BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Vitamin D Vitamin D sering dikenal dengan vitamin matahari karena vitamin D dapat dibentuk tubuh dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat cukup sinar matahari, maka konsumsi vitamin D melalui makanan tidak dibutuhkan. Karena dapat disintesis di tubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin, tapi suatu prohormon.
2.1.1. Definisi vitamin D Vitamin D adalah nama generik dari dua molekul, yaitu ergokalsiferol (vitamin D2) dan kolekalsiferol (vitamin D3). Prekursor vitamin D hadir dalam fraksi sterol dalam jaringan hewan (di bawah kulit) dan tumbuh-tumbuhan berturut-turut dalam bentuk 7-dehidrokolesterol dan ergosterol. Keduanya membutuhkan radiasi sinar ultraviolet untuk mengubahnya ke dalam bentuk provitamin D3 (kolekalsiferol) dan D2 (ergokalsiferol). Kedua provitamin membutuhkan konversi menjadi bentuk aktifmya melalui penambahan dua gugus hidroksil. Terminologi vitamin D3 dan ekivalen tercantum pada Tabel 2.1. (Almatsier, 2010).
Universitas Sumatera Utara
6
Tabel 2.1. Terminologi Vitamin D3 dan Ekivalen Terminologi Asal hewan
Asal tumbuh-tumbuhan
7-dehidrokolesterol (prekursor D3)
Ergosterol (prekursor D3)
Sumber: epidermis hewan
Sumber: tumbuh-tumbuhan
Vitamin D3
Vitamin D2
Kolekalsiferol
Ergokalsiferol
Sumber: radiasi prekursor
Sumber: radiasi prekursor
25-hidroksi kolekalsiferol
25-hidroksi ergokalsiferol
Kolekalsiferol
Ergokalsiferol
25(OH)D3
25(OH)D2
Sumber: perubahan di dalam hati
Sumber: perubahan di dalam hati
Vitamin D3 (bentuk aktif)*
Vitamin D2 (bentuk aktif)*
1,25-dihidroksi kolekalsiferol
1,25-dihidroksi ergokalsiferol
Kalsitriol
Erkalsitriol
1,25(OH)2D3
1,25(OH)2D2
Sumber: perubahan di dalam ginjal
Sumber: perubahan di dalam ginjal
Ekivalen: 1 satuan Internasional (SI) = 0,025 μg kolekalsiferol (vitamin D3) 1 μg kolekalsiferol (vitamin D3) = 40 SI vitamin S * kedua bentuk aktif biasanya dinamakan vitamin D3* Sumber: Almatsier: 2010
2.1.2. Fungsi vitamin D Fungsi utama vitamin D adalah membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang bersama vitamin A dan vitamin C, hormon-hormon paratiroid dan kalsitonin, protein kolagen, serta mineral-mineral kalsium, fosfor, magnesium dan
Universitas Sumatera Utara
7
flour. Fungsi khusus vitamin D dalam hal ini adalah membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfor tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada proses pengerasan tulang (Almatsier,2010). Di dalam saluran cerna, kalsitriol meningkatkan absorpsi vitamin D dengan cara merangsang sintesis protein pengikat-kalsium dan protein pengikatfosfor pada mukosa usus halus. Di dalam tulang, kalsitriol bersama hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah. Di dalam ginjal, kalsitriol merangsang reabsorbsi kalsium dan fosfor (Almatsier,2010).
2.1.3. Defisiensi vitamin D Vitamin D adalah vitamin larut lemak yang dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme di dalam tubuh. Dalam metabolisme kalsium dan tulang, fungsi utama 1,25(OH)2D3 ,metabolit aktif vitamin D, adalah mengontrol absorpsi kalsium dan fosfat usus agar dapat mempertahankan konsentrasi kalsium darah sehingga mineralisasi tulang tetap terpelihara. Defisiensi vitamin D akan berpengaruh pada homeostasis ini. Defisiensi vitamin D akan meningkatkan hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) sehingga terjadi resorpsi tulang yang selanjutnya akan meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Defisiensi vitamin D yang berat akan menyebabkan gangguan mineralisasi tulang sehingga terjadi penyakit Rickets pada anak-anak dan osteomalasia pada orang usia lanjut. Selain itu, defisiensi vitamin D juga akan menurunkan massa otot, dan meningkatkan miopati yang mengakibatkan terjadinya instabilitas postural dan membuat usia lanjut mudah jatuh. Belakangan ini diketahui pula bahwa vitamin (hormon) D berhubungan dengan berbagai penyakit seperti penyakit asma, diabetes melitus, hipertensi, artritis reumatoid, keganasan kolon, payudara, prostat, dan sebagainya (Setiati, 2008). Faktor penyebab defisiensi vitamn D tercantum pada tabel 2.2 (Kennel et al., 2010). Kekurangan vitamin D menyebabkan kelainan tulang yang dinamakan riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa. Kekurangan pada orang dewasa juga dapat menyebabkan osteoporosis. Riketsia terjadi bila
Universitas Sumatera Utara
8
pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga menjadi lemah. Kaki membengkok, ujung-ujung tulang panjang membesar (lutut dan pergelangan), tulang rusuk membengkok, pembesaran kepala karena penutupan fontanel terhambat, gigi terlambat keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak. Sebelum ditemukan fortifikasi makanan dengan vitamin D, riketsia banyak terdapat di negara-negara dengan empat musim. Sekarang masih terdapat pada anak anak miskin di kota-kota industri yang kurang mendapat sinar matahari (Almatsier,2010) Osteomalasia adalah riketsia pada orang dewasa. Biasanya terjadi pada wanita yang konsumsi kalsiumnya rendah, tidak banyak mendapat paparan sinar matahari dan mengalami banyak kehamilan dan menyusui. Osteomalasia dapat pula terjadi pada mereka yang menderita penyakit saluran cerna, hati, kantung empedu atau ginjal. Tulang melembek menyebabkan gangguan dalam bentuk tulang, terutama pada kaki, tulang belakang, toraks, dan pelvis. Gejala awalnya adalah merasa rasa sakit seperti rematik dan lemah dan kadang menggamit (twitching), tulang membengkok (bentuk O atau X) dan dapat menyebabkan fraktur (Kennel et al., 2010). Dari beberapa penelitian yang ada, prevalensi defisiensi vitamin D di Indonesia pada wanita berusia 45-55 tahun adalah sekitar 50%. Sementara temuan Setiati, pada wanita berusia 60-75 tahun menemukan defisiensi vitamin D sebesar 35,1%. Penelitian di Indonesia dan Malaysia, pada 504 wanita usia subur (WUS) berusia 18-40 tahun menemukan rata-rata konsentrasi serum 25(OH)D adalah 48 nmol/L dengan prevalensi defisiensi vitamin D sebesar 63% (Yosephin et al., 2014). Penelitian yang dilakukan di Indonesia pada anak usia 1 sampai 12,9 tahun menunjukkan bahwa 45% anak mengalami insufisiensi vitamin D. Pada penelitian yang dilakukan di empat negara, Indonesia menduduki peringkat ke empat, dengan rerata vitamin D hanya 52,7 nmol/l (Enrawati dan Sandjaja, 2011). Berbagai studi epidemiologi mengindikasikan konsentrasi 25-(OH)D <20ng/mL meningkatkan risiko kanker kolon, prostat, dan payudara antara 30 hingga 50%. Sebanyak 33% wanita usia 60-70 tahun dan 66% usia 80 tahun keatas menderita osteoporosis. Diperkirakan 47% wanita dan 22% pria berusia 50 tahun atau lebih
Universitas Sumatera Utara
9
akan menderita osteporosis dan fraktur sepanjang sisa hidupnya (Soejitno dan Kuswardhani, 2009).
Tabel 2.2. Faktor Penyebab Defisiensi Vitamin D Kurangnya intake Tidak adekuatnya asupan makanan yang mengandung vitamin D Malnutrisi Paparan sinar matahari yang terbatas Gastrointestinal Malabsorbsi (misalnya pada short bowel syndrome, pankreatitis, inflamatory bowel disease, amyloidosis, celiac sprue, dan malabsorptive bariatric surgery procedures) Hepatic Beberapa
pengobatan
antiepilepsi
(meningkatkan
aktivitas
24-
hydroxylase) Penyakit hati yang berat (menurunkan aktivitas 25-hydroxylase) Renal Penuaan (menurunkan aktivitas 1-α hydroxylase) Renal insufficiency, glomerular filtration rate <60% (menurunkan aktivitas 1-α hydroxylase) Sinsroma neprotik (menurunkan tingkatan binding protein vitamin D Sumber : Kennel et al., 2010
2.2. Gaya Hidup dan Vitamin D Gaya hidup mempengaruhi kadar vitamin D dalam tubuh. Gaya hidup terutama pada perempuan yang cenderung menghindari paparan sinar matahari, penggunaan hijab, dan penggunaan sunblock berperan dalam terjadinya defisiensi vitamin D terutama pada perempuan.
Universitas Sumatera Utara
10
2.2.1. Pembentukan vitamin D Vitamin D3, kolekalsiferol, berasal dari efek iradiasi UVB (panjang gelombang 290-315 nm) pada 7-dehidrokolesterol (kolesterol dengan ikatan rangkap pada atom karbon 7) yang merupakan pendamping tambahan kolesterol di dalam kulit. Ada susunan ulang molekul dengan terbukanya cincin B inti steroid (Gambar 2.1). Kolekalsiferol merupakan bentuk vitamin D yang terdapat secara alami pada manusia dan hewan, seperti dalam minyak hati ikan kod, ikan yang berlemak, mentega, dan hati hewan. Vitamin D 2 berasal dari ergosterol (sterol fungus) melalui iradiasi senyawa tersebut dengan cahaya UV melalui rangkaian perubahan kimia yang sama dan disebut ergokalsiferol (Truswell, 2014).
Gambar 2.1. Pembentukan vitamin D3 dalam kulit Sumber : Truswell, 2014 Di daerah tropis dan subtropis dunia terdapat cukup vitamin D yang dibuat dalam kulit untuk memenuhi kebutuhan tubuh (jika orangnya tidak terus diam di rumah atau tubuhnya tidak sepenuhnya tertutup pakaian). Karena kolekalsiferol dibentuk dalam satu organ tubuh (kulit) dan diangkut oleh darah untuk bekerja
Universitas Sumatera Utara
11
pada organ lain (tulang, usus, ginjal), kolekalsiferol dapat disebut sebagai hormon. Bagaimanapun, ketika orang tinggal di garis lintang yang tinggim tertutup pakaian, menghabiskan seluruh waktunya di dalam rumah, dan langit terkena polusi asap, maka pajanan sinar UV tidak cukup untuk membuat cukup vitamin D di dalam kulit. Asupan vitamin D dari makanan diperlukan sehingga kolekalsiferol yang berada dalam beberapa makanan dan ergokalsiferol dalam makanan yang difortifikasi mengambil peranan sebagai sumber vitamin (Truswell, 2014).
2.2.2. Metabolisme vitamin D Di dalam tubuh, vitamin D tidak langsung dalam keadaan aktif sehingga vitamin D tersebut harus dimodifikasi secara kimia (mengalami hidroksilasi) sebanyak dua kali. Petunjuk pertama dari hal ini berupa hasil obaservasi adanya lag period 8 jam sebelum seseorang dapat melihat efek vitamin D yang diberikan pada hewan percobaan. Vitamin D dibawa dalam plasma dalam keadaan terikat dengan α2- globulin yang spesifik, yaitu protein yang mengikat vitamin D. Dalam mikrosom hati, ujung rantai-samping mengalami hidroksilasi untuk membentuk 25 –hidroksi-vitamin D (25(OH)D). Senyawa ini mempunyai kadar yang lebih stabil dalam darah dibandingkan kadar vitamin D yang mengalami kenaikan temporer ketika jumlah vitamin tersebut diserap atau disintesis dalam kulit (Truswell, 2014). Senyawa 25(OH)D masih belum berupa metabolit aktif. Senyawa 25(OH)D harus mempunyai gugus hidroksil ketiga (OH) yang berada pada atom karbon 1. Reaksi penambahan gugus hidroksil ini dilakukan oleh enzim, 1αhidroksilase, di dalam ginjal (dalam mitokondria tubulus proksimal untuk membuat 1,25-dihidroksi vitamin D (1,25(OH)2D) yang juga disebut kalsitriol (Gambar 2.2). Kadar 1,25(OH)2D plasma adalah sekitar seribu kali lebih kecil daripada kadar 25(OH)D. Aktivitas enzim 1α-hidroksilase renal dikontrol dengan ketat sehingga kecepatan produksi 1,25(OH)2D baru meningkat ketika terjadi penurunan kadar kalsium plasma atau kenaikan kadar hormon paratiroid. Senyawa
Universitas Sumatera Utara
12
1,25(OH)2D merupakan salah satu dari tiga hormon yang secara normal bekerja sama untuk mempertahankan kadar kalsium agar tetap konstan (Truswell, 2014).
Gambar 2.2. Aktivasi vitamin D Sumber: Truswell, 2014 Vitamin D dibentuk lebih sedikit dalam kulit yang berwarna gelap dibandingkan kulit yang berwarna putih karena melanin dalam kulit menyerap sinar UV. Orang tua juga membentuk lebih sedikit vitamin D setelah mereka terpajan dengan sinar UV gelombang pendek; kulit mereka mengandung materi awal 7-dehidrokolesterol yang lebih sedikit. Vitamin D yang dikonsumsi kemudian akan dicerna, diserap, dan diangkut dari usus halus bagian proksimal dalam kilomikron (Gambar 2.3). Seperti lemak lainnya, penyerapan dapat terganggu pada penyakit kronis dalam sistem empedu atau pada penyakit usus dengan malabsorbsi. Ekskresi vitamin D ke dalam getah empedu, terutama sebagai metabolit yang lebih polar (Truswell, 2014).
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 2.3. Metabolisme dan fungsi vitamin D Sumber: Almatsier, 2010
2.3. Indeks Massa Tubuh dan Vitamin D Penderita obesitas memiliki kadar 25(OH)D yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak obesitas (Wortsman et al., 2000). Kasus obesitas berperan dalam peningkatan prevalensi dari defisiensi 25(OH)D serum pada saat ini.
Rendahnya
konsentrasi
kadar
25(OH)D
serum
disebabkan karena
meningkatnya serum 25(OH)D yang diserap dalam jaringan lemak, peningkatan basal metabolik, dan gaya hidup dari penderita obesitas yang cenderung kurang menyukai aktifitas di luar rumah serta kurangnya paparan sinar matahari (Saliba et al., 2012). Penyebab lain dari rendahnya kadar 25(OH)D serum pada penderita obesitas adalah kadar lemak yang tinggi menyebabkan bioavailabilitas vitamin D menurun dan kadar 25(OH)D serum terdeteksi rendah di dalam darah (Khor et al.,2011). Batas indeks massa tubuh tercantum pada tabel 2.3.
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 2.3. Batas Indeks Massa Tubuh untuk Orang Eropa, Asia, dan Indonesia Eropa
Asia
Indonesia
Keadaan
IMT
Keadaan
IMT
Keadaan
IMT
Gizi
(Kg/m2)
Gizi
(Kg/m2)
Gizi
(Kg/m2)
Kurus sekali
< 17,0
Kurus
≤ 18,5
Kurus
≤ 18,5
Kurus
17,0 – 18,4
Normal
18,5 – 24,9
Normal
18,5 – 22,9
Normal
18,5 – 25,0
Kegemukan
≥ 25
Kegemukan ≥ 23
Gemuk
25,1 – 27,0
Pre obes
25,0 – 29,9
Pre obes
23,0 – 24,9
Obes I
30,0 – 34,9
Obes I
25,0 – 29,9
Obes II
35,0 – 39,9
Obes II
≥ 30,0
Obes III
≥ 40,0
Gemuk sekali
> 27,0
Sumber : Harahap et al., 2005
2.4. Asupan Vitamin D Sumber utama vitamin D adalah paparan sinar matahari, asupan bahan makanan sumber, suplementasi, asupan makanan fortifikasi. Diet dengan tinggi minyak ikan dapat mencegah defisiensi vitamin D. Paparan sinar matahari berupa radiasi UVB dengan panjang gelombang 290-315 (sumber lain menyebutkan 280320nm) dapat menjadi sumber yang sangat baik terutama di daerah tropis. Sinar matahari tersebut akan menembus kulit dan mengkonversi 7-dehydrocholesterol menjadi previtamin D3 setelah paparan 30 menit, dan secara cepat akan dikonversi menjadi vitamin D3. banyaknya previtamin D3 atau vitamin D3 akan dipecah oleh sinar matahari, kelebihan paparan sinar matahari tidak menyebabkan intoksikasi vitamin D3 (Holick, 2007). Bahan makanan sumber vitamin D yang berasal dari hewani diperkirakan mempunyai bioavailabilitas 60% dibandingkan suplemen vitamin. Bahan makanan sumber susu mempunyai bioavailabilitas 3-10 kali lebih baik dibandingkan bahan makanan sumber yang larut dengan minyak. Peningkatan
Universitas Sumatera Utara
15
bioavailabilitas dalam susu tersebut dipengaruhi oleh faktor yang bersifat stimulator yaitu fraksi laktalbumin susu (Holmes dan Kummerow, 1983). Secara alami sangat sedikit makanan yang mengandung atau difortifikasi vitamin D, termasuk vitamin D2 dan D3. Vitamin D2 diproduksi melalui irradiasi sinar ultra violet ergosterol dari jamur, dan vitamin D 3 melalui irradiasi 7dehidroksikolesterol dari lanolin. Kedua bahan tersebut digunakan untuk membuat suplemen vitamin D (Holick, 2007). Bahan makanan sumber dan kandungan vitamin D tercantum pada tabel 2.5. Kecukupan vitamin D tidak hanya penting untuk kesehatan tulang saja tetapi juga untuk fungsi optimal organ dan jaringan seluruh tubuh. Kebutuhan meningkat seiring pertumbuhan usia, masa remaja adalah masa yang paling tinggi kebutuhan akan vitamin D sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk vitamin D. Angka kecukupan gizi vitamin D yang dianjurkan untuk orang Indonesia berdasarkan PERMENKES RI tahun 2013 tercantum pada tabel 2.4.
Tabel 2.4.
Angka Kecukupan Gizi Vitamin D yang Dianjurkan
Golongan umur (tahun)
Angka Kecukupan Gizi (mcg)
16-18
15
19-29
15
30-49
15
50-64
15
65-80
20
Lebih dari 80
20
Sumber: PERMENKES RI, 2013
Universitas Sumatera Utara
16
Tabel 2.5. Sumber
Bahan Makanan Sumber, Suplemen, dan Sumber Bahan Farmasi Vitamin D2 dan D3 Kandungan vitamin D
Sumber alami: Salmon Segar, di alam Segar, ternak Kalengan Sarden, kalengan Mackerel, kalengan Tuna, kalengan Minyak ikan kod Ikan berlemak Jamur shiitake Jamur kancing Kuning telur Paparan sinar matahari, radiasi UV B Makanan fortifikasi Susu Jus jeruk Formula susu bayi Yoghurt Mentega Margarin Keju Sereal sarapan pagi Suplemen Bentuk resep Vitamin D2 (Ergocalciferol) Drisdol (vitamin D2) suplemen cairan Multivitamin Vitamin D3 Sumber: Holick, 2007 ; Almatsier 2010
600-1000 SI (D3) 100-250 SI (D3 dan D2) 300-600 SI (D3) 300 SI (D3) 250 SI (D3) 230 SI (D3) 400-1000 SI (D3) 1000 SI (D3) 100-1600 SI (D2) 40 SI (D2) 20 SI (D3 dan D2) 3000 SI (D3) 100 SI /240 mL (D3) 100 SI /240 mL (D3) 100 SI /240 mL (D3) 100 SI /240 mL (D3) 50 SI /100 gr (D3) 430 SI /100 gr (D3) 100 SI /85 gr (D3) 100 SI /porsi (D3)
50.000 SI /kapsul 8000 SI /mL 400 SI 400, 800, 1000, dan 2000 SI
Ket: 1 SI (Satuan Internasional)= 0,025 g vitamin D; 1 g vitamin D=40 SI
Universitas Sumatera Utara