BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Oleokimia Oleokimia adalah bahan kimia yang dihasilkan dari minyak dan lemak, yaitu yang diturunkan dari trigliserida menjadi bahan oleokimia. Pada dasarnya oleokimia yang berasal dari bahan baku alami menunjukkan sebagai oleokimia alami. Bahan baku oleokimia sebagian besar berasal dari lemak hewan dan minyak nabati. Secara industri, sebagian asam lemak diperoleh secara langsung dari hewani atau nabati menghasilkan rantai karbon panjang. Sangat memungkinkan untuk menghasilkan berbagai macam produk dari asam lemak. Diantara produk asam lemak seperti ester asam lemak memiliki aplikasi yang penting sebagai pelarut, pembungkus, resin, plastik, pelapis, parfum, kosmetik, flavor, sabun, obat-obatan, bioenergi, dan pelumas (Ozgulsun, et al, 2000). Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida sebagai bahan bakunya. Hal ini terjadi karena secara umum, para pengusaha masih ragu untuk terjun secara langsung ke industri oleokimia. Masih sangat jarang dijumpai sebuah industri yang mengolah bahan baku langsung menjadi bahan kimia tanpa melalui trigliserida. Padahal secara ekonomi dan teknik, banyak produk dari bahan alami yang bisa diolah langsung dari bahan nabati tanpa melalui trigliserida. Contohnya adalah pengolahan secara langsung buah kelapa sawit menjadi asam lemak. Selama ini asam lemak dari kelapa sawit selalu diolah dari minyak/trigliserida. Padahal dari segi teknik dan ekonomi akan lebih efisien untuk mengolah secara langsung buah sawit menjadi asam lemak melalui pengaktifan enzim lipase yang terkandung pada buah sawit. Hal ini juga bisa ditemukan pada bahan baku nabati lainnya (Spitz, 2004).
2.2. Produk Turunan Oleokimia Asam lemak dari minyak kelapa sawit dalam berbagai fraksi selain dapat digunakan langsung, dapat juga dihasilkan berbagai produk turunannya. Berikut ini beberapa jenis produk asam lemak dan turunan asam lemak yang banyak digunakan dalam industri, yaitu : 1. Asam lemak merupakan hasil reaksi samping dari pemurnian minyak CPO menjadi RBDPO, dimana banyak digunakan sebagai komponen utama dalam pembuatan sabun.
Universitas Sumatera Utara
2. Ester asam lemak merupakan produk turunan asam lemak, dari berbagai fraksi asam lemak melalui proses esterifikasi menggunakan alkohol menghasilkan beberapa jenis ester. Misalnya ester dari asam lemak C8-C10 dengan trimetilol propana yang digunakan sebagai bahan pembuatan pelumas. C8-C10 yang diesterkan kembali dengan gliserol menghasilkan lemak berantai sedang (Medium Chain Trigliserides/ MCT) yang memiliki viskositas rendah dan memiliki sifat sangat stabil. MCT digunakan sebagai pelarut wangi-wangian (flovors), sebagai makanan diet karena mudah dicerna dan cepat menghasilkan energi. Esterifikasi asam lemak dengan monoalkohol misalnya isopropanol dengan asam miristat menghasilkan isopropil miristat, salah satu komponen kosmetik. Gliserol monoester digunakan sebagai bahan pengemulsi pada industri pangan, bahan penghilang jamur dan bahan pelumas dalam idustri plastik. 3. Alkohol asam lemak merupakan hasil produk hidrogenasi lemak atau ester asam lemak. Alkohol asam lemak dapat difraksinasi untuk memisahkan fraksi C8-C10 yang dikenal alkohol asam lemak yang berfungsi sebagai bahan baku plastik. Esterfikasi dengan asam polikarboksilat seperti anhidrida ptalat menghasilkan bahan baku plastik khususnya untuk industri PVC (Polivinil Klorida). C12 – C14 alkohol banyak digunakan sebagai additif pelumas dan dalam pembuatan minyak rem dan minyak hidrolik. C16-C18 alkohol asam lemak banyak digunakan sebagai campuran dalam pembuatan krem, lipstik, pasta, semir dan produk lainnya. 4. Ester poliglikol merupakan ester yang dihasilkan dari hasil reaksi alkohol asam lemak dengan etilen oksida digunakan sebagai surfaktan nonionik. Banyak digunakan sebagai bahan pembuatan dalam industri tekstil, cairan pencuci, produk penghilang lemak dan pembuatan cairan pembersih. 5. Amida asam lemak misalnya monoetanol amida dan dietanol amida dibuatdengan mereaksikan asam lemak atau ester asam lemak dengan monodietanol amina atau dietanol amina yang banyak digunakan sebagai pembentuk busa (foam boosters) pada sampo dan produk detergen. 6. Amina asam lemak merupakan amina yang dihasilkan dari reaksi asam lemak dengan amonia dan hidrogen. Banyak digunakan dalam industri pembuatan bahan pelembut (softener) dan biosida. Amina asam lemak banyak digunakan sebagai bahan pembuatan sampo (www.dekindo.com).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Ester Asam Lemak Ester asam lemak di alam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam lemak ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya yang teresterkan tidak dengan asam lemak tetapi dengan posfat seperti pada posfolipid. Disamping itu ada juga ester antara asam lemak dengan alkoholnya yang membentuk monoester seperti terdapat pada minyak jojoba. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makan maupun untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya (Endo, et al, 1997). Modifikasi ester asam lemak dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : a. Esterifikasi O
O
R - C – OH + R’ - OH
R – C – O – R’ + H2O
b. Interesterifikasi O
O
O
R - C – O – R’ + R” – C – O - R*
O
R – C – OR* + R” – C – OR’
b. Alkoholisis O
O
R - C – OR’ + R” – OH c. Asidolisis O
R – C – OR” + R’ – OH
O
O
R – C – OR’ + R” – C – OH
O
R” – C – OR’ + R – C – OH
Ketiga reaksi yang terakhir diatas dikelompokkan menjadi reaksi transesterifikasi (Gandhi, 1997).
1. Esterifikasi Esterifikasi adalah suatu reaksi ionik, yang mana gabungan dari reaksi adisi dan reaksi penataan ulang eliminasi.
O
O H H+
R–C–O–H
R’– O – H +
+
R–C–O –H
R–C =O - H2O
Universitas Sumatera Utara
O
O –H+
R – C – O+ – R’
R–C–O–R Ester
H Reaksi lain sering juga dilakukan untuk membentuk ester yang mana asam lemaknya diubah terlebih dahulu dalam bentuk asil klorida dengan melakukan reaksi klorinasi dengan menggunakan SOCl2 ataupun PCl3 . O
O
R – C – OH + SOCl2
R – C – Cl
Ini dilakukan untuk menambah kesensitifan gugus fungsi yang ada dalam molekul, kemudian asil klorida yang terbentuk direaksikan dengan alkohol. Asil klorida adalah zat pengasilasi yang sangat reaktif dan bereaksi sangat cepat dengan amin. Untuk alkohol, biasanya digunakan piridin sebagai katalis. Katalis piridin pada awalnya melibatkan pembentukan ion asil piridinium, yang kemudian bereaksi dengan alkohol. Piridin merupakan nukleofil yang lebih baik dibanding alkohol netral, tetapi ion asil piridinium bereaksi lebih cepat dengan alkohol daripada dengan klorida asam. Adakalanya piridin diganti dengan tridodekil amin untuk mengurangi sifat karsinogenik, namun pada dasarnya prinsipnya adalah sama (Brahmana, et al, 1998). 2. Interesterifikasi Interesterifikasi dapat digambarkan sebagai pertukaran gugusan antara dua buah ester dimana hal ini hanya dapat terjadi apabila terdapat katalis. Katalis yang sering digunakan untuk reaksi ini adalah logam natrium atau kalium dalam bentuk metoksilat atau etoksilat. Dalam reaksi ini ion logam natrium atau kalium akan menyebabkan terbentuknya ion enolat yang selanjutnya diikuti dengan pertukaran gugus alkil. O
O NaOCH3
R – C – O – R’ Ester
Natrium Metoksilat
O
R–C
O
Ion Enolat
O NaOCH3
R” – C – OR*
R – C – O – Na+
– Na+
O
R” – C – O – Na+
– Na+
O R”– C
O
Universitas Sumatera Utara
O
O
R– C – O– +
+
R*
R – C – O – R*
O
O
R”– C – O–
+
+
R’
R – C – O – R’
Keterangan : R
= C11H23COOH (Asam laurat)
R’
= C13H27COOH (Asam miristat)
R”
= C15H31COOH (Asam palmitat)
OR* = C17H35COOH (Asam stearat 3. Alkoholisis Alkoholisis adalah reaksi suatu ester dengan alkohol untuk membentuk suatu ester baru, dimana reaksinya biasanya lambat namun dapat dipercepat dengan bantuan suatu katalis yang biasa dipergunakan adalah suatu asam anorganik seperti HCl dan H2SO4. O
O H2SO4 / HCl
R – C – OH
+
R’ – OH
Asam karboksilat
Alkohol
R – C – O – R’ + R – OH Ester
Alkohol
Cara yang lainnya adalah dengan melewatkan HCl kedalam campuran reaksi tersebut dan direfluks. Cara ini dikenal dengan nama metode Fischer-Speier. Hasil dari ester ini dapat bertambah dengan cara menggunakan salah satu pereaksi secara berlebih. Pertambahan hasil juga dipengaruhi oleh dehidrasi yang artinya menarik air yang terbentuk sebagai hasil samping reaksi. Air dapat dipisahkan dengan cara menambahkan pelarut yang bersifat non polar seperti misalnya benzen dan kloroform sehingga ester yang terbentuk akan segera terikat pada pelarut yang digunakan. Asam anorganik yang digunakan sebagai katalis akan menyebabkan asam karboksilat mengalami konjugasi sehingga asam konjugat dari asam karboksilat tersebutlah yang akan berperan sebagai substrat. Struktur konjugasi asam karboksilat adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
+
O
OH
R – C – O+ – H
R–C–O–H
H Asam karboksilat akan beresonasi hibrid O
O
OH +
H R – C = O+ – H
R–C–O–H
R – C = O+ – H
4. Asidolisis Asidolisis adalah reaksi pembentukan suatu ester antara ester dengan ester yang lain. Disini terjadi pertukaran gugus alkil pada ester dengan atom hidrogen dari asam yang digunakan. Katalis yang digunakan akan menyebabkan terjadinya abstraksi proton yang kemudian diikuti dengan pengikatan alkil dari ester oleh ion enolat yang terbentuk. O
O
O
O
H2SO4 R – C – OR’ + R”– C – O – H
R – C – OH + R” – C – OR’
Ester asam lemak dialam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam lemak ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya yang teresterkan tidak dengan asam lemak tetapi dengan posfat seperti pada posfolipid. Disamping itu, ada juga ester antara asam lemak dengan alkoholnya yang membentuk monoester seperti terdapat pada minyak jojoba. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makan maupun untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya. Ester asam lemak dalam bentuk trigliserida sering dilakukan reaksi interesterifikasi antara 2 lemak yang padat dengan minyak yang cair untuk mengubah posisi asam lemak tersebut yang teresterkan pada gugus hidroksil dari C1,2,3 gliserol, sehingga dengan demikian kandungan padatan minyak / lemak tersebut yang terukur secara pulsa NMR akan menurun. Hal ini dapat terjadi karena asam lemak tidak jenuh yang tadinya berada pada posisi C2 serta diapit oleh asam lemak jenuh pada posisi C1,3 dan berbentuk padat akan menjadi lebih cair apabila pada posisi C1 atau C3 berupa asam lemak tidak jenuh. Hal ini telah dibuktikan untuk mempertukarkan posisi Eikosapentanoat dari posisi C1 atau C3 ke posisi C2 atau sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
O
O CH2 – O – C
CH2 – O – C OR2 O
OR1 O CH – O – C
+
CH – O – C
OR2 O
OR2 O
CH2 – O – C
CH2 – O – C OR1
OR2
O
O
CH2 – O – C
CH2 – O – C OR2 O
CH – O – C
OR2 O +
CH – O – C
OR1 O CH2 – O – C
OR2 O CH2 – O – C
OR2
OR1
Dimana : R1 = C15H31COOH (Asam palmitat) R2 = C19H39 COOH (Asam arachidat) Perubahan letak posisi asam lemak secara reaksi interesterifikasi akhirnya digunakan untuk merekayasa lipid yang tersabunkan menjadi sumber bahan makan yang bermanfaat bagi kesehatan. Trigliserida di dalam tubuh manusia hanya terhidrolisa oleh enzim pankreas pada posisi C1 dan C3 sedangkan C2 tetap dalam bentuk esternya. Ester yang masih terikat dengan gliserol pada posisi C2 biar bagaimanapun panjang rantainya tetap dapat diserap oleh tubuh sebagai sumber energi, sedangkan asam lemak bebas hasil hidrolisa pada posisi C1 dan C3 apabila berantai panjang sulit terabsorbsi oleh tubuh (Fessenden FJ, 1990).
2.4. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Pada prinsipnya proses pembuatan metil ester asam lemak sangat sederhana. Metil ester dihasilkan melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak dengan alkohol. Alkohol akan menggantikan gugus alkohol pada struktur ester minyak dengan bantuan katalis. NaOH dan KOH adalah katalis yang umum digunakan.
Universitas Sumatera Utara
O
O CH2 – O – C
CH2 – OH R1 O
CH – O – C
R1 – C OCH3 O
katalis + 3CH3OH
CH – OH
+
R2 –C
R2 O
OCH3 O
CH2 – O – C
CH2 – OH R3
Trigliserida
Metanol
Gliserol
R3 – C OCH3 Metil ester
Metil ester umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni) melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, proses ini bertujuan untuk mengubah trigliserida menjadi metil ester asam lemak. Kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA) merupakan salah satu faktor penentu jenis proses pembuatan Metil ester. Umumnya minyak murni memiliki kadar FFA rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan metode transesterifikasi. Jika kadar asam lemak bebas minyak tersebut masih tinggi, sebelumnya perlu dilakukan proses praesterifikasi dengan menentukan terlebih dahulu harga FFA minyak. a. Transersterifikasi Metode transesterifikasi merupakan metode yang umum digunakan untuk memproduksi biodiesel. Metode ini biasanya menghasilkan biodiesel hingga rendemen 95% dari bahan baku minyak tumbuhan. Metode transesterifikasi pada dasarnya terdiri atas 4 tahapan : 1. Pencampuran katalis alkalin (umumnya NaOH atau KOH) dengan alkohol (metanol atau etanol) pada konsentrasi katalis antara 0,5 - 1 wt% dan 10 – 20 wt% metanol terhadap massa minyak. 2. Pencampuran alkohol dan katalis dengan minyak pada temperatur 55°C dengan kecepatan pengadukan konstan. Reaksi dilakukan sekitar 30 – 45 menit. 3. Setelah reaksi berhenti, campuran didiamkan hingga terjadi pemisahan antara metil ester dan gliserol. Metil ester yang dihasilkan pada tahap ini sering disebut sebagai crude biodiesel, karena metil ester yang dihasilkan mengandung zat-zat pengotor, seperti sisa metanol, sisa katalis alkalin, gliserol dan sabun.
Universitas Sumatera Utara
4. Metil ester yang dihasilkan pada tahap ketiga dicuci dengan menggunakan air hangat untuk memisahkan zat-zat pengotor dan kemudian dilanjutkan dengan drying untuk menguapkan air yang terkandung dalam metil ester. b. Esterifikasi Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki kadar FFA tinggi (>5%), seperti minyak jelantah, PFAD, CPO low grade dan minyak jarak, proses transesterifikasi yang dilakukan untuk mengkonversi minyak menjadi metil ester tidak akan berjalan efisien. Bahan-bahan di atas perlu melalui pra-esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA hingga di bawah 5%. Umumnya, proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Asam-asam pekat seperti asam sulfat pekat dan asam klorida adalah jenis asam yang sekarang ini banyak digunakan sebagai katalis. Pada tahap ini akan diperoleh minyak campuran metil ester kasar dan metanol sisa yang kemudian dipisahkan. Proses esterifikasi dilanjutkan dengan proses esterifikasi alkalin (transesterifikasi) terhadap produk tahap pertama di atas dengan menggunakan katalis alkalin. Pada proses ini digunakan sodium hidroksida 1 wt% dan metanol 10%. Kedua proses esterifikasi di atas dilakukan pada temperature 55°C. Pada proses transesterifikasi akan dihasilkan metil ester di bagian atas dan gliserol di bagian bawah. Setelah dipisahkan dari gliserol, metil ester tersebut selanjutnya dimurnikan, yakni dicuci menggunakan air hangat dan dikeringkan untuk menguapkan kandungan air yang ada dalam
metil ester. Metil ester yang telah
dimurnikan ini selanjutnya bisa digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel ( Hambali. et al, 2007).
2.5. Esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol. Berlawanan dengan reaksi transesterifikasi trigliserida, esterifikasi asam-asam lemak, seperti ditunjukkan persamaan berikut: O
O H2 (SO4)
R — C — OH + CH3OH
R — C — OCH3
+
H2O
Metil ester asam lemak
Air
Desikan Asam lemak
Metanol
Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan yang lambat, sekalipun sudah dipercepat dengan kehadiran katalis yang baik dan berjumlah cukup. Katalis-katalis
Universitas Sumatera Utara
yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, seperti asam sulfat, asam sulfonat organik (dalam jumlah 1 sampai 3 % dari asam lemak yang diolah), atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktik industrial. Posisi kesetimbangan reaksi esterifikasi juga tidak sangat berpihak kepada pembentukan ester metil, sehingga untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung sampai ke konversi sempurna pada temperatur relatif rendah (misalnya paling tinggi 120 oC), reaktan metanol harus ada dalam jumlah sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus dihilangkan dari fase reaksi, yaitu fase minyak. Penghilangan air ini dapat ditempuh dengan berbagai cara alternatif, yaitu : 1. menguapkan fase akuatik atau alkohol, mengadsorpsi uap air, serta kemudian mengembunkan uap metanol kering untuk dikembalikan ke dalam bejana reaksi. 2. mengabsorpsi air yang terbentuk dengan garam-garam anhidrat yang membentuk padatan berhidrat (misalnya CaCl2 atau CaSO4), mengekstrak air yang terbentuk dengan suatu cairan ‘penyeret’ (entraining agent) seperti gliserol, etilen glikol, atau propilen glikol. Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak (atau esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-sisa katalis, metanol, dan gliserol atau air. Untuk memurnikannya, biodiesel mentah tersebut bisa dicuci dengan air, sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke dalam dan terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan. Porsi pertama dari air yang dipakai mencuci disarankan mengandung sedikit asam/basa untuk menetralkan sisa-sisa katalis. Biodiesel yang sudah dicuci kemudian dikeringkan pada kondisi vakum untuk menghasilkan produk yang jernih (pertanda bebas air) dan bertitik nyala ≥ 100 oC (pertanda bebas metanol). Melalui kombinasi-kombinasi yang jitu dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penghilangan air, dan juga dengan pelaksanaan reaksi secara bertahap, konversi sempurna asam-asam lemak ke metil esternya dapat dituntaskan dalam waktu satu sampai beberapa jam. Proses transesterifikasi dan esterifikasi dapat digabungkan untuk mengolah bahan baku dengan kandungan asam lemak bebas sedang sampai tinggi seperti CPO low grade, maupun PFAD ( Hambali. et al, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Esterifikasi Hampir 90-95% minyak nabati terdiri dari gliserida, yaitu ester, gliserol, dan asam lemak. Asam lemak berperan dalam menentukan sifat fisis dan kimia dari minyak nabati. Kehadiran pengotor di dalam minyak juga mempengaruhi tingkat konversi. Pada kondisi yang sama, sebanyak 67-84% konversi ester dengan menggunakan minyak nabati mentah dapat dicapai. Asam lemak bebas pada minyak nabati turut mengganggu kerja katalis. Namun bagaimanapun juga pada kondisi temperatur dan tekanan yang tinggi masalah ini dapat diatasi. Berikut adalah faktorfaktor yang mempengaruhi kecepatan esterifikasi yaitu : 1. Suhu Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Pada umumnya reaksi ini dapat dijalankan pada suhu mendekati titik didih metanol (60-70°C) pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu. Semakin tinggi suhu, berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Ini akan menyebabkan tumbukan terjadi lebih sering diantara molekul-molekul reaktan untuk kemudian melakukan reaksi (Rahayu, 2003), sehingga kecepatan reaksi meningkat. Setyawardhani (2003) menggunakan temperatur reaksi 60ºC pada reaksi transesterifikasi untuk menghindari menguapnya metanol yang bertitik didih 65ºC. Darnoko dan Cheryan (2000) juga menggunakan suhu 60ºC untuk reaksi. 2. Waktu reaksi Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak produk yang dihasilkan, karena ini akan memberikan kesempatan reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun jika kesetimbangan telah tercapai, tambahan waktu reaksi tidak akan mempengaruhi reaksi. Sofiyah (1995) mereaksikan minyak biji kapuk dengan etanol selama 60 menit untuk mencapai produk yang optimum. Darnoko dan Cheryan (2000) mendapatkan waktu tinggal yang optimum selama 60 menit untuk reaksi transesterifikasi minyak sawit dalam reaktor alir tangki berpengaduk. Penelitian lain yang juga menggunakan waktu reaksi selama 60 menit (Azis, 2005), (Widiono, 1995), (Prakoso, 2003). 3. Katalis Katalis berfungsi untuk mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan. Tanpa katalis, reaksi
Universitas Sumatera Utara
transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu sekitar 250°C. Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Katalis yang dapat digunakan adalah katalis asam, basa, ataupun penukar ion. Dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu kamar, sedangkan katalis asam pada umumnya memerlukan suhu reaksi diatas 100ºC. Katalis yang digunakan dapat berupa katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produk, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan adalah alkoksida logam seperti KOH dan NaOH dalam alkohol. Selain itu, dapat pula digunakan katalis asam cair, misalnya asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat (Kirk and Othmer, 1992). Penggunaan katalis homogen mempunyai kelemahan, yaitu: bersifat korosif, sulit dipisahkan dari produk, dan katalis tidak dapat digunakan kembali (Nijhuis, et al, 2002). Saat ini banyak industri menggunakan katalis heterogen yang mempunyai banyak keuntungan dan sifatnya yang ramah lingkungan, yaitu tidak bersifat korosif, mudah dipisahkan dari produk dengan cara filtrasi, serta dapat digunakan berulangkali dalam jangka waktu yang lama (Yadav and Thathagar, 2002). Selain itu katalis heterogen meningkatkan kemurnian hasil karena reaksi samping dapat dieliminasi (Altiokka and Citak, 2003). Contoh-contoh dari katalis heterogen adalah zeolit, oksida logam, dan resin ion exchange. Katalis basa seperti KOH dan NaOH lebih efisien dibanding dengan katalis asam pada reaksi transesterifikasi. Transmetilasi terjadi kirakira 4000 kali lebih cepat dengan adanya katalis basa dibanding katalis asam dengan jumlah yang sama. Untuk alasan ini dan dikarenakan katalis basa kurang korosif terhadap peralatan industri dibanding katalis asam, maka sebagian besar transesterifikasi untuk tujuan komersial dijalankan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis basa divariasikan antara 0,5-1% dari massa minyak untuk menghasilkan 9499% konversi minyak nabati menjadi ester. Lebih lanjut, peningkatan konsentrasi katalis tidak meningkatkan konversi dan sebaliknya menambah biaya karena perlunya pemisahan katalis dari produk menggunakan katalis KOH 1% dari massa minyak. 4. Pengadukan Pada reaksi transesterifikasi, reaktan-reaktan awalnya membentuk sistem cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara fase-fase yang berlangsung lambat. Seiring dengan terbentuknya metil ester, ia bertindak sebagai pelarut tunggal
Universitas Sumatera Utara
yang dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistem dengan fase tunggal pun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi sebagaimana sistem tunggal terbentuk, maka pengadukan menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan. Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan mengurangi hambatan antar massa. Untuk reaksi heterogen, ini akan menyebabkan lebih banyak reaktan mencapai tahap reaksi. Sofiyah (1995) menggunakan pengadukan 1425 rpm (rotation per minutes), 500 rpm (Setyawardhani, 2003), 1500 rpm (Purwono, 2003), 200-250 rpm (Rahayu, 2003), 1000 rpm (Kusmiyati, 1999), serta 800 rpm (Azis,2003). 5. Perbandingan Reaktan Variabel penting lain yang mempengaruhi hasil ester adalah rasio molar antara alkohol dan minyak nabati. Stoikiometri reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol untuk setiap mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol ester asam dan 1 mol gliserol. Untuk mendorong reaksi transestrifikasi ke arah kanan, perlu untuk menggunakan alkohol berlebihan atau dengan memindahkan salah satu produk dari campuran reaksi. Lebih banyak metanol yang digunakan, maka semakin memungkinkan reaktan untuk bereaksi lebih cepat. Secara umum, proses alkoholisis menggunakan alkohol berlebih sekitar 1,2-1,75 dari kebutuhan stoikiometrisnya. Perbandingan volume antara minyak dan metanol yang dianjurkan adalah 1 : 4. (http//www.journeytoforever.org/bioidesel). Terlalu banyak alkohol yang dipakai menyebabkan biodiesel mempunyai viskositas yang terlalu rendah dibandingkan dengan minyak solar, juga akan menurunkan titik nyala biodiesel, karena pengaruh sifat alkohol yang mudah terbakar. (Purwono, 2003) menggunakan perbandingan pereaksi sebesar 1:2,2 (etanol:minyak), (Ardiyanti, 2003) dan (Kusmiyati, 1999) menggunakan rasio molar alkohol-minyak 1:6, dan (Azis, 2005) menggunakan rasio volume 1:4 metanol-minyak.
2.7. PFAD (Palm Fatty Acid Destillate) Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asam. 2. Dekolorisasi dengan pemucatan. 3. Deodorisasi dengan suhu dan tekanan tinggi sehingga menghasilkan produk samping asam lemak bebas. Pemucatan ialah suatu proses pemurnian untuk menghasilkan zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampurkan minyak dengan absorben, seperti tanah pemucat (bleaching earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau juga menggunakan bahan kimia. Proses deodorisasi untuk CPO menjadi RBDPO dilakukan dengan cara memompakan minyak ke dalam ketel deodorisasi. Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200-250°C pada tekanan 1 atmosfer dan selanjutnya pada tekanan rendah (kurang lebih 10 mm Hg) sambil dialiri uap panas selama 4-6 jam untuk mengangkut senyawa yang dapat menguap. Jika masih ada uap air yang tertinggal dalam minyak setelah penguapan aliran selesai maka minyak tersebut perlu divakumkan pada tekanan yang lebih rendah. Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) merupakan hasil samping pemurnian CPO secara fisika, yaitu setelah tahap deguming, deasidifikasi, dan pengeringan sistem vakum. Komponen terbesar dalam PFAD adalah asam lemak bebas, komponen karotenoid dan senyawa volatil lainnya. Secara umum proses pengolahan (pemurnian) minyak sawit dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), dan 0,5% bahan lainnya.
Pada umumnya PFAD digunakan
industri sebagai bahan baku sabun ataupun pakan ternak. PFAD memiliki kandungan Free Fatty Acid (FFA) sekitar 81,7%, gliserol 14,4%, squalane 0,8%, Vitamin E 0,5%, sterol 0,4% dan lain-lain 2,2%. Pada suhu yang lebih tinggi, asam lemak bebas yang menimbulkan bau dalam minyak akan lebih mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut bersamasama uap panas dan terpisah dari minyak RBDPO, asam lemak bebas dari produk samping dari pemurnian RBDPO inilah yang disebut PFAD (Palm Fatty Acid Destillate) ataupun metil ester asam lemak (MEAL) yang sering digunakan sebagai bahan pembuatan sabun batangan. Penurunan tekanan uap selama proses deodorisasi akan menguragi jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisa minyak oleh uap air. (Ketaren, 1986)
Universitas Sumatera Utara
2.8. Pemurnian Minyak Proses pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas dari produk akhir/jadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau, stabilitas daya simpan, dan warna produk. Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemurnian adalah untuk merubah minyak kasar/mentah menjadi edible oil yang berkualitas dengan cara menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang diinginkan dengan cara yang paling efisien. Bahan yang tidak diinginkan atau pengotor dalam minyak mungkin biogenic misalnya disintesis oleh tanaman itu sendiri tapi bahan tersebut bisa jadi pengotor yang diambil oleh tanaman dari lingkungannya. Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak kasar/mentah dari lapang ke pabrik. Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada 2 tipe dasar teknologi pembersihan yang tersedia untuk minyak: (i) Pembersihan secara kimia (alkali) (ii) Pembersihan secara fisik Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia yang digunakan dan cara penghilangan FFA. Pembersihan secara fisik tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunakan teknik pembersihan menggunakan bahan kimia (alkali) karena tingginya asam lemak bebas (FFA) pada minyak yang dibersihkan dengan cara kimia. Proses deasidifikasi (deodorisasi) pada proses pembersihan secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut.
Terpisah dari hal
tersebut, menurut literatur, metode ini disarankan karena diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti minyak sawit. Dengan demikian, Pembersihan secara fisik terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit (Nilai Pemurnian < 1.3), biaya operasi yang lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan untuk ditangani.
Universitas Sumatera Utara
Nilai Pemurnian (NP) adalah parameter yang digunakan untuk memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian. Faktor ini tergantung pada hasil produk dan kualitas dari input dan dihitung yaitu : Minyak yang hilang % Nilai Pemurnian
= Asam lemak bebas
NP biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian secara sendiri-sendiri dan pengawasan NP dalam pemurnian biasanya berdasarkan berat yang dihitung dari pengukuran volumetrik yang disesuaikan dengan suhu atau menggunakan accurate cross-checked flow meters.
Gambar 30. Proses pemurnian CPO
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Proses pemurnian/refining dari CPO secara kimia dan fisika Scara umum, pemurnian secara kimia memerlukan tahap proses, peralatan dan bahan kimia yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pemurnian secara fisik. Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia dan secara fisik digambarkan pada Gambar 2.1 (Hui, YH. 1996).
2.8.1. Pemurnian (Refining) Kimia Pemurnian secara kimia atau pemurnian basa adalah metode konvensional yang digunakan untuk memurnikan CPO. Ada tiga tahap pada proses refining secara kimia, yaitu 1. Degumming dan Netralisasi, 2. Penjernihan dan Filtrasi, 3. Penghilangan bau 1) Degumming dan Netralisasi Pada
tahap ini, bagian fosfatida
dari
minyak
dihilangkan
dengan
menambahkan additive di bawah kondisi reaksi yang spesifik. Additive yang paling umum digunakan adalah asam fosfat dan asam sitrat. Setelah itu, dilakukan proses netralisasi dengan menggunakan basa untuk menghilangkan asam lemak bebas. Larutan kemudian dimasukkan kedalam labu pemisah sehingga akan terpisah antara bagian minyak dengan sabun hasil reaksi antara basa dengan asam lemak bebas. Untuk menghilangkan kelebihan basa, minyak tersebut dicuci dengan air panas. Reaksi kimia yang terjadi pada tahap ini adalah sebagai berikut:
R – COOH + NaOH
RCOONa + H2O
2) Penjernihan dan Filtrasi Minyak yang telah dicuci kemudian dilakukan tahap kedua, yaitu penjernihan. Pada tahap ini, minyak dimasukkan ke dalam bejana silindris dengan pengaduk yang dinamakan “Bleacher”. Minyak tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 90ºC di bawah kondisi vakum. Minyak tersebut di evaporasi hingga kering. Minyak yang kering kemudian ditambahkan karbon aktif sehingga karbon aktif tersebut akan mengadsorpsi warna dari minyak. Campuran minyak dan agen pemutih di lakukan tahap filtrasi untuk memisahkan adsorben dari minyak. Minyak yang diperoleh lebih jernih dari awal.
Universitas Sumatera Utara
3) Penghilangan Bau Minyak setelah dilakukan tahap penjernihan masih mengandung beberapa bahan yang menyebabkan bau, sehingga perlu dilakukan tahap deodorisasi. Minyak yang jernih dimasukkan ke dalam bejana silindris yang dinamakan “Deodoriser”. Deodoriser dijaga pada kondisi vakum yang tinggi kemudian dipanaskan pada suhu 200ºC dengan tekanan yang tinggi. Senyawa yang volatil akan menguap dengan beberapa pembawa. Minyak ini kemudian didinginkan dan dijernihkan melewati mesin penyaring untuk mendapatkan minyak yang bening.
2.8.2. Pemurnian (Refining) Fisika Pemurnian secara fisika adalah metode alternatif dimana cara penghilangan asam lemak bebas dilakukan dengan destilasi pada temperatur yang tinggi dan vakum yang rendah. Cara ini menggantikan penambahan basa pada metode pemurnian kimia. Penjernihan secara fisika juga dapat dikatakan sebagai deasidifikasi dengan destilasi uap dimana asam lemak bebas dan senyawa volatil lainnya di pisahkan dari minyak menggunakan agen stripping yang efektif. Pada tahap pemurnian fisika, FFA di hilangkan pada tahap akhir. Kelebihan pemurnian fisika dibanding kimia adalah: a. Mendapatkan hasil yang baik b. Asam lemak yang dihasilkan sebagai produk samping memiliki kualitas yang tinggi c. Stabilitas minyak baik d. Peralatan yang digunakan murah e. Operasinya sederhana (Hui, YH. 1996)
2.9. Asam Lemak Bebas ( ALB ) Asam lemak merupakan senyawa pembangun senyawa lipida sederhana, fosfogliserida, glikolipida, ester, kolesterol, lilin dan lain-lain. Semua asam lemak berupa rantai hidrokarbon dengan ujungnya berupa gugus karboksil. Rantai ini bisa jenuh atau bisa juga mengandung ikatan rangkap, bahkan ada beberapa asam lemak mempunyai dua ikatan rangkap (seperti asam linoleat), tiga ikatan rangkap (seperti asam linolenat), empat ikatan rangkap (seperti asam arakidonat). Perbedaan sifat asam lemak terletak pada panjang rantai atom karbon serta jumlah dan posisi ikatan
Universitas Sumatera Utara
rangkapnya. Asam lemak yang terdapat pada hewan dan tumbuhan umumnya ialah asam lemak dengan jumlah atom karbon genap, yaitu antara 14 sampai 22, sedangkan asam lemak yang banyak dijumpai memiliki jumlah atom karbon 16 dan 18 ( Aisjah.G, 1993 ). Asam-asam lemak yang ditemukan di alam, biasanya merupakan asam-asam monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom karbon genap. Asam-asam lemak yang ditemukan di alam dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuhadalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, sedangkan asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Pembentukan ALB pada umumnya banyak terjadi di lapangan, sebelum buah mulai diolah di pabrik. Faktor yang paling mempengaruhi adalah derajat kematangan buah. Kenaikan ALB mulai dari pengolahan di pabrik sampai di pelabuhan sebaiknya kurang dari 1 persen. Jadi kadar ALB sangat ditentukan oleh mutu panen yang masuk ke pabrik. Oleh karena itu, ALB merupakan parameter terhadap mutu produksi minyak kelapa sawit ( Naibaho.P, 1998 ).
Tabel 2.1. Asam lemak yang penting terdapat dalam minyak dan lemak Jenis asam
Atom karbon
Sumber/asal
Titik cair
n-Butirat
CH3(CH2)2COOH
lemak susu sapi
Isovalerat
(CH3)2CHCH2COOH minyak ikan lumba-lumba
n-Kaproat
CH3(CH2)4COOH
Asam lemak jenuh
minyak kelapa,
-7.6 -37.6 -1.5
minyak kelapa sawit n-Kaprilat
CH3(CH2)6COOH
minyak kelapa
1.6
minyak kelapa sawit Kaprat
CH3(CH2)8COOH
susu sapi dan kambing,
31.5
minyak kelapa, minyak kelapa sawit Laurat
CH3(CH2)10COOH
44
minyak laural, minyak Inti sawit, minyak kelapa
Miristat
CH3(CH2)12COOH
minyak pala, susu ternak
58
Minyak ikan hiu
Universitas Sumatera Utara
Palmitat
CH3(CH2)14COOH
lemak hewani, minyak
64
nabati Stearat
CH3(CH2)16COOH
lemak hewani, minyak
69.4
nabati Arachidat
CH3(CH2)18COOH
minyak kacang
76.3
Lignoserat
CH3(CH2)22COOH
minyak kacang, spingo
81
myelin, minyak kacang tanah
Jenis asam
Atom karbon
Sumber/asal
Titik cair
CH3(CH2)7 = CH –
minyak dan lemak
14
CH3(CH2)7 = CH –
minyak rapeseed,
31 - 32
(CH2)11COOH
mustard, minyak hati
Asam lemak tidak jenuh Oleat
(CH2)7COOH Erukat
ikan hiu 2 Ikatan rangkap atau lebih Linoleat
CH3(CH2)4 = CH –
minyak biji kapas
CH2CH = CH –
biji lin, biji poppy
-11
(CH2)7COOH Linolenat
CH3CH2CH = CH –
minyak perilla
CH2CH = CHCH2 –
biji lin
-11
CH = CH(CH2)7COOH Clupanodonat
Arachidonat
C22H34O2
C20H32O2
minyak ikan paus
kurang
Hati ikan hiu, heering
dari -78
jaringan hati babi (Krischenbeuer, 1960).
Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh yang paling banyak dijumpai pada makanan. Sepertiga lemak daging ayam adalah asam oleat.
Margarin
merupakan bahan makanan dengan kandungan asam oleat yang tinggi, sekitar 47 % total
Universitas Sumatera Utara
kandungan lemaknya adalah asam oleat (Nursanyoto, 1993). Trigliserida adalah komponen lipid yang paling banyak terdapat di alam, dan karena sifatnya yang tidak menguap, trigliserida sukar sekali untuk dianalisis secara langsung dengan kromatografi gas. Meskipun demikian keterbatasan pemisahan ini diperbaiki dengan kemudahan pemisahan berbagai metal ester dari asam lemak dengan kromatografi gas. Karena itu, berbagai asam lemak trigliserida dapat dianalisis dengan kromatografi gas melalui pembentukan turunan seperti turunan metil ester. Berbagai asam lemak metil ester diperoleh dari reaksi esterifikasi.
Pereaksi
yang biasa digunakan untuk reaksi esterifikasi ini adalah boron trifluorida (BF3 ) dalam metanol 14% (Fardiaz, 1989).
2.10. Desikan Desikan merupakan bahan kimia yang bersifat higroskopis, yaitu bahan yang mudah menyerap air. Atas dasar sifat inilah desikan banyak digunakan dalam pembuatan metil ester asam lemak, dimana dalam reaksi pembentukan metil ester akan menghasilkan sejumlah air dan bersifat reversibel, sehingga untuk meghasilkan kadar metil ester yang optimum diperlukan desikan, antara lain desikan yang dapat digunakan ialah benzena, magnesium sulfat anhidrat, bubuk silika dan molekular shieve. Beberapa desikan digunakan untuk membandingkan desikan mana yang paling efektif untuk menghasilkan persen metil ester dengan rendemen yang tinggi (Aksoy, 1988),
Universitas Sumatera Utara