ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Pisang Pisang merupakan tanaman buah yang berasal dari Asia Tenggara termasuk Indonesia, Madagaskar, Amerika Selatan dan Tengah. Pisang di Asia Tenggara diyakini berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina. Pisang telah lama berkembang di India sejak 500 tahun sebelum Masehi dan menyebar sampai ke daerah Pasifik, Brasil, dan Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor pisang yang terkenal (Kalangi, 2004). Nama lokal pisang, antara lain : Banana (Inggris), Tsiu Cha (Cina), Pisyanga, Kila (India); Pisang (Indonesia), Klue (Thailand), Pyaw, Nget (Burma) (Wardiyono,2010).
Gambar 2.1 Pohon Pisang Ambon (Priosoeryanto et al.,2007)
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
2.1.1 Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. Sapientum) Pisang Ambon tumbuh dan berkembang subur di daerah tropis (30° LU30°LS) suhu optimum untuk tumbuh 27-30°C dan suhu maksimum 38°C. Curah hujan antara 1400-2450 mm pertahun dengan penyebaran yang merata. Tanaman pisang memerlukan pengairan di daerah dengan musim kering yang panjang. Klasifikasi botani tanaman Pisang Ambon (Prasetyo et al., 2008) : Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta ( Tumbuhan berbunga)
Sub divisi
: Angiosperma
Kelas
: Monocotyledone
Sub kelas
: Commilinidae
Ordo
: Zingiberales
Keluarga
: Musaceae
Genus
: Musa
Spesies
: Musa paradisiaca
Varietas
: Sapientum
Kandungan gizi buah Pisang Ambon antara lain kaya akan mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi dan kalsium. Pisang Ambon juga mengandung vitamin yaitu, B6, B kompleks, vitamin C, dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak (Sunarjono, 2002). Pisang Ambon dapat digunakan untuk relief of pain dan memfasilitasi peningkatan absorbsi obat ke
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
dalam kulit, sehingga dapat digunakan untuk terapi luka bakar, gigitan hewan yang dapat menyebabkan inflamasi (Priosoeryanto et.al,2007). 2.1.2 Morfologi dan Ekologi Tanaman Pisang Pisang tumbuh baik di daerah beriklim tropika. Temperatur merupakan faktor utama untuk proses pertumbuhan. Pisang dapat tumbuh subur pada kelembaban tanah berkisar antara 60-70%. Pisang masih dapat tumbuh di ketinggian hingga 1600m dpl di daerah tropika (Wardiyono,2010). Batang pohon pisang berupa batang semu berpelah berwarna hijau sampai coklat. Bonggol pisang, yakni bagian tengah dari batang semu yang berada di dalam tanah merupakan batang pisang asli, mengandung
banyak
cairan
yang
bersifat
menyejukkan
dan
berkhasiat
menyembuhkan berbagai macam luka (Priosoeryanto et al.,2007).
Gambar 2.2 Bonggol pisang (Prihatman,2000)
Jantung pisang yang merupakan bunga pisang berwarna merah tua keunguan. Di bagian dalamnya terdapat bakal pisang. Secara garis besar syarat tumbuh tanaman pisang, antara lain :
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
1. Iklim tropis basah, lembab, dan panas mendukung pertumbuhan pisang namun, pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis. Pada kondisi tanpa air, pisang masih dapat tumbuh karena air disuplai dari batangnya yang berair tetapi produksinya kurang bisa diharapkan. 2. Angin dengan kecepatan tinggi seperti angin kumbang dapat merusak daun dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. 2.1.3 Teori Keanekaragaman Genetik Pisang Budidaya Pisang budidaya pada masa sekarang dianggap merupakan keturunan dari Musa acuminata yang diploid dan tumbuh liar. Genom yang disumbangkan diberi simbol A. Persilangan alami dengan Musa balbisiana memasukkan genom baru, disebut B dan menyebabkan bervariasinya jenis-jenis pisang. Hibrida M. acuminata dengan M. balbisiana ini dikenal sebagai M.paradisiaca. Khusus untuk Kelompok AAB, nama Musa sapientum digunakan. Suryana membagi jenis pisang menjadi 4 macam antara lain (Suryana, 2000) : 1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak, yaitu M. paradisiaca var sapientum, M. nana atau M. cavendhisii dan M. sinensis, misalnya : pisang ambon,susu, raja, cavendish, barangan, mas. 2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak, yaitu M. paradisiaca forma typicaatu atau disebut juga M. paradisiaca normalis, misalnya pisang nangka, tanduk, dan kepok. 3. Pisang berbiji, yaitu M. brachycarpa (di Indonesia biasa dimanfaatkan bagian daunnya), misalnya pisang batu dan pisang klutuk. 4. Pisang yang biasa diambil seratnya, yaitu pisang manila.
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
2.1.4 Manfaat Tanaman Pisang Buah merupakan hasil utama pisang yang dapat dimakan langsung atau dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan. Daun pohon pisang sering dipakai sebagai pembungkus makanan. Serat yang diperoleh dari pelepah daun digunakan untuk membuat baju, sandal, tas. Bagian tanaman seperti daun dan buahnya sering kali dipakai dalam upacara tradisional misalnya dalam perkawinan. Cairan yang dihasilkan dari potongan batangnya digunakan untuk mengobati infeksi saluran kencing, disentri, dan diare, selain itu juga digunakan untuk mengobati anemia. Buah pisang yang belum masak digunakan untuk dikonsumsi orang yang menderita haemoptisi dan diabetes (Wardiyono,2010). Tanaman pisang yang telah digunakan sebagai obat tradisional diambil dari buah, pelepah, bonggol atau rimpangnya. Rimpang pisang yaitu bagian terbawah dari batang semu mengandung banyak cairan yang menyejukkan. Getah yang diperoleh dari rimpang berguna untuk mengobati perdarahan usus, perdarahan akut, perdarahan pada wanita setelah bersalin, dan perdarahan hidung. Getah rimpang pisang batu dapat diminum untuk mengobati inflamasi selaput usus besar yang akut atau menahun yang mengeluarkan darah dan lendir (Prihatman, 2000). Beberapa peneliti dari Universitas Gajah Mada telah mencoba khasiat getah pisang raja terhadap penyembuhan luka irisan atau luka bakar pada kulit binatang percobaan kelinci, kucing, anjing, dan domba serta luka pencabutan gigi pada marmut. Hasil penelitian mereka menyimpulkan getah pisang raja terbukti tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap kesembuhan luka di kulit, bahkan terdapat halhal yang menguntungkan seperti adanya sifat hemostasis yang mempercepat
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
penghentian kapiler, tidak menunjukkan adanya pembengkakan dan secara histologis terdapat jumlah serat kolagen dalam luka (Prasetyo et al., 2008). 2.1.5 Kandungan senyawa pada getah batang pisang Pada getah batang pisang dibagian bonggol ditemukan adanya senyawa seperti flavonoid, saponin, antrakuinon, tannin dan lektin (Budi et.al, 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa getah pisang Ambon mengandung tiga zat aktif yang dominan yaitu saponin, tannin dan flavonoid (Prasetyo et al., 2008). Zat aktif yang dominan terkandung dalam ekstrak bonggol pisang Ambon adalah flavonoid dengan kadar 8,18% ; saponin 6,73%; dan tannin 4,38%. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yaitu satu golongan fenol alam terbesar dan bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, methanol, butanol, dan aseton. Flavonoid umumnya ditemukan dalam bentuk glikosida yang larut air. Flavonoid mempunyai khasiat sebagai anti mikroba, anti oksidan, dan anti inflamasi. Flavonoid dapat memperlambat proses keradangan melalui efek penghambatan pada jalur metabolisme asam arakhidona, pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin pada radang (Arifin,2006). Flavonoid juga memiliki manfaat sebagai hepatoprotektor (Pinzaru et.al, 2011). Mekanisme flavonoid sebagai hepatoprotektor melalui proses detoksifikasidengan jalan meningkatkan ekspresi enzim Gluthation S-Transferase (GST) yang merupakan antioksidan endogen pada organ hati. Enzim Gluthation S-Transferase (GST) mempunyai fungsi vital dalam detoksifikasi dengan mengubah zat yang kurang polar menjadi lebih polar melalui pengikatan senyawa elektron aktif yang tidak berpasangan pada zat toksik. Kandungan glikosida dalam flavonoid dapat berikatan
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
dengan elektron zat toksik sehingga dapat mencegah ikatan dengan DNA, RNA atau protein pada sel target (Harleen,2011). Saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Saponin dikenal dua jenis yaitu saponin glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid yang bersifat polar. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Saponin dapat mempercepat pembentukan jaringan ikat kolagen, dengan dengan cara merangsang TGF-ß untuk mensekresi kolagen (Pneumans, 2000). Tannin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul 500 sampai 3000 dan bersifat polar. Senyawa tannin tidak larut dalam pelarut non polar, seperti eter, kloroform, dan benzene tetapi mudah larut dalam air, dioksan, aseton, dan etanol serta sedikit larut dalam etil asetat. Tannin dapat berikatan dengan protein dan membentuk kompleks tannin-protein insoluble atau soluble (Arifin, 2006). Dalam dunia pengobatan, tannin bermanfaat untuk mengobati diare, menghentikan pendarahan, dan mengobati ambeien (Peumans et al., 2000).
2.2 Tinjauan Tentang Ekstrak 2.2.1 Definisi Ekstrak Ekstrak adalah suatu sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi prosedur yang telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas (Prasetyo, 2008). 2.2.2 Tinjauan Umum Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dapat dipandang sebagai bahan awal, bahan antara, atau bahan produk jadi. Ekstrak dianalogikan dengan komoditi bahan baku obat dengan teknologi fitofarmasi, kemudian diproses menjadi bahan yang dapat dipecah menjadi fraksi-fraksi, isolat senyawa tunggal ataupun tetap sebagai campuran dengan ekstrak lain. Ekstrak sebagai produk jadi berarti ekstrak yang berada dalam sediaan obat jadi dan siap digunakan oleh penderita (Iswani, 2007). 2.2.3 Pembagian ekstrak Bila yang digunakan ekstrak tumbuhan (umumnya kosentrasi pelarut berbedabeda) bahan pengekstrak sebagian atau seluruhnya diuapkan, maka akan diperoleh ekstrak. Berdasarkan sifatnya, ekstrak dapat dibedakan menjadi (Iswani,2007): 1. Ekstrak cair (Extractum fluidum) Sediaan ini diartikan sebagai ekstrak air yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 1 atau bagian ekstrak cair. 2. Ekstrak kental (Extractum spissum) Sediaan ini padat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang, kandungan airnya berjumlah sampai dengan 30%, tingginya kandungan air dapat menyebabkan ketidakstabilan sediaan (cemaran bakteri dan penguraian secara kimia).
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
3. Ekstrak kering (Extractum siccum) Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan. Ekstrak kering dibuat melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan, sisanya akan terbentuk suatu produk. Sebaiknya memiliki kandungan kelembaban tidak lebih dari 5%.
2.3 Tinjauan Tentang Toksisitas Obat dipersyaratkan memiliki efek terapi yang besar dengan efek samping yang kecil. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji toksisitas terhadap suatu obat sebelum obat tersebut dipasarkan ke masyarakat ( Hodgson dan Levi, 2000). Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik dari suatu zat uji (toksikan) pada sistem biologi. Penelitian toksisitas secara konvensional dilakukan terhadap hewan coba untuk menemukan efek toksik akibat pemberian toksikan dalam berbagai dosis. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan sumber data utama dalam evaluasi toksikologi( Lu, 1995). Pada umumnya, segala metode uji toksisitas dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu ( Hodgson dan Levi, 2000) : 1. Toksisitas umum Uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek umum suatu senyawa pada hewan eksperimental. Pada dasarnya secara individu uji golongan ini
berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam kaitannya dengan
lamanya uji berlangsung dan evaluasi pada hewan eksperimental terhadap toksisitas umum. Uji-uji ini diidentifikasikan sebagai uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronis,
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
dan uji toksisitas kronis. 2. Toksisitas spesifik Uji toksisitas yang dirancang untuk mengevaluasi dengan rinci tipe toksisitas spesifik. Termasuk dalam uji toksisitas spesifik antara lain uji teratogenitas, karsinogenitas, metagenesis, uji kulit dan mata serta uji perilaku. 2.3.1 Tujuan Uji toksisitas Sebagai langkah awal untuk keamanan terhadap efek samping suatu obat. Untuk mengetahui gejala-gejala yang mungkin timbul akibat pemberian obat, batas keamanan obat dan derajat kematian hewan coba akibat pemberian obat (Lu,1995) Dari tujuan di atas, dapat dilakukan evaluasi obat dalam bidang medis. Selain itu, penelitian ini juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak (hati dan ginjal), sistem (sistem kardiovaskular), atau toksisitas khusus (karsinogenitas) yang membutuhkan penelitian lebih lanjut (Lu, 1995). 2.3.1.1 Toksisitas Akut Sebagian besar penelitian toksisitas akut adalah untuk menentukan dosis letal median (LD50) toksikan dan dosis maksimal yang masih dipandang aman, menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya (Lu, 1995). Prinsip uji toksisitas akut yaitu toksikan pada beberapa tingkat dosis diberikan pada beberapa kelompok hewan coba, serta tingkat dosis tiap kelompok. Cara pemberian diberikan melalui jalur peroral. Berdasarkan Environmental Protection Agency, dosis diberikan sekali dalam jangka 24-96 jam dan direkomendasikan menggunakan tiga dosis yang berbeda (Lu,1995). Setelah selang waktu 3 jam
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
pemberian bahan uji, diamati gejala yang terjadi pada hewan coba, gejala yang dimaksud adalah tanda-tanda toksisitasnya ( Hodgson dan Levi, 2000). Setelah selang waktu 24-96 jam, diamati banyaknya hewan yang mati untuk memperkirakan LD50. Bila dibutuhkan, tes ini dapat dilakukan lebih dari 14 hari contohnya, pada tricresyl phosphat, akan memberikan pengaruh secara neurogik pada hari ke 10 – 14, sehingga bila diamati pada 24-96 jam pertama tidak akan menemukan hasil yang berarti (Hodgson dan Levi, 2000). Otopsi kasar dilakukan pada semua hewan yang mati dan pada hewan yang hidup terutama hewan yang tampak sakit pada akhir percobaan. Otopsi dapat memberikan informasi yang berharga tentang organ sasaran, terutama bila kematian tidak terjadi dengan segera setelah pemberian obat (Lu,1995). LD50 merupakan dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan coba dalam suatu kelompok setelah perlakuan. LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis letal. LD50 berguna untuk hal-hal sebagai berikut ( Hodgson dan Levi, 2000) : a. Mengklasifikasikan zat kimia sesuai dengan efek toksik yang timbul b. Perencanaan penelitian toksisitas subkronik dan kronik pada hewan coba c. Memberikan informasi yang dibutuhkan dalam perencanaan pengujian obat pada manusia dan dalam pengendalian mutu zat kimia. Secara umum, semakin kecil nilai LD50, semakin toksik senyawa tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin besar nilai LD50, semakin rendah toksisitasnya. Hasil yang diperoleh dapat digolongkan menurut potensi toksisitas akut senyawa uji menjadi beberapa kelas, seperti yang terlihat pada tabel 2.1.
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
Tabel 2.1 Kategori Toksisitas Zat Kimia Pada Tikus (Lu,1995)
Kategori
LD50
Luar Biasa Toksik
≤ 1 mg/kg berat badan (BB)
Sangat Toksik
1 – 50 mg/kg berat badan (BB)
Cukup toksik
50-500 mg/kg berat badan (BB)
Sedikit toksik
0,5-5 g/kg berat badan (BB)
Praktis tidak toksik
5-15 g/kg berat badan (BB)
Relatif tidak berbahaya
>15g/kg berat badan (BB)
2.3.1.2 Toksisitas Subkronis Dilakukan dengan memberikan dosis berulang, biasanya satu kali sehari selama 2-4 bulan. Biasanya peneliti menggunakan waktu yang lebih pendek yakni 728 hari dalam penelitian ini (Lu,1995). Tujuan dari studi toksisitas subkronis adalah untuk mendapatkan efek berbahaya yang dapat terjadi bila suatu senyawa tersebut diberikan kepada hewan uji secara berulang-ulang ( Hodgson dan Levi, 2000). 2.3.1.3 Toksisitas Kronis Dilakukan dengan memberikan bahan uji berulang sekali sehari selama 26 minggu sampai 2 tahun, tetapi sebagian besarpeneliti melakukan uji tidak lebih dari 1 tahun (Lu,1995). Uji toksisitas kronis ini dilakukan dengan memberi zat kimia berulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari masa hidupnya, misalnya 18 bulan untuk mencit ( Hodgson dan Levi, 2000). Pengamatan harus dilakukan terhadap berat badan, konsumsi makanan, tanda-tanda
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
umum, uji laboratorium dan pemeriksaan histopatologi organ hewan coba pasca kematian (Lu, 1995). 2.3.1.4 Toksisitas Khusus Meliputi karsinogenis, mutagenis, teratogenis, imunotoksikologi, potensiasi, toksisitas terhadap sistem produksi, kulit, mata, dan tingkah laku. Kesulitan yang sering timbul pada uji toksisitas khusus adalah lama pengamatan yang harus dilakukan serta hewan coba yang biasanya tidak hanya terdiri dari satu jenis saja (Lu,1995).
2.4 Tinjauan Tentang hati 2.4.1 Anatomi Hati Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1200-1500 gram. Pada orang dewasa berat hati kurang lebih satu per lima puluh berat badan, sedangkan pada bayi sedikit lebih besar per delapan belas berat badan. Hati terbagi menjadi dua lobus kanan dan lobus kiri. Kedua lobus tersebut dipisahkan oleh ligamentus fasiforme. Dalam keadaan segar hati berwarna merah tua atau merah coklat, warna ini disebabkan karena adanya darah yang amat banyak. Hati menerima suplai darah sekitar 30% dari arteri hepatika dan menerima suplai darah sekitar 70% dari vena porta. Vena porta membawa darah yang mengandung zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan organ tertentu menuju hati, sedangkan arteri hepatika memberi darah pada hati dengan darah yang bersih yang mengandung oksigen (Guyton dan Hall, 2006).
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
2.4.2 Histologi Hati Permukaan hati diselubungi oleh peritoneum pars viseralis. Di bawah peritoneum pars viseralis terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan capsula Glisson yang menyelubungi seluruh permukaan hati. Jaringan ikat dari capsula Glisson menjulur masuk melalui porta hepatis menuju ke dalam organ hati untuk membentuk suatu kerangka jaringan penyambung yang akan membagi hati menjadi lobulus-lobulus. Antara lobulus hati yang satu dengan yang lainnya tidak terpisah secara jelas. Lobulus hati terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian parenkim yang terdiri dari sel-sel hati dan bagian sinusoid. Sel-sel hati (hepatosit) berbentuk poligonal dengan membran yang jelas. Sel hati mempunyai inti bulat yang terletak di tengah, anak inti berjumlah satu atau lebih dengan kromatin yang menyebar. Sitoplasma sel hati agak berbutir dan di dalamnya mengandung mitokondria dengan jumlah yang banyak, lisosom, ribosom, reticulum endoplasma serta apparatus golgi yang biasanya terletak dekat inti, di tepi sel atau dekat kanalikuli empedu (Guyton dan Hall, 2006). Sinusoid hati merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari arteri atau vena interlobularis menuju vena sentralis. Sinusoid hati dikelilingi oleh serabut retikuler bahan yang berperan dalam mempertahankan bentuk sinusoid hati Sinusoid hati dibatasi oleh sel endotel dan sel kupffer. Sel endotel mempunyai inti kecil dan berwarna gelap dengan sitoplasma yang sangat tipis. Sel kupffer mempunyai inti yang lebih besar dan pucat, sitoplasma lebih banyak dengan cabang-cabang yang meluas atau melintang di dalam sinusoid hati (Guyton dan Hall, 2006).
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
2.4.3 Fungsi Hati Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar dan memiliki multifungsi kompleks, diantaranya adalah : 1. Pembentukan garam empedu Garam empedu disintesis dalam sel hati. Sebagai bahan baku pembentukan garam empedu adalah kolesterol, baik yang disuplai dalam diet atau yang disintesis di dalam sel-sel hati selama metabolisme lemak berlangsung. Garam-garam empedu disekresikan oleh sel-sel hati ke dalam empedu (Maretnowati, 2005). 2. Fungsi detoksifikasi Fungsi detoksifikasi dari hati dilakukan dengan cara mengubah zat-zat yang dapat membahayakan menjadi zat-zat yang secara fisiologis tidak aktif melalui mekanisme biotransformasi. Biotransformasi adalah mekanisme tubuh untuk mengaktivasi dan mengekspresikan xenobiotik yang dapat berasal dari luar tubuh misalnya obat, senyawa kimia asing yang masuk kedalam tubuh maupun dari dalam tubuh misalnya hormon steroid, glukosa, dan asam lemak. Pada umumnya biotransformasi terjadi melalui 2 reaksi, yaitu reaksi fase I (reaksi perubahan) dan reaksi fase II (pembentukan konjugat). Reaksi fase I terjadi di dalam retikulum endoplasma halus.Reaksi fase I meliputi reaksi Oksidasi, Reduksi, Hidrolisis, dan Asetilasi. Reaksi
fase I
merupakan reaksi modifikasi senyawa kimia menjadi
metabolit dengan cara penambahan gugus fungsional oksigen sehingga akan menambah kepolaran dalam senyawa kimia tersebut. Reaksi ini memerlukan enzim sitokrom P450 sebagai katalis. Metabolit kemudian akan dikonjugasi dalam reaksi fase II (Cairns, 2004).
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
Reaksi fase II adalah reaksi enzimatik yang mengikat xenobiotik yang sudah termodifikasi pada reaksi fase I dengan bahan lain. Reaksi fase II sangat penting dalam biotrasnformasi senyawa kimia asing di dalam tubuh. Metabolit hasil dari reaksi fase I akan mengalami konjugasi menjadi konjugat. Konjugat merupakan senyawa yang memiliki berat molekul yang lebih besar dan lebih polar. Reaksi konjugasi melibatkan perlekatan zat-zat yang sangat hidrofilik seperti asam glukoronat , sulfat, dan asam amino agar lebih mudah untuk diekskresikan keluar sel (Cairns, 2004). a. Konjugasi Asam Glukoronat Tingginya kadar asam glukoronat di dalam hati dapat bertindak sebagai substrat untuk pembentukan konjugat. Xenobiotik atau metabolit hasil dari reaksi fase I akan bereaksi dengan bentuk aktivasi dari asam glukoronat (Uridine Diphosphate Glucoronic Acid) dengan bantuan enzim UDP-glukuronil-transferase (UGT), yang terutama terjadi dalam mikrosom hati dan akan menghasilkan derivat yang disebut glukorodina. Derivat glukorodina yang terbentuk dengan cara tersebut akan lebih mudah terlarutkan dalam air dibanding
dengan senyawa induknya. Hal ini
dikarenakan banyaknya jumlah gugus-gugus polar OH dan gugus karboksilat yang akan terionisasi pada pH netral. Derivat glukorodina akan sedikit lebih kecil keaktifannya secara farmakologi dan lebih mudah dieksresikan keluar sel dibandingkan dengan senyawa induknya (Cairns, 2004). b. Konjugasi Sulfat Konjugasi dengan sulfat merupakan rute metabolism fase II yang penting untuk xenobiotik senyawa fenolik. Obat, hormon, dan senyawa yang mengandung
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
gugus fungsi fenolik dimetabolisme melalui konjugasi menjadi gugus sulfat (disebut proses sulfasi). Gugus OH pada senyawa fenolik dapat bertindak sebagai substrat untuk reaksi sulfasi. Enzim sulfotransferase yang ada pada hati kemudian akan menempelkan gugus sulfat pada OH fenolik menjadi phenyl sulfate. Konjugat sulfat suatu senyawa akan lebih mudah larut dalam air dibanding senyawa induknya sehingga lebih mudah dikeluarkan ke dalam empedu (Cairns, 2004). c. Konjugasi Asam Amino Konjugasi dengan asam amino merupakan rute metabolisme fase II yang penting untuk xenobiotik yang mengandung gugus fungsi asam karboksilat. Konjugasi terjadi dengan pembentukan ikatan peptide antara gugus karboksil senyawa xenobiotik dan gugus NH2 asam amino. Konjugat asam amino suatu senyawa hampir selalu lebih polar dan lebih terlarutkan air dibandingkan dengan senyawa induknya (Cairns, 2004). Hati berfungsi sebagai alat pertahanan tubuh karena pada hati terdapat sel kupffer
yang mempunyai kemampuan memfagositosis sel-sel yang sudah tua,
partikel atau benda asing, sel tumor, bakteri, virus, dan parasit didalam hati (Guyton dan Hall, 2006). 4. Penyimpanan vitamin Hati mempunyai kemampuan untuk menyimpan vitamin, Vitamin yang paling banyak disimpan di dalam hati adalah vitamin A, vitamin D, dan vitamin B12(Guyton dan Hall, 2006). 5. Penyimpanan Hematologis Hati merupakan organ yang berfungsi memproduksi sel-sel darah merah,
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
terutama pada saat kehidupan embrio berumur 3-4 bulan kehamilan (Guyton dan Hall, 2006 ). 2.4.4 Tes Gangguan Fungsi Hati Pemeriksaan toksisitas pada organ hati dapat melalui berbagai macam cara, antara lain : 1. Patologi makroskopis Warna dan penampilan sering dapat menunjukkan sifat toksisitas, seperti perlemakan hati atau sirosis. Biasanya berat organ merupakan petunjuk yang sangat peka dari efek pada hati (Lu,1995). 2. Pemeriksaan mikroskopik Mikroskop cahaya dapat mendeteksi berbagai jenis kelainan histologi, seperti degenerasi, nekrosis, sirosis. Mikroskop elektron dapat mendeteksi perubahan dalam berbagai struktur subsel. Pengamatan perubahan subsel, serta pemeriksaan biokimia, sering berguna untuk menggambarkan cara kerja toksikan (Lu, 1995). Apabila jaringan hati normal diamati secara mikroskopik, maka akan terlihat penampang jaringan organ yang kompak. Penggunaan pewarnaan hematokxylin eosin, maka akan tampak sel-sel tersusun teratur radial, inti sel berwana biru dan sitoplasma berwarna merah. Sitoplasma sel terlihat penuh dan tidak berlubang-lubang (Guyton dan Hall, 2006 ).
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
Gambar 2.3 Histopatologi Sel Hati Normal (Friedlander,2010)
Toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai sel hati. Kerusakan dapat bersifat akut maupun kronis. Tanda-tanda kerusakan hati yang dapat diamati secara mikroskopik adalah degenerasi. Degenerasi merupakan perubahan morfologi sel akibat non lethal injury yang bersifat reversible. Dikatakan reversible karena apabila rangsangan yang menimbulkan cedera dapat dihentikan dan mendapat sirkulasi yang baik maka sel akan kembali pada keadaan semula, tetapi apabila berjalan terus-menerus dan dosis yang berlebihan maka akan mengakibatkan nekrosis atau kematian sel yang tidak dapat pulih kembali (Lu,1995). Sebagian besar jejas sel umumnya disebabkan karena keadaan hipoksik dan zat toksik (radikal bebas dan senyawa kimia). Dalam keadaan hipoksia terjadi gangguan pada respirasi aerobik sel oleh mitokondria, terjadi penurunan fosfolirasi oksidatif sehingga diikuti penuruna pembentukan ATP yang akan berpengaruh pada mekanisme transfer sel, sehingga terjadi penurunan pompa natrium, kalsium dan H2O ke luar sel dan terjadi penumpukan ion-ion tersebut didalam sel. Hal ini
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
menyebabkan air diluar sel masuk ke dalam sel akibatnya terjadi pembebgkakan sel. Zat yang berbahaya yang masuk ke dalam sel juga dapat mengganggu homeostasis kalsium, yang menyebabkan masuknya kalsium ekstrasel melintasi membran plasma, diikuti pelepasan kasium dari deposit intraseluler. Peningkatan kalsium sitosol sebaliknya mengaktivasi bermacam fosfolipase (mencetuskan kerusakan membran), protease (mengatabolisasi protein membrane dan struktural), ATPase (mempercepat deplesi ATP), dan endonuklease (memecah material genetik) (Robbins et.al, 2004). Dua pola perubahan morfologik yang berkaitan dengan jejas reversible dapat dikenali dengan mikroskop cahaya : pembengkakan sel dan degenerasi lemak (perlemakan). Pembengkakan sel merupakan degenerasi yang paling ringan dan merupakan degenerasi yang terdeteksi paling dini dari suatu keadaan patologik. Apabila diamati dibawah mikroskop cahaya, maka akan terlihat perubahan-perubahan berupa vakuola kecil, jernih didalam sitoplasma. Vakuola tersebut menggambarkan segmen retikulum endoplasma yang berdistensi dan menekuk akibat gangguan permiabilitas membransel hati yang terganggu. Pola jejas nonletal, irreversible tersebut disebut perubahan vakuolar atau degenerasi hidropik (Robbins et. al, 2004). Degenerasi lemak atau perlemakan menunjukkan setiap akumulasi abnormal trigliserida dalam sel parenkim. Perlemakan pada sebagian besar sel ditunjukkan dengan nukleus yang terdesak ke tepi sitoplasma disekitar vakuola lemak (Robbins et. al, 2004).
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
Gambar 2.4 Histopatologi Hati yang Mengalami Degenerasi (Friedlander, 2010)
Gambar 2.5 Histopatologi Hati yang Mengalami Nekrosis (Friedlander, 2010)
Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan yang merupakan kelanjutan dari degenerasi sel yang sifatnya irreversible. Sebab nekrosis pada sel hati adalah rusaknya enzim dari sel. Kerusakan nekrosis biasanya bersifat akut (Hodgson dan Levi,
2000).
Tahap-tahap
nekrosis
meliputi
piknostis,
karioeksis,
dan
kariolisis.Piknotis ditandai dengan penggumpalan kromatin dan tidak dikenali lagi anak inti (nukleus), inti tampak lebih padat dan berwarna gelap hitam. Karioeksis
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
ditandai dengan terjadinya kerusakan pada inti yaitu membran nukleus robek, inti sel hancur atau pecah sehingga terjadi pemisahan kromatin dan membentuk fragmenfragmen dan menyebabkan materi kromatin tersebar dalam sel. Kariolisis ditandai dengan inti sel yang mati dan akan melebur atau menghilang karena aktifitas DNase (Robbins et. al, 2004). Metode knodell banyak digunakan dalam penelitian untuk mengetahui perubahan pada sel hati berupa nekrosis, degenerasi, portal inflamasi dan fibrosis. Derajat perubahan sel hati dihitung dengan cara menjumlah total skor pada setiap perubahan yang terjadi yang berada pada range 0-22 (Knodell,2000). 3. Uji Biokimia Pemeriksaan biokimia hati, pada pasien penyakit hati atau kelainan fungsi hati diharapkan untuk : Menemukan adanya kelainan hati (deteksi); Menghilangkan penyebab penyakit hati (diagnosis); Mengetahui derajat berat keainan hati (prognosis); Mengkuti perjalanan penyakit hati, serta membuat penilaian hasil pengobatan (evaluasi). Uji biokimia hati yang sering dilakukan di laboraturium antara lain serum transaminase. Serum transaminase merupakan indikator yang peka terhadap kerusakan sel-sel hati (Guyton dan Hall, 2006).
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS AKUT ...LEONITA WIDYANA MAHARDIKASARI