BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori yang akan digunakan pada saat penelitian. Teori yang dibahas meliputi teori-teori tentang steganogtafi, kriteria dari steganografi, media yang dapat digunakan dalam penyisipan, dasar pengolahan citra, jenis citra, pengolahan warna, penyisipan maupun ekstraksi dari setiap algoritma.
2.1 Steganografi
Steganografi merupakan seni untuk menyembunyikan pesan dalam pesan lainnya sehingga orang lain tidak menyadari ada sesuatu di dalam pesan tersebut. Kata steganografi (steganography) berasal dari bahasa Yunani steganos, yang artinya terselubung. Teknik ini memiliki banyak sekali metode komunikasi untuk menyembunyikan pesan rahasia [7].
Pada definisi steganografi terdapat konsep pesan atau informasi yang akan disampaikan kepada orang lain, yang mana pesan tersebut penting sehingga hanya orang yang berhak saja yang dapat menerimanya. Pada bidang steganografi ini pesan tersebut akan disembunyikan dengan aman, jadi hal yang penting yaitu penyampaian pesan dan keamanan suatu pesan tersebut.
Teknik steganografi dapat menghasilkan gambar yang telah disisipkan tidak terlihat oleh mata manusia. Oleh karena itu teknik steganografi ini semakin dibutuhkan untuk memberikan keamanan yang maksimal dalam proses pengiriman informasi. Implementasi steganografi pada saat ini telah banyak menggunakan
Universitas Sumatera Utara
8
media digital sebagai media penyembunyi pesan, salah satunya media gambar (citra digital).
Steganografi juga meliputi penyisipan informasi dalam file komputer. Dalam steganografi
digital,
komunikasi
elektronik
dapat
mencakup
pengkodean
steganographic dalam lapisan transportasi, seperti file dokumen, file gambar, program atau protokol. File media sangat ideal untuk transmisi steganographic karena ukurannya yang besar. Sebagai contoh sederhana, pengirim mungkin mulai dengan file gambar yang tidak terlalu kompleks dan menyesuaikan warna setiap pixel 100 dengan huruf dalam alfabet. Karena perubahannya begitu halus, maka seseorang yang tidak secara khusus mencarinya tidak dapat melihat informasi yang disisipkan [13].
Steganogafi memiliki dua proses, yaitu encoding dan decoding. Encoding merupakan proses penyisipan pesan kedalam media penampung (cover image), yaitu gambar / citra digital, sedangkan decoding adalah proses ekstraksi pesan dari gambar stego (stego image). Kedua proses tersebut memerlukan kunci rahasia (stegokey) untuk proses penyisipan pesan dan ekstraksi pesan, agar pihak yang berhak saja yang dapat melakukan penyisipan dan ekstraksi pesan [10]. Adapun proses steganografi ditunjukkan pada gambar 2.1 di bawah ini.
Stego key
Stego key Cover-object
Cover-object embedding
stego-object
extraction Extracted message
Message to embed
Gambar 2.1 Proses Steganografi [18]
Pada teknik steganografi ini penyembunyian informasi yang bersifat pribadi sehingga mendapatkan hasil yang akan terlihat seperti informasi normal lainnya. Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan steganografi [8], yaitu :
Universitas Sumatera Utara
9
1. Hiddentext atau embedded message, yaitu pesan yang disembunyikan. 2. Covertext atau cover-object, yaitu pesan yang digunakan untuk menyembunyikam embedded message. 3. Stegotext atau stego-object, yaitu pesan yang sudah berisi embedded message.
2.2 Media Penyisipan
Teknik Steganography yang digunakan dalam dunia modern sekarang ini sudah sangat beragam. Media penyisipan merupakan suatu media untuk menyimpan pesan rahasia. Beberapa contoh media penyisipan pesan rahasia yang digunakan dalam teknik steganografi antara lain adalah :
1. Teks Dalam algoritma Steganography yang menggunakan teks sebagai media penyisipannya biasanya digunakan teknik Natural Language Processing (NLP) sehingga teks yang telah disisipi pesan rahasia tidak akan dicurigai oleh orang yang melihatnya.
2. Audio Format ini pun sering dipilih karena biasanya berkas dengan format ini berukuran relatif besar. Sehingga dapat menampung pesan rahasia dalam jumlah yang besar pula.
3. Citra Format ini merupakan salah satu format file yang sering dipertukarkan dalam dunia internet. Alasan lainnya adalah banyaknya tersedia algoritma steganography untuk media penampung yang berupa citra.
4. Video Format ini memang merupakan format dengan ukuran file yang relatif sangat besar namun jarang digunakan karena ukurannya yang terlalu besar sehingga
Universitas Sumatera Utara
10
mengurangi kepraktisannya dan juga kurangnya algoritma yang mendukung format ini [2].
2.3 Kriteria Steganografi yang Baik
Penyembunyian data rahasia ke dalam citra digital akan mengubah kualitas citra tersebut. Hal ini tergantung pada ukuran file media penyimpan dan ukuran file pesan yang disisipkan. Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam penyembunyian data dalam steganografi ini, yaitu :
1. Fidelity Mutu citra penampung data tidak jauh berubah. Setelah terjadi penambahan pesan rahasia, stego-data masih terlihat dengan baik. Pengamat tidak mengetahui kalau di dalam stego-data tersebut terdapat pesan rahasia..
2. Robustness Pesan yang disembunyikan harus tahan (robust) terhadap berbagai operasi manipulasi yang dilakukan pada stego-data, seperti pengubahan kontras, penajaman, pemampampatan,rotasi,perbesaran gambar, pemotongan cropping, enkripsi, dan sebagainya. Bila pada citra penampung dilakukan operasi-operasi pengolahan citra tersebut, maka pesan yangdisembunyikan seharusnya tidak rusak (tetap valid jika diekstraksi kembali).
3. Recovery Data yang disembunyikan harus dapat diungkapkan kembali (recovery). Karena tujan steganografi adalah penyembunyian informasi maka sewaktu-waktu pesan rahasia di dalam stego-data harus dapat diambil kembali untuk digunakan lebih lanjut [16].
Universitas Sumatera Utara
11
2.4 Dasar Pengolahan Citra
Pada dasar pengolahan suatu citra kita harus mengetahui dan memahami pengertian tentang citra digital, light, luminance, brightness, contrast, fenomena mach bands, fenomena simultan, fenomena ilusi optic, proses pembentukan citra digital, sampling, dan kuantisasi, pixel, voxel, dan relasi antar pixel, resolusi citra, jenis-jenis citra berdasarkan warna (level intensitas), berbagai sistem ruang warna, serta mengetahui berbagai format file citra [9].
2.4.1
Pengertian Citra Digital
Secara umum citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar 2 dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas pengolahan citra digital merupakan sebuah baris (array) yang berisi nilai-nilai real maupun kompleks yang direpresentasikan dengan deret bit tertentu. Suatu citra dapat di defenisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuram M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x,y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka akan dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital. Gambar 2.2 menunjukkan posisi koordinat citra digital.
Gambar 2.2 posisi koordinat citra digital [9]
Universitas Sumatera Utara
12
Citra digital juga dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut pada persamaan 2.1 dibawah ini: 𝑓(0,0) 𝑓(1,0) 𝑓 𝑥, 𝑦 = … 𝑓(𝑁 − 1,0)
𝑓(0,1) … 𝑓(0, 𝑀 − 1) … 𝑓(1,1) 𝑓(1, 𝑀 − 1) … … … … … … … (2.1) … … … 𝑓(𝑁 − 1,1)… 𝑓(𝑁 − 1, 𝑀 − 1)
Nilai pada suatu irisan antara baris dan kolom pada (posisi x, y) disebut dengan picture element, Image element, pels, dan pixel.istilah pixel paling sering digunakan pada citra digital. Gambar 2.3 merupakan digitalisasi citra dengan M=15 baris dan N=15 kolom [9].
Gambar 2.3 digitalisasi citra dengan (pixel x=4 dan y=10) [9]
2.4.2
Sampling
Sampling adalah transformasi citra kontinu menjadi citra digital dengan cara membagi citra analog (kontinu) menjadi M kolom dan N baris sehingga menjadi citra diskrit. Semakin besar nilai M dan N, semakin halus citra digital yang dihasilkan dan artinya resolusi citra semakin tinggi. Persilangan antara baris dan kolom tertentu disebut dengan pixel. Proses sampling dihasilkan oleh peralatan digital, misalnya scanner, foto digital, dan kamera digital.
Kamera digital biasanya menggunakan sensor optik jenis Charge Coupled Device (CCD) yang membentuk sebuah matriks berukuran M kolom dan N baris. Sensor jenis CCD digunakan untuk mendeteksi intensitas cahaya yang masuk ke
Universitas Sumatera Utara
13
dalam kamera. Keluaran arus yang besarnya sebanding dengan intensitas cahaya yang mengenainya dari matriks CCD. Maka Arus tersebut dikonversi menjadi data digital yang kemudian dikirim ke unit penampil atau unit pengolah lainnya [16].
2.4.3
Pixel dan Voxel
Setiap pixel tidak hanya mewakili satu titik dalam sebuah citra melainkan sebuah bagian berupa kotak yang merupakan bagian terkecil(sel). Nilai dari sebuah pixel harus dapat menunjukkan nilai rata-rata yang sama untuk seluruh bagian dari sel tersebut.
Pada citra 3D satuan atau bagian terkecilnya bukan lagi sebuah pixel melainkan sebuah voxel ditentukan dengan tiga buah variabel yaitu k yang menyatakan kedalaman (depth), m menyatakan posisi baris, dan n menyatakan posisi kolom. Penggambarannya dapat dilakukan dengan sumbu kartesian [9].
2.5 Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra digital adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras,transformasi warna,resolusi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik), melakukan pemilihan citra ciri (feature image) yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra, melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data. Input dari pengolahan citra adalah citra, sedangkan output-nya adalah citra hasil pengolahan [16].
Universitas Sumatera Utara
14
2.6 Jenis Citra
Suatu pixel memiliki nilai rentang tertentu dari nilai minimum ke nilai maksimum. Jangkauan suatu nilai yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis warnanya. Namun secara umum jangkauan nya 0-255. Citra dengan penggambaran seperti ini digolongkan kedalam citra integer. Berikut adalah jenis-jenis citra berdasarkan nilai pixelnya [9] :
1. Citra Biner Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai pixel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B&W (black and white) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap pixel dari citra biner yaitu 0 dan 1.
2. Citra Grayscale Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pixel-nya, dengan kata lain nilai bagian RED = GREEN = BLUE. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuan di sini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra grayscale berikut memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan).
3. Citra Warna (8 bit) Citra warna (8 bit) hanya di wakili oleh 8 bit dengan jumlah warna maksimum yang dapat digunakan adalah 256 warna.
4. Citra Warna (16 bit) Citra warna 16 bit disebut sebagai citra highcolor dengan setiap pixel-nya diwakili dengan 2 byte memori (16 bit). Warna 16 Bit memiliki 65.536 warna. Dalam formasi bitnya, nilai merah dan biru mengambil tempat 5 bit di kanan dan kiri. Komponen hijau memiliki 5 bit ditambah 1 bit ekstra. Pemilihan komponen hijau
Universitas Sumatera Utara
15
dengan deret 6 bit dikarenakan penglihatan manusia lebih sensitif terhadap warna hijau.
5. Citra Warna (24 bit) Citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit pixel sehingga total 16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah lebih dari cukup untuk memvisualisasikan seluruh warna yang dapat dilihat penglihatan manusia. Penglihatan manusia dipercaya hanya dapat membedakan hingga 10 juta warna saja. Setiap poin informasi pixel Red Green Blue (RGB) disimpan ke dalam 1 byte data. 8 bit pertama menyimpan nilai biru, kemudian diikuti dengan nilai hijau pada 8 bit kedua dan pada 8 bit terakhir merupakan warna merah.
2.7 Format File Citra
Format file citra standar yang digunakan saat ini terdiri dari beberapa jenis. Formatformat ini digunakan dalam menyimpan citra dalam sebuah file. Setiap format memiliki karakteristik masing-masing [9] :
1. Bitmap (.bmp) Format *.bmp adalah format penyimpanan standar tanpa kompresi yang umum dapat digunakan untuk menyimpan citra biner hingga citra warna. Format ini terdiri dari beberapa jenis yang setiap jenisnya ditentukan dengan jumlah bit yang digunakan untuk menyimpan sebuah nilai pixel.
2. Tagged Image Format (.tif, .tiff) Format *.tif merupakan format penyimpanan citra yang dapat digunakan untuk menyimpan citra bitmap hingga citra dengan warna palet terkompresi. Format ini dapat digunakan untuk menyimpan citra yang tidak terkompresi dan juga citra terkompresi.
Universitas Sumatera Utara
16
3. Portable Network Graphics (.png) Format *.png adalah format penyimpanan citra terkompresi. Format ini dapat digunakan pada citra grayscale, citra dengan palet warna, dan juga citra fullcolor. Format .png juga mampu menyimpan informasi hingga kanal alpha dengan penyimpanan sebesar 1 hingga 16 bit per kanal.
4. Joint Photographic Expert Group (.jpg) Format *.jpg adalah format yang sangat umum digunakan saat ini khususnya untuk transmisi citra. Format ini digunakan untuk menyimpan citra hasil kompresi dengan metode JPEG.
5. Graphics Interchange Format (.gif) Format ini dapat diigunakan pada citra warna dengan palet 8 bit. Penggunaan umumnya pada aplikasi web. Kualitas yang rendah menyebabkan format ini tidak terlalu populer dikalangan peneliti pengolahan citra digital.
6. RGB(.rgb) Format ini merupakan format penyimpanan citra yang dibuat oleh silicon graphics untuk menyimpan citra berwarna.
7. RAS (.ras) Format .ras diigunakan untuk menyimpan citra dengan format RGB tanpa kompresi.
2.8 Pengolahan Warna
Berdasarkan hasil penelitian, warna dapat membedakan proses identifikasi dan ekstraksi objek dari sekitarnya. Manusia dapat membedakan ribuan warna dan tingkat intensitasnya dibandingkan dengan puluhan tingkat keabuan. Oleh karenanya teknik memanipulasi warna diperlukan sehingga warna bisa diolah dan digunakan untuk membantu proses penyederhanaan identifikasi dan ekstraksi objek [16].
Universitas Sumatera Utara
17
2.8.1
Warna Red Green Blue (RGB)
Model Warna RGB adalah sebuah model warna additif dimana pancaran warna red (merah), green (hijau), dan blue (biru) ditambahkan bersama dengan cara yang bervariasi untuk mereproduksi susunan warna yang lebar. Warna aditif digunakan untuk pencahayaan (lighting), video, dan monitor. Sebagai contoh, menciptakan warna dengan memancarkan cahaya melalui merah, hijau dan biru fosfor.
Tujuan utama dari model warna RGB adalah untuk mempresentasikan ulang, dan menampilkan gambar dalam sistem elektronik, misalnya dalam televisi dan komputer. Model warna RGB juga digunakan dalam fotografi konvensional.
RGB adalah ruang warna yang sifatnya bergantung kepada perangkat. Perangkat yang berbeda akan mendeteksi atau mereproduksi nilai RGB secara berbeda. Untuk membentuk warna dengan RGB, tiga cahaya berwarna balok (satu merah, satu hijau, dan satu biru) harus ditumpangkan (misalnya dengan emisi dari layar hitam, atau dengan refleksi dari layar putih). Masing-masing dari tiga balok disebut sebagai komponen warna, dan masing-masing dapat memiliki intensitas yang berbeda.
2.8.2
Warna Cyan Magenta Yellow blacK (CMYK)
CMYK adalah kependekan dari Cyan, Magenta, Yellow (kuning) dan warna utamanya yaitu blacK (hitam) dan sering kali dijadikan referensi sebagai suatu proses pewarnaan dengan mempergunakan empat warna. CMYK adalah bagian dari model pewarnaan yang sering dipergunakan dalam pencetakan berwarna. Namun dipergunakan juga untuk menjelaskan proses pewarnaan itu sendiri. Meskipun berbeda-beda dari setiap tempat pencetakan, operator surat kabar, pabrik surat kabar dan pihak-pihak yang terkait, tinta untuk proses ini biasanya diatur berdasarkan urutan dari singkatan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
18
K dalam CMYK berarti Key, karena dalam pencetakan empat warna yaitu Cyan, Magenta, Yellow mencetak plat yang secara hati-hati terkunci atau sejajar dengan kunci dari kunci plat hitam. Beberapa sumber menyatakan bahwa K berasal dari huruf terakhir black, karena huruf pertama yaitu B sudah digunakan untuk mendefinisikan warna Blue (biru).
Model ini, baik sebagian ataupun keseluruhan, biasanya ditimpakan dalam gambar dengan warna latar putih (warna ini dipilih, dikarenakan dia dapat menyerap panjang struktur cahaya tertentu). Model seperti ini sering dikenal dengan nama "subtractive", karena warna-warnanya mengurangi warna terang dari warna putih.
2.8.3
Warna Hue Saturation Lightness (HSL)
HSL adalah suatu model warna yang diperoleh dari warna RGB dan warna CMYK. HSL kependekan dari hue, saturation dan lightness. Di dalam HSL, ketiga karakteristik pokok dari warnanya adalah :
1. Hue adalah warna yang dipantulkan dari atau memancarkan melalui suatu obyek. Itu diukur sebagai lokasi pada standard color wheel, yang dinyatakan dalam tingkat antara 0o dan 360o. Pada umumnya, hue dikenali dengan nama dari warna seperti merah, orange atau hijau.
2. Lightness adalah tingkat keterangan relatif atau kegelapan dari warna. Pada umumnya diukur dalam presentase dari 0% (hitam) ke 100% (putih). 3. Saturation disebut chroma, adalah kemurnian atau kekuatan dari warna. Saturation menghadirkan jumlah kelabu sebanding dengan Hue, mengukur persentase dari 0% (Hitam)Kelabu sampai 100% ( warma yang dipenuhi ). Pada standar color wheel, saturation meningkatkan dari pusat ke tepi.
Universitas Sumatera Utara
19
2.9 Metode Penyisipan Algoritma XOR
Algoritma Exclusive Or (XOR) pada prinsipnya sangat sederhana, yang mana XOR ini merupakan operasi logika yang bekerja dengan membandingkan dua buah bit yang salah satu bit antara keduanya bernilai benar maka hasil operasi XOR tersebut bernilai benar, namun apabila kedua bit yang akan dibandingkan bernilai salah atau kedua bit juga bernilai benar maka hasil akhir dari operasi XOR tersebut bernilai salah juga. Artinya apabila hasil dari XOR itu bernilai salah maka tidak adanya citra sisipan (steganografi), dengan kata lain penyisipan biasa dilakukan apabila salah satu bit antara keduanya bernilai benar ataupun salah. Seperti terlihat pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Tabel Kebenaran Operasi XOR [9] A
B
A XOR B
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
Pada algoritma ini penyisipan dilakukan dengan mengubah nilai pixel desimal menjadi biner. Ditunjukkan pada penjelasan di bawah ini :
Diketahui nilai citra cover RGB dengan ukuran 3x3 pixel : R Pixel 1 Pixel 2 Pixel 3
G
B
R
G
B
R
G
B
49 57 30 88 121 37 56 64 10 132 136 76 187 189 52 133 139 25 32 60 23 78 116 57 32 55 11
Nilai biner citra cover RGB dengan ukuran 3x3 pixel : Pixel 1 Pixel 2 Pixel 3
R
G
B
R
G
B
R
G
B
00110001
00111001
00011110
01011000
01111001
00100101
00111000
01000000
00001010
10000100
10001000
01001100
10111011
10111101
00110100
10000101
10001011
00011001
00100000
00111100
00010111
01001110
01110100
00111001
00100000
00110111
00001011
Universitas Sumatera Utara
20
Nilai citra sisipan RGB harus lebih kecil dari nilai citra cover yaitu 1x1 pixel: R 76
Pixel 1
G 187
B 189
Nilai biner citra sisipannya : Pixel 1
R
G
B
01001100
10111011
10111101
Masing-masing bit disisispkan dengan menggunakan fungsi XOR. Maka dihasilkan citra stego XOR seperti berikut ini : Pixel 1 Pixel 2 Pixel 3
2.10
R
G
B
R
G
B
R
G
B
01111101
00111001
00011110
01011000
01111001
00100101
00111000
01000000
00001010
01111111
10001000
01001100
10111011
10111101
00110100
10000101
10001011
00011001
10011101
00111100
00010111
01001110
01110100
00111001
00100000
00110111
00001011
Metode Ekstraksi Algoritma XOR
Pada metode ekstraksi algoritma XOR maka dapat diproses dengan cara berikut : 1. Melakukan konversi nilai image desimal ke bilangan biner dari citra stego XOR. Pixel 1 Pixel 2 Pixel 3
R G 125 57 127 136 157 60
B 30 76 23
R G 88 121 187 189 78 116
B 37 52 57
R G 56 64 133 139 32 55
B 10 25 11
Stego XOR yang telah di binerkan : Pixel 1 Pixel 2 Pixel 3
R
G
B
R
G
B
R
G
B
01111101
00111001
00011110
01011000
01111001
00100101
00111000
01000000
00001010
01111111
10001000
01001100
10111011
10111101
00110100
10000101
10001011
00011001
10011101
00111100
00010111
01001110
01110100
00111001
00100000
00110111
00001011
Universitas Sumatera Utara
21
2. Biner dari citra hasil sisipan kemudian di XOR kan dengan biner citra cover berikut ini : Pixel 1 Pixel 2 Pixel 3
R
G
B
R
G
B
R
G
B
00110001
00111001
00011110
01011000
01111001
00100101
00111000
01000000
00001010
10000100
10001000
01001100
10111011
10111101
00110100
10000101
10001011
00011001
00100000
00111100
00010111
01001110
01110100
00111001
00100000
00110111
00001011
3. Didapat hasil biner citra sisipannya. Pixel 1
2.11
R
G
B
01001100
10111011
10111101
Metode Penyisipan Least Significant Bit (LSB)
Least Significant Bit (LSB) merupakan salah satu teknik dalam Steganografi. LSB menambahkan bit data yang akan disembunyikan (pesan) di bit terakhir yang paling cocok atau kurang berarti. Misalkan bit pada image dengan ukuran 3x3 pixel sebagai berikut : Pixel 1 Pixel 2 Pixel 3
R G B R G B R G B 49 57 30 88 121 37 56 64 10 132 136 76 187 189 52 133 139 25 32 60 23 78 116 57 32 55 11
Nilai biner citra cover RGB dengan ukuran 3x3 pixel : Pixel 1 Pixel 2 Pixel 3
R
G
B
R
G
B
R
G
B
00110001
00111001
00011110
01011000
01111001
00100101
00111000
01000000
00001010
10000100
10001000
01001100
10111011
10111101
00110100
10000101
10001011
00011001
00100000
00111100
00010111
01001110
01110100
00111001
00100000
00110111
00001011
Pesan yang akan disisipkan adalah image 1x1 pixel Pixel 1
R 76
G 187
B 189
Universitas Sumatera Utara
22
Nilai biner citra sisipannya : Pixel 1
R
G
B
01001100
10111011
10111101
Masing-masing bit disisispkan dengan menggunakan algirtma LSB pada bit akhir citra cover . Maka dihasilkan citra stego LSB seperti berikut ini : Pixel 1 Pixel 2 Pixel 3
R
G
B
R
G
B
R
G
B
00110000
00111000
00011110
01011000
01111001
00100101
00111001
01000001
00001010
10000101
10001001
01001100
10111011
10111100
00110101
10000101
10001010
00011001
00100000
00111101
00010111
01001111
01110101
00111000
00100001
00110111
00001011
Ada dua teknik yang dapat digunakan pada LSB, yaitu penyisipan secara sekuensial dan secara acak. Penyisipan sekuensial dilakukan berurutan sedangkan acak dilakukan dengan acak pada image dengan memasukan kata kunci (stego key) [2]. Perubahan pada LSB ini akan terlalu kecil untuk terdeteksi oleh mata manusia sehingga pesan dapat disembunyikan secara efektif [11].
2.12
Metode Ekstraksi Least Significant Bit (LSB)
Metode Ekstraksi LSB adalah metode pengambilah hasil dari data penyisipan dari setiap stego image. Dimisalkan bahwa pada byte 00011111 maka bit penyisipan LSBnya adalah 1, maka untuk ekstraksi pesan image pada algoritma LSB adalah : Pixel 1 Pixel 2 Pixel 3
R
G
B
R
G
B
R
G
B
00110000
00111000
00011110
01011000
01111001
00100101
00111001
01000001
00001010
10000101
10001001
01001100
10111011
10111100
00110101
10000101
10001010
00011001
00100000
00111101
00010111
01001111
01110101
00111000
00100001
00110111
00001011
Maka hasil pengambilan bit LSB terakhir unutk penyisipan image yaitu : Pixel 1
R
G
B
01001100
10111011
10111101
Universitas Sumatera Utara
23
2.13
Parameter Pembanding
Parameter pembanding dalam penyusunan skripsi ini adalah Mean Square Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ratio (PSNR). Parameter ini digunakan untuk membandingkan antara kedua metode pada hasil penyisipannya.
2.13.1
Mean Square Eror (MSE)
Mean Squared Error (MSE) digunakan untuk mengukur kinerja algoritma steganografi pada sebuah citra. Citra cover dibandingkan dengan citra sisipan dengan memeriksa selisih nilainya. Perhitungan nilai MSE dari citra berukuran M x N pixel, dilakukan sesuai dengan rumus pada persamaan 2.2 dibawah ini :
1 MSE = M∗N
M
N
(𝑓 𝑥, 𝑦 − 𝑓 ′ 𝑥, 𝑦 )2 … … … … … … … … … … … … … … … (2.2) x=1 y=1
Keterangan : M dan N
: ukuran panjang dan lebar citra.
f(x,y)
: intensitas citra di titik (x,y) dari citra yang asli.
f’(x,y)
: intensitas citra di titik (x,y) dari citra hasil penyisipan.
Semakin kecil nilai MSE, semakin bagus prosedur yang dilakukan. Artinya kualitas citra setelah dilakukan penyisipan pesan hampir sama dengan kualitas citra asalnya [16].
2.13.2
Peak Signal to Noise Ratio (PSNR)
Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) merupakan nilai yang menunjukkan tingkat toleransi noise tertentu pada banyaknya noise suatu sinyal citra. Noise merupakan kerusakan sinyal pada bagian tertentu dalam sebuah citra sehingga mengurangi
Universitas Sumatera Utara
24
kualitas sinyal tersebut. Dengan kata lain PSNR merupakan suatu nilai yang menunjukkan kualitas sinyal citra
[16]. Persamaan 2.3 merupakan rumus untuk
menghitung PSNR. PSNR = 20∗ log
255 MSE
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.3)
Keterangan : MSE adalah nilai Mean Squared Error
2.14
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan yaitu : 1. Muhammad Arif Romdhoni [12]. Kriptografi Visual pada Citra Biner dan Citra Berwarna serta Pengembangannya dengan Steganografi dan Fungsi XOR. “Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kriptografi visual pada citra biner menghasilkan citra share dan citra rekontruksi yang memiliki gangguan (noise) pada warna putih, maka semakin banyak citra yang disisipkan , kontras yang dihasilkan akan semakin besar.”
2. Hapsari Muthi Amira [3]. Studi Steganografi pada Image File. “Pada penelitian ini didapat beberapa kesimpulan yaitu LSB pada BMP ini sangat cocok untuk aplikasi yang terfokus pada ukuran informasiyang hendak disampaikan dan bukan keamanan pada informasi tersebut. LSB pada GIF ini merupakan alagoritma yang sangat efektif untuk digunakan ketika memasukkan pesan ke dalam gambar dengan metode grayscale. Pada Patchwork cara penggunaan yang disarankan yaitu untuk menyembunyikan pesan singkat
ukuran kecil yang mengandung
informasi yang sangat sensitive. Pada Spread Spectrum teknik ini dapat digunakan untuk kebanyakan aplikasi steganografi walaupun sangat penuh dengan rumusan matematika.”
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara