BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit di dunia, hal ini dilihat dari luasnya lahan perkebunan kelapa sawit yang ada. Hasil perkebunan nasional, selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan rakyat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara yang berguna bagi pembangunan nasional. (Satyawibawa, 1992; Fauzi, 2004)
Adapun faktor lainnya yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen utama minyak sawit dunia adalah varietas unggul kelapa sawit dan produktivitasnya. Berikut ini terdapat 2 jenis unggul kelapa sawit yang banyak ditanam di Indonesia. Perbandingan kedua jenis tersebut seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 2.1 Perbandingan varietas DD x P, Dolok Sinumbah terhadap DD x P, Bah Jambi DD x P
DD x P
Parameter
Dolok Sinumbah
Bah Jambi
1. Umur mulai panen
30 bulan
30 bulan
12 tandan/batang/tahun
13 tandan/batang/tahun
17 Kg
16 Kg
6,8 ton/ha/tahun
6,9 ton/ha/tahun
61,3 %
62,1 %
2. Jumlah tandan 3. Berat tandan 4. Kandungan minyak 5. Persentase buah pertandan
Universitas Sumatera Utara
6. Persentase tandan kosong
38,7 %
37,9 %
11 %
8,5 %
80,5 %
83,3 %
25,6 %
24,5 %
7. Persentase cangkang perbuah 8. Persentase mesokarp perbuah 9. Persentase minyak pertandan
Keterangan DD x P : Deli Dura x Pisifera
(Satyawibawa,
1992)
2.2 Jenis Limbah Kelapa Sawit
Limbah kelapa sawit adalah hasil sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan tempat pembentukannya, limbah kelapa sawit digolongkan menjadi 2 jenis yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah industri kelapa sawit . (Fauzi, 2004)
Limbah perkebunan kelapa sawit merupakan sisa tanaman
yang
ditinggalkan waktu panen, peremajaan atau pembukaan areal perkebunan baru. Contoh limbah perkebunan sawit adalah batang, pelepah, daun dan gulma hasil penyiangan kebun. Setiap satu hektar tanaman kelapa sawit akan menghasilkan limbah pelepah daun sebanyak 10,40 ton bobot kering dalam setahun . (Yusuf, 2004)
Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan kedalam dua jenis yaitu limbah padat dan limbah cair.
Universitas Sumatera Utara
1. Limbah padat Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa sawit . Cangkang kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah sellulosa, hemisellulosa, lignin dan sejumlah kecil senyawa N, P, K dan unsur hara mikro.
2. Limbah cair Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini berasal dari kondesat, dan sisa air yang digunakan untuk mendapatkan CPO. Limbah ini memiliki kadar bahan organik yang tinggi sehingga memiliki pencemaran yang besar .(Fauzi, 2004)
2.3 Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit
Pemanfaatan limbah kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit sebagai pupuk organik dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dikomposkan dahulu ditempat khusus atau ditebarkan langsung dikebun. Cara lain yang paling banyak digunakan hingga saat ini adalah dengan membakar tandan kosong kelapa sawit sehingga dihasilkan abu yang dapat digunakan sebagai pupuk.
Dari satu studi kelayakan menyimpulkan bahwa sampah dan limbah kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Limbah padat kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ini antara lain tandan kosong, cangkang dan serat . (Satyawibawa, 1992; Fauzi, 2004)
2.4 Unsur Hara Tanaman Sawit Dan Pemupukan Unsur-nsur hara yang terdapat didalam tanaman dapat dibedakan dalam unsur hara esensial (yang diperlukan tanaman) dan non esensial (tidak diperlukan tanaman). Berdasarkan jumlah kebutuhannya unsur hara dikelompokkan kedalam
Universitas Sumatera Utara
unsur hara makro (dibutuhkan dalam jumlah besar) antara lain N, P dan K dan unsur hara mikro (dibutuhkan dalam jumlah kecil) antara lain Mn, Cu, Zn, Cl, B dan Mo . (Kuswandi, 1993) a. Kalium (K) Kalium merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar. Peranan kalium bagi pertumbuhan tanaman adalah dalam proses fotosintesis, respirasi dan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi biokimia. Selain itu sebagai pembentukan protein dan memperkuat jaringan penyokong. Jumlah kalium yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit dewasa adalah 1,05-1,18 Kg K/pohon/tahun atau sebanding dengan 2-2,25 Kg pupuk KCl/pohon/tahun.
b. Fosfor (P) Fosfor merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar. Peranan fosfor bagi pertumbuhan tanaman adalah dalam proses pembentukan klorofil, pembentukan akar khususnya akar benih pada tanaman muda, membantu asimilasi dan pernafasan, mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah. Selain itu sebagai bahan mentah untuk membentuk sejumlah protein. Jumlah Fosfor yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit dewasa adalah 0,389-0,444 Kg P/pohon/tahun atau sebanding dengan 1,75-2 Kg pupuk TSP/pohon/tahun.
c. Tembaga (Cu) Tembaga merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil. Peranan tembaga bagi pertumbuhan tanaman adalah dalam proses metabolisme akar dan juga penting dalam reaksi redoks (reduksi-oksidasi) serta dalam penyusun protein. Jumlah tembaga yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit dewasa adalah 0,0085-0,009 Kg Cu/pohon/tahun atau sebanding dengan 4,25-4,5 Kg pupuk majemuk briket/pohon/tahun..
Universitas Sumatera Utara
d. Mangan (Mn) Mangan merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil. Peranan mangan bagi pertumbuhan tanaman adalah dalam proses pembentukan klorofil dan dalam fotosintesis. Jumlah mangan yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit dewasa adalah 0,00085-0,0009 Kg Mn/pohon/tahun atau sebanding dengan 4,25-4,5 Kg pupuk majemuk briket/pohon/tahun. (Kuswandi, 1993; Sigit, 2005; PPKS, 2009)
Kebutuhan unsur hara (K, P, Cu, Mn) pada tanaman kelapa sawit akan terpenuhi apabila dilakukan pemupukan secara teratur pada tiap semesternya sesuai dengan bulan-bulan yang ditentukan. Berikut ini salah satu contoh kebun yang melakukan pemupukan terhadap tanaman kelapa sawit dewasa
Tabel 2.2. Penggunaan Pupuk (Kg/ha/semester) Untuk Tanaman Sawit Dewasa
Kebun Sei Kebara
Pupuk (Semester I)
Kuantitas Kg
Pupuk (Semester II)
Kuantitas Kg
Afdeling VII
Urea
168,75
Urea
168,75
TSP
168,75
TSP
101,25
KCl
168,75
KCl
135
Dolomit
236,25
Dolomit
236,25
Urea
168,75
Urea
168,75
TSP
168,75
TSP
101,25
KCl
135
KCl
135
Dolomit
236,25
Dolomit
236,25
Afdeling VIII
Ket : TSP
= Triple Superphospat
Universitas Sumatera Utara
Semester I = Dilakukan pemupukan pada bulan April, Mei, Juni Semester II = Dilakukan pemupukan pada bulan Agustus, Oktober . (PPKS,
2009;
PPKS,
2010)
2.5 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Spektrofotometer serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom dimana atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti lebih banyak memperoleh energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. (Khopkar, 2002) Berdasarkan proses atomisasi, maka metode spektrofotometer serapan atom dibagi menjadi 2 bagian. 1. SSA Atomisasi dengan Nyala
Gambar berikut menunjukkan dalam bentuk skema komponen-komponen dasar dari suatu spektrofotometer serapan atom.
1
2
a
b
3
4
5
c
6
Gambar 1. Komponen-komponen dari suatu SSA
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : 1. Lampu katoda berongga 2. Nyala a. Bahan bakar b. Contoh c. Oksigen 3. Monokromator 4. Detektor 5. Penguat arus serah 6. Pencatat
Sumber
umum
pada
absorpsi
atomik
adalah
tabung
katoda
berongga.Tabung ini mengandung katoda dan anoda yang cekung dan silindrik dalam suatu atmosfir gas inert (seringkali argon) pada tekanan rendah. Tabungnya dijalankan dengan sumber tenaga yang memberikan beberapa ratus volt. Atomatom gas terionisasikan didalam lucutan listrik dan benturan ion-ion berenergi dengan permukaan katoda. Mengusir atom-atom logam yang telah tereksitasikan. Hal ini mengakibatkan terjadinya spektrum garis dari logam yang menampakkan diri sebagai suatu basa didalam ruangan pada katoda cekung. (Underwood, 1994)
2. SSA Atomisasi tanpa nyala
Metode tanpa nyala lebih disukai daripada metode nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi, haruslah bersifat sumber yang kontiniu. Disamping itu sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis absorbsi yang semonokromatis mungkin. Perangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu dikenal sebagai lampu pijar hollow cathode. Lampu ini memiliki 2 elektroda, 1 diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis. Lampu ini di isi dengan gas mulia bertekanan rendah. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi
Universitas Sumatera Utara
kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu. Suatu garis yang diinginkan dapat diisolasi dengan suatu monokromator. (Khopkar, 2002)
2.6 Metode Analisis Kuantitatif Fosfor
Ada beberapa metode analisis kuantitatif fosfor, yaitu : 1. Metode asam askorbat Asam askorbat merupakan salah satu pereduksi yang dapat menghasilkan senyawa kompleks berwarna. Dalam metode asam askorbat, ammonium molibdat bereaksi dalam medium asam dengan fosfor membentuk kompleks fosfomolibdat berwarna kuning yang akan direduksi menjadi kompleks biru-molibdem (molybdenum blue) oleh asam askorbat yang mempunyai panjang gelombang absorbansi maksimum 880 nm. Metode asam askorbat ini dapat digunakan untuk berbagai tipe sampel dan mengalami gangguan yang lebih sedikit dibandingkan dengan metode SnCl2 (Lomb, 1974). Selain itu metode ini lebih sederhana, cepat dan akurat. Akan tetapi reagen yang digunakan kurang stabil (Bernhart, 1954)
2. Metode SnCl2 (Deniges methods) SnCl2 merupakan salah satu pereduksi yang mempunyai kesensitifan besar, tetapi pereaksi ini kurang stabil dan harus digunakan dalam keadaan baru (Abbott, 1963). Dalam metode ini, SnCl2 bereaksi dengan ammonium molibdat membentuk kompleks berwarna biru yang mengabsorpsi maksimum cahaya pada panjang gelombang 690 nm. Kepekatan warna yang dihasilkan tergantung pada proporsi reagen yang ditambahkan, temperatur dan waktu reaksi. Metode ini terganggu oleh silikat dan arsenit (positif) sedangkan arsenat, fluorida, thorium, bismut, sulfida, tiosianat (negatif). Warna yang terbentuk lebih stabil dibandingkan dengan metode asam askorbat.
3. Metode Vanadat Fosfor bereaksi dengan vanadat membentuk senyawa kompleks berwarna kuning. Pencampuran pereaksi vanadat dan molibdat harus dilakukan beberapa
Universitas Sumatera Utara
hari sebelum digunakan karena
sangat cenderung untuk mengendap. Bahan-
bahan organik yang turut tercampur harus terlebih dahulu dihilangkan agar tidak mengganggu warna yang dihasilkan menggunakan pereaksi pengoksidasi (The Tintometer, 1967) . Warna kompleks fosfovanadomolibdat lebih stabil dibandingkan warna kompleks biru-molibdem.
4. Metode Hidroquinon-molibdat Salah satu pereduksi yang paling klasik adalah hidrouinon yang pada saat sekarang ini kurang dianggap penting, namun masih digunakan dalam Association of Official Analytical chemistry (AOAC). Pada metode ini ammonium molibdat direaksikan dengan larutan fosfor membentuk ammonium fosfomolibdat berwarna kuning, kemudian direduksi dengan hidroquinon menjadi senyawa kompleks berwarna biru (molydenum blue). Waktu tunggu untuk pembentukan warna maksimum adalah selama 5 menit. 5. Metode molibdat-metol (Tschopp ,s method) Metol (β-methylamino phenol sulphate) salah satu pereduksi yang cukup stabil dengan harga yang murah. Dalam metode ini, bila sampel mengandung NO3- lebih dari 1 mg boleh digunakan Comparator, dan jika lebih dari 3 mg harus menggunakan pereaksi Neshler. Metode ini 500 kali kurang sensitif terhadap silika dibanding fosfat. Selain itu reaksi arsenit dan fosfor akan memberi warna yang hampir sama sehingga arsenit perlu dihilangkan dengan penambahan H2S, diikuti penyaringan dan penguapan. Komponen lain seperti gula, laktat, citrat, tartarat, oksalat dan garam-garam organik lainnya akan menekan intensitas warna yang dihasilkan sehingga semua komponen tersebut juga harus dihilangkan terlebih dahulu.
6. Metode amino-naftol-asam sulfonat Metode ini didasarkan atas modifikasidari fisk dan prosedur Subbarow. Fosfor anorganik direaksikan dengan ammonium molibdat, selanjutnya direduksi dengan amino-naftol-asam sulfonat sehingga dihasilkan kompleks berwarna biru.
Universitas Sumatera Utara
Metode ini pada umumnya kurang sensitif. Waktu reaksi yang diperlukan untuk pengembangan warna adalah 15 menit. (Snell, 1984)
7. Metode Valin Vanadomolibdat Tablet Metode ini telah disederhanakan dengan menggunakan pereaksi dalam bentuk tablet. Sama halnya seperti vanadat, kompleks yang dihasilkan berwarna kuning.
(The Tintometer, 1967)
Universitas Sumatera Utara