BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HIV/AIDS 2.1.1. Pengertian HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah jenis virus yang tergolong familia retrovirus, sel-sel darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang terinfeksi adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh. HIV memperbanyak diri dalam sel limfosit yang diinfeksinya dan merusak sel-sel tersebut, sehingga mengakibatkan sistem imun terganggu dan daya tahan tubuh berangsur-angsur menurun (Daili, F.S., 2009). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
adalah suatu kumpulan
gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi dibuat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ini telah menjadi masalah Internasional karena dalam waktu yang relatif singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak Negara. Saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang efektif untuk pencegahan HIV/AIDS sehingga menimbulkan keresahan di dunia (Widoyono, 2005). 2.1.2. Epidemi HIV/AIDS a. Epidemi Global Sejarah tentang HIV/AIDS dimulai ketika tahun 1979 di Amerika Serikat ditemukan seorang gay muda dengan Pneumocystis Carinii dan dua orang gay muda
Universitas Sumatera Utara
dengan Sarcoma Kaposi. Pada tahun 1981 ditemukan seorang gay muda dengan kerusakan sistem kekebalan tubuh. Di Amerika Utara dan Inggris, epidemik pertama terjadi pada kelompok lakilaki homoseksual, selanjutnya pada saat ini epidemik terjadi juga pada pengguna obat suntikan dan pada populasi heteroseksual. Seks tanpa kondom adalah modus utama penularan HIV di Karibia. Survey menunjukkan persentase prevalensi HIV pada beberapa kelompok yaitu : 80-90% PSK, 30% kelompok laki-laki konsumennya, 30% pada kelompok mereka yang datang berobat di klinik penyakit menular seksual, 10% pada pendonor darah dan 10% pada kelompok wanita yang diperiksa di klinik perawatan antenatal. Sampai dengan tahun 2010 jumlah penderita HIV di seluruh dunia sebanyak 34 juta orang (UNAIDS, 2011). Men Sex Men (MSM) Report World Bank (2011) melaporkan Di seluruh dunia diperkirakan bahwa seks antar laki-laki termasuk kelompok penyumbang kejadian infeksi HIV, situasinya bervariasi antar negara, tahun 2008 di Mexico (25,60%), Jamaica (31,80%), pada tahun 2005 di Thailand tepatnya di Bangkok (28,3%). Penelitian yang lain di Indonesia (4%), Bangladest (7,5%), Srilanka (7,5%), Nepal (7,5%) (Adam et al (2009), dalam World Bank (2011)). b. Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Di Indonesia, HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada bulan April 1987, terjdi pada orang berkebangsaan Belanda. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan tahun 2011, kasus HIV/AIDS tersebar di 368 (73,9%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di Indonesia. Secara signifikan kasus
Universitas Sumatera Utara
HIV/AIDS terus meningkat, berikut disajikan data kasus HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011.
Gambar 2.1 Jumlah Kasus HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2005-2011 (Kemenkes RI, 2011) Kasus HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun terutama dari tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi peningkatan yang cukup tajam hal ini disebabkan sudah semakin baiknya teknologi informasi sehingga pencatatan dan pelaporan kasus HIV/AIDS yang terjadi di masyarakat sudah semakin baik, serta kerjasama yang baik dari pemerintah dan masyarakat sehingga populasi komunitas yang beresiko dapat dijangkau dan diketahui. Kemudian di tahun 2011 terjadi sedikit penurunan kasus HIV/AIDS hal ini dapat disebabkan penderita yang sudah meninggal dunia dan efek dari diperkenalkan dan dijalankannya program CUP (Condom Use 100 Persen). Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang dilaporkan sampai dengan tahun 2011 sebanyak 76.879 kasus HIV dan 29.879 kasus AIDS. Jumlah kasus HIV
Universitas Sumatera Utara
tertinggi yaitu DKI Jakarta (19.899 kasus), diikuti Jawa Timur (9.950 kasus), Papua (7.085 kasus), Jawa Barat (5.741 kasus) dan Sumatera Utara (5.027 kasus). Jumlah kasus AIDS tertinggi yaitu DKI Jakarta (5.177 kasus), diikuti Jawa Timur (4.598 kasus), Papua (4.449 kasus), Jawa Barat (3.939 kasus) dan Bali (2.428 kasus).Persentase kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 70,8% dan perempuan 28,2%. Angka kematian (CFR) menurun dari 40% pada tahun 1987 menjadi 2,4% pada tahun 2011 2.1.3. Etiologi dan Patogenesis AIDS disebabkan oleh Virus yang di sebut HIV, Virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala Limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Lymhadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (National Institute of health, USA 1984) menemukan virus HTL-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberikan nama resmi HIV (Widoyono, 2005). Daili, F.S. (2009) menyatakan bahwa virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan sekret Vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual. HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA. Bilamana virus masuk ke dalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase
Universitas Sumatera Utara
yang dimiliki oleh HIV. DNA pro-virus tersebut kemudian diintregasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. Selain limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrite folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel microglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. HIV juga mempunyai sejumlah gen yang dapat mengatur replikasi maupun pertumbuhan virus yang baru. Salah satu gen tersebut ialah tat yang dapat mempercepat replikasi virus sedemikian hebatnya sehingga terjadi penghancurkan limfosit T4 secara besar-besaran yang akhirnya menyebabkan system kekebalan tubuh menjadi lumpuh. Kelumpuhan system kekebalan tubuh ini mengakibatkan timbulnnya infeksi oportunistik dan keganasan yang merupakan gejala AIDS. 2.1.4. Gejala Klinis Masa inkubasi 6 bulan sampai 5 tahun, Window period selama 6-8 minggu adalah waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium, seorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun, jika tidak diobati maka penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS, Gejala
Universitas Sumatera Utara
klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti : Diare, Kandidiasis mulut yang luas, Pneumonia interstisialis limfositik, Ensefalopati kronik. Ada beberapa gejala dan tanda mayor (menurut WHO) antara lain :kehilangan berat badan (BB) > 10%, Diare Kronik > 1 bulan, Demam > 1 bulan. Sedangkan tanda minornya adalah : Batuk menetap > 1 bulan, Dermatitis pruritis (gatal), Herpes Zoster berulang, Kandidiasis orofaring, Herpes simpleks yang meluas dan berat, Limfadenopati yang meluas. Tanda lainnya adalah : Sarkoma Kaposi yang meluas, Meningitis kriptokokal. Gejala AIDS timbul 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Beberapa orang tidak mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali. Sementara yang lainnya mengalami gejala-gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu makan, berat badan turun, lemah dan pembengkakan saluran getah bening. Gejala-gejala tersebut biasanya menghilang dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam kondisi tidak aktif (dormant) selama beberapa tahun. Namun, virus tersebut secara terus menerus melemahkan sistem kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi semakin tidak dapat bertahan terhadap infeksi-infeksi oportunistik. 2.1.5. Penularan Penyakit ini menular melalui berbagai cara. Antara lain melalui cairan tubuh seperti darah, cairan genitalia, cairan sperma dan ASI. Virus terdapat juga pada saliva, air mata dan urin tapi dengan konsentrasi yang sangat rendah. HIV tidak dilaporkan terdapat dalam air mata dan keringat.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat tiga cara penularan HIV yaitu : a. Hubungan seksual; baik secara vagina, oral, maupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi, meliputi 70-80% dari total kasus sedunia.
Penularan lebih mudah terjadi apabila terdapat lesi penyakit
kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid, dan trikomoniasis. Dari penelitian para pakar ( Yasmin, 1987 dalam Nasution R., 1990) ternyata bahwa pria homoseks penderita AIDS mempunyai pasangan seksual yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pria homosekseks sehat, dalam penelitian ini juga ditunjukkan bahwa pria yang melakukan hubungan seksual melalui anus lebih mudah terinfeksi. Tampaknya hubungan homoseksual merupakan cara yang paling berbahaya karena ternyata 90% mitra seksual orang-orang dengan HIV positif mengalami penularan (Montagnier, 1987 dalam Nasution R., 1990). Risiko pada seks anal lebih besar dibanding seks vagina, dan risiko lebih besar pada receptive daripada insertive. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Cáceres & van Griensven, (1994); Ostrow, DiFranceisci, Chmeil, Wagstaff, & Wesch (1995) bahwa risiko yang ditimbulkan kepada mitra insertif selama hubungan anal jauh lebih rendah dari risiko terhadap mitra reseptif. Diantara beberapa pola penularan yang biasa terjadi, yang paling sering adalah hubungan seksual (95%) (Kalicchman 1998). Secara teoritis cara penularan melalui hubungan seksual yang paling rawan adalah dengan teknik anal-penis (ano genital), karena teknik ini memungkinkan
Universitas Sumatera Utara
terjadinya luka pada rektum. Teknik ini pada dunia barat diperkirakan lebih sering dilakukan oleh kaum homoseksual, ditambah lagi bila tidak memakai pelindung (kondom) dalam praktek hubungan seksualnya. . Di berbagai macam sampel dan metodologi penelitian, studi menunjukkan bahwa sekitar sepertiga dari pria melaporkan melakukan hubungan seks anal terakhir tanpa kondom
(Kelly, St
Lawrence, & Brasfield, 1991; Lemp et al, 1994;.. Ostrow et al, 1995 dalam Kalicchman 1998). sehingga dapat dimengerti jika insiden pada kelompok ini relatif tinggi b. Kontak langsung dengan darah atau produk darah/jarum suntik; b.1 Tranfusi darah/produk darah yang tercemar HIV, risikonya sangat tinggi sampai 90%. Ditemukan sekitar 3-5% dari total kasus sedunia b.2 Pemakaian jarum suntik tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya pada para pecandu narkotika suntik. Risikonya sekitar 0,5-1% dan terdapat 5-10% dari total kasus sedunia b.3 Penularan lewat kecelakaan, tertusuk jarum pada petuga kesehatan, risikonya kurang dari 0,5% dan telah terdapat 0,1% dari total kasus sedunia c. Secara vertikal;, dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil, saat melahirkan, atau setelah melahirkan.
Risiko sekitar 25-40% dan angka
transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Diagnosis Diagnosis dini untuk menemukan infeksi HIV dewasa ini diperlukan mengingat kemajuan-kemajuan yang diperoleh dalam hal pathogenesis dan perjalanan penyakit dan juga perkembangan pengobatan. Keuntungan menemukan diagnosis dini ialah: a. Intervensi pengobatan fase infeksi asimtomatik dapat diperpanjang b. Menghambat perjalanan penyakit ke arah AIDS c. Pencegahan infeksi oportunistik, Konseling dan pendidikan untuk kesehatan umum d. Penyembuhan (bila mungkin) hanya dapat terjadi bila pengobatan pada fase dini. Pada orang yang akan melakukan tes HIV atas kemauan sendiri atau karena saran dokter, terlebih dahulu perlu dilakukan konseling sebelum dilakukan tes. Bila semua berjalan baik, maka tes HIV dapat dilaksanakan pada individu tersebut dengan persetujuan yang bersangkutan. Diagnosis dini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk dari gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku risiko tinggi individu tertentu. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan 2 metode: a. Langsung: yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus yang makin populer belakangan ini ialah polymerase chain reaction (PCR).
Universitas Sumatera Utara
b. Tidak langsung: dengan melihat respon zat anti spesifik, misalnya dengan ELISA, Western Blot immunofluorescent assay (IFA), atau radioimmunoprecipitation assay (RIPA). AIDS merupakan stadium akhir infeksi HIV, penderita dinyatakan sebagai AIDS bila dalam perkembangan infeksi HIV selanjutnya menunjukkan infeksi-infeksi dan kanker oportunistik yang mengancam jiwa penderita, selain infeksi dan kanker dalam penetapan CDC 1993, juga termasuk ensefalopati, sindrom kelelahan yang berkaitan dengan AIDS dan hitungan CD4 <200/ml. CDC menetapkan kondisi dimana infeksi HIV sudah dinyatakan sebagai AIDS. 2.1.7. Pencegahan Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal dengan istilah “ABC” yang telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV, terutama di Uganda dan beberapa negara Afrika lain. Prisnip „ABC” ini telah dipakai dan dibakukan secara internasional, sebagai cara paling efektif mencegah HIV lewat hubungan seksual. Prinsip “ABC” itu adalah : “A” : Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang dengan pasangan (Abstinesia) “B” : Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau hubungan jangka panjang tetap (Be faithful) “C” : Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk penjaja seks atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom)
Universitas Sumatera Utara
Untuk penularan non seksual berlaku prinsip “D” dan “E” yaitu : “D” : Drug; “say no to drug” atau katakan tidak pada napza/narkoba “E” : Equipment; “no sharing” jangan memakai alat suntik secara bergantian Belum ada pengobatan untuk infeksi ini. Obat-obat anti retroviral digunakan untuk memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang terinfeksi. Obat-obat lain digunakan untuk melawan infeksi oportunistik yang juga diderita. Konsekuensi yang mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi yaitu hampir semua orang yang terinfeksi HIV akhirnya akan menjadi AIDS dan meninggal karena komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS Konsekuensi yang mungkin terjadi pada janin dan bayi yaitu 20-30% dari bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan terinfeksi HIV juga dan gejala-gejala dari AIDS akan muncul dalam satu tahun pertama kelahiran. Dua puluh persen dari bayi-bayi yang terinfeksi tersebut akan meninggal pada saat berusia 18 bulan. Obat antiretroviral yang diberikan pada saat hamil dapat menurunkan risiko janin untuk terinfeksi HIV dalam proporsi yang cukup besar. Kehamilan pada ibu-ibu dengan HIV positif akan berpengaruh buruk bagi bayinya, karena itu Ibu penderita AIDS atau HIV positif, dianjurkan untuk tidak hamil atau bila hamil perlu dipertimbangkan secara hukum peraturan yang memperbolehkan dilakukannya pengguguran kandungan (indikasi medis), hal ini dengan sendirinya akan menurunkan morbiditas pada anak (Nasution,R., 1990) Berdasarkan situasi epidemic yang dijelaskan sebelumnya, kita ketahui bahwasannya Indonesia telah memasuki epidemik terkonsentrasi
maka dalam
Universitas Sumatera Utara
rangka meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS yang lebih intensif,
menyeluruh,
terpadu,
dan
terkoordinasi,
dibentuklah
Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) (Peraturan Presiden/Perpres RI no.75 tahun 2006).
Komisi
Penanggulangan
AIDS
Nasional
berada
di
bawah
dan
bertanggungjawab kepada Presiden. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional bertugas : a. Menetapkan kebijakan dan rencana strategis nasional serta pedoman umum pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS. b. Menetapkan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan. c. Mengkoordinasikan
pelaksanaan
kegiatan
penyuluhan,
pencegahan,
pelayanan, pemantauan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS. d. Melakukan penyebarluasan informasi mengenai AIDS kepada berbagai media massa, dalam kaitan dengan pemberitaan yang tepat dan tidak menimbulkan keresahan masyarakat. e. Melakukan kerjasama regional dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan AIDS. f. Mengkoordinasikan pengelolaan data dan informasi yang terkait dengan masalah AIDS. g. mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS.
Universitas Sumatera Utara
h. memberikan arahan kepada Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi dan Kabupaten/Kota
dalam
rangka
pencegahan,
pengendalian,
dan
penanggulangan AIDS. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan instansi Pemerintah Pusat maupun instansi Pemerintah Daerah, dunia usaha, organisasi non pemerintah, organisasi profesi, perguruan tinggi, badan Internasional, dan/atau pihak-pihak lain yang dipandang perlu, serta melibatkan partisipasi masyarakat. Kecenderungan epidemic HIV ke depan menggambarkan perubahan penularan HIV, dimana selain populasi kunci (WPS, Pelanggan, LSL dan Penasun) yang ditangani selama ini, penting pula memperhatikan peningkatan HIV pada LSL, dengan adanya Perpres no.75 tahun 2006 tersebut menandai terjadinya intensifikasi penanggulangan
AIDS.
Keanggotaan
KPA
Nasional
diperluas
dengan
mengikutsertakan masyarakat sipil. Perkembangan kebijakan-kebijakan yang terjadi mendorong berkembangnya layanan pencegahan serta perawatan, dukungan serta pengobatan. Cakupan program meningkat , namun ternyata masih ada kesenjangan yang besar untuk mencapai target universal acces. Dengan adanya dukungan dana tambahan baik di tingkat pusat maupun daerah dan bantuan internasional seperti Global Fund, tampaknya universal acces diharapkan akan dapat dicapai sekalipun setelah tahun 2010. Dalam rangka menghadapi tantangan dimana cakupan dan efektifitas program untuk mencapai universal access belum memadai, keberlangsungan program belum
Universitas Sumatera Utara
dapat dipastikan, sistem layanan kesehatan dan komunitas masih lemah, masih perlu peningkatan tata kelola kepemerintahan yang baik, masih perlu peningkatan lingkungan kondusif. Maka KPAN menyusun suatu Strategi dan Rencana Aksi Nasional (SRAN) penanggulangan HIV/AIDS 2010-2014, Strategi ditujukan untuk mencegah dan mengurangi resiko penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup, serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat, agar individu dan masyarakat menjadi produktif dan bermanfaat untuk pembangunan. Skenario SRAN ini pada 2014 adalah bahwa 80% populasi kunci terjangkau oleh program yang efektif dan 60% populasi kunci berperilaku aman. Kerangka program SRAN penanggulangan HIV dan AIDS tahun 2010-2014 terdiri atas empat area yaitu : a. Pencegahan. Kegiatan pokok : Pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual,
melalui
alat
suntik,
pencegahan
penularan
di
lembaga
pemasyarakatan dan rumah tahanan, pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, pencegahan penularan dikalangan pelanggan pekerja seks melalui tempat kerja, pencegahan penularan HIV pada pelanggan di kalangan pekerja imigran dan orang muda beresiko usia 15-24 tahun. b. Perawatan, dukungan dan Pengobatan. Kegiatan pokok : Penguatan dan pengembangan layanan kesehatan serta koordinasi antar layanan, pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik, pengobatan antiretroviral (ARV), dukungan psikologis dan sosial, serta pendidikan dan pelatihan ODHA.
Universitas Sumatera Utara
c. Program mitigasi dampak. Kegiatan pokok : Mitigasi dampak. d. Program peningkatan lingkungan yang kondusif. Kegiatan pokok : Penguatan kelembagaan dan manajemen, manajemen program meliputi kegiatan perencanaan, implementasi dan evaluasi program dengan memegang prinsip keterbukaan informasi, peran serta dan partisipasi, sinkronisasi kebijakan, pengembangan kebijakan baru dan mitigasi kebijakan. Dalam SRAN juga telah diperhitungkan jumlah kebutuhan prasarana pencegahan, perawatan dan pengobatan yang meliputi outlet kondom, layanan VCT, layanan IMS, layanan KTS (Konselling Test Sukarela), layanan KTPK (Konselling Test yang diprakarsai oleh Petugas Kesehatan), LJJS (Layanan Jarum Suntik Steril) dan layanan PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon). Sampai dengan bulan Desember 2011, sudah tersedia layanan HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 500 layanan KTS termasuk layanan KTPK,. 74 layanan PTRM, 194 LJJS, 643 layanan IMS dan VCT, 90 layanan Pencegahan penularan dari ibu ke anak dan layanan 223 layanan kolaborasi TB-HIV. Layanan konselling dan tes HIV di Sumatera Utara ada 43 layanan, diantaranya ada 11 layanan di kota Medan, salah satunya adalah Klinik Veteran Medan. Penanganam masalah HIV/AIDS juga harus berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder dan tertier. Pemerintah sendiri dalam hal ini sudah melakukan banyak program dalam penanggulangan HIV/AIDS baik untuk kabupaten/kota yang bekerjasama dengan WHO dan sejumlah LSM (Lembaga Sosial Masyarakat).
Universitas Sumatera Utara
Ada
6
(enam)
program
yang
dilaksanakan
untuk
menanggulangi
permasalahan HIV/AIDS yaitu Program KIE (Knowledge, Information dan Education) = BCC (Behaviour Change Communication) = KPP (Komunikasi Perubahan Perilaku), Program Kondom 100%, Program Klinik IMS (Infeksi Menular Seksual), Program Harm Reduction, Program VCT (Voluntary Counselling & Testing), dan Program CST (Care, Support & Treatment Nasional, 2006). Salah satu program tersebut yang juga merupakan kerjasama antara pemerintah dan LSM yang sangat populer di seluruh Indonesia dan sampai saat ini terus dikembangkan adalah program pengadaan Klinik IMS dan VCT. Salah satunya adalah Klinik Veteran Medan. Layanan kesehatan IMS merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan rutin masalah IMS bagi pekerja seks perempuan, pria dan waria. Program ini dilaksanakan di Puskesmas atau klinik yang sudah ada di wilayah terdekat dengan konsentrasi sebaran populasi beresiko. Layanan kesehatan IMS memiliki fungsi kontrol terhadap penularan IMS agar penularan IMS dapat dipersempit dan untuk mengendalikan laju penularan IMS-HIV/AIDS (Depkes RI, 2004). Layanan VCT mencakup pre-test konselling, testing HIV, dan post-test konselling. Kegiatan tes dan hasil tes pasien harus dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan (KPA Nasional, 2006). Klinik Veteran sebagai klinik IMS dan VCT dibawah naungan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, dalam kegiatannya selain memberi pelayanan di Klinik juga secara rutin melakukan kegiatan mobile ke lokasi lokasi prostitusi di wilayah kerjanya, rata-rata 2 kali dalam sebulan, dan bila ada suatu program yang
Universitas Sumatera Utara
mengharuskan datang ke lokasi prostitusi misalnya program pemberian ARV pada orang-orang yang berisiko. Klinik Veteran juga memberikan kondom gratis kepada orang-orang yang berisiko. Layanan klinik IMS pada klinik Veteran mencakup pencegahan seperti promosi kondom dan seks aman, konselling, pemeriksaan dan pengobatan, kegiatan penapisan untuk IMS asymptomatic, menjalankan sistem monitoring dan surveilans serta memberikan layanan KIE tentang mitos penggunaan obat-obat bebas untuk mencegah atau mengobati IMS. Tujuan konselling IMS yang dilakukan Agar penderita patuh minum obat/mengobati sesuai ketentuan, agar kembali untuk follow up secara teratur sesuai jadwal yang ditentukan, untuk menyakinkan pentingnya pemeriksaan mitra seksual, serta turut berusaha agar mitra tersebut bersedia diperiksa dan diobati bila perlu, untuk mengurangi resiko penularan dengan cara abstinensia selama pemeriksaan terakhir selesai serta tanggap dan memberikan respon cepat terhadap infeksi atau hal lain yang mencurigakan setelah berhubungan seks. Layanan VCT yang dilaksanakan oleh klinik Veteran
mencakup pre-test
konselling, testing HIV dan post-test konselling, dengan maksud dan tujuan program VCT untuk membantu masyarakat terutama populasi berisiko dan anggota keluarganya untuk mengetahui status kesehatan yang berkaitan dengan HIV dimana hasilnya dapat digunakan sebagai bahan motivasi upaya pencegahan penularan dan mempercepat mendatangkan pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Perilaku Kesehatan
2.2.1. Pengertian Perilaku Kesehatan Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : a. Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Berdasarkan pembagian domain oleh Bloom, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010) : a.
Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
b.
Sikap (Attitude) Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.
c.
Tindakan atau praktik (Practice) Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.
2.2.2.
Determinan Perilaku Kesehatan Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis faktor perilaku
ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu : faktor predisposisi (Predisposing factors),
Universitas Sumatera Utara
terdiri atas faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua, faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti ketersediaan sarana/fasilitas, informasi.
Ketiga, faktor pendorong (reinforcing
factors), yag terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok referens, seperti petugas kesehatan, kepala kelompok atau peer group. Predisposing Factors - Kebiasaan - Kepercayaan - Tradisi - Pengetahuan - Sikap
Pendidikan Kesehatan
Enabling Factors - Ketersediaan Fasilitas - Ketercapaian Fasilitas
Perilaku
Reinforcing Factors - Sikap dan Perilaku Petugas - Peraturan Pemerintah
Masalah Kesehatan
Non Perilaku
Gambar 2.2 : Bagan Precede Lawrence W. Greean Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktorfaktor tersebut antara lain : susunan saraf pusat, persepsi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya. Perilaku diawali dengan dengan adanya pengalamanpengalaman seseorang serta faktor-faktor di luar orang tersebut (lingkungan), baik
Universitas Sumatera Utara
fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku (Notoatmodjo,2005). Teori Informasi, Motivasi dan Behaviour (IMB) dari Fisher & Fisher berpendapat bahwa informasi, motivasi, dan keterampilan berperilaku merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi perilaku pencegahan seseorang terhadap penyakit.
Melalui
informasi,
motivasi,
dan
keterampilan berperilaku untuk
mengurangi risiko penularan, perilaku pencegahan terhadap penyakit juga lebih mudah terwujud. Informasi mengenai dianjurkan.
berhubungan
dengan
informasi tentang pengetahuan
dasar
penyakit, kondisi kesehatan, maupun perilaku pencegahan yang Sementara
itu motivasi dipengaruhi oleh motivasi individu dan
motivasi sosial. Motivasi individu didasarkan pada sikap terhadap perilaku pencegahan, norma subjektif, persepsi mengenai kerentanan terhadap penyakit, keuntungan dan hambatan dari perilaku pencegahan, 'biaya' yang ditimbulkan dari perilaku berisiko . Motivasi sosial didasarkan pada norma sosial, persepsi individu mengenai dukungan sosial, serta adanya saran dari orang lain. Sementara itu keterampilan berperilaku merupakan kemampuan indvidu untuk melakukan tindakan pencegahan, seperti kemampuan merundingkan untuk tidak melakukan hubungan seksual, mendesak untuk menggunakan kondom, dsb. Ketrampilan berperilaku ini memastikan bahwa seseorang mempunyai
Universitas Sumatera Utara
keterampilan, alat, keyakinannya
dan
strategi
untuk
berperilaku
yang didasarkan
pada
(self efficacy) dan perasaan bahwa ia dapat mempengaruhi
keadaan/situasi (perceived behavioural control) untuk melakukan perilaku tersebut. Keterampilan berperilaku merupakan prasyarat yang menentukan apakah informasi dan motivasi yang bagus mampu mendorong tindakan pencegahan atau perubahan perilaku yang efektif. Model ini beranggapan bahwa informasi dan motivasi masing-masing dapat memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seseorang. Pengaruh tidak langsung yaitu melalui kerja sama antara informasi dan motivasi dengan keterampilan berperilaku. Model ini juga berpendapat bahwa informasi dapat mempengaruhi motivasi seseorang, begitu juga sebaliknya. 2.2.3
Determinan Perilaku Terkait Penelitian
a. Informasi Informasi, dalam hal ini adalah informasi tentang LSL yang berhubungan dengan informasi pengetahuan dasarnya tentang HIV/AIDS, kondisi kesehatan maupun informasi yang diketahuinya tentang pencegahan yang dianjurkan , dapat mempengaruhi perilaku seksual seseorang. Hasil penelitian Herman Abdullah (2002) terhadap 150 orang Gay di Denpasar dan Ujung Pandang tentang faktor-faktor yang berhungan dengan penggunaan kondom pada sex anal menunjukkan hasil bahwa ada hubungan pengetahuan dengan penggunaan kondom. Menurut penelitian Nurcholis Arif Budiman (2008) terhadap Wanita Pekerja Seks jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan HIV/AIDS di sekitar alun-alun candi
Universitas Sumatera Utara
Prambanan Kabupaten Klaten terdapat faktor pengetahuan berhubungan dengan upaya pencegahan IMS dan HIV/AIDS. Menurut Bloom, 1968 (dalam Notoatmodjo, 2005) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif ini mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a.1 Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. a.2 Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. a.3Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
Universitas Sumatera Utara
a.4Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya dengan satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. a.5Sintesis (synthesis) Sintesis
menunjuk
kepada
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun fomulasi baru
dari
formulasi-formulasi
yang
ada.
Misalnya
dapat
menyusun,
merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. a.6Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada/ norma yang berlaku di masyarakat. Pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS dapat menjadi pedoman untuk melakukan tindakan pencegahan yang benar agar tidak tertular oleh HIV/IDS. Dalam temuan kunci STBP 2011 dilaporkan bahwa pada LSL yang tahu bahwa kondom dapat mencegah Infeksi cenderung menggunakan kondom secara konsisten.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran informasi tentang pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan menjadi landasan penting untuk menentukan suatu tindakan. Pengetahuan, sikap dan perilaku akan kesehatan merupakan
faktor
yang
menentukan
dalam
mengambil
suatu
keputusan
(Notoatmodjo, 2010). b. Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to Move, Secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu (Quinn,1995 dalam Notoadmodjo 2005). Motivasi dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan persepsi dan norma sosial yang berkaitan dengan temen kelompoknya. Dalam temuan kunci Survey Terpadu Biologis Perilaku (STBP) 2011 dilaporkan bahwa pada LSL yang merasa berisiko tertular HIV cenderung untuk menggunakan kondom secara konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Mariyah 1992 terhadap perilaku seksual buruh bangunan migran di Denpasar menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi responden untuk mencari pekerja seks diantaranya yaitu karena pengaruh teman dan mengendornya norma-norma yang diyakini. Selain itu penelitian ini juga menyatakan bahwa agama dan keyakinan yang kuat dapat mencegah terjadinya perilaku seksual berisiko (menggunakan jasa pekerja seks dan berganti-ganti pasangan).
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Godin dkk. (2005) dan Stulhofer dkk. (2007) dalam Yusi, M.A. (2008) juga menyatakan bahwa sikap dan norma sosial dapat mempengaruhi perilaku pencegahan seseorang terhadap penggunaan kondom. Menurut penelitian Nurcholis Arif Budiman (2008) terhadap Wanita Pekerja Seks jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan HIV/AIDS di sekitar alun-alun candi Prambanan Kabupaten Klaten terdapat faktor persepsi kerentanan berhubungan dengan upaya pencegahan. Salah satu cara untuk mengukur motivasi melalui kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Motivasi dapat menjadi kekuatan untuk mendorong kita untuk berperilaku tertentu (Damayanti R., dalamNotoatmodjo, 2005). c. Keterampilan berperilaku Keterampilan berperilaku dalam penelitian ini merupakan kemampuan indvidu untuk melakukan
tindakan
merundingkan untuk tidak melakukan menggunakan
kondom,
pencegahan, hubungan
seperti
seksual,
kemampuan
mendesak
untuk
dsb. Keterampilan berperilaku ini memastikan bahwa
seseorang mempunyai keterampilan, alat, dan strategi untuk berperilaku yang didasarkan
pada keyakinannya (self efficacy) dan perasaan bahwa ia dapat
mempengaruhi keadaan/situasi (perceived behavioural control) untuk melakukan perilaku tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Godin dkk. (2005) dalam Yusi, M.A. (2008) yang diambil secara acak pada orang dewasa heteroseksual menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
keyakinan seseorang untuk dapat berhasil dalam melakukan sesuatu yang diinginkan (self efficacy) dan perasaan seseorang bahwa ia dapat mempengaruhi keadaan/situasi (perceived behavioural control) merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk menggunakan kondom. Sejalan dengan Godin, penelitian yang dilakukan oleh Widodo Edy (2009) juga menyatakan bahwa semakin tinggi persepsi kemampuan diri dalam berperilaku pencegahan semakin baik pula praktek dalam pencegahan IMS dan HIV &AIDS. Semakin yakin seseorang atas kemampuannya untuk dapat melakukan tindakan pencegahan dan mencapai tujuan, maka akan semakin besar kemungkinan untuk melakukan tindakan tersebut. Hasil penelitian Ford dkk di Bali (1992) terhadap 80 PSK laki-laki, 100 orang turis pelanggan PSK laki-laki dan 407 PSK wanita di lokalisasi menunjukkan ada hubungan persepsi kemampuan diri untuk berperilaku (self efficacy ) dengan perilaku penggunan kondom.
2.3. Kondom 2.3.1. Pengertian dan Sejarah Kondom Kondom adalah alat kontrasepsi atau alat untuk mencegah kehamilan atau penularan penyakit kelamin pada saat bersanggama. Kondom biasanya dibuat dari bahan karet latex dan dipakaikan pada alat kelamin pria atau wanita pada keadaan ereksi
sebelum
bersanggama
(bersetubuh)
atau
berhubungan
suami-istri
(Sutantri,1987).
Universitas Sumatera Utara
Nama “kondom” berasal dari bahasa latin “Condon” yang berarti wadah.. Di tahun 1980-an penggunaan kondom meningkat karena persebaran virus baru HIV/AIDS.
Pada saat itu kondom dirasa dapat menjadi alat yang bisa
menanggulanginya. Pendapat lain mengatakan kata kondom diambil dari nama Dr.Condom, seorang dokter asal Inggris yang bergelar Pangeran. Pada pertengahan tahun 1600, ia yang mula-mula mengenalkan corong untuk menutupi penis untuk melindungi King Charles II dari penularan penyakit kelamin. Gabriello Fallopia, dokter dari Italia yang hidup di abad ke-17. Ia dikenal sebagai "bapak kondom" karena pada pertengahan tahun 1500 ia membuat sarung linen yang berukuran pas (fit) di bagian penis dan melindungi permukaan kulit. Penemuannya ini diuji coba pada 1000 pria dan sukses. Rajapitayakorn (1993) menyatakan ada orang yang merasa bahwa kondom tidak efektif, 30-60% pria mengaku selalu menggunakan kondom, tetapi diantara mereka yang menggunakan kondom belum tentu memakainya secara benar. Pemakaian kondom yang salah bisa mengakibatkan kondom itu lepas atau robek. Begitulah bila kita tidak memakainya secara konsisten, tentu saja kondom itu tidak akan efektif. Hasil dari penelitian kondom yang terus menerus oleh LARFP Counsil memperkirakan adanya hubungan yang kuat antar lingkar penis dan terlepasnya kondom, regangan kondom dan tip pemakainnya. Selanjutnya dikatakan pula ukuran penis yang diukur oleh pasangannya yang menggunakan kit special termasuk didalamnya cara-cara menggunakan kondom, dan adanya dua garis merah pada
Universitas Sumatera Utara
kertas, dimana garis pertama mengukur panjang penis dan garis yang satunya lagi untuk lingkaran penis (Setiner, M, 1998 dalam Dumasari, R. 2008). Sampai saat ini kondom telah banyak ber-evolusi, dengan berbagai macam rasa dan bentuk agar lebih nyaman digunakan dan lebih variatif dalam memberikan sensasi berhubungan seks, bahkan di era 1990-an sampai 2000-an telah diperkenalkan juga kondom untuk wanita atau lebih dikenal dengan Fimidom. Namun sampai detik ini masih banyak manusia yang tidak mau memakai alat pengaman yang memiliki sejarah panjang ini (Donit, 2011). Kegagalan pemakaian kondom tergantung pada karakteristik pemakai seperti sejarah kegagalan dalam pemakaian kondom seperti robek atau terlepas, kurangnya pengalaman pemakaian kondom, usia yang muda, pendidikan yang rendah, pendapatan yang rendah dan ukuran penis yang besar (Spruyt, Steiner, Joanis et all, 1998 dalam Donit, 2011). Dalam mempromosikan kondom, kondom harus tersedia dengan baik, dan untuk meningkatkan penggunaan kondom adalah dengan meningkatkan kualitas kondom yang membuat hubungan menjadi lebih nikmat dan nyaman. Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2011 Sebanyak 88% LSL mengaku pernah menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seks anal dengan pria. Sebesar 54% LSL menggunakan kondom pada saat hubungan seks anal terakhir dengan pria, dan 22% menggunakan kondom secara konsisten pada seks anal 1 bulan terakhir. Kurang dari satupertiga LSL menggunakan kondom secara konsisten pada setiap tipe pasangan seksualnya
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Jenis-Jenis Kondom (Dumasari, 2008) a. Kondom laki-laki Kondom merupakan sarung dari latex yang tipis, digunakan pada penis ketika melakukan hubungan seksual.
Kondom berguna untuk mengumpulkan semen
sebelum, selama dan sesudah masa ejakulasi dan menghalangi sperma masuk ke vagina. Penggunaan kondom yang benar dapat mengurangi risiko penularan penyakit seksual dan dapat juga digunakan sebagai alat kontrasepsi.
Gambar 2.3. Kondom Laki-laki Cara penggunaan : a. Selalu menggunakan kondom latex yang baru dan gunakan sebelum tanggal kadaluarsa b. Buka kemasan kondom dengan hati-hati dan jangan menggunakan gigi c. Pasang kondom setelah penis ereksi d. Pegang ujung kondom diantara 2 jari (menjepit ujungnya) agar ada tempat untuk mengumpulkan sperma dan hilangkan udara dari ujung kondom untuk menghindari kondom robek ketika digunakan.
Universitas Sumatera Utara
e. Pasang kondom dari ujung penis,, kemudian ditarik hingga ke pangkal penis dan ujungnya tetap dijepit. f. Setelah ejakulasi dan sebelum penis menjadi lembek, tarik keluar penis dengan hati-hati dan pegang bibir kondom agar sperma tidak tumpah. g. Setelah pemakaian, kondom dibungkus dan tidak boleh dibuang kedalam toilet. b. Kondom wanita Terdiri dari bahan polyurethane berbentuk seperti sarung atau kantong dengan panjang 17 cm (6,5 inci).. Bahan ini kurang menyebabkan alergi dibandingkan dengan latex. Bahan tersebut juga kuat dan jarang robek (40% lebih kuat dari latex) tetapi tipis sehingga sensasi yang dirasakan bisa tetap dipertahankan.
Kondom
wanita ini dapat mencegah kehamilan dan penularan penyakit seksual termasuk HIV apabila digunakan dengan benar. Penggunaan kondom ini telah digunakan di Eropa sejak tahun 1992 dan pada tahun 1993 disetujui pemakaiannya oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat. Cara penggunaan : a. Buka bungkusan kondom dengan hati-hati b. Pastikan lubrikasinya cukup c. Cincin yang tertutup berada di sebelah bawah dan ujung yang terbuka dipegang menggantung d. Pegang cincin bagian dalam dengan ibu jari dan jari tengah dan kemudian masukkan cincin bagian dalam beserta kantongnya ke dalam vagina
Universitas Sumatera Utara
e. Letak kondom harus tetap lurus dan tidak boleh berputar didalam vagina. f. Cincin bagain luar tetap berada di luar vagina g. Untuk mengeluarkan kondom, putar cincin bagian luar dengan hati-hati dan kemudian tarik kondom keluar dan sperma tetap berada didalam. h. Setelah pemakaian, dianjurkan kondom tersebut jangan digunakan lagi dan tidak boleh dibuang kedalam toilet Keadaan yang kurang menguntungkan dari pemakaian kondom latex : a. Lebih sulit memasangnya b. Kemungkinan dapat timbul bising ketika berhubungan seksual c. Dapat menyebabkan iritasi pada vagina ataupun penis 2.3.3. Efektifitas Kondom Hasil
studi Herman, Retta, Rinaldt dan Herman (1992)
mengarah pada
kesimpulan bahwa kondom lateks secara efektif melindungi terhadap penularan HIV. Dalam studi-VIRO yang melibatkan pasangan dengan satu pasangan yang terinfeksi HIV dan yang lainnya yang tidak (pasangan serodiskordan) untuk mengamati apakah kondom melindungi terhadap penularan HIV. Penelitian-penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa kondom lateks melindungi terhadap infeksi HIV. Sebagai contoh, Saracco dkk. (1993) secara prospektif mempelajari wanita dengan HIVnegatif yang berhubungan dengan laki laki yang terinfeksi HIV ditemukan bahwa wanita yang pasangannya konsisten menggunakan kondom selama hubungan seksual, hanya 2% tertular HIV.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya ditemukan bahwa pasangan yang tidak menggunakan kondom dalam melakukan hubungan seksual didapati jumlah kasus baru HIV dengan pasangan yang menggunakan kondom. Penelitian pada 343 pasangan tetap pria yang terinfeksi HIV, insiden HIV rata-rata 7,2/100 orang/tahun yang tidak menggunakan kondom (2 orang terkena HIV), dibandingkan dengan yang selalu menggunakan kondom rata-rata 1,1/100 orang/tahun (0,32 kemungkinan terkena HIV)(Finger, W,R. 1996) Dari kegiatan workshop yang dilaksanakan di Virginia pada tahun 2000 tentang efektifitas kondom laki-laki yang terbuat dari bahan latex dalam mencegah penyakit seksual antara lain menyimpulkan bahwa penggunaan kondom dapat menurunkan penularan HIV/AIDS sebanyak 85% dibanding dengan yang tidak menggunakan (Dumasari, 2008). Di Kamboja pada tahun 2001 mulai dilaksanaan program 100% penggunaan kondom, sebuah distrik yang banyak pekerja seksnya. Program ini berhasil menurunkan prevalensi HIV dan IMS di kalangan pekerja seks dan klien. Program ini juga dilaksanakan di beberapa negara asia lainnya, seperti Filipina dan Vietnam. Negara Asia lain yang menjalankan program 100% penggunaan kondom adalah Myanmar pada awal tahun 2001 di kota Bago, Pyay, Kwathaung dan Tachileik, kemudian berkembang ke 152 kota lainnya pada awal 2006. Terdapat laporan penggunaan kondom pada pekerja seks meningkat dari 60,7% (2001) menjadi 91,0% (2002),
terdapat
penurunan
prevalensi
sifilis
dari
6%
menjadi
3%
(Rojanapithayakorn, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Landasan Teori
2.4.1. Information-Motivation-Behavioral Skills Model (IMB Model) IMB model diperkenalkan oleh Fisher dan Fisher tahun 1992, model ini dirancang untuk mengubah perilaku berisiko yang dapat menyebabkan penularan HIV-AIDS.
IMB
model
berpendapat
bahwa
informasi,
motivasi,
dan
keterampilan berperilaku merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi perilaku pencegahan seseorang terhadap penyakit. Melalui informasi, motivasi, dan
keterampilan berperilaku untuk mengurangi risiko penularan, perilaku
pencegahan terhadap penyakit juga lebih mudah terwujud. Informasi berhubungan dengan pengetahuan dasar mengenai penyakit, kondisi kesehatan, maupun perilaku pencegahan yang dianjurkan. Sementara itu motivasi dipengaruhi oleh motivasi individu dan motivasi sosial. Motivasi individu didasarkan pada sikap terhadap perilaku pencegahan, norma subjektif, persepsi mengenai kerentanan terhadap penyakit, keuntungan dan hambatan dari perilaku pencegahan, 'biaya' yang ditimbulkan dari perilaku berisiko. Motivasi sosial didasarkan pada norma sosial, persepsi individu mengenai dukungan sosial, serta adanya saran dari orang lain. Sementara itu keterampilan berperilaku merupakan kemampuan individu untuk melakukan tindakan pencegahan, seperti kemampuan merundingkan untuk tidak melakukan hubungan seksual, mendesak untuk menggunakan kondom, memastikan bahwa seseorang mempunyai keterampilan alat dan berperilaku yang didasarkan
strategi
untuk
pada keyakinannya (self efficacy) dan perasaan
Universitas Sumatera Utara
bahwa ia dapat mempengaruhi keadaan/situasi (perceived behavioural control) untuk melakukan perilaku tersebut. Keterampilan berperilaku merupakan prasyarat yang menentukan apakah informasi dan motivasi yang bagus mampu mendorong tindakan pencegahan atau perubahan perilaku yang efektif. Model ini beranggapan bahwa informasi dan motivasi masing-masing dapat memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seseorang. Pengaruh tidak langsung yaitu melalui kerja sama antara informasi dan motivasi dengan keterampilan berperilaku. Model ini juga berpendapat bahwa informasi dapat mempengaruhi motivasi seseorang, begitu juga sebaliknya. Informasi Keterampilan Berperilaku
Perilaku
Motivasi Gambar 2.4. Information-Motivation-Behavioral Skills Model (IMB Model) Fisher and Fisher (1992) dalam Kalichman (1998)
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori diatas, maka kerangka konsep penelitian ini adalah : Variabel Independen
Variabel Dependen
Informasi
Motivasi
Penggunaan Kondom
Keterampilan Berperilaku
Gambar 2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara