BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) atau permulaan menyusui dini adalah bayi mulai menyusui sendiri segera setelah lahir (Roesli, 2008). Inisiasi Menyusu Dini adalah meletakkan bayi di atas dada atau perut ibu segera setelah dilahirkan dan membiarkan bayi mencari puting ibu kemudian menghisapnya setidaknya satu jam setelah kelahiran. Cara bayi melakukan Inisiasi Menyusu Dini ini disebut baby crawl (Hegar dkk, 2008).Inisiasi Menyusu Dini adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu) (Dinkes Kulonprogo, 2009 ).
2. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini ( IMD ) Keuntungan Inisiasi Menyusu Dini bagi bayi adalah sebagai makanan dengan kualitas dan kuantitas yang optimal agar kolostrum segera keluar. Kolostrum selain baik untuk kesehatan bayi juga memberikan kekebalan pasif yang segera kepada bayi. Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi, meningkatkan kecerdasan, membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan nafas, meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi, mencegah kehilangan panas, merangsang kolostrum segera keluar. Bagi Ibu adalah merangsang produksi oksitosin dan prolaktin, meningkatkan keberhasilan produksi ASI, meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi (Ambarwati, 2008).
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor Yang Mendukung Terlaksananya IMD Dalam pelaksanaan IMD yang dilakukan pada bayi baru lahir, tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, dalam hal pelaksanaanya yang mendukung untuk terlaksananya IMD adalah sebagai berikut: 3.1.Peran Petugas Kesehatan Ibu yang mengalami masalah dalam menyusui memerlukan bimbingan agar dapat mengatasi masalahnya dan terus menyusui. Petugas kesehatan atau relawan yang membantu ibu dengan latar belakang pengalaman berhasil menyusui sendiri tentunya dapat menjadi nilai tambah dalam melaksanakan tugasnya. Dari pengalaman, petugas kesehatan atau relawan dapat membantu ibu dalam memahami hal-hal berikut: 3.1.1. Pemberian ASI dapat meringankan beban ekonomi keluarga karena tidak perlu membeli susu formula. 3.1.2. Memahami masalah yang mungkin dihadapi dan mengatasinya karena sudah melihat peragaan tentang cara-cara mengatasi masalah menyusui, seperti puting susu lecet, bingung puting, bayi rewel dan sebagainya. 3.1.3. Memahami bahwa bayi yang disusui jarang mengalami penyakit diare, infeksi saluran nafas bila dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI (Sulistriani, 2004). Permasalahan yang sering ditemukan di lapangan yakni belum semua petugas paramedis diberi pesan dan diberi cukup informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi mereka, serta adanya praktek yang keliru dengan
Universitas Sumatera Utara
memberi susu botol kepada bayi yang baru lahir. Petugas kesehatan harus mengajarkan ibu tentang perawatan bayi, melatih ibu menyusui dengan baik dan benar, manfaat IMD dan pemberian ASI dengan baik dan tepat, sehingga dapat menambah pengetahuan ibu dan juga harus mampu menumbuhkan motivasi dan rasa percaya diri bahwa ibu dapat menyusui secara eksklusif (Siregar, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Syarifah (2000) yang meneliti faktor determinan terhadap pola pemberian ASI oleh ibu di wilayah kerja Puskesmas Gandus Kecamatan Ilir Barat II Palembang dengan jumlah responden 97 orang (ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 4-6 bulan), ditemukan empat variabel mempunyai hubungan yang bermakna dengan pola pemberian ASI yaitu: pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan dan dorongan keluarga. Dari hasil analisis menunjukan variabel yang berpengaruh terhadap pola pemberian ASI adalah dukungan petugas kesehatan. 3.2.Pengetahuan Pengetahuan yaitu hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Menurut Roesli (2007), bahwa faktor utama tercapainya pelaksanaan IMD yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang IMD pada para ibu. Seorang ibu harus mempunyai pengetahuan baik dalam menyusui. Kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar akan kepercayaan diri seorang ibu untuk dapat memberikan perawatan terbaik untuk bayinya dan seorang bayi akan kehilangan sumber makanan yang vital dan cara perawatan yang optimal. Pengetahuan yang
Universitas Sumatera Utara
kurang mengenai IMD dan pemberian ASI terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini di perkotaan dan pemberian nasi sebagai tambahan ASI di pedesaan. Pengaruh pengetahuan terhadap pemberian ASI yang baik dan benar dapat dibuktikan berdasarkan hasil penelitian Simbolon (2004), yang meneliti hubungan perilaku ibu menyusui terhadap pemberian ASI di wilayah kerja puskesmas Teluk Nibung Tanjung Balai tahun 2004, ditemukan hanya 13% bayi yang di beri ASI eksklusif dan diikuti pemberian ASI sampai bayi berumur dua tahun. Jumlah responden sebanyak 100 orang ibu yang pernah menyusui dimana usia balita 2-4 tahun. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa hanya 41% yang memiliki kategori pengetahuan baik, 39% kategori pengetahuan sedang dan 20% kategori kurang. Hasil uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif. 3.3.Sikap Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respons evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif-negatif, menyenangkan- tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2007). Sikap ibu terhadap lingkungan sosial dan kebudayaan dimana dididik, apabila pemikiran tentang menyusui dianggap tidak sopan, maka let down reflex (reflek keluar) akan terhambat. Sama halnya suatu kebudayaan tidak mencela
Universitas Sumatera Utara
penyusunan, maka pengisapan akan tidak terbatas dan permintaan akan menolong pengeluaran ASI. Sikap negatif terhadap menyusui antara lain dengan menyusui merupakan beban bagi kebebasan pribadinya atau hanya memperburuk potongan dan ukuran tubuhnya. 3.4. Sarana Kesehatan Untuk mewujudkan peningkatan derajat atau status kesehatan penduduk, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan merupakan salah satu faktor penentu utama. Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu) merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan karena dapat menjangkau penduduk sampai ke pelosok. Namun ketersediaannya masih dirasakan sangat kurang dibandingkan dengan jumlah penduduk saat ini. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepala Puskesmas Johan Pahlawan menyatakan bahwa: Hanya terdapat satu puskesmas, ada yang dibantu 4 puskesmas pembantu, dan 1 polindes serta 22 pos pelayanan terpadu (Posyandu). Rumah Sakit Umum Daerah terletak di Kecamatan Johan Pahlawan, akan tetapi umumnya
masyarakat
Kecamatan
Johan
Pahlawan
lebih
sering
menggunakan jasa bidan untuk membantu proses kelahiran bayi. Penduduk yang mengalami gangguan kesehatan pada umumnya melakukan upaya pengobatan dengan cara medis, fasilitas kesehatan yang sering digunakan untuk berobat adalah Puskesmas dan Pustu. Apabila tingkat penyakitnya lebih parah baru masyarakat akan menggunakan rumah sakit sebagai pusat rujukannya. Jarak tempuh masyarakat dengan pusat pelayanan medis sangat bervariasi, akan tetapi masih dapat dijangkau oleh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
3.5.Dukungan Keluarga Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan ibu menyusui bayinya secara eksklusif. Terutama dukungan suami dan orang-orang terdekat.
4. Faktor Yang Menghambat Pelaksanaan IMD 4.1.Ibu Kelelahan Proses melahirkan yang letih dan melelahkan, serta ibu masih merasakan kesakitan setelah melahirkan membuat ibu enggan melakukan IMD. Ada beberapa intervensi yang dapat mengganggu kemampuan alami bayi untuk mencari dan menemukan sendiri payudara ibunya. Diantaranya, obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan bisa sampai ke janin melalui ari-ari dan mungkin bisa menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibunya. Kelahiran dengan obatobatan dan tindakan seperti operasi, vakum, forcep, bahkan perasaan sakit didaerah kulit yang digunting saat episiotomi dan kelelahan ibu dapat pula mengganggu kemampuan alamiah ini. 4.2.Kurang Pengetahuan Petugas Kesehatan Pengetahuan tentang IMD belum banyak diketahui masyarakat, bahkan juga oleh petugas kesehatan. Hal ini wajar karena IMD adalah ilmu pengetahuan yang baru bagi Indonesia. Selama ini, masih banyak ibu-ibu yang mengalami kesulitan untuk melakukan IMD dan menyusui bayinya, hal ini disebabkan kemampuan bayi untuk mengisap ASI kurang sempurna sehingga secara keseluruhan proses menyusui terganggu. Keadaan ini ternyata disebabkan
Universitas Sumatera Utara
terganggunya proses alami dari bayi untuk menyusui sejak dilahirkan. Selama ini penolong persalinan selalu memisahkan bayi-bayi dari ibunya segera setelah lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, dan diberi pakaian. Ternyata proses ini sangat mengganggu proses alami bayi untuk menyusui. 4.3.ASI Tidak Cukup Salah satu alasan umum yang paling sering para ibu berikan untuk memulai pemberian susu botol, atau berhenti menyusui adalah mereka menganggap diri mereka tidak punya cukup ASI. Biasanya sekalipun ibu menganggap dirinya tidak punya cukup ASI, nyatanya bayi mendapatkan semua yang dibutuhkan oleh bayi. Hampir semua ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk satu, bahkan untuk dua bayi. Hampir semua ibu dapat menghasilkan lebih dari yang bayi mereka perlukan. 4.4.Kebiasaan Menurut Sulastriani (2004), bahwa pemberian ASI tidak lepas dari pengaruh tatanan budaya. Perilaku dibentuk oleh kebiasaan, yang diwarnai oleh adat (budaya), tatanan norma yang berlaku di masyarakat (sosial), dan kepercayaan (agama). Perilaku umumnya tidak terjadi tiba-tiba. Perilaku adalah hasil dari proses yang berlangsung selama masa perkembangan. Setiap orang selalu terpapar dan tersentuh oleh kebiasaan di lingkungannya serta mendapat pengaruh dari masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Membantu ibu agar bisa menyusui bayinya dengan benar memerlukan pemahaman tentang perilaku ibu, keluarga, dan lingkungan sosial budayanya dalam hal menyusui. Perlu diketahui bagaimana pendapat tetua adat dan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat sekitarnya tentang ASI dan menyusui. Apakah mereka mendukung IMD, tidak peduli, atau justru menghalangi pemberian ASI. Pemahaman ini perlu agar bisa lebih mengetahui alasan ibu untuk menyusui atau tidak menyusui. Alasan ini tampaknya merupakan alasan utama para ibu untuk tidak memberikan ASI secara eksklusif. Walaupun banyak para ibu-ibu yang merasa ASI-nya kurang, tetapi hanya sedikit sekali (2-5%) yang secara biologis memang kurang produksi ASI-nya. Selebihnya 95-98% ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya. Tuhan telah menciptakan tubuh manusia begitu sempurna. Tubuh ibu akan membuat ASI sesuai dengan kebutuhan bayinya sehingga bayi tidak pernah merasa kekurangan apabila proses pemberian ASI juga dilakukan secara teratur (Utami, 2000).
5. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini Tatalaksana IMD dapat dibagi atas dua yaitu Inisiasi Menyusu Dini secara umum dan Tatalaksana Inisiasi Meyusu Dini Pada Operasi Caesar. 5.1.Tatalaksana Inisiasi Menyusu dini secara umum Tatalaksana
Inisiasi Menyusu dini secara umum yaitu menganjurkan
suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan, memberi saran kepada petugas kesehatan untuk tidak menggunakan atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan dan dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya pijat, aromaterapi, gerakan atau hypnobirthing, Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan, misalnya melahirkan normal, di dalam air atau dengan posisi jongkok, seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya,
Universitas Sumatera Utara
kecuali kedua tangannya, lemak putih (vernix) yang memberi kenyamanan pada kulit bayi sebaiknya dibiarkan saja kemudian bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu. Memberikan kesempatan kulit bayi melekat dengan kulit ibu minimum satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya diselimuti dan bayi diberikan topi agar panas tubuh bayi tidak hilang. Selanjutnya, bayi dibiarkan untuk mencari putting susu ibu. Ibu juga dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu. Ayah memberi dukungan agar dapat membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu. Hal ini dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih. Dukungan ayah akan meningkatkan rasa percaya diri ibu. Bayi diberi kesempatan bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam, walaupun ia telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam, jika belum menemukan puting payudara ibunya dalam waktu satu jam, kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama, memberi anjuran untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kontak kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi Caesar, bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur dan dicap setelah satu jam atau menyusu awal selesai. Prosedur yang invasive, misalnya suntikan vitamin K dan tetesan mata bayi dapat ditunda, rawat gabung ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu dan bayi tidak dipisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu. Pemberian minum pre-laktal (cairan yang diberikan sebelum ASI keluar) sebaimnya dihindari (Roesli, 2007)
Universitas Sumatera Utara
5.2.Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini Pada Operasi Caesar Sementara Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini Pada Operasi Caesar dimana usaha bayi merangkak mencari payudara secara standar tidak dapat dilakukan. Namun sebaiknya ibu diberikan anastesi spinal atau epidural yaitu ibu dalam keadaan sadar sehingga dapat segera memberi respons pada bayi setelah operasi caesar. Bayi dapat segera diposisikan sehingga kontak kulit ibu dan bayi dapat terjadi. Usahakan menyusu pertama dilakukan di kamar operasi. Jika keadaan ibu atau bayi belum memungkinkan, bayi diberikan pada ibu pada kesempatan yang tercepat. Jika dilakukan anastesi umum, kontak dapat terjadi di ruang pulih saat ibu sudah dapat merespons walaupun masih mengantuk atau dalam pengaruh obat bius. Sementara menunggu ibu sadar, ayah dapat menggantikan ibu untu memberikan kontak kulit dengan kulit sehingga bayi tetap hanngat. Untuk mendukung terjadinya inisiasi menyusu dini pada operasi caesar memerlukan tenaga dan pelayanan kesehatan yang produktif. Ruang operasi diusahakan berada pada suhu ruangan 20° - 25° C. Selimut bayi diberikan agar menutupi punggung bayi dan badan ibu dan topi bayi diberikan agar mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi. Selanjutnya pelaksanaanya sama dengan tatalaksana umum. Jika IMD belum terjadi di kamar bersalin atau kamar operasi maka bayi harus dipindahkan sebelum satu jam dan bayi tetap diletakkan di dada ibu ketika dipindahkan ke kamar perawatan atau pemulihan. IMD dapat dilanjutkan di kamar perawatan ibu atau kamar pulih (Roesli, 2007).
Universitas Sumatera Utara