BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Singa (Panthera leo) Singa memiliki nama latin Panthera leo (Bauer et al. 2008). Nama umum singa adalah Lion (bahasa Inggris), Lion d’Afrique (bahasa Prancis), atau León (bahasa Spanyol) (Bauer et al. 2008). Singa merupakan salah satu dari empat kucing besar dari genus Panthera yang berarti kucing yang mengaum (Feldhamer et al. 1999, diacu dalam Zen 2012). Singa termasuk keluarga Felidae, yaitu keluarga kucing-kucingan (Nowak 2005; Nzalak et al. 2010). Keluarga ini dapat dibedakan dari keluarga Canidae dengan karakteristik berupa moncong yang lebih pendek, gigi premolar atas terakhir yang berkembang baik, serta gigi taring yang besar. Singa merupakan anggota genus Panthera yang berarti kucing yang mengaum (Feldhamer et al. 1999, diacu dalam Zen 2012). Singa jantan dewasa dapat memiliki bobot badan lebih dari 250 kg. Singa adalah kucing terbesar kedua setelah harimau (Nowak 2005; Nzalak et al. 2010). Klasifikasi singa adalah sebagai berikut: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Carnivora
Keluarga
: Felidae
Genus
: Panthera
Spesies
: Panthera leo (Linnaeus 1758).
Singa dapat dengan mudah dibedakan dari kucing besar lainnya seperti harimau, macan, dan jaguar karena singa memiliki morfologi yang unik yakni hewan ini memiliki rambut surai pada leher individu jantan (Gambar 1). Rambut surai berfungsi untuk melindungi daerah leher ketika mereka berkelahi, akan tetapi individu betina tidak memiliki surai. Selain itu, terdapat kuncung yang berwarna hitam pada ujung ekor singa juga menjadi ciri khasnya (Grzimek 1970, diacu dalam Zen 2012). Warna rambut pada singa bervariasi mulai dari kuning terang hingga kuning kemerahan tanpa ada pola yang khas. Bagian perut dan bagian sebelah dalam dari ekstremitas memiliki warna yang lebih pucat. Rambut surai pada individu jantan
4
biasanya berwarna kuning, coklat, atau coklat kemerahan pada singa muda namun cenderung menjadi lebih gelap mengikuti umur dan bahkan dapat berwarna hitam (Nowak 2005; Zen 2012). B
A J
J S
S
Be
K
Gambar 1
Gambar singa. (A) Singa jantan (J) dan singa betina (Be) (Mazur 2008). (B) Singa jantan (J) dengan kuncung hitam (K) pada ujung ekornya (Lion’s Press Agency 2012).
Tubuh singa jantan berukuran lebih besar dari singa betina. Bobot badan singa jantan berkisar antara 150-250 kg, sedangkan singa betina berkisar antara 120-180 kg. Panjang tubuh singa jantan berkisar antara 170-190 cm dengan panjang ekor 90-105 cm, sedangkan panjang tubuh singa betina berkisar 140-175 cm dengan panjang ekor 70-100 cm (Grzimek 1970, diacu dalam Zen 2012). Singa lebih memilih padang terbuka sebagai habitatnya, berbeda dengan harimau yang lebih menyukai habitat dengan vegetasi yang padat. Habitat singa umumnya adalah savana, dataran berumput, hutan terbuka, dan semak belukar. Singa juga dapat memasuki kawasan semi gurun dan bahkan pernah ditemukan di daerah pegunungan dengan ketinggian 5000 meter. Suatu kelompok singa disebut sebagai pride yang terdiri atas 3-5 ekor jantan dengan betina berjumlah ± 20 ekor. Luas wilayah jelajah suatu kelompok singa tertentu berkisar antara 20-400 km2. Singa yang nomaden dapat memiliki luas jajahan mencapai 4000 km2 dengan sebagian area tumpang tindih dengan wilayah jelajah singa lain (Nowak 2005; Zen 2012). Singa Afrika tersebar di wilayah subsahara Afrika dengan sebagian besar populasi tersebar di wilayah Afrika Timur dan Afrika Selatan. Negara-negara yang termasuk wilayah ini antara lain Angola, Botswana, Kamerun, Kongo, Etiopia, Uganda, dan Somalia. Populasi singa Asia terisolasi hanya pada Taman Nasional Hutan Gir India dan penangkaran satwa liar. Populasi singa Afrika belum dapat dipastikan karena wilayah penyebarannya yang sangat luas. The
5
African Lion Working Group (ALWG) menduga populasi singa Afrika saat ini adalah sebanyak 23000 ekor dengan kisaran 16500 sampai dengan 30000 ekor. Singa memiliki habitat yang luas, mulai dari hutan hujan tropis, hingga gurun Sahara (Bauer et al. 2008). Populasi singa di India barat terancam punah. Populasi singa di Afrika Utara, Timur Tengah dan Asia Barat telah punah. Pada akhir zaman Pleistosen, sekitar 10000 tahun yang lalu, singa merupakan mamalia besar yang paling menyebar luas setelah manusia. Mereka ditemukan di sebagian besar Aftika, Euro-Asia dari Eropa Barat hingga India, dan di Amerika dari Yukon hingga Peru (Nowak 2005; Nzalak et al. 2010). Mangsa singa antara lain kerbau, antelop, zebra, gajah, jerapah, kuda nil, dan badak. Singa merupakan predator puncak, meskipun terkadang mengais hewan buruan dari predator lainnya. Meskipun singa tidak berburu manusia secara selektif, akan tetapi telah dikenal singa yang menjadi pemakan manusia dan mencari mangsa manusia. Singa minum secara teratur saat air tersedia. Jika air tidak tersedia singa juga dapat memenuhi kebutuhan akan air dari mangsanya bahkan dari tanaman seperti tanaman melon tsama di gurun Kalahari sehingga singa dapat bertahan hidup di lingkungan yang sangat kering (Nowell & Bauer 2004; Bauer et al. 2008; Bauer et al. 2006; Hayward & Kerley 2005). Singa hidup antara 10 hingga 14 tahun di alam liar, sedangkan di penangkaran mereka dapat hidup lebih dari 20 tahun. Di alam liar, singa jantan jarang hidup lebih lama dari 10 tahun karena perkelahian dengan saingannya yang menyebabkan luka (Smuts 1982, diacu dalam Nzalak et al. 2010). Singa adalah spesies rentan, melihat penurunan populasi antara 30 sampai dengan 50% selama dua dekade terakhir (Nowell & Bauer 2004; Bauer et al. 2008; Bauer et al. 2006; Hayward & Kerley 2005). IUCN mengeluarkan daftar status kelangkaan suatu spesies berupa daftar merah IUCN. Berdasarkan daftar merah IUCN, status konservasi singa adalah rentan terhadap kepunahan atau vurnerable. Kategori konservasi berdasarkan daftar merah IUCN ini memberi gambaran mengenai kondisi populasi singa di alam. Status konservasi singa adalah rentan terhadap kepunahan, artinya status konservasi spesies ini sedang menghadapi resiko kepunahan yang tinggi di alam liar pada waktu yang akan datang (Bauer et al. 2008; Bauer et al. 2003).
6
Singa terdaftar dalam daftar Appendiks II CITES. Daftar Apendiks II CITES ini menunjukkan bahwa masih memungkinkan untuk melakukan perdagangan internasional berkelanjutan terhadap spesies singa di bawah sistem perijinan ekspor (Bauer et al. 2008; Bauer et al. 2003; UNEP-WCMC 2012). Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, singa tidak termasuk spesies satwa yang dilindungi di Indonesia. Dalam dua dekade terakhir (kira-kira tiga generasi singa) diduga terjadi pengurangan populasi singa sekitar 30% (Bauer et al. 2008). Jumlah singa pada tahun 1996 diperkirakan antara 30000 sampai dengan 100000 (Nowell & Jackson 1996, diacu dalam Bauer et al. 2003; Bauer et al. 2008). Singa liar di Afrika pada tahun 2004 diperkirakan berjumlah 23000 (Bauer & Merwe 2004). Ancaman yang menjadi penyebab berkurangnya jumlah populasi singa antara lain terjadinya pembunuhan singa secara liar pada lahan pertanian, konflik antara singa dan manusia, perkelahian antar singa, penurunan kualitas habitat, dan berkurangnya jumlah mangsa (Bauer et al. 2008; Bauer & Iongh 2005; Bauer et al. 2003). Singa pernah dilaporkan menderita beberapa jenis tumor, yakni tumor sel Mast (Stolte & Welle 1995), limfoma (Harrison et al. 2010), fibroblastoma desmoplastik (Yun et al. 2011), mesotelioma maligna pada pleura (Bollo et al. 2011), dan fibromatous epulis (de Castro et al. 2011). 2.2. Neoplasma atau Tumor 2.2.1. Definisi Tumor Neoplasma berasal dari bahasa Yunani, Neo berarti baru dan Plasma berarti sesuatu yang terbentuk. Neoplasma adalah pertumbuhan dari sel-sel baru yang berproliferasi tanpa kontrol, tidak memiliki fungsi dan tidak memiliki susunan yang teratur. Neoplasma mengalami kehilangan respon terhadap kontrol sel normal (Vegad 2007). Neoplasma disebut juga sebagai tumor. Kata tumor secara harfiah berarti bengkak, akan tetapi tidak semua kebengkakan disebabkan oleh tumor. Abses dingin, radang kronis, hematom, nodul parasitik, serta massa dari nekrosa lemak intra abdominal merupakan contoh-contoh dari kebengkakan yang bukan disebabkan oleh tumor. Kebengkakan bukan tumor berkembang untuk sementara
7
waktu kemudian berhenti dan menghilang, sedangkan bengkak akibat tumor berbeda, terus berkembang karena bentuk baru di dalamnya terus tumbuh. Saat ini istilah tumor diterapkan untuk massa neoplastik yang menyebabkan pembengkakan pada permukaan tubuh (Vegad 2007). Menurut Cullen et al. (2002), tumor merupakan massa jaringan yang dihasilkan oleh sel-sel yang memiliki kemampuan pembelahan yang baik karena diwariskan secara permanen atau perubahan genetik sehingga sel yang sama atau lainnya tidak merespon dengan tepat terhadap rangsangan jaringan normal dengan tepat baik kimia maupun fisik dalam suatu organisme. Pertumbuhan tumor akan menimbulkan efek bagi penderita. Massa tumor menyebabkan penekanan pada organ di sekitarnya, seperti pembuluh darah, saraf, dan saluran visceral. Penekanan pada pembuluh darah dan saluran visceral dapat menyebabkan penyumbatan yang berlanjut dengan edema, iskemia, dan nekrosa. Penekanan saraf akan mengakibatkan rasa sakit pada penderita. Pada umumnya penderita tumor ganas mengalami kaheksia, kelemahan, dan anemia. Hal tersebut disebabkan oleh persaingan antar sel normal dengan sel tumor dalam mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi dalam darah (Tjarta 2002). Tumor berperilaku seperti parasit, yakni bersaing dengan sel normal untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya (Vegad 2007). 2.2.2. Klasifikasi Tumor Studi tentang tumor disebut sebagai onkologi. Dalam onkologi, tumor dikasifikasikan menjadi dua kategori, yakni tumor jinak dan tumor ganas. Suatu tumor dikatakan jinak ketika masih bersifat lokal, tidak menyebar ke tempat lain, dapat diangkat dengan pembedahan, dan tidak menyebabkan kematian kecuali lokasinya mengganggu fungsi tubuh yang penting. Tumor disebut ganas ketika tumor dapat menyerang dan menghancurkan struktur jaringan yang berdekatan, menyebar ke tempat yang jauh (metastasis), dan menyebabkan kematian. Tumor ganas memiliki pertumbuhan yang infiltratif, yaitu tumbuh bercabang-cabang ke dalam jaringan sehat di sekitarnya menyerupai jari-jari kepiting sehingga seringkali disebut kanker (Vegad 2007). Tata nama tumor juga disusun berdasarkan asal jaringannya. Jaringan asal tumor terbagi atas jaringan mesenkim dan jaringan epitel. Jaringan mesenkim
8
meliputi jaringan pengikat, otot polos, otot lurik, sel-sel darah, sel endotel, meningen, sinovium, dan mesotelium. Jaringan epitel termasuk epitel pada kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran kemih, saluran reproduksi, kelenjar, dan sel yang berasal dari neuroektoderm seperti melanosit. Tumor yang berasal dari jaringan mesenkim diberi akhiran -oma bila jinak, dan diberi akhiran sarkoma bila ganas. Tumor jinak yang berasal dari jaringan epitel diberi akhiran papiloma, sedangkan akhiran -karsinoma diberikan bila tumor tersebut ganas. Tumor yang terdapat pada kelenjar diberikan akhiran -adenoma bila jinak dan adenokarsinoma bila ganas (Cullen et al. 2002). Klasifikasi tumor ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Klasifikasi tumor (Price & Wilson 2006; Withrow & Vail 2007). Sel atau jaringan asal
Jinak
Ganas
Epitel berlapis, skuamosa
Papiloma skuamosa
Karsinoma sel skuamosa (karsinoma epidemoid)
Epitel transisional
Papiloma transisional
Karsinoma sel transisional
Epitel kelenjar (melapisi ruang berisi cairan)
Adenoma (kistadenoma)
Adenokarsinoma (kistadenokarsinoma)
Epitel non kelenjar
Adenoma
Karsinoma
Melanosit
Nevus
Melanoma
Jaringan ikat -
Fibrosa Adiposa Tulang rawan Tulang
Fibroma Lipoma Kondroma Osteoma
Fibrosarkoma Liposarkoma Kondrosarkoma Osteosarkoma
-
Polos Lurik
Leiomioma Rhabdomioma
Leiomiosarkoma Rhabdomiosarkoma
Endotel - Buluh darah - Buluh limfatik
Hemangioma Limfangioma
Hemangiosarkoma Limfangiosarkoma
Jaringan saraf - Selubung saraf - Sel glia - Meningen - Jaringan limfoid Sumsum tulang
Neurofibroma Meningioma -
Neurofibrosarkoma Glioma, glioblastoma Limfoma, penyakit Hodkin Plasmasitoma, granulositik
Jaringan germinal
Teratoma
Teratoma maligna, teratokarsinoma, seminoma, karsinoma embrional
Otot
Baik tumor baik tumor jinak maupun tumor ganas memiliki dua komponen dasar, yakni jaringan parenkim dan jaringan penunjang. Jaringan parenkim terdiri
9
atas sel-sel yang mengalami perubahan atau sel-sel tumor, sedangkan jaringan penunjang adalah jaringan yang berasal dari induk semang yakni jaringan stroma selain tumor seperti jaringan ikat dan pembuluh darah. Parenkim menentukan perilaku biologis dari tumor tersebut. Stroma menyuplai darah dan memberikan dukungan yang sangat penting bagi pertumbuhan sel parenkim (Vegad 2007). Karakteristik tumor jinak dan ganas dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut MacFarlane et al. (2000), tumor diklasifikasikan berdasarkan klinis dan jaringan penyusunnya. Klasifikasi tumor secara klinis terbagi atas tumor jinak dan tumor ganas, sedangkan berdasarkan jaringan penyusunnya, yaitu: (1) tumor epitel; (2) tumor mesenkim; (3) tumor campuran epitel dan mesenkim; (4) tumor pembentuk darah dan sel limfoid; (5) tumor sel saraf; (6) tumor sel glia dan struktur penunjang saraf; serta (7) tumor embrional (blastoma), tumor sel germinativum, tumor plasenta, dan teratoma. Tabel 2 Karakteristik tumor jinak dan ganas (Cullen et al. 2002; Vegad 2007; Morris & Dobson 2001). Gambaran morfologi
Jinak
Ganas
Bentuk
Single
Single/multiple
Nekrosa/degenerasi
Rendah
Tinggi
Terapi
Lebih mudah
Sulit
Laju pertumbuhan
Lambat
Relatif cepat
Figur mitotik
Rendah
Tinggi
Diferensiasi
Dapat dilakukan diferensiasi secara histologis
Sulit dilakukan anaplastik
Invasi lokal
Tidak ada
Ada (ke buluh darah dan buluh limfe)
Metastasis
Tidak pernah terjadi metastasis
Sering bermetastasis ke tempat lain
Batasan sel (enkapsulasi atau demarkasi)
Ada batasan atau berkapsul
Lebih sering dengan sedikit batasan atau tidak teratur
diferensiasi,
Figur mitotik adalah sel yang dalam keadaan membelah sedangkan indeks mitotik merupakan perbandingan antara jumlah sel yang sedang melakukan pembelahan dan jumlah sel secara keseluruhan (Romansik et al. 2007). Indeks mitotik pada umumnya ditentukan dengan cara menghitung figur mitotik pada perbesaran objektif 40x dan menetapkan rataan hitungannya (Cullen et al. 2002). Pada perbesaran objektif 40x, figur mitotik dapat diamati memiliki ukuran yang
10
lebih besar daripada sel tumor lainnya. Indeks mitotik yang lebih besar dari 3 sel per lapang pandang merupakan indikator bahwa tumor tersebut adalah tumor ganas (Handharyani et al. 1999). Tumor ganas memiliki pertumbuhan yang infiltratif, yaitu tumbuh bercabang-cabang ke dalam jaringan sehat di sekitarnya menyerupai jari-jari kepiting sehingga seringkali disebut kanker (Vegad 2007). 2.2.3. Penyebab Tumor Tumor merupakan salah satu kasus penyakit penting yang harus dipecahkan dalam dunia kedokteran. Tumor atau neoplasia pada umumnya muncul pertama kali sebagai sesuatu yang tidak bisa dipahami, secara klinis terlihat sebagai suatu massa yang diam di dalam jaringan (Cheville 2006). Tumor merupakan penyakit multifaktorial. Penyebab tumor sangat kompleks, hal ini berkaitan dengan paparan agen karsinogen, kokarsinogen lingkungan, dan faktor predisposisi inang (Priosoeryanto et al. 2002). 2.2.4. Penyebaran Tumor Penyebaran tumor terjadi melalui tiga tahap yakni tahap infiltrasi, metafase, dan implantasi. Sel-sel tumor ganas menyebar dari suatu lokasi primer ke lokasi lainnya di dalam tubuh yang dinamakan lokasi sekunder. Proses penyebaran tumor ini disebut dengan metastasis. Metastasis merupakan tanda bahwa tumor bersifat ganas (Cheville 2006). Metastasis dapat menjadi penyebab utama kematian bagi penderita kanker (Ruddon 2007). Sel-sel tumor dapat bermetastasis melalui buluh darah, buluh limfe, transplantasi langsung/transcoelomic spread (Tjarta 2002; Morris & Dobson 2001), serta kontak jaringan (MacFarlane 2000). Sel tumor yang mengalami metastasis ke jaringan biasanya mirip dengan sel tumor primer (Cheville 2006). Sel-sel tumor ganas mempunyai karakteristik yang berbeda dari sel-sel normal karena terus membelah diri dan mengalami perubahan-perubahan. Tumor ganas sulit diobati karena pertumbuhannya infiltratif (Suindra 2005). Penyebaran tumor melalui buluh limfe disebut dengan penyebaran limfogen. Buluh limfe memiliki membrana basalis yang tipis sehingga mudah ditembus oleh sel tumor (Cullen et al. 2002). Sel tumor yang telah menembus buluh limfe diangkut oleh cairan limfe sebagai embolus, kemudian sel tersebut akan
11
tersangkut pada kelenjar getah bening regional. Tumor yang menyebar melalui buluh darah limfe biasanya adalah tumor dari jenis karsinoma (Tjarta 2002; Morris & Dobson 2001). Tumor juga dapat menyebar melalui pembuluh darah dan disebut dengan penyebaran hematogen. Tumor yang sering menyebar melalui pembuluh darah adalah tumor jenis sarkoma karena memiliki laju proliferasi sel yang tinggi dan memiliki adhesi yang rendah satu sama lain. Penyebaran tumor melalui pembuluh darah arteri sangat sulit terjadi apabila metastasis pada paru-paru. Oleh karena itu, apabila ditemukan massa tumor pada paru-paru maka kemungkinan besar metastasis telah menyebar ke seluruh tubuh (Tjarta 2002; Morris & Dobson 2001). Beberapa jenis tumor dapat menyebar melalui dua rute sekaligus yakni hematogen dan limfogen (Morris & Dobson 2001).