BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pepaya (Carica papaya L.)
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Pusat penyebaran tanaman diduga berada di daerah Meksiko bagian selatan dan Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini turut menyebar ke berbagai benua dan Negara, termasuk ke benua Afrika dan Asia serta negara India. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai Negara tropis lainnya, termasuk Indonesia dan pulau-pulau di Lautan Pasifik di abad ke 17(Kalie, M.B, 2000). Meski semakin banyak jenis dan ragam buah impor, pepaya tetap populer di Indonesia. Selain murah, zat gizi yang dikandungnya pun lengkap. Biji, daun, batang, dan akarnya sangat bermanafaat sebagai obat. Pepaya juga dikenal sebagai buah yang murah harganya dan enak rasanya. Varietas yang beragam dan ketersediaannya sepanjang tahun turut memperkokoh posisi pepaya sebagai buah idola (Anonim, 2010). Disamping gizinya yang tinggi, pepaya adalah buah yang memiliki kandungan tinggi antioksidan. Ini termasuk vitamin C, flavonoid, folat, vitamin A, mineral, magnesium, vitamin E, kalium, serat dan vitamin B. Antioksidan memerangi radikal bebas dalam tubuh dan menjaga kesehatan sistem kardiovaskular dan memberikan perlindungan terhadap kanker usus besar (Superkunam,2010).
Universitas Sumatera Utara
Karena pepaya merupakan sumber antioksidan yang sangat baik, buah pepaya membantu mencegah oksidasi kolesterol dalam hati. Kolesterol tinggi dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke. Ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi buah pepaya secara teratur. Selain itu pepaya juga sarat akan serat yang kemudian dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam hati. Asam folat yang ditemukan dalam pepaya menghilangkan zat-zat berbahaya yang dapat merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan serangan jantung. Salah satu manfaat buah pepaya lainnya yaitu sebagai pencegahan penyakit jantung, dan diabetes. Tabel 2.1. Komposisi gizi buah pepaya masak, pepaya muda, dan daun pepaya per 100 gram.
Zat Gizi
Buah pepaya masak
Buah pepaya muda
Daun pepaya
Energi (kkal)
46
26
79
Protein (g)
0,5
2,1
8,0
Lemak (g)
0
0,1
2,0
12,2
4,9
11,9
Kalsium (mg)
23
50
353
Fosfor (mg)
12
16
63
Besi (mg)
1,7
0,4
0,8
Vitamin A (SI)
365
50
18.250
Vitamin B1 (mg)
0,04
0,02
0,15
Vitamin C (mg)
78
19
140
86,7
92,3
75,4
Karbohidrat (g)
Air (g) Sumber: Anonim, 2010
Buah pepaya banyak mengandung vitamin A yang diperlukan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dengan mengkonsumsi buah pepaya diyakini
Universitas Sumatera Utara
dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh dan mencegah beberapa penyakit yang terjadi sebagai hasil menurunkan kekebalan, seperti pilek dan batuk, infeksi dan flu. Pepaya juga mengandung enzim papain dan enzim chymopapain yang dapat mengurangi peradangan sehingga membantu tubuh dalam penyembuhan luka bakar dan luka lainnya. Beberapa penyakit tertentu menjadi lebih buruk ketika tubuh meradang. Karena itu disarankan bahwa orang-orang yang menderita kondisi ini harus mengkonsumsi buah pepaya (Superkunam, 2010). Manfaat buah pepaya yang tidak kalah pentingnya adalah berperan dalam mencegah kanker usus besar. Ini tidak lepas karena banyaknya kandungan serat. Serat ini juga sangat berguna bagi mereka yang kesulitan buang air besar. Vitamin A yang ada dalam buah pepaya, sangat bermanfaat bagi orang-orang yang memiliki paru-paru yang lemah. Termasuk pepaya dalam makanan mereka, akan mengurangi kemungkinan mereka tertular penyakit yang muncul sebagai hasil dari paru-paru yang lemah, seperti bronkitis, kanker dan lain-lain (Superkunam, 2010). Jenis-jenis Pepaya diterangkan di bawah ini: 1.
Pepaya Semangka
Jenis ini paling disukai, daging buahnya berwarna merah semangka, manis dan berair banyak. Bila masak kuning menarik warna kulit buahnya. Bentuknya lonjong dengan berat ± 1 kilogram. 2.
Pepaya jingga
Pepaya ini mirip pepaya semangka juga. Daging buah merah berair banyak, hanya kalah manis. Kulit buah berwarna kuning juga. Besar papaya ini ± 1,5 kilogram. 3.
Pepaya Cibinong
Bentuk dan besarnya jauh berbeda dengan kedua jenis diatas. Bentuk buah panjang besar dan lancip pada bagian ujungnya. Bentuk buah ini membesar dari pangkal ke
Universitas Sumatera Utara
bagian tengah buah, kemudian melancip di bagian ujung buah. Berat ± 2,5 kilogram. Cara masaknya dari ujung buah bagian pangkal tetap berwarna hijau. 4.
Pepaya Bangkok atau pepaya Thailand
Bentuknya mirip dengan pepaya cibinong hanya pepaya ini bentuknya lebih bulat dan lebih besar. Berat papaya ini ± 3,5 kilogram. Daging buahnya jingga semu merah dan keras. 5.
Pepaya Mexico
Bentuk dan besar buahnya mirip alpukat bulat berleher, beratnya ± 0,5 kilogram. Daging buah berwarna kuning dan rasanya manis (Kalie, 2000).
2.2
Zat warna alamiah
Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam tumbuhtumbuhan. Zat warna tersebut terdiri dari α dan β karoten, xantofil, klorofil dan anthosyanin. Zat warna tersebut menyebabkan tumbuhan masing-masing berwarna merah jingga atau kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotein bersifat tidak stabil pada suhu tinggi dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna merah jingga itu akan hilang. Karoten tersebut tidak dapat dihilangkan dengan proses oksidasi (Sudarmadji. 1989). Zat warna β karoten mempunyai rumus kimia C40H56, dimana mempunyai persenyawaan yang simetris. Bagian tengahnya adalah suatu rantai atom C yang panjang dengan ikatan-ikatan rangkap yang dapat ditukar dengan ikatan tunggal. Pada kedua ujung rantai ini terdapat cincin segi enam (6) (Allen, 1998). Struktur betakaroten dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Struktur Betakaroten (Allen, 1998) Disamping itu senyawa karoten mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Larut dalam minyak dan tidak larut dalam air 2. Sedikit larut dalam alkohol dam metil alkohol 3. Larut dalam kloroform, benzene, dan petroleum eter 4. Tidak stabil pada suhu tinggi atau stereo isomer yang telah berubah 5. Sensitif terhadap oksidasi, auto-oksidasi dan cahaya 6. Mempunyai karakteristik adsorbsi cahaya 7. Mudah dioksidasi oleh enzim lipoksidase (Sudarmadji. 1989). Beta karoten merupakan komponen yang paling penting dalam makanan yang berwarna jingga. Beta karoten yang kita konsumsi terdiri atas 2 grup retinil, yang di dalam usus kecil akan dipecah oleh enzim betakaroten dioksigenase menjadi retinol, yaitu sebuah bentuk aktif dari vitamin A. Karoten dapat disimpan di hati dalam bentuk provitamin A dan akan diubah menjadi vitamin A sesuai dengan kebutuhan tubuh (Astawan, 2008). Cukup banyak manfaat beta karoten yang diketahui, namun dalam salah satu artikel yang dimuat dalam Journal of Laboratory and Clinical Medicine, David A. Hughes, Ph.D., dan kolega-koleganya menerangkan bahwa zat ini bisa meningkatkan daya kekebalan/ imunitas tubuh.
Universitas Sumatera Utara
Manfaatnya yang lain adalah:
Menjaga Kesehatan Mental Hasil
penelitian
yang
dilakukan
melaporkan
bahwa
mereka
yang
mengkonsumsi 0,9 mg beta karoten per hari, mengalami 2 kali lipat menderita kesukaran mengingat, kesulitan memecahkan berbagai persoalan dan sering bingung (disorientasi) dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi beta karoten lebih dari 2,1 mg per hari.
Arthritis (Radang Sendi) Manfaat beta karoten dalam memperlambat laju perkembangan penyakit (progresitas) arthritis rheumatoid dan eritematous lupus telah diteliti oleh seorang ilmuan dari Baltimore. Pasien-pasien yang menderita penyakit ini mempunyai kadar beta karoten darah yang rata-rata kurang dari 29% dari orang-orang sehat.
Kanker Prostat Suplemen beta karoten juga bisa menurunkan resiko terkenanya kanker prostat.
Proteksi Kulit Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Jerman dan Israel menyimpulkan bahwa konsumsi beta karoten (diminum) bisa memproteksi efek sinar matahari. Dengan mengukur kemerahan dan radang pada kulit, para peneliti menemukan bahwa dengan meminum suplemen beta karoten sebelum terpapar matahari, yang dikombinasi dengan kri pelindung matahari (sunscreen) adalah lebih baik dalam hal melindungi kulit dibandingkan penggunaan krim sunscreen sendiri
(Tapan, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.3
Pati
Pati atau sering juga disebut dengan amilum (zat tepung) merupakan suatu glukosan atau cadangan persediaan makanan bagi tanaman. Dalam tanaman, amilum terdapat pada akar, umbi atau biji tanaman. Poliosa ini merupakan sumber kalori yang sangat penting untuk tubuh karena sebagian besar karbohidrat terbentuk pada proses asimilasi dalam tanaman. Amilum dengan penambahan iodium memberikan warna biru yang segera hilang bila dipanaskan dan timbul kembali jika didinginkan. Suatu penelitian membuktikan bahwa struktur molekul amilosa bukan berbentuk rantai lurus, melainkan berupa polimer berantai panjang berbentuk spiral (α-heliks) (Sumarjo, 2009). Pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984). Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Berat molekul amilosa dari beberapa ribu hingga 500.000, begitu pula dengan amilopektin (Lehninger, 1982).
Gambar 2.2. Struktur Amilosa
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Struktur Amilopektin Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH tertentu untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Wahyu, 2009). Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena harganya yang ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik (Bourtoom, 2007). Ubiubian, serealia, dan biji polong-polongan merupakan sumber pati yang paling penting. Ubi-ubian yang sering dijadikan sumber pati antara lain ubi jalar, kentang, dan singkong (Cui, 2005). Pati singkong sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan dan industri yang berbasis pati karena kandungan patinya yang cukup tinggi (Hui, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Biro Pusat Statistik (2009), produksi tanaman ubi kayu di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 20.834.241 ton. Melihat kandungan pati pada singkong sebesar 90%, maka pada tahun tersebut dapat menghasilkan 18.750.816,9 ton pati singkong. Produksi pati yang tinggi, penanamannya yang mudah, dan mudah didapatkan di Indonesia menjadikan singkong sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar edible film.
2.4.
Edible film
Edible film merupakan jenis bahan untuk pelapis dan pembungkus berbagai makanan untuk memperpanjang umur simpan produk, yang mungkin dimakan bersama-sama dengan makanan (Embuscado, 2009). Sedangkan menurut Wahyu, 2008: edible film didefinisikan sebagai lapisan yang dapat dimakan yang ditempatkan di atas atau di antara komponen makanan, dapat memberikan alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui dan harganya murah. Pengembangan edible film pada makanan selain dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga merupakan bahan pengemas yang ramah lingkungan (Bourtoom, 2007). Komponen penyusun edible film dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit (Wahyu, 2008).
2.4.1 Hidrokoloid Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein atau karbohidrat. Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum (seperti contoh alginat, dan pektin), dan pati yang dimodifikasi secara kimia. Pembentukan film berbahan dasar protein antara lain dapat menggunakan gelatin, kasein, protein
Universitas Sumatera Utara
kedelai, protein whey, gluten gandum, dan protein jagung. Film yang terbuat dari hidrokoloid sangat baik sebagai penghambat perpindahan oksigen, karbondioksida, dan lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang sangat baik, sehinggga sangat baik digunakan untuk memperbaiki struktur film agar tidak mudah hancur (Wahyu, 2008). Polisakarida sebagai bahan dasar edible film dapat dimanfaatkan untuk mengatur udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada larutan edible film. Pemanfaatan dari senyawa yang berantai panjang ini sangat penting karena tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya murah, dan bersifat nontoksik (Wahyu, 2008). Beberapa jenis protein yang berasal dari protein tanaman dan hewan dapat membentuk film seperti zein jagung, gluten gandum, protein kedelai, protein kacang, keratin, kolagen, gelatin, kasein, dan protein dari whey susu, karena sifat dari protein tersebut yang mudah membentuk film. Albumin telur dapat digunakan sebagai bahan pembetuk film yang baik yang dikombinasikan dengan gluten gandum, dan protein kedelai ( Wahyu, 2008).
2.4.2
Lipida
Film yang berasal dari lipida sering digunakan sebagai penghambat uap air, atau bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk-produk kembang gula.Film yang terbuat dari lemak murni sangat terbatas dikarenakan menghasilkan kekuatan struktur film yang kurang baik (Wahyu, 2008). Karakteristik film yang dibentuk oleh lemak tergantung pada berat molekul dari fase hidrofilik dan fase hidrofobik, rantai cabang, dan polaritas. Lipida yang sering digunakan sebagai edible film antara lain lilin (wax) seperti parafin dan carnauba, kemudian asam lemak, monogliserida, dan resin (Hui, 2006). Jenis lilin yang masih digunakan hingga sekarang yaitu carnauba.
Universitas Sumatera Utara
Alasan mengapa lipida ditambahkan dalam edible film adalah untuk memberi sifat hidrofobik (Wahyu, 2008).
2.4.3 Komposit Komposit film terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Aplikasi dari komposit film dapat dalam lapisan satu-satu (bilayer), di mana satu lapisan merupakan hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan lipida, atau dapat berupa gabungan lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan film. Gabungan dari hidrokolid dan lemak digunakan dengan mengambil keuntungan dari komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida dapat meningkatkan ketahanan terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan. Film gabungan antara lipida dan hidrokoloid ini dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan dan sayuran yang telah diolah minimal (Wahyu, 2008).
2.5.
Kegunaan edible film
Edible film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotan. Bahan hidrokoloid dan lemak atau campuran keduanya dapat digunakan untuk membuat edible film. Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranya memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbon dioksida dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan struktural produk. Kelemahannya, film dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan pH(Anonim, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan edible film dari lipid adalah memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk dari penguapan air atau sebagai bahan pelapis. Tetapi, kegunaannya sebagai film murni terbatas karena integritas dan ketahanannya tidak terlalu baik. Edible film dari komposit (gabungan hidrokolid dan lipid) dapat meningkatkan kelebihan dari film hidrokoloid dan lipid, serta mengurangi kelemahannya. Pembentukan edible film merupakan proses pertumbuhan fragmen kecil atau penggabungan polimer-polimer. Prinsip pembentukan edible film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan agregat polimer yang lebih besar dan stabil (Anonim, 2009). Edible film dan coating dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinan penggunaannya dan jenis film yang sesuai, yang dapat dilihat pada Tabel 2.2. Pembuatan edible film meliputi beberapa tahap, diantaranya pembentukan suspensi pati, pencampuran larutan pembentuk film yaitu suspensi pati, CMC dan gliserol, pemanasan campuran pembentuk film, penghilangan gas terlarut, pencetakan dan perataan film dan pengeringan edible film (Anonim, 2009). Tabel 2.2. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dan Coating (Wahyu, 2008). No.
Penggunaan
Jenis film yang sesuai
1.
Menghambat penyerapan uap air
Lipida, komposit
2.
Menghambat penyerapan gas
Hidrokoloid, lipida, atau komposit
3.
Menghambat penyerapan minyak dan Lemak
Hidrokoloid
4.
Menghambat penyerapan zat-zat larut
Hidrokoloid, lipida, atau komposit
5.
Meningkatkan kekuatan struktur atau memberi Hidrokoloid, lipida, atau komposit kemudahan penanganan
Universitas Sumatera Utara
Film dari pati dengan penambahan sorbitol sebagai plasticizer memiliki permebilitas yang rendah terhadap uap air dibandingkan dengan glikol, gliserol, polietilen glikol, maupun sukrosa pada konsentrasi yang sama (Bourtoom, 2007). Jenis dan konsentrasi dari plasticizer akan berpengaruh terhadap kelarutan dari film berbasis pati. Semakin banyak penggunaan plasticizer maka akan meningkatkan kelarutan. Begitu pula dengan penggunaan plasticizer yang bersifat hidrofilik juga akan meningkatkan kelarutannya dalam air. Gliserol memberikan kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan sorbitol pada edible film berbasis pati (Bourtoom, 2007).
2.6.
Gliserol
Salah satu alkil trihidrat yang penting adalah gliserol (1,2,3,-propanatiol) CH2OCHOHCH2OH. Senyawa ini kebanyakan ditemui hampir pada semua jenis lemak hewani dan nabati sebagai ester gliserin dari asam palmitat dan oleat (Austin, 1985). Giserol merupakan senyawa yang netral, dengan rasa manis, tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 20oC dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu sekitar 290oC. Gliserol dapat larut secara sempurna didalam air dan alkohol tetapi tidak pada minyak. Sebaliknya banyak zat yang dapat larut pada gliserol dibandingkan dalam air maupun alkohol (Anonymous, 2006). Senyawa gliserol bermanfaat sebagai senyawa anti beku (anti freeze) dan juga merupakan suatu senyawa higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan dan minuman lainnya (Austin, 1985). Gliserol banyak dihasilkan di industri Sumatera Utara, merupakan bahan baku yang sangat potensial untuk dikembangkan untuk menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi. Gliserol dapat diperoleh dari pemecahan ester asam lemak dari lemak dan minyak industri oleokimia (Bhat, 1990). Gliserol dapat berfungsi sebagai
Universitas Sumatera Utara
plastisizer. Plastisizer merupakan bahan aditif untuk mendapatkan sifat mekanis yang lunak, ulet dan kuat agar meningkatkan sifat plastisitasnya (Wirjosentono,1995). Untuk memproduksi edible film dengan daya kerja yang baik, suatu plastisizer seperti gliserol sering digunakan. Penambahan gliserol yang didispersikan membuat film lebih mudah di cetak, karena gliserol digunakan sebagai plastisizer. Dari hasil analisis yang telah dilakukan dimana permukaaan spesimen pati dengan gliserol sebagai pemlastis menunjukkan permukaan yang lebih halus dan sedikit gumpalan. Hal ini disebabkan gliserol selain sebagai pemlastis juga membantu kelarutan pati (lebih homogenitas) dimana ini dapat disebabkan karena terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus OH pati dengan gugus OH dari gliserol yang selanjutnya interaksi hidrogen ini dapat meningkatkan sifat mekanik (Yusmarlela, 2009). Suhu gelatinisasi terjadi pada rentang suhu 55,12oC (mulai transisi) sampai 74,17oC (transisi berakhir) dengan puncak pada suhu 64,96oC. Bertambahnya jumlah gliserol dalam campuran pati-air mengurangi nilai tegangan dan perpanjangan. Rendahnya kandungan gliserol juga mengakibatkan kuat tarik semakin berkurang.
Universitas Sumatera Utara