BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Mexsiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daeah tropis maupun sub tropis. di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan bergizi yang tinggi (Prihatman, 2000).
Dalam sistematika tumbuhan pepaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Cistales
Famili
: Caricaceae
Genus
: Carica
Spesies
: Carica papaya L.
Nama lokal
: Pepaya (Tjitrosoepomo, 2004).
Gambar 2.1. Tanaman pepaya (Carica papaya L.)
Universitas Sumatera Utara
Biji pepaya yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari buah pepaya daerah Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan Komplek Adam Malik Kota Madya Medan, Sumatera Utara. Secara umum tanaman pepaya memiliki ciri-ciri yang sama dengan tanaman pepaya yang hidup di daerah lain. Biji pepaya yang diambil dari buah pepaya didaerah ini memiliki bentuk buah agak panjang dan lonjong, ukurannya bervariasi, dari yang kecil, sedang sampai besar. Menurut Kalie (1996), Pepaya merupakan tanaman herba. Batangnya berongga, biasanya tidak bercabang, dan tingginya dapat mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun tunggal, berukuran besar, dan bercangap. Tangkai daun panjang dan berongga. Bunganya terdiri dari tiga jenis, yaitu bunga jantan, bunga betina, dan bunga sempurna. Bentuk buah bulat sampai lonjong. Batang, daun, dan buahnya mengandung getah yang memiliki daya enzimatis, yaitu dapat memecah protein. Pertumbuhan tanaman pepaya termasuk cepat karena antara 10-12 bulan setelah ditanam buahnya telah dapat dipanen (Kalie, 1996).
Bagian tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah biji. Biji pepaya berbentuk agak bulat dengan panjang kira-kira 5 mm. Bagian biji terdiri dari embrio, jaringan bahan makanan, dan kulit biji. Kulit biji pepaya berwarna hitam dengan permukaan kasar, bergerigi, membentuk alur-alur sepanjang biji, tebal dan keras. Dalam satu gram biji pepaya terdiri antara 45-50 buah. Sewaktu masih melekat pada buah, biji dilapisi oleh suatu lapisan kulit biji yang berwarna keputihan, lunak, dan agak bening (Kalie, 1996).
Banyaknya biji tergantung dari besar kecilnya buah. Permukaan biji agak keriput dan dibungkus oleh kulit ari yang bersifat seperti agar atau transparan, kotiledon putih, rasa biji pedas atau tajam dengan aroma yang khas (Ochse, 1931; Gintings, 1979; Rismunandar, 1982). Kandungan kimia yang terdapat dalam biji pepaya adalah: 25% atau lebih lemak campuran, 26,2% lemak, 24,3% protein, 17% serat, 15,5% karbohidrat, 8,8% abu dan 8,2% air (Hooper dalam Burkill, 1935 dalam Amir, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Komposisi biji pepaya Komponen Minyak Protein Abu Karbohidrat Cairan
Persen Berat 9,5 8,5 1,47 9,44 71,98
Sumber: Yuniwati (2008) Beberapa penelitian yang menggunakan ekstrak biji pepaya telah dilakukan oleh Das, Fransworth, Chinoy dan Rangga, pada varietas honeydew yang terdapat di India, dan Amir pada pepaya gandul melaporkan bahwa ekstrak biji pepaya tersebut ternyata mempunyai khasiat sebagai antifertilitas pada hewan, namun dosis dari biji pepaya yang dapat menyebabkan infertilitas tersebut masih belum dapat diketahui secara tepat (Yunardi, 2001).
Hasil penelitian Satriyasa (2010), Fraksi heksan ekstrak biji pepaya muda dapat menurunkan jumlah sel spermatogonia, sel spermatosit primer pakhiten, sel spermatid dan sel sertoli dengan sangat bermakna dan penurunannya lebih besar daripada fraksi metanol ekstrak biji pepaya muda akan tetapi fraksi heksan ekstrak biji pepaya tidak dapat menurunkan jumlah sel leydig dan kadar hormon testosteron.
Penelitian terhadap organ ginjal seperti penelitian yang dilakukan oleh Lil Hanifah, (2008) terhadap Pengaruh pemberian buah pepaya (Carica papaya L.)
terhadap tingkat nekrosis epitel glomerulus dan tubulus ginjal mencit (Mus musculus L.) yang diinduksi CCl 4 (karbon tetraklorida) bahwa pemberian buah pepaya (Carica papaya L.) tidak memberikan pengaruh pada tingkat nekrosis epitel glomerulus ginjal mencit (Mus musculus L.) yang diinduksi karbon tetraklorida (CCl4) akan tetapi memberikan pengaruh pada tingkat nekrosis epitel tubulus ginjal mencit yang diinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Dosis yang paling baik mengurangi tingkat nekrosis epitel tubulus adalah dosis III (0,52 g/ mencit / hari).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chusniati et al., 2008, terhadap pengaruh pemberian biji pepaya (Carica papaya) terhadap gambaran histopatologi hepar ayam
Universitas Sumatera Utara
yang diinfeksi telur cacing Ascaridia galli, disimpulkan bahwa pemberian biji pepaya dengan 1x dan 2x pemberian terhadap perubahan gambaran terhadap histopatologi hepar ayam tidak berbeda nyata diantara kedua perlakuan. Pemberian biji pepaya dengan tiga kali pemberian mengalami kerusakan degenerasi paling tinggi dibandingkan dengan pemberian biji pepaya dengan 1x dan 2x pemberian.
Pada biji pepaya terdapat kandungan berupa glucocide caricin dan carpain (Wijayakusumah dkk, 1995 dalam Ilham et al., 1999). Diduga zat yang terkandung dalam biji pepaya yang berperan adalah glucosinolat, yang merupakan bagian dari glucosida. Glucosida adalah zat yang mengandung gugus triterpenoid dan steroid (Trevor, 1995 dalam Ilham et al., 1999).
Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol biji pepaya diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid, flavonoid, alkaloid, dan saponin. Secara kualitatif, berdasarkan terbentuknya endapan atau intensitas warna yang dihasilkan dengan pereaksi uji fitokimia, diketahui bahwa kandungan senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid merupakan komponen utama biji pepaya. Uji fitokimia triterpenoid lebih lanjut terhadap ekstrak kental n-heksana menggunakan pereaksi Liebermann–Burchard juga menunjukkan adanya senyawa golongan triterpenoid. Hal ini memberi indikasi bahwa pada biji pepaya terkandung senyawa golongan triterpenoid bebas (Sukadana et al., 2008).
2.2 Testosteron Undekanoat Testosteron Undekanoat merupakan suatu bentuk ester dari testosteron alami. Bentuk aktif testosteron dihasilkan dari hidrolisasi esternya. Efek utama dari testosteron hasil hidrolisasi TU tersebut terjadi setelah adanya ikatan testosteron terhadap reseptor spesifiknya yang membentuk komplek hormon-reseptor. Komplek hormon-reseptor tersebut masuk ke dalam inti sel dimana ia akan memodulasi transkripsi gen-gen tertentu setelah terikat dengan DNA (Ilyas, 2008).
Testosteron undekanoat (TU) yang dikembangkan untuk kontrasepsi pria digunakan dalam bentuk injeksi (liquid). Sediaan tersebut diberikan dengan cara
Universitas Sumatera Utara
injeksi secara intramuskular. Ada juga TU dalam bentuk powder yang kadang- kadang dibungkus dengan kapsul. Testosteron undekanoat (Gambar 2.2) dihasilkan melalui esterifikasi testosteron alami pada posisi 17β. TU ini merupakan steroid dengan 19 atom karbon dengan rumus kimia C 19 H 28 O 2 , serta nama kimianya adalah 17 betahydroxyandrost 4-en-3-one (Goodman & Gilman, 1980).
O O
C-(CH2) 9-CH3
O Gambar 2.2 Rumus Bangun Testosteron Undekanoat (TU) (Goodman & Gilman, 1980). Tujuan utama dari pemberian testosteron adalah mempertahankan tingginya tingkat serum testosteron jangka panjang pada pria yang ikut dalam kontrasepsi pria. Hal ini bertujuan untuk menekan spermatogenesis sehingga terjadi azoospermia atau oligozoospermia berat yang berlangsung lebih lama namun bersifat aman, efektif, reversibel, dan aseptibel (Ilyas, 2008).
Pada tikus waktu paruh yang tampak setelah pemakaian oral TU diplasma kurang lebih 100 menit. Hal ini memberi kesan adanya suatu asupan obat yang lambat ke dalam sirkulasi sistemik dan adalah konsisten dengan absorbsi limfatik yang bermakna (Noguchi, 1985). Pada manusia sebagai akibat dari perbedaan interindividual yang besar, pemakaian oral TU dapat menginduksi kadar serum puncak antara 1-8 jam dengan rata-rata 4 jam (Ilyas, 2008).
2.3 Struktur Histologi Ginjal Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan berkembang untuk beberapa fungsi, diantaranya: ekskresi produk sisa metabolisme, pengendalian air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam dan basa, serta berbagai hormon dan autokoid (Cotran et al., 2007; Maulana, 2010). Walaupun mempunyai banyak fungsi,
Universitas Sumatera Utara
fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstraseluler dalam batas-batas normal (Wilson, 2005 dalam Maulana, 2010).
Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 sampai 175 g pada laki-laki dan 115-155 g pada perempuan. Ginjal terletak di area yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior yang berdekatan dengan dua pasang iga terakhir. Organ ini merupakan organ retroperitoneal dan terletak di antara otot-otot punggung dan peritoneum rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjal memiliki sebuah kelenjar adrenal di atasnya. Ginjal kanan terletak agak di bawah dibandingkan ginjal kiri karena ada hati pada sisi kanan. Setiap ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan ikat, yaitu Fasia renal, adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini mempertahankan ginjal pada struktur di sekitarnya dan mempertahankan posisi organ. Lemak perirenal, adalah jaringan adiposa yang terbungkus fasia ginjal. Jaringan ini mempertahankan posisi ginjal. Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membran halus transparan yang langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas (Sloane, 2003).
Ginjal memiliki sisi medial cekung dan permukaan lateral yang cembung. Sisi medial yang cekung, hilum, merupakan tempat masuknya saraf, keluar dan masuk pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta keluarnya ureter. Ginjal dapat dibagi menjadi korteks (bagian luar) dan medula (bagian dalam). Pada manusia, medula ginjal terdiri atas 10-18 struktur berbentuk kerucut atau piramid, yaitu piramid medula. Dari dasar setiap piramid medula, terjulur berkas-berkas tubulus yang paralel, yaitu berkas medula, yang menyusup ke dalam korteks ((Junqueira & Carneiro, 2004).
Struktur internal ginjal terdiri dari (1) Hilus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal. (2) Sinus ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka pada hilus. Sinus ini membentuk perlekatan untuk jalan masuk dan keluar ureter, vena dan arteri renalis, saraf dan limfatik. (3) Pelvis ginjal adalah perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini berlanjut menjadi dua sampai tiga kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai glandular, bagian penghasil urin pada ginjal. Setiap kaliks mayor bercabang menjadi beberapa (8 sampai 18) kaliks minor. (4) Parenkim ginjal adalah jaringan
Universitas Sumatera Utara
ginjal yang menyelubungi struktur sinus ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi medula dalam dan korteks luar. Medula terdiri dari masa-masa triangular yang disebut piramida ginjal. Ujung yang sempit dari setiap piramida, papilla, masuk dengan pas dalam kaliks minor dan ditembus mulut duktus pengumpul urine. Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang merupakan unit struktural dan fungsional ginjal. (5) Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari satu piramida ginjal, kolumna yang saling berdekatan, dan jaringan korteks yang melapisinya (Sloane, 2003).
Gambar 2.3. Struktur Ginjal dan Nefron (Noer, 2006; Hanifah, 2008). Unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar yakni korpuskel renalis; tubulus kontortus proksimal; segmen tebal dan tipis ansa Henle; tubulus kontortus distal; dan tubulus dan duktus koligentes (Junqueira & Carneiro, 2004).
2.3.1 Kapsula Bowman Korpuskulus ginjal berdiameter sekitar 200-250 μm dan terdiri atas seberkas kapiler, yaitu glomerulus, dikelilingi oleh kapsula epitel berdinding ganda yang disebut
Universitas Sumatera Utara
kapsula Bowman. Ruangan dalam kapsula Bowman disebut ruang Bowman (ruang urinarius) yang menampung cairan yang disaring melalui dinding kapiler dan lapisan visceral (Gartner dan Hiatt, 2007 dalam Maulana, 2010).
Glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda disebut kapsul bowman. Glomerulus dan kapsul bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal (Sloane, 2003).
2.3.2 Tubulus Kontortus Proksimal Panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku (Sloane, 2003). Tubulus proksimal memiliki saluran yang selalu terpotong dalam berbagai bidang karena jalannya berkelok-kelok. Dindingnya terdiri atas selapis sel kuboid dengan batas-batas sel yang sukar dilihat. Intinya bulat, biru dan biasanya terletak agak berjauhan dengan inti sel disebelahnya. Sitoplasma berwarna asidofil. Dinding lateral sel tidak jelas. Permukaan sel yang menghadap lumen mempunyai batas sikat (brush border) (Gunawijaya & Kartawiguna, 2007).
Struktur ini merupakan segmen awal nefron berkelok-kelok yang timbul pada kutup urinarius badan ginjal dan selanjutnya menjadi segmen desenden lurus yang menembus medula dengan dangkal, dilanjutkan dengan bagian nefron yang dinamakan lengkung Henle. Lengkung henle lebih panjang dan lebih lebar daripada tubulus kontortus distal yang membentuk bagian terminal nefron (Junqueira, 1991).
2.3.3 Ansa Henle Badan-badan ginjal yang lebih banyak terletak dekat dengan medula, glomeruli jukstamedula, menembus lengkung Henle lebih panjang yang menembus lebih jauh ke dalam medula dari pada badan-badan ginjal yang terletak dekat dengan kapsula yang tidak turun jauh ke dalam medula. Masing-masing lengkung henle berbentuk huruf U dan mempunyai segmen tipis yang di ikuti oleh segmen yang tebal (Junqueira, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa henle yang masuk ke dalam medula, membentuk lengkungan jepit yang tajam (lekukan), dan membalik ke atas membentuk tungkai asenden ansa henle (Sloane, 2003).
2.3.4 Tubulus Kontortus Distal Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 mm dan membentuk segmen terakhir nefron (Sloane, 2003).
Pada potongan histologis, perbedaan antara tubulus kontortus proksimal dan distal, keduanya terdapat dalam korteks dan mempunyai epitel kubis, didasarkan pada sifat-sifat berikut: sel-sel tubulus proksimal lebih besar, mempunyai brush border, dan lebih asidofil karena banyak mengandung mitokondria. Lumen tubulus distal lebih besar, dan karena sel-sel tubulus distal lebih pendek dan lebih kecil dari pada sel-sel tubulus proksimal, pada potongan yang sama dinding tubulus distal terlihat lebih banyak sel dan lebih banyak inti. Sel-sel tubulus distal kurang asidofil dari pada selsel tubulus proksimal, dan tidak menunjukkan brush border atau mikrovili yang banyak (Junqueira, 1991).
2.3.5 Tubulus dan Duktus Pengumpul Setiap tubulus pengumpul berdesenden di korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke sejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urin ke dalam kaliks minor. Kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal melalui kaliks mayor. Dari pelvis ginjal, urin di alirkan ke ureter yang mengarah ke kandung kemih (Sloane, 2003).
2.3.6 Fungsi Ginjal Fungsi
utama
ginjal
adalah
menyingkirkan
buangan
metabolisme
normal,
mengekskresi xenobiotik dan metabolitnya dan fungsi non ekskretori. Urin adalah jalur utama ekskresi toksikan sehingga ginjal mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasikan toksikan pada filtrat, membawa toksikan melalui sel tubulus (Lu, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Fungsi-fungsi dasar dari ginjal; (1) regulasi volume, (2) keseimbangan asambasa, (3) keseimbangan elektrolit, (4) ekskresi produk sampah dan (5) fungsi endokrin, termasuk pelepasan renin, eritropoetin, dan bentuk aktif dari vitamin D (Robbins & Kumar, 1995).
Glomerolus berfungsi sebagai filtrasi, merupakan saringan makro melekul yang selektif, sedangkan tubulus proksimal berfungsi untuk menyerap makromolekul, juga memiliki pompa natrium K-Na-ATPase yang berfungsi untuk transpor aktif ion natrium keluar sel (Jonqueira dan Carneiro,1980). Bila tekanan darah menurun, tekanan hidrostatik pada glomerulus juga menurun sehingga terjadi nekrosis tubulus (Hole, 1993 dalam Kartikaningsih, 2010).
Kerusakan pada tubulus dapat terjadi pada sel-sel epitel, antara lain mengalami degenerasi dan atrofi sehingga lumen melebar dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian nefron (Ressang, 1984 dalam Astuti, 2007). Pemberian senyawa tertentu yang bersifat toksik akan memberikan beban berlebih terhadap kerja ginjal terutama di daerah kapsul bowman sebagai filter utama. Hal ini sangat mungkin akan menimbulkan efek samping yang tidak di inginkan (Gani & Munir, 1992).
Penggunaan obat dari bahan alam dapat menimbulkan efek samping. Berdasarkan WHO dalam Widyastuti et al (2008), sampai dengan tahun 1995, telah dilaporkan lebih dari 5000 dugaan efek samping akibat pemakaian bahan alam. Pengobatan dengan tanaman obat di Cina dilaporkan memiliki efek toksik yang diakibatkan oleh kelebihan dosis, senyawa lain yang bersifat toksik dan kontaminan yang berbahaya masuk pada produk obat. Kasus lain juga dilaporkan, bahwa bahan alam yang dikombinasikan dengan obat lain mengakibatkan koagulasi (Ernts, 1998 dalam Widyastuti et al, 2008).
Universitas Sumatera Utara