BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Prostat
2.1.1. Embriologi Prostat Sistem organ genitalia atau reproduksi pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan penis. Pada umumnya organ urogenitalia terletak di rongga retroperitonial dan terlindung oleh organ lain yang berada disekitarnya, kecuali testis, epididimis, vas deferens, penis, dan uretra (Purnomo, 2011). Pada masa kehamilan bulan ketiga, kelenjar prostat mulai berkembang dari invaginasi epithelial dari sinus urogenital posterior di bawah pengaruh mesenkim. Pembentukan normal dari kelenjar prostat membutuhkan pengaruh 5α-dihidrotestoteron yang disintesa dari testoteron fetal oleh 5α reduktase. Enzim ini dijumpai pada sinus urogenital dan genitalia eksternal. Konsekuensinya, defisiensi 5£-reduktase akan
menye babkan prostat yang
mengecil atau sama sekali tidak ada, walaupun epididimis, vasa deferentia dan vesikel seminal tetap normal (Hammerich et al, 2009). Pada waktu lahir, kelenjar tersebut kecil dan tumbuh bersamaan dengan semakin tingginya produksi androgen meningkat pada masa puber. Pada saat dewasa, kelenjar prostat masih stabil sampai umur 50 tahun yang selanjutnya mulai terjadi pembesaran (Badan POM RI, 2012). 2.1.2. Anatomi Kelenjar Prostat Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah infe rior bulibuli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulasi. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan ±25% dari seluruh volume ejakulasi (Purnomo, 2011). Prostat dibagi menjadi lima buah lobus yaitu lobus anterior, lobus medius, lobus posterior, dan lobus lateralis. Lobus anterior yang terletak di depan uretra dan menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister . Bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos. L obus medius yang terletak di antara uretra dan duktus ejakulatorius. Lobus ini banyak mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula vesikae yang menonjol ke dalam vesika urinari bilalobus medius ini membesar. Sebagai akibatny a dapat terjadi bendungan aliran urin pada waktu buang air kecil. Lobus posterior yang terletak di belakang uretra dan di bawah duktus ejakulatorius . Lobus lateralis terletak di sisi kiri dan kanan uretra (Wibowo dan Paryana, 2009). Prostat merupakan organ yang mendapat persarafan yang luar biasa. Dua bundle neurovaskular terdapat pada posterolateral kelenjar dan membentuk pedicle superior dan inferior pada masing -masing sisi. Saraf-saraf ini penting untuk pengaturan fisiologi, morfologi dan pematangan k elenjar. Prostat mendapat inervasi saraf simpatetik dan parasimpatetik dari saraf hipogastrik dan pelvis. Saraf ini penting untuk fungsi ereksi, sehingga mendapat perhatian khusus pada operasi kanker prostat (Hammerich et al, 2009). Prostat mendapatkan ine rvasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis dua sampai empat dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10 -L2) (Purnomo, 2011). Pembuluh darah prostat berasal dari arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media atau arteri rektalis inferior. Pembuluh vena membentuk plexus yang terletak di antara kapsul dan faskia di sisi prostat. Vena ini bermuara pada vena iliaka interna dan juga pada plexus venosu s vertebra, sehingga dapat menerangkan terjadinya metastasis dari karsinoma prostat ke vertebra dan otak (Wibowo dan Paryana, 2009).
Gambar 2.1. Organ Prostat Pada Pria ( K . OH, William,2000) 2.1.3. Histologi Kelenjar Prostat Kelenjar prostat ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona prepostatik sfingter, dan zona anterior. Secara histopatologik, kelenjar prostat terdiri atas komponen ke lenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain (Purnomo, 2011). Gambaran histologi dari kelenjar prostat terdiri dari duktus kelenjar yang bercabang –cabang. Kelenjar dan duktus terdiri dari dua lapisan sel yaitu lapisan sel kolumnar sekresi luminal dan lapisan sel basal (Eroschenko, 2001). Selain selsel epitel luminal dan sel-sel neuroendokrin pada duktus prostat. Sel stem tersebut samadengan stem yang dijumpai padasemua jaringan di tub uh. Sel stem berperan untuk regenerasi jaringan setelah jejas dan kematian sel (Cramer, 2007). Zona perifer terdiri dari seluruh jaringan kelenjar prostat pada bagian apeks dan bagian posterior dekat kapsul. Pada zona ini lebih sering dijumpai karsinoma, prostatitis kronik dan atrofi post inflamatory. Zona sentral merupakan suatu daerah yang berbentuk kerucut dengan bagian apeks meliputi duktus ejakulasi dan uretra prostatitik pada verumontanum. Zona transisi terdiri dari dua
bagian jaringan kelenjar pada bagian lateral uretra dari bagian tengah kelenjar. Pada zona ini sering terjadi BPH. Bagian apeks dari area ini kaya dengan otot lurik yang bercampur dengan kelenjar dan otot dari diafragma pelvis (Hammerich et al, 2009).
Gambar 2.2. Kalenjar Prostat (Dikutip dari: Wheather's Functional Histology: A text and Colour Atlas 5th Edition) 2.1.4. Fisiologi Kelenjar Prostat Rangsangan parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat , kapsula prostat, dan leher buli buli. Di tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergic -£. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos prostat tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak sehingga dapat menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih (Purnomo , 2011).
2.2.
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
merupakan penyakit tersering kedua pada penyakit kelenjar prostat di klinik urologi di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, prevalensi BPH adalah umur 4150 tahun sebanyak 20%, 51-60 tahun 50%, >80 tahun sekitar 90%. Angka di Indonesia, bervariasi antara 24-30% dari kasus urologi yang dirawat di beberapa rumah sakit (Badan POM RI, 2012). BPH adalah pertumbuhan berlebihan sel -sel prostat yang tidak ganas. BPH kadang tidak menimbulkan gejala, tetapi jika tumor ini terus berkembang, pada akhirnya akan mendesak uretra yang mengakibatkan rasa tidak nyaman pada penderita. Kelenjar prostat yang membesar akan menyumbat uretra prostat tersebut seakan-akan menyumbat saluran kemih sehingga menghambat aliran urin. Urin yang tertahan ini dapat berbalik lagi ke ginjal dan pada kasus -kasus tertentu dapat mengakibatkan infeksi pada kandung kemih (Badan POM RI, 2012). BPH merupakan kasus terbanyak di bagian urologi, keadaan ini ditandai dengan pembesaran kelenjar prostat yang disebabkan oleh pertambahan jumlah sel dengan keluhan sering miksi, nocturia, kesulitan memulai dan mengakhiri miksi, dysuria dan retensi urin (Laksmi, 2012). 2.2.1. Etiologi Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Hormon testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT ). DHT inilah yang kemudian secara kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar. Pembentukan nodul pembesaran prostat ini sudah mulai tampak pada usia 25 tahun pada sekitar 25% pria. Faktor lain yang mempengaruhi BPH adalah latar belakang kondisi penderita misalnya usia, riwayat keluarga, obesitas, meningkatnya kadar kolesterol darah, pola makan tinggi lemak hewani, olah raga, merokok, minuman beralkohol, penyakit Diabetes Mellitus, dan aktifitas seksual (Badan POM RI, 2012).
Menurut Birowo (2002) dalam Amalia (2007) ada beberapa teori yang dikemukakan berdasarkan faktor histologi, ho rmon, dan faktor perubahan usia di antaranya : a. Teori DHT (dihidrotestosteron): testosteron dengan bantuan enzim 5α reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat. b. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer BPH adalah penonjolan kele njar yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar -kelenjar baru di sekitar prostat. Ia menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi pada usia dewasa. c. Teori stem cell hypotesis. Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel amplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal. d. Teori growth factors. Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel -sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor - α (TGF - α), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.
Namun demikian, diyakini ada 2 fakto r penting untuk terjadinya BPH, yaitu adanya dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada pasien dengan kelainan kongenital berupa defisiensi 5- α reduktase, yaitu enzim yang mengkonversi testosteron ke DHT, kadar serum DHT -nya rendah, sehingga prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses penuaan, kadar testosteron serum menurun disertai meningkatnya konversi testosterone menjadi estrogen pada jaringan periperal. Pada anjing, estrogen menginduksi reseptor androgen. Peran androgen dan estrogen dalam pembesaran prostat adalah kompleks dan belum jelas. Tindakan kastrasi sebelum masa pubertas dapat mencegah pembesaran . Penderita dengan kelainan genetik pada fungsi androgen juga mempunyai gangguan pertumbuhan prostat. Dalam hal ini, barangkali androgen diperlukan untuk memulai proses BPH, tetapi
tidak dalam
hal proses pemeliharaan.
Estrogen berperan dalam proses pembesaran stroma yang selanjutnya merangsang pembesaran epitel.
2.2.2. Gejala Klinis a. Gejala BPH Gejala klinis yang dijumpai pada pasien yang menderita BPH ditan dai dengan sering kencing, sulit kencing, nyeri saat berkemih, urin berdarah, nyeri saat ejakulasi, cairan ejakulasi berdarah, gangguan ereksi, dan nyeri pinggul atau punggung (Kirby, 1997). b. Tanda Klinis Tanda klinis terpenting BPH adalah ditemukannya p embesaran konsistensi kenyal pada pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination (DRE). Apabila teraba indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras, perlu dipikirkan kemungkinan prostat stadium 1 dan 2 (Roehborn dan McConnell, 2002).
2.2.3. Faktor Resiko Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah : 1. Kadar Hormon Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5α-reductase, yang memegang peran penting dalam pro ses pertumbuhan sel-sel prostat (Guess, 1995). 2. Usia Menurut Birowo dan Raharjo (2002) dalam Amalia (2007) p ada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli -buli dalam
mempertahankan
aliran urin pada proses a daptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran
prostat,
sehingga
menimbulkan
gejala .
Testis
menghasilkan beberapa hor mon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan
androgen.
testosteron,dihidrotestosteron
Hormon dan
tersebut
androstenesdion.
mencakup Testosteron
sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan otot dan
mengatur deposit kalsium di tulang.
Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas. 3. Ras Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH dibanding ras lain. Orang -orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah (Roehborn et al, 2002).
4. Riwayat keluarga Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat t erkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali (Roehborn et al, 2002). 5. Obesitas Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estroge n yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel -sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki -laki biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen (Yatim , 2004). 6. Pola Diet Makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan kadar testosterone. Walaupun kolesterol merupakan bahan dasar untuk sintesis zat
pregnolone
yang merupakan bahan baku
DHEA
(dehidroepianandrosteron) yang dapat memproduksi testosteron, t etapi bila berlebihan tentunya akan terjadi penumpukan lemak pada perut yang akan menekan otot-otot seksual dan mengganggu testis, sehingga kelebihan
lemak tersebut justru dapat menurunkan kemampuan
seksual. Akibat lebih lanjut adalah penurunan produksi t estosteron, yang nantinya mengganggu prostat (Silva, 2006). 7. Aktivitas Seksual Kalenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan hormon laki -laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang
tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosterone (Raharjo, 1999 ). 8. Kebiasaan merokok Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan
aktifitas
enzim
perusak
androgen,
sehingga
menyebabkan penurunan kadar testosterone (Walsh, 1992 ). 9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting unt uk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormone testosteron kepada DHT (Gass, 2002).
2.2.4. Patofisiologi Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli -buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kont raksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi
buli -buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli -buli. Perubahan struktur pada buli buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagaikeluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus. Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli -buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli -buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnyadapat jatuh kedalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli -buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus (Purnomo, 2011). 2.2.5. Patogenesis Hormon testoteron dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedang estrogen mempengaruhi bagian tengah prostat, ketidakseimbangan hormon ini membuat pertumbuhan yang abnormal pada salah satu bagian dari lobus prostat (Aritonang dan Sumantri, 2007). 2.2.6 Diagnosa Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh setiap dokter yang menangani pasien BPH, seda ngkan pemeriksaan tambahan yang bersifat penunjang dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan itu. Pada 5 th International Consultation on BPH (ICBPH)3 membagi kategori pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH menjadi pemeriksaan awal (recommended) dan pemeriksaan spesialistik urologi ( optional). a. Anamnesa Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara yang cermat guna mendapatk an data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis itu meliputi: o Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu o Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi, atau pem-bedahan) o Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual o Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi o Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.
b. Pemeriksaan Fisik Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping pemerik saan fisik pada regio suprapubik untuk mencari
kemungkinan adanya distensi buli -buli. Dari
pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat.
Mengukur
volume prostat dengan DRE cenderung
underestimate daripada pengukuran dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang besar. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26 -34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33% (Roehrborn et al).
c. Pemeriksaan Urinalisis Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan
adanya leukosituria dan
hematuria. BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, di antara -nya: karsinoma buli-buli in situ atau striktura uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjuk-kan adanya kelainan. Untuk itu kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter (AUA, 2003).
d. Pemeriksaan PSA Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH, dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti adanya pertumbuhan volume prostat lebih cepat serta keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan lebih mudah terjadinya retensi urine akut. Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Dikatakan oleh Roehrborn et al (2000)
bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2-1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun19. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. 2.2.7
Patologi Anatomi Gambaran makroskopis prostat yaitu berat mencapai 70 -100 gram,
terdapat cairan jaringan sekitar 30 cc, warna pu tih kemerahan,tonjolan terdapat pada lobus lateralis dan medius, jarang pada lobus posterior. Konsistensi tergantung dari komponen yang hiperplastik (Aritonang dan Sumantri, 2007). Pada pemeriksaan mikroskopik dijumpai adanya proliferasi murni dari selsel stromal ataupun kedua komponen baik epitel dan sel stromal. Proporsi elemenelemen ini bervariasi antara satu nodul dengan nodul yang lain, mulai dari nodul proliferasi murni stroma fibromuskular sampai dengan nodul fibroepitelial yang dominan kelenjar. Proliferasi kelenjar membentuk kumpulan kelenjar -kelenjar kecil sampai dengan kelenjar-kelenjar besar dan berdilatasi, dilapisi oleh dua lapisan sel (bagian dalam oleh sel epitel kolumnar dan bagian luar oleh sel epitel kuboid atau pipih) dengan membran basal yang utuh. Biasanya epitel tersebut karakteristik membentuk tonjolan atau gambaran papillary ke arah lumen kelenjar (Raphael dan Strayer, 2008). Stroma dan asini kelenjar prostat hiperplasia, berkelok -kelok sebagian papiler, dilapisi epitel selapis ku bis. Sebagian isi kelenjar kistik. Tampak korpora amilase dalam lumen, stroma, jaringan ikat fibromuskuler berbentuk sel limfosit (Aritonang dan Sumantri, 2007).
Gambar 2.3: Menunjukkan Korpora Amilase Di Dalam Salah Satu Kelenjar Prost at (Dikutip dari: Wheather's Functional Histology: A text and Colour Atlas 5 th Edition) 2.3.
Adenokarsinoma Prostat Adenokarsinoma prostat merupakan keganasan yang paling umum
dijumpai pada laki-laki yang berumur diatas 50 tahun dan penyebab kedua kematian karena keganasan (Hendrianto, 2011). Tumor ini menyerang pasien yang berusia diatas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 70 -80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun (Purnomo, 2011). Adenokarsinoma prostat ini kemungkinan akibat hipertrofi sering ditemukan di lobus posterior pada bagian posterior lobus medius (Aritonang dan Sumantri, 2007).
2.3.1. Etiologi Perubahan gen pada kromosom 1, 17 dan kromosom X dijumpai pada pasien-pasien dengan riwayat keluarga kanker prostat. Gen hereditary prostate cancer 1 (HPC1) dan gen predisposing for cancer of the prostate (PCAP) terdapat pada kromosom 1 sedang gen human prostate cancer pada kromosom X. Sebagai tambahan, studi genetik menduga adanya suatu predisposisi keluarga y ang kuatpada 5-10% kasus kanker prostat. Laki-laki dengan riwayat keluarga kanker prostat memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mendapat kanker prostat (Dako, 2008). Laki-laki Afrika Amerika memiliki prevalensi kanker pr ostat yang lebih tinggi dan lebih agresif dibanding dengan laki-laki berkulit putih. Laki-laki berkulit putih memiliki prevalensi kanker prostat yang lebih tinggi dibanding dengan laki-laki Asia. Studi menemukan bahwa kadar hormon testosteron pada laki-laki Afrika Amerika lebih tinggi 15% dibanding dengan laki -laki berkulit putih. Selanjutnya terbukti juga 5α-reduktase mungkin lebih aktif pada suku Afrika Amerika dibanding dengan yang berkulit putih, yang mana ini menunjukkan perbedaan hormonal mungkin berpera n
(Bostwick dan Meiers,
2008). Ablasi androgen menyeba bkan regresi kanker prostat. Hsing dan Comstock melakukan studi besar dengan membandingkan prevalensi kanker prostat pada satu grup kontrol dengan satu grup yang diberikan inhibitor 5αreduktase. Inhibitor 5α-reduktase tersebut menunjukkan penurunan preval ensi tumor. ASCO ( The American Society of Clinical Oncology ) merekomendasikan penggunaan inhibitor 5α-reduktase sebagai chemoprevention kanker prostat (Pusat Data dan Informasi PERSI, 2004). 2.3.2. Gejala Klinis Penderita adenokarsinoma prostat selalu menunju kkan gejala lokal seperti retensi urin (20-25%), nyeri pinggang dan tungkai (20 -40%), hematuria (10-15%), sering miksi (38%), penurunan aliran urin (23%). Akan tetapi 47% pasien tidak menunjukkan gejala klinis, sehingga pasien mungkin didiagnosa dengan
adenokarsinoma prostat stadium lanjut tanpa adanya gejala. Selain gejala lokal, dapat dijumpai gejala-gejala metastasis, seperti penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan, nyeri pada tulang dengan atau tanpa fraktur patologis, nyeri dan bengkak pada tungk ai bawah, gejala uremik dapat muncul akibat obstruksi uretra dan retroperitoneal adenopathy (Laksmi, 2012). 2.3.3. Faktor Resiko Adapun faktor-faktor resiko kanker prostat adalah : 1. Faktor Usia Resiko menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun pada pria kulit putih, dengan tidak ada riwayat keluarga menderita kanker prostat. Sedangkan pada pria kulit hitam pada usia 40 tahun dengan riwayat keluarga satu generasi sebelumnya menderita kank er prostat. Data yang diperoleh melaui autopsi di berbagai negara menunjukkan sekitar 15-30% pria berusia 50 tahun menderita kanker prostat secara samar. Pada usia 80 tahun sebanyak 60 -70% pria memiliki gambaran histology kanker prostat (K. OH, William et al, 2000). 2. Faktor Genetik Kanker disebabkan oleh suatu pr oses yang kompleks dan secara jelas masih belum dipahami mengenai interaksi di antara herediter dan lingkungan. Apa yang menjadi antara dasar faktor genetik dimasukkan menjadi faktor yang menyebabkan kanker prostat ini adalah menurut beberapa penelitian yang dibuat, resiko mendapatkan kanker prostat dilihat meningkat dari 2% hingga 9% pada pasien yang sebelumnya memiliki riwayat keluarga yang turut menderita penyakit yang sama (Negri, 1997). 3. Pekerjaan Menurut penelitian yang dibuat mengenai hubungan antar a pekerjaan dan kanker prostat terdapat beberapa pekerjaan mungkin yang dapat menjadi faktor penyebab terjadinya kanker prostat, antara lain pekerjaan tersebut adalah petani, pekerja yang berhubungan dengan
penggunaan logam berat, serta pekerjaan melibatka n industri pembuatan mobil (Bosland et al, 1990). 4. Diet Kanker prostat juga sering dikaitkan dengan kadar pengambilan lemak. Di mana, baik lemak dari tumbuhan maupun lemak dari hewan. Akan tetapi,
harus
diingatkan
bahwa
tidak
semua
lemak
punya
kecenderungan untuk menyebabkan kanker prostat. Ini adalah berdasarkan hasil studi yang dijalankan pada orang Jepang yang tinggal di Jepang dan orang Jepang yang tinggal di Amerika, dari hasil penelitian yang dijalankan di lihat bahwa yang tinggal di Amerika lebih tinggi prevalensi menderita kanker prostat dibanding orang Jepang yang memang tinggal di Jepang. Hasil kultur sel menunjukkan bahwa asam lemak omega -6 merupakan stimulan positif terhadap pertumbuhan sel kanker prostat (McLaughlin et al, 1990). 2.3.4. Patogenesis Diduga adanya perubahan endokrin pada usia lanjut merupakan penyebab kelainan ini. Sel epitel yang neoplastik , seperti dengan bentuk normal,memiliki reseptor steroid (androgen dan estrogen) yang berpengaruh terhadap hormon hormon itu. Androgen dip erlukan untuk mempertahankan epitel prostat yang kemudian diubah oleh zat -zat yang belum dikenal (Aritonang dan Sumantri, 2007).
2.3.5 Diagnosa Diagnosa kanker prostat dapat dilakukan atas kecurigaan pada saat pemeriksaan colok dubur yang abnormal atau p eningkatan Prostate Specific Antigen (PSA). Kecurigaan ini kemudian dikonfirmasi dengan biopsi, dibantu oleh trans rectal ultrasound scanning (TRUSS). Ada 50% lebih lesi yang dicurigai pada saat colok dubur yang terbukti suatu kanker prostat . Nilai predik si colok dubur untuk mendeteksi kanker prostat 21,53%. Sensitifitas colok dubur tidak memadai untuk mendeteksi kanker prostat tapi spesifisitasnya tinggi, namun bila
didapatkan tanda ganas pada colok dubur maka hampir semua kasus memang terbukti kanker prostat karena nilai prediktifnya 80% (Umar dan Agoes, 2002). a. Digital Rectal Examination (DRE) Pemeriksaan rutin prostat yang diperlukan adalah pemeriksaan rektum dengan jari atau digital rectal examination. Pemeriksaan ini menggunakan jari telunjuk yang dimasukkan ke dalam rektum untuk meraba prostat. Penemuan prostat abnormal pada DRE berupa nodul atau indurasi hanya 15-25 % kasus yang mengarah ke kanker prostat (Moul et al, 2005).
b. Pemeriksaan kadar PSA Pemeriksaan PSA sangat baik digunakan bersamaan denga n pemeriksaan DRE dan TRUSS dengan biopsi. Pasien yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/ml biasanya menderita kanker prostat. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa hanya 2% laki -laki yang menderita BPH yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/ml. Seda ngkan dari 103 pasien dengan semua stadium kanker prostat, 44% memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/ml (K.OH, William, et al,. 2000)
c. Biopsi Prostat Biopsi prostat merupakan “gold standart” untuk menegakkan diagnosa kanker prostat. Pemeriksaan biopsi prosta t dilakukan apabila ditemukan peningkatan kadar PSA serum pasien atau ada kelainan pada saat pemeriksaan DRE atau kombinasi keduanya yaitu ditemukannya peningkatan kadar PSA serum dan kelainan pada DRE (Jefferson dan Natasha, 2009).
2.3.5. Patologi Anatomi Untuk
mengidentifikasi
gambaran
makroskopis
pada
penderita
adenokarsinoma prostat sampai sekarang masih sulit. Walaupun warna sebagian tumor yang terlihat adalah putih kecoklatan,sebagian berwarna kuning. Pada prostatektomi, adenokarsinoma prost at cenderung multifokal, terutama dijumpai pada zona perifer, diikuti pada zona transisional dan kemudian zona sentral. Sebagian besar tumor teraba kenyal dan sebagian kecil teraba gembur dan lunak (Hammerich et al, 2009). Gambaran mikroskopis adenokarsin oma prostat kadang tampak genjel genjel sel tumor, inti hiperkromatik, kecil bulat, terletak di tengah sel. Sitoplasma banyak dengan batas sel jelas. Stroma diantaranya tidak ditemukan (Aritonang dan Sumantri, 2006). Adenokarsinoma prostat memiliki gamb aran histopatologi mulai dari well differentiated sampai dengan poorly differentiated. Gambaran umum semua kanker prostat adalah hanya dijumpainya satu tipe sel tanpa adanya lapisan sel basal. Berbeda dengan kelenjar prostat yang jinak dijumpai suatu lapis an sel basal di bawah sel-sel sekresi. Pengenalan sel-sel basal dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin tidak mudah. Pada beberapa kasus yang jelas karsinoma, mungkin terlihat sel-sel yang menyerupai sel-sel basal. Akan tetapi apabila sel -sel tersebut diwarnai dengan antibodi yang spesifik untuk sel basal maka hasilnya negatif dan itu hanya fibroblast yang mengelilingi kelenjar yang ganas. Sebaliknya sel -sel basal mungkin tidak dikenali pada kelenjar -kelenjar yang jinak tanpa pewarnaan khusus (Eble et al, 2004).
Gambar 2.4 Adenocarcinoma with amphophilic cytoplasm and enlarged nuclei containing prominent nucleoli (WHO, 2004).
2.4 PSA (Prostate –specific Antigen) PSA merupakan suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sel epitel oleh asini dan duktus dari kelenjar prostat. Jaringan prostat dalam kondisi jinak dan ganas tetap menghasilkan PSA. PSA berkonsentrasi di jaringan prostat dan PSA serum normalnya sangat rendah. Nilai normal umum yang digunakan adalah 0 -4 ng/ml. Konsentrasi PSA seperti ini ditemukan di antara 97% dari pria di atas 40. Nilai PSA dalam serum lebih dari 12 ng/ml selalu berhubungan dengan kelainan prostat. Kesulitan diagnosa ditemukan di antara para pasien yang memiliki nilai PSA antara 5-10 ng /ml karena mungki n keduanya berasal dari adenokarsinoma prostat atau pertumbuhan berlebihan dari prostat. Nilai PSA tidak berkorelasi cukup baik dengan perkembangan adenokarsinoma prostat. Namun berguna sebagai faktor prognostik setelah perawatan diterapkan dan dalam penen tuan prognosis. Namun, tingkat akhir yang tinggi menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang rendah (Zhou dan Galluzi, 2007 ).
2.4.1. Deteksi Dini PSA American Cancer Society menganjurkan agar semua pria berusia di atas 50 tahun mengikuti Program Deteksi Dini Kanker Prostat dengan melakukan pemeriksaan prostate specific antigen total (PSA) dan perabaan prostat melalui dubur yang disebut digital rectal examination (DRE). Pemeriksaan DRE harus dilakukan oleh dokter, sedangkan pemeriksaan nilai PSA dapat d ilakukan di laboratorium klinik.Bila ada riwayat kanker dalam keluarga, program deteksi dini kanker prostat ini dianjurkan sejak usia 40 tahun (Pusat Data dan Informasi PERSI, 2004).