xv
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Electroencephalography ( EEG) Menurut Kamus Oxford, electroencephalography (EEG) adalah suatu teknik untuk merekam aktifitas listrik di bahagian yang berbeda di otak dan mengubah informasi ini menjadi suatu pola atau gambaran baik secara digital atau dicatat di atas kertas yang dinama sebagai electroencephalogram. Alat yang merekod aktifitas listrik di otak ini dinama sebagai encephalograph. EEG ada beberapa fungsi klinis. Ia dapat digunakan untuk menkonfirmasi diagnosa kejang atau epilepsi, penting untuk menklasifikasi jenis kejang dan sindrom epilepsi, dapat menemukan kelainan struktural, fungsional dan metabolik yang terjadi di otak. Selain itu, EEG berguna untuk menkonfirmasi jika pasien itu brain dead. EEG juga dapat mendiagnosa sindrom neurologik seperti Creutzfeldt-Jakob disease, subacute sclerosing panencephalitis dan juga diguna untuk monitor perfusi otak ketika endarterectomi karotid (Shih, 2008). Encephalogram akan membanding tegangan volt yang direkod pada 2 bahagian yang berlainan di otak. Pada EEG, susunan elektroda logam akan diletakan pada kulit kepala pasien dan aktifitas listrik akan direkod selama 30 menit. Aktivitas listrik otak ini dibaca di bahagian yang berlainan pada korteks otak pada masa yang sama. Dulu, encephalogram adalah dalam bentuk kertas, sekarang sudah ada dalam bentuk digital. Suasana yang sesuai untuk melakukan bacaan EEG adalah pada ruangan yang
tenang dan sepi supaya pasien dapat mencapat tahap relaksasi
(relaxed wakefulness). Sewaktu EEG dilakukan, pasien disuruh untuk hiperventilasi selama 180 saat dan diberi stimulasi seperti strobe light flashes. Apa yang dilihat adalah jenis gelombang yang dicatat pada encephalogram (Shih, 2008). Pada orang yang normal, gambaran EEG akan menunjukkan beberapa jenis gelombang yang spesifik mengikut dengan keadaan seseorang itu. Terdapat 4 jenis gelombang di otak normal yaitu gelombang alfa, gelombang beta, gelombang theta dan gelombang delta.
Universitas Sumatera Utara
xvi
Gelombang alfa gelombang otak yang ritmis dan mempunyai frekuensi diantara 8-13 siklus per saat dan biasanya dijumpai pada EEG seorang yang terbangun dan dalam keadaan relaksasi. Gelombang ini biasanya lebih kuat pada bahagian oksipital otak, dan juga ada pada bahagian lobus parietalis dan lobus frontalis tetapi kurang kuat. Tegangan volt yang biasanya direkod untuk gelombang ini adalah 50mV. Ketika tidur, gelombang alfa akan menghilang. Gelombang kedua adalah gelombang beta yang mempunyai frekuensi lebih besar dari 14 siklus per saat sampai 80 siklus per saat. Biasanya berlaku pada lobus parietalis dan frontalis. Gelombang theta mempunyai frekuensi diantara 4-7 siklus per saat dan biasanya datang dari lobus parietalis dan temporalis dalam anak-anak. Pada dewasa gelombang ini biasa terjadi pada orang yang mengalami frustrasi akau kecewa. Gelombang theta juga ada terjadi pada golongan orang yang mempunyai penyakit otak degeneratif. Gelombang delta adalah gelombang pada frekuensi yang kurang daripada 3.5 siklus per saat dan mempunyai tegangan volt 2-4 kali lebih besar daripada gelombang otak lain. Ini sering berlaku pada tidur yang dalam, pada bayi atau penyakit organik yang serius (Guyton dan Hall, 2006).
Universitas Sumatera Utara
xvii
2.2. Epilepsi Epilepsi adalah perubahan parosisimal pada aktifitas sistem syaraf yang dapat dideteksi secara klinis (Harrison's, 2006) dan (Hughes M. dan Miller T., 2007). Epilepsi adalah kelainan di otak yang ditandai oleh aktifitas otak yang terlampau tinggi yang tidak dapat dikawal (Guyton dan Hall, 2006). Seseorang yang dapat dikatakan sebagai menderita daripada epilepsi jika telah mengalami kejang yang tidak dipicu oleh apapun dan yang rekuren (lebih daripada 2 insiden terjadi kejang). Kejang adalah suatu episode dimana terjadi disfungsi pada otak akibat daripada terdapat abnormalitas di aktivitas listrik pada syaraf di otak (Shih, 2008). Status epileptikus adalah kejang yang berlangsung lebih dari 30 detik atau adanya 2 bangkitan lebih tanpa pemulihan kesadaran diantaranya. Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subjektif), gangguan motorik atau kejang (objektif), gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenalah bermacam jenis epileps.
2.2.1. Klasifikasi Epilepsi International League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 menetapkan
Universitas Sumatera Utara
xviii
klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi): Tabel 2.2.1. : Klasifikasi Epilepsi Tipe Epilepsi
Pembahagian a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)
Serangan parsial
- Dengan gejala motorik - Dengan gejala sensorik - Dengan gejala otonom - Dengan gejala psikis b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu) - Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran - Gangguan kesadaran saat awal serangan c. Serangan parsial dengan kejang umum - Parsial sederhana menjadi tonik-klonik - Parsial kompleks menjadi tonik-klonik - Parsial sederhana menjadi parsial tonikklonik
Serangan umum
a. Absens (Lena) b.Mioklonik c. Klonik d.Tonik e. Atonik (Astatik) f. Tonik-klonik
Serangan yang tidak
-
terklasifikasi
2.3. Kejang
Universitas Sumatera Utara
xix
Kejang adalah kejadian paroxysmal atau sawan yang disebabkan oleh pelepasan yang abnormal, berlebihan dan hypersynchronous oleh agregasi neuron pada sistem syaraf pusat. Kejang atau perkataan Seizure dalam Bahasa Ingris datangnya dari bahasa latin Sacire yang bermaksud dikuasai atau possessed (Harrison, 2008). Menentukan tipe kejang yang telah terjadi pada pasien yang mengalami epilepsi adalah penting supaya dapat membantu diagnosa jenis epilepsi, mencari etiologi, untuk menentukan intervensi dan penatalaksanaan yang perlu dilakukan dan memberikan informasi yang penting sehubungan dengan prognosis. Pada 1981, International League against Epilepsy (ILAE) telah mempublikasi klasifikasi
untuk
kejang
yang
telah
dimodifikasi
daripada
International
Classification of Epileptic Seizures. Sistem ini adalah berdasarkan ciri-ciri klinis kejang yang dialami oleh pasien dan gambaran EEG.
Universitas Sumatera Utara
xx
Klasifikasi kejang menurut International League against Epilepsy (ILAE), (Harrison, 2008): Tabel 2.3. : Klasifikasi kejang Tipe kejang 1. Kejang parsial
•
Kejang parsial sederhana
•
Kejang parsial kompleks
•
Kejang parsial dengan kejang umum sekunder
2. Kejang primer umum
3. Kejang yang tidak
•
Absens (petit mal)
•
Tonik-klonik
•
Tonik
•
Atonik
•
Myoklonik
•
Kejang neonatus
•
Spasme infantil
terklasifikasi
Universitas Sumatera Utara
xxi
Kejang parsial Kejang parsial berlaku pada sebahagian kecil otak. Jika seseorang itu sadar sewaktu kejang itu terjadi maka, manifestasi klinisnya adalah sederhana dan jenis kejang ini diistilah sebagai kejang parsial yang umum. Jika kesadaran pasien terganggu sewaktu terjadi kejang ini, kejang jenis ini diistilah sebagai kejang parsial yang kompleks, Selain dua tipe tersebut, terdapat satu lagi sub-kelompok yaitu kejang parsial dengan kejang umum yang sekunder. Mula-mulanya pada kejang ini terjadi kejang parsial yang hanya berlaku pada sebahagian kecil otak dan kemudian ia akan menyebar ke bahagian korteks secara difus. a) Kejang parsial yang sederhana Kejang jenis ini menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem motorik, sensorik, otonom dan psikik. Kejang jenis ini, biasanya menunjukkan pergerakkan jenis klonik yaitu pergerakkan fleksi/ekstensi yang berulang pada frekuensi 2-3 Hertz. Pergerakkan jenis tonik juga dapat berlaku pada kejang jenis ini. Disebabkan bagian otak yang mengawal pergerakkan tangan adalah berhampiran dengan pengawalan ekspresi wajah, kejang jenis ini dapat menyebabkan pergerakkan yang tidak normal pada muka yang berlaku bersamaan dengan pergerakkan tangan. Selain itu, terdapat gangguan motorik lain yang akan dialami oleh pasien yang mengalami kejang ini. Pertama adalah Jacksonian March. Pada gangguan ini, pasien tersebut akan mengalami pergerakan motor yang tidak normal mulai di jarinya, beberapa saat atau menit kemudian, gangguan motor ini akan menyebar ke bagian ekstremitas yang lebih luas seperti lengan atas. Ini terjadi akibat daripada penyebaran aktifitas kejang secara progresif pada bahagian yang luas pada korteks motorik. Kedua, pasien akan mengalami paresis yang terlokalisasi ( Todd’s Paresis) selama beberapa menit hingga beberapa jam. Ada keadaan dimana kejang ini akan berlanjutan selama berjam-jam atau beberapa hari. Ini dinama sebagai Epilepsia Partialis Continua. Pasien untuk kejang ini dapat mengalami perubahan pada sensasi somatik seperti parestesia, gangguan penglihatan ( halusinasi atau terlihat cahaya), gangguan keseimbangan ( sensasi terjatuh atau vertigo), dan gangguan fungsi otonom. Kejang
Universitas Sumatera Utara
xxii
umum yang terjadi akibat gangguan di lobus temporalis dan frontalis akan menyebabkan terjadi gangguan fungsi kortikal bahagian atas. b) Kejang Partial yang kompleks Kejang ini diciri sebagai kejang yang mempunyai aktifitas fokal. (Harrison , 2008) Pasien kejang ini tidak dapat respons secara normal apabila diberi arahan secara verbal atau visual sewaktu kejang ini terjadi. Pasien juga tidak dapat mengiingati apa yang terjadi pada fase iktal. Kejang ini sering diawali dengan aura. Pada permulaan fase iktal pasien ini sering mengalami behavioural arrest atau motionless stare. Sewaktu ini, pasien tidak dapat mengingati apa yang terjadi. Gejala ini sering diikuti dengan automatisms, yang berlaku secara diluar kawalan, dan otomatis.Contoh gejala automatisms adalah pasien akan ternampak seperti mengunyah, menelan , menggerakkan bibirnya, pergerakkan tangan seperti mengutip sesuatu, dan memperlihatkan emosi. Setelah kejang ini terjadi pasien akan berasa bingung. Transisi daripada kesembuhan total selepas kejang dapat mengambil masa selama beberapa saat sehingga 1 jam. Pada pemeriksaan, pasien menunjukkan amnesia anterograde yang melibatkan hemisfer dominan, yang dinama sebagai amnesia posiktal. EEG pasien yang mempunyai kejang ini sering normal atau menunjukkan epileptiform spikes, atau sharp waves. Kejang jenis ini sering bermulanya di lobus temporalis medial atau lobus frontalis inferior. Kejang ini biasanya dideteksi menggunakan elektroda jenis sphenoidal atau elektroda yang diletakkan secara bedah. Gejala klinis yang berkaitan dengan kejang ini amat luas dan dokter perlu berhati-hati sewaktu ingin memberi kesimpulan bahawa episode perlakuan atipikal pada pasien dengan kejang tipe ini adalah tidak berkaitan dengan aktivitas kejang ini. Pada situasi jenis ini, bacaan pada EEG yang teliti adalah amat berguna. c) Kejang parsial dengan kejang umum Ini adalah akibat daripada penyebaran aktivitas listrik di hemisfer cerebral otak. Ini biasanya tonik-klonik. Kejang tipe ini sulit untuk dibedakan dengan kejang umum tonik klonik. Ia dapat dibedakan dengan menggunakan EEG (Harrison, 2008).
Universitas Sumatera Utara
xxiii
Kejang umum Secara definisi, kejang umum adalah kejang yang datangnya daripada gangguan yang terjadi pada kedua belah serebral hemisfer yang terjadi secara serentak. (Harrison’s, 2008) a) Kejang absens Kejang ini adalah kehilang kesadaran pada suatu masa yang pendek tanpa terdapat gangguan postural. Ia biasanya terjadi pada beberapa saat yang diikuti dengan tanda mata kelopak mata berkelap-kelip atau pergerakkan tangan klonik yang lemah. Ini biasanya terjadi pada anak kecil dan dapat berlaku 100 dalam satu hari, Pada EEG, akan menunjukkan gambaran gelombang Spike and wave pada 3Hz (Harrison’s, 2008). b) Kejang Grand Mal Kejang ini adalah jenis tonik-klonik. Pada fase awal kejang ini, akan terjadi kontraksi otot yang tonik-klonik. Terdapat juga tanda yang dinama sebagai "Ictal Cry" yang disebabkan oleh kontraksi secara tonik otot respirasi dan juga larinks. Ini dapat diikuti dengan gangguan pernafasan yang menyebabkan terjadi sianosis. Selain itu terjadi peningkatan tonus simpatis. Selain beberapa saat terjadi fase tonik, ia akan diikuti dengan fase klonik. Selepas fase iktal, diikuti dengan fase postictal yaitu, ditandai oleh otot pasien akan menjadi flasid, tidak respons, perembesan air liur meningkat dan bingung. Beberapa jam kemudian, pasien akan sadar kembali. Pada EEG ketika fase tonik, akan menunjuk gelombang tegangan volt rendah umum yang meningkat secara progresif yang diikuti dengan gelombang yang beramplitud tinggi dengan polyspike discharge. Pada fase klonik, EEG akan menunjuk gelombang amplitud tinggi yang diantara gelombang itu terdapat slow-wave (spike and wave pattern).
c) Kejang atonik
Universitas Sumatera Utara
xxiv
Kejang ini ditandai oleh kelemahan yang terjadi secara tiba-tiba yang terjadi pada 1-2 saat. Kesadaran sering terganggu. Pada EEG akan menunjukkan gambaran spike and wave yang umum yang diikuti oleh slow wave. d. Kejang mioklonik Terjadi kontraksi otot secara tiba-tiba yang dapat melibatkan seluruh tubuh atau separuh tubuh, Pada EEG, terdapat gambaran spike and wave yang bilateral dan sinkron. 2.4. Etiologi Epilepsi Menurut WHO pada tahun 2002, etiologi epilepsi adalah: Metabolik 1. Hypoglikemi 2. Hipokalsemia 3. Ketidakseimbangan elektrolit 4. Hipomagnesimia 5. Hiperblilirubinemia (kernikterus) 6. Uremia 7. Fenilketonuria 8. Porphyria Infeksi 1. Intrakranial a. Meningitis b. Ensefalitis c. AIDS d. Serebral malaria e. Rabies f. Cysticercosis g. Encephalopathy 2. Ekstrakranial
Universitas Sumatera Utara
xxv
a. Febrile convulsion b. Pertusis c. Imunisasi pertusis d. Tetanus Trauma 1. Trauma lahir 2. Trauma kepala 3. Luka dingin ( Cold Injury) pada bayi baru lahir 4. Hipotermi Anoxia 1. Asfiksia sewaktu lahir Bahan toksik 1. Alkohol 2. Karbon monoksida 3. Obat-obatan ( penisilin, strychinine) 4. Plumbum 5. Organofosfat Space-occupying lesion (SOL) 1. Hemorrhage 2. Abses 3. Tumor 4. Tuberculoma 5. Cysticercosis 6. Toxoplasmosis Gangguan peredaran 1. Strok 2. Kelainan vascular 3. Krisis sel sabit Oedema serebral 1. Enselopati hipertensif
Universitas Sumatera Utara
xxvi
2. Eklampsia Kelainan kongenital 1. Hidrosefalus 2. Mikrosefali 3. Tuberous Sclerosis 4. Neurofibromatosis 5. Sturge-Weber’s syndrome Penyakit degeneratif 1. Niemann-Pick disease 2. Demensia 2.5. Epileptogenesis Epileptogenesis adalah proses transformasi syaraf yang normal kepada syaraf yang hipereksitibilitas. Ini disebabkan oleh akibat terjadi trauma, strok, atau infeksi. Akibat daripada kerusakan jaringan otak yang disebabkan oleh perkara tadi, terjadi reorganisation atau sprouting syaraf yang belum rusak. Akibat daripada proses ini, eksitabilitas syaraf berubah menjadikan seseorang itu lebih senang untuk mendapat kejang (Harrison’s, 2008 ) Selain daripada terjadi kerusakan otak dan menyebabkan berubahnya struktur syaraf, epilepsi juga disebabkan oleh faktor genetik dimana terjadi perubahan pada fungsi ion channel (Channelopathies). Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus
2.6. Patofisiologi Epilepsi Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling berhubungan.Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan
Universitas Sumatera Utara
xxvii
baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah: a. Glutamat, yang merupakan brain’s excitatory neurotransmitter b. GABA(Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brain’s inhibitory neurotransmitter. Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamin, serotonin (5- HT) dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan epilepsi belum jelas dan masih perlu penelitian lebih lanjut. Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis- jenis serangan epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu: Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya (lobus oksipitalis) (Meldrum, 1988) . Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik. Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar glutamat pada berbagai tempat di otak (Meldrum, 1988) dan (Cotman, 1995). Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk
Universitas Sumatera Utara
xxviii
mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga kejadian yang saling terkait : Perlu adanya “pacemaker cells” yaitu kemampuan intrinsik dari sel untuk menimbulkan bangkitan, hilangnya “postsynaptic inhibitory controle” sel neuron, dan perlunya sinkronisasi dari “epileptic discharge” yang timbul. Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge epileptiknya (Meldrum, 1988) Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion (Adam dan Victor, 1993). 2.7. Diagnosis 3 Langkah untuk mendiagnosa epilepsi: I : pastikan epilepsi/ bukan. II : tentukan jenis bangkitan III : tentukan sindrom epilepsi + etiologi Epilepsi ditegakkan diatas dasar gambaran epileptoform dan juga melalui gambaran pada EEG. Urutan pemeriksaan: Anamnesis
Universitas Sumatera Utara
xxix
Pada anamnesia kita perlu menanya karakeristik bangkitan (Pola / bentuk, waktu, durasi frekuensi, faktor pencetus, Gejala (sebelum, selama & sesudah)) Selain itu kita menanya ada atau tidak ada penyakit penyerta pada saat ini dan menanya usia saat bangkitan pertama.Kita juga perlua menanya riwayat (perinatal, tumbuh kembang, penyakit penyebab, keluarga, pengobatan terdahulu) Pemeriksaan Fisik : Umum & Neurologik •Trauma kepala •Infeksi telinga / sinus •Gangguan kongenital •Gangguan neurologik fokal/ difus •Kecanduan alkohol/ obat terlarang • Kanker. Pemeriksaan Penunjang: EEG dan Gambaran epileptiform b)
Brain imaging : MRI, CT Scan
c)
Laboratorium : – Darah –Cairan serebrospinal (infeksi SSP)
Diagnosa banding 1. Pada Neonatus • Apneic spells • Jittering Spells 2. Pada Anak • Breath holding spells • Sinkope • Migren • Bangkitan psikogenik/konversi • Prolonged QT syndrome • Night terror • Tics • Hypercyanotic attack (pada tetralogi Fallot)
Universitas Sumatera Utara
xxx
3. Pada Dewasa •
Sinkope : Vasovagal Attack, Sinkope
•
Kardiogenik, Sinkope Hipovolumic, Sinkope Hipotensi & Sinkope Saat Miksi (Micturition Syncope)
•
Serangan Iskemik Sepintas (Transient Ischemic Attack)
•
Vertigo
•
Transient Global Amnesia
•
Narkolepsi
•
Bangkitan Panik, Psikogenik
•
Sindrom Menier
Universitas Sumatera Utara