4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Mata
Gambar 2.1 Bola Mata Sumber: Sobotta, Volume 1, Edisi ke-14 Menurut Ellis (2006), anatomi mata dapat dibagi menjadi: 2.1.1 Bola Mata Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar 24,2 mm (Riordan-Eva, 2014). Bola mata dibentuk oleh tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu: lapisan fibrosa, lapisan vaskular, dan lapisan neural. Lapisan Fibrosa Lapisan fibrosa terdiri dari bagian anterior, kornea, dan bagian posterior, sklera. Kornea merupakan jaringan transparan yang disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen (Riordan-Eva, 2014). 93% lapisan luar mata dibentuk oleh sklera (Standring, 2008). Sklera juga merupakan bagian lapisan
Universitas Sumatera Utara
5
bola mata yang mempertahankan bentuk bola mata itu sendiri dan menjadi tempat insersi dari otot-otot ekstraokular. Lapisan Vaskular Lapisan vaskular dibentuk oleh koroid, corpus ciliare, dan iris. Koroid adalah sebuah membran tipis yang mengandung banyak pembuluh darah (Ellis, 2006). Corpus ciliare termasuk cincin siliaris, sebuah cincin serabut yang bersambung dengan koroid, prosesus siliaris, kumpulan enam puluh sampai delapan puluh lipatan yang tersusun secara radial di antara cincin siliaris dan iris. Iris adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior (Riordan-Eva, 2014). Iris berupa permukaan pipih yang mengelilingi pupil (Ellis, 2006). Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata depan dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueous humour. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior (Riordan-Eva, 2014). Lapisan Neural Retina
adalah
lembaran
jaringan
saraf
berlapis
yang
tipis
dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata (Riordan-Eva, 2014). Isi Bola Mata Menurut Ellis (2006), di dalam bola mata dapat ditemukan: lensa, aqueous humour, dan badan vitreus.
Universitas Sumatera Utara
6
Otot-otot Ekstraokular
Gambar 2.2 Otot-otot ekstraokular (tampak depan) Sumber: Sobotta, Volume 1, Edisi Ke-14.
Gambar 2.3 Otot-otot ekstraokular (tampak belakang) Sumber: Sobotta, Volume 1, Edisi Ke-14. Menurut Riordan-Eva (2006), terdapat enam otot ekstraokular yang mengendalikan gerakan setiap mata: empat muskulus rektus dan dua obliquus. Otot-otot Rektus Keempat otot rektus mempunyai origo pada anulus Zinn yang mengelilingi nervus opticus di apeks posterior orbita. Mereka dinamakan sesuai insersionya ke dalam sklera pada permukaan medial, lateral, inferior, dan superior mata. Fungsi utama otot-otot itu secara berturut-turut adalah untuk aduksi, abduksi, mendepresi, dan mengelevasi bola mata. Otot-otot Obliquus Kedua otot obliquus terutama mengendalikan gerak torsional dan sedikit mengatur gerak bola mata ke atas dan ke bawah. Obliquus superior adalah otot
Universitas Sumatera Utara
7
mata terpanjang dan tertipis. Origonya terletak di atas dan medial foramen opticum dan menutupi sebagian origo musculus levator palpebra superioris. Musculus obliquus inferior berorigo pada sisi nasal dinding orbita tepat di belakang tepianinferior orbitadan sebelah lateral duktus nasolakrimalis. Otot ini berjalan di bawah rectus inferior kemudian di bawah musculus rectus lateralis untuk berinsersio pada sklera dengan tendo yang pendek. 2.1.2 Kelopak Mata dan Konjungtiva Palpebra (kelopak mata) superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang menutupi dan melindungi bagian anterior bola mata. Refleks menutup kelopak mata akibat kontraksi otot orbicularis oculi, dapat melindungi mata dari cedera dan cahaya yang berlebihan (Standring, 2008). Konjungtiva adalah membran mukosa tipis dan transparan yang memanjang dari tepi kelopak mata anterior (Standring, 2008). 2.1.3 Apparatus Lacrimalis Menurut Riordan-Eva (2014), kompleks lakrimalis terdiri atas kelenjar lakrimal, kelenjar lakrimal aksesorius, kanakuli, saccus lacrimalis, dan ductus nasolacrimalis. 2.2 Alat Pelindung Diri (APD) 2.2.1 Definisi APD Alat pelindung diri dapat didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan melindungi seseorang dalam pekerjaannya, yang fungsinya mengisolasi pekerja dari bahaya di tempat kerja (Rijanto, 2011). Alat pelindung diri merupakan metode dalam mengendalikan potensi cedera terhadapa pemaparan bahan-bahan berbahaya atau bentuk-bentuk energi yang ditemukan di lingkungan tempat kerja. Alat pelindung diri meliputi penggunaan pakaian khusu, kacamata pelindung, topi pengaman, respirator, dan seperangkat alata lainnya yang jika digunakan dengan benar dapat mengurangi risiko cedera yang disebabkan oleh potensi bahaya di tempat kerja.
Universitas Sumatera Utara
8
2.2.2 Karakteristik APD Dalam Rijanto (2011) ada beberapa karakteristik alat pelindung diri, yaitu: 1. Alat pelindung diri mempunyai keterbatasan yang umum yaitu tidak dapat menghilangkan bahaya pada sumbernya. 2. Apabila alat pelindung diri tidak berfungsi dan kelemahannya tidak diketahui, maka risiko bahaya yang timbul dapat lebih besar. 3. Saat digunakan alat pelindung diri harus sudah dipilih dengan tepat dan harus selalu dimonitor. 4. Pekerja yang menggunakannya harus sudah terlatih. 2.2.3 Jenis-jenis APD Berdasarkan Rijanto (2011), Alat Pelindung Diri (APD) berdasarkan penggunannya dikategorikan dalam beberapa jenis: 1.
Pelindung kepala
2.
Pelindung telinga
3.
Pelindung pernafasan
4.
Pakaian kerja
5.
Pelindung tangan
6.
Pelindung kaki
7.
Pelindung muka dan mata Occupational Safety and Health Administration (2003) mewajibkan
beberapa kategori dari alat pelindung diri harus sesuai dengan standar yang dikembangkan oleh American National Standards Intitute (ANSI). ANSI telah mempersiapkan standar keamanan sejak tahun 1920, ketika standar keamanan pertama diakui untuk melindungi kepala dan mata pada pekerja industri. Occupational Safety and Health Administration(OSHA) mewajibkan bahwa alat pelindung diri harus mengikuti standar ANSI:
Perlindungan mata dan wajah: ANSI Z87.1-1989 (USA Standard for Occupational and Educational Eye and Face Protection)
Perlindungan kepala: ANSI Z89.1-1986
Perlindungan kaki: ANSI Z41.1-1991
Universitas Sumatera Utara
9
Untuk pelindung tangan, tidak ada standar ANSI untuk sarung tangan, tetapi OSHA merekomendasikan bahwa pemilihan sarung tangan berdasarkan tugas yang akan dilakukan. 2.3 Alat Pelindung Mata dan Wajah Pekerja dapat terpapar dengan bahaya yang cukup besar yang dapat membahayakan mata dan wajah. OSHA mewajibkan bahwa para pekerja harus mempunyai alat pelindung mata dan wajah yang sesuai jika para pekerja tersebut mempunyai risiko terpapar dengan bahaya dari lemparan benda kecil, leburan logam, cairan kimia, cairan asam atau cairan yang berbahaya, gas kimia atau uap, bahan yang berpotensi dapat menginfeksi, dan cahaya radiasi yang berbahaya. Banyak cedera mata akibat kerja terjadi karena pekerja tidak menggunakan alat pelindung mata sementara hasil lain menunjukkan pemakaian alat pelindung mata yang tidak tepat (OSHA, 2003). Pelindung muka dan mata memiliki fungsi melindungi muka dan mata dari lemparan benda-benda kecil, lemparan benda-benda panas, pangaruh cahaya, dan pengaruh radiasi tertentu (Rijanto, 2011). OSHA menganjurkan bahwa perlindungan mata harus dipertimbangkan secara rutin untuk digunakan oleh tukang kayu, montir listrik, ahli mesin, tukang pipa, tukang las, orang yang bekerja menaburi/menggosong lantai dengan pasir, operator mesin gerinda, penggergaji kayu, buruh, operator proses kimia, pemotong kayu, dan tukang tebang pohon. Menurut OSHA, ada beberapa contoh yang dapat menyebabkan cedera mata atau wajah:
Debu, kotoran, potongan logam atau kayu yang masuk ke mata dari berbagai
kegiatan,
seperti
memotong,
menggerinda,
menggergaji,
menempa.
Percikan bahan kimia dari bahan korosif, cairan panas, dan larutan berbahaya lainnya.
Objek yang mengenai mata atau wajah, seperti ranting pohon.
Energi radiasi dari pengelasan.
Universitas Sumatera Utara
10
Bahan pembuat pelindung mata antara lain adalah gelas/kaca dan plastik. Bahan-bahan tersebut harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
Gelas yang ditempa secara panas, bila pecah tidak menimbulkan bagianbagian yang tajam.
Gelas dengan laminasi aluminium, dan lain-lain. Bahan dari plastik meliputi selulosa asetat, akrilik, polikarbonat, dan CR-39.
2.3.1 Syarat-syarat Alat Pelindung Mata dan Wajah Pelindung muka dan mata juga memiliki beberapa syarat sebagai berikut:
Ketahanan terhadap api sama dengan helm pengaman.
Ketahanan terhadap lemparanbenda yang dapat diuji dengan menjatuhkan bola besi dengan diameter satu inci dengan bebas jatuh dari ketinggian 125 cm.
Syarat optis, yaitu lensa tidak boleh mempunyai efek distorsi/prisma lebih dari 1/16 prisma dioptri (perbedaan fraksi harus <1/16 dioptri).
Memiliki ketahan terhadap panjang gelombang tertentu yang menghasilakan radiasi.
2.3.2 Contoh Alat Pelindung Mata dan Wajah Beberapa contoh alat pelindung muka dan mata antara lain:
Safety Glasses Adalah kacamata keselamatan yang mirip dengan kacamata biasa, namun terbuat dari bahan yang tahan terhadap benturan sehingga dapat melindungi mata dari bahaya benda asing. Pemakaian safety glassesjuga biasanya diikuti dengan pemakaian pelindung muka.
Goggles Merupakan jenis kacamata yang melindungi mata dari bahaya percikan bahan-bahan
kimia
cair
atau
dari
benturan
benda
beterbangandan membahayakan mata. Pemakaian goggles
asing
yang
juga harus
disesuaikan dengan jenis pekerjaannya sehingga mendapatkan fungsi perlindunga yang maksimal.
Universitas Sumatera Utara
11
Shaded Eyewear Jenis pelindung muka dan mata ini melindungi pekerja dari bahaya efek radiasi pembakaran. Fungsi perlindungan bahaya efek radiasi pembakaran ditunjang dengan karakteristik pelindung yang memiliki kaca pelindung yang gelap.
Face Shield dan Head Covering Lembaran plastik transparan yang memanjang mulai alis mata sampai ke bawah dagu dan melewati seluruh lebar kepala pekerja. Penggunaan bersama face shield dan head covering membuat proteksi pasa bagian muka dan mata menjadi maksimal. Selain melindungi dari benturan dan benda asing yang beterbangan, pelindung ini juga memberikan proteksi kepada bahaya efek radiasi pembakaran.
Gambar 2.4 Pelindung Mata dan Wajah yang Direkomendasikan Sumber: https://www.osha.gov/dte/library/ppe_assessment/ppe_assessment.pdf Keterangan gambar: 1, 2, 3:
Goggles
4, 5, 6:
Spectacles
7, 8, 9, 11:
Welding Goggles
10:
Face Shield
Universitas Sumatera Utara
12
Tabel 2.1 Panduan Pemilihan Alat Pelindung Mata dan Wajah Kegiatan Bahaya Pelindung yang Direkomendasikan Pembakaran
Kilatan cahaya, sinar
Acetylene,
berbahaya, leburan
Pemotongan
logam, partikel kecil
Acetylene,
beterbangan
7, 8, 9
Pengelasan Acetylene Penanganan kimiawi
Percikan, pembakaran
2, 10 (untuk paparan
asam, gas
yang berat tambahkan 10 setelah 2)
Pemotongan
Partikel kecil
1, 3, 4, 5, 6, 7A, 8A
beterbangan Pengelasan listrik
Kilatan cahaya, sinar
9, 11 (sebaiknya 11
yang kuat, leburan
dikombinasi dengan 4,
logam
5, 6 pada lensa yang berwarna)
Proses pembakaran
Cahaya yang
7, 8, 9 (untuk paparan
menyilaukan, panas,
yang berat tambahkan
leburan logam
10)
Penggerindaan ringan
Partikel beterbangan
1, 3, 4, 5, 6, 10
Penggerindaan berat
Partikel beterbangan
1, 3, 7A, 8A (untuk paparan yang berat tambahkan 10)
Pekerjaan di
Percikan kimiawi,
2 (10 ketika
laboratorium
kaca
kombinasi dengan 4, 5, 6 mengalami kerusakan)
Pekerjaan ahli mesin
Partikel beterbangan
1, 3, 4, 5, 6, 10
Peleburan logam
Panas, cahaya yang
7, 8 (pada lensa
menyilaukan, kilatan
berwarna 10
Universitas Sumatera Utara
13
Pengelasan
cahaya, percikan
dikombinasi dengan 4,
logam
5, 6)
Partikel beterbangan,
1, 3, 4, 5, 6, 10
cahaya yang menyilaukan Sumber: https://www.osha.gov/dte/library/ppe_assessment/ppe_assessment.pdf 2.4 Trauma Mata 2.4.1 Definisi Trauma Mata Trauma mata adalah suatu kondisi dimana adanya gangguan dari luar yang dapat menyebabkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata, dan rongga orbita. Jaringan-jaringan pada mata seperti konjungtiva, korneam uvea, retina, papil saraf optik, dan orbita pun bisa mengalami kerusakan akibat trauma pada mata (Ilyas, 2011). Kerusakan pada jaringan mata dapat menyebabkan penurunan funsi penglihatan bahkan daoat menyebabkan kebutaan. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera karena olahraga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan beberapa penyebab umum yang menyebabkan trauma mata (Riordan-Eva, 2007). 2.4.2 Jenis-jenis Trauma Mata Menurut Aldy (2009), trauma mata dapat digolongkan menjadi: a. Trauma mekanik b. Trauma kimia c. Trauma thermis d. Trauma elektrik e. Trauma radiasi
Universitas Sumatera Utara
14
I.
TRAUMA MEKANIK International Society of Ocular Trauma mengklasifikasikan trauma mekanik menjadi: Trauma Mata
Trauma tertutup
Kontusio
Trauma Terbuka
Laserasi Lamellar
Penetrasi
Laserasi
Ruptur
Perforasi
IOFB
Gambar 2.5 Jenis-jenis Trauma Mata Sumber: http://isotonline.org/betts/ 1. Trauma tertutup adalah luka pada salah satu dinding bola mata (sklera atau kornea). Pada trauma mekanik terdapat 67,3% trauma tertutup (Karaman et al, 2004). Trauma tertutup dibagi menjadi dua, yaitu: a. Kontusio adalah trauma pada mata yang disebabkan oleh benda tumpul. Trauma tumpul dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam orbita dan intraokular disertai deformitas bola mata (RiordanEva, 2014). Persentase kontusio yang dilaporkan pada sebuah penelitian adalah 58,6% dari kejadian trauma tertutup dan 50,6% dari trauma mata. Sebanyak 21,4% dari trauma mata kontusio disebabkan oleh serpihan kayu atau cabang pohon (Karaman et al, 2004). b. Laserasi lamellar adalah trauma yang ditandai oleh luka pada sebagian dinding bola mata. Luka tersebut biasanya disebabkan oleh benda
Universitas Sumatera Utara
15
tajam atau benda tumpul. Persentase laserasi lamellar yang dilaporkan pada sebuah penelitian adalah 8,7% dari kejadian trauma mata mekanik dan 7,6% dari trauma mata. Penyebab terbesar kejadian laserasi lamellar adalah proses pemakuan dan pemasangan kawat dengan pesentase 26,7% dari trauma mata (Karaman et al, 2004). 2. Trauma terbuka adalah luka yang mengenai seluruh dinding bola mata (sklera dan kornea). Persentase trauma terbuka pada sebuah penelitian adalah 32,7% (Karaman et al, 2004). Trauma terbuka dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: a. Laserasi adalah luka yang mengenai seluruh dinding bola mata yang disebabkan oeh benda tajam. Laserasi dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
Penetrasi adalah laserasi tunggal mengenai bola mata yang disebabkan oleh benda tajam. Penetrasi terjadi sebanyak 16,9% dari trauma mata dan 19,6% dari trauma mekanik. Penetrasi kebanyakan disebabkan oleh proses pemakuan dan pemasangan kawat dengan persentase 23,9% dari trauma mata (Karaman et al, 2004).
Perforasi adalah laserasi pada dinding bola mata yang mempunyai jalan masuk dan keluar. Sebanyak 12 orang dari 3644 kejadian trauma mata mengalami perforasi (Cao, 2012).
IOFB (Intraocular Foreign Body) dapat ditandai dengan adanya keluhan rasa tidak enak atau penglihatan kabur pada satu mata dengan riwayat benturan antara logam dengan logam, ledakan, atau cedera proyektil berkecepatan tinggi. Sebanyak 6,5% dari trauma mata dan 7,6% dari trauma mekanik IOFB terjadi. IOFB paling sering disebabkan oleh penempaan logam atau batu dengan persentase 80,8% dari kejadian trauma mata (Karaman et al, 2004).
b. Ruptur adalah luka yang mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang disebabkan oleh trauma tumpul. Persentase kejadian ruptur
Universitas Sumatera Utara
16
adalah 4,8% dari kejadian trama mata dan 5,5% dari kejadian trauma mekanik. Penyebab tersering ruptur adalah terkena batang kayu dengan persentase 36,8% dari trauma mata dan diikuti oleh serpihan kayu atau cabang pohon dengan persentase sebanyak 26,3% (Karaman et al, 2004). II.
TRAUMA KIMIA Trauma kimia adalah trauma mata akibat bahan kimia bisa disebabkan oleh zat asam, basa, basa, detergen, larutan, bahan perekat, dan bahan iritan (RSCM Kirana). Trauma bahan kimia pada mata merupakan kejadian gawat darurat dan harus diterapi sebagai kegawatdaruratan mata. Sebagian besar penderita adalah kaum muda serta mereka yang berisiko terhadap terjadinya kecelakaan di pabrik, rumah, dan oleh karena kriminalitas (Yani & Suhendro, 2007). Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian trauma kimia mempunyai persentase sebanyak 84%. Sebuah laporan dari negara berkembang didapatkan bahwa trauma kimia mata disebabkan oleh industri dan pekerjaan dengan persentse sekitar 80% (Solano, 2015). Secara garis besar bahan kimia dapat digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu bahan kimia besifat asam dan bahan kimia bersifat basa (alkali) (Aldy, 2009). Alkali akan terus menimbulkan kerusakan lama setelah cedera terhenti sehingga diperlukan bilasan jangka panjang dan pemeriksaan pH secara berkala (Riordan-Eva, 2014). Trauma bahan kimia asam adalah trauma pada mata yang disebabkan adanya kontak dengan bahan kimia asam yang dapat menyebabkan kerusakan epitel bola, kornea, dan segmen anterior yang cukup parah serta kerusakan visus yang permanenbaik unilateral maupun bilateral. Sebagian besar bahan asam hanya akan mengadakan penetrasi terbatas pada permukaan mata, namun bila penetrasi lebih dalam dapat membahayakan visus (Yani & Suhendro, 2007). Asam sulfat merupakan penyebab paling sering dari seluruh trauma kimia asam. Asam sulfat misalnya terdapat pada bahan pembersih yang
Universitas Sumatera Utara
17
digunakan dalam industri dan juga baterai. Asam sulfat bereaksi dengan air matayang melapisi kornea dan mengakibatkan temperatur meningkat (panas) dan terbakarnya epitel kornea dan konjungtiva (Yani & Suhendro, 2007). Menurut Feriyani dalam Aldy (2009), tingkatan luka bakar yang disebabkan oleh trauma kimia pada bola mata ada empat, yaitu: Tabel 2.2 Tingkat Luka Bakar Tingkat
I
Perubahan
Perubahan pada
Prognosa
pada Kornea
Konjungtiva
Penglihatan
Kerusakan
Khemosis (+)
Baik
hanya
Iskhemik (+)
pada
lapisan epitel II
Kornea keruh
Kongesti (+)
tetapi
iris
Khemosis (+)
masih
jelas
terlihat
Baik
Iskhemik kurang dari 1/3 limbal konjungtiva
III
Kehilangan
Iskhemik 1/3
Tidak dapat
lapisan epitel
sampai dengan
dinilai
secara
½ limbal
menyeluruh,
konjungtiva
stroma keruh dan iris tidak dapat dinilai IV
Opak, iris
Iskhemik dan
Buruk
dan pupil
nekrosis lebih
tidak dapat
dari ½ limbal
dilihat
konjungtiva
Universitas Sumatera Utara
18
III.
TRAUMA THERMIS Sekitar 16% trauma bakar mata disebabkan oleh trauma thermis (Solano, 2015). Trauma thermis biasanya disebabkan oleh api atau air panas. Karena kemampuan refleks mata yang cepat kejadian trauma mata karena suhu jarang terjadi meskipun trauma thermis pada wajah dan periorbital sering terjadi (Aldy, 2009).
IV.
TRAUMA ELEKTRIK Trauma elektrik langsung pada mata jarang terjadi. Trauma elektrik dapat disebabkan oleh arus listrik yang kuat yang mengakibatkan kongesti pada konjungtiva, kekeruhan pada kornea, inflamasi pada iris dan korpus siliaris, perdarahan pada retina, neuritis, dan katarak dapat terjadi 2-4 bulan setelah trauma.
V.
TRAUMA RADIASI
Sinar Inframerah Trauma
mata
oleh
sinar
inframerah
diakibatkan
oleh
terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Bila seseorang berada dalam jarak satu kaki selama satu menit di depan kaca yang mencair dan pupilnya midriasis maka akan menyebabkan kenaikan suhu lensa sebanyak 9C. Demikian pula iris yang mengabsopsi sinar inframerah akan panas sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya. Absorpsi sinar inframerah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa. Akibat paparan sinar ini pada lensa maka
katarak
mudah
terjadipada
pekerja
industrigelas
dan
pemanggangan logam. Sejauh ini terapi yang dilakukan pada trauma sinar inframerah adalah dengan pemberian steroid sistemik maupun lokal untuk mencegah terbentuknya jaringan parut pada makula serta mengurangi gejala radang yang timbul.
Sinar Ionisasi dan Sinar X Sinar ionisasi terdiri dari beberapa macam sinar, antara lain: sinar alfa, sinar beta, sinar gama, sinar X. Trauma mata akibat sinar ionisasi sangat tergantung dengan jenis sinar, lama paparan, dan derajat energi
Universitas Sumatera Utara
19
suatu sinar. Sinar ionisasi menyebabkan pemecahan dini pada sel epitel secara abnormal sehingga dapat menyebabkan katarak dan kerusakan retina mata. Gambaran klinis yang dijumpai pada penderita berupa dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata, dan eksudat. Pada kornea dapat menyebakan keratitis dengan iridosiklitis ringan bahkan kerusakan permanen yang sulit diobati. Beberapa kasus trauma mata karena sinar ionisasi dan sinar X yang berat akan mengakibatkan perut konjungtiva atrofi sel goblet yang akan mengganggu fungsi air mata.
Sinar Ultra Violet Menurut Olifshifski dalam S. Wahyuni (2012), sinar ultra violet adalah radiasi elektromagnetikyang terletak di antar sinar tampak dan sinar X. Sinar ultra violet dibagi ke dalam tiga spektrum, yaitu: bagian terdekat (400-300 nm), bagian terjauh (300-200 nm), dan bagian kosong (200-4nm).
2.5. Kategori Usia Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), kategori usia dibagi menjadi sembilan kategori, yaitu: 1. Masa balita
: 0-5 tahun
2. Masa kanak-kanak
: 6-11 tahun
3. Masa remaja awal
: 12-16 tahun
4. Masa remaja akhir
: 17-25 tahun
5. Masa dewasa awal
: 26-35 tahun
6. Masa dewasa akhir
: 36-45 tahun
7. Masa lansia awal
: 46-55 tahun
8. Masa lansia akhir
: 56-65 tahun
9. Masa manula
: > 65 tahun
Universitas Sumatera Utara