BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kacang Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan semakin berkembangnya perdagangan antar Negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai juga ikut tersebar ke berbagai Negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Menurut laporan, kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun kemudian, pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L) Merill. Biji kedelai mempunyai nilai guna yang cukup tinggi karena bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri, baik skala kecil maupun besar. Kedelai mengandung kadar protein lebih dari 40% dan lemak 10-15%. Sampai saat ini, kedelai masih merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang paling murah sehingga tidak mengherankan bila total kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai 95% dari total kebutuhan kedelai di Indonesia. Produk pangan berbahan baku kedelai ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu dalam bentuk hasil nonfermentasi dan fermentasi. Beberapa olahan kedelai dengan cara nonfermentasi dan fermentasi disajikan dalam Tabel 2.1 dan 2.2 berikut.
Tabel 2.1 Makanan Nonfermentasi Berbahan Baku Kedelai Jenis Makanan Kedelai segar
Nama di Tingkat Konsumen Mao-tou (Cina), Putkong (Korea),
Kegunaan Dimasak dalam bentuk polong dan
Universitas Sumatera Utara
Edamame (Jepang), Kedelai rebus (Indonesia) Bubuk kedelai Tou-fen (Cina), Kong ka au (Korea), Kinanko (Jepang), Bubuk kedelai (Indonesia) Kecambah Huang-tou-ya (Cina), Kong na mool kedelai (Korea), Daizu no moyashi (Jepang), Kedelai kecambah (Indonesia) Susu kedelai Tou-chiang (Cina), Kong kook (Korea), Tonyu (Jepang), Susu kedelai (Indonesia) Tahu Tou-fu (Cina), Doi-bu (Korea), Tofu (Jepang), Tahu (Indonesia), Tau foo (Malaysia) Sumber : Adisarwanto (2005)
disajikan dalam bentuk segar. Kulit polong dikupas dan bijinya dimakan Sebagai pelapis makanan berbahan baku beras Dimasak sebagai sayur atau bahan sayur pecel Diminum
Disajikan setelah digoreng atau bahan baku sup
Tabel 2.2 Produk Makanan Tradisional Fermentasi Berbahan Baku Kedelai Jenis Makanan Fermentasi biji kedelai
Nama Mikroba yang berperan Tempe (Indonesia), Natto Rhizopus, Bacillus, (Jepang) Aspergillus
Saos kedelai
Hamanto(Jepang), Kecap (Indonesia), Chiang-yu (Cina), Shoyu (Jepang) Pasta kedelai Tayo (Filipina), Tauco (Indonesia), Chiang (Cina), Miso (Jepang) Sumber : Adisarwanto (2005)
Aspergillus, Pediococcus, Torulopsis, Saccharomyces Aspergillus, Pediococcus, Saccharomyces
Kegunaan Digoreng untuk lauk atau makanan ringan. Dicampur dalam sayuran Bahan penyedap makanan yang dimasak Bahan sup dan penyedap rasa
2.2. Hasil Pengolahan Kacang Kedelai
Hasil olahan kacang kedelai berupa tempe, tahu, tauco, dan kecap mendapat kedudukan penting dalam menu makanan Indonesia. Hasil olahan kacang kedelai itu dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah tanah air. Kedelai dapat digunakan sebagai pengganti daging terutama bagi mereka yang kadar kandungan kolesterol dalam darahnya tinggi.
2.2.1. Kecap
Kecap merupakan penyedap berbagai masakan Indonesia yang dibuat dengan cara fermentasi kedelai. Kecap diperkirakan berasal dari negara Cina yang dibawa ke Indonesia
Universitas Sumatera Utara
oleh imigran Cina. Demikian juga istilah kecap yang diperkirakan berasal dari dialek Cina , yaitu ke-tsiap. (Adisarwanto, 2005) Kecap merupakan jenis makanan fermentasi yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia, dimana kecap merupakan produk cair berwarna coklat/hitam gelap yang mempunyai rasa asin atau manis dan digolongkan dalam makanan yang mempunyai flavor (aroma) yang menyerupai ekstrak daging. Kecap dapat memperkuat flavor dan memberikan warna pada daging, ikan, sayuran, atau bahan pangan lain. Menurut SII, yang dimaksud dengan kecap adalah cairan kental yang mengandung protein, diperoleh dari perebusan kedelai yang telah difermentasikan dan ditambah gula, garam, serta rempah-rempah. Salah satu kriteria untuk menentukan mutu kecap adalah kadar proteinnya, yaitu kadar protein minimum 6%, dan 2%. Ada dua jenis kecap, yaitu kecap manis dengan kandungan gula 26-61% serta garam 3-6% dan kecap asin dengan kandungan gula 4-19% serta garam 18-21%. Berdasarkan rasa dan kekentalannya, kecap dibagi menjadi dua macam, yaitu kecap asin agak encer dan kecap manis yang lebih kental. Proses pembuatan kecap asin dan manis hampir sama.Perbedaannya adalah pada akhir proses, yaitu terdapat penambahan gula dan bumbu-bumbu (rempah-rempah) pada pembuatan kecap manis, sedangkan pada kecap asin tidak ada penambahan gula.
2.2.2. Proses Pembuatan Kecap
Kecap dibuat melalui fermentasi kedelai. Mula pertama kedelai dan gandum dicampur kemudian diinokulasi dengan kapang Aspergillus dan inkubasi selama 3 hari. Hasilnya disebut koji. Pada tahap kedua, koji dipindahkan ke tangki fermentasi, dicampur dengan larutan garam dan disebut moromi. Fermentasi ini berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Tahap ketiga, moromi diproses untuk memperoleh filtratnya yang kemudian disaring, dipanaskan, dan kemudian dikemas untuk dipasarkan. Kedelai
Perendaman
Universitas Sumatera Utara
Pengukusan
`
Penirisan
Inokulasi dengan Aspergillus sp
Pencampuran dengan larutan garam 20%
Fermentasi 3-10 minggu
Pengepresan dan penyaringan
Pasteurisasi
Kecap Gambar 2.1 Proses Pembuatan Kecap Tahap Pembuatan Kecap Kedelai Tahapan pembuatan kecap kedelai sebagai berikut : 1. Bersihkan biji kedelai dengan air bersih, kemudian rendam dalam air bersih selama 4-6 jam. 2. Rebus biji kedelai menjadi 1,25 kali lebih besar dari ukuran semula dan daging biji agak lunak, tetapi warnanya tetap kuning. 3. Tiriskan hasil rebusan menggunakan tampah besar berdiameter 1 m, kemudian tebarkan di atas tampah untuk difermentasi selama 1 minggu. Biasanya, dalam 2-3 hari, cendawan sudah tumbuh. Selama proses fermentasi berlangsung, aduk-aduk kedelai agar pertumbuhan cendawan Aspergillus oryzae dapat merata. Suhu ruangan sebagai tempat fermentasi sekitar 22-25oC. 4. Rendam kedelai yang telah bercendawan di dalam larutan garam 25% menggunakan wadah tempayan kayu atau guci porselen. Fermentasi dalam larutan garam tersebut dapat berlangsung selama seminggu, sebulan, setahun atau bertahun-tahun. Semakin lama perendaman, akan semakin membuat rasa dan aroma lebih sedap.
Universitas Sumatera Utara
5. Di akhir perendaman, tambahkan air bersih ke dalam biji kedelai yang telah menjadi bubur. Rebus kedelai dengan air bekas rendaman dan ulangi sampai 3-5 kali menggunakan larutan garam 0,5-1%. Saring hasil rebusan dengan kain saring setiap kali perebusan selesai. Kualitas kecap kedelai paling bagus diperoleh dari hasil rebusan pertama, sedangkan kualitas kecap dari hasil rebusan kedua dan seterusnya telah menurun. 6. Tambahkan bumbu dan gula secukupnya pada tahap paling akhir. 7. Saring sari kecap dengan kain saring. Masukkan ke dalam botol gelas atau kantong plastik. Kecap kedelai siap dikonsumsi atau dipasarkan. (Adisarwanto, 2005)
2.2.3. Syarat-Syarat Mutu Kecap
Tabel 2.3 Syarat-Syarat Mutu Kecap Manis dan Asin Kecap Manis Bau, rasa, warna Normal Garam Max 10% Sakarosa Max 20% Protein Min 2% Reaksi Lakmus Tidak alkali Zat Pemanis dan zat warna Negatif buatan Asam Bensoat/garamnya Max 250 mg/Kg Bahan-bahan Berbahaya Negatif Sumber : Nur Hidayat,dkk (2000)
Kecap Asin Normal Max 10% Max 10% Min 3% Tidak alkali Negatif Max 250 mg/Kg Negatif
2.3. Limbah Kecap
Limbah industri kecap adalah sisa pembuatan kecap, hasil dari proses pemampatan campuran, pengemasan dan penyimpanan kecap. Bila produksi kecap dengan bahan baku 740 Kg campuran kacang kedelai dan tepung dihasilkan 220 Kg atau 3,3% limbah. Mempunyai massa seperti gel, berwarna coklat hingga hitam. Limbah kecap umumnya dibuang begitu saja di lingkungan tanpa mengalami proses terlebih dahulu. Tingginya kadar garam dalam pembuatan kecap akan
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi degradasi limbah tersebut di lingkungan. Dengan adanya hujan maka dapat mengotori sumber air. Pada musim panas dapat memberikan efek yang kurang baik yaitu mengganggu pernafasan karena debunya dapat diterbangkan angin dan sebagai sumber penyakit, karena tempat bersarang tikus, kecoak dan lalat. (Said, 1987) Ampas kecap merupakan limbah dari proses pembuatan kecap yang berbahan dasar kedelai yang memiliki kandungan protein cukup tinggi. Nilai gizi yang terkandung adalah protein
10,32%,
lemak
6,93%,
air
52,98%
dan
abu
6,72%.
(http:/www.dkp.go.id/content.php?c=1931. Diakses tanggal 29 Juni 2007.
2.4. Protein
Nama biomolekul protein berasal dari kata “proteos” yang berarti utama. Kata ini pertama kali diberikan oleh Gerardus Mulder yang menganggap zat ini paling penting dari semua molekul organik pada kehidupan manusia. Protein merupakan biomolekul yang sangat penting. (Abdul Hamid, 2001) Protein merupakan kelompok nutrien yang amat penting. Senyawa ini didapatkan dalam sitoplasma pada semua sel hidup, baik binatang maupun tanaman. Protein adalah substansi organik dan mereka mirip lemak maupun karbohidrat dalam hal kandungan unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Tetapi, semua protein juga mengandung nitrogen, dan beberapa di antaranya mengandung belerang dan fosfor.(Gaman P, 1981)
Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein). (Slamet S, 1989) 2.4.1. Analisis Protein Uji kualitatif protein dapat dilakukan dengan reaksi warna, di antaranya : 1. Reaksi Millon
Universitas Sumatera Utara
Reaksi ini berdasarkan inti fenol bereaksi dengan reagensia Millon, memberikan warna merah. 2. Reaksi Sakaguchi Reaksi ini berdasarkan adanya gugus guanidin dengan reagensia Sakaguchi, memberikan warna merah. 3. Reaksi Santoprotein Reaksi ini untuk melihat adanya gugus fenil pada molekul protein, gugus fenil dengan asam nitrat membentuk senyawa nitro yang berwarna kuning setelah dipanaskan. 4. Reaksi Biuret Reaksi ini berdasarkan adanya dua atau lebih ikatan peptida dengan reagensia Biuret memberikan warna lembayung. (Pantjita H, 1993) Analisis protein secara kuantitatif dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya : 1. Metode Kjeldahl Prinsip cara analisis Kjeldahl : Tahap I
: destruksi semua senyawa yang mengandung nitrogen oleh asam sulfat pekat hingga larutan/cairan berwarna hijau jernih dengan menambahkan katalis yang berupa selenium mixture.
Tahap II
: setelah diencerkan dalam volume tertentu, maka sebagian didestilasi dengan penambahan larutan pekat NaOH (30%) agar terbebasnya NH 3 dari senyawa NH 4 sulfat pada tahap I, sehingga ikut dengan uap air dan akan ditampung destilatnya dalam larutan asam borat 3% dan indikator tashiro yang semula berwarna ungu menjadi hijau.
Tahap III
: titrasi destilat oleh larutan standar HCl hingga kembali berwarna ungu, maka volume HCl akan ekuivalen dengan banyaknya NH 4 yang terikat dengan asam borat dalam bentuk NH 4 Cl.
Universitas Sumatera Utara
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein yang kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan nilai tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut : 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu : cara makro dan semimikro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa Purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Analisis protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. (Agus Krisno, 2001) 2.4.1.1. Tahap Destruksi Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO 2 dan H 2 O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH 4 ) 2 SO 4 . Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator Selenium. Dengan penambahan bahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370-410oC. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna lagi. 2.4.1.2. Tahap Destilasi Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH 3 ) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai adalah asam borat 3% dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka
Universitas Sumatera Utara
diberi indikator misalnya BCG + MR dan atau PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi dengan ditandai destilat tidak bereaksi basis. 2.4.1.3. Tahap Titrasi Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1N mL HCl (sampel – blanko) %N =
x N HCl x 14,008 x 100% berat sampel (g) x 1000
Setelah diperoleh %N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. %P = %N x faktor konversi (Slamet S, 1989) Reaksi penentuan kadar protein metode Kjeldahl : Tahap Destruksi Se
(C,H,O,N) n + H 2 SO 4 (p )
(NH 4 ) 2 SO 4 + SO 2 + CO 2(g) + H 2 O larutan hijau bening
Tahap Destilasi dipanaskan
(NH 4 ) 2 SO 4 + 2NaOH
Na 2 SO 4 + 2NH 4 OH dipanaskan
NH 4 OH
NH 3(g) + H 2 O dipanaskan
NH 3
NH 3(l)
(g)
tashiro
2NH 3 + 4H 3 BO 3
(NH 4 ) 2 B 4 O 7 + 5H 2 O larutan hijau muda
Tahap Titrasi (NH 4 ) 2 B 4 O 7 + 2HCl
2NH 4 Cl + H 2 B 4 O 7 + 5H 2 O larutan ungu
Universitas Sumatera Utara
2. Metode Lowry Metode ini berdasarkan pada reaksi antara pereaksi Folin Ciocateau dengan gugus fenol dari rantai samping asam amino tirosin (Tyr) yang ada pada rantai protein, sdan akan memberikan warna biru gelap pada larutan protein.
3. Metode Biuret Metode ini berdasarkan pada kekuatan basa dari larutan tembaga yang akan menghasilkan warna ungu dari kompleks tembaga-protein. Sensitivitas dari metode ini adalah 0,1-5 mg/mL. Adanya ammonia dan ammonium sulfat akan mengganggu ketelitian dari metode ini. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 540 nm.
2.5. Sumber Protein Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah mapun mutu, seperti telur, susu daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi. Padi-padian dan hasilnya relatif rendah dalam protein, tetapi karena dimakan dalam jumlah banyak, memberi sumbangan besar terhadap konsumsi protein sehari. Menurut catatan Biro Pusat Statistik tahun 1999, rata-rata 51,4% konsumsi protein penduduk sehari berasal dari padi-padian. Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia. Bahan makanan nabati yang kaya dalam protein adalah kacang-kacangan. Kontribusinya rata-rata
terhadap
konsumsi protein hanya 9,9%. Protein hewani pada umumnya mempunyai susunan asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia. Akan tetapi harganya relatif mahal. Untuk menjamin mutu protein dalam makanan sehari-hari, dianjurkan sepertiga bagian protein yang dibutuhkan berasal dari protein hewani.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Komposisi Asam Amino Esensial Beberapa Bahan Makanan Sumber Protein Hewani Bhn Makanan
Prot
Tripto
Treo
Isole
Leu
Lisin (g)
%
fan (g)
nin (g)
usin (g)
sin (g)
Fenila
Metio
Valin
Cistin
lanin (g)
nin (g)
(g)
(g)
Daging sapi
18.8
0.220
0.830
0.984
1.540
1.642
0.773
0.466
1.044
0.238
Daging ayam
21.3
0.259
0.907
1.125
1.540
1.871
0.838
0.556
1.046
0.286
Telur ayam
12.8
0.211
0.637
0.850
1.126
0.819
0.739
0.401
0.840
0.299
Udang segar
21.0
0.186
0.84
0.948
1.412
1.640
0.694
0.545
0.996
0.251
Ikan segar
16.0
0.165
0.720
0.842
1.254
1.455
0.616
0.483
0.884
0.223
Hati sapi
19.7
0.296
0.936
1.031
1.819
1.475
0.993
0.463
1.239
0.243
Hati ayam
21.1
0.332
1.050
1.156
2.040
1.655
1.114
0.520
1.390
0.272
Tabel 2.5 Komposisi Asam Amino Esensial Beberapa Bahan Makanan Sumber Protein Nabati
Bhn Makanan
Prot
Ttipto
Treo
Isole
Leu
Li
Fenila
Metio
Valin
Cistin
%
fan (g)
nin (g)
usin (g)
sin (g)
sin (g)
lanin (g)
nin (g)
(g)
(g)
K. kedelai
34.9
0.526
1.504
2.054
2.946
2.414
1.889
0.513
2.005
0.678
K. tanah
26.9
0.340
0.828
1.265
1.872
1.099
1.557
0.271
1.532
0.463
K. hijau
24.4
0.180
0.765
1.351
2.202
1.667
1.167
0.265
1.444
0.152
Tempe
18.3
1.4
4.1
4.4
6.8
6.1
5.2
1.2
5.1
-
Tahu
7.8
-
4.1
5.0
8.0
7.0
-
1.5
5.4
-
Saridele
30.0
3.0
6.0
4.5
6.6
-
0.84
4.6
-
-
Sumber : Daftar Analisis Bahan Makanan, 1967 2.5. Penyedap Rasa Penyedap rasa merupakan gabungan dari semua perasaan terhadap makanan yang terdapat dalam mulut. Suatu pangan mempunyai rasa asin, manis, asam, atau pahit dengan aroma yang khas. Penyedap rasa bukan hanya merupakan suatu bahan pangan, melainkan mengandung suatu komponen tertentu yang mempunyai sifat khas. (Wisnu C, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Tujuan penggunaan penyedap rasa dalam pengolahan bahan makanan adalah sebagai berikut ; a. Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma tertentu selama pengolahan, misalnya keju dan yoghurt. b. Modifikasi, pelengkap atau penguat aroma. Contohnya, penambahn aroma ayam pada pembuatan sup ayam, dan aroma butter pada pembuatan margarin. c. Menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak disukai. Contoh, bau langu (beany flavor) pada kedelai, dan beberapa minuman ringan yang kurang disenangi. d. Membentuk aroma baru atau menetralisir bila bergabung dengan komponen dalam bahan pangan. Contoh, penambahan vanili dapat memberi kesan rasa yang lebih manis dan memperkuat semua aroma yang ada dalam bahan. Bahan penyedap rasa yang pertama kali digunakan oleh manusia adalah bumbu. Selain berfungsi sebagai penyedap, juga berfungsi sebagai pengawet seperti pada pengolahan daging. Bumbu dapat didefinisikan sebagai jenis bahan yang dapat bersifat pungent dan dalam jumlah sedikit sudah efektif sebagai penyedap. (Wisnu C, 2006) Beberapa bahan penyedap yang sering digunakan dalam masakan Indonesia adalah daun kemangi, daun salam, daun jeruk, kecap, terasi dan sebagainya. (Sjahmien M, 1992) Cita rasa bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Rasa berbeda dengan baud an lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis dan pahit. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papila yaitu bagian noda merah jingga pada lidah. Kuncupkuncup cecapan terletak dalam epithelium papila fungiform yang terletak di bagian dasar dan ujung lidah. Kuncup-kuncup cecapan terletak dalam suatu celah yang disebut pore, tempat terkumpulnya cairan air liur (saliva). Setiap sel cecapan, yang disebut gustatori, berbentuk
Universitas Sumatera Utara
lonjong dengan ujungnya berupa rambut-rambut mikrovilus yang mencuat ke ruang pore. Agar suatu senyawa dapat dikenal rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Manis dan asin paling banyak dideteksi oleh kuncup pada ujung lidah, kuncup pada sisi lidah paling peka asam, sedangkan kuncup di bagian pangkal lidah peka terhadap pahit. Sel-sel cecapan mengalami degenerasi dan diganti dengan sel baru setiap tujuh hari. Jumlah kuncup perasa manusia sekitar 9-10 ribu. (F.G. Winarno, 1997)
Universitas Sumatera Utara