BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jenis – Jenis Bawang Ada beberapa macam bawang yang sejak dahulu diusahakan orang untuk kepentingan sendiri maupun untuk memenuhi permintaan pasar. Beberapa macam bawang tersebut termasuk dalam kelompok yang diusahakan atau di budidayakan untuk kepentingan komersil (Anonim, 1998). Beberapa anggota allium termasuk mempunyai nilai ekonomi tinggi dan terkenal sebagai bumbu pelezat masakan diseluruh dunia, bahkan beberapa diantaranya merupakan obat tradisional yang mujarab (Wibowo. S, 2008). Adapun tanaman bawang yang biasa dibudidayakan para petani antara lain sebagai berikut. 2.1.1. Bawang Merah ( Allium cepa L.) Bawang merah merupakan komoditi holtikultura yang tergolong sayuran rempah. Sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan guna menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Bawang merah tergolong tanaman semusim atau setahun. Tanaman bawang merah lebih banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah yang beriklim kering, tanaman ini tidak menyukai tempat-tempat yang tergenangi air (Rahayu. E, 1999). 2.1.1.1 Botani tanaman bawang merah Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Class
: Monocotyledonae
Ordo
: Lilliales /Lilliflorae
Universitas Sumatera Utara
Famili
: Liliaceae
Genus
: Allium
Spesies
: Allium cepa L.
Nama Lokal
: Bawang Merah
Gambar 2.1 Bawang Merah (Allium cepa L.) Tanaman ini diduga berasal dari daerah Asia Tengah, yaitu sekitar India, Pakistan sampai Palestina. Dari berbagai penelusuran dalam literature dan nara sumber terdapat kesamaan pandangan bahwa bawang merah merupakan tanaman yang tertua dari silsilah budidaya tanaman oleh manusia, hal ini antara lain ditunjukkan pada zaman I dan II Dynasti (3.200 – 2.700 SM) bangsa Mesir sering melukiskan bawang merah pada patung dan tugutugu mereka (Rukmana. R, 1994). Di Jepang budidaya bawang merah dikenal pada akhir abad ke-19, pada tahun 1975, Jepang memproduksi bawang sebanyak 1 juta ton dari 30 ribu hektar, sehingga menjadi produsen nomor dua di dunia. Di Indonesia, sentra (pusat) pertanaman dan diduga sebagai daerah penyebaran bawang merah adalah Tegal, Cirebon, Pekalongan, Brebes dan Solo. Pusat produksi bawang merah masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Tahun 1991 provinsi yang paling luas mengembangkan bawang merah adalah Jawa Timur, kemudian diikuti Jawa Tengah dan Jawa Barat. Diluar pulau Jawa bawang merah berkembang cukup pesat antara
Universitas Sumatera Utara
lain NTB, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Sumatera Barat dan Sulawesi Tengah pada kisaran luas panen 1000-3000 hektar. Di Indonesia bawang merah juga telah merambah ke berbagai daerah sehingga komoditi ini memiliki nama khas masing-masing daerah. Bahkan di daerah tertentu terdapat beberapa nama panggilan yang beragam. Di Minahasa misalnya, paling tidak terdapat lima nama panggilan khas untuk bawang merah. Untuk lebih jelasnya, tabel di bawah ini memuat nama –nama khas bawang merah di berbagai daerah dan Negara (Rahayu. E,1999). Tabel 2.1 Nama bawang merah di beberapa daerah dan Negara No.
Daerah/Negara
Nama- nama lain Bawang Merah
1.
Nama di Daerah
Bawang abang mirah (Aceh), Bawang
Sumatera
megaren (Alas), pia (Batak), bawang sirah ,dasun merah (Minang), bawang abang, bawang suluh (Lampung), bawang merah, bawang abang (Melayu).
2.
Nama di daerah Jawa
Bawang beureum (Sunda), bawang abang, brambang (Jawa), bhabang mera (Madura).
3.
4.
Nama di Daerah Nusa
Jasun bang, jasun Mirah (Bali), laisona
Tenggara
piras (Roti), kalpeo meh (Timor).
Nama di Daerah
Lasuna mahamu, lasuna randang, lasuna
Sulawesi
raindang,
rasuna
mahendong,
jantuna
mopura (Minahasa), bawangi (Gorontalo), lasuna eja (Makassar), lasuna cela (Bugis). 5.
Nama di Daerah Maluku
Bawang nawuli (Tanibar), bowing wul-wul (Kai), kosai mina (Buru), bawa, bawang (Halmahera), bawa roriha (Ternate), bawa kohori (Tidar).
Universitas Sumatera Utara
6.
Nama Asing
Allium cepa var. ascalonicum, allium ascalonicum
(Nama
(Inggris),
syalot
(Jerman),
echalote
Ilmiah),
(Belanda), (Prancis),
shallot eschlauch tamanagi
(Jepang). Sumber : Wibowo. S ,1988. Bawang merah termasuk salah satu sayuran multiguna, paling penting didayagunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai masakan. Bahkan akhir-akhir ini umbi bawang merah diolah menjadi bawang goring yang pemasarannya sudah menembus sasaran ekspor. Kegunaan lain bawang merah adalah sebagai obat tradisional untuk pelayanan masyarakat. Sudah sejak lama nenek moyang menggunakan umbi bawang merah sebagai obat nyeri perut karena masuk angin dan penyembuhan luka atau infeksi. Pada masa lalu konon bawang merah di makan segera sesudah makan sebagai tindakan pencegahan terhadap kolera, disentri dan diare. Menurut pengobatan tradisional di India , bawang merah goreng dianggap sebagai obat disentri basiler. Berkhasiatnya umbi bawang merah sebagai obat, diduga karena mempunyai efek antiseptic dari senyawa alliin atau allisin. Senyawa alliin ataupun allisin oleh enim liase diubah menjadi asam piruvat, ammonia , dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisida. Dalam industri makanan, umbi bawang merah sering diawetkan dalam kaleng (canning), saus, sop kalengan, dan tepung bawang. Keuntungan mengkosumsi bawang merah, selain penyedia bahan pangan bergizi dan berkhasiat obat, juga sangat baik untuk kesehatan. Fungsi dalam tubuh antara lain memperbaiki dan memudahkan pencernaan serta menghilangkan lendir-lendir dalam kerongkongan. Bagian tanaman bawang merah lainnya seperti daun dan tungkai bunga termasuk bahan sayuran yang melezatkan. Mengkonsumsi sayuran tersebut diduga dapat membantu pencernaan, memperbanyak air ludah, menyembuhkan penyakit kuning, memperkuat hati, dan membantu penyembuhan wasir (Rukmana. R,1994). 2.1.1.2. Komposisi kimia bawang merah
Universitas Sumatera Utara
Ditinjau dari segi kandungan gizinya, bawang merah bukan merupakan sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin, atau mineral. Namun komponen-komponen tersebut ada di dalam bawang merah walaupun dalam jumlah yang sedikit. Komponen lainnya, seperti minyak atsiri juga terkandung di dalam umbi bawang merah. Komponen inilah yang sebenarnya banyak dimanfaatkan untuk penyedap rasa makanan, bakterisida, fungisida dan berkhasiat untuk obat-obatan. Daftar komposisi selengkapnya disajikan pada tabel 2.2 Tabel 2.2 Komposisi kimia umbi bawang merah per 100 gram bahan No.
Komponen
Komposisi
1.
Air (g)
88,00
2.
Karbohidrat (g)
9,20
3.
Protein (g)
1,50
4.
Lemak (g)
0,30
5.
Vitamin B1 (mg)
0,03
6.
Vitamin C (mg)
2,00
7.
Kalsium , Ca (mg)
36,00
8.
Besi, Fe (mg)
0,80
9.
Fosfor, P (mg)
40,00
10.
Energy (kalori)
39,00
11.
Bahan yang dapat dimakan (%)
90,99
Sumber : Rahayu. E ,1999. Di dalam umbi bawang merah juga terdapat komponen lain yang dinamakan allin. Allin merupakan suatu senyawa yang mengandung asam amino yang tidak berbau, tidak berwarna, dan dapat larut dalam air. Karena sesuatu hal, allin kemudian berubah menjadi senyawa allicin. Senyawa allicin dengan thiamin (vitamin B1) dapat membentuk ikatan kimia yang disebut allithiamin. Senyawa bentukan ini ternyata lebih mudah diserap tubuh daripada
Universitas Sumatera Utara
vitamin B1 nya sendiri. Dengan demikian allicin dapat membuat vitamin B1 menjadi lebih efisien dimanfaatkan tubuh (Rahayu. E, 1999).
2.1.2. Bawang Putih (Allium Sativum L.) Bawang putih merupakan terna yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 3060 cm dan membentuk rumpun.Sebagaimana kelompok monokotiledon, akarnya serabut yang tidak terlalu dalam berada dalam tanah. Tidak seperti bawang merah, pangkal daun bawang putih tidak membentuk bengkakan sebagai cadangan makanan. Bagian pangkal bawang putih berupa selaput tipis yang mongering tetapi kuat dan merupakan selaput pembungkus umbiumbi kecil. Bagian dasar atau pangkal umbi berbentuk cakram yang sebenarnya merupakan batang pokok yang tidak sempurna (rudimenter). Dari batang ini muncul akar-akar serabut yang tumbuh mendatar. Akar serabut tersebut merupakan akar penghisap makanan semata dan bukan pencari air dalam tanah.
2.1.2.1. Botani tanaman bawang putih
Klasifikasi dari tanaman bawang putih adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyte
Sub Divisi
: Angiospermae
Class
: Monocotyledonae
Ordo
: Lilliales /Lilliflorae
Famili
: Liliaceae
Genus
: Allium
Spesies
: Allium Sativum L.
Nama Lokal
: Bawang Putih
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Bawang Putih ( Allium Sativum L.) Bawang putih termasuk salah satu anggota bawang-bawangan paling popular didunia. Bawang putih yang nama ilmiahnya allium sativum L. ini mempunyai nilai komersial yang tinngi dan tersebar di seluruh dunia. Oleh karena itu tidak heran jika bawang putih memiliki banyak nama. Beberapa nama daerah dan nama asing bawang putih seperti dalam tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3 Nama daerah dan nama asing bawang putih No.
Daerah / Negara
Nama-nama lain bawang putih
1.
Nama di Daerah Sumatera
Lasun (gayo), lasuna ( Karo dan Toba), dasun putih (Minang) bawang handak (Lampung)
2.
Nama di Daerah Jawa
Bawang (Jawa), bawang rodas (Sunda), bhabang phote (Madura),
3.
Nama di daerah Nusa Tenggara
Kasuma (Bali), langsuna (Sasak), ncuna (Bima), lansuna mawira (Sangi), laisona mabotiek (P. Roti), kalfeofolen (Timor), bawang basuhong (Ngaju)
4.
Nama di daerah Kalimantan
Uduh bawang (Kenya), bawang putih (Bulungan), bawang pulak (Tarakan).
5.
Nama di daerah Sulawesi
Lasuna
mawura,
lasuna
moputih
Universitas Sumatera Utara
(Minahasa), lasuna kulo, lasuna bido, rasuna mabida, jantuna mapusi, dasuna putih,
lansuna
putih,
pia
moputi
(Gorontalo), lasuna kebo (Makassar), lasuna pute (Bugis). 6.
Nama di daerah Maluku
Kosai
boti
(Buru),
bawa
de
are
(Halmahera), bawa bodudo (Ternate), bawa iso (Tidar). 7.
Nama di daerah Irian Jaya
Bawa fiufer (Irian Jaya).
8.
Nama asing
Allium sativum .L (nama ilmiah), garlic (inggris), knoflook (Jerman), ail,commun (Francis), aglio (Italia), ajo (Spanyol), vitlok (Swedia).
Sumber : Wibowo. S, 2008.
Bawang putih termasuk terna yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 30-60 cm dan membentuk rumpun. Sebagaimana warga kelompok monokitiledon, system perakarannya tidak memiliki akar tunggang dan akarnya serabut yang tidak panjang, tidak terlalu dalam berada di dalam tanah. Dengan perakaran yang demikian bawang tidak tahan terhadap kekeringan (Wibowo. S, 2008)
2.1.2.2. Komposisi kimia bawang putih Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Meskipun kebutuhan untuk bumbu masak hanya sedikit,namun tanpa kehadiranya masakan akan terasa hambar. Di zaman modern, khasiat bawang putih sudah mulai di buktikan secara ilmiah. Ternyata khasiat bawang putih berhubugan erat dengan zat kimia yang terkandung di dalamnya. Meskipun sosok bawang putih tampak sederhana namun di dalamnya terkandung bermacam-macam zat kimia yang berkomposisi sedemikian rupa sehingga menimbulkan khasiat yang berguna bagi manusia (Anonim, 1999). Tabel 2.4 Komposisi kimia bawang putih per 100 gram bahan
Universitas Sumatera Utara
No.
Kandungan bawang putih
Jumlah
1.
Air
66,2 -71,0 g
2.
Energi
95,2-122 kal
3.
Protein
4,5 – 7,0 g
4.
Lemak
0,2 -0,3 g
5.
Karbohidrat
23,1- 24,6 g
6.
Ca
26,0- 42,0 mg
7.
P
15,0- 109,0 mg
8.
K
346,0 mg
Sumber :penebar swadaya.
Selain zat-zat diatas bawang putih juga mengandung zat-zat kimia lain yang sebagian besar yang sebagian besar masuk dalam golongan minyak atsiri. Sifat minyak atsiri ini mudah menguap sehingga sering disebut minyak terbang atau minyak menguap. Allicin adalah salah satu komponen utama yang berperan memberikan aroma bawang putih dan merupakan salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman penyakit (bersifat antibakteri). Aliicin berperan ganda membunuh bakteri, yaitu garam positif dan garam negatif karena mempunyai gugus asam amino para amino benzoat. Scordinin berupa senyawa kompleks thioglosida yang berfungsi sebagai antioksidan. Senyawa inilah yang berperan sebagai obat kuat guna membangkitkan gairah seksual dan merangsang pertumbuhan sel. Hal ini didukung oleh sebuah penelitian yang membuktikan bahwa bawang putih dapat meningkatkan produksi sperma dan mencegah kerusakan sel tubuh yang diakibatkan oleh penuaan. Senyawa lain yang terdapat pada bawang putih adalah allithiamin. Senyawa ini mrupakan senyawa hasil reaksi allicin denga thiamin dan dapat bereaksi dengan sistein. Fungsi senyawa ini hampir sama dengan vitamin B1 sehingga di kenal sebagai vitamin B1 bawang putih. Pemakaian bawang putih secara kontinu dalam makanan ternyata dapat menurunkan frekuensi serangan kanker. Hal ini berkaitan dengan suatu komponen yang di temukan pada bawang putih yaitu sterol dan steroida-glikosida. Sterol bawang putih terdiri dari kolesterol, kampesterol, beta-sisterol, stigmasterol, dan brasikosterol. Sedangkan yang termasuk
Universitas Sumatera Utara
steroida-glikosida antara lain saponin yang berkhasiat sebagai anti tumor, anti hemolisis, dan penawar racun. Zat –zat lain yang ditemukan dan berkasiat sebagai obat antara lain selenium (mikromineral penting yang berfungsi sebagai anti oksidan), enzim germanium (suatu zat yang mencegah rusaknya darah merah), antiarthritic factor (suatu zat pencegah rusaknya persendian), dan methyllallytrisulfide (zat yang mencegah terjadinya perlengketan sel darah merah (Anonim, 1999).
2.1.3. Bawang Batak (Allium Chinense L.) Klasifikasi Ilmiah dari bawang batak. Kingdom
: Plantae
Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotiledonae
Ordo
: Asparagales
Family
: Amaryllidaaceae
Subfamily
: Allioideae
Genus
: Allium
Spesies
: Allium chinense L.
Nama Lokal
: Bawang Batak
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Bawang batak (Allium Chinense L.) Bawang batak (Allium Chinense L.) adalah jenis tumbuhan yang juga sebagai bahan makanan. Bentuk Lokio seperti bawang namun dengan ujung tangkai yang lebih panjang dan warnanya cenderung putih. Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil panjang, dan juga bentuknya mirip seperti bawang, tapi ukurannya jauh lebih kecil, tetapi berbeda dengan Kucai. Biasanya digunakan sebagai campuran asinan ataupun beberapa masakan. Banyak orang yang menyebut sayuran ini dengan nama lokio, tapi ada juga yang menyebutnya dengan sebutan bawang Batak. Disebut bawang batak karena banyak ditemukan pada masakan-masakan khas Batak, salah satunya arsik. Tapi seiring dengan berkembangnya zaman, lokio atau bawang Batak ini juga digunakan pada masakan lainnya, seperti bahan masakan untuk menumis ayam, ikan, atau daging.
2..2. Skrining Fitokimia Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder (Harborne, 1987).
Universitas Sumatera Utara
Berbagai metode yang dapat digunakan untuk identifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada suatu ekstrak antara lain:
2.2.1. Uji Sulfur Belerang atau sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang S dan nomor atom 16. Bentuknya adalah non-metal yang tak berasa. Belerang, dalam bentuk aslinya, adalah sebuah zat padat kristalin kuning. Di alam, belerang dapat ditemukan sebagai unsur murni atau sebagai mineral- mineral sulfida dan sulfat. Belerang adalah unsur penting untuk kehidupan dan ditemukan dalam dua asam amino Belerang merupakan elemen penting bagi semua kehidupan, dan secara luas digunakan dalam proses biokimia. Belerang merupakan bagian penting dari banyak enzim dan juga dalam molekul antioksidan seperti glutathione dan thioredoxin. Belerang organik adalah komponen dari semua protein, sebagai asam amino sistein dan metionin. Untuk mengetahui adanya unsur belerang dalam suatu sampel diuji dengan menambahkan sampel dengan NaOH pekat dan dipanaskan, kemudian di tambahkan beberapa tetes larutan argentum nitrat (AgNO3) . Akan terbentuk larutan berwarna hitam, ini menunjukkan adanya unsure belerang dalam sampel.
2.2.2. Uji Saponin Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan mempunyai karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok, serta mempunyai kemampuan menghemolisis sel darah merah. Saponin mempunyai toksisitas yang tinggi.
Berdasarkan
strukturnya
saponin dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu saponin yang mempunyai rangka steroid dan saponin yang mempunyai rangka triterpenoid. Berdasarkan pada strukturnya saponin akan memberikan reaksi warna yang karakteristik dengan pereaksi LiebermannBuchard (LB) (Harborne, 1987).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Antioksidan
2.3.1. Pengertian Antioksidan Antioksadan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Antioksidan dapat diperoleh, 1. Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida dismutase (SOD), gluthatione peroxidase, perxidase dan katalase. (Sri Kumalaningsih, 2006). 2. Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik. 3. Antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu butylated hroxyanisole (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat (PG), tert-butil hidoksi quinon (TBHQ) yang di tambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak.
2.3.2. Jenis- Jenis Antioksidan Berdasarkan fungsinya antioksidan dapat dibedakan sebagai berikut. a. Antioksidan Primer Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena ia dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya yaitu sebelum sempat bereaksi. Antioksidan primer yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim superoksida dismutase. Enzim ini sangat penting karena dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akiabat serangan radikal bebas.
b. Antioksidan Sekunder Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga ttidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Contoh populer dari antioksidan sekunder adalah
vitamin E, vitamin C, dan betakaroten
yang dapat di peroleh dari buah-buahan.
Universitas Sumatera Utara
c. Antioksidan Tersier Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionim sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker.
2.3.3. Pengaruh Antioksidan
Antioksidan dalam makanan dapat didefinisikan sebagai zat yang mampu menunda, memperlambat atau mencegah pengembangan ketengikan dan rasa dalam makanan atau kerusakan lainnya akibat oksidasi. Antioksidan menunda pergembangan aroma-tak sedap dengan memperpanjang periode induksi. Penambahan antioksidan setelah akhir periode ini cenderung tidak efektif dalam memperlambat pengembangan ketengikan. Antioksidan dapat menghambat atau memperlambat oksidasi dalam dua cara: baik dengan peredaman radikal bebas, dalam hal ini senyawa tersebut digambarkan sebagai antioksidan primer, atau dengan mekanisme yang tidak melibatkan peredaman radikal bebas langsung, dalam hal ini senyawa tersebut adalah antioksidan sekunder. Antioksidan primer termasuk senyawa fenolik. Komponen ini dikonsumsi selama periode induksi. Antioksidan sekunder beroperasi dengan berbagai mekanisme termasuk mengikat ion logam, peredaman oksigen, mengubah hidroperoksida untuk spesi non-radikal, menyerap radiasi UV atau menonaktifkan oksigen singlet. Biasanya, antioksidan sekunder hanya menunjukkan aktivitas antioksidan ketika komponen minor keduanya ada. Hal ini dapat dilihat dalam kasus eksekusi agen seperti asam sitrat yang efektif hanya di hadapan ion logam, dan mengurangi agen seperti asam askorbat yang efektif dalam kehadiran tokoferol atau antioksidan primer lainnya (Pokorny, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Metode Uji Senyawa Antioksidan 2.4.1. Metode Asam Tiobarbiturat Malondialdehida (MDA) merupakan produk hasil peroksida lipid dalam tubuh dan terdapat dalam bentuk bebas atau terkompleks dengan jaringan, bahkan organ dalam tubuh. Reaksi ionisasi senyawa radikal juga dapat membentuk MDA , dan MDA ini juga merupakan produk samping biosintesis prostaglandin. Banyak MDA dalam tubuh dapat dideteksi, salah satunya dengan metode asam tiobarbiturat. Deteksi MDA pada umumnya menggunakan hati menjadi sampel penelitian. Organ hati menjadi sampel penentuan kadar MDA karena hati memiliki fungsi detoksifikasi. Bahan toksin yang masuk kedalam tubuh akan mengalami proses biotrasformasi didalam hati. Analisis MDA merupakan analisis raadikal bebas secara tidak langsung dan mudah dalam menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk. Analisis radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena senyawa radikal sangat tidak tidak stabil dan bersifat elektrofil, selain itu reaksinyapun berlangsung sangat cepat. Pengukuran MDA dapat dilakukan dengan pereaksi asam tiobarbiturat (thiobarbituric acid, TBA) dengan mekanisme reaksi penambahan nukleofilik membentuk senyawa MDA- TBA. Senyawa ini berwarna merah muda yang dapat diukur intensitasnya dengan menggunakan spektrofotometer. Metode yang digunakan yaitu TBARS ( thiobarbituric acid reactive substance) dengan flourofotometri. Prinsip analisis ini yaitu pemanasan akan menghidrolisis peroksida lipid, sehingga MDA yang terikat akan dibebaskan dan akan bereaksi dengan TBA dalam suasana asam membentuk kompleks MDA-TBA yang berwarna merah dan diukur pada panjang gelombang 532 nm. Analisis kadar radikal bebas ini dilakukan dengan mengukur kadar MDA organ hati dengan metode spektrofotometri menggunakan spektrofotometer UVVis. Senyawa 1,1,3,3- tetraetoksipropana (TEP) digunakan dalam pembuatan kurva standar, karena TEP dapat dioksidasi dalam suasana asam menjadi senyawa aldehida yang dapat bereaksi dengan TBA. Metode ini mempunyai kekurangan yaitu banyak senyawa yang terdapat pada sampel biologis seperti karbohidrat, pirimidin, hemoglobin dan bilirubin dapat bereaksi dengan TBA sehingga membentuk senyawa yang dapat menghasilkan warna dan juga diabsorsi pada panjang gelombang 530 nm ( Maria Bintang, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Metode DPPH (difenilpikril hidrazil) DPPH digunakan karena merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu ruang. DPPH ini akan menerima elektron atau radikal hydrogen dan akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Prosedur dengan DPPH dilakukan dengan membuat larutan DPPH dalam etanol. Dibuat serangkaian larutan sampel dengan variasi konsentrasi kemudian ditambahkan larutan DPPH. Didiamkan selama 30 menit (dihitung setelah penambahan larutan DPPH), kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 515 nm. Data absorbansi yang diperoleh digunakan untuk menentukan % inhibisi. Dari kurva % inhibisi versus konsentrasi sampel , dapat diperoleh nilai IC50 ekstrak dengan analisis statistic menggunakan regresi linier. Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa atau ekstrak untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen penghambatan. Parameter yang dipakai untuk menentukan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efesien atau efficient concentration 50 ( EC50) atau inhibition concentration 50 (IC50) , yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan sebesar 50%. Zat yang mempunyai antioksidan tinggi akan mempunya nilai EC50 atau IC50 yang rendah. 2.4.3. Metode β-Karoten Metode ini didasarkan pada pemucatan warna emulsi system β-karoten dan asam oleat. BHT digunakan sebagai pembanding, karena BHT memiliki keefektifan sebagai antioksidan yang paling tinggi walaupun memiliki satu gugus hidroksi (-OH) dan memiliki jumlah resonansi yang sama dengan euganol, tetapi lebih besifat nonpolar dibandingkan dengan senyawa lainya karena adanya gugus alkil yang lebih tersubsitusi yaitu t-butil (C(CH3)3). Pemucatan warna merupakan parameter terjadinya reaksi oksidasi. Semakin besar penurunan nilai absorbansinya, maka semakin tinggi tingkat oksidasi yang terjadi. Metodenya adalah sebanyak 5 ml β-karoten (0,2 mg/ml kloroform) ditambahkan kedalam labu evaporasi berisi 0,1 ml asam oleat 0,02 M dan 1 ml tween 80. Kloroform diuapkan dari campuran dengan pengurangan tekanan pada suhu 50
O
C, kemudian
ditambahkan 250 ml aquades, lalu dikocok hingga terbentuk emulsi. Sebanyak 50 ml emulsi ditambahkan pada 2 ml sampel 0,5% (w/v) dan di tempatkan pada penangas air pada suhu 50
Universitas Sumatera Utara
O
c selama 60 menit. Absorban diukur pada setiap 15 menit pada panjang gelombang 470 nm.
Sebagai control digunakan 2 ml etanol untuk menggatikan sampel, sedangkan larutan blanko diganakan etanol. 2.5. Radikal Bebas Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol, menghasilkan ikatan dengan DNA, protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul ini. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, jantung koroner, katarak, dan penyakit degeneratif lainnya (Silalahi, 2006). biomolekul akan berlangsung Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada 2 sepanjang hidup. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-), superoksida (O- ), nitrogen monooksida (NO), 2 peroksidal
(RO- ),
peroksinitrit
(ONOO-),
asam hipoklorit (HOCl), hydrogen
peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006) 2.6. DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil )
Pada tahun 1922, ditemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri. DPPH sangat berguna dalam berbagai penyelidikan seperti inhibisi atau radikal polimerisasi kimia, penentuan sifat antioksidan amina, fenol atau senyawa alami (vitamin, ekstrak tumbuh-tumbuhan, obatobatan). DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan bentuk tereduksinya berwarna oranye-kuning.
DPPH merupakan singkatan umum untuk senyawa kimia organik yaitu 2,2-diphenyl1-picrylhydrazil. DPPH adalah bubuk kristal berwarna gelap terdiri dari molekul radikal
Universitas Sumatera Utara
bebas yang stabil. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik pada suhu -20°C DPPH mempunyai berat molekul 394.32 dengan rumus molekul C18H12N5O6, larut dalam air dan rumus molekul pada gambar 2.6 (Molyneux, 2004).
Gambar 2.4. Rumus Bangun DPPH DPPH merupakan suatu radikal bebas yang stabil kerena mekanisme delokalisasi elektron bebas oleh molekulnya, sehingga molekul ini tidak mengalami reaksi dimerisasi yang sering terjadi pada sebagian besar radikal bebas lainnya. Delokalisasi juga memberikan efek warna ungu yang dalam pada panjang gelombang 515 nm dalam pelarut etanol. Zat ini berperan sebagai penangkap elektron atau penangkap radikal hidrogen bebas. Hasilnya adalah molekul yang bersifat stabil. Jika suatu senyawa antioksidan direaksikan dengan zat ini maka senyawa antioksidan tersebut akan menetralkan radikal bebas dari DPPH (Bintang, 2010).
Aktivitas antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH dengan antioksidan selama 30 menit sehingga menghasilkan larutan ungu yang lebih memudar kemudian dilakukan pengukuran panjang gelombang pada 515 nm. Aktivitas antioksidan diperoleh dari nilai absorbansi yang akan digunakan untuk menghitung persentase inhibic 50% (IC50) yang menyatakan konsentrasi senyawa antioksidan yang menyebabkan 50% dari DPPH kehilangan karakter radikal bebasnya. Semakin tinggi kadar senyawa antioksidan dalam sampel maka akan semakin rendah nilai IC50. Hasil yang dituliskan berupa IC50, yang merupakan suatu konsentrasi sampel antioksidan yang diuji mampu melakukan peredaman 50% terhadap radikal DPPH dalam jangka waktu tertentu (Mosquera, 2007).
Universitas Sumatera Utara