BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyaji makanan Menurut WHO yang dimaksudkan makanan adalah semua benda yang termasuk dalam diet manusia sama ada dalam bentuk asal atau sudah diolah. Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki, bebas dari pencemaran, bebas dari perubahan fisik atau kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.dan bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness). Penyaji makanan adalah seseorang yang bertanggugjawab menyajikan makanan. Penyajian makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi. Pengertian higiene menurut Departemen Kesehatan (Depkes) adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu . Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau merosak kesehatan. Hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi makanan adalah setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir. Tujuannya adalah mencegah pencemaran dari tubuh dan memberi penampilan yang sopan, baik dan rapi. Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersil yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya (Depkes, 1990).
Universitas Sumatera Utara
2.2 Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Ini sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Secara garis besar pengetahuan dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu : a.
Tahu (know) diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. b.
Memahami (comprehension) harus dapat menginterprestasikan secara benar
tentang objek yang diketahui tersebut. c.
Aplikasi (application) diartikan apabila telah memahami objek, dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. d.
Analisis
(analysis)
adalah kemampuan untuk
menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. e.
Sintesis (synthesis) menunjukkan suatu kemampuan untuk merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. f.
Evalusi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan ialah pengalaman yang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain, tingkat pendidikan yang dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang dan keyakinan. Selain itu, fasilitas seperti radio, televisi, majalah dan koran yang tersedia, penghasilan berhubungan dengan kemampuan untuk menyediakan fasilitas dan sosial budaya juga dapat mempengaruhi pengetahuan (Notoadmojo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Amebiasis Parasit adalah organisma yang mendapatkan makanan dan perlindungan dari organisma lain, dan mengambil semua keuntungan dari assosiasi ini. (Ghaffar, 2010). Protozoa intestinal terdiri atas amebae, flagellata dan cilliata, namun yang signifikan pada kesehatan manusia ialah Entamoeba histolytica (Amebae), Balantidium coli (Ciliates), Giardia lamblia dan Trichomonas vaginalis (Flagellata) serta Cryptosporidium parvum dan Isospora belli (Sporozoa). Termasuk amebae intestinal adalah Entamoeba coli, Entamoeba histolytica, Entamoeba hartmanni, Endolimax nana, Iodomoeba butschlii, Dientamoeba fragillis dan Blastocystis hominis, namun hanya Entamoeba histolytica yang bersifat patogen, yang lainnya nonpatogen, dan juga merupakan penyebab utama disentri amebik. (Yulfi, 2006) Infeksi amebiasis pertama sekali didiskripsi oleh Fedor Losch pada 1875 dari tinja disentrai seorang penderita di St. Petersburg, Russia (Lacasse, 2009), dia menamakan organisma itu Amoeba coli (Dhawan, 2008). Pada tahun 1893 Quiche dan Roos menemukan Entamoeba histolytica bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amebae yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli (Rasmaliah, 2003). Pada tahun 1980, Sir William Osler melaporkan kasus pertama amebiasis Amerika Utara, semasa dia mengobservasi amebae pada tinja dan cairan abses dari seorang physician. Pada 1913, di Filipina, Walker dan Sellards mendokumentasi kista sebagai bentuk infektif E histolytica. Siklus hidup Entamoeba histolytica pula dipublikasi oleh Dobell pada 1925 (Lacasse, 2009).
2.3.1 Morfologi Amebae berasal dari filum Sarcomastigophora, order Amoebida dan famili Amoebidae. Terdapat dua bentuk Entamoeba histolytica iaitu bentuk invasif, disebut trofozoit yang aktif bergerak, makan dan berreproduksi namun tidak mampu bertahan
Universitas Sumatera Utara
di luar tubuh hospes dan bentuk kista yang dorman, tahan tanpa makan dan bertanggungjawab pada transmisi infeksi manusia-ke-manusia (Yulfi H, 2006). Habitat trofozoit ialah di usus besar. Di kolon, trofozoit mengubah diri ke bentuk kista yang lebih baik untuk ketahanan hidupnya (Dhawan, 2008). Rata-rata trofozoit berukuran 25mm, berkisar diantara 10-60mm. Ia mempunyai ektoplasma jernih dan mempunyai satu nukleus yang berukuran rata-rata 3mm hingga 5mm, ditandai dengan karyosom padat yang terletak di tengah, serta kromatin yang tersebar di pinggiran. Ia mempunyai sitoplasma bergranular dan mengandungi eritrosit, yang merupakan penanda penting untuk diagnosa. Amebae memiliki karakteristik umum berupa gerak ameboid yang ditimbulkan oleh alat gerak ektoplasma trofozoit yang lebar disebut, pseudopodia. Ukuran rata-rata kista ialah 12mm, berkisar di antara 5-20mm dan mempunyai bentuk memadat mendekati bulat. Kista mempunyai 1-4 nuklei yang secara morfologi sama dengan nuklei trofozoit, namun tidak lagi dijumpai eritrosit dalam sitoplasma. (Dhawan, 2008). Kista yang belum matang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk seperti cerutu, namun biasanya menghilang setelah kista matang. Prekista ialah bentuk peralihan dari trofozoit ke kista, di mana ektoplasma memendek dan di dalam sitoplasma tidak lagi dijumpai eritrosit. Bentuk ini dahulu,disebut bentuk minuta.
2.3.2 Siklus hidup Siklus hidup Entamoeba histolytica terjadi apabila manusia tertelan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Makanan ini mengandungi bentuk infektif Entamoeba histolytica iaitu metakista. Setelah tertelan, metakista akan mengalami eksistasi di ileum bahagian bawah dan menjadi trofozoit. Setiap kista menghasilkan delapan amebulae kecil, metakista trofozoit melalui pembelahan kedua sitoplasma dan nuklei trofozoit. Trofozoit yang matang, bentuk minuta dibentuk lagi melalui konstan belah pasang (binary fussion) di usus besar. Kemudian 90% dari minuta
Universitas Sumatera Utara
mengalami ensistasi membentuk kista uninukleasi yang mengandungi bodi kromatoid dan vakuol glikogen besar. Kemudian membentuk kista dengan dua nuklei dan bodi kromatoid, seterusnya kista dengan empat nuklei atau metakista yang dilepaskan bebas bersama feces dan menjadi infeksius jika diingesti oleh manusia. Sebahagian bentuk minuta mungkin membentuk bentuk magna, yang menginvasi dinding usus dan melalui aliran darah, memasuki organ lain seperti hepar, paru, dan otak dan bisa membentuk abses (Louis, 2009).
2.3.3 Patogenesis Kebanyakan trofozoit tetap tinggal di lumen usus besar, namun ada sebahagian yang menginvasi mukosa intestinal, masuk ke pembuluh darah (hematogen) dan berkembang di ekstraintestinal.
E histolytica menyebabkan
proteolisis. Lisisnya jaringan bisa menyebabkan terjadinya apoptosis sel-hospes (Alexandre, 2009). Invasi bermula dengan perlekatan Entamoeba histolytica pada mucin kolon, sel epitel dan leukosit. Perlekatan trofozoit dibantu lektin sebagai pelengket penghambat-galaktosa. Selepas perlengketan, trofozoit
menginvasi
epitelium kolon dan menghasilkan lesi ulseratif, tipikal khas amebiasis intestinal yaitu ukuran sentral pinhead dan pinggiran tinggi sebagai tempat masuk mukus, sel nekrotik dan amebae. Trofozoit melisiskan sel target dengan menggunakan lektin untuk bergabung dengan membran sel target dan menggunakan protein ionophorelike untuk menggalakkan pengeluaran ion (Na+,K+,Ca+) dari sitoplasma sel target. Banyak hemolysin, dikode dengan plasmid (rDNA) dan sitotoksik pada sel mukosa intestinal, telah didiskripsi pada Entamoeba histolytica. Terdapat sisteine kinase ekstraselluler yang dapat menyebabkan destruksi proteolitik tisu, menghasilkan ulser berbentuk flask yang disebutkan oleh penyebaran lateral secara cepat oleh pembelahan amebae. Lesi ini mempunyai bukaan kecil melalui mukosa yang sempit ke submukosa yang mempunyai area nekrosis yang luas. Forbol ester dan activator C protein kinase menggalakkan aktivitas sitolitik parasit.
Universitas Sumatera Utara
Trofozoit dari usus melaui vena portal, menyebabkan abses hepar yang dipenuhi dengan debris protein. Trofozoit Entamoeba histolytica melisiskan hepatosit dan juga neutrophil, ini menjelaskan sel inflammatorik yang terdapat pada abses hepar. Toksin neutrophil mungkin kontribusi pada nekrosis hepatosit. Abses hepar terjadi pada 5% penderita dengan amebiasis simptomatik intestinal dan 10 kali lebih banyak pada laki-laki usia 18-50 dibanding wanita. Respons Immunoglobulin A (IgA) terhadap E histolytica terjadi semasa invasi.
Cell mediated immunity penting bagi mengawal perjalanan penyakit dan
mencegah pengulangan. Berlakunya respons blastogenik spesifik-antigen, yang menyebakan produksi limfokin, termasuk interferon-d (IFN-d) yang mengaktivasi kematian trofozoit E Histolytika melalui makrofag, ini bergantung pada kontak, jalur oksidatif, jalur nonoksidatif dan nitrit oksida (NO). Limfokin seperti tumor nekrosis faktor-alpha (TNF-α) mampu mengaktivasi aktivitas amebisidal neutrofil (Dhawan, 2008).
2.3.4 Gejala klinis Gejala amebiasis bervariasi dari asimptomatik, parah dan kematian. 90% pesakit hanya mempunyai infeksi asimptomatik yang selalunya sembuh dalam 12 bulan. 10% lagi menjadi simptomatik amebiasis, dan hanya ± 4-10% berkembang menjadi kolitis atau ekstraintestinal amebiasis (Lacasse, 2009). Infeksi asimptomatik bertanggungjawab pada penularan parasit dengan kista yang terdapat pada tinja, penularan tidak terjadi oleh trofozoit karena akan dirusak oleh asam lambung. Dosis infeksi, strain ameba, status nutrisi penderita yaitu tinggi karbohidrat, rendah protein dan keadaan flora intestinal adalah penentu kemajuan penyakit (Louis, 2009). Amebiasis lebih parah pada penderita yang sangat muda terutamanya neonatus, usia tua, penderita yang menerima kortikosteroid, wanita hamil dan postpartum, penderita malignansi dan penderita yang kurang gizi. Karakteristik gejala klinis bagi amebiasis intestinal ialah asimptomatik, terkadang disertai
tanda dan simptom ringan atau nonspesifik seperti flatulens,
Universitas Sumatera Utara
konstipasi dan tinja encer, akut proktokilitis (disentri) yang dikarakteristik dengan kejang abdomen, tenesmus, dan tinja berdarah dan bermukus. Gejala primer amebiasis melibatkan sekum, apendiks dan kolon asendens (Markell, 1999). Manakala, gejala sekunder melibatkan katup iliosekal dan terminal ileum kemudian melibatkan kolon sigmoid dan rektum. Manifestasi di usus yang lain adalah seperti kollitis fulminan dengan perforasi, megakolon toksik, kolitis nondisenteri kronis, ameboma dan ulserasi perianal. Ekstraintestinal amebiasis sering terjadi di hepar, paru dan otak. Abses hepar ditandai dengan tanda dan simptom demam, nyeri abdominal, dan penurunan berat badan, ruptur abses pula bisa mengakibatkan kematian. Bisa juga terjadi penyakit pleuropulmoner yang umumnya akibat penyebaran dari rupturnya abses hepar melalui hemidiafram kanan. Sekitar 10% penderita abses hepar berkembang menjadi pleuropulmoner amebiasis dengan tanda batuk, nyeri pleuritik dan dyspnea. Amebiasis serebral mempunyai onset yang cepat dan progresif kematian dalam 12-72 jam, penderita hadir dengan perubahan kesedaran dan tanda fokal neurologik. Selain itu, bisa terjadi peritonitis, perikarditis dan penyakit genitourinari yang bisa menyebabkan ulser genital dan amebiasis tuba fallopi (Lacasse, 2009).
2.3.5 Cara penularan Amebiasis disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease). Umumnya, penularan amebiasis terjadi kerana makanan atau minuman yang terkontaminasi kista ameba. Penularan tidak terjadi oleh trofozoit karena akan dirusak oleh asam lambung. Kista dapat hidup lama dalam air (10 -14 hari). Dalam lingkungan yang dingin dan lembab kista dapat hidup selama kurang lebih 12 hari, kista juga tahan terhadap Khlor yang terdapat dalam air kran dan kista akan mati pada suhu 50° C atau dalam keadaan kering. Entamoeba histolytica juga ditransmisi direk melalui fekal-oral iaitu kontak orang ke orang seperti menukar lampin bayi dan praktis seksual oral-anal.
Universitas Sumatera Utara
Kista infektif bisa dijumpai pada suplai air dan makanan yang sudah terkontaminasi dengan tinja dan tangan penyaji makanan (carrier) iaitu penderita amebiasis tanpa gejala klinis yang dapat megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu perhari dan ini merupakan sumber penting infeksi. Akut disenteri amebik tidak memainkan peranan penting dalam transmisi amebiasis karena trofozoit tidak bisa bertahan lama di luar badan hospes. Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga seperti lalat dan kecoa (lipas), sayur-sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia dan selada buah yang ditata atau disusun dengan tangan manusia. Pada tingkat keadaan sosio ekonomi yang rendah sering terjadi infeksi yang disebabkan berbagai masalah, antara lain penyediaan air bersih, karena sumber air sering tercemar oleh sistem kumbahan yang bocor. Tidak adanya jamban menyebabkan defikasi disembarang tempat yang memungkinkan amoeba dapat dibawa oleh lalat atau kecoa dan pembuangan sampah yang jelek merupakan tempat pembiakan lalat atau kecoa yang berperan sebagai vektor mekanik (Rasmaliah, 2003).
2.3.6 Pencegahan Amebiasis dicegah dengan mengeradikasi kontaminasi feces pada makanan dan minuman melalui pembaikan sanitasi dan higienis. Kista tidak dapat dibunuh dengan sabun atau konsentrasi rendah klorin atau yodium, maka air di kawasan endemis harus dimasak lebih dari 1 minit dan sayuran harus dibersihkan dengan sabun detergen dan direndam di dalam asam asetat selama 10-15 minit sebelum konsumsi. Bagi pencegahan amebiasis di persekitaran rumah, digalakkan mencuci tangan seluruhnya dengan sabun dan air yang mengalir selama lebih kurang 10 saat selepas menggunakan jamban atau selepas menukar lampin bayi dan sebelum menyaji makanan. Kamar mandi dan jamban harus dibersihkan selalu, beri perhatian lebih pada mangkuk jamban dan pipa. Hindari penggunaan bersama handuk atau pencuci muka. Selain itu, harus buang air besar di jamban, tidak menggunakan tinja manusia
Universitas Sumatera Utara
untuk pupuk, menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas, membuang sampah ditempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat. Juga mengelakkan praktis seksual yang melibatkan kontak fekal-oral (Rasmaliah, 2003). Untuk menurunkan angka sakit, maka perlu diadakan usaha jangka panjang berupa pendidikan kesehatan dan perbaikan sanitasi lingkungan dan usaha jangka pendek berupa penyuluhan kesehatan dan pembersihan kampung halaman secara serentak (gotong royong) dan juga dengan pengobatan massal ataupun individual.
Universitas Sumatera Utara