BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Knowledge Knowledge adalah proses translasi informasi dan pengalaman masa lalu menjadi hubungan berarti yang dipahami dan diterapkan oleh individu (Debowski, 2006). Knowledge (pengetahuan) adalah pusat dari aktivitas manajemen pengetahuan. Mengingat pentingnya pengetahuan sebagai aset perusahaan, aktivitas manajemen pengetahuan diciptakan, ditransfer, dan diterapkan dengan pengetahuan yang penting untuk perusahaan demi mencapai keunggulan kompetitif, dan teknologi informasi (IT) dapat berperan penting dalam memfasilitasi dan meningkatkan kinerja perusahaan (Chung-Hung dan HwangYeh, 2007). Saat ini, perusahaan dan dunia ekonomi secara luas menganggap pengetahuan itu penting dan diterima sebagai keunggulan kompetitif perusahaan (Mertins, 2003). Dalam hal pengetahuan kerja terkait seseorang, hal ini menyebabkan dua tingkat kemampuan yang dapat diakses, yaitu explicit knowledge dan tacit knowledge. Explicit knowledge merupakan pengetahuan yang dapat dibagikan
dengan orang lain, seperti dokumen, kategori, transmisi ke
informasi lain, dan mengilustrasikan ke orang lain melalui demonstrasi, penjelasan, dan lainnya. Tacit knowledge menjelaskan mengenai pengalaman dan pembelajaran seseorang dan biasanya sulit dihasilkan atau dibagi dengan orang lain. Meskipun tacit knowledge sulit didokumentasikan, dikategorikan dan dibagi, organisasi bergantung pada tacit knowledge yang berkualitas dan bernilai
7
8
(Debowski, 2006). Organisasi lebih banyak focus pada investasi teknologi informasi untuk explicit knowledge dari pada tacit knowledge. Ada 3 alasan yang mendasarinya, pertama, explicit knowledge sering disampaikan sebagai standar dari banyak transaksi berbasis sistem informasi; kedua, explicit knowledge lebih mudah untuk disampaikan dan di-capture dibandingkan tacit knowledge; ketiga, tacit knowledge tidak dapat dipercaya karena tidak dapat disampaikan secara objektif dan terukur. Penjelasan mengenai Knowledge Management, Knowledge Management Systems akan dijabarkan lebih lanjut.
2.1.2. Knowledge Chain Knowledge chain (K-chain)
merupakan
sejumlah
interaksi yang
mengangkat inovasi dari siklus organisasi. Dasar dari definisi knowledge management adalah konsep rantai pengetahuan. Rantai pengetahuan pertama kali dikenalkan oleh Koulopoulos, Tom dan Spinello dalam bukunya Corporate Instinct. Menurut Koulopoulos dalam Frappaolo (2006), terdapat 4 penghubung dalam knowledge chain (K-chain) yang menjelaskan keunikan dan keberlanjutan dari sebuah organisasi. Knowledge management menciptakan aliran antara 4 sel K-chain dan akselerasi kecepatan inovasi. 4 tahap dalam K-chain mendefinisikan aliran pengetahuan dalam organisasi. Berikut 4 penghubungnya (Frappaolo, 2006): 1. Internal awareness; Internal awareness adalah kemampuan sebuah organisasi untuk secara cepat mengakses inventory keahlian dan kompetensi utama, yaitu bakat, know-how, interaksi, proses kinerja, dan communities of
9
practice dari karyawannya. Perhatian penuh pada struktur organisasi fungsional, yang menekankan pada pengembangan internal awareness. 2. Internal responsiveness; Internal responsiveness adalah kemampuan untuk exploitasi internal awareness. 3. External responsiveness; External responsiveness adalah kemampuan terbaik dengan kebutuhan pasar dan pengukuran kemampuan merespon yang efektif menjadi peluang dan tantangan dari luar organisasi dalam waktu tertentu. 4. External awareness. External awareness adalah cerminan dari internal awareness, yaitu kemampuan
organisasi
untuk
mengerti
bagaimana
mempersepsikan nilai dihubungkan dengan produk dan jasanya. External
Responsiveness
Awareness
Internal
Gambar 2.1 Pergerakan 4 sel Knowledge Chain Sumber: Frappaolo (2006)
pasar
10
2.1.3. Knowledge Management Knowledge management (KM) adalah perencanaan, pengorganisasian, motivasi, pengendalian dari orang, proses dan sistematis dalam organisasi untuk menjamin hubungannya dengan aset pengetahuan terus ditingkatkan dan efektif digunakan (King, 2007). KM termasuk semua metode, instrumen dan tools yang berkontribusi terhadap promosi dari integrasi proses pengetahuan inti (Mertins, 2003). KM menjadi alat yang memfasilitasi pengumpulan, pencatatan, organisasi, penyaringan, analisis, pengambilan, dan penyebaran pengetahuan eksplisit dan tacit (Tiwana, 2002). Sebuah proses berbasis KM termasuk proses identifikasi, pengumpulan, berbagi, dokumentasi dan penggunaan berulang kombinasi pengetahuan eksplisit dan tacit (Nogeste dan Walker, 2006). Konten KM dapat bervariasi dari berbagai pandangan yang berbeda mengenai suatu pengetahuan. Contohnya, jika pengetahuan adalah suatu obyek, kemudian KM fokus pada membangun dan mengelola persediaan pengetahuan; jika pengetahuan adalah sebuah proses, maka KM menekankan pada alur pengetahuan dan proses penciptaan, berbagi, dan mendistribusikan pengetahuan; dan jika pengetahuan dianggap sebagai kemampuan, maka KM dibangun sebagai kompetensi utama untuk memahami keuntungan strategis dan menciptakan modal intelektual. Fokus knowledge management pada penciptaan pengetahuan dan proses penyebaran kepada semua level karyawan yang terlibat dalam pembelajaran, membangun, dan berbagi pengetahuan organisasi. Siklus hidup KM dapat disimpulkan menjadi empat langkah, yaitu knowledge capture, knowledge development, knowledge sharing, dan knowledge utulization (Lee dan Hong, 2002). Tujuan KM untuk meningkatkan kemampuan organisasi melalui penggunaan sumber daya
11
pengetahuan individu dan kelompok yang lebih baik. Sumber daya yang dimaksud adalah keahlian, kemampuan, pengalaman, rutinitas, dan norma termasuk teknologi (Probst, 2002). Tujuan Knowledge Management adalah untuk meningkatkan kapasitas, peluang dan minat karyawan untuk berbagi pengetahuan profesionalnya; dan mengembangkan strategi pengetahuan yang memfasilitasi kemudahan mengakses pengetahuan bernilai. Selain itu juga mengklarifikasi pentingnya pengetahuan sehingga karyawan peduli dan merasa butuh untuk mengelola pengetahuan, baik sebagai distributor maupun sebagai pengguna saja (Debowski, 2006). Tujuan lainnya dari KM sebagai proses adalah untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menjalankan fungsi core bisnisnya agar lebih efisien dan efektif (Mezher et al, 2005). Menurut Collison dan Parcell yang dikutip Ghalib (2004) Knowledge Management adalah wilayah yang kompleks, yang menjangkau batas-batas pembelajaran dan perkembangan, teknologi informasi, dan sumber saya manusia. Model yang dimiliki menggambarkan wilayah kegiatan dimana usaha KM dapat menjadi kekuatan untuk memonitor dan mengkomunikasikan apa yang tercangkup di dalam perusahaan. Model dari Collison dan Parcell yang menunjukkan kesuksessan KM dalam berinteraksi diantara tiga elemen pokok, yaitu: 1. People Yang berarti knowledge berasal dari orang. People merupakan bentuk dasar untuk membentuk knowledge baru. Tanpa ada orang tidak akan ada knowledge. 2. Proses
12
Terdiri
dari
mentransformasikan
menangkap, dan
menyaring,
menyebarkan
knowledge
mengesahkan, ke
seluruh
perusahaan dilengkapi dengan menjalankan prosedur dan proses tertentu. 3. Teknologi Teknologi infrastruktur teknologi yang standar, konsisten, dan dapat diandalkan dalam mendukung alat-alat perusahaan.
2.1.4. Pemodelan perspektif kolaborasi Knowledge Management Menurut Cai (2006), model perspektif dan analisa metodologi fokus pada representasi dan menangani interaksi yang heterogen antara para stakeholder, yaitu bagaimana menghubungkan antara Knowledge Management dengan Decision Support Model. Hal ini juga termasuk memikirkan cara untuk membangun dan mengintegrasikan proses yang berbeda dengan merealisasikan penyebaran pengetahuan dan menangani konflik yang ada. Pemodelan ini menyangkut explicit knowledge (E-E KMS) atau komunikasi dari tacit knowledge (T-T KMS), kemudian pemodelan perspektif akan merealisasikan cara baru untuk membangun KMS (P-P KMS) melalui pengendalian interface antara pengetahuan explicit dan tacit.
13
Gambar 2.2 Pemodelan perspektif kolaborasi Knowledge Management. Sumber : Cai, Jian. (Jan-Mar 2006). Pg. 33.
2.1.5. Knowledge Management Systems Knowledge Management System (KMS) menyediakan teknologi untuk efisiensi manajemen pengetahuan. Teknologi yang mendukung KMS akan memfasilitasi interaksi, distribusi, pengambilan, dan penyimpanan pengetahuan. KMS harus dibuat semudah mungkin agar user dapat memiliki komitmen terhadap manajemen pengetahuan untuk mengakses dan menggunakan sumber daya pengetahuan yang ada dalam organisasi. KMS yang baik memberikan kontribusi yang besar terhadap kesuksesan implementasi dan adopsi manajemen pengetahuan.
14
Gambar 2.3 Struktur KMS Sumber: Debowski (2006)
Tujuan dari KMS adalah menyediakan dukungan teknis yang memungkinkan untuk meng-capture dan bertukar pengetahuan secara bebas diantara stakeholderstakeholder dalam organisasi. KMS yang baik memastikan bahwa tidak adanya rintangan bagi user untuk mencari, membagi, atau memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber yang ada.
15
Gambar 2.4 Komponen Knowledge Management System Sumber: Debowski (2006)
2.1.6. Portal Portal merupakan istilah untuk search engine yang pada dasarny adalah sebuah hub internet sebagai titik awal mencari informasi yang relevan, personalisasi, atau informasi penting lainnya dari satu tempat.
2.1.7. Website Website atau situs dapat diartikan sebagai kumpulan halaman yang menampilkan informasi data teks, data gambar diam maupun gambar bergerak, data animasi, suara, video dan atau gabungan dari semuanya, baik yang bersifat statis maupun dinamis yang membentuk satu rangkaian bangunan yang saling terkait dimana masing-masing dihubungkan dengan jaringan-jaringan halaman (hyperlink).
16
2.1.8. Website Portal Website Portal merupakan webste yang memberikan berbagai macam informasi dalam satu domain yang diatur dengan gateway yang membantu untuk struktur akses ke informasi yang ditemukan di internet.
2.1.9. Pelanggan KMS Pelanggan KMS merupakan partisipan forum KM yaitu kontributor dan peserta, baik secara online maupun dengan tatap muka yang menjadi salah satu elemen yang menjadi penentu keberhasilan program-program KM.
2.1.10. Uji Reliabilitas Uji Reliabilitas digunakan untuk mengetahui ketepatan ketelitian, atau kekurangan yang ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Menurut Sekaran (2003:311), suatu instrument alat ukur dikatakan reliable dan bisa diproses pada tahap selanjutnya jika nilai alpha cronbach > 0,7. Jika nilai alpha cronbach < 0,7 maka instrument alat ukur tersebut tidak reliable dan tidak beloh di proses pada tahap selanjutnya.
2.1.11. Uji Validitas Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid, yaitu terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2008), pengujian validitas instrument dibagi menjadi 3, yaitu: pengujian validitas
17
konstrak (Construct Validity), pengujian validitas isi (Content Validity), dan pengujian validitas eksternal.
2.1.12. Analisa Faktor Dalam studi perilaku dan sosial, peneliti membutuhkan pengembangan pengukuran untuk bermacam-macam variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, seperti tingkah laku, pendapat, intelegensi, personality dan lain-lain. Analisa faktor adalah metode yang dapat digunakan untuk pengukuran semacam itu yang dilakukan dengan menemukan hubungan (interrelationship) beberapa variabel yang saling independen satu dengan yang lainnya, sehingga bisa dibuat kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal sehingga akan lebih mudah dikontrol oleh manajemen perusahaan atau pemegang kebijakan perusahaan (Utama, 2008). Tujuan dari analisis faktor adalah untuk menggambarkan hubunganhubungan kovarian antara beberapa variabel yang mendasari tetapi tidak teramati, kuantitas random yang disebut faktor, (Johnson et al, 2002). Santoso dan Fandy (2001) mengungkapkan bahwa analisa faktor terbagi atas empat tahapan, yaitu: 1. Memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor. Oleh karena analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka seharusnya ada korelasi yang cukup kuat di antara variabel, sehingga akan terjadi pengelompokan. Jika sebuah variabel atau lebih berkorelasi lemah dengan variabel lainnya, maka variabel tersebut akan dikeluarkan dari analisis faktor.
18
2. Setelah jumlah variabel terpilih, maka dilakukan ‘ekstraksi’ variabel tersebut hingga menjadi satu atau beberapa faktor. 3. Faktor yang terbentuk, pada banyak kasus, kurang menggambarkan perbedaan diantara faktor-faktor yang ada. Namun apabila isi faktor masih diragukan, dapat dilakukan proses rotasi untuk memperjelas apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain. 4. Setelah faktor benar-benar sudah terbentuk, maka proses dilanjutkan dengan menamakan faktor yang ada.
2.1.13. KMO-MSA Nilai Measure of Sampling Adequacy (MSA) dan Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) digunakan untuk mengetahui kecukupan data atau sampel. Mengacu pada landasan teori bahwa sekelompok data dikatakan memenuhi asumsi kecukupan data adalah jika nilai MSA dan KMO lebih besar daripada 0.5 (J.F.Hair,2006) p
p
∑∑ r Statistik uji : KMO =
i =1 j =1
p
p
∑∑r i =1 j =1
2 ij
2 ij
p
p
+ ∑∑ a ij2 i =1 j=1
i = 1, 2, 3, ..., p dan j = 1, 2, ..., p rij = Koefisien korelasi antara variabel i dan j aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel i dan j Apabila nilai KMO lebih besar dari 0,5 maka dapat disimpulkan jumlah data telah cukup difaktorkan.
19
2.1.14. Bartlett’s Test Uji Bartlett bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar variabel dalam kasus multivariat. Jika variabel X1, X2,…,Xp independent (bersifat saling bebas), maka matriks korelasi antar variabel sama dengan matriks identitas. Sehingga untuk menguji kebebasan antar variabel ini, uji Bartlett menyatakan hipotesis sebagai berikut: H0 : ρ = I H1 : ρ ≠ I Statistik Uji : rk =
1 p ∑ rik , k = 1, 2,...,p p − 1 i =1
r=
2 ∑∑ rik p ( p − 1) i < k
γˆ =
( p − 1) 2 1 − (1 − r ) 2 p − ( p − 2)(1 − r ) 2
[
]
Dengan :
r k = rata-rata elemen diagonal pada kolom atau baris ke k dari matrik R (matrik korelasi) r = rata-rata keseluruhan dari elemen diagonal
Daerah penolakan : tolak H0 jika
T=
p 2 ⎤ (n − 1) ⎡ ˆ ( r − r ) − γ (r k − r)2 ⎥ > χ 2( p+1)( p−2) / 2;α ∑ 2 ⎢∑∑ ik (1 − r) ⎣ i
20
Maka variabel-variabel saling berkorelasi hal ini berarti terdapat hubungan antar variabel. Jika H0 ditolak maka analisis multivariat layak untuk digunakan terutama metode analisis komponen utama dan analisis faktor.
2.2. Kerangka Berpikir Dalam melakukan evaluasi terhadap KMS, perlu dilakukan beberapa tahapan. Sebelum KMS dapat dievaluasi, analisa terhadap masalah perusahaan menjadi sangat penting. Masalah perusahaan dapat ditemukan jika proses bisnis perusahaan sudah dijabarkan dan ditelusuri lebih dalam. KMS dapat ditelusuri dari aspek people, proses, dan teknologi. Dari aspek people akan dibahas mengenai partisipasi dalam KMS (McCuiston, 2005; Malhotra, 2005), budaya dan lingkungan organisasi (McCuiston, 2005), serta dukungan terhadap user (McCuiston, 2005). Dari aspek proses akan dijabarkan mengenai knowledge collect (Weidner, 2006) dan knowledge connect (Weidner, 2006). Dari aspek teknologi, perusahaan meninjau tools yang digunakan untuk mendukung pencapaian tujuan KM, yaitu KMS perusahaan yang disebut KM Portal dengan melakukan pengumpulan, pengorganisasian data dan informasi yang diolah menjadi pengetahuan yang disebarkan dan mudah diakses dengan lebih efektif dan efisien yang dilihat dari kepentingan KM Portal (McCuiston, 2005) dan desain dan dukungan KMS (McCuiston, 2005). Konteks sosial yang membentuk pengetahuan akan dipengaruhi oleh leadership, struktur organisasi, serta pengembangan karyawan (Steyn, 2003; Rowley, 2003). Hal ini perting bagi manajer pucak untuk mengerti dan memahami bagaimana karyawannya belajar, bagaimana menerapkan apa yang telah dipelajari, bagaimana berbagi pengetahuan
21
yang telah didapat (Anklam, 2003; Driver, 2002), dan bagaimana para karyawan dapat mendukung perubahan budaya diperusahaan (Tapscott, 2003; Goller, 2003; Cent, 2002). Untuk mengetahui masalah perusahaan saat ini, maka dilakukan observasi, wawancara, dan menyebarkan kuisioner kepada pada pengguna KM Portal, kemudian dilakukan analisa untuk dapat dihasilkan solusi atau rekomendasi kepada pihak perusahaan dari aspek people, proses dan teknologi.
2.3. Kerangka Konsep Partisipasi dalam KMS
Knowledge Collect Knowledge Connect
Kesadaran User
Budaya dan lingkungan organisasi
Kepentingan KM Portal
Desain dan dukungan KMS
Gambar 2.5 Kerangka Konsep
Dukungan thdp user
22
Tabel 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan user terhadap KMS perusahaan
Faktor People
Variabel Partisipasi dalam KMS
Indikator Peran user
(McCuiston, 2005; Malhotra, 2005)
Referensi McCuiston, Velma E. (2005). Knowledge Management Implementation: HR Executives Speak Out. The
Technical barriers
Journal of Applied Management and Entrepreneurship. Proquest, Vol. 10 (1), pg. 20. Malhotra, Yogesh. (2005). Intergratinf Knowledge Management Technologies in Organizational Business
Accessibility Budaya dan lingkungan
Processes: Getting Real Time Enterprises to Deliver
organisasi (McCuiston, 2005)
Real Business Performasnce. Journal of Knowledge Management. Vol. 9 (1) 2, pg. 7-28. Openness of communication channel
Dukungan terhadap user
Training
McCuiston, Velma E. (2005). Knowledge Management Implementation: HR Executives Speak Out. The Journal of Applied Management and Entrepreneurship.
23
(McCuiston, 2005)
Reward atas berbagi
Proquest, Vol. 10 (1), pg. 20.
pengetahuan Process
Knowledge creation Knowledge collect (Weidner, Knowledge storage
McCuiston, Velma E. (2005). Knowledge Management
2006) Knowledge retention
Implementation: HR Executives Speak Out. The Journal of Applied Management and Entrepreneurship.
Knowledge sharing Proquest, Vol. 10 (1), pg. 20. Knowledge connect (Weidner, Weidner,
Douglas.
(2006).
Certified
Knowledge
2006) Knowledge utilization
Teknologi
Kualitas fitur dan konten Desain dan dukungan KMS
KM Portal
(McCuiston, 2005)
Manager Handout. The International KM Institude.
McCuiston, Velma E. (2005). Knowledge Management Implementation: HR Executives Speak Out. The Journal of Applied Management and Entrepreneurship.
Complexity barriers Proquest, Vol. 10 (1), pg. 20.
24
2.4.
Hipotesis Hipotesis yang dapat dijadikan kesimpulan sementara adalah tidak adanya
faktor-faktor dan indikator-indikator yang mempengaruhi kesadaran user untuk menggunakan KM Portal Kompas Gramedia sebagai H0 dan adanya faktor-faktor dan indikator-indikator yang mempengaruhi kesadaran user untuk menggunakan KM Portal Kompas Gramedia sebagai H1.