BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analytial Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode khusus dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty. AHP sangat berguna sebagai alat dalam analisis pengambilan keputusan dan telah banyak digunakan dengan baik dalam berbagai bidang seperti peramalan, pemilihan karyawan, pemilihan konsep produk, dan lain-lain.
AHP merupakan suatu teori pengukuran yang digunakan untuk menderivasi skala rasio baik dari perbandingan-perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) diskrit maupun kontinu (Saaty, 1993). Dalam mendefinisikan masalah dan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) diperlukan suatu hirarki pada penerapan AHP untuk menentukan hubungan dalam struktur tersebut. Struktur hirarki digambarkan dalam suatu diagram pohon yang berisi goal (tujuan masalah yang akan dicari solusinya), kriteria, subkriteria, dan alternatif. Metode AHP yang dilakukan dengan cara memodelkan permasalahan diuraikan secara bertingkat yang terdiri atas kriteria dan alternatif.
Selain Saaty, penulis lain mengemukakan bahwa metode AHP telah banyak digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria tetapi penerapannya telah meluas sebagai model alternatif manfaat biaya, peramalan dan lain-lain (Latifah, 2005). Pendekatan AHP menawarkan penyelesaian masalah keputusan yang melibatkan seluruh sumber kerumitan seperti yang didefinisikan di atas.
2.1.1
Landasan Aksiomatik
AHP memiliki landasan aksiomatik yang terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
a. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah A.
1
𝑘𝑘
kali lebih penting dari
b. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenisdalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. c. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy). d. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan
data
kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.
2.1.2
Prinsip Dasar AHP
Dalam menyelesaikan persoalan dengan Metode AHP, ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami, yakni:
a. Decomposition (prinsip menyusun hirarki) Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problem yang utuh menjadi unsur–unsurnya ke dalam bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil
yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-
unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya (Gambar
2.1),
sementara
pada
hirarki
keputusan
incomplete tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai
Universitas Sumatera Utara
hubungan. Pada umumnya problem nyata mempunyai karakteristik struktur yang incomplete.
Gambar 2.1 Struktur Hirarki AHP Complete
b. Comparative Judgement Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen-elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance). c. Synthesis of Priority Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan. d. Logical Consistency Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vector composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Tahapan-tahapan AHP
Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dengan Metode AHP adalah sebagai berikut:
a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di ranking. c. Membentuk matriks perbandingan berpasangan
yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. d. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. e. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun manual. f. Mengulangi langkah c, d, dan e untuk seluruh tingkat hirarki. g. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. h. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100 maka penilaian harus diulang kembali.
2.1.4
Menetapkan Prioritas
Langkah pertama dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan (pairwise comparison),
Universitas Sumatera Utara
yaitu elemen-elemen dibandingkan secara berpasangan terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Perbandingan berpasangan ini dipresentasikan dalam bentuk matriks. Skala yang digunakan untuk mengisi matriks ini adalah 1 sampai dengan 9 (skala Saaty) dengan penjelasan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Skala untuk Perbandingan Berpasangan
Tingkat Kepentingan
Definisi
1
Equally important (sama penting)
3
Moderately more important (sedikit lebih penting)
5
Strongly more important (lebih penting)
7
Very strongly more important (sangat penting)
9
Extremely more important (mutlak lebih penting)
1, 4, 6, 8
Intermediate values (nilai yang berdekatan)
Setelah keseluruhan proses perbandingan berpasangan dilakukan, maka bentuk matriks perbandingan berpasangannya adalah seperti pada Tabel 2.2. Apabila dalam suatu sub sistem operasi terdapat n elemen operasi yaitu A1, A2,…, An maka hasil perbandingan dari elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks A berukuran n × n sebagai berikut:
Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan
A1
A2
A1
1
a12
A2
a21
1
⋮
⋮
⋮
An
an1
an2
⋯
An
⋯
a1n
⋱
⋮
⋯
a2n
⋯
1
Universitas Sumatera Utara
Matriks Anxn merupakan matriks reciprocal yang diasumsikan terdapat n elemen yaitu w1, w2,…, wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai perbandingan secara berpasangan antara wi dan wj yang dipresentasikan dalam sebuah matriks
𝑊𝑊𝑖𝑖
𝑊𝑊𝑊𝑊
= aij,
dengan i, j = 1, 2,…,n sedangkan aij, merupakan nilai matriks hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan ai terhadap aj bersangkutan sehingga diperoleh matriks yang dinormalisasi. Untuk i = j, maka nilai aij = 1 (diagonal matriks), atau apabila antara elemen operasi
ai
dengan
aj
memiliki tingkat
kepentingan yang sama maka aij = aji = 1. Data dari matriks perbandingan berpasangan ini merupakan dasar untuk menyusun vektor prioritas dalam AHP. Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi dinyatakan dengan W, dengan W = (w1, w2, …, wn), maka intensitas kepentingan elemen operasi A1 terhadap A2 adalah
𝑤𝑤 1 𝑤𝑤 2
= A12,
sehingga matriks perbandingan berpasangan dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Tabel 2.3 Matriks Perbandingan Intensitas Kepentingan Elemen Operasi
A1 A2 ⋮
An
A1
A2
𝑤𝑤1 𝑤𝑤1
𝑤𝑤1 𝑤𝑤2
⋮
⋮
𝑤𝑤2 𝑤𝑤1 𝑤𝑤𝑛𝑛 𝑤𝑤1
𝑤𝑤2 𝑤𝑤2 𝑤𝑤𝑛𝑛 𝑤𝑤2
⋯
An
⋯
𝑤𝑤1 𝑤𝑤𝑛𝑛
⋱
⋮
⋯
⋯
𝑤𝑤2 𝑤𝑤𝑛𝑛 𝑤𝑤𝑛𝑛 𝑤𝑤𝑛𝑛
Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan tersebut dilakukan normalisasi dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menjumlahkan nilai setiap kolom dalam matriks perbandingan berpasangan: ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑎𝑎𝑖𝑖𝑖𝑖 , untuk i, j = 1, 2,…,n.
b. Membagi nilai 𝑎𝑎𝑖𝑖𝑖𝑖 pada setiap kolom dengan jumlah nilai pada kolom: Universitas Sumatera Utara
𝑎𝑎′ 𝑖𝑖𝑖𝑖 =
𝑎𝑎 𝑖𝑖𝑖𝑖
∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑎𝑎 𝑖𝑖𝑖𝑖
untuk i, j = 1, 2,…,n.
c. Menjumlahkan semua nilai setiap baris dari matriks yang telah dinormalisasi dan membaginya dengan elemen tiap baris. Hasil pembagian tersebut menunjukkan nilai prioritas untuk masing-masing elemen.
2.1.5
Konsistensi
Dalam penilaian perbandingan berpasangan sering terjadi ketidak konsistenan dari pendapat/preferensi yang diberikan oleh pengambil keputusan. Konsistensi dari penilaian berpasangan tersebut dievaluasi dengan menghitung Consistency Ratio (CR). Saaty menetapkan apabila CR ≤ 0,1, maka hasil penilaian tersebut dikatakan konsisten. Formulasi untuk menghitung adalah: CR =
𝐶𝐶𝐶𝐶
𝑅𝑅𝑅𝑅
. Di mana, CI =
Consistency Indeks (Indeks Konsistensi) dan RI = Random Consistency Index.
Formula CI adalah: =
(λ𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 − 𝑛𝑛) 𝑛𝑛 −1
; di mana λ𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = nilai maksimum dari eigen
value berordo n. Eigen value maksimum didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian matriks perbandingan dengan eigen vector utama (vektor prioritas) dan membaginya dengan jumlah elemen. Nilai CI tidak akan berarti bila tidak terdapat acuan untuk menyatakan apakah CI menunjukkan suatu matriks yang konsisten atau tidak konsisten. Saaty mendapatkan nilai rata-rata Random Index (RI) seperti pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Nilai Random Indeks (RI) Ordo Matriks RI
1,2 0
3
4
5
6
7
0,52 0,89 1,11 1,25 1,35
8 1,4
9
10
11
12
13
1,45 1,49 1,51 1,54 1,56
Universitas Sumatera Utara
2.1.6
Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Definisi. Misalkan A adalah sebarang matriks bujur sangkar. Skalar disebut sebagai nilai eigen dari A jika terdapat vektor (kolom) bukan-nol v sedemikian rupa sehingga: Av = λv Sebarang vektor yang memenuhi hubungan ini disebut sebagai vektor eigen dari A yang termasuk dalam nilai eigen λ. Dicatat bahwa setiap kelipatan skalar kv dari vektor eigen v yang termasuk dalam λ
juga adalah vektor eigen karena:
A(kv) = k (Av) = k (λv) = λ (kv)
(2.1)
Untuk mencapai nilai eigen dari matriks A yang berukuran n × n, maka dapat ditulis pada persamaan berikut:
Atau secara ekuivalen:
Av = λv
(2.2)
(λI - A)v = 0
(2.3)
Agar λ menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan (2.3). Akan tetapi, persamaan (2.3) akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya jika: det(λI - 𝐴𝐴) = 0
(2.4)
Persamaan 2.4 dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan 2.4 adalah nilai eigen dari 𝐴𝐴. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen 𝐴𝐴𝑖𝑖
terhadap elemen 𝐴𝐴𝑗𝑗
adalah aij, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni aij = 1
𝑎𝑎 𝑖𝑖𝑖𝑖
. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor w = (w1, w2, w3,…, wn). Nilai wn
menyatakan bobot kriteria 𝐴𝐴𝑛𝑛 terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor i terhadap faktor j dan aik menyatakan derajat kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan aij . ajk atau jika aij . ajk = aik untuk semua i, j, k.
Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor w, maka elemen aij dapat ditulis:
aij =
𝑤𝑤 𝑖𝑖
𝑤𝑤 𝑗𝑗
; ∀i,j = 1,2,3,…, n
(2.5)
Jadi, matriks konsistennya adalah:
aij . ajk =
𝑤𝑤 𝑖𝑖
𝑤𝑤 𝑗𝑗
.
𝑤𝑤 𝑗𝑗
𝑤𝑤 𝑘𝑘
=
𝑤𝑤 𝑖𝑖
𝑤𝑤 𝑘𝑘
= aik
(2.6)
Seperti yang diuraikan dinatas, maka untuk pairwise comparison matrix diuraikan menjadi:
aij =
𝑤𝑤 𝑖𝑖
𝑤𝑤 𝑗𝑗
=
1
𝑤𝑤 𝑗𝑗 /𝑤𝑤 𝑖𝑖
=
1
𝑎𝑎 𝑗𝑗𝑗𝑗
(2.7)
Dari persamaan (2.7) dapat dilihat bahwa: 𝑤𝑤
aij ∙ 𝑤𝑤𝑗𝑗 = 1 𝑖𝑖
(2.8)
Dengan demikian untuk matriks perbandingan berpasangan yang konsisten menjadi: 𝑛𝑛
� 𝑎𝑎𝑖𝑖𝑖𝑖 ∙ 𝑤𝑤𝑖𝑖𝑖𝑖 ∙
𝑖𝑖,𝑗𝑗 =1 𝑛𝑛
1 = 𝑛𝑛 ; ∀𝑖𝑖, 𝑗𝑗 = 1,2,3, … , 𝑛𝑛 𝑤𝑤𝑖𝑖𝑖𝑖
� 𝑎𝑎𝑖𝑖𝑖𝑖 ∙ 𝑤𝑤𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝑛𝑛𝑤𝑤𝑖𝑖𝑖𝑖 ; ∀𝑖𝑖, 𝑗𝑗 = 1,2,3, … , 𝑛𝑛
𝑖𝑖,𝑗𝑗 =1
(2.9) (2.10)
Universitas Sumatera Utara
Persamaan (2.10) ekuivalen dengan bentuk persamaan matriks 𝐴𝐴 ∙ 𝑤𝑤 = 𝑛𝑛 ∙ 𝑤𝑤
(2.11)
Dalam teori matriks, formulasi (2.11) diekspresikan bahwa w adalah eigen vektor dari matriks A dengan nilai eigen n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut: 𝑤𝑤1 ⎡ 𝑤𝑤 ⎢ 𝑤𝑤1 ⎢ 2 ⎢ 𝑤𝑤1 ⎢ ⋮ ⎢𝑤𝑤𝑛𝑛 ⎣ 𝑤𝑤1
𝑤𝑤1 𝑤𝑤2 𝑤𝑤2 𝑤𝑤2 ⋮ 𝑤𝑤𝑛𝑛 𝑤𝑤2
… …
⋱
⋯
𝑤𝑤1 𝑤𝑤𝑛𝑛 ⎤ 𝑤𝑤2 ⎥ ⎥ 𝑤𝑤𝑛𝑛 ⎥ ⋮ ⎥ 𝑤𝑤𝑛𝑛 ⎥ 𝑤𝑤𝑛𝑛 ⎦
Tetapi pada prakteknya tidak dapat dijamin bahwa:
aij =
𝑎𝑎 𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑎𝑎 𝑗𝑗𝑗𝑗
Salah satu penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak dalam mengekspresikan preferensi terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa penilaian yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hirarki dapat saja tidak konsisten (inconsistent).
2.2 Himpunan Fuzzy
Pada tahun 1965, Zadeh memodifikasi teori himpunan dimana setiap anggotanya memiliki derajat keanggotaan yang bernilai kontinu antara 0 dan 1. Himpunan ini disebut dengan Himpunan Kabur (Fuzzy Set). Himpunan Fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0, 1]. Nilai keanggotaannya menunjukkan bahwa suatu item dalam semesta pembicaraan tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang berada diantaranya. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
dalam himpunan crisp, nilai keanggoataan hanya 2 kemungkinan yaitu 0 atau 1. Jika 𝑎𝑎 ∈ 𝐴𝐴 maka nilai yang berhubungan dengan 𝑎𝑎 adalah 1. Namun, jika 𝑎𝑎 ∈ 𝐴𝐴,
maka nilai yang berhubungan dengan 𝑎𝑎 adalah 0.
Misalkan diketahui klasifikasi sebagai berikut: MUDA
umur < 35 tahun
SETENGAH BAYA
35 ≤ umur ≤ 55 tahun
TUA
umur > 55 tahun
Dengan menggunakan pendekatan crisp, amatlah tidak adil untuk menetapkan nilai SETENGAH BAYA. Pendekatan ini bisa saja dilakukan untuk hal-hal yang bersifat diskontinu. Misalkan umur klasifikasi 55 tahun dan 56 tahun sangat jauh berbeda, umur 55 tahun termasuk SETENGAH BAYA, sedangkan umur 56 tahun sudah termasuk TUA. Demikian pula untuk kategori TUA dan MUDA. Dengan demikian pendekatan crisp ini sangat tidak cocok untuk diterapkan pada hal-hal yang bersifat kontinu, seperti umur. Selain itu, untuk menunjukkan suatu unsur pasti termasuk SETENGAH BAYA atau tidak, dan menunjukkan suatu nilai kebenaran 0 atau 1, dapat digunakan nilai pecahan, dan menunjuk 1 atau nilai yang dekat dengan 1 untuk umur 45 tahun, kemudian perlahan menurun menuju ke 0 untuk umur dibawah 35 tahun dan di atas 55 tahun.
Terkadang
kemiripan
antara
keanggotaan
fuzzy dengan
probabilitas
menimbulkan kerancuan. Keduanya memiliki interval [0, 1], namun interpretasi nilainya sangat berbeda. Keanggotaan fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai besar dalam jangka panjang (Kusumadewi, 2004).
2.2.1 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga
Universitas Sumatera Utara
disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Atau dapat dinotasikan sebagai berikut: 𝜇𝜇𝐴𝐴 : ℜ → [0, 1] Untuk 𝑥𝑥 ∈ ℜ maka 𝜇𝜇𝐴𝐴 (𝑥𝑥) adalah derajat keanggotaan 𝑥𝑥 dalam 𝐴𝐴. 2.2.2 Bilangan Fuzzy Triangular
Fungsi keanggotaannya adalah sebagai berikut: 𝑎𝑎 − 𝑥𝑥 ; 𝑎𝑎 − 𝛼𝛼 ≤ 𝑥𝑥 ≤ 𝑎𝑎 𝛼𝛼 𝜇𝜇𝐴𝐴 (𝑥𝑥) = 1 − 𝑥𝑥 − 𝑎𝑎 ; 𝑎𝑎 ≤ 𝑥𝑥 ≤ 𝑎𝑎 + 𝛽𝛽 ⎨ 𝛽𝛽 ⎪ 0 ; 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 ⎩ ⎧1 − ⎪
Berikut akan ditampilkan gambar bilangan fuzzy segitiga (Triangular):
Gambar 2.2 Bilangan Fuzzy Triangular
2.2.3 Bilangan Fuzzy Trapezoidal
Fungsi keanggotaannya adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
𝜇𝜇𝐴𝐴 (𝑥𝑥) =
𝑎𝑎 − 𝑥𝑥 ⎧1 − 𝛼𝛼 ⎪ ⎪ 1
; 𝑎𝑎 − 𝛼𝛼 ≤ 𝑥𝑥 ≤ 𝑎𝑎
; 𝑎𝑎 ≤ 𝑥𝑥 ≤ 𝑏𝑏
⎨ 𝑥𝑥 − 𝑎𝑎 ; 𝑎𝑎 ≤ 𝑥𝑥 ≤ 𝑎𝑎 + 𝛽𝛽 ⎪1 − 𝛽𝛽 ⎪ 0 ; 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 ⎩
Berikut akan ditampilkan gambar bilangan fuzzy trapezoidal:
Gambar 2.3 Bilangan Fuzzy Trapezoidal
2.2.4 Himpunan Penyokong (Support Set)
Terkadang bagian tidak nol dari suatu himpunan fuzzy ditampilkan dalam domain. Sebagai contoh, domain untuk BERAT adalah 40 kg hingga 60 kg, namun kurva yang ada dimulai dari 42 kg hingga 60 kg. Daerah ini disebut dengan himpunan penyokong (support set). Hal ini penting untuk menginterpretasikan dan mengatur daerah fuzzy yang dinamis.
2.2.5 Nilai Ambang Alfa-Cut
Salah satu teknik yang erat hubungannya dengan himpunan penyokong adalah himpunan level-alfa (α-cut). Level-alfa ini merupakan nilai ambang batas domain yang didasarkan pada nilai keanggotaan untuk tiap-tiap domain. Himpunan ini berisi
Universitas Sumatera Utara
semua nilai domain yang merupakan bagian dari himpunan fuzzy dengan nilai keanggotaan lebih besar atau sama dengan α.
2.2.6 Operasi-operasi pada Himpunan Fuzzy
Seperti halnya himpunan konvensional, ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy. Berikut ini ada beberapa operasi logika fuzzy yang didefinisikan oleh Zadeh, yaitu:
Interseksi Union Komplemen
: 𝜇𝜇𝐴𝐴∩𝐵𝐵 = 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝜇𝜇𝐴𝐴 [𝑥𝑥], 𝜇𝜇𝐵𝐵 [𝑦𝑦])
: 𝜇𝜇𝐴𝐴∪𝐵𝐵 = 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝜇𝜇𝐴𝐴 [𝑥𝑥], 𝜇𝜇𝐵𝐵 [𝑦𝑦]) : 𝜇𝜇𝐴𝐴̅ = 1 − 𝜇𝜇𝐴𝐴 [𝑥𝑥]
Karena himpunan fuzzy tidak dapat dibagi dengan tepat seperti halnya dalam himpunan crisp, maka operasi-operasi ini diaplikasikan pada tingkat keanggotaan. Suatu elemen dikatakan menjadi anggota himpunan fuzzy jika:
a. Berada pada domain himpunan tersebut. b. Nilai kebenaran keanggotaannya ≥ 0. c. Berada di atas ambang α-cut yang berlaku. Untuk interval [a, b] dan [d, e], maka operasi aritmetik untuk bilangan fuzzy adalah:
a. Penjumlahan : [a, b] + [d, e] = [a + d, b + e] b. Perkalian
: [a, b] . [d, e] = [min(ad, ae, bd, be), max(ad, ae, bd, be)]
c. Pembagian
: [a, b] / [d, e] = �𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 �𝑑𝑑 , 𝑒𝑒 , 𝑑𝑑 , 𝑒𝑒 � , 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 �𝑑𝑑 , 𝑒𝑒 , 𝑑𝑑 , 𝑒𝑒 ��
𝑎𝑎 𝑎𝑎 𝑏𝑏 𝑏𝑏
𝑎𝑎 𝑎𝑎 𝑏𝑏 𝑏𝑏
Universitas Sumatera Utara
2.3 Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fuzzy AHP)
Pada dasarnya langkah-langkah dalam Metode fuzzy AHP adalah hampir sama dengan Metode AHP. Penggunaan AHP dalam problem Multi Criteria Decision Making (MCDM) sering dikritisi sehubungan dengan kurang mampunya pendekatan ini untuk mengatasi faktor ketidakpresisian yang dialami oleh pengambil keputusan ketika harus
memberikan nilai yang pasti dalam pairwise comparison. Untuk
menangani ketidakpresisian ini diajukan dengan menggunakan teori fuzzy set. Tidak seperti dalam metode AHP orisinil yang menggunakan skala 1-9 dalam pairwise comparison, fuzzy AHP menggunakan fuzzy numbers. Dengan kata lain fuzzy AHP adalah metode analisis yang dikembangkan dari Metode AHP orisinil.
Dalam pendekatan fuzzy AHP digunakan Triangular Fuzzy Number (TFN) atau Bilangan Fuzzy Segitiga (BFS) untuk proses fuzzyfikasi dari matriks perbandingan yang bersifat crisp. Data yang kabur akan dipresentasikan dalam TFN. Setiap fungsi keanggotaan didefinisikan dalam 3 parameter yakni, l, m, dan u, di mana l adalah nilai kemungkinan terendah, m adalah nilai kemungkinan tengah dan u adalah nilai kemungkinan teratas pada interval putusan pengambil keputusan. Nilai l, m, dan u dapat juga ditentukan oleh pengambil keputusan itu sendiri. Tulisan ini mengajukan tiga parameter bilangan fuzzy untuk merepresentasikan skala Saaty (1-9) sesuai dengan tingkat kepentingannya, yakni (Alias, 2009): 1� ≡ (1, 1, 1)
𝑥𝑥� ≡ (𝑥𝑥 − 1, 𝑥𝑥, 𝑥𝑥 + 1) ; ∀ 𝑥𝑥 = 2, 3, … , 8 9� ≡ (9, 9, 9)
Bilangan
kabur
segitiga
(TFN)
dapat
menunjukkan
kesubjektifan
perbandingan berpasangan atau dapat menunjukkan derajat yang pasti dari kekaburan (ketidakpastian). Dalam hal ini variabel linguistik dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk merepresentasikan kekaburan data seandainya ada ketidaknyamanan dengan TFN. TFN dan variabel linguistiknya sesuai dengan skala Saaty ditunjukkan pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Fungsi Keanggotaan Bilangan Fuzzy
Definisi Equally important (sama Penting
Skala Saaty
TFN
1
(1, 1, 1)
3
(2, 3, 4)
5
(4, 5, 6)
7
(6, 7, 8)
9
(9, 9, 9)
Moderately more important (sedikit lebih penting) Strongly more important (lebih penting) Very strongly more important (sangat penting) Extremely more important (mutlak lebih penting) Intermediate Values (nilai yang berdekatan)
2, 4, 6, 8
(1, 2, 3), (3, 4, 5), (5, 6, 7), dan (7, 8, 9)
Angka perbandingan 1 sampai 9 pada tabel 2.5 memberikan pengertian bahwa: a. Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan yang lainnya. b. Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan yang lainnya. c. Skala 5 = kepentingan satu lebih penting dari kepentingan yang lainnya. d. Skala 7 = kepentingan satu sangat penting dari kepentingan yang lainnya. e. Skala 9 = kepentingan satu mutlak lebih penting dari kepentingan yang lainnya. f. Skala 2, 4, 6, 8 = nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan, nilai ini diberikan bila ada dua kompromi antara dua pilihan.
Untuk melakukan prioritas lokal dari matriks fuzzy pairwise comparison sudah banyak metode yang dikembangkan oleh para ahli sebelumnya. Dengan mengkombinasikan
Universitas Sumatera Utara
prosedur AHP dengan operasi aritmetik untuk bilangan fuzzy, prioritas lokal dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut (Febransyah, 2006):
𝑚𝑚
𝑛𝑛
𝑗𝑗
𝑚𝑚
𝑗𝑗
𝑆𝑆𝑖𝑖 = � 𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 ⊗ �� � 𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 � 𝑗𝑗 =𝑖𝑖
𝑖𝑖=1 𝑗𝑗 =1
−1
(2.12)
gi = goal set (i = 1, 2, 3, …, n)
di mana
𝑗𝑗
𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 = bilangan kabur segitiga (j = 1, 2, 3, ... , m) Yang memuat persamaan-persamaan berikut: 𝑚𝑚
𝑗𝑗 � 𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑗𝑗 =𝑖𝑖
𝑚𝑚
𝑚𝑚
𝑚𝑚
𝑗𝑗 =1
𝑗𝑗 =1
𝑗𝑗 =1
= �� 𝑙𝑙𝑗𝑗 ; � 𝑚𝑚𝑗𝑗 ; � 𝑢𝑢𝑗𝑗 �
(2.13)
dan
𝑛𝑛
𝑚𝑚
𝑗𝑗
�� � 𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 � 𝑖𝑖=1 𝑗𝑗 =1
−1
𝑚𝑚
𝑚𝑚
𝑚𝑚
𝑖𝑖=1
𝑖𝑖=1
𝑖𝑖=1
= �� 𝑙𝑙𝑖𝑖 ; � 𝑚𝑚𝑖𝑖 ; � 𝑢𝑢𝑖𝑖 �
−1
(2.14)
Perhatikan urutan l, m, u, bahwa letak l selalu berada di bagian kiri, m berada di tengah dan u berada di bagian kanan. Dan l < m < u, sehingga persamaan (2.14) menjadi:
𝑛𝑛
𝑚𝑚
𝑗𝑗
�� � 𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 � 𝑖𝑖=1 𝑗𝑗 =1
−1
= �
1
∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑢𝑢𝑖𝑖
;
1
∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑙𝑙𝑖𝑖
;
1
� ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝑚𝑚𝑖𝑖
(2.15)
dan persamaan (2.12) menjadi:
Universitas Sumatera Utara
𝑚𝑚
𝑚𝑚
𝑚𝑚
𝑗𝑗 =1
𝑗𝑗 =1
𝑗𝑗 =1
1 1 1 𝑆𝑆𝑖𝑖 = �� 𝑙𝑙𝑗𝑗 ; � 𝑚𝑚𝑗𝑗 ; � 𝑢𝑢𝑗𝑗 � ⊗ � 𝑛𝑛 ; 𝑛𝑛 ; 𝑛𝑛 � ∑𝑖𝑖=1 𝑢𝑢𝑖𝑖 ∑𝑖𝑖=1 𝑚𝑚𝑖𝑖 ∑𝑖𝑖=1 𝑙𝑙𝑖𝑖 untuk:
(2.16)
l = nilai batas bawah (kemungkinan terendah) m = nilai yang paling menjanjikan (kemungkinan tengah) u = nilai batas atas (kemungkinan teratas)
di mana operasi aritmetik untuk bilangan fuzzy dapat dilihat dari persamaan berikut: 1. 𝑛𝑛�1 ⊕ 𝑛𝑛�2 = 𝑛𝑛�1𝑙𝑙 + 𝑛𝑛�2𝑙𝑙 ; 𝑛𝑛�1𝑚𝑚 + 𝑛𝑛�2𝑚𝑚 ; 𝑛𝑛�1𝑢𝑢 + 𝑛𝑛�2𝑢𝑢
2. 𝑛𝑛�1 ⊗ 𝑛𝑛�2 = 𝑛𝑛�1𝑙𝑙 × 𝑛𝑛�2𝑙𝑙 ; 𝑛𝑛�1𝑚𝑚 × 𝑛𝑛�2𝑚𝑚 ; 𝑛𝑛�1𝑢𝑢 × 𝑛𝑛�2𝑢𝑢
3.
1
𝑛𝑛� 1
1
= �� 𝑛𝑛
1𝑢𝑢
;
1
𝑛𝑛� 1𝑚𝑚
;
1
𝑛𝑛� 1𝑙𝑙
�
(2.17)
sedangkan prioritas global diperoleh dengan mengalikan bobot setiap kriteria wj dengan nilai evaluasi. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑃𝑃�𝑖𝑖 = (𝑤𝑤 �1 ⊗ 𝑣𝑣�𝑖𝑖1 ) ⊕ (𝑤𝑤 � 2 ⊗ 𝑣𝑣�𝑖𝑖2 ) ⊕ ⋯ ⊕ �𝑤𝑤 �𝑗𝑗 ⊗ 𝑣𝑣�𝑖𝑖𝑖𝑖 �
(2.18)
di mana 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 adalah prioritas lokal untuk alternatif i relatif terhadap kriteria j. Nilai
defuzzyfikasi diperoleh dengan cara defuzzifying terhadap prioritas global. Untuk TFN 𝑃𝑃�𝑖𝑖 = (𝑙𝑙𝑙𝑙𝑖𝑖 ; 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑖𝑖 ; 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑖𝑖 ), nilai defuzzyfikasinya dapat diperoleh dari persamaan berikut: 𝐷𝐷𝐷𝐷𝑖𝑖 =
[(𝑢𝑢𝑢𝑢𝑖𝑖 − 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑖𝑖 ) + (𝑚𝑚𝑚𝑚𝑖𝑖 − 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑖𝑖 )] + 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑖𝑖 ; ∀𝑖𝑖 3
Dimana:
𝐷𝐷𝐷𝐷𝑖𝑖
(2.19)
= nilai defuzzyfikasi
(𝑙𝑙𝑙𝑙𝑖𝑖 ; 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑖𝑖 ; 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑖𝑖 ) = bilangan fuzzy segitiga dari prioritas global Nilai defuzzyfikasi dinormalkan dengan membaginya dengan nilai penjumlahan semua nilai defuzzyfikasi.
Universitas Sumatera Utara
Lembaga Bimbingan Belajar yang banyak di pilih Siswa Kelas XII di Kota Medan
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
A
B
C
D
E
F
G
Gambar 2.4 Skema Hirarki Pemilihan Lembaga Bimbingan Belajar Berdasarkan Persepsi Siswa Kelas XII di Kota Medan Keterangan: K1
= Model Belajar
A
= Adzkia
K2
= Harga
B
= Ganesa Operation
K3
= Tentor
C
= Bima
K4
= Jumlah Kelulusan
D
= Prima Gama
K5
= Jarak & Lokasi
E
=Sony Sugema Collection
K6
= Reputasi Bimbel
F
= Nurul Fikri
K7
= Fasilitas
G
= Medica
Universitas Sumatera Utara
2.4
Kriteria-kriteria dalam Pemilihan Lembaga Bimbingan Belajar
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh SSCintrsolusi (2014) menunjukkan bahwa ada 7 kriteria yang menjadi pertimbangan siswa dalam memilih lembaga bimbingan belajar 1. Model Belajar Metode pengajaran yang diterapkan di lembaga bimbingan belajar menjadi daya tarik bagi seseorang untuk masuk di lembaga tersebut. Lembaga bimbingan belajar berbeda dengan sekolah formal. Menurut Yahya Karyana, Direktur Utama Pusat Klinik Pendidikan Indonesia, Lembaga pendidikan belajar lebih inovatif dalam soal proses pembelajaran. Ia memberikan contoh pendidikan berbasis teknologi informasi telah lebih dulu dikembangkan bimbingan belajar dari pada sekolah formal. Lembaga bimbingan belajar yang berkualitas memiliki standar pengajaran yang bagus dan modul belajar yang mudah dimengerti oleh siswanya.
2. Harga Setiap lembaga bimbingan belajar memiliki paket harga untuk mengikuti bimbingan. Untuk kualitas terbaik dan jaminan lulus di PTN maka harga yang ditawarkan juga semakin lebih mahal. Biaya yang dibutuhkan juga bisa termasuk biaya modul dan materi serta kesempatan mengikuti try out.
3. Tentor Biasanya Lembaga bimbingan belajar yang berkualitas tenaga pengajarnya berasal dari lulusan Perguruan Tinggi Negeri yang ternama. Inilah yang menjadi faktor pertimbangan seseorang dalam memilih Lembaga bimbingan belajar.
4. Jumlah Kelulusan Biasanya
setiap
Lembaga
bimbingan
belajar
yang
mempromosikan
lembaganya selalu disertakan dengan keberhasilannya meluluskan siswanya di berbagai Perguruan Tinggi Negeri ternama. Ini juga yang menjadi daya tarik seseorang dalam memilih lembaga bimbingan belajar.
Universitas Sumatera Utara
5. Jarak dan Lokasi Jarak bimbel yang dapat dijangkau dan letaknya yang strategis dengan tempat tinggal siswa biasanya lebih disukai karena tidak butuh waktu yang lama untuk menjangkaunya. Terkadang kualitas bimbelnya kantor pusat berbeda dengan cabangnya.
6. Reputasi Reputasi bimbel yang baik dapat dilihat dari banyaknya jumlah alumni lulusan bimbel tersebut yang diterima di PTN. Semakin baik reputasinya maka semakin meyakinkan seseorang untuk belajar di bimbel tersebut.
7. Fasilitas Fasilitas yang disediakan di bimbel minimal: papan tulis (wajib ada), ruang ber-AC, Pemeriksaan Try Out dengan komputer SPMB (OMR – OPSCAN 4U – SCANNER), OHP, ruang diskusi, ruang konsultasi, mushola, kantin, dll.
Universitas Sumatera Utara