ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai dengan manifestasi perdarahan bertendensi menimbulkan syok dan dapat menyebabkan kematian, umumnya menyerang pada anak < 15 tahun, namun tidak tertutup kemungkinan menyerang orang dewasa. Tanda penyakit ini adalah demam mendadak dua sampai dengan tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit (petechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock) (Depkes RI, 2003). Menurut WHO (1997) dikenal penyakit Demam Dengue (DD), yaitu penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengan gejala seperti sakit kepala, sakit pada sendi, tulang dan otot. Sedangkan DBD ditunjukkan oleh 4 (empat) manifestasi klinis yang utama, demam tinggi, fenomena perdarahan, sering dengan hepatomegali, dan tanda kegagalan sirkulasi darah. 2.1.1 Etiologi Penyakit demam berdarah dengue pada seseorang disebabkan oleh virus dengue termasuk famili Flaviviridae dan harus dibedakan dengan demam yang disebabkan virus Japanese Encephalitis dan Yellow Fever (demam kuning) (Soegijanto, 2003).
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang temasuk kelompok B Arthropoda Borne Virus (Arboviroses). Virus tersebut dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN- 3 dan DEN 4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan anti bodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain tersebut. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat. Serotipe DEN-3 berasal dari Asia dan ditemukan pada populasi dengan tingkat imun rendah dengan tingkat penyebaran yang tinggi, meski sudah diketahui sejak 300 tahun yang lalu penanggulangannya belum juga tuntas (Depkes RI, 2004). 2.1.2 Patogenesis dan Patofisiologi Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan penjamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi perlawanan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian (Depkes RI, 2001). Organ sasaran dari virus adalah organ hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang, serta paru. Data dari
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
berbagai penelitian menunjukan bahwa sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Virus tesebut akan difagosit oleh sel monosit perifer di dalam peredaran darah, (Soegijanto, 2003). Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus Dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel sel. Genom virus membentuk komponen, baik komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit,
virus dilepaskan dari dalam sel.
Proses
perkembangan virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut, tetapi tidak ada ”cross protective” terhadap serotipe virus yang lain (Soegijanto, 2003). Patogenesis DBD terdapat dua perubahan patofisiologi yang menyolok yaitu : meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal yang terjadi singkat (24 – 48 jam), hipovolemia dan terjadi syok. Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan (Depkes RI, 2003). 2.1.3 Tanda dan gejala klinik Menurut Soegijanto (2003) gejala klinik utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet. Gejala klinik Demam Berdarah Dengue : 1. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari 2. Manifestasi perdarahan
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
a. Uji torniquet positif b. Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena. 3. Hepatomegali 4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah. Menurut Depkes RI (2003), secara klinis ditemukan demam, suhu tubuh pada umumnya antara 39°C – 40°C menetap antara 5 – 7 hari, pada fase awal demam terdapat ruam yang tampak di muka leher dan dada. Selanjutnya pada fase penyembuhan suhu turun dan timbul petechiae yang menyeluruh pada tangan dan kaki. Perdarahan pada kulit pada DBD terbanyak dilakukan uji tourniquet positif. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO (1997) terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang tidak berhubungan dengan penyakit DBD (over diagnosis). Kriteria diagnosis Demam Berdarah Dengue : 1) Kriteria klinis tersebut seperti demam tinggi tanpa sebab yang jelas yang berlangsung 2 – 7 hari, terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan uji tourniquet positif, petechiae, echymosis, pupura, perdarahan mukosa, epitaksis, pendarahan gusi, hematemesis dan melena, pembesaran hati. Adanya syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan penderita tampak gelisah.
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2) Kriteria laboratorium seperti trombositopenia 100.000 sel/ml atau kurang dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan hemotokrit 20% atau lebih. Dua kriteria klinis ditambah peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosa klinis DBD. WHO (1997) membagi derajat DBD dalam 4 (empat) tingkat, yaitu sebagai berikut: a. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet positif. b. Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau pendarahan lain. c. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (≤ 20 mm Hg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah. d. Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur. 2.1.4 Vektor penular Demam Berdarah Dengue Vektor penular penyakit DBD adalah nyamuk Aedes. Nyamuk ini dari kingdom Animalia, kelas Insecta, ordo Diptera, sub-ordo Nematocera, family Culicidae, sub-famili Culicinae, tribus Culicini, dan genus Aedes. Terdapat 2 spesies Aedes yang dapat menjadi vektor DBD, yaitu Aedes aegypti, Aedes albopictus. Namun, sebagian besar vektor DBD yang terjadi selama ini adalah dari spesies Aedes aegypti (Rampengan dan Laurentz, 1995).
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2.1.5 Morfologi Nyamuk Aedes dewasa berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai warna dasar hitam dengan bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayapnya. Secara morfologis Aedes aegypti dan Aedes albopictus ini sangat mirip, namun dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya (Merrit dan Cummins, 1978). Skutum Aedes aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sementara skutum Aedes albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya (Gambar 2.1).
Sumber : Gandahusada, 2004. Gambar 2.1 Karakteristik Ae aegypti dan Ae. Albopictus
Nyamuk Aedes mengalami metamorfosis yang sempurna melalui empat stadium yaitu telur, larva atau jentik, pupa dan dewasa (imago). Tiga stadium mulai dari telur, larva atau jentik dan pupa dalam air, sedangkan nyamuk dewasa adalah serangga terbang yang aktif mencari darah.
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2.1.5.1 Stadium telur Telur Aedes aegypti berbentuk oval seperti torpedo; panjangnya ± 0,6 mm dan beratnya 0,0113 mg. Pada waktu diletakkan telur berwarna putih, 15 menit kemudian telur menjadi abu-abu dan setelah 40 menit menjadi hitam. Dinding luar telur (exochorion) mempunyai bahan yang lengket (glikoprotein) yang akan mengeras bila kering. Di bawah mikroskop compound permukaan telur tampak seperti sarang tawon. Telur akan menetas selama satu sampai tiga hari pada suhu 23,0oC – 30,0oC dan kelembaban 60,0% - 80,0%, tetapi membutuhkan tujuh hari pada suhu 16,0oC (Christophers, 1960). Telur diletakkan satu persatu di dinding tempat penampungan air (TPA) 12 cm di atas permukaan air. Air di dalam tempat tersebut adalah air jernih dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Media air yang dipilih untuk tempat peneluran itu adalah air bersih yang stagnan (tidak mengalir) dan tidak berisi spesies lain sebelumnya. Tempat air di dalam rumah lebih disukai daripada di luar rumah, dan tempat air yang lebih dekat rumah lebih disukai daripada yang lebih jauh dari rumah. Nyamuk Aedes dapat menghasilkan 80-125 butir telur (rata-rata 100 butir) setelah menghisap darah (Hoedojo, 1993). Telur dapat bertahan dalam kondisi kering dalam waktu lebih dari satu tahun. Kemampuan bertahan memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup species tersebut selama iklim yang tidak menguntungkan (WHO, 2004). 2.1.5.2 Stadium larva atau jentik Ada empat tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
− Instar I : berbentuk paling kecil, yaitu 1-2 mm − Instar II : 2,5 – 3,8 mm − Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II − Instar IV : berukuran paling besar 5 mm Larva nyamuk semuanya hidup di air. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 6 – 9 hari (Christophers, 1960). Larva Aedes aegypti bergerak sangat lincah dan sangat sensitif terhadap rangsang getaran dan cahaya. Bila ada rangsangan, larva segera menyelam selama beberapa detik kemudian muncul kembali ke permukaan air. Lamanya larva mengalami moulting (pergantian kulit) dan ukuran larva dipengaruhi oleh nutrisi atau makanan yang diperoleh. Larva Aedes berbentuk silindris terdiri atas kepala, toraks dan abdomen. Pada ruas ke-8 dari abdomen terdapat sifon (alat pernapasan larva), sedangkan untuk mengambil makanan rambut-rambut yang ada di kepala yang berbentuk seperti sikat (Christoper, 1960). 2.1.5.3 Stadium pupa atau kepompong Pupa berentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik) nya. Pupa adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap membutuhkan oksigen untuk bernafas. Untuk keperluan pernafasannya pupa berada di dekat permukaan air. Lama fase pupa menjadi nyamuk dewasa adalah satu sampai dua hari (Hoedojo, 1993). 2.1.5.4 Stadium dewasa (Imago) Setelah melelewati waktu itu maka pupa membuka dan melepaskan kulitnya kemudian imago keluar ke permukaan air yang dalam waktu singkat siap
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
terbang. Siklus hidup pupa untuk berubah Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki. Bagian tubuh nyamuk dewasa terdiri atas kepala, toraks dan abdomen. Imago yang lebih awal keluar adalah jantan yang sudah siap melakukan kopulasi bila betinanya muncul belakagan. Imago Aedes albopictus biasanya melakukan kopulasi didekat inang imago betina dengan harapan memudahkan mendapatkan cairan darah. Imago betina membutuhkan cairan darah sebelum meletakkan telurnya yang fertil. Cairan darah itu diperlukan oleh imago betina setiap akan meletakkan sejumlah telurnya. Siklus pengisapan darah itu dilakukan setiap akan meletakkan telur, sehingga pengisapan cairan darah itu dapat dilakukan berkali-kali selama hidupnya (Lutz, 2000). Nyamuk menyelesaikan satu siklus hidupnya memerlukan waktu antara 9 – 12 hari atau rata-rata 10 hari dari telur sampai imago menghasilkan telur kembali. Setelah nyamuk betina meletakkan telurnya pada dinding tempat air, telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari, selanjutnya larva akan berubah menjadi pupa dalam waktu 5-15 hari. Stadium pupa biasanya berlangsung dua hari. Dalam suasana optimum, perkembangan dari telur sampai dewasa memerlukan waktu sekurang-kurangnya sembilan hari. Setelah keluar dari pupa nyamuk istirahat di kulit pupa untuk sementara waktu. Pupa jantan menetas lebih dahulu dari pupa betina. Nyamuk jantan tidak pergi jauh dari tempat perindukan karena menunggu nyamuk betina menetas dan siap berkopulasi. Sesudah kopulasi Ae. aegypti mengisap darah yang diperlukannya untuk pembentukan telur. Waktu
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur, mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic cycle) Umumnya nyamuk betina akan mati dalam sepuluh hari, tetapi masa tersebut cukup bagi nyamuk untuk inkubasi virus (3-10 hari) dan menyebarkan virus (Borror & Long, 1954). 2.1.6 Bionomik nyamuk Aedes aegypti Pengetahuan
tentang
bionomik
vektor
sangat
diperlukan
dalam
perencanaan pengendaliannya. Bionomik adalah bagian dari ilmu biologi yang menerangkan pengaruh antara organisme hidup dengan lingkungannya. Bionomik vektor adalah tempat perindukan (breeding place), kebiasaan menggigit (feeding habit), kebiasaan istirahat (resting habit) dan jarak terbang (flight range) (Soedarmo, 1998). 2.1.6.1 Tempat perindukan (Breeding places) Tempat perindukan Aedes aegypti berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer (bukan genangangenangan air tanah) seperti tempayan, drum, bak air, WC atau kamar mandi, tempat air burung piaraan, barang-barang bekas, lubang-lubang di pohon, pelepah daun. Macam kontainer termasuk bahan kontainer, volume kontainer, penutup kontainer dan asal air dari kontainer. Jenis bahan kontainer atau tempat penampung air yang disukai Aedes aegypti sebagai tempat perindukan yaitu : (1) Bahan semen : 45%; (2) Bahan Porselin : 14,6%; (3) Bahan tanah : 2,9%; (4) Bahan Plastik : 36,8%; dan (5) Bahan Logam/besi : 0,3% (Sumadji, 1998).
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2.1.6.1 Kebiasaan menggigit Nyamuk betina Ae. aegypti lebih menyukai darah manusia dari pada binatang (antropophilik). Darahnya diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan sehingga dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut satu siklus gonotropik. Nyamuk betina biasanya mencari mangsa pada siang hari dengan 2 (dua) puncak aktivitas yaitu pukul 09.00 – 10.00 dan pukul 16.00-17.00. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap berulang kali dalam satu siklus gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Tempat yang disenangi nyamuk untuk beristirahat selama menunggu waktu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin. Nyamuk biasanya hinggap di dalam rumah pada benda-benda yang bergantungan seperti pakaian, kelambu dan handuk. Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk betina, yaitu rata-rata 40-100 meter. Namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kenderaan, nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh nyamuk dari penguapan oleh karena aktivitasnya, maka jarak terbang nyamuk terbatas, sehingga penyebarannya tidak jauh dari tempat perindukan, tempat mencari mangsa dan tempat istirahat, terutama di daerah yang padat penduduknya (Soeroso, 2000).
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2.1.6.2 Jarak terbang Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk seperti kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya. Adapun faktor internal meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aegypti kuat terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam satu rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat lebih menyukai aktif di dalam rumah, endofilik. Apabila ditemukan nyamuk dewasa pada jarak terbang mencapai dua kilometer dari tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi (Chapman, 1989). Pola pemilihan habitat dan kebiasaan hidup imago tersebut Aedes aegypti dapat berkembang biak di tempat penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan terisi air. Sementara Ae. albopictus dapat berkembang biak di habitat perkebunan terutama pada lubang pohon atau pangkal bambu yang sudah dipotong yang biasanya jarang terpantau di lapangan. Kondisi itu dimungkinkan karena larva nyamuk tersebut dapat berkembang biak dengan volume air minimum kira-kira 0.5 cm setara atau dengan satu sendok teh (Judarwanto, 2007).
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Sumber : Gandahusada, 2004 Gambar 2.2 Tempat penampungan air yang ada di sekitar rumah kebun
2.1.7 Penularan virus dengue Virus Dengue (VirDen) merupakan bagian dari family flaviviridae genus flavivirus. Ada empat serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. VirDen menunjukkan banyak karakteristik yang sama dengan flavivirus lain, mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi oleh nukleokapsid ikosahendral dan terbungkus oleh selaput lipid (envelope icosahedral virus). Virionnya mempunyai diameter kira-kira 50nm (WHO, 1999). VirDen hanya dapat bertahan pada waktu pendek di luar tubuh manusia. Darah yang mengandung virDen dan disimpan dalam temperatur dingin dapat digunakan untuk menginfeksi manusia (Sutaryo, 2004). Infeksi salah satu serotipe virDen akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi terhadap serotipe lain rendah, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain (WHO-SEARO, 2004). Infeksi virDen kedua bahkan bisa lebih parah bila infeksi kedua berasal dari serotipe yang berbeda (Malavige et al., 2004). Di Indonesia, virDen-3 berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotype paling luas distribusinya, disusul Den-2, Den-1, dan Den-4 (Depkes RI, 2005a).
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue saat menghisap darah dari penderita yang berada dalam fase demam (viremik) akut. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Virus dengue dipindahkan dari satu orang ke orang lain bersama liur nyamuk pada waktu nyamuk menghisap darah. Virus itu akan berada dalam sirkulasi darah (viremia) selama 4-7 hari. Viremia biasanya pada saat atau tepat tepat sebelum gejala dan akan berlangsung rata-rata 5 (lima) hari setelah gejala penyakit. Ini merupakan awal yang sangat kritis karena penderita berada pada tahap yang paling infektif untuk nyamuk vektor ini dan akan berkontribusi dalam mempertahankan siklus penularan jika penderita tidak dilindungi dari gigitan nyamuk (Yudhastuti, 2011).
Sumber : Depkes RI, 2009 Gambar 2.3 Mekanisme Penularan Penyakit DBD
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
tusuknya (probosis), agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes RI, 2005). Akibat infeksi virus bermacam-macam tergantung imunitas seseorang yaitu asimtomatik, demam ringan, dengue fever (demam dengue) dan demam haemorrhagic fever (DHF/DBD). Penderita yang asimtomatik dan demam ringan merupakan sumber penularan yang efektif, karena mereka dapat pergi kemanamana dan menyebarkan virus dengue. Penularan virDen dapat terjadi secara horisontal, dari manusia pembawa virus (donor) yang oleh vektornya, Aedes aegypti dan Aedes albopictus, setelah mengalami propagasi dalam tubuh nyamuk sampai batas masa inkubasi ekstrinsiknya ditularkan ke manusia penerima. Temperatur dan kelembaban relatif dari musim hujan mendukung propagasi dari virDen dalam tubuh nyamuk dan ini merupakan salah satu fakktor dari terjadinya KLB DBD (Thu et al., 1998). Mardihusodo dkk. (2007) menyatakan bahwa infeksi vertikal dapat terjadi dari Aedes aegypti betina gravid infeksiosa sebagai induk ke ovum (telur) dalam uterus nyamuk itu, berpropagasi dalam embrio dalam telur, lalu virDen menggunakan larva sampai imago sebagai medium hidup untuk perbanyakannya. Mekanisme infeksi transovarial arbovirus pada nyamuk menurut Leake (1984) ada tiga macam : (1) nyamuk betina yang belum terinfeksi mengisap darah inang viremik, virus replikasi dalam nyamuk dan telur terinfeksi menghasilkan larva yang infeksius, (2) nyamuk betina yang belum terinfeksi kawin dengan nyamuk jantan yang terinfeksi secara transovarial dan selama nyamuk kawin terjadi transmisi secara seksual (venercal), sebagai akibatnya ovarium nyamuk
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
betina terinfeksi virus dan (3) nyamuk betina mengalami infeksi virus jaringan ovariumnya dan terpelihara sampai generasi berikutnya secara genetik. Adanya infeksi transovarial virDen pada nyamuk sudah banyak dibuktikan oleh beberapa peneliti antara lain Khin dan Than (1983) berhasil mengisolasi virDen-2 dari kumpulan larva Aedes aegypti di Yangoon, Myanmar. Kemudian Rosen et al. (1983) dalam studi eksperimental juga membuktikan bahwa selain nyamuk Aedes aegypti, nyamuk Aedes albopictus juga mampu menularkan virDen-1 secara transovarial. Joshi et al. (2002) dalam penelitian di laboratorium di India menemukan bahwa virDen-3 yang diinfeksikan ke intrathorax pada nyamuk Aedes aegypti dapat ditularkan secara transovarial secara terus menerus sampai generasi ke-7, dimana infection rate mulai meningkat pada F1-F2, kemudian relatif stabil pada generasi berikutnya. Infeksi transovarial virDen pada nyamuk Aedes aegypti berperan dalam meningkatkan dan mempertahankan epidemic dengue, oleh karena itu nyamuk yang telah menghisap virDen menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya (Depkes RI, 2005a; Lee dan Rohani, 2005). 2.1.8 Tempat potensial bagi penularan nyamuk DBD Penularan nyamuk DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah : tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar yaitu :
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
1. Sekolah Anak sekolah merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD. 2. Puskesmas atau Rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan lainnya Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, demam dengue (DD) atau carrier virus dengue. 3. Tempat umum lainnya : a. Tempat perbelanjaan, pasar, restoran, hotel, bioskop dan tempat ibadah. b. Wilayah rawan DBD (endemis) c. Pemukiman baru di pinggir kota Pada daerah ini penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah yang kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carrier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing daerah asal. (Depkes RI, 2005). 2.1.9 Pengamatan kepadatan vektor Mmengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei yang dipilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik, dan survey perangkap telur. Survei jentik dilakukan dengan cara pemeriksaan terhadap semua tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 (seratus) rumah yang diperiksa di suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Dalam pelaksanaan survei ada 2 (dua) metode yang meliputi : (Depkes RI, 1998)
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
1) Metode Single Survei Survei metode single survei dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan ada jentiknya untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya. 2) Metode Visual Survei metode visual dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa melakukan pengambilan jentik. Dalam program pemberantasan penyakit DBD, survei jentik yang biasa digunakan adalah cara visual dan ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik yaitu : a. Angka Bebas Jentik (ABJ) Angka Bebas Jentik adalah persentase pemeriksaan jentik yang dilakukan di semua desa atau kelurahan setiap 3 (tiga) bulan oleh petugas puskesmas pada rumah penduduk yang diperiksa secara acak. Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa
x 100%
b. House Indeks (HI) House Indeks (HI) adalah persentase jumlah rumah yang ditemukan jentik yang dilakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas setiap (tiga) bulan pada rumah-rumah yang diperiksa secara acak.
Jumlah rumah yang ditemukan jentik Jumlah rumah yang diperiksa
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
x 100%
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
c. Container Indeks (CI) Container Indeks (CI) adalah persentase pemeriksaan jumlah container yang diperiksa ditemukan jentik pada container di rumah penduduk yang dipilih secara acak. Jumlah Container ditemukan jentik Jumlah container yang diperiksa
x 100%
d. Breteau Indeks (BI) Jumlah container yang terdapat jentik dalam 100 rumah. Angka Bebas Jentik dan House Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk di suatu daerah. Tidak ada teori yang pasti Angka Bebas Jentik dan House Index yang dipakai sebagai standard, hanya berdasarkan kesepakatan, disepakati House Index minimal 1% yang berarti persentase rumah yang diperiksa jentiknya positif tidak boleh melebihi 1% atau 99% rumah yang diperiksa jentiknya harus negatif. Ukuran tersebut digunakan sebagai indikator keberhasilan pengendalian nyamuk penularan DBD (Depkes RI, 1998). 2.1.9.1 Survei perangkap telur (Ovitrap) Survei ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana, misalnya potongan bambu, kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik) yang dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut dimasukkan padel berupa potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat meletakkan telur bagi nyamuk. Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah di tempat yang gelap dan
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
lembab. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya telur nyamuk di padel (Depkes RI, 2005). Perhitungan ovitrap index adalah : Ovitrap Index : Jumlah padel dengan telur x 100% Jumlah padel yang diperiksa Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular secara lebih tepat, telur-telur padel tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya. Kepadatan populasi nyamuk : Jumlah telur = .......... telur per ovitrap Jumlah ovitrap yang digunakan
2.2 Epidemiologi penyakit DBD 2.2.1 Pengertian Epidemiologi Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari, menganalis serta berusaha memecahkan berbagai masalah kesehatan maupun masalah yang erat hubungannya dengan kesehatan pada suatu kelompok penduduk tertentu (Noor, 1997). 2.2.2 Distribusi penderita menurut orang, tempat dan waktu A. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang DBD dapat menyerang semua umur, walaupun sampai saat ini DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terkahir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar (WHO, 1998). Jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata di antara anak laki-laki dan wanita. Beberapa negara melaporkan banyak kelompok wanita dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) menunjukkan angka kematian yang tinggi daripada laki-laki. Singapura dan Malaysia pernah mencatat adanya perbedaan angka kejadian infeksi di antara kelompok etnik. Kelompok penduduk Cina banyak terserang DBD dari pada yang lain. Penemuan ini dijumpai pada awal epidemi (Soegijanto, 2003). B. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Ae.aegypti tidak sempurna (Depkes RI, 2007). Kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit meningkat pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa dengan insiden rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6 - 27 per 100.000 penduduk pada tahun 2004 (Depkes RI, 2005). Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
air serta adanya empat tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Depkes RI, 2003). C. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu Menurut Depkes RI (2003), pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28 – 320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April – Mei setiap tahun. 2.2.3 Faktor risiko yang berpengaruh terhadap DBD Berdasarkan teori simpul (Achmadi, 2005), faktor risiko yang berperan terhadap kejadian DBD adalah sebagai berikut: A. Agent (Virus Dengue) Virus dengue terdiri dari 4 serotipe ( D1 – D4 ) dengan genotipe yang khas. Setelah nyamuk Aedes menghisap darah penderita dengue, maka darah berada di dalam tubuh nyamuk selama 8-14 hari, lalu barulah nyamuk itu infeksius karena dapat menularkan virus penyakit tersebut pada manusia lain. Untuk selanjutnya selama nyamuk tersebut masih hidup ia tetap dapat menularkan virus ke tubuh manusia-manusia lain yang digigitnya (Achmadi, 2005).
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
B. Vektor (Aedes aegypti, Aedes albopictus) Efektivitas vektor untuk menularkan DBD ditentukan sebagai berikut: a. Umur nyamuk (lamanya sporogoni atau masa berkembangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi infektif, lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut spesies) b. Kontak manusia dengan nyamuk (kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia, frekuensi menghisap darah yang tergantung suhu) c. Kerentanan nyamuk terhadap parasit dan ada atau tidaknya agen penyakit di dalam tubuh nyamuk d. Sumber penularan dan kepadatan nyamuk dekat pemukiman manusia (Achmadi,
2005).
C. Host (Manusia) 1). Kerentanan individu Setiap individu mempunyai tingkat kerentanan terhadap penyakit yang berbeda-beda, tergantung imunitas tubuh dan faktor hereditasnya. Kerentanan setiap individu terhadap penyakit juga mempengaruhi jumlah kasus. 2). Usia Orang yang berisiko terkena demam berdarah adalah anak yang berusia di bawah 15 tahun. 3). Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang biasanya semakin mampu untuk menjaga kesehatan dan menghindari penyakit.
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4). Pekerjaan Seseorang yang terbiasa bekerja malam hari dan berada di rumah pada siang harinya mempunyai resiko lebih besar untuk terkena DBD karena nyamuk Aedes aegypti mempunyai perilaku menghisap darah pada pagi dan siang hari di dalam rumah. 5). Faktor ekonomi, sosial dan budaya Ketiga faktor ini sangat mempengaruhi pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap suatu penyakit. 6). Perilaku menghindari gigitan nyamuk Vektor DBD adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang tersebar luas dan mencakup lebih dari dua pertiga luas dunia. Sehingga sangat efisien untuk menghindari resiko terkena penyakit DBD adalah dengan menghindari gigitan nyamuk (Achmadi, 2005). D. Perilaku memberantas sarang nyamuk Nyamuk sangat erat hubungannya dengan keberadaan buatan manusia atau wadah (artificial container). Semakin banyak container, semakin banyak pula tempat perindukan nyamuk, yang berakibat semakin banyak pula nyamuk yang dapat menyebarkan virus tersebut (Achmadi, 2005).
2.3 Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Menurut Depkes RI (2005), bahwa hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang dilakukan untuk memberantas demam
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
berdarah dengue, karena vaksin untuk mencegah dan untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara pemberantasan yang dilakukan adalah : a. Pemberantasan nyamuk dewasa Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan Mengingat
cara
(pengasapan atau pengabutan=fogging) dengan insektisida.
kebiasaan
nyamuk
senang
hinggap
pada
benda-benda
bergantungan, maka penyemprotan tidak dilakukan di dindidng seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Untuk membatasi penularan virus dengue penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru yang diantaranya akan mengisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua. Penyemprotan siklus kedua dilakukan 1 minggu setelah penyemprotan yang pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain. Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan serendah-rendahnya. Dengan demikian bila ada penderita demam berdarah dengue atau orang dengan viremia, maka tidak dapat menular kepada orang lain.
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
b. Pemberantasan Jentik Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Jentik Demam Berdarah Dengue (PSJN DBD) dilakukan dengan cara : 1. Fisik Cara fisik dikenal dengan cara 3M, yaitu : Menguras (dan menyikat) bak mandi, bak WC dan lain-lain; Menutup tempat penampungan air rumah tangga
(tempayan,
drum);
serta
Mengubur,
menyingkirkan
atau
memusnahkan barang-barang bekas (seperti kaleng, ban, dan lainlain).pengurasan tempat-tempat penampungan (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu. Pada saat ini telah dikenal pula istilah 3M Plus yaitu kegiatan 3M yang diperluas. 2. Kimia Cara pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasidasi yang biasa digunakan antara lain adalah temephos. Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (±1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasidasi dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golongan insect growth regulator.
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3. Biologi Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan cupang atau tempalo). Dapat juga digunakan Bacillus Thuringlensis var, Israeliensis. Jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD, antara lain : 1. Bulan Bakti gerakan 3M atau dikenal juga dengan istilah Bulan Kewaspadaan 3M Sebelum Musim Penularan atau Gerakan 3M Sebelum Masa Penularan (G 3M SMP), adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan pada saat sebelum terjadinya penularan DBD, yaitu bulan dimana jumlah kasus DBD paling rendah, berdasarkan jumlah kasus rata-rata per bulan selama 5 tahun terakhir. Kegiatan ini dilakukan selama sebulan penuh dengan mengajak warga melakukan PSN DBD dipimpin oleh kepala wilayah setempat serta melibatkan lintas sektor. Kegiatan ini dipriorotaskan di desa atau kelurahan rawan I (endemisitas) agar sebelum terkadi puncak penularan virus dengue, populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga KLB dapat dicegah. Kegiatan ini dapat juga dilakukan dalam bentuk lain misalnya Gerakan Jumat Bersih. 2. Pemeriksaan Jentik Berkala 3. Penyuluhan kepada keluarga atau masyarakat Selain penyuluhan secara individu yang dilakukan melalui kegiatan PJB (Pemeriksaan Jentik Berkala), penyuluhan kepada masyarakat luas juga dilakukan secara kelompok (seperti pada pertemuan kader, arisan dan
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
selapanan) dan secara massal (seperti pada saat pertunjukkan film layar tancap, ceramah agama dan pertemuan musyawarah desa).
2.4 Perubahan Iklim Iklim berperan dalam setiap kejadian penyakit dan kematian, oleh karena penyakit berkaitan dengan ekosistem. Manusia merupakan bagian dari sebuah ekosistem, sementara itu kejadian penyakit merupakan inti permasalahan kesehatan. Perubahan iklim akan diikuti perubahan ekosistim, atau tata kehidupan yang pada akhirnya merubah pola hubungan interaksi antara lingkungan dan manusia yang berdampak terhadap derajat kesehatan masyarakat (Achmadi, 2007). Perubahan iklim bukanlah hal baru. Iklim global selalu berubah. Sejak jutaan tahun yang lalu, sebagian wilayah dunia yang kini lebih hangat, dahulunya merupakan wilayah yang tertutupi oleh es. Beberapa abad terakhir ini, suhu ratarata telah naik turun secara musiman, sebagai akibat fluktuasi radiasi matahari, atau akibat letusan gunung berapi secara berkala. Namun yang baru adalah bahwa perubahan iklim yang ada saat ini dan yang akan datang dapat disebabkan bukan hanya oleh peristiwa alam melainkan lebih karena berbagai aktivitas manusia. Perubahan iklim akan mempengaruhi pemukiman penduduk dan pelayanan yang tersedia bagi mereka, sekaligus kesehatan penghuninya. Penduduk di negara berkembang paling rentan terhadap keadaan ini karena sering tidak tanggap terhadap bencana alam. Akibat pemanasan global, wilayah perkotaan akan lebih menderita daripada pedesaan karena kota itu telah menjadi panas daripada
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
pedesaan. Hilangnya vegetasi alam, pembangunan gedung, jalan raya, trotoar serta panas hasil kegiatan manusia akan menaikkan suhu (UNEP, 1992). Kemajuan pesat pembangunan ekonomi kita memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia, antara lain lewat pembakaran secara besar-besaran batu bara, minyak dan kayu, serta pembabatan hutan. Kerusakan terutama terjadi melalui produksi gas rumah kaca, dinamakan demikian karena gas itu memiliki efek yang sama dengan atap sebuah rumah kaca. Gas itu memungkinkan sinar matahari menembus atmosfer bumi sehingga menghangatkan bumi, tetapi gas ini mencegah pemantulan kembali sebagian udara panas ke ruang angkasa. Akibatnya bumi dan atmosfer perlahan-lahan memanas (UNEP, 1992). Perubahan iklim membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia, perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun waktu yang panjang. LAPAN (2002) mendefinisikan perubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu. Istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan. Perubahan iklim mungkin membuka kemungkinan adanya ancaman kesehatan dan penyakit baru terhadap manusia. Temperatur tinggi akan meningkatkan jumlah bahan pencemar di atmosfer, termasuk ozon dan nitrogen oksida di permukaan. Bahan pencemar ini ditemukan di wilayah perkotaan dalam konsentrasi tinggi dan pemanasan global akan menyebarkannya ke wilayah yang lebih luas. Bahan pencemar tersebut akan menyebabkan radang mata dan penyakit gangguan pernapasan seperti bronchitis, emphysema dan astma. Pemanasan juga
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
akan mempengaruhi kemunculan dan jangkauan penyakit, khususnya yang disebarkan oleh vektor seperti nyamuk. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh vektor termasuk malaria, demam berdarah dengue mengancam kehidupan jutaan manusia di daerah tropis dan pemanasan mungkin menambah jangkauan vektor ini sampai ke daerah-daerah beriklim sedang (UNEP, 1992). 2.4.1 Definisi iklim Ilmu yang mempelajari seluk beluk tentang iklim disebut klimatologi. Beberapa definisi tentang iklim: (1) Pengertian cuaca adalah rata-rata udara di suatu tempat yang terbatas dan relatif
sempit, sedangkan Iklim adalah keadaan
rata-rata cuaca di satu daerah yang cukup cukup lama. Iklim dunia dikelompokan
luas dan dalam kurun waktu yang
berdasarkan berdasarkan garis lintang
dan garis bujur serta suhu; (2) Iklim adalah rata-rata cuaca dalam periode yang panjang (bulan, tahun). Sedangkan saat. Iklim tidak sama dengan cuaca, keadaan cuaca untuk suatu daerah atmosfer dalam jangka waktu pendek
cuaca adalah keadaan atmosfer pada suatu tetapi lebih merupakan pola rata-rata dari tertentu. Cuaca menggambarkan keadaaan (Achmadi, 2005).
2.4.2 Unsur yang mempengaruhi perubahan iklim Unsur yang mempengaruhi perubahan iklim meliputi suhu, curah hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban udara, dan kecepatan angin. 2.4.2.1 Curah hujan Curah hujan mempunyai kontribusi dalam tersedianya habitat vektor yakni menimbulkan banyak genangan air sebagai tempat perkembangan nyamuk. Curah hujan diukur dalam satuan mm/inchi. Curah hujan satu mm artinya air hujan yang
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
jatuh setelah satu mm di mana air hujan tersebut tidak mengalir, tidak meresap dan tidak menguap (Ance, 1986). Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut Rain Gauge. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (a) Bentuk medan atau topografi; (b) Arah lereng medan; (c) Arah angin yang sejajar dengan garis pantai; dan (d) Jarak perjalanan angin di atas medan datar (Tjasyono, 1995). Faktor curah hujan dan suhu udara berhubungan dengan evaporasi dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al., 2006). Di Indonesia, faktor curah hujan itu mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapangan. Pada musim kemarau banyak barang bekas seperti kaleng, gelas plastik, ban bekas dan sejenisnya yang dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat (Ance, 1986). Variabilitas hujan dapat memiliki konsekuensi langsung pada wabah penyakit infeksi. Peningkatan hujan dapat meningkatkan keberadaan vektor penyakit dengan memperluas ukuran habitat larva yang ada dan membuat tempat perindukan nyamuk yang baru. Hujan merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi vektor, misalnya nyamuk. Vektor ini mempunyai larva yang hidupnya di air untuk perkembangan pupa. Beberapa spesies berkembang biak pada sisa aliran air ketika musim hujan. Hujan yang lebat akan menghilangkan larva vektor tersebut atau membunuh vektor ini secara langsung. Vektor yang lain seperti Aedes aegypti telah beradaptasi pada lingkungan urban, tempat perindukkannya adalah kontainer yang terisi air hujan. Pada musim kemarau dapat
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
menyebabkan sungai melambat dan menjadikan kolam stagnan yang menjadi habitat ideal bagi vektor untuk tempat perindukan nyamuk (WHO, 2003). 2.4.2.2 Suhu udara Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul dalam atmosfer. Alat untuk mengukur suhu atau temperatur udara atau derajat panas disebut thermometer. Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat Celcius (Ance, 1986). Suhu dapat memodifikasi pertumbuhan vektor pembawa penyakit dengan mengubah tingkat gigitan mereka. Suhu juga berpengaruh terhadap aktifitas nyamuk dalam mencari makan (Wu dan Chang, 1993). Sama seperti mempengaruhi dinamika populasi vektor dan mengubah tingkat kontak dengan manusia. Pergantian suhu dapat mengubah musim transmisi. Vektor pembawa penyakit bisa beradaptasi pada perubahan suhu dengan mengubah distribusi geografis (WHO, 2003). Suhu lebih tinggi juga menyebabkan beberapa virus bermutasi yang tampaknya sudah terjadi pada virus penyebab DBD, yang membuat penyakit ini makin sulit diatasi (UNDP, 2007). 2.4.2.3 Kelembaban udara Kelembaban yaitu banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Dalam kelembaban terdapat beberapa istilah sebagai berikut : (a) Kelembaban absolut/mutlak adalah massa uap air yang berada dalam satuan udara
yang
dinyatakan dalam gram/m3; (b) Kelembaban relatif merupakan perbandingan jumlah uap air di udara dengan
Tesis
jumlah maksimum uap air yang dikandung panas
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
dan temperatur yang dinyatakan dalam %. Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan faktor yang dapat menstimuli curah hujan. Di Indonesia kelembaban tertinggi dicapai pada musim hujan dan terendah pada musim kemarau, di samping itu pula kelembaban dipengaruhi oleh pohon pelindung (Ance, 1986). Kelembaban berpengaruh pada masa inkubasi instrinsik yaitu proses pembiakan dan pertumbuhan virus dengue dalam tubuh nyamuk mulai dari lambung sampai kelenjar ludah nyamuk hingga siap untuk ditularkan. Kelembaban optimum bagi Aedes aegypti adalah 70,0%-80,0%. Kelembaban yang tinggi dapat memperpanjang umur nyamuk. Dikatakan bahwa tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti ini tidak selalu ada terus menerus sepanjang tahun. Tempat perindukan di luar rumah terutama pada musim kemarau akan banyak menghilang dan jumlah populasi nyamuk Aedes sp pada musim kemarau juga sedikit. Hal ini disebabkan karena pengaruh suhu udara yang tinggi dan kelembaban yang relatif rendah, sangat tidak menguntungkan bagi kehidupan nyamuk, akibatnya umur nyamuk lebih pendek dan cepat mati (Soegijanto, 2004). Menurut Barrera et al., (2006) faktor fisik seperti curah hujan, temperature dan evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur, larva dan pupa nyamuk menjadi imago. 2.4.2.4 Angin Angin ialah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Udara bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Angin diberi nama sesuai dengan dari arah mana angin datang. Misalnya angin timur adalah angin yang datang dari arah timur, angin laut adalah angin yang bertiup dari laut
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ke darat. Arah angin dinyatakan dalam derajat. Secara klimatologis, arah angin diamati 8 penjuru, yaitu : 360 o (Utara), 45o (Timur Laut), 90o (Timur), 135o (Tenggara), 180o (Selatan), 225o (Barat Daya), 270o (Barat), 315o (Barat Laut). Kecepatan angin dinyatakan dalam satuan meter per sekon, kilometer per jam, atau knot (1 knot = 0,5 m/s) (Tjasyono, 1995). Angin terjadi disebabkan oleh adanya beda tekanan horizontal. Beda tekanan ini menimbulkan gaya gradient tekanan. Kecepatan angin ditunjukkan oleh kecuraman beda tekanan. Jika beda tekanan besar (curam) maka gaya gradient tekanan kuat dan angin menjadi kencang, sebaliknya jika gaya gradient tekanan lemah maka angin juga lemah. Angin tenang terjadi jika beda tekanan di suatu daerah yang luas mendekati nol (Tjasyono, 1995). 2.4.3 Pengaruh perubahan iklim terhadap vektor DBD Pada penelitian epidemi dengue di Amerika Selatan telah ditemukan adanya pengaruh iklim setempat terhadap kejadian demam berdarah. Peningkatan populasi nyamuk Aedes aegypti juga dilaporkan terdapat pada ketinggian 2200 m di Colombia sedangkan di Mexico dilaporkan pada ketinggian 1500 m dengan suhu tertentu berkembang tidak efektif, oleh karena itu iklim dapat mengubah distribusi dan siklus hidup dari vektor. Beberapa jenis Aedes telah beradaptasi baik dengan iklim, tetapi yang paling menyesuaikan diri di antaranya lebih suka pada kondisi tropis dan sub tropis adalah Aedes aegypti. Pada beberapa penelitian epidemiologi telah memperlihatkan suhu sebagai faktor utama penyebab dari infeksi dengue. Dari penelitian skala laboratorium ditemukan indikasi bahwa suhu global panas dapat memfasilitasi sedini mungkin perkembangan larva menjadi
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
nyamuk, hal ini dapat memperpanjang musim penularan pada kejadian epidemic dan memperluas penyebaran vektor (Michael et al., 2006). Menurut Koopman seperti yang dikutip Michael et al. (2006), penelitian Normal Seroprevalence Survey yang dilakukan di Mexico tahun 1986 menyatakan bahwa suhu merupakan kunci penyebab transmisi penyakit dengue. Para peneliti menemukan rata-rata suhu selama musim hujan sangat kuat sebagai penyebab infeksi dengue yang dapat menyebabkan meningkatnya risiko infeksi menjadi 4 (empat) kali lipat pada suhu antara 17,0oC-30,0oC. Beberapa komponen iklim yang mempunyai pengaruh atau efek langsung terhadap vektor nyamuk adalah : 1. Suhu Meningkatnya suhu dapat mempercepat proses metabolisme, berakibat kepada aktifitas nyamuk untuk mencari makan dan memerlukan makan sesering mungkin. Menurut Haryanto (1990), nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan berhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis. Pada suhu lebih tinggi dari 35,0 oC juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses fisiologis, rata-rata suhu
optimum
untuk
pertumbuhan
nyamuk
adalah
25,0 oC-27,0oC.
Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10,0 oC atau lebih dari 40,0oC. Perubahan iklim yang ditandai dengan peningkatan suhu rata-rata dapat mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Peningkatan suhu akan mempengaruhi perubahan bionomik atau perilaku menggigit dari populasi nyamuk, angka gigitan rata-rata yang meningkat
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
(biting rate), kegiatan reproduksi nyamuk berubah ditandai dengan perkembangbiakan nyamuk yang semakin cepat dan masa kematangan parasit dalam nyamuk akan semakin pendek (Achmadi, 2007). Selain itu suhu dapat memodifikasi pertumbuhan vektor pembawa penyakit dengan mengubah tingkat gigitan mereka. Sama seperti mempengaruhi dinamika populasi vektor dan mengubah tingkat kontak dengan manusia. Pergantian suhu dapat mengubah musim transmisi. Vektor pembawa penyakit bisa beradaptasi pada perubahan suhu dengan mengubah distribusi geografis (WHO, 2003). Semakin pesatnya perkembangbiakan nyamuk tersebut dapat meningkatkan risiko epidemik yang semakin tinggi. Suhu dan kelembaban lingkungan secara langsung juga mempengaruhi matabolisme nyamuk dan juga mempengaruhi virulensi virus dengue. Suhu lingkungan berpengaruh terhadap masa inkubasi ekstrinsik nyamuk. Masa inkubasi ekstrinsik adalah periode yang diperlukan oleh virus untuk masuk ke dalam tubuh nyamuk dari alat penghisapnya menyebar ke dalam kelenjar liurnya untuk siap disebarkan kepada calon penderita pada penghisapan berikutnya. Masa inkubasi ekstrinsik dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kelembaban, tingkat viremia pada manusia dan galur virus. Peningkatan suhu akan mempersingkat masa inkubasi ekstrinsik dan meningkatkan transmisi. Suhu yang meningkat sampai 34,0oC akan mempengaruhi suhu air yang selanjutnya berpengaruh terhadap penetasan telur menjadi larva secara lebih cepat (UNDP, 2007). Suhu berpengaruh pada beberapa vektor dan virus (UNDP, 2007) : 1). Pengaruh suhu terhadap vektor penyakit.
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Hal-hal yang dipengaruhi suhu terhadap vektor, antara lain : a. Kemampuan bertahan hidup dapat meningkat atau menurun tergantung spesies b. Beberapa vektor memiliki kemampuan bertahan hidup lebih tinggi pada latitude dan altitude lebih tinggi dengan suhu lebih tinggi c. Perubahan pada suseptibilitas vektor pada beberapa patogen seperti suhu lebih tinggi menurunkan ukuran beberapa vektor tetapi menurunkan aktivitas pada vektor lain d. Perubahan pada populasi pertambahan vektor e. Perubahan musim pada perkembangan populasi 2). Pengaruh suhu terhadap virus Hal-hal yang dipengaruhi suhu terhadap virus, antara lain : a. Penurunan masa inkubasi ekstrinsik virus pada vektor dengan suhu lebih tinggi b. Perubahan pada musim penularan c. Perubahan pada distribusi d. Penurunan replikasi virus 2). Kelembaban Kelembaban relatif yang tinggi baik untuk proses metabolisme pada organisme
vektor.
Temperatur
dan
kelembaban
yang
tinggi
dapat
memperpanjang kelangsungan hidup pada hampir semua arthropoda. Pada level kelembaban yang rendah menyebabkan beberapa vektor mencari makan agak sering karena kompensasi dari kekeringan (dehidrasi). Pada nyamuk,
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sistem pernapasannya menggunakan pipa-pipa udara yang disebut trachea, dengan lubang-lubang pada dinding tubuh nyamuk yang disebut spiracle. Adanya spiracle terbuka lebar tanpa ada membran pengaturnya, pada saat kelembaban rendah akan menyebabkan keringnya cairan tubuh nyamuk. Salah satu musuh nyamuk adalah penguapan (Haryanto, 1990). Umur nyamuk dipengaruhi oleh kelembaban udara, pada suhu 20,0oC dan kelembaban udara 27,0%, umur nyamuk betina bisa mencapai 101 hari dan nyamuk jantan berumur 35 hari. Pada kelembaban udara 55,0%, umur nyamuk betina 88 hari dan nyamuk jantan 50 hari dan apabila kelembaban mencapai 85,0%, nyamuk betina bisa berumur 104 hari dan nyamuk jantan 68 hari. Tetapi pada kelembaban udara kurang dari 60,0%, umur nyamuk akan menjadi pendek dan tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah nyamuk (Haryanto, 1990). 3). Hujan Perubahan iklim juga mempengaruhi pola curah hujan dan menimbulkan kejadian bencana khususnya banjir. Banjir merupakan penyebab tersebarnya agen penyakit dan wabah penyakit menular (Achmadi, 2007). Variabilitas hujan dapat memiliki konsekuensi langsung pada wabah penyakit infeksi. Peningkatan hujan dapat meningkatkan keberadaan vektor penyakit dengan memperluas ukuran habitat larva yang ada dan membuat tempat perindukan nyamuk
yang
baru.
Hujan merupakan faktor
yang penting
dalam
mempengaruhi vektor, misalnya nyamuk. Vektor ini mempunyai larva yang hidupnya di air untuk perkembangan pupanya. Pengaruh hujan dipercaya dapat
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
menyebabkan naiknya kelembaban nisbi dan bertambahnya tempat perindukan. Beberapa spesies berkembang biak pada sisa aliran air waktu musim hujan. Hujan yang lebat akan menghilangkan larva vektor tersebut atau membunuh vektor ini secara langsung. Vektor- yang lain seperti Aedes aegypti telah beradaptasi pada lingkungan urban, tempat perindukkannya adalah kontainer yang terisi air hujan. Sedangkan pada musim kemarau dapat menyebabkan sungai melambat dan menjadikannya kolam stagnan yang menjadi habitat ideal bagi vektor untuk tempat perindukan nyamuk (WHO, 2003). 4). Lama Penyinaran Matahari Cahaya berpengaruh pada kebiasaan nyamuk untuk mencari makan atau tempat beristirahat. Karena terdapat spesies nyamuk yang meninggalkan tempat istirahat setelah 20-30 menit matahari terbenam. WHO dalam Silaban (2005) menyimpulkan bahwa nyamuk Aedes aegypti memiliki kebiasaan beristirahat di tempat yang gelap dan terlindung dari sinar matahari, begitu pula dalam kebiasaan meletakkan telur. 2.4.4 Pengaruh perubahan iklim terhadap kejadian DBD Suhu lebih tinggi menyebabkan beberapa virus bermutasi, yang tampaknya sudah terjadi pada virus penyebab demam berdarah dengue, yang membuat penyakit ini makin sulit diatasi.
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Sumber http://www.undp.or.id (UNDP, 2007) Gambar 2.4 Insiden DBD dan Jumlah Kota dan Kecamatan di Indonesia yang Terkena, 1963-2003
Gambar 2.4 menunjukkan bahwa kasus demam berdarah dengue di Indonesia juga sudah ditemukan meningkat secara tajam di tahun-tahun La Nina. 2.4.5 Pengaruh perubahan iklim terhadap kesehatan Perubahan iklim berpotensi meningkatkan frekuensi perubahan panas dan dingin, bencana banjir dan kekeringan, bencana tanah longsor, juga dapat merubah kandungan gas di udara. Oleh karenanya perubahan iklim akan berdampak pada kesehatan manusia, karena akan dapat menyebabkan kematian, kecelakaan dan penyakit. Dampak lain dari perubahan iklim di Indonesia adalah meningkatnya frekuensi penyakit tropis, seperti malaria dan demam berdarah. Hal ini disebabkan oleh naiknya suhu udara yang menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin pendek. Dampaknya, nyamuk malaria dan demam berdarah akan berkembangbiak lebih cepat. Balita, anak-anak dan usia lanjut sangat rentan terhadap perubahan iklim. Terbukti tingginya angka kematian yang disebabkan
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
oleh malaria sebesar 1-3 juta/tahun, dimana 80% nya adalah balita dan anak-anak (WHO, 1997: dalam Meiviana dkk, 2004).
Tesis
MODEL PENGENDALIAN DEMAM .....
RINGGA FIDAYANTO