BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (elaeis guinensis jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meksipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak dikemukakan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar lebih tinggi. Bagi Indonesia tanaman kelapa sawit memiliki arti penting dalam pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah kepada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit.
2.2 Sekilas Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia Kelapa sawit pertama kali dikenalkan di Indonesia oleh pemerintah koloni Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang kelapa sawit yang di bawa dari Mauritius, Afrika Timur dan Amsterdam, Eropa dan ditanam di Kebun Raya Bogor, Propinsi Jawa Barat. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. Perintis usaha kelapa sawit di Indonesia adalah
Universitas Sumatera Utara
Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukannya diikitu oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebbunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 19481949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit. Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan dengan a
lasan
politik
dan
keamanan.
Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi. Pemerintah juga membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan wadah kerjasama antara buruh perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi
Universitas Sumatera Utara
sosial politik serta keamanan dalam negri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia. Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam
rangka
menciptakan
kesempatan
kerja,
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat, dan sebagai sektor hasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan (PIR-bun). Dalam pelaksanaannya, perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma.
Perkebangan
perkebunan
semakin
pesat
lagi
setelah
pemerintah
mengembangkan program lanjutan yaitu PIT-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi lahan kelapa sawit. Pada tahu 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang terasebar di berbagai sentra produksi, seperti Sumater dan Kalimantan. (Fauzi,Y dkk. 2002) Produksi minyak kelapa sawit masih memegang peranan penting dalam kontribusi minyak nabati dunia. Data Oil World Report tahun 1994 menunjukkan bahwa untuk periode 1998-2001 memiliki kontribusi besar 27,8 persen terhadap minyak nabati dunia, di susul minyak kedelai sebesar 23,8 persen, minyak rape greed sebesar 14,3 persen dan minyak kelapa sebesar 3,4 persen. Pada periode 2003-2007
Universitas Sumatera Utara
kontribusi minyak sawit naik menjadi 30,1 persen dan periode 2007-2012 naik tipis menjadi sebesar 30,18 persen. Setiap tahun diperkirakan produksi minyak sawit dunia meningkat rata-rata 6,5 persen, dengan menempatkan Malaysia sebagai kontributor terbesar. Namun, selisih ini sepanjang tahun semakin mengecil, seiring dipacunya sektor perkebunan besar di Indonesia dengan investasi besar-besaran baik PMDN maupun PMA. Ditambah lagi dengan politik konversi hutan Indonesia untuk penyediaan areal perkebunan besar dan pemberian kemudahan dari pemerintah kepada investor besar. (Hakim, A.B. 1999)
2.3 Klasifikasi Botani Kelapa Sawit Klasifikasi botani kelapa sawit adalah sebagai berikut : Diviso
:
Tracheophyta
Subdivision
:
Pteropsida
Kelas
:
Angiospermae
Subklelas
:
Monocotiledonae
Ordo
:
Cocoideae
Familia
:
Palmae
Genus
:
Elaeis
Spesies
:
Elaeis Guinensis
Varietas
:
Dura, Psifera, Tenera
Universitas Sumatera Utara
Dalam satu tahun, produksi pelepah setiap pohon adalah sekitar 27 pelepah. Jumlah pelepah yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut : 1) Varietas dan kualitas pertumbuhan. 2) Jenis tanah. 3) Iklim (distribusi curah hujan dan intensitas sinar matahari). 4) Perlakuan budi daya (pemupukan). Pada awal penanaman, jumlah pelepah, jumlah pelepah yang diproduksi hanya sedikit. Jumlah ini kemudian meningkat dan mencapai puncak pada umur 3-4 tahun. Pada umur 8-10 tahun, produksi pelepah akan mengalami penurunan. Semakin tinggi produksi pelepah, semakin cepat pertambahan besar dan berat buah, tetapi semakin cepat pula pertambahan tinggi batang, yang berarti akan memperpendek usia produktif.
2.4 Tipe – Tipe Buah Kelapa Sawit Berdasarkan tebal tipisnya tempurung (epikarp), kelapa sawit dibedakan menjadi lima varietas utama, yaitu : a) Varietas dura Tempurung cukup tebal (2 – 8mm), daging buah tipis, persentase buah terhadap buah 35 – 50%, inti buah (kernel) besar, tetapi kandungan minyak rendah. Dalam berbagai persilangan menghasilkan varietas baru, varietas dura selalu dijadikan sebagai tanaman betina (ibu) oleh pusat – pusat penelitian atau produsen benih.
Universitas Sumatera Utara
b) Varietas psifera Tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada. Daging buah tebal, inti buah sangat kecil. Kandungan minyak pada buah cukup tinggi karena sabutnya (daging) tebal, tetapi kandungan minyak inti rendah karena ukuran kernelnya sangat kecil. Dalam persilangan untuk menghasilkan varietas baru, varietas psifera dijadikan sebagai tanaman pejantan (bapak) atau sebagai penghasil tepung sari. c) Varietas tenera Merupakan hasil persilangan antara varietas dura (D) dan varietas psifera (P) sehingga sifat – sifat morfologi dan anatomi varietas ini (D x P) merupakan perpaduan antara kedua sifat induknya, yaitu dura sebagai ibu dan Psifera sebagai bapak. Tebal tempurung varietas Tenera adalah 0,5 – 4,0 mm, persentase buah terhadap buah 60 – 90%, kandungan daging minyak buah 18 – 23% , dan kandungan minyak inti 5%. d) Varietas marco carya Daging buah sangat tipis, tempurung sangat tebal (4 – 5mm). e) Varietas dwikka wakka Dwikka wakka mempunyai ciri yang khas, yaitu daging buahnya (sabut) berlapis dua. Oleh karena itu disebut Dwikka. Marco Carya dan Dwikka Wakka merupakan varietas yang jarang ditenukan di lapangan, sedangkan Tenera merupakan varietas yang paling banyak dibudidayakan karena dianggap paling menguntungkan secara ekonomi sehingga hampir semua perkebunan komersial kelapa sawit telah membudidayakan varietas ini. (Mustafa,H. 2004)
Universitas Sumatera Utara
2.5 Minyak Sawit Minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Bentuk bangun rantai asam lemaknya sesuai, minyak sawit tergolong kedalam asam oleat – linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida (terutama ß – karotena), berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar (konsistensi dan titik lebur banyak ditentukan oleh kadar ALB-nya), dan dalam keadaan segar dan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak. Titik didih minyak sawit tergantung pada kadar asam lemak bebasnya, atau lebih tepat lagi kadar digliseridanya. Pada kadar ALB 7% terdapat titik lebur rendah karena terbentuk formasi eutectic antara digliserida dengan trigliserida. Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semi padat. Hal ini karena minyak kelapa sawit mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari C8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin A. Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk umum tidak berbeda tigliseridanya, hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Disebut minyak jika bentuknya cair dan lemak jika bentuknya padatan. Trigliserida adalah senyawa kimia yang terjadi dari ikatan gliserol dengan 3 molekul asam lemak. CH2 – OH
+
R1 – COOH
CH2 – COOR1
CH – OH
+
R2 – COOH
CH2 – COOR2 +
CH2 – OH
+
R3 – COOH
CH2 – COOR3
Asam Lemak
Trigliserida
Gliserol
3H2O
Air
Universitas Sumatera Utara
Asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun yang tidak sama. Sifat trigliserida akan tergantung pada perbedaan asam – asam lemak yang bergabung untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam – asam lemak ini tergantung pada panjang rantai dan derajat kejenuhannya. Asam lemak yang memiliki rantai pendek memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air. Sebaliknya, semakin panjang rantai asam – asam lemak, akan memyebabkan titik leleh yang lebih tinggi. Titik leleh juga bergantung pada derajat ketidak jenuhan. Asam – asam yang tidak jenuh memiliki titik leleh yang lebih rendah dibandingkan dengan asam – asam lemak jenuh yang memiliki panjang rantai serupa. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat C16:0 (jenuh) dan asam lemak oleat C18:1. Umumnya, komposisi asam lemak minyak sawit sebagai berikut. C12:0
Laurat
–
0,2%
C14:0
Myristat
–
1,1%
C16:0
Palmitat
–
44,0%
C18:0
Stearat
–
4,5%
C18:1
Oleat
–
39,2%
C18:2
Linolea
–
10,1%
Lainnya
–
0,9%
Trigliserida dapat berbentuk cair atau padat, tergantung asam lemak yang menyusunnya. Trigliserida akan membentuk cair jika mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair yang rendah. Secara alamiah, asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1 – C8 berbentuk cair, sedangkan jika lebih dari C8 akan berbentuk padat. (Pahan, iyung. 2006)
Universitas Sumatera Utara
2.6 Factor – Factor yang Mempengaruhi Kerusakan Minyak Kelapa Sawit
2.6.1 Asam Lemak Bebas Minyak kelapa sawit jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi hidrolisis secara kimia sebagai berikut
CH2 – COOR1 CH– COOR2
CH2 – OH +
H2O
CH2 – COOR3 Trigliserida
CH– COOR2
+
R1COOH
CH2 – COOR3 Air
Digliserida
ALB
Gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi merupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan asam lemak yang berbeda, asam lemak bebas yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah kecil dan sebagian besar terikat dalam ester. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan minyak netral dan pada konsentrasi sampai 15 persen, belum menghasilkan plavor yang tidak disenangi. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1 persen, jika dicicpi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan terasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan jumlah atom C lebih besar dari 14 (C>14).
Universitas Sumatera Utara
Asam lemak bebas yang dapat menguap, dengan jumlah atom karbon C4,C6,C8, dan C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak dalam bahan pangan berlemak. Asam lemak ini biasanya terdapat dalam lemak susu dan minyak nabati, misalnya minyak inti sawit. Asam lemak bebas juga dapat mengakibatkan karat dan warna gelap jika lemak dipanaskan dalam wajan besi. Minyak nabati (minyak inti kelapa sawit) yang masih berada dalam jaringan, biasanya mengandung enzim yang dapat menghidrolisa lemak. Semua enzim, yang termasuk golongan lipase, mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida). Sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Dalam organisme hidup, enzim pada umumnya berbeda dalam bentuk zimogen inaktif, sehingga lemak yang terdapat dalam jaringan lemak tetap bersifat netral dan masih utuh. Dalam organisme tertentu, misalnya hati dan pankreas, kegiatan metabolism cukup tinggi, sehingga menghasilkan sejumlah asam lemak bebas. (Ketaren,S. 1986) 2.6.2 Kadar Air Minyak mentah berupa cairan yang ditiriskan dari bejana peremas dan yang diperas oleh kampa terdiri atas campuran minyak, air dan sisa – sisa sel, serta potongan – potongan serabut halus dan cangkang halus. Sebagian minyak berupa minyak bebas yang terutama berasal dari tirisan bejana peremas. Sisanya adalah minyak yang sangat tercampur dengan air, terutama berasal dari perasan kempa. Bahkan ada juga yang berupa emulsi. Emulsi air dalam minyak masih tidak begitu sukar memisahkan asal suhunya 80 – 100oC, tetapi jika berupa emulsi minyak dalam air akan sukar memisahkannya.
Universitas Sumatera Utara
Berat jenis minyak lebih kecil dari berat jenis air, sehingga butir atau gelembung minyak akan naik ke permukaan. Mula – mula dengan kecepatan yang semakin besar, kemudian karena ada gaya lawan yang berupa gesekan dari drab, butir – bitur naik dengan kecepatan konstan. Jika integrasi minyak dalam air sedemikian jauhnya hingga terjadi homogenisasi maka akan diperoleh emulsi stabil. Namun, telah diketahui juga bahwa tanpa integrasi minyak dalam air yang intensif, bisa juga terbentuk emulsi stabil berkat adanya emulgator yang aktif. Asam lemak, zat lendir, serat halus, serta sisa sel merupakan emulgator atau stabilisator sehingga dapat menjadi emulsi hidup.
2.6.3 Kadar Kotoran Cairan minyak yang keluar dari Crude Oil Tank (COT) ke dalam decanter dipisahkan menjadi dua fraksi yaitu fraksi padat dan cair. Fraksi padat yang berbentuk lumpur padat diangkut dengan gerbong trailer ke kebun, sedangkan fraksi cair dipompakan ke dalam tangki settling tank untuk diolah lebih lanjut. Tujuan pengolahan ini merupakan cara pengukuran bahan padat dalam cairan dengan maksud agar pemisahan minyak dalam settling tank lebih baik dan beban sludge separator akan lebih ringan. Cairan hasil pressan yang keluar melalui oil gutter di tampung di crude oil tank , memiliki kandungan lumpur yang tinggi. Lumpur tersebut jika dipisahkan sebelum masuk kedalam proses klarifikasi akan lebih baik, karena lumpur tersebut tidak lagi mengendap di dasar tangki klarifikasi yang dapat menurunkan retention time. Cairan yang keluar dari bagian bawah settling tank mengandung lumpur yang tinggi dan kadar minyak yang mencapai 10%. Cairan ini diolah dalam decanter akan
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan : phase padat akan dibuang, phase minyak dipompakan ke settling tank sedangkan phase cair tetap dialirkan ke sludge tank. Cairan ini akan mengurangi beban lumpur yang masuk ke sladge separator. Kotoran yang berlebihan mengakibatkan mikroba dalam proses metabolisme (jamur, ragi, dan bakteri) membutuhkan air, senyawa nitrogen, dan garam mineral. Kerusakan minyak oleh mikroba biasanya terjadi pada lemak yang masih berada dalam jaringan dan dalam bahan pangan berlemak. Minyak yang telah dimurnikan biasanya masih mengandung mikroba berjumlah maksimum 10 organisme setiap 1 gram lemak, dapat dikatakan steril. Mikroba yang menyerang bahan pangan berlemak biasanya termasuk tipe mikroba nonphatologi. Umumnya dapat merusak lemak dengan menghasilkan cita rasa tidak enak, disamping menimbulkan perubahan warna (discoloration) Bahan pangan berlemak dengan kadar gula yang tinggi lebih mudah ditumbuhi ragi dibandingkan dengan bakteri. Ragi tersebut juga dapat tumbuh dalam larutan garam, asam, dan pada bahan berkadar air rendah. (Ponten, M Naibaho. 1998)
2.7 Pemurnian Minyak Sawit Minyak dan inti sawit yang diperolah dari pemisahan seperti diuraikan diatas belum siap untuk dipasarkan, yaitu belum memenuihi spesifikasi kadar air dan kadar kotoran yang ditentukan. Minyak sawit harus juga melalui pemurnian dan pengeringan, dan inti sawit melalui pengeringan dan pemilihan atau pemungutan kotoran. a) Pemurnian minyak sawit Minyak yang dikutip dari tangki pengendap masih mengandung 0,5% air dan sejumlah kotoran. Ini dipisahkan dengan sentrifius berputaran tinggi, biasanya kadar air akan turun menjadi 0,25%, dan kadar kotoran menjadi sekitar 0,01%.
Universitas Sumatera Utara
b) Pengeringan minyak sawit Kadar air dalam minyak setelah pemurnian masih terlalu tinggi untuk mencegah peningkatan kadar ALB karena hidrolisis. Untuk mendapat kadar air yang diinginkan (0,08%) minyak masih harus dikeringkan. Untuk ini sebaiknya dipakai pengering vakum pada suhu relative rendah, agar minyak tidak teroksidasi pada waktu pengeringan pada suhu tinggi. Pengeringan vakum bekerja pada tekanan absolut 50 torr dengan bantuan pompa vakum atau vacuum steamjet ejectors. Minyak yang masuk pada suhu 800C dan kadar air 0,25% – 30% akan dikeringkan sampai kadar air akhir 0,08 – 0,10%. Minyak tidak perlu dikeringkan sampai di bawah 0,08% karena minyak adalah higroskopis , dan dengan kadar 0,08% ini pun hidolisis maupun pembiakan mikroba dapat ditekan sangat rendah. Selesai pengeringan minyak harus didinginkan sampai di bawah 500C untuk mencegah oksidasi pada waktu pemasukan ke tangki timbun. c) Pengeringan inti sawit Inti basah yang terkutip pada hidroksilon atau lumpur pemisah harus dikeringkan secepatnya untuk menghindari perusakan mutu oleh kegiatan mikroba. Untuk mencegah yang terakhir ini dapat dilakukan sterilisasi melalui pemanasan dengan uap sampai suhu minimum 900C selama beberapa saat. Selanjutnya pengeringan dilakukan dalam silo dengan mengalirkan angin panas melalui inti, seperti pada pengeringan biji. Suhu harus dijaga dengan hati – hati. Pengeringan tidak boleh terlalu cepat, karena akan terbentuk lapisan luar kering yang keras membungkus bagian dalam yang masih terlalu basah, dan pengeluaran air dari bagian dalam menjadi terhalang. Selain itu, suhu yang terlalu tinggi juga menyebabkan pengeluaran minyak terlalu banyak, sedangkan suhu yang terlalu rendah memberikan pengeringan yang kurang. Pada umumnya suhu tidak boleh melebihi 800C dan harus berangsur
Universitas Sumatera Utara
dikurangi sementara pengeringan berlangsung. Oleh karena itu suhu permulaan dibagian atas silo diatur pada 800C dengan penurunan yang berangsur sampai 400C di bagian bawah silo. Pengosongan dan pembersihan silo secara teratur perlu dilakukan karena dindingnya akan terlapis dengan inti dan kotoran, yang merupakan tempat yang baik untuk perkenbangan mikroorganisme dan larva serangga. d) Pembersihan inti sawit Setelah pengeringan, inti dimasukkan dalam karung. Salah satu pernyataan mutu inti ialah kadar kotorannya tidak boleh melebihi 2,75%. Cangkan dan kotoran lain yang masih terdapat dalam inti kering padat dipisahkan atau dipilih dengan tangan atau dengan hembusan angin (winnowing).
2.8 Pengemasan dan Penimbunan Minyak dan inti sawit hasil pemurnian tidak selamanya dapat langsung dikirim untuk dipasarkan. Untuk sementara waktu masih perlu ditimbun di pabrik. Biasannya ruang timbun yang diperlukan cukup untuk produksi satu bulan saja. a) Penimbunan minyak sawit Sebagai cairan minyak sawit harus disimpan dalam tangki – tangki timbun berukuran antara 500 – 3000 ton. Selama penimbunan dapat terjadi perusakan mutu, baik peningkatan kadar ALB maupun peningkatan oksidasi. Persyaratan penimbunan yang baik adalah ; 1. Kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air. 2. Jangan mencampur minyak berkadar ALB tinggi atau minyak kotor dengan minyak berkadar ALB rendah atau bersih atau kering.
Universitas Sumatera Utara
3. Memebersihkan tangki dan memeriksa pipa – pipa uap pemanas, tutup tangki, alat – alat pengukur dan lain – lain setiap ada kesempatan. 4. Memelihara suhu sekitar 400C. 5. Pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya di bawah permukaan minyak. 6. Melapisi dinding tangki dengan damar epoksi (hanya untuk minyak sawit bermutu khusus tinggi). (Mangoensoekarjo,S.2003)
Universitas Sumatera Utara