BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Singkat Jagung Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn. Sistematika tanaman jagung adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisio
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Classis
: Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo
: Graminae (rumput-rumputan)
Familia
: Graminaceae
Genus
: Zea
Species
: Zea mays L.
Jenis jagung dapat dikelompokkan menurut umur dan bentuk biji. a)
Menurut umur, dibagi menjadi 3 golongan: 1. Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: Genjah Warangan, Genjah Kertas, Abimanyu dan Arjuna. 2. Berumur sedang (tengahan): 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1, Hibrida CP 1 dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2, Malin,Metro dan Pandu. 3. Berumur panjang: lebih dari 120 hari, contoh: Kania Putih, Bastar, Kuning, Bima dan Harapan.
b)
Menurut bentuk biji, dibagi menjadi 7 golongan: 1. Dent Corn 2. Flint Corn 3. Sweet Corn 4. Pop Corn 5. Flour Corn
Universitas Sumatera Utara
6. Pod Corn 7. Waxy Corn Varietas unggul mempunyai sifat: berproduksi tinggi, umur pendek, tahan serangan penyakit utama dan sifat-sifat lain yang menguntungkan. Varietas unggul ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: jagung hibrida dan varietas jagung bersari bebas. Nama beberapa varietas jagung yang dikenal antara lain: Abimanyu, Arjuna, Bromo, Bastar Kuning, Bima, Genjah Kertas, Harapan, Harapan Baru, Hibrida C 1 (Hibrida Cargil 1), Hibrida IPB 4, Kalingga, Kania Putih, Malin, Metro, Nakula, Pandu, Parikesit, Permadi, Sadewa, Wiyasa, Bogor Composite-2. 2.2. Proses Pengeringan 2.2.1. Pengeringan dengan Cara Alami Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air untuk mencegah tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu, kelembaban (humidity) dan aliran udara. Perubahan kadar air dalam bahan pangan disebabkan oleh perubahan energi dalam sistem (1Banwatt, 1981). Untuk itu, dilakukan perhitungan terhadap neraca massa dan neraca energi untuk mencapai keseimbangan. Menurut (1Banwatt, 1981), alasan yang mendukung proses pengeringan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah untuk mempertahankan mutu produk terhadap perubahan fisik dan kimiawi yang ditentukan oleh perubahan kadar air,
mengurangi
biaya
penyimpanan,
pengemasan
dan
transportasi,
untuk
mempersiapkan produk kering yang akan dilakukan pada tahap berikutnya, menghilangkan kadar air yang ditambahkan akibat selama proses sebelumnya, memperpanjang umur simpan dan memperbaiki kegagalan produk. Produk kering dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan produk baru. Pengeringan dengan sinar matahari menjadikan mutu biji lebih baik yaitu menjadi mengkilap. Caranya adalah biji ditebarkan di lantai penjemuran di bawah terik matahari. Pengeringan ini membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dan sangat tergantung dengan cuaca. Pada metode Cadburry, jika cuaca tidak memungkinkan dapat diganti dengan hembusan udara pada pengeringan buatan. Pada tahap awal dengan suhu lingkungan selama 72-80 jam dan diteruskan dengan suhu udara 45oC -
Universitas Sumatera Utara
60˚C sampai biji kering. Lama pengeringan ini 7-8 jam sehari. Selama penjemuran dilakukan pembalikkan hamparan biji 1-2 jam sekali. Lama penjemuran dapat lebih dari 10 hari, tergantung dengan cuaca dan lingkungan. Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu tujuannya agar reaksi biologis terhenti dan mikrorganisme serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya. Pengeringan jagung dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu: 1. Pengeringan dalam bentuk gelondong. Pada pengeringan jagung gelondong dilakukan sampai kadar air mencapai 18% untuk memudahkan pemipilan. 2. Pengeringan butiran setelah jagung dipipil. Pemipilan merupakan kegiatan memisahkan biji jagung dari tongkolnya. Pemipilan dapat dilakukan dengan cara tradisional atau dengan cara yang lebih modern. Secara tradisional pemipilan jagung dapat dilakukan dengan tangan maupun alat bantu lain yang sederhana seperti kayu, pisau dan lain-lain sedangkan yang lebih modern menggunakan alat pemipil yang disebut Corn sheller yang dijalankan dengan motor. Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun disimpan, untuk itu diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan akhir. Umumnya petani melakukan pengeringan biji jagung dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung, sedangkan pengusaha jagung (pabrikan) biasanya menggunakan alat pengering tipe Batch Dryer dengan kondisi temperatur udara pengering antara 50°C – 60°C dengan kelembaban relatif 40%. Pengeringan jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan. Secara tradisional jagung dijemur di bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9% – 11%. Biasanya penjemuran memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung.
Gambar 2.1. Penjemuran di bawah matahari langsung
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Pengeringan dengan Udara Panas Secara buatan proses pengeringan dapat dilakukan dengan alat pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat berbagai cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan sekitar 38oC – 43oC, sehingga kadar air turun menjadi 12% - 13 %. Alat pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung yang diinginkan. Cara ini lebih baik karena tidak tergantung cuaca dan bahan bakar lebih sedikit. Pengeringan dengan pengering buatan terjadi selama 32 jam dan pembalikkan biji setiap 3 jam. Pengeringan ini dengan menggunakan Barico dryer. Namun, bisa digunakan dengan alat pengering lain, misalnya cabinet dryer. Lama pengeringan tergantung dari jenis alat pengeringnya. Prinsip pengeringannya menggunakan udara pengering sebagai medium panas dalam menurunkan kadar air biji hingga 9% - 11%.
Gambar 2.2. Skema sistem pengering udara panas 2.2.3. Pengeringan dengan Uap Air Uap air panas mempunyai sifat pindah panas yang lebih unggul dari pada udara pada suhu yang sama. Karena tidak ada tahanan terhadap difusi uap air dalam uap itu sendiri, laju pengeringan pada periode laju konstan hanya tergantung pada laju pindah panas. Pada prinsipnya, setiap pengering langsung atau tak langsung (kombinasi konduksi dan konveksi) dapat dioperasikan sebagai pengering uap air panas (2Abdulillah, 2000). Salah satu keuntungan nyata dari pengeringan dengan uap air panas adalah bahwa luaran pengering juga uap, meskipun pada enthalpi jenis lebih rendah. Dalam
Universitas Sumatera Utara
pengeringan dengan udara, panas laten dalam aliran gas luaran biasanya sukar dan mahal untuk digunakan kembali. Jika infiltrasi udara dapat dihindarkan (atau diminimumkan sampai tingkat yang dapat diterima), maka seluruh panas laten yang disuplai ke pengering uap air ini dapat dipulihkan dengan mengembunkan aliran buang atau meningkatkan enthalpi jenisnya secara mekanis atau dengan kompresi panas. Karena pengering ini akan menghasilkan uap yang sama dengan jumlah air yang diuapkan di dalam pengering, maka pabrik perlu memanfaatkan kelebihan uap tersebut. Jika uap ini digunakan ditempat lain, panas laten yang dipulihkan tidak dibebankan pada alat pengering, dan menyebabkan konsumsi energi bersih sebesar 1000-1500 kJ/kg air yang diuapkan untuk alat pengering dibandingkan dengan 40006000 kJ/kg air yang diuapkan untuk pengering udara panas. Jadi penurunan konsumsi energi merupakan keuntungan yang jelas dari alat pengering dengan menggunakan uap air panas. Keuntungan lain adalah: a) Tidak ada reaksi oksidasi atau pembakaran dalam alat pengering uap air panas. Hal ini berarti tidak ada bahaya kebakaran atau ledakan dan juga menghasilkan mutu yang lebih baik. b) Massa jenis uap pada temperatur tinggi lebih rendah daripada massa jenis udara pada temperatur yang sama, sehingga secara alami uap akan lebih mudah naik jika dipanaskan hingga pada temperatur tinggi. c) Memungkinkan laju pengeringan yang lebih tinggi, baik dalam periode laju konstan maupun laju menurun, tergantung pada suhu uap. d) Pengeringan dengan uap dapat mencegah bahaya kebakaran atau ledakan pada saat pengeringan produk yang mengandung racun atau cairan organik mahal yang harus dipulihkan, sambil memungkinkan pengembunan aliran buang dalam kondenser kecil. e) Alat pengering uap air panas memungkinkan proses pasteurisasi, sterilisasi dan deodorisasi produk pangan. Uap yang terbentuk dari produk dapat ditarik dari ruang pengering, diembunkan dan panas latennya digunakan kembali. Secara umum, pengeringan uap air dapat dipertimbangkan sebagai pilihan yang baik hanya jika satu atau lebih dari kondisi berikut ini dipenuhi: a) Biaya energi sangat tinggi, nilai produk rendah atau dapat diabaikan
Universitas Sumatera Utara
b) Mutu produk lebih unggul jika dikeringkan dalam uap dibandingkan dengan udara. c) Biaya kebakaran, ledakan atau kerusakan oksidatif sangat tinggi. Premi asuransi yang lebih rendah dapat menutupi sebagian tambahan biaya investasi pengering dengan uap. d) Jumlah air yang harus dibuang maupun kapasitas produksi yang diperlukan tinggi. Hal ini dapat memenuhi skala ekonomi. Jelasnya, pengering seperti ini hanya baik dipertimbangkan untuk operasi kontinyu karena masalah yang berkaitan dengan masalah penghidup-matian akibat pengembunan pada produk serta keberadaan zat tak dapat diembunkan (udara). Air yang diuapkan dalam pengering uap, dengan asumsi tidak ada kehilangan, akan menjadi kelebihan uap, dengan enthalpi spesifik yang rendah. Penggunaan uap ini secara ekonomis umumnya merupakan kunci keberhasilan proses pengeringan uap. Uap ini biasanya pada tekanan atmosfer dan berdebu, yang perlu dibersihkan untuk penggunaan ulang.
Gambar 2.3. Skema sistem pengeringan uap air 2.3. Cabinet Dryer Cabinet dryer merupakan alat pengering yang menggunakan udara panas dalam ruang tertutup (chamber). Ada dua tipe yaitu tray dryer dan vacuum dryer. Vacuum dryer menggunakan pompa dalam penghembusan udara, sedangkan pada tray dryer tidak menggunakan pompa (3Singh, 2001). Kelemahan cabinet dryer adalah kurangnya pengontrolan aliran udara yang bergerak sehingga bila aliran udara terlalu
Universitas Sumatera Utara
kencang, menyebabkan aliran turbulen dalam chamber, yang menghambat pengeringan produk bahan pangan. Produk yang sesuai dikeringkan dengan alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang tinggi, misalnya biji cokelat, biji jagung dan apel. Kelebihannya adalah harga murah, karena membutuhkan daya yang tidak terlalu tinggi (4Fellows,1990). Komponen cabinet dryer adalah tray, heater dan fan. Tray disesuaikan dengan kapasitas jumlah, berat dan ukuran produk pangan. Tray berfungsi sebagai wadah biji dalam proses pengeringan, yang disusun bertingkat. Sedangkan boiler berfungsi sebagai pemanas udara atau pengering udara dan penghembus udara kering yang akan digunakan dalam pengeringan (5Severn, 1954). Boiler memiliki medium pemanas berupa steam. Kualitas steam yang digunakan adalah 90%, agar dapat mengeringkan udara secara optimal yang dapat memenuhi kebutuhan panas udara kering dalam pengeringan. Suhu steam yang digunakan adalah˚C120 (
5
Severn, 1954). Suhu
tersebut mampu menghasilkan kalor untuk mengeringkan udara secara optimal. Pada 1 HP, boiler memiliki heating surface sebesar 10 ft2 (1Banwatt, 1981). Dalam perhitungan neraca panas, dibutuhkan data-data yaitu panas spesifik, panas latent, RH(%) dan suhu sehingga diperoleh hubungan antara RH(%) udara dengan kadar air dalam bahan pangan pada grafik
psychrometric charts
(3Singh,2001). Hubungan tersebut menentukan berapa panas masuk dan keluar yang setimbang. Selain itu, juga menentukan panas yang hilang dalam proses pengeringan. Selain neraca panas, juga dibutuhkan neraca massa untuk mengetahui keseimbangan antara berapa produk yang masuk dengan berapa yang keluar serta berapa uap air yang dilepaskan dalam proses. Ini berpengaruh juga pada perubahan fraksi air dalam bahan pangan (3Singh, 2001). 2.4. Standar Mutu Jagung Pengendalian mutu merupakan usaha mempertahankan mutu selama proses produksi sampai produk berada di tangan konsumen pada batas yang dapat diterima dengan biaya seminimal mungkin. Pengendalian mutu jagung pada saat pasca panen dilakukan mulai pemanenan, pengeringan awal, pemipilan, pengeringan akhir, pengemasan dan penyimpanan. Berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan menjadi jagung kuning (bila sekurang-kurangnya
90%
bijinya
berwarna
kuning),
jagung
putih
(bila
Universitas Sumatera Utara
sekurangkurangnya bijinya berwarna putih) dan jagung campuran yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Dalam perdagangan internasional, komoditi jagung kering dibagi dalam 2 nomor HS dan SITC berdasarkan penggunaannya yaitu jagung benih dan non benih. a) Syarat Umum 1. Bebas hama dan penyakit. 2. Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya. 3. Bebas dari bahan kimia, seperti: insektisida dan fungisida. 4. Memiliki suhu normal. b) Syarat Khusus Syarat khusus jagung disesuaikan dengan Standar yang telah ditentukan dalam SNI. Tabel 2.1. Syarat khusus jagung sesuai Standar Nasional Indonesia No
Komponen
Persyaratan Mutu (%maks)
Utama
I
II
III
IV
1
Kadar air
14
14
15
17
2
Butir Rusak
2
4
6
8
3
Butir Warna Lain
1
3
7
10
4
Butir Pecah
1
4
3
5
5
Kotoran
1
1
2
2
2.5. Analisa Kadar Air Kadar air jagung yang telah dikeringkan dapat dihitung melalui beberapa tahapan berikut ini. - Menghitung kadar air jagung kering yang diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut ini.
wf =
[Wjk − Wjo] × 100%
(2.1)
Wjk
wf = Kadar air jagung yang diperkirakan (%) Wjk = Berat jagung kering (kg) Wjo = Berat jagung dengan kadar air 0 % (kg) - Nilai total kadar air setelah jagung dikeringkan (wf)
Universitas Sumatera Utara
Berat air jagung awal (Wi), kg Wi = Wjb × wi
(2.2)
wi = kadar air awal jagung (%) Wjb= Berat jagung basah hasil panen (kg)
wi =
[Wjb − (Wjk − Wf )] × 100%
(2.3)
Wjb
- Berat kandungan air jagung akhir (Wf), kg
Wf = 16,66% × Wjk
(2.4)
2.6. Analisa Kebutuhan Energi Selama Proses Pengeringan a)
Kebutuhan energi untuk pengeringan jagung (Qd), kkal Qd = Qt + Qw + Ql
(2.5)
dimana; Qd
= energi pengeringan jagung, kkal
Qt
= energi pemanasan jagung, kkal
Qw
= energi pemanasan air jagung, kkal
Ql
= energi penguapan air jagung, kkal
- Energi untuk pemanasan jagung (Qt), kkal Qt = Wjb . cpjagung (Td-Ta)
(2.6)
cpjagung = Panas jenis jagung (kkal/kg oC) Ta
= Temperatur awal jagung (oC)
Td
= Temperatur rata - rata udara pengering (oC)
- Energi pemanasan air jagung (Qw), kkal Qw = Wi × cpair (Td-Ta)
(2.7)
cpair = Panas jenis air (kkal/kg oC) - Berat air yang dipindahkan selama proses pengeringan (Wr), kg Wr = Wi – Wf
(2.8)
- Energi penguapan air jagung (Ql), kkal Ql = Wr × hfg hfg
(2.9)
= Panas laten air (kkal/kg)
b) Energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt), kkal Qlt = (Qlw × N) + Qlv
(2.10)
dimana;
Universitas Sumatera Utara
-
Qlw
= energi yang hilang melalui dinding box pengering, kkal/jam
Qlv
= energi yang hilang dari ventilasi, kkal/jam
N
= Lama pengeringan
Kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw)
U=
1 ∆x1
k1
+ ∆x 2
(2.11)
k2
Qlw = U ⋅ A ⋅ ∆Tmenyeluruh
(2.12)
Dimana : Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering (kkal/jam) U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (kkal/m2.h.oC) A = Luas penampang (m2) ∆T = Td = Temperatur rata – rata udara pengering (oC) k1 = koefisien perpindahan kalor konduksi plat (kkal/mhoC) k2 = koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi (kkal/mhoC)
∆x1= tebal plat (m) ∆x2= tebal lapisan isolasi (m) - Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv) •
V × cpw(Td - Ta) Qlv = N
(2.13)
•
dimana; V = Debit udara ventilasi, m3/s cpw = Panas jenis udara basah (kkal/m3 oC) •
V = 1000 ×
Wr
(2.14)
ρ ar
- Massa jenis uap air ventilasi (ρar), gr/m3
ρ ar = ρ sd ⋅ RHd − ρ sa ⋅ Rha
(2.15)
ρar = Massa jenis uap air ventilasi (gr/m3) ρsa = Massa jenis moisture jenuh pada Ta (gr/m3) ρsd = Massa jenis moisture jenuh pada Td (gr/m3) c)
Total Energi yang Dibutuhkan untuk Mengeringkan Jagung Per Siklus (QT), kkal
Universitas Sumatera Utara
QT = Qd + Qlt
(2.16)
2.7. Analisa Kebutuhan Bahan Bakar yang Digunakan - Kebutuhan bahan bakar selama proses pengeringan jagung Kebutuhan bahan bakar =
QT NKBk
(2.17)
dimana; QT = Total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung per siklus NKBk = Nilai kalor bakar bahan bakar - Kebutuhan bahan bakar tiap jam (liter/jam) Kebutuhan bahan bakar/jam =
Kebutuhan total bahan bakar N
(2.18)
dimana; N = Lama pengeringan 2.8. Analisis Titik Impas (Break Even Point) Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, serta laba dan rugi. Dengan kata lain analisis titik impas merupakan teknik untuk mengetahui besarnya volume pendapatan dari pengeringan jagung tongkol sehingga produksi jagung kering tidak mengalami kerugian. - Nilai BEP dalam jumlah pengeringan dapat dihitung dengan : BEP =
Biaya tetap Biaya penerimaan - Biaya variabel
(2.19)
Setelah diperoleh nilai BEP dalam jumlah pengeringan, maka dapat dihitung nilai BEP dalam bentuk biaya (Rp) dan nilai BEP dalam bentuk jumlah bahan yang akan dikeringkan (kg).
Universitas Sumatera Utara