BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kayu Jati
Jati (Tectona Grandis Linn. F) adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi dan sampai sekarang masih menjadi komoditas mewah yang banyak diminati masyarakat walaupun harga jualnya mahal. Berikut ini taksonomi dan tatanama dari kayu jati : Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Verbenales
Famili
: Verbenaceae
Genus
: Tectona
Spesies
: Tectona grandis
Jati memiliki tekstur kayu agak kasar dengan serat lurus.Kulit jati berwarna abu-abu kecoklatan.Sementara itu, batang bagian tengah (teras) berwarna
coklat
muda
dan
bagian
dalam
(galih)
berwarna
coklat
kemerahan.Permukaan kayu jati relatif licin dan memiliki corak yang estetis (Mawardi, 2012).
Tanaman jati secara alamiah banyak dijumpai di negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara, yaitu Burma, Thailand, Laos, Kamboja, dan Indonesia. Pada abad ke-19 jati mulai dibudidayakan di Amerika tropik seperti Trinidad dan Nicaragua serta di Nigeria dan beberapa bagian Afrika Tengah (Simon, 2000). Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia awalnya berasal dari India (Dephut RI, 2004). Tanaman jati mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn F yang secara historis nama tectona berasal dari bahasa Portugis (tecton) yang berarti tumbuhan yang mempunyai kualitas yang tinggi (Suryana, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Kayu jati memiliki kadar selulosa 46,5%, lignin 29,95%, pentosan 14,4%, abu 1,4% dan silika 0,4% serta nilai kalor 5,081 kal/gr (Suryana, 2001). Daya resistansi kayu jati yang tinggi terhadap serangan jamur dan rayap disebabkan karena adanya zat ekstraktif tectoquinon atau 2-metil antraqinon. Selain itu juga megandung komponen lain, seperti tripoliprena, phenil naphthalene, antraquinon, dan komponen lain yang belum terdeteksi (Sipon dkk, 2001).
2.2
Lignin
Lignin adalah suatu produk alami yang dihasilkan oleh semua tumbuhan berkayu yang merupakan komponen kimia dan morfologi ciri dari jaringan tumbuhan tingkat tinggi.(Dumanauw, 1992).Lignin merupakan komponen utama penyusun kimia kayu selain selulosa dan hemiselulosa. Lignin merupakan polimer alami yang terdiri dari molekul-molekul polifenol yang berfungsi sebagai pengikat kayu antara satu sama lain sehingga bersifat keras dan kaku. Dengan adanya lignin, kayu dapat meredam kekuatan mekanis yang dikenakan terhadapnya (Rudatin, 1989).
Lignin merupakan makromolekul fenolik alami yang berasal dari dinding sel tanaman yang mengandung tiga penyusun utama unit fenilpropana (monolignols), yaitu coniferyl alcohol (G), sinapyl alcohol (S), dan p-coumaryl alcohol (H).Struktur lignin sangat kompleks dan terhubung dengan hemiselulosa secara acak dalam bentuk tiga dimensinya.Fungsi lignin di dalam tanaman adalah sebagai pembawa sifat biologis dan perekat diantara selulosa dan hemiselulosa di dalam dinding sel (Dence, 1992). Lignin secara universal terdistribusi pada semua jaringan kayu, dimana lignin menambah kekuatan dan stabilitas dinding sel. Lignin mempunyai struktur yang sangat kompleks, polimer, dan merupakan suatu jaringan aromatik yang tidak larut dalam air (Sastrohamidjojo, 1996).
Lignin adalah polimer yang terdiri dari unit fenilpropana.Penyelidikan lignin didasarkan pada isolasi ligninnya, misalnya lignin kayu-giling (milled wood lignin, MWL), lignin hasil degradasi oksidatif, reduksi, hidrolisis, asam atau basa (Achmadi, 1990).Lignin memiliki gugus metoksil dan inti fenol yang saling
Universitas Sumatera Utara
berikatan dengan ikatan eter atau ikatan karbon dan mempunyai berat molekul tinggi (Sjostrom, 1995). Kandungan metoksil lignin juga bervariasi,dimana semakin tinggi tanaman berdiri dan berkembang maka kandungan metoksil lignin akan semakin tinggi (Harkin, 1969).
Unit dasar senyawa lignin berasal dari fenilpropana yakni terdiri dari sebuah cincin benzena dengan enam atom karbon yang pada salah satu sisinya melekat tiga atom karbon berantai lurus.Dan ada pula yang dikenal dengan gugus metoksil (H3CO-) yang banyak melekat pada cincin aromatik lignin.Namun beberapa dari gugus tersebut terpisah selam proses pulping kraft (Harkin, 1969). Adapun struktur lignin dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1 Struktur lignin (Harkin, 1969)
Zat organik polimer yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan selain selulosa adalah lignin.Lignin merupakan senyawa polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propana yang diikat dengan C-O-C dan C-C (Judoamidjojo, 1989).Molekul lignin memiliki derajat polimerisasi tinggi.Oleh karena ukuran dan strukturnya yang tiga dimensi bisa memungkinkan lignin
Universitas Sumatera Utara
berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu yang dapat mengikat serat dan memberikan kekerasan struktur serat.Bagian tengah lamela pada sel kayu, sebagian besar terdiri dari lignin, berikatan dengan sel-sel lain dan menambah kekuatan struktur kayu.Selain itu, dinding sel kayu juga mengandung lignin (Muzzie, 2006).
Didalam struktur lignin yang sebenarnya terdapat perbedaan jenis monomer penyusunnya.Lignin pada kayu lunak adalah jenis lignin guaiasil yang diturunkan dari coniferyl alcohol (G) dan sejumlah kecil sinapyl alcohol (S).Adapun beberapa struktur lignin pada kayu diperlihatkan pada gambar 2.2 sebagai berikut:
Gambar 2.2. Struktur lignin pada kayu (Lewis, 1990)
Pada kayu keras adalah lignin guaiasil-siringil yang diturunkan dari yaitu coniferyl alcohol (G) sinapyl alcohol (S) dengan perbandingan yag sama. Lignin pada rumput termasuk jenis guaiasil-siringil, tetapi diturunkan dari p-coumaryl alcohol (H) (Dence, 1992).Achmadi (1990) menjelaskan bahwa lignin dibagi dua kelompok, kelompok lignin guaiasil (koniferil alkohol) yang terdapat dalam kayu jarum (softwood) berkisar 26-32% dan yang kedua adalah kelompok lignin guaiasil-siringil (sinapil alkohol atau koniferil alkohol) yang terdapat pada kayu
Universitas Sumatera Utara
daun lebar (hardwood) sebanyak 20-28%.Menurut Fengel dan Wegener (1995), lignin dapat diisolasi dengan berbagai cara yaitu:
1.
Lignin sebagai sisa. Lignin dihasilkan sebagai sisa hidrolisis asam polisakarida seperti lignin sulfat (klason) dan lignin asam klorida (lignin Halse) serta lignin hasil oksidasi atau pelarutan polisakarida seperti pada penentuan lignin kuoksam yang menggunakan asam sulfat dan kupramonium hidroksida.
2.
Lignin dengan pelarutan. Terjadi reaksi yang cukup besar antara lignin dengan pelarut. Contohnya terjadi pada reaksi dengan getaran atau diekstraksi dioksan-air yang sering disebut lignin kayu yang digiling (MWL) atau lignin Bjorkman. Disamping itu juga ada yang menggunakan perlakuan enzimatik yang disebut lignin enzim selulolitik (CEL).
3.
Lignin terlarut dalam senyawa organik. Pada proses ini lignin direaksikan dengan pelarut organik. Sebagai contoh adalah lignin alkohol yaitu lignin yang diperoleh dari reaksi dengan alkohol/HCl dan lignin phenol (phenol/ HCl).
4.
Turunan dengan pereaksi organik. Secara umum, jenis lignin ini menghasilkan lignin teknis yaitu lignin yang dihasilkan dari proses pembuatan pulp seperti lignin alkali (proses soda/NaOH), lignin kraft atau lignin sulfat (NaOH/Na2S).
Lignin dapat diisolasi dari dari kayu bebas ekstraktif sebagai sisa yang tidak terlarut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis.Secara kuantitatif, lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan yang mudah larut (Achmadi, 1990).Berat molekul lignin diperkirakan sangat tinggi, tetapi karena proses pemisahan dari selulosa tak terelakkan lagi menyebabkan degradasi, untuk menyatakan berapa besar tingginya adalah hal yang tidak mungkin. Karena lignin mengandung cincin aktif benzena dalam jumlah yang besar, lignin yang terdegradasi akan bereaksi dengan cepat (Stevens, 2001). Lignin merupakan termoplastik alam yang akan menjadi lunak pada suhu yang lebih tinggi dan akan keras kembali apabila menjadi dingin (Haygreen, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.3
Poliuretan
Poliuretan merupakan bahan polimer yang mempunyai ciri khas adanya gugus fungsi uretan (-NHCOO-) dalam rantai utama polimer. Gugus fungsi uretan dihasilkan dari reaksi antara senyawa yang mengandung gugus hidroksil (-OH) dengan senyawa yang mengandung gugus isosianat (-NCO). Berdasarkan jenisnya, poliuretan dapat berupa termoplastik atau termoset yang merupakan produk reaksi isosianat polifungsi dan alkohol polihidroksi atau poliester tertentu (Hartomo, 1992).Polimer termoset mempunyai kekuatan yang tinggi, ketahanan terhadap kelembaban, cukup kaku, dan memiliki kemampuan jangka pembebanan yang lama tanpa mengalami perubahan bentuk.Jenis perekat yang tergolong kategori polimer ini adalah fenol, resorsinol, melamin, isosianat, urea, dan epoksi (Vick, 1999).
2.3.1
Komponen Pembentuk Busa Poliuretan
2.3.1.1 Isosianat Isosianat merupakan komponen dasar utama dari polimer poliuretan. Isosianat merupakan sumber gugus N=C=O (NCO) yang bisa bereaksi dengan gugus hidroksil dari poliol, air, dan pengcrosslink dalam pembentukan busa (Li, 2012). Isosianat aromatik komersil yang paling penting adalah toluenediisocyanate (TDI), diphenylmethane diisocyanate (MDI), dan naphtalene diisocyanate (NDI). TDI dibagi menjadi dua jenis berdasarkan letak gugus isosianatnya yang ditunjukkan pada gambar 2.3 sebagai berikut: CH3 CH3
NCO
NCO
OCN
NCO (i)
(ii)
Gambar 2.3 Struktur (i) 2,4-TDI, (ii) 2,6-TDI (Kricheldorf, H. R. 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.2 Poliol Komponen dasar kedua dari polimer poliuretan adalah poliol.Poliol polieter (polipropilen glikol dan triol) mempunyai berat molekul antara 400 dan 10000 yang mendominasi teknologi busa.Busa biasanya dibuat dengan triol, yang membentuk produk crosslink dengan diisosianat, sedangkan diol mendominasi dalam teknologi elastomer. Poliol polipropilen oksida (PPO), yang juga disebut polipropilen glikol (PPG) lebih murah dibandingkan poliol lain. Struktur PPG dilihat pada gambar 2.4 sebagai berikut :
H-[O-HC-H2C]n-O-R-O-[CH2-CH-O]n-H CH3 CH3 Gambar 2.4 Struktur PPG(Kricheldorf, H. R. 2005).
Poliol sintetis dibagi menjadi dua jenis yaitu poliol poliester dan poliol polieter. (Sparrow, 1990). Poliol yang digunakan dalam pembentukan rigid PU foam mempunyai bilangan hidroksil yang tinggi (berat KOH dalam miligram yang akan menetralkan asam dari 1 gram poliol) antara 300 dan 800 mg KOH/g. (Ionescu, 2005). Poliol untuk busa uretan adalah senyawa polimer dengan sedikitnya dua gugus hidroksil (Ashida, 2007).
2.3.1.3 Bahan Pengembang (blowing agent) Bahan pengembang (blowing agent) untuk pembuatan busa poliuretan terbagi dua yaitu
blowing
agent
fisika,
misalnya
gas-gas
(udara,
nitrogen
atau
karbondioksida) yang oleh tekanan larut dalam polimernya; dan blowing agent kimia yang terurai oleh pemanasan untuk melepaskan gas, misalnya cairan bertitik didih rendah seperti metil klorida, aseton, dan CFCl3 (Stevens, M. P. 2001). Blowing agent konvensional adalah air, yang merupakan sumber hidrogen aktif. Untuk kontrol yang lebih baik dalam proses foaming, air destilasi atau deionisasi digunakan sebagai blowing agent oleh pabrik busa (Youn, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2
Kegunaan Poliuretan
Poliuretan memiliki banyak kegunaan, diantaranya sekitar 70% digunakan sebagai busa, selebihnya sebagai bahan elastomer, lem, dan pelapis. Busa poliuretan yang elastis digunakan sebagai isolator, termasuk laminat-laminat tekstil untuk pakaian musim dingin, panel pelindung pada mobil, kain pelapis, tempat tidur, dan karpet dasar dan spon sintetis, sedangkan busa yang keras digunakan dalam panel-panel konstruksi terisolasi, pengemasan barang-barang lunak dan untuk furnitur ringan (Stevens, 2001).
2.4
Busa Poliuretan (foam polyurethane)
Busa (foam) didefinisikan sebagai substansi yang dibentuk dengan menjebak gelembung gas di dalam cairan atau padatan.Busa poliuretan diklasifikasikan ke dalam tiga tipe, yaitu flexible foam, rigid foam, dan semi rigid foam.Perbedaan sifat fisik dari tiga tipe foam poliurethane tersebut berdasarkan pada perbedaan berat molekul fungsionalitas poliol dan fungsionalitas isosianat. Berdasarkan struktur selnya, foam dibedakan menjadi dua, yaitu closed cell (sel tertutup) dan opened cell (sel terbuka). Foam dengan struktur closed cell merupakan jenis rigid foam sedangkan foam dengan struktur opened cell adalah flexible foam (Cheremisinoff, 1989). Klasifikasi dari busa poliuretan menurut Ashida(2007) dapat dilihat dalam tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi busa poliuretan Polyol
Rigid foam
Semirigid foam
Flexible foam
OH No.
350-560
100-200
5.6-70
OH equivalent No.
160-100
560-280
10,000-800
Functionality
3.0-8.0
3.0-3.5
2.0-3.1
>700
700-70
<70
>100,000
100,000-10,000
<10,000
Elastic Modulus at 23°C Mpa Lb/in2
Universitas Sumatera Utara
2.5
Bahan Aditif
2.5.1
Pasir
Pasir kuarsa (quartz sands) juga dikenal dengan nama pasir putih atau pasir silika (silica sand) merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan feldspar. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau angin yang terendapkan di tepi-tepi sungai, danau, atau laut. Pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandun senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Fe2O3, Al2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain tergantung pada senyawa pengotornya (Selintung, 2012).
Sifat fisik tanah bergantung pada ukuran partikel-partikelnya. Partikel diatas 2,0 mm dikelompokkan sebagai kerikil, pasir antara 0,05 mm dan 2,0 mm, geluh atau silt antara 0,002 sampai 0,05 mm dan lempeng atau clay kurang dari 0,002 mm. Berdasarkan ukuran bahan padatan terebut, tanah digolongkan menjadi 3 partikel yaitu pasir, debu, dan liat. Ketiga partikel tersebut dinyatakan dalam % bersama-sama menyusun tanah dan disebut tekstur tanah. Kapasitas lapang adalah kemampuan tanah untuk menyerap air (Sinulingga, 2003). Filtrasi adalah proses pengolahan air secara fisik untuk menghilangkan partikel padat dalam air dengan melewatkan air tersebut melalui material berpori dengan diameter butiran dan ketebalan tertentu (Rahmawati, 2009). Kapasitas serap air pada tanah pasir sangat rendah, ini disebabkan karena tanah pasir tersusun atas 70% partikel tanah berukuran besar (0,02-2mm). Tanah pasir bertekstur kasar, dicirikan adanya ruang pori besar diantara butir-butirnya (Sinulingga, 2003).
2.5.2
Tawas
Persenyawaan aluminium sulfat (Al2(SO4)3) atau sering disebut tawas adalah suatu jenis koagulan yang sangat populer secara luas digunakan, sudah dikenal bangsa Mesir pada awal tahun 2000 SM. Alum atau tawas sebagai penjernih air mulai diproduksi oleh pabrik pada awal abad 15. Alum atau tawas merupakan
Universitas Sumatera Utara
bahan koagulan yang paling banyak digunakan, karena bahan ini paling ekonomis (murah), mudah didapatkan di pasaran, serta mudah penyimpanannya (Budi, 2006).Tawas atau alum berada dalam bentuk batuan, serbuk, atau cairan. Massa jenis alum adalah 480 kg/m3 dengan kadar air 11-17%. Alum dilarutkan dalam air dengan kadar 3-7% (5% rata-rata) untuk pembubuhan. Kadar maksimum aplikasi 12-15%. Aluminium sulfat memerlukan alkalinitas (seperti kalsium bikarbonat) dalam air agar terbentuk flok : Al2(SO4)3.18H2O + 3Ca(HCO3)2 → 2Al(OH)3 + CaSO4 + 18H2O + 6CO2 CaSO4 + Na2CO3 → CaCO3 + Na2SO4 Bila alkalinitas alamnya kurang, perlu dilakukan penambahan Ca(OH)2 : Al2(SO4)3.18H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 18H2O Alternatif lain adalah penambahan NaCO3 yang relatif lebih mahal (Al-layla, AM. 1998).
Diketahui bahwa zat terlarut yang terkandung di dalam air akan mengalami
proses
pengendapan
secara
sempurna
apabila
koagulan
(tawas/Al2(SO4)3) yang ditambahkan dalam dosis/jumlah yang tepat. Telah dilakukan uji jar test yang menghasilkan grafik Hubungan Dosis (mg/L) dengan Kekeruhan (NTU) dan diperoleh 65 mg/L koagulan (tawas/Al2(SO4)3) yang diperlukan dalam tiap 1 liter air baku (Haslindah, A. 2012).
2.5.3 Arang Arang adalah suatu bahan padat berpori yang dihasilkan dari pembakaran pada suhu tinggi dengan proses karbonisasi, yaitu proses pembakaran tidak sempurna, sehingga bahan hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Sebagian besar poripori pada arang masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lainnya. Arang memiliki sifat fisik dan kimia meliputi kerapatan 0,45 gr/cm3, kandungan air 5-8%, kandungan abu 1-2%, dan kandungan karbon sebesar 80-90%
(Hinoshita, 1988).
Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Batu Kapur Pengapuran adalah pemberian kapur ke dalam air karena air terlalu masam bukan karena kekurangan Ca. Fungsi pengapuran antara lain : 1.
Meningkatkan pH tanah dan air
2.
Mengikat dan mengendapkan butiran lumpur halus
3.
Kapur yang berlebihan dapat mngikat fosfat yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan plankton.
4.
Mendukung kegiatan bakteri pengurai sehingga garam dan zat hara akan terbebas
5.
2.6
Mengendapkan koloid yang melayang layang dalam air
Air Gambut
Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa maupun dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecoklatan)
2.
pH yang rendah
3.
Kandungan zat organik yang tinggi
4.
Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah
5.
Kandungan kation yang rendah
Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus dan turunannya.Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu dengan berbagai tingkat dekomposisi, namun secara umum telah mencapai dekomposisi yang stabil.Karakteristik air gambut seperti yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa air gambut kurang menguntungkan untuk dijadikan air minum bagi masyarakat di daerah berawa.Namun karena jumlah air gambut tersebut sangat banyak dan dominan berada di daerah tersebut maka harus bisa menjadi alternatif sumber air minum masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi yang kurang menguntungkan dari segi kesehatan adalah sebagai berikut : 1.
Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan sakit perut,
2.
Kandungan organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme dalam air, sehingga dapat menimbulkan bau apabila bahan organik tersebut terurai secara biologi,
3.
Apabila dalam pengolahan air gambut tersebut digunakan klor sebagai desinfektan, akan terbentuk trihalometan (THM’S) seperti senyawa argonoklor yang dapat bersifat karsinogenik (kelarutan logam dalam air semakin tinggi bila pH semakin rendah),
4.
Ikatannya yang kuat dengan logam (Besi dan Mangan) menyebabkan kandungan logam dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika dikonsumsi secara terus menerus.
2.7
Air Bersih
Pengertian air bersih berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaaan Air Minum, pada BAB 1, Pasal 1, Ayat 1 : Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah, dan atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Menurut Hadisubroto, (1989), ada beberapa petunjuk yang digunakan untuk menjelaskan adanya pencemaran dan parameter kualitas air adalah : a.
Temperatur Perubahan temperatur berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Temperatur sangat berperan dalam mengendalikan ekosistem perairan. Berdasarkan peranan tersebut, temperatur air dapat mempengaruhi kehidupan biota air yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air. Pada lapisan atas (epilimnion), kelarutan O2 lebih tinggi dibandingkan kelarutan O2 pada lapisan bawah (hipolimnion) yang temperaturnya lebih rendah (Achmad, 2004).
b.
Dissolved Oxygen (DO)
Universitas Sumatera Utara
Pada temperatur kamar, jumlah oksigen terlarut dalam air adalah sekitar 8 mg/L. Pada air yang terkena pencemaran, produksi oksigen melalui fotosintesis dan oksigen terlarut dari udara dapat menjenuhkan air dengan oksigen (Hadisubroto, 1989). c.
Kekeruhan dan Warna Kekeruhan dan warna adalah bentuk cemaran yang paling mudah dikenali dalam air. Pengaruh utama dari kekeruhan adalah terjadinya penurunan penetrasi cahaya matahari secara tajam. Penurunan ini akan mengakibatkan aktivitas fotosintesis dari fitoplankton menurun. (Koessoebiono, 1979). Kekeruhan disebabkan oleh partikel terlarut di dalam air yang ukurannya berkisar antara 0.01 – 10 mm. Suatu badan air jika kekeruhannya tinggi maka menunjukkan banyaknya zat organik dan anorganik yang ada pada air tersebut. Adapun sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat yang berefek estetika, kejernihan, warna, bau, dan temperatur (Risdianto, 2007).
d.
Derajat Keasaman (pH) Nilai pH berkisar antara 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan memiliki pH netral apabila memiliki nilai pH = 7, sedangkan nilai pH > 7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, dan nilai pH < 7 menunjukkan sifat asam. Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam akan mendesak kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+ membentuk air), akibatnya terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasi asam (Effendi, 2003).
e.
Konduktivitas Penentuan daya hantar listrik pada dasarnya adalah pengukuran kemampuan sampel air untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan sampel air untuk menghantarkan arus listrik berhubungan erat dengan konsentrasi total zat terionisasi dalam air. Pada umumnya, senyawa anorganik terlarut dalam air ditemukan
dalam
bentuk
ion-ion.
Bentuk
ion-ion
tersebut
akan
menghantarkan aliran listrik dan bergerak ke arah elektroda-elektroda yang dicelupkan pada larutan tersebut. Ion-ion yang bermuatan negatif akan bermigrasi ke arah elektroda positif (Sihombing, 2000).
Universitas Sumatera Utara
f.
Kontaminasi Mikrobiologi Ada batas-batas kandungan mikrobiologi pada air yang kita minum sehingga masih dapat diterima sistem kekebalan tubuh manusia yang akan melatih tubuh dalam membentengi diri dari penyakit. Tapi jika melebihi batas tersebut, dan bahkan mungkin pada jenis mikrobiologi tertentu dimana sistem kekebalan tubuh rentan dan tak mampu untuk mengakomodasinya, cemaran ini bisa sangat membahayakan bagi manusia.
2.8
Karakterisasi Polimer
2.8.1
Fourier Transform Infrared (FT-IR)
Konsep radiasi inframerah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel (tahun 1800) melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan prisma, yang mana pada daerah setelah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperatur tertinggi yang berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut banyak kalor (mulja, 1995). Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena adanya interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polaribilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnit. Dalam teknik spektroskopi inframerah, sampel molekul disinari dengan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang tertentu. Beberapa bilangan gelombang radiasi yang sesuai dengan frekuensi vibrasi akan diserap dan radiasi yang diteruskan diamati dengan suatu detektor fotolistrik (Wirjosentono, 1995). Spektroskopi inframerah bermanfaat
untuk
kajian
mikrostruktur
maupun
gugus
fungsi
dalam
polimer.Komposisi kopolimer olefin, gugus nitril, hidroksi sampai ketidakjenuhan dapat diungkapkan (Hartomo, 1995).Pada era modern ini, radiasi inframerah digolongkan atas empat daerah yang dapat dilihat dari tabel 2.2 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Penggolongan daerah radiasi inframerah No
Daerah
Rentang
Rentang
Rentang
Inframerah
panjang
bilangan
frekuensi (ν)
gelombang (λ)
gelombang
Hz
dalam µm
(ύ)cm-1
0,78-2,5
13000-4000
3,8-1,2(1014)
2,5-50
4000-200
1,2-0,06(1014)
50-1000
200-10
6,0-0,3(1012)
2,5-15
4000-670
1,2-0,2(1014)
1
Dekat
2
Pertengahan
3
Jauh
4
Terpakai untuk analisis instrumental
Disamping untuk maksud tujuan analisis kuantitatif, spektrofotometri inframerah ditujukan untuk maksud penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif (Mulja, 1995). Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan dilengkapi komputer yang terdedikasi sehingga memiliki kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. FT-IR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar dalam penelitian-penelitian struktur polimer karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan dan ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini akan memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi dan ikat silang (Stevens, 2001).
Spektroskopi inframerah ditujukan untuk penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif, disamping untuk analisis kuantitatif (Mulja, 1995). Adapun kelebihan dari FTIR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki komputer yang terdedikasi kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. Spektrum inframerah bahan polimer akan tergantung dari karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan ulangannya. Ditambah lagi perubahan susunan geometri, perubahan orientasi ikatan, dan bentuk kristal akan mempengaruhi serapan inframerah oleh ikatan kimia satuan ulangannya (Wirjosentono, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.8.2
Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM merupakan teknik yang digunakan untuk mempelajari permukaan sampel dan material yang tebal. Berkas elektron berenergi tinggi digunakan sehingga memberikan keuntungan resolusi yang lebih baik karena radiasi elektronnya memiliki panjang gelombang yang sangat pendek
(Gupta, 2010).Dalam
penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å. Suatu berkas insiden elektron sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam sinar tabung katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi (Stevens, 2001).
Alat SEM terdiri atas bagian-bagian, yaitu sumber elektron (electrongun) berupa filamen kawat wolfram, alat untuk mencacah (scanner) titik-titik sepanjang spesimen berupa sistem lensa elektromagnetik dan foil pencacah elektromagnetik, seperangkat lensa elektromagnetik untuk memfokuskan elektron dari sumber menjadi titik kecil di atas spesimen, sistem detektor, serta sistem layar (Rohaeti, 2009)
2.8.3
Analisa Permeabilitas Busa Poliuretan
Analisa permeabilitas sebenarnya umum digunakan untuk membran, namun bisa juga digunakan untuk poliuretan yang difungsikan sebagai membran. Proses pemisahan dengan membran dapat terjadi karena adanya perbedaan ukuran pori, bentuk, serta struktur kimianya. Membran demikian biasa disebut sebagai memran semipermeabel, artinya dapat menahan spesi tertentu, tetapi dapat melewatkan spesi yang lainnya. Fasa campuran yang akan dipisahkan disebut umpan (feed), dan fasa hasil pemisahan disebut permeat (permeate). Sifat-sifat membran perlu dikarakterisasi, yang meliputi efisiensi serta mikrostrukturnya.
Universitas Sumatera Utara
Permeabilitas merupakan ukuran kecepatan dari suatu spesi untuk melewati membran. Sifat ini dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran pori, tekanan yang diberikan, serta ketebalan membran. Permeabilitas dinyatakan sebagai suatu besaran fluks dan dilambangkan dengan J, yang didefinisikan sebagai jumlah volume permeat yang melewati satu satuan luas membran dalam satuan waktu tertentu dengan adanya gaya penggerak berupa tekanan.
Fluks =
jumlah volume permeat
(2.1)
luas membran x waktu x tekanan
2.9 Uji kualitas air Air yang berkualitas baik untuk air bersih maupun untuk air minum memiliki parameter fisika seperti kondisi air yang jernih atau tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, tidak mengandung zat padat tersuspensi (TSS) dan zat padat terlarut(TDS).
2.9.1. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui konsentrasi ion hidrogen (H+). Air dapat bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,57,5. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan aitr yang memiliki pH lebih besar dari pH normal akan bersifat basa. Mengingat nilai pH ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam air, termasuk zatzat yang secara kimia dan biokimia tidak stabil, maka penentuan pH harus seketika setelah contoh diambil dan tidak diawetkan.
2.9.2. Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid=TSS) Zat padat tersuspensi adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 µm atau lebih besar dari ukuran partikel kolid. Jumlah zat padat atau residu terdiri dari bahan terlarut dan tersuspensi yang ada di air.TSS menyebabakan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat langsung mengendap. Bahan tersebut dapat berupa partikel suspensi dari tanah liat, lumpur, bahan organik terurai, bakteri, plakton, dan organisme lainnya. Adanya zat padat di air menyebabkan kualutas air tidak baik, dapat menimbulkan berbagai reaksi dan menggangu estetika. TSS umumnya dapat dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan.
2.9.3. Zat padat terlarut (Total Dissolved=TDS) Zat padat terlarut menyatakan jumlah bahan yang terlarut dalam suatu larutan yang dinyatakan dalam mg/L. Interksi antara pelarut air dengan zat padat, zat cair dan gas sehingga menghasilkan bahan terlarut dalam bentuk zat organik ataupun zat anorganik. Mineral logam dan gas merupakan zat anorganik yang mungkin terlarut dalam air. Zat tersebut dapat berhubungan dengan air di atmosfer, permukaan ataupun di dalam tanah. Zat organik bisa berasal dari pembusukan tumbuh-tumbuhan, zat organik dan gas organik.
Penentuan jumlah zat padat terlarut dapat dilakukan dengan menguapkan sampel yang telah disaring untuk menghilangkan padatan tersuspensi. Residu yang tersisa ditimbang dan merupakan jumlah zat padat terlarut dalam air. Kadar zat terlarut yang tinggi menunjukkan adanya kandungan K+, Na+, dan Cl-. Ion-ion ini hanya menimbulkan bahaya dalam waktu singkat. Selain itu, jumlah zat padat terlarut yang tinggi juga dapat disebabkan adanya logam berat dalam air yang berbahaya bagi kesehatan.
2.9.4. Kekeruhan Air dikatakan berlumpur ketika air tersebut mengandung banyak partikel yang tersuspensi sehingga memberikan warna yang berlumpur dan kotor. Kekeruhan pada air akan menimbulkan dampak kurang memuaskan dalam penggunaan air. Untuk menentukan dapat digunakan turbidimeter.
Universitas Sumatera Utara
Turbidimeter adalah suatu alat analisis untuk mengetahui atau mengukur tingkat kekeruhan air. Turbudimeter memiliki sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang datang. Intensitas cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang datang. Intensitas cahaya dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Pada turbidimeter cahaya masuk melalui sampel, kemudian sebagian diserap dan sebagian diteruskan. Cahaya yang diserap itulah yang merupakan tingkat kekeruhan. Maka jika semakin banyak cahaya yang diserap maka semakin keruh cairan tersebut (Khopkar, 1990).
Universitas Sumatera Utara