18
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipida. Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk lemak dan minyak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter, benzen, chloroform) atau sebaliknya ketidak larutannya dalam pelarut air. Lemak dan minyak secara kimiawi adalah trigliserida yang merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (Sudarmadji dan Haryono, 1989).
O O
C
OH
R1
O O
C
O R2
H+, OH-
O O
C
+
(R1), (R2) dan R3-C
OH
OH OH
R3
Trigliserida (Lemak)
Asam Lemak
Gliserol
Gambar 2.1. Hasil Hidrolisis Trigliserida menjadi Asam Lemak dengan Gliserol.
(Bahl, 2004).
Lemak dan minyak tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol, terutama minyak dengan berat molekul rendah, kecuali minyak jarak (castor oil). Minyak dan lemak dapat larut sempurna dalam eter, hidrokarbon, benzena, karbon disulfida dan pelarut-pelarut organik lainnya. Kelarutan minyak atau lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya. Asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan asam lemak non polar larut
Universitas Sumatera Utara
19
dalam pelarut non polar. Sebagai contoh ialah asam lemak berantai pendek (misalnya asam butirat) pada lemak susu bersifat polar cenderung larut dalam air sedangkan asam lemak berantai karbon panjang tidak larut dalam air. Sifat dan daya kelarutan ini digunakan sebagai dasar praktek pada pengujian-pengujian analitis dan ekstraksi minyak dengan pelarut. Sifat minyak dan lemak yang larut dalam pelarut tertentu dipergunakan dalam pengolahan minyak secara komersil. Daya kelarutan asam asam lemak biasanya lebih tinggi dari komponen gliseridanya dan dapat larut dalam pelarut organik yang bersifat polar dan non polar. Semakin panjang rantai karbon maka minyak dan lemak tersebut semakin sukar larut (Ketaren, 2008).
2.2 Oleokimia Oleokimia pada dasarnya merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari trigliserida menjadi asam lemak dan gliserin serta turunan asam lemak baik dalam bentuk ester, amida, sulfat, sulfonat, alkohol, alkoksi, maupun sabun. Asam lemak bersama-sama dengan gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam lemak ini mudah dijumpai dalam minyak masak (minyak goreng), margarin atau lemak hewan dan dapat menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun yang terikat dari gliserida. Asam lemak merupakan salah satu dasar oleokimia (Tambun, 2006).
Oleokimia merupakan turunan gliserol dengan asam lemak yang berubah dalam bentuk turunannya yang digunakan baik sebagai surfaktan, detergen, polimer, aditif bahan bakar dan sebagainya. Bahan dasar oleokimia seperti gliserol, asam lemak, amina asam lemak dan alkohol dapat diperoleh dengan mengubah lipida baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan menjadi gliserol dan turunan asam lemak. Penggunaan terbesar dari asam lemak adalah dengan mengubahnya menjadi alkohol asam lemak, plastik dan nilon (hampir mencapai 40% dari total penggunaannya). Penggunaan terbesar berikutnya sebesar 30% untuk dijadikan sabun, detergen, kosmetik. Asam lemak juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan resin dan cat
Universitas Sumatera Utara
20
sekitar 15% sisanya digunakan dalam industri pembuatan ban, tekstil, kulit kertas, pelumas dan lilin (Richtler and Knaut, 1984).
Tabel 2.1. Diagram Alur Proses Oleokimia dari Bahan Dasar Minyak atau Lemak menjadi Oleokimia dan Turunan Oleokimia Bahan Dasar
Bahan Dasar Oleokimia Asam Lemak Amina Asam Lemak Alkohol Asam Lemak
Minyak / Lemak
Amina Asam Lemak
Metil Ester Asam Lemak
Gliserol
Turunan Oleokimia Diikuti reaksi-reaksi seperti : Aminasi Klorinasi Dimerisasi Epoksidasi Etoksidasi Guebetisasi Hidrogenasi Kuarternisasi Sulfasi Transesterifikasi Esterifikasi Saponifikasi
Propilen, Parafin dan Etilen Sumber
: Richtler and Knaut, 1984 : Alami : Sintesis
2.3 Asam Lemak dan Turunannnya
Asam lemak merupakan asam karboksilat alifatis berantai panjang.
Asam yang
mempunyai berat molekul yang paling besar didalam molekul gliserida juga merupakan bagian yang reaktif. Hingga dapat dimengerti bahwa asam lemak mempunyai pengaruh besar terhadap lemak dan minyak. Asam lemak yang menyusun lemak ini dapat dibedakan antara asam lemak jenuh dan tak jenuh. Asam lemak
Universitas Sumatera Utara
21
disebut jenuh bila semua atom C dalam rantainya diikat tidak kurang daripada dua atom H, hingga dengan demikian tidak ada ikatan rangkap. Asam-asam lemak jenuh yang telah dapat diidentifikasi sebagai bagian dari lemak mempunyai atom C 4 hingga C 26. Adapun struktur umum rantai karbon dari asam lemak jenuh adalah sebagai berikut: H
H
H
C
C
C
H
H
H
O C OH
Asam-asam lemak yang didalamnya rantai karbonnya mengandung ikatan rangkap. Derajat ketidakjenuhan dari minyak tergantung pada jumlah rata-rata dari ikatan rangkap didalam asam lemak.Pada asam lemak tak jenuh, masih dibedakan antara asam lemak yang mempunyai bentuk “non-conjugated” yaitu ikatan rangkap dalam rantai C selalu dipisahkan oleh dua ikatan tunggal. Bentuk yang lain adalah asam yang “conjugated”, dimana antara atom-atom C tertentu terdapat ikatan tunggal dan ikatan rangkap berganti-ganti. H
H
H
C
C
C
O C OH
H
Rantai karbon dari asam lemak tak jenuh H
H
H
H
H
H
H
C
C
C
C
C
C
C
H
H
H
O C
H
H
H
H
H
H
C
C
C
C
C
C
OH
Rantai asam lemak yang “non-conjugated” (tak terkonjugasi)
O C OH
Rantai asam lemak yang “conjugated” (terkonjugasi) (Sastrohamidjojo, 2005).
Hampir semua asam lemak yang terdapat dalam alam mempunyai jumlah atom karbon yang genap karena asam ini dibiosintesis dari gugus asetil berkarbon dua dalam asetil koenzim A. jumlah atom karbon genap
dua atom karbon O banyak tahap 8 CH3C SCoA asetil koenzim A
CH3(CH2)14CO2H asam palmitat
(Fessenden dan Fessenden, 1999).
Universitas Sumatera Utara
22
Asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang penting, terdapat dalam minyak dan lemak dapat dilihat dalam tabel 2.2. dan 2.3 berikut:
Tabel 2.2 Asam Lemak Jenuh yang Terdapat dalam Lemak dan Minyak Titik Asam lemak jenuh
Rumus kimia
Sumber (Asal)
cair (oC)
n- Butirat
CH 3 (CH 2 ) 2 COOH
n-Kaproat
CH 3 (CH 2 ) 4 COOH
n-Kaprilat
CH 3 (CH 2 ) 6 COOH
Kaprat
CH 3 (CH 2 ) 8 COOH
Laurat
CH 3 (CH 2 ) 10 COOH
lemak susu sapi, mentega mentega, minyak kelapa, minyak kelapa sawit Domba
-7,6
-1,5 1,6
susu sapi dan kambing, minyak kelapa, minyak kelapa sawit susu, minyak inti sawit, spermaseti, mnyak laural, minyak kelapa
31,5
44
minyak pala, susu ternak, dan lemak Miristat
CH 3 (CH 2 ) 12 COOH
nabati; minyak babi dan minyak ikan
58
hiu Palmitat
CH 3 (CH 3 ) 14 COOH
Stearat
CH 3 (CH 3 ) 16 COOH
sebagian besar terdapat dalam lemak hewani dan minyak nabati Domba
64 69,4
Sumber : Ketaren, 2008
Universitas Sumatera Utara
23
Tabel 2.3 Asam Lemak Tidak Jenuh yang Terdapat dalam Lemak dan Minyak Asam lemak tak
Rumus kimia
jenuh
Sumber
Titik
(asal)
cair (oC)
minyak Palmitoleat
CH 3 (CH 2 ) 5 -CH(CH 2 ) 7 COOH
kacang
33
dan jagung disebagian
Oleat
CH 3 (CH 2 ) 7 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH
besar minyak dan
14
lemak Minyak biji Linoleat
CH 3 (CH 2 ) 4 CH=CHCH 2 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH
kapas, biji lin,
biji
-11
poppy
Linolenat
CH 3 CH 2 CH=CHCH 2 CH=CHCH 2 CH=CH(CH 2 ) 7 COO H
Minyak perilla, biji
-
lin
Sumber : Ketaren, 2008 (Ketaren, 2008).
2.3.1
Asam Oleat
Asam oleat merupakan penyusun dari lemak-lemak tanaman atau hewan. Asam oleat dapat dipisahkan dari zat tersebut dengan cara hidrolisis, sebagian asam oleat berada bersama-sama dengan asam stearat dan asam palmitat. Struktur asam oleat adalah CH 3 (CH 2 ) 7 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH. Asam lemak yang tidak jenuh ini masing-masing mempunyai bentuk cis yaitu asam oleat dan trans dari asam elaidat sering juga disebut asam allooleat. Asam oleat membentuk cis karena mempunyai titik lebur yang rendah dan pembakaran yang tinggi. Bentuk struktur asam oleat dalam bentuk cis dan trans yakni sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
24
CH3(CH2)7
H
(CH2)7COOH C
H
(CH2)7COOH C
C
C
CH3(CH2)7
H
Asam oleat
H
Asam oleat
(Asam cis-9-oktadekanoat)
(Asam trans-9-oktadekanoat) (Sastrohamidjojo, 2005).
Konfirmasi disekitar ikatan rangkap dalam asam lemak alamiah adalah cis, suatu konfigurasi yang menyebabkan titik leleh lemak itu rendah. Asam lemak jenuh mebentuk rantai “zig-zag” yang dapat cocok satu sama lain secara mampat, sehingga gaya tarik van der waalsnya tinggi, oleh karena itu lemak-lemak jenuh itu bersifat padat. Jika beberapa ikatan rangkap cis terdapat dalam rantai, molekul ini tak dapat membentuk kisi yang rapid dan mampat, tetapi cenderung untuk melingkar (Fessenden dan Fessenden, 1999). Adapun sifat fisika dan sifat kimia dari asam oleat adalah seperti pada tabel 2.4 dan 2.5 berikut :
Tabel 2.4 Sifat Fisik Asam Oleat Sifat
Asam Oleat
Berat molekul
282,4614 g/mol
Wujud
Cairan berwarna,kuning pucat atau kuning kecokelatan
Kelarutan
Tidak larut dalam air,
larut dalam
alkohol,eter dan beberapa pelarut organik Titik lebur
13- 14 oC
Titik didih
360(760 mmHg)
Densitas
0,895 g/mol
Viskositas
27,64(25 ) ; 4,85(90)
Panas sesifik
2,046
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel 2.5 Sifat Kimia Asam Oleat Sifat
Asam Oleat
Karsinogenitas
Tidak karsinogen
Batas eksploisivitas
LEL :3,3% ; UEL:19%
Kereaktifan
Reaktif terhadap kelembaban, logam alkali, amonia, agen pengoksida,
Produk samping yang berbahaya
peroksida
Polimerisasi yang berbahaya
Karbon dioksida, karbon monoksida Tidak akan muncul ( Sumber : www. Alifelessweet .blogspot. com).
2.3.2
Ester Asam Lemak
Ester adalah turunan asam karboksilat yang dibentuk oleh gugus alkoksi dan asil merupakan salah satu dari kelas-kelas senyawa organik yang sangat berguna, dapat diubah melalui berbagai proses menjadi aneka ragam senyawa lain (Fessenden dan Fessenden, 1999). Rumus umum ester adalah RCOOR’, merupakan senyawa seperti garam yang berasal dari asam karboksilat. Sama dengan asamnnya, tetapi kata asam diganti nama gugus alkilnya yang menggantikan atom hidrogen dari gugus karboksilnya. Contohnya adalah metil asetat atau metil etanoat , propil asetat. Pada umumnya terdapat pada organisme hidup (Besari dkk, 1982). Ester-Ester umumnya mempunyai bau yang enak, seperti rasa buah dan wangi buah-buahan atau bagian tumbuhan yang lain yang memiliki aroma bau yang enak (Hart, 1990).
Ester asam lemak terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam lemak ataupun dengan phospat seperti phospolipid. Disamping itu ada juga ester antara asam lemak dengan alkoholnya yang membentuk monoester terdapat pada minyak jojoba. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makan maupun untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya (Endo et al, 1997).
Universitas Sumatera Utara
26
Senyawa ester dapat dibentuk dengan cara : a. Esterifikasi yaitu reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol menghasilkan ester dengan hasil samping air. O
R
O
R' OH
+
OH
C
R
O
C
R'
+ H2O
b. Interesterifikasi yaitu reaksi antara ester yang satu dengan ester yang lain menghasilkan ester yang baru. O
O
R
C
O
R' +
R"
C
O *
O
R
R
O
C
R* + "R
O
C
R'
O
c. Alkoholisis yaitu reaksi antara ester dengan alkohol menghasilkan suatu ester baru. O
R
C
O '
OR
+
R" OH
R
C
OR
"
+
R' OH
d. Asidolisis yaitu reaksi pembentukan suatu ester baru antara asam karboksilat dengan ester yang lain . O
R
C
OR'
+
R"
C
O
O
O OH
R"
C
OR'
+
R
C
OH
Ketiga reaksi yang terakhir diatas dikelompokkan menjadi reaksi transesterfikasi (Gandhi, 1997).
2.3.3
Epoksidasi Asam Lemak
Epoksida (oksirana) ialah eter siklik dengan cincin beranggota tiga yang mengandung satu atom oksigen (Hart, 1990). Senyawa oksida pada sintesa organik merupakan zat antara yang potensial dimanfaatkan untuk beragam bentuk senyawa dengan berbagai keperluan sehingga penelitian tentang epoksidasi baik kondisi reaksi, berkelanjutan hasil reaksi maupun manfaat hasil reaksi terus dikembangkan (Wisewan, 1983).
Epoksidasi terhadap ikatan rangkap adalah salah satu modifikasi kimia terhadap senyawa yang memiliki ikatan π. Berdasarkan pada kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran epoksida dapat dipakai sebagai zat antara untuk menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
27
berbagai senyawa kimia yakni alkohol, alkohol amin, senyawa karbanil, ester, bahan polimer. Minyak nabati yang memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh merupakan sumber menarik untuk diperbaharui dalam menghasilkan produk baru yang berguna tetapi kereaktifannya perlu ditingkatkan melalui penambahan gugus fungsi kedalam molekul asam lemaknya, dengan demikian melalui berbagai reaksi kimia maupun biokimia telah dilakukan berbagai cara pengubahan menjadi produk yang lebih berharga (Charlon dan Chang, 1985).
Epoksidasi dari minyak nabati merupakan hal yang penting dan sangat berguna terutama dalam hal sebagai stabilisator dan plastisasi bahan polimer. Berdasarkan pada kereaktifan yang tinggi dan cincin oksiran, epoksidasi juga dapat dipakai untuk berbagai bahan kimia yaitu alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa olefin dan polimer seperti poliester, poliuretan (Goud et al, 2006). Dalam proses industri, hasil epoksidasi terhadap asam lemak beserta turunanya telah umum digunakan sebagai plastizer dan stabilizer dalam pembuatan polimer (Lutz, 1980). Adapun reaksi epoksidasi terhadap gugus olefin pada senyawa alkena dan menghasilkan senyawa diol adalah sebagai berikut :
O
O
H C OH Asam formiat
+
H2 O2
H C O OH + Asam performat/peracid
Peroksida
H C
O
H C O OH +
HC CH
Asam performat/peracid
olefin
H C
H2 O O
H C
+ H C OH Asam formiat
O
Epoksida
H C
H+
H H C C
O Epoksida
H2 O
OH OH Diol
Gambar 2.2 Reaksi pembentukan diol dengan epoksidasi dan hidrolisis (Goud et al, 2006).
(Goud et al, 2006).
Universitas Sumatera Utara
28
2.4 Senyawa Amina
Senyawa amina dan turunannya terdapat tersebar di alam. Metil dan etil amina terdapat pada ikan asin, tri metil amina terdapat pada tets dari gula beet disamping itu di dan tri metil amina terdapat pada ikan laut yang busuk. Sifat fisika dari amina yakni metil amina, di etil amina dan tri etil amina adalah suatu gas, sedikit larut dalam air. Metil amina baunya seperti ikan, merupakan gas yang sukar terbakar. Amina tersusun dari gugus alkil yang rantai karbonnya panjang berupa larutan padat yang sukar larut dalam air dan juga berat molekulnya (BM) tinggi (Besari dkk, 1982).
Amina dapat berstruktur primer, sekunder dan tersier. Amina adalah turunan senyawa organik dari amonia. Amina dapat disebut primer (1o), sekunder (2o) atau tersier (3o) tergantung pada jumlah gugus R yang melekat pada nitrogen.
H
H
H
N
H
Amoniak
R
N
Amina 1o
R"
H H
R
N R' Amina 2o
R
N R Amina 3o
(Marham, 2010). Istilah primer, sekunder atau tersier disingkat 1o,2o,3o. Primer, sekunder dan tersier mempunyai arti yang sangat berbeda dengan alkohol. Pada alkohol jumlah gugus karbon yang melekat pada karbon pengemban fungsi hidroksil sedangkan pada amina merujuk pada jumlah gugus karbon yang melekat pada nitrogen amina (Wilbraham, 1992).
Adapun reaksi pembentukan amina adalah 1. Reaksi dari alkil halida dengan amoniak : atom hidrogen dalam amoniak dapat digantikan oleh kelompok alkil dengan pemanasan larutan alkohol dari amoniak dengan alkil halida. Ini adalah metode yang kurang baik karena campuran dari amina primer, sekunder, tersier dengan garam kuartener diproduksi dan reaksi ini sukar diawasi.
Universitas Sumatera Utara
29
NH3
RX HX
RX
RX
R NH2
HX
R2NH
HX
RX
Amina 3o
Amina 2o
Amina 1o
R 3N
R4NX Garam kuartener
2. Reaksi dari alkohol dengan ammonia : secara umum, amina primer diperoleh dengan mereaksikan alkohol primer amina dengan bantuan katalis alumina pada suhu 350oC. R
Al2O3
NH3
OH +
R
NH2
+
H2O
3. Reduksi dari campuran nitro : amina primer dapat diperoleh dengan mereduksi nitro alkana dengan Sn/HCl; H 2 /Ni atau LiAlH 4. H2/Ni
R
NO2
atau LiAlH4
R
NH2
Sn/HCl
4. Reduksi dari nitril : amina primer dapat dibentuk dengan mereduksi nitril H 2 /Ni atau LiAlH 4. LiAlH4 NaCN R
R
X
C
N
R
CH2NH2
H2/Ni
( Bahl, 2004).
2.4.1
Etanolamina
Etanolamina (NH 2 -(CH 2 ) 2 -OH) merupakan cairan yang higroskopis, kental, berbau amoniak, mampu mengabsorpsi CO 2 dan larut dalam air, metanol serta aseton. Etanolamina dikenal
juga
dengan nama 2-aminoetanol, monoethanolamina,
etilolamina, β-Aminoetilalkohol dan β-hidroksiletillamina. Etanolamina dapat digunakan untuk menghilangkan CO 2, H 2 S dari gas alam ataupun gas lainnya. Etanolamina dapat juga digunakan sebagai sintesis pembuatan surfaktan (Anonimous, 1976).
Universitas Sumatera Utara
30
2.4.2
Dietanolamina
Pada umumnya, dietanolamina berbentuk cairan kental, sedikit berbau amoniak dan larut dalam air, metanol, serta aseton. Dietanolamina diproduksi bersamaan dengan monoetanolamina dan trietanolamina melalui amonolisis etilen oksida. Dietanolamina dapat digunakan sebagai emulsifier, dalam pembuatan surfaktan, agen pendispersi, dalam bidang kosmetik dan juga dalam bidang farmasi (Anonimous,1976).
Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Dietanolamina juga dikenal dengan nama bis-(hidroksietil)-amina, dietilolamina, hidroksidietilamina, diolamina dan 2,2-iminodietanol. Sifat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut : a.
Rumus molekul
: C 4 H 11 NO 2
b.
Berat molekul
: 105,1364 g/mol
c.
Densitas
: 1,090 g/cm3
d.
Titik leleh
: 28ºC (1atm)
e.
Titik didih
: 268,8ºC (1atm)
f.
Kelarutan
: H 2 O, alkohol, eter
Dietanolamina banyak digunakan dalam produk kosmetik dan detergen karena mampu menciptakan tekstur yang lembut dan foaming agent (Wikipedia, 2007).
2.5 Alkanolamida
Amida umumnya dibuat dengan jalan mereaksikan suatu klorida asam dengan amina, amonia, amina monosubstitusi atau amina disubstitusi. Pemberian nama senyawa amida yaitu dengan mengganti akhiran -oat atau -at dari asam karboksilat dengan amida. Jika atom nitrogen suatu amida berikatan dengan gugus alkil atau aril, maka gugus yang berikatan pada amida ditunjukkan dengan N- (Riswiyanto, 2009). Bentuk sederhana dari amida adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
31
O
R
O
C
R
NH2
Amida Primer
C
R
R'
NH
Amida Sekunder
O
R"
C
N
R'
Amida Tersier (Ouellette, 1994).
Amida juga dapat dibuat dari reaksi ammonia atau amina dengan turunan asam karboksilat, ester terutama metil ester dan anhidrida asam. Jika ester digunakan sebagai bahan baku, terbentuk alkohol sebagai hasil samping reaksi. Jika digunakan anhidrida asam, hasil sampingnya adalah asam karboksil (Wilbraham, 1992). Nama amida sama dengan asamnya, dengan menghilangkan kata asam dan menambah akhiran amida atau sesuai dengan nama alkananya diberi akhiran amida.
Contohnya : O
CH3
O
C 2H 5
C
C
NH2
-
NH2
asetamida etanamida
- propionamida - propanamida
Sifat-sifat fisika : - Pada umumnya berupa zat padat yang tidak berwarna, kecuali formamida (H-CONH 2 ) yang berupa cair. - Asetamida merupakan senyawa higroskopis, dapat larut dalam air - Dapat berfungsi sebagai obat penenang. Misalnya Neodorm.
Br
H 3C
CH2
C
O C NH2
CH3
C
CH3
H Neodorm
Universitas Sumatera Utara
32
Pembuatan amida antara lain : a. Reaksi asam karboksilat dengan amoniak OH
O
CH3
+
C
NH3
CH3
C
O
CH3
OH
C
OH
+
HOH
NH2
NH2
b. Dalam perdagangan didapat dari garam amoniumnya dipanaskan pada temperatur 100 -200 oC O
O
CH3
100-200 oC
C
CH3
+
C
ONH4
H 2O
NH2
c. Dengan mereaksikan anhidrida asam dengan amoniak O
H3C
C
H3C
C
O
O
+
O
H
H3 C
NH2
CH3
+
C
C OH
NH2
O
d. Dengan menghidrolisa senyawa nitril, yakni pada reaksi sebelum terbentuknya asam karboksilat, terbentuk dahulu amida sebagai salah satu hasil antara. O
CH3
C
N
+
H2O
CH3
C NH2
O
CH3
C
+
NH2
HOH
CH3
O C
+
NH3
OH
(Besari dkk, 1982).
Alkanolamida adalah surfaktan bukan ionik dimana gugus hidroksil yang dimilikinya tidak cukup hidrofilik untuk membuat alkanolamida larut dalam air. Alkanolamida digunakan sebagai bahan pembusa (foam boosting) dalam pembuatan shampoo (Nuryanto, 2002). Untuk membuat senyawa alkanolamida dengan menggunakan dietanolamina melalui reaksi amidasi langsung dengan trigliserida akan menghasilkan senyawa alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi (poliol) seperti yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya (Anasri, 2009).
Universitas Sumatera Utara
33
2.5.1
Monoetanolamida
Monoetanolamida asam lemak memiliki banyak kegunaan khususnya dalam detergen dan kosmetik. Fungsi utama dari monoetanolamida adalah sebagai penstabil busa, meningkatkan viskositas dan emulsifier. Secara komersial metil ester asam lemak atau trigliserida
dengan monoetanolamina dapat menghasilkan monoetanolamida pada
temperatur dan tekanan tetentu seperti gambar 2.3 berikut (Rahman, 2003) : O O
C
R1
OH
O O
O R2 + 3 H2N
C
H2 C
H2 C
OH
3R
CH2
C
CH2
OH OH
+
N
O H O
C
R3
Trigliserida
OH
Monoetanolamina
Monoetanolamida
Gliserol
Gambar 2.3. Reaksi Pembentukan Monoletanolamida. (Hughes and Lew, 1970).
2.5.2
Dietanolamida
Dietanolamida pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol dietanolamina dengan satu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama kritchevsky sesuai dengan nama penemunya. Bahan baku yang digunakan dalam produksi dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester. Dietanolamida biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur 150oC selama 6-12 jam seperti pada gambar 2.4 berikut (Herawan, 1999) : O O
C
R1
OH O
O CH2 O
C
C
3R CH2
CH2
CH2
OH
R2 + 3HN
O O
CH2
OH
C
CH2
+
N CH2
CH2
R3
Trigeliserida
OH OH
OH OH
Dietanolamina
Dietanolamida
Gliserol
Gambar 2.4. Reaksi Pembentukan Dietanolamida. (Hugles and Lew, 1970)
Universitas Sumatera Utara
34
2.6 Tegangan Permukaan dan Surfaktan Tegangan pemukaan (η) suatu cairan dapat didefinisikan banyaknya kerja yang dibutukan untuk memperluas permukaaan cairan persatu satuan luas. Molekul yang ada didalam cairan akan mengalami gaya tarik menarik (gaya Van Der Waals) yang sama besarnya kesegala arah. Namun molekul pada permukaaan cairan akan mengalami resultan gaya yang mengarah kedalam cairan itu sendiri karena tidak ada lagi molekul diatas permukaan dan akibatnya luas permukaan cairan cenderung untuk menyusut. Pengukuran tegangan permukaan dengan metode cincin du Nouy didasarkan atas penentuan gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat cincin platina atau iridium dari permukaan cairan. Gaya ini diukur dengan jalan mencelupkan cincin yang digantung pada lengan neraca dan perlahan-lahan mengangkatnya sampai cincin tersebut meninggalkan cairan. Metode ini tidak hanya dapat digunakan untuk mengukur tegangan permukaan cairan udara, tetapi juga digunakan untuk mengukur tegangan antar muka cairan-cairan seperti tegangan antar muka (minyak-air, kloroform-air).. Gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat cincin dari permukaan cairan dapat dihitung dari persamaan : Gaya = 4πRɤ Dengan R adalah jari-jari cincin. Keliling 2πR harus dikalikan dua mengingat bahwa ada batas dalam dan batas luar antara cairan dan kawat. Perumusan tensiometer du Nouy ditulis dalam persamaan :
η
=
skala yang terbaca
x Faktor koreksi
2 x keliling lingkaran
Faktor koreksi diperoleh dengan menghitung nilai tegangan permukaan teori air (72,75 dyne/cm) dibagikan dengan tegangan permukaan air praktek (Tony, 1993).
Surfaktan merupakan suatu molekul dengan rantai
hidrokarbon panjang
dengan gugus ujung bersifat polar atau ionik. Bagian rantai hidrokarbon dari molekul ini bersifat hidrofobik dan larut dalam cairan non polar, sedangkan gugus ujung polar/ionik bersifat hidrofilik
dan larut dalam air. Berdasarkan klasifikasinya
surfaktan dapat dibagi menjadi dua kelompok bagian yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air. Struktur molekul surfaktan terdiri atas dua bagian, yaitu,bagian ”kepala” dan bagian “ekor”. Bagian “kepala” berupa molekul
Universitas Sumatera Utara
35
yang bersifat terlarut dalam air namun tidak dapat larut dalam minyak, disebut bagian hidrofilik. Bagian kepala dapat berupa anion, kation atau non ionik. Bagian ”ekor” berupa rantai hidrokarbon yang bersifat larut dalam minyak namun tidak larut dalam air dan disebut sebagai bagian hidrofobik. Apabila terdapat kotoran yang mengandung minyak, surfaktan akan mengelilingi kotoran. Bagian yang bermuatan akan terdapat dipermukaan kotoran sehingga menyebabkan kotoran menjadi bermuatan (Fessenden dan Fessenden, 1999).
Surfaktan adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air/larutan. Aktivitas surfaktan diperoleh karena memiliki sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki sifat polar (gugus hidrofilik) dapat dengan mudah larut didalam air dan sifat non polar (gugus hidrofobik) yang mudah larut dalam minyak. Jika proses interaksi dengan fasa air lebih kuat dibandingkan dengan fasa minyak, hal ini menunjukkan bahwa jumlah gugus hidrofiliknya lebih banyak. Sebagai akibatnya, tegangan permukaan air akan menjadi lebih rendah sehingga dengan mudah menyebar dan menjadi fasa kontinu. Demikian sebaliknya, jika interaksi dengan fasa minyak lebih kuat dibandingkan dengan fasa air, yang diakibatkan oleh jumlah gugus hidrofobik yang lebih banyak sehingga akan mengakibatkan tegangan permukaaan minyak menjadi lebih rendah dan dengan mudah menyebar dan menjadi kontinu. Bila penambahan surfaktan melebihi konsentrasi kritis tertentu, maka surfaktan akan mengalami agregasi dan mebentuk struktur misel. Penambahan surfaktan tersebut tidak akan mempengaruhi tegangan permukaan walaupun konsentrasi surfaktan terus ditingkatkan. Konsentrasi kritis terbentuknya misel ini disebut sebagai Critical Consentration Micelle (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Penambahan konsentrasi surfaktan lebih tinggi dari CMC tidak akan menurunkan tegangan permukaan, yang menunjukkan bahwa permukaan cairan telah menjadi jenuh, dimana misel tidak terbentuk dan berada dalam kesetimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro, 1990).
Critical Micelle Concentration atau CMC merupakan salah satu sifat penting surfaktan yang menunjukkan batas konsentrasi kitis surfaktan dalam suatu larutan. Diatas konsentrasi tersebut akan terjadi pembentukan misel atau agregat. Pada prakteknya kemampuan optimum surfaktan ditetapkan disekitar harga CMC.
Universitas Sumatera Utara
36
Penggunaan banyaknya surfaktan yang jauh diatas harga CMC-nya mengakibatkan terjadinya emulsi balik, disamping itu juga secara ekonomis tidak menguntungkan. Cara yang umum untuk menetapkan CMC adalah dengan mengukur tegangan permukaan atau tegangan antar muka larutan surfaktan sebagai fungsi dari konsentrasi. Makin tinggi konsentrasi surfaktan menyebabkan tegangan antar muka makin rendah sampai mencapai suatu konsentrasi dimana tegangan antar muka konstan. Batas awal konsentrasi mulai konstan disebut CMC. Adsorpsi surfaktan pada permukaan tergantung konsentrasinya (Porter, 1994). Pada konsentrasi yang sangat rendah, molekul-molekul bergerak bebas dan dapat berjajar datar diatas permukaan. Dengan meningkatnya konsentrasi, maka jumlah molekul surfaktan diatas permukaan juga meningkat. Harga CMC dari surfaktan dapat dihitung dari penurunan tegangan permukaan versus log konsentrasi (Opawale dan Burges, 1998). Berdasarkan gugus hidrofiliknya, surfaktan diklasifikasikan menjadi 4 golongan yaitu (Rosen,1978) : a. Surfaktan anionik -
Jenis surfaktan yang paling besar
-
Tidak bereaksi dengan jenis surfaktan lain
-
Sensitif terhadap air sadah atau hard water. Derajat sensitifitasnya : asam karboksilat > pospat > sulfat (sulfonat).
-
Rantai pendek polioksietilen antara gugus anionik dan hidrokarbon meningkatkan kemampuan untuk bereaksi terhadap garam.
-
Rantai pendek polioksipropilen antara gugus anionik dan hidrokarbon meningkatkan kelarutan dalam pelarut organik.
-
Jenis sulfat mudah terhidrolisa oleh asam-asam dalam proses autokatalitik.
Contohnya adalah -
Sabun karboksilat
RCOO-
-
Sulfonat
RSO 3 -
-
Sulfat
RO SO 3 -
-
Phospat
ROPO(OH) 2 O-
b. Surfaktan kationik -
Jenis surfaktan yang banyak jumlahnya setelah anionik dan nonionik.
-
Pada umunya tidak bereaksi dengan jenis anionik.
Universitas Sumatera Utara
37
-
Mempunyai sifat indeks bias yang lebih tinggi dibanding surfaktan jenis lain.
-
Mempunyai sifat adsorpsi permukaan yang baik . Contohnya adalah
-
Heksa decil trimetilamonium bromida CH 3 (CH 2 ) 15 N+(CH 3 ) 3 Br-
-
Dodecilamina hidroklorida
CH 3 (CH 2 ) 11 NH 3 +Cl-
c. Surfaktan non-ionik -
Merupakan surfaktan kedua terbesar.
-
Dapat bereaksi dengan semua jenis surfaktan.
-
Sensitif terhadap air sadah.
-
Berbeda dengan surfaktan ionik, sifat fisik-kimia surfaktan ini tidak terpengaruh oleh penambahan elektrolit.
-
Sifat fisik-kimia senyawa etoksilat sangat tergantug pada temperatur. Contonya adalah :
-
Polioksietilen-p-tertocyl phenyleter C 8 H 17 C 6 H 4 O(CH 2 CH 2 O) 10 H
d. Surfaktan ampoterik ( Zwitter ion) Surfaktan zwitter ion mengandung muatan yang berbeda dan dapat membentuk surfaktan amfoter. Perubahan muatan terhadap pH pada surfaktan ampoterik mempengaruhi pembentukan busa, pembasahan, sifat detergen dan lainnya. Contohnya adalah : N-Dodesil-N,N-Dimetil C 12 H 25 N+(CH 3 ) 2 CH 2 COO- ( Porter, 1994).
Universitas Sumatera Utara