktor risiko kecurangan. Dan dari
peristiwa-
peristiwa
tersebut
akan
meningkatkan
pelung
untuk
mengidentifikasi adanya risiko salah saji yang material. Namun, bukanlah tanggung jawab auditor untuk mengidentifikasi atau menilai semua kemungkinan risiko bisnis. Institut Akuntan publik Indonesia (2008) menekankan bahwa jenis risiko pemeriksaan antara lain: 3.
Risiko bawaan atau inherent risk Penilaian risiko bawaan atau inherent risk untuk suatu asersi berdampak
langsung terhadap penentuan tingkat prosedur substantif. Ada berbagai kesulitan
9
dalam menilai risiko bawaan dari entitas bisnis kecil, seperti risiko meningkat karena konsentrasi kepemilikan dan pengendalian. Bagaimanapun, penilaian auditor terhadap risiko bawaan pada bisnis kecil sangat bergantung pada karakteristik spesifik dalam bisnis itu. Auditor harus melakukan penilaian yang cermat dan hati-hati terhadap risko bawaan untuk asersi laporan keuangan yang material, dan memberikan pernyataan bahwa risiko itu tinggi. Sehingga dapat melaksanakan audit yang lebih efektif dan efisien dengan menerapkan audit substantif. 4.
Risiko pengendalian Pemahaman terhadap lingkungan pengendalian adalah penting bagi
pemahaman akan risiko pengendalian atau biasa disebut dengan control risk. Auditor harus mempertimbangkan pengaruh keseluruhan dari pemilik pengelola dan pejabat penting lainya. Sebagai contoh, auditor mempertimbangkan apakah pemilik pengelola menunjukan suatu kesadaran akan pengendalian yang positif dan mempertimbangkan suatu tingkat dimana pemilik pengelola dan pejabat penting lain aktif dilibatkan dalam kegiatan oprasi sehari-hari. Setelah memperoleh suatu pemahaman akan sistim akuntansi dan pengendalian internal, auditor membuat suatu penilaian pendahuluan terhadap risiko pengendalian, untuk masing-masing saldo akun yang material. Prosedur substantif mungkin dapat dikurangi jika kepercayaan pada pengendalian ini dapat dijamin setelah diadakan pengujian. Bagaimanapun, banyak pengendalian internal yang relevan bagi entitas bisnis besar menjadi tidak praktis dilakukan pada entitas bisnis kecil, sehingga hasilnya mungkin tidak dapat digunakan untuk menditeksi
10
kecurangan atau kesalahan. Sebagai contoh, pemisahan tugas pada entitas bisnis kecil, sehingga hasilnya mungkin tidak dapat digunakan untuk menditeksi kecurangan atau kesalahan. Pemisahan tugas pada entitas bisnis kecil mungkin sangat terbatas karena prosedur akuntasi dilakukan oleh orang yang mempunyai tanggung jawab oprasi juga kustodial. Hal yang sama, dengan karyawan yang sedikit, sepertinya tidak mungkin membentuk suatu sistim saling uji atas pekerjaan. Pemisahan tugas yang tidak memadai dan risiko kesalahan, dalam beberapa hal, dapat digantikan dengan prosedur pengendalian lainnya melalui kuatnya pengawasan oleh pemilik pengelol, dalam arti keahlian pribadi mengenai usahannya dan keterlibatannya dalam transaksi. Walaupun demikian, dengan sendirinya hal ini bisa menimbulkan risiko baru seperti potensi manajemen menyimpang dari prosedur dan terjadinya penggelapan, sebagai contoh pengurangan pendapatan dengan tidak mencatat penjualan. Dalam hal ini dimana pemisahaan tugas terbatas dan kurangnya pengendalian internal, bukti audit yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan mungkin diperoleh seluruhnya melalui pelaksanaan prosedur substantif. Auditor entitas bisnis kecil dapat memutuskan, berdasarkan pemahaan auditor akan sistim akuntansi dan lingungan pengendalian, untuk berasumsi bahwa risiko pengendalian adalah maksimum tanpa pelaksanaan prosedur pengujian pengendalian internal atau test control untuk mendukung penilaian tersebut. Bahkan ketika tampaknya pengendalian internal berfungsi secara efektif, mungkin lebih efisien bagi auditor untuk melaksanakan prosedur audit substantif.
11
Audit perlu menyadarkan manajemen akan kelemahan material dalam rancangan atau oprasi sistim akuntansi dan pengendalian internal. Rekomendasi seperti itu sangat berharga untuk pengembangan sistim akuntansi dan pengendalian internal entitas bisnis kecil tersebut. 5.
Risiko diteksi Auditor menggunakan penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian
untuk menentukan prosedur substantif yang akan memberikan bukti audit untuk mengurangi risiko diteksi atau bisa disebut dengan ditection risk dan juga risiko audit dalam suatu tingkatan yang dapat diterima. Pada beberapa entitas bisnis kecil, kebanyakan transaksi adalah tunai serta tidak ada pola tertentu mengenai biaya-biaya dan margin, bukti yang tersedia mungkin tidaklah cukup untuk mendukung suatu pernyataan wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan tersebut. 2.1. 2 Pengertian pengendalian dan Risiko pengendalian 1.
Pengertian pengendalian Menurut Mulyadi (2002:19) pengendalian adalah usaha untuk mencapai
tujuan tertentu melalui perilaku yang diharapkan. Dari pengertian tersebut kesimpulan yang diambil oleh peneliti adalah bahwa saat ini kita sedang memasuki babak ketiga dari kontrol risiko atau bisa disebut pengendalian risiko. Beliau mengatakan bahwa pada babak pertama perusahaan-perusahaan belum berupaya untuk memperkecil risiko mereka, sehingga kejadian- kejadian seperti kecelakaan kerja relatif sering terjadi. Akibat dari kejadian itu, timbullah berbagai kerugian, baik dari perusahaan asuransi karena pembayaran klaim yang berakibat
12
mengurangi profit atau bahkan merugikan perusahaan, sehingga kedua belah pihak menderita kerugian. Pada babak kedua kontrol risiko, perusahaan memperlakukan risiko dengan cara yang proaktif. Perusahaan tersebut menyadari bahwa pengurangan risiko dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan kebijakan-kebijakan dan pelatihan-pelatihan. Contohnya: peluncuran kebijakan kata „DILARANG MEROKOK‟ dapat mengurangi risiko kebakaran. Kebijakan pada babak kedua ini antara lain akibat dari penjelasan-penjelasan yang dilakukan oleh pihak asuransi. Hal ini juga akibat dari usaha yang dilakukan oleh serikat pekerja yang menginginkan manajemen perusahaan untuk turut memikirkan masalah-masalah risiko yang mengancam para pekerja saat menjalankan tugasnya. Pada babak ketiga kontrol risiko, perusahaan melakukan penilaian terhadap risiko dengan cara meneliti risiko-risiko. Misalnya pada suatu kontrak usaha, perusahaan diharapkan dapat mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan yang mungkin timbul, atau melakukan hedging
agar nilai tukar mata uang
menjadi tetap untuk waktu tertentu di masa mendatang. Dengan cara-cara seperti itu justru perusahaan dapat meningkatkan daya saingnya, yang pada gilirannya dapat meningkatkan profit. Diatas semua itu, perusahaan-perusahaan dapat mengatur risiko sebagai suatu sistim. Dalam hal ini sistim manajemen risiko memberikan ukuran bahawa perusahaan mengatur ancaman-ancamannya didalam suatu cara yang proaktif, terkoordinasi, bernilai efektif, dan memahami pemrioritasan. Dengan memberikan pengertian yang baik pada karyawan maupun manajer mengenai pentingnya pengendalian risiko sudah tentu diharapkan, dan mereka sangat turut serta dalam menjalankan perusahaan dengan lebih efektif
13
sehingga perusahaan dapat terus berkembang. Menurut Umar (1998:27) setelah menetukan risiko, kini kita akan membahas kegiatan untuk membuat strategi dan kebijakan apa yang harus dilakukan terhadap risiko. Hal-hal yang akan dibahas adalah: a. Pembuatan kebijakan dan strategi yang benar; b. Pengelolaan manusia dan peroses; c. Menyebarkan risiko, memantau, dan mengasuransikannya. 2.
Risiko pengendalian Tuanakotta (2011:152) menyimpulkan bahwa Risiko pengendalian adalah
risiko tidak tercegahnya atau tidak ditemukannya kekeliruan dan salah saji yang material, dalam waktu yang singkat, oleh sistem pengendalian interen pada ensitas itu sendiri. Salah satu contoh : perusahaan mempunyai pengendalian interen untuk penjualan kredit. Manajer kredit harus mereviu semua permohonan kredit, dengan tujuan menekan angka kredit macet. Manajer kredit menyetujui penjualan kredit untuk seorang pelanggan yang dimasa lalu beberapa kali tidak menyelesaikan kewajibannya. Dari contoh kasus tersebut dapat terjadi Kredit macet berulang kembali, dan perusahaan terpaksa menghapuskan piutang macet tersebut. Tuanakotta
(2013:353)
menjelaskan
bahwa
satu-satunya
tujuan
pengendalian ialah untuk menanggulangi risiko atau to mitigate risk. pengendalian tanpa risiko yang harus ditanggulangi, adalah kesia-siaan. Risiko harus ada terlebih dahulu, sebelum risiko itu ditanggulangi dengan pengendalian manajemen. Akan tetapi banyak auditor mengabaikan hal tersebut, dan
14
kebanyakan
auditor
mulai
meevaluasi
pengendalian
intern
dengan
mendokumentasikan sistem dan pengendalian yang ada. Seharusnya auditor tersebut memulai dengan mengidentifikasi risiko yang ada dan memitigasi risiko yang perlu dilakukanya proses mitigasi. Dalam hal ini ,Tuanakotta menyebutkan bahwa pendekatan yang benar adalah menghindari dokumentasi yang tidak perlu, mengenai sistim, proses, dan pengendalian yang sama sekali tidak relevan dengan auditnya. Dalam penjelasan risiko pengendalian, yang dijelaskan oleh tuanakotta hampir sama dengan penjelasan yang telah dikutip oleh web yang bernama jurnal akuntansi keuangan.com yang menyebutkan bahwa risiko pengendalian adalah risiko yang bisa timbul akibat kelemahan sistim pengendalian intern audit dalam hal ini terjadi karena desainnya yang lemah, atau pelaksanaanya yang tidak sesuai dengan mencegah potensi salahsaji bersifat material atau penggelapan fraud. Control risk tidak bisa dikendalikan oleh auditor akan tetapi bisa dikendalikan oleh audit jika auditor tersebut mau untuk meminimalis risiko yang ada. Karakter perusahaan ber control risk tinggi, antara lain adalah Struktur Organisasi , tidak jelas dengan pembagian tugas yang juga tidak jelas. Jika ini terjadi maka bisa dipastikan control risk nya tinggi; a.
Lemahnya pengawasan manajemen terhadap operasional perusahaan (ciri ini bisa dilihat dari beberapa hal, misal: tidak ada level otorisasi transaksi yang jelas, semua orang bisa mengakses semua data/informasi, tidak ada aktivitas supervisi, tidak pernah ada audit fisik, tidak ada performance
15
review, tidak ada budgeted financial statement). Kalau ini yang terjadi maka angka persentase control risk sudah pasti tinggi; b.
Tidak memiliki auditor internal dan komite audit. Jika ini yang tejadi maka bisa dipastikan angka control risk juga tinggi;
c.
Sistim Pengendalian Internal lemah atau tidak efektif (semua aspek sistim pengendalian intern perlu diperiksa terlebih dahulu untuk menentukan faktor ini, perhatikan contoh dibawah. Contoh Pemeriksaan sistim pengendalian internal Yang paling klasik, anda memeriksa faktor “Pemisahan Tugas” pada departemen-departemen yang berpotensi terjadi “Asset Fraud.” Dua jenis asset dimana kerap terjadi fraud adalah wilayah “Persediaan” dan “Kas.” Katakanlah anda sedang memeriksa Persediaan. Di sini anda memeriksa apakah ada 2 pekerjaan terkait atau lebih dirangkap oleh satu orang petugas.
2.1. 3 Materialitas dan Salah saji material 1.
Materialitas Menurut Tuanakotta (2015:121) menjelaskan bahwa materialitas atau
materiality adalah konsep auditing yang sangat penting, jika bukan yang terpenting. Materialitas mengukur beberapa besar dan pentingnya suatu salah saji atau misstatements dalam laporan keuangan.dan jika menurut ketentuan Bapepam, materialitas adalah besarnya informasi akuntansi, yang bergantung pada ukuran dan sifat serta apabila terjadi kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam
16
mencatat pos-pos laporan keuangan, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamasama, dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan. Berikut ini adalah materialitas untuk tujuan agregasi menurut Tuanakotta (2015:122) adalah sebagai berikut: a. 5% dari jumlah seluruh aset untuk pos-pos Aset; b. 5% dari jumlah seluruh liabilitas untuk pos-pos liabilitas; c. 5% dari jumlah seluruh Ekuitas untuk pos-pos Ekuitas; d. 10% dari pendapatan untuk pos-pos laba rugi komperhensif;atau e. 10% dari laba operasi yang dilanjutkan sebelum pajak, untuk pengaruh suatu peristiwa atau transaksi. 2.
Salah saji material Menurut Tuanakotta (2015:118) Risiko salah saji yang material
merupakan kombinasi dari risiko bawaan atau bisa disebut dengan inherent risk,dan risiko pengendalian atau disebut dengan control risk. Oleh karena itu, proses penilaian atau assessment process meliputi keduannya. Mengenai risiko bawaan, auditor menentukan potensi salah saji yang berkenaan dengan asersi yang diangkat. Dan kemudian menilai dan menimbang tentang potensi terjadinya risiko salah saji. Mengenai
risiko
pengendalian,
auditor
menentukan
apakah
ada
pengendalian internal yang relevan untuk mencegah dan menekan atau disebut mitigate assessed risk, dan dampaknya terhadap asersi yang terkait.
17
3.
Pedoman materialitas Berikut ini adalah gambar pedoman materialitas menurut (Badan
Pemeriksa keuangan: 2008) :
Gambar 1 Pedoman materialitas
Entitas Nirlaba
SPI belum memadahi
0,5 % dari pendapatan atau belanja
SPI memadahi
5% dari pendapatan atau belanja
Non publik
10% dari laba sebelum pajak
publik
5% dari laba sebelum pajak
Keuntungan atau kerugian fluktuasi tiap tahun
0,5%-1% dari penjualan
Gangguan likuiditas
1% dari ekuitas
Ekuitas menurun sangat rendah
0,5%-1% dari total aset
Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan Th 2008 a. Faktor- faktor yang menetukan materialitas 1) Kepentingan pemakai atas obyek yang di periksa 2) Batasan materialitas untuk penugasan pemeriksaan
18
4.
Pertimbangan kualitas atas materialitas Petimbangan kualitas atas tingkat materialitas berbanding terbalik dengan
risiko pemeriksaan dan banyaknya bahan bukti yang harus diuji, dalam hal ini dapat kita lihat dari tabel berikut ini: Gambar 2 Pertimbangan kualitas atas materialitas MATERIALITAS TINGGI
RISIKO PEMERIKSAAN
TINGGI RENDAH
X X
BANYAK BUKTI
SEDIKIT
RENDAH
X X
Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan Th 2008
a. Berikut ini adalah penjelasan tentang gambar 10 diatas. Berdasarkan gambar diatas peneliti menyimpulkan bahwa jika materialitas tinggi, risiko pemeriksaan rendah, dan bukti yang harus di kumpulkan sedikit. Begitu juga sebaliknya dan jika materialitas rendah, risiko pemeriksaan tinggi, dan bukti yang harus dikumpulkan banyak. Dalam hal ini terlihat bahwa kualitas pemilihan materialitas itu dinilai dari :
19
1) Sistim pengendalian intern perusahaan; 2) Banyaknya ketidak wajaran laporan keuangan yang merupakan temuan auditor. 2.1. 4 Pengendalian internal perfasif dan spesifik Tuanakotta (2013:354) menyebutkan bahwa Pengendalian internal secara luas dapat dikategorikan kedalam pengendalian pervasif pervasive controls atau pengendalian di tingkat entitas entity-level controls dan pengendalian spesifik spesific controls atau pengendalian transaksional transaksional controls. Perbedaan di antara kedua kategori pengendalian ini dijelaskan dalam gambar 3 : Gambar 3 Pengendalian Internal Perfasif dan Spesifik Entity’objectives Financial statements And assertions
Perfasive governance
Entity-level
enti Leadership/management
specific
Information system
Revenue
Purchasing
Payroll
Other
processes
processes
processes
processes
transaction Sumber: Tuanakotta (2015:354)
20
1.
Pengendalian internal pervasif Pengendalian pervasif berurusan dengan governance dan general
management. Tujuannya dalah menciptakan lingkungan pengawasan menyeluruh overall control environment yang memberikan tone at the top. Sifatnya mengayomi,memayungi, dan meneladai. Proses pengendalian dala kategori ini meliputi
SDM, penanganan kecurangan,
risk assessment
dan
masalah
management override, general IT management, pembuatan financial information (termasuk laporan keuangan dan entitas yang mendasarinya), dan pemantauan berjalan ongoing monitoring terhadap oprasi entitas. Dalam entitas kecil, pengendalian ini umumnya dan terutama berhubungan dengan sikap manajemen management’s attitudes terhadap integritas dan pengendalian.Pemahaman yang baik mengenai unsur-unsur pervasif pengendalian intern memberikan dasar yang kokoh untuk menilai pengendalian yang relevan terhadap pelaporan keuangan ditingkat transaksional atau tingkat proses bisnis.contoh, jika pengendalian atas data integritas di tingkat entitas, lemah, kelemahan ini mempengaruhi keandalan informasi yang dihasilkan sistim seperti informasi penjualan, pembelian, dan gaji. 2.
Pengendalian internal spesifik Pengendalian transaksional adalah pengendalian atau proses yang spesifik
dirancang agar: a. Transaksi dicatat dengan benar untuk membuat laporan keuangan; b. Catatan pembukuan dinuat cukup rinci untuk mencerminkan secara benar dan wajar semua transasi penggunaan asset;
21
c. Penerimaan dan pengeluaran hanya dibuat jika ada persetujuan manajeman; d. Akuisisi atau pembelian, penggunaan, atau penghapusan aset dicegah atau terditeksi denga cepat. 2.1. 5 Risiko Perbankan dan jenis-jenis risiko perbankan 1.
Risiko perbankan Perbankan adalah lembaga yang paling rentan atau berdekatan dengan
risiko, khususnya risiko yang berkaitan dengan uang atau money, posisi perbankan sebagai mediasi yaitu pihak yang menghubungkan mereka yang surplus dan defisit finansial telah menempatkan perbankan harus selalu menjaga hubungan baik dengan kedua pihak tersebut. Keputusan perbankan harus selalu bersifat moderat yaitu mempertimbangkan keinginan dari kedua pihak tersebut karena tanpa kedua pihak tersebut perbankan tidak bisa menjalankan aktivitas secara maksimal. Dalam artian, jika perbankan memiliki tingkat likuiditas yang tinggi karena ia memiliki finansial yang begitu surplus, itu juga dianggap tidak baik, karena ia tidak menjalankan fungsinya sebagai agent of development. Namun sebaliknya jika ia tidak hati-hati dalam menyalurkan pinjaman, maka perbankan sendiri yang akan menerima akibatnya yaitu salah satunya adalah timbul kredit macet. Untuk mengkontrol risiko atau control risk dibutuhkan suatu ilmu dan seni tersendiri agar risiko itu memberi dampak positif pada pihak yang bersangkutan. Jika bisnis yang dijalankan itu menyenangkan produksi dan pemasaran barang atau jasa, maka berarti risiko tersebut adalah menyangkut risiko yang akan dialami oleh barang atau jasa yang diproduksi atau dijual. Seperti risiko yang akan
22
timbul pada bisnis pengelolahan selai nanas, jika risiko yang akan ditimbulkan adalah berupa selai nanas tersebut akan mengalami masa kadaluarsa. jika tidak terjual sesuai dengan waktu yang ditargetkan, produksi selai nanas bisa terhenti dan distributor bisa mengalami kekecewaan pada saat pasokan nanas tidak sampai dipabrik sesuai dengan jadwal yang ditentukan. 2.
Jenis-jenis resiko perbankan Idroes (2008:22) Menyatakan bahwa banyak teori yang tersedia untuk
mendefinisikan jenis-jenis risiko dalam menjalankan bisnis perbankan. Pada dasarnya jenis-jenis risiko yang dihadapi dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu risiko finansial. Risiko finansial terkait dengan kerugian langsung berupa hilangnya sejumlah uang akibat risiko yang terjadi. Pada sisi lain, risiko nonfinansial terkait kepada kerugian yang tidak dapat dikalkulasikan secara jelas jumlah uang yang hilang. Dampak finansial dari risiko finansial tidak langsung dapat dirasakan. Contoh kasus seperti kehilangan nasabah dan kehilangan bisnis akibat risiko yang terjadi tidak langsung membuat bank menjadi rugi. Namun pada giliranya, risiko nonfinansial berpotensi untuk menimbulkan kerugian finansial. Untuk menjaga konsistensi dan kontinuitas pembahasan, maka jenis-jenis risiko yang diangkat adalah jenis-jenis risiko yang diharuskan untuk dikelola industri perbankan menurut komite Basel II. Jenis-jenis risiko yang dimaksud adalah risiko kredit, risiko pasar, risiko oprasional, risiko konsentrasi kredit, risiko suku bunga pada buku bank, termasuk kedalam risiko finansial. Berikut ini adalah
23
definisi tentang, risiko bisnis, stratejik, serta reputasional termasuk kedalam risiko finansial: a. Risiko kredit Risiko kredit didefinisikan sebagai risiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam (counterparty) tidak dapat atau tidak dapat memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya. b. Risiko pasar Risiko pasar didefinisikan sebagai risiko kerugian pada posisi neraca serta pencatatan tagihan dan kewajiban diluar neraca (on-and off-balance sheet) yang timbul dari pergerakan harga pasar (market princes). c. Risiko oprasional Risiko oprasional didefinisikan sebagai risiko kerugian atau ketidak cukupan dari proses internal, sumber daya manusia, dan sistim yang gagal atau dari peristiwa eksternal. d. Risiko konsentrasi kredit Risiko konsentrasi kredit adalah ketika penempatan aktiva produktif bank terkonsentrasi pada satu sektor atau kelompok tertentu. Apabila terjadi masalah pada sektor atau kelompok tersebut, maka aktiva produktif yang ditetapkan berada dalam bahaya.
24
e. Risiko suku bunga pada buku bank Risiko suku bunga pada buku bank merupakan risiko kerugan yang disebabkan oleh perubahan dari suku bunga pada struktur yang mendasari yaitu pinjaman dan simpanan. f. Risiko bisnis Risiko bisnis (business risk) adalah risiko yang terkait degan posisi persaingan bank dan prospek dari keberhasilan bank dalam perubahan pasar. Risiko bisnis lebih berhubungan dengan keputusan bisnis yang diambil oleh dewan direksi bank dan kaitannya dengan implikasi risiko yang mungkin timbul atas keputusan bisnis tersebut. Dari sisi waktu, risiko bisnis bersifat jangka pendek hingga menengah. g. Risiko setrategis Risiko stratejik (strategic risk) adalah risiko yang terkait dengan keputusan bisnis jangka panjang yang dibuat oleh senior manajemen bank. Risiko ini dapat juga dikatakan dengan implementasi dari strategi-strategi, h. Risiko reputasional Risiko reputasional (reputational risk) adalah risiko kerusakan potensial pada suatu perusahaan yang dihasilkan dari opini publik yang negatif. 2.1. 6 Sistim Pengeluaran Kas diperbankan Berikut ini contoh sebagian kecil dan sering terjadi dalam sistim pengeluaran kas di perbankan :
25
1.
Penarikan tabungan Lapoliwa (2000:77) Seperti halnya dengan penyetoran, penarikan
tabungan pun dapat dilakukan pada dan bukan pada cabang penerbit. Bila dilakukan pada cabang penerbit, bank langsung akan mendebet rekening nasabah yang bersangkutan beserta dengan passbook nya. Bila pemprosesan transaksi antar cabang dilakukan secara online, rekening nasabah yang bersangkutan dapat langsung didebit melalui media komputer yang beroprasi secara online. Jika pada bank yang beroprasi secara offline, akan memerlukan pengamanan transaksi yang efektif. Lazimnya dilakukan dengan penomoran transaksi yang unik. Cabang pembayar akan segera mengirimkan nota pembukuan kepada cabang penerbit tabungan dimana dipelihara rekening nasabah yang bersangkutan. Sebagai contoh pada tanggal 28 agustus 19xx, Tn. E menarik rekening tabungan di bank Omega, Berikut ini adalah contoh penjurnalannya sebagai berikut: Gambar 4
Debit: rekening antar kantor-jakarta......Rp. 1.500.000 Kredit: kas.............................................Rp. 1.500.000 Sumber: Diolah oleh penulis
26
Cabang penerbit, yaitu cabang jakarta, akan mengkredit cabang bandung dan mendebit rekening tuan E, sebagai berikut. Gambar 5 Debit: tabungan rekening tn.E.....................Rp. 1.500.000 Kredit: rekening antar kantor- bandung...... Rp. 1.500.000
Sumber: Diolah oleh penulis Hubungan antar cabang bandung dan cabang jakarta bersifat receprocal, yaitu kedua cabang akan tercipta hubungan hutang dan piutang dalam jumlah yang sama. Dengan demikian, rekening antar kantor ini dikenal dengan nama reciprocal account. 2.
Pemberian kredit lapoliwa (2000:155) menjelaskan bahwa hingga saat ini satu-satunya
aktiva produktif yang sangat diandalkan oleh suatu bank yang dapat menghasilkan pendapatan besar adalah debitur, atau lazim dikenal dengan kredit. Dari neraca setiap bank umum dapat dijumpai bahwa kredit atau debitur merupakan komponen aktiva terbesar dari seluruh jumlah aktiva yang dimiliki suatu bank. Dengan demikian, risiko yang dihadapi oleh suatu bank sangat besar karena sangat mengandalkan aktiva dalam bentuk kredit ini. Akuntansi kredit atau debitur ini harus dilakukan dengan cermat agar mampu memberikan informasi kredit kepada manajemen secara efektif. Setiap transaksi yang bersangkut paut dengan debitur , seperti pembukaan rekening,
27
penyetoran, penarikan, perhitungan bunga, perhitungan komisi atau provisi kredit, kemacetan maupun penyisihan debitur yang diragukan haruslah dicatat dengan tepat waktu dan lengkap. Kesalahan dalam administrasi kredit dapat menyebabkan informasi akuntansi yang keliru dan akan mengakibatkan pengambilan keputusan yang keliru juga. Gambar 6 Gambaran Umum Pemberian Kredit Disajikan dalam rekening administratif
Besarnya kredit yang disetujui oleh manajemen (pagu kredit)
komitmen kredit
Disajikan pada neraca
Penarikan debitur
Disajikan dalam rekening administratif
Sisa pagu kredit yang belum di pergunakan oleh nasabah
Sisa Komitmen kredit
Sumber: Prosedur Oprasional BTPN 3.
Penarikan kredit Setiap kali terjadi penarikan debitur akan dibukukan dalam rekening
efektif atau neraca dan akan mengurangi komitmen yang telah dicatat dalam rekening administratif. Penjumlahan rekening administratif dan saldo debit kredit yang diberikan akan merupakan besarnya pagu kredit yang telah disetujui oleh bank. Sebagai contoh apabila PT.pizzaria kemudian menarik selembar cek debitur
28
yang telah disetujui sebesar
Rp. 35.000.000 kepada PT.MNA, nasabah bank
ABC- jakarta melalui kliring. Oleh bank Omega jakarta dibukukan: Gambar 7
Debit : debitur-rekening PT.pizzaria............ Rp. 35.000.000 Kredit : Bank Indonesia- GIRO.................... Rp. 35.000.000
Sumber: Diolah oleh penulis Transaksi ini akan mengurangi sisa komitmen bank Omega kepada PT. pizzaria. dengan demikian masih diperlukan ayat jurnal untuk mengurangi sisa komitmen bank sebagai berikut: Gambar 8 Debit :Rek. Administratif Rupiah- kredit yang telah disetujui.....Rp. 35.000.000
Sumber: Diolah oleh penulis dengan demikian, sisa komitment bank Omega kepada nasabah PT. Pizzaria adalah sebesar Rp. 215.000.000 – Rp. 35.000.000. Bunga debitur yang harus diperhitungkan kepada nasabah PT.pizzaria adalah sebesar saldo kredit yang telah dipergunakan oleh nasabah bersangkutan dengan memperhitungkan periode waktu lamanya waktu atau lamanya waktu kredit yang telah dipergunakan.
29
2.1.7 Jenis Opini Menurut Mulyadi (2002:416). Jenis opini ada lima jenis, berikut ini adalah penjelasan dari lima jenis opini tersebut: 1.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau (Unqualified Opinion) Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut ini terpenuhi : a. Semua laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan; b. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor; c. Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan; d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum diIndonesia; e. Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah paragraf penjelasatau modifikasi kata-kata dalam laporan audit; 2.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language).
30
Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas atau
bahasa penjelas
yang
lain,
dalam
laporan
audit
meskipun
tidak
mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan keuangan
auditan.
Paragraf
penjelasdicantumkan
setelah
paragraf
pendapat.Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas ataumodifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah: a. Ketidak adanya konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima Umum; b. Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas; c. Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prisip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan; d. Penekanan atas suatu hal; e. Laporan audit yang melibatkan auditor lain. 3.
Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan
secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan.Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan sebagai berikut: a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit; b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar;
31
4.
Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan
audit tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. 5.
Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Auditor
menyatakan
tidak
memberikan
pendapat
jika
ia
tidak
melaksanakan audit. dan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.2
Rerangka pemikiran Gambar 9 Rerangka Pemikiran
Sistim Pengeluaran Kas
Salah Saji material dalam Pengeluaran Kas
Sistim pengendalian intern pengeluaran Kas
Tinggi atau Rendahnya Risiko Pengendalian Terhadap pengeluaran kas
Sumber: Di Olah Penulis
32
2.3
Proposisi Penelitian Penelitian kualitatif menggunakan proposisi yang pada dasarnya
merupakan jawaban sementara atas Sistim pengendalian intern dan salah saji material dalam pengeluaran kas akan berakibat kepada tinggi dan rendahnya Risiko pengendalian pengeluaran kas.