Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kecemasan Kompetitif (Competitive anxiety)
2.1.1 Definisi kecemasan kompetitif Kecemasan merupakan perasaan, afektif, keadaan tidak menyenangkan disertai dengan sensasi fisik yang mengingatkan seseorang terhadap bahaya yang akan datang (Freud, dalam Feist & Feist, 2010). Ketidaknyamanan yang dirasakan sering kali samarsamar dan sulit untuk ditentukan, akan tetapi rasa cemas itu sendiri selalu dirasakan. Kecemasan juga didefinisikan sebagai keadaan gelisah atau ketegangan yang penyebabnya tidak diketahui. Individu cenderung merasakan cemas ketika mereka mengalami peristiwa yang baru. (Rogers dalam Feist & Feist, 2010 ) Kecemasan kompetitif merupakan hasil dari kecemasan dasar atlet dalam mempersepsikan situasi kompetisi (Spielberger; Silva; Setyobroto, 2002). Cratty mengemukakan hasil peneltiannya yang membuktikan bahwa kecemasan berpengaruh besar terhadap kemungkinan penampilan atlet, yang dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap prestasinya (seperti dikutip dalam Setyobroto, 2002, hal. 90).
2.1.2 Aspek-aspek kecemasan kompetitif Berdasarkan sumbernya, kecemasan dapat berasal dari kecemasan sesaat (Stateanxiety), dan kecemasan bawaan (Trait-anxiety). Spielberger (1985, Setyobroto, 2002) mendefinisikan State-anxiety sebagai keadaan emosional yang terjadi mendadak (pada waktu tertentu) yang ditandai dengan kecemasan, takut, dan ketegangan. Sedangkan Trait-anxiety, didefinisikan sebagai rasa cemas yang merupakan sifat-sifat pribadi individu. Berdasarkan komponennya, kecemasan dibagi menjadi dua, yaitu kecemasan kognitif (cognitive anxiety) dan kecemasan somatis (somatic anxiety) (Davies, 1989). Kecemasan kognitif adalah komponen mental kecemasan dan disebabkan oleh ketakutan akan hasil yang buruk tentang keberhasilan atau evaluasi diri yang negatif. Kecemasan somatik merefleksikan persepsi dari respon fisiologis terhadap stress psikologis (Davies, 1989).
9
10
2.1.3 Dimensi kecemasan kompetitif Smith, Smoll, Cumming, dan Grossbard, (2006), membuat pengukuran dengan membagi kecemasan kompetitif menjadi 3 dimensi, yaitu: Somatic, Worry, dan Concentration disruption. Aspek Worry, dan Concentration disruption merupakan aspek yang bersumber pada kecemasan kognitif. 1. Somatic Smith, Smoll, Cumming, dan Grossbard, (2006), mengindikasikan somatic dengan berbagai indeks autonomic arousal yang berpusat di perut dan otot. Somatic anxiety (kecemasan somatis) mengacu kepada perubahan fisiologi pada atlet. Gejala negatif seperti perasaan gugup, tekanan darah tinggi, tenggorokan kering, ketegangan otot, denyut jantung cepat, telapak tangan berkeringat, dan kupu-kupu di perut Anda (Parnabas, Mahamood, & Parnabas, 2013). 2. Worry Worry didefinisikan sebagai gagalnya usaha pemecahan masalah dimana bahaya berlangsung tanpa solusi yang pernah ditemukan (Mathews, dalam Khawaja, & Chapman, 2007). Worry dapat dimulai dengan pikiran-pikiran otomatis yang negatif. Proses berpikir ini dimulai dengan secara selektif fokus pada isyarat mengancam dan menafsirkan mereka dalam sebuah cara yang tidak realistis dan mengancam.Worry diindikasikan dengan kekhawatiran tentang berkinerja buruk dan konsekuensi negatif yang dihasilkan (Smith, Smoll, Cumming, & Grossbard, 2006). Khawatir dibuktikan berkaitan dengan kepercayaan pemecahan masalah yang buruk, proses kognitif yang melibatkan kecenderungan untuk meragukan dan menurunkan rasa kemahiran seseorang, keberhasilan dan kemampuan untuk memecahkan masalah (Davey, dalam Khawaja & Chaoman, 2007). 3. Concentration disruption Concentration disruption mengindikasikan kesulitan dalam berfokus pada isyarat tugas yang terkait (Smith, Smoll, Cumming, & Grossbard, 2006). Concentration disruption sangat erat hubugannya dengan aspek sosial, hal ini disebabkan karena Concentration disruption dapat diprediksi oleh tindakan dan
11
pikiran yang melibatkan lingkungan sekitar kita (Podlog, Lochbaum, Kleinert, Dimmock, Newton, & Schulte, 2013).
2.1.4 Faktor yang menimbulkan kecemasan kompetitif Allison (dalam Athan & Sampson, 2013) mengklasifikasikan faktor yang mendasari kecemasan pra-kompetitif sebagai berikut: a.
Keluhan fisik (Physical Complaint): gangguan pencernaan, gemetar dan menguap.
b.
Takut akan kegagalan (Fear of Failure): Kekalahan, tersedak, dan bergantung dengan harapan dan membuat kesalahan.
c.
Perasaan tidak mampu (Feeling of Inadequacy): Pengkondisian yang buruk, ketidaksiapan, keterampilan / kemampuan yang rendah dan merasakan sesuatu yang salah.
d.
Kehilangan kontrol (Lose of Control): Tidak beruntung, wasit yang buruk dan cuaca tidak tepat.
e.
2.2
Rasa bersalah (Guilt): Kekhawatiran tentang menyakiti lawan dan kecurangan.
Kesadaran Perubahan Diri (Self-change Awareness)
2.2.1 Definisi kesadaran perubahan diri Eibach, Libby dan Ehrlinger, (2012) mendefinisikan perubahan di dalam diri (changes in the self atau self-change) sebagai perubahan yang terjadi didalam diri si penerima yang mengubah persepsi mereka tentang dunia. Sementara kesadaran diri (self-awareness) didefinisikan sebagai kemampuan untuk memusatkan perhatian ke dalam dan mempelajari diri seolah-olah melihat ke dalam cermin (Ashley & ReiterPalmon, 2012). Berdasarkan pendefinisian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran perubahan diri adalah kemampuan untuk memusatkan perhatian ke dalam dan mempelajari diri akan perubahan yang terjadi dalam penerimaan seseorang tentang pandangannya atau persepsinya (Ashley & Reiter-Palmon, 2012; Eibach, Libby, & Ehrlinger, 2012)
12
2.2.2 Aspek-aspek kesadaran perubahan diri Menurut Ashley & Reiter-Palmon (2012), kesadaran diri dapat dilihat melalui 5 aspek, yaitu: a.
Self-critical: pengenalan atas standar internal atau eksternal
b.
Insight: kefektifan pencapaian kesimpulan
c.
Reflection: pengenalan atribut atau kemampuan positif dan negatif seseorang
d.
Feedback: keinginan untuk berpikir introspektif
e.
Performance Indifference: keinginan untuk secara akurat mendeteksi kesenjangan dalam perilaku, sifat dan kemajuan tujuan pribadi.
2.2.3 Faktor yang mempengaruhi perubahan diri Kecenderungan salah menganggap perubahan di dalam diri sebagai perubahan di dunia dipengaruhi oleh dua bias mendasar (Eibach, Libby dan Ehrlinger, 2012): a. Interpretasi naïf realis akan pengalaman perseptual. b. Teori intuitif dari stabilitas diri.
2.2.4 Dampak kesadaran perubahan diri Jika seseorang tidak menyadari perubahan dalam dirinya, maka ia tidak dapat memperhitungkan ketika ia hendak mencoba untuk menjelaskan perubahan dalam persepsinya (Eibach, Libby, & Gilovich, 2003). Sehingga perubahan itu dikaitkan dengan dunia luar. Namun, ketika seseorang menyadari perubahan dalam dirinya, mereka mungkin tidak mengenali bagaimana perubahan tersebut telah mempengaruhi persepsi mereka akan dunia di sekitar mereka.
2.3
Respon dan Persepsi Terhadap Peristiwa Pengubah (Response and perception to Change-events)
2.3.1 Definisi peristiwa pengubah Alfermann dan Stambulova (Samuel dan Tenenbaum, 2011) menggambarkan transisi dalam olahraga sebagai fase perubahan yang menantang atlet dalam berbagai tuntutan yang berkaitan dengan praktek, kompetisi, komunikasi, dan gaya hidup yang membutuhkan coping yang efektif agar dapat terus berhasil terlibat dalam olahraga. Mereka mengakui adanya transisi normatif dan terprediksi (misalnya, dari junior ke
13
tingkat senior) maupun jenis transisi non-normatif dan kurang dapat diprediksi (misalnya, cedera, perubahan pelatih atau tim). Samuel dan Tenenbaum (2011) mendefinisikan peristiwa pengubah sebagai transisi atau peristiwa yang menimbulkan perubahan pada keadaan yang sudah ada dari karir atletik individu, dimana membutuhkan coping yang efektif. Peristiwa ini menghasilkan 2 reaksi: a.
Respon: Reaksi afektif dan perilaku yang menunjukkan dampak stres.
b.
Persepsi: Reaksi yang melibatkan interpretasi dan estimasi dampak dari peristiwa.
Maka dapat didefinisikan bahwa respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah sebagai reaksi afektif dan perilaku yang melibatkan interpretasi serta estimasi dampak dalam peristiwa yang menimbulkan perubahan pada keadaan yang sudah ada dari karir atletik individu (Samuel & Tenenbaum, 2011). Ketika peristiwa pengubah muncul, atlet mulai menilai situasi baru dan mempertimbangkan sumber daya yang ada untuk mengatasi dan solusi potensial. Elaborasi kognitif ini biasanya menghasilkan keputusan strategis tentang bagaimana awalnya menanggapi perubahan (Samuel, 2009).
2.3.2 Faktor yang mempengaruhi peristiwa pengubah Stambulova (dalam Samuel & Tenenbaum, 2011) mengidentifikasi 3 tipe krisis yang dapat mempengaruhi peristiwa pengubah: a.
Terkait usia: masalah yang muncul ketika seorang individu bertambah dewasa dan dan secara alami berkembang dalam hidup.
b.
Terkait karir olahraga: masalah yang muncul karena karir atlet, seperti saat mengalami transisi dari atlet amatir menjadi atlet profesional.
c.
Terkait situasi: krisis hubungan yang muncul antara rekan satu tim atau dengan pelatih.
2.4
Perbandingan Sosial (Social Comparison)
2.4.1 Definisi perbandingan sosial Festinger (dalam Corcoran, 2011) menyatakan bahwa individu memiliki kebutuhan dasar untuk mempertahankan kestabilan dan keakuratan citra dirinya. Oleh
14
karena itu dibutuhkan umpan balik yang informatif tentang dirinya. Social comparison merupakan gagasan bahwa kita mempelajari kemampuan dan sikap kita sendiri dengan membandingkannya terhadap orang lain (Aronson, Wilson, & Akert, 2014). Hogg dan Vaughan (2008), mendefinisikan perbandingan sosial sebagai membandingkan perilaku dan pendapat dengan orang lain untuk menetapkan cara berpikir dan berperilaku yang benar atau disetujui secara sosial. Individu memutuhkan rasa percaya akan kebenaran dari persepsi, sikap, perasaan dan perilakunya.
2.4.2 Ciri-ciri perbandingan sosial Individu akan membandingkan dirinya dengan orang lain ketika tidak ada standar untuk mengukur diri sendiri dan seseorang merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri pada bidang tertentu (Aronson, Wilson, & Akert, 2014). Melakukan perbandingan sosial tidak dilakukan dengan melihat siapa aja, dengan siapa individu melakukan perbandingan sosial tergantung pada tujuan dari individu tersebut dalam melakukan perbandingan sosial.
2.4.3 Arah perbandingan sosial a.
Upward social comparison Membandingkan diri dengan orang-orang yang lebih baik daripada kita
berkaitan dengan sifat atau kemampuan tertentu (Aronson, Wilson, Akert, 2014). Untuk meningkatkan diri sendiri, dibutuhkan informasi dan petunjuk tentang cara untuk maju. Pada titik ini individu mencari perbandingan dengan standar yang lebih tinggi - orang lain yang lebih baik dari diri mereka sendiri. b.
Downward social comparison Terkadang seorang individu tidak mencari umpan balik yang akurat tentang diri
mereka sendiri, melainkan untuk menciptakan dan mempertahankan citra diri yang positif. Sebuah kegagalan yang dilakukan dapat terlihat sebagai sebuah keberhasilan jika dibandingkan dengan seseorang yang memiliki performa yang tidak lebih baik dari kita. Downward social comparison, membandingkan diri dengan orang-orang yang lebih buruk daripada dirinya berkaitan dengan sifat atau kemampuan tertentu (Aronson, Wilson, Akert, 2014).
15
2.5
Student-athlete Student-athlete mengacu kepada partisipan dalam olahraga kompetitif
terorganisir yang disponsori oleh lembaga pendidikan di mana ia terdaftar (Gerdy, 2000). Atlet mahasiswa biasanya harus menyeimbangkan peran sebagai mahasiswa penuh waktu dan atlet penuh-waktu. Perbedaan mendasar antara mahasiswa pada umumnya dengan student-athlete terletak pada keikutsertaan dari kedua pihak. Baik mahasiswa maupun student-athlete keduanya menjalani perkuliahan, akan tetapi yang satu mengikuti olahraga pada tingkat universitas yang melibatkan kompetisi dalam menjalaninya (Watt, & Moore, 2002).
2.6
Kerangka Berpikir
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Dewasa ini, dunia atlet menunjukan perkembangan yang sangat pesat, salah satunya dalam dunia sepak bola yang begitu banyak atlet yang dibayar dengan gaji yang menggiurkan. Tentunya dalam karir seorang atlet tidak stagnan tetapi fluktuatif (berubah-ubah). Atlet pun sangat dikaitkan dengan perubahan diri (self-change) dan kesadaran diri (Self-awareness) yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian ke dalam dan mempelajari diri akan perubahan yang terjadi dalam penerimaan seseorang tentang pandangannya atau persepsinya (Eibach, 2012; Ashley, 2012) dalam penelitian ini disebut dengan istilah “Kesadaran Perubahan diri (Self-change awareness)”.
16
Kecemasan dan perubahan merupakan pembahasan yang akan peneliti bahas lebih lanjut. Individu cenderung tidak menyadari akan adanya perubahan dalam dirinya. Hal ini disebutkan bahwa, ketika individu menyadari adanya perubahan dalam dirinya, mereka cenderung melihat dunia dari sisi yang salah. Mereka cenderung menganggap bahwa mereka yang sekarang adalah diri mereka di masa lalu. Individu salah mengingat sikap mereka sebelumnya, misalnya, karena lebih konsisten dengan sikap mereka saat ini daripada yang sebenarnya terjadi (Eibach, 2003; 2012). Apabila seorang individu menyadari akan adanya perubahan didalam diri, maka individu tersebut dapat memiliki sense of control terhadap perubahan tersebut dan kecemasan yang dimilikinya terhadap perubahan akan lebih rendah. Sebaliknya, apabila seseorang tidak menyadari akan adanya perubahan didalam dirinya, maka ia tidak dapat menjelaskan perubahan pada persepsinya. Individu yang tidak menyadari akan adanya perubahan, cenderung melihat bahwa dunia lah yang berubah, tanpa menyadari bahwa dirinyalah yang berubah (Eibach, 2003). Seorang atlet umumnya akan menghadapi berbagai jenis transisi dan perubahaan yang mengganggu dalam karir mereka. adanya istilah “atlet status quo” menggambarkan intensitas arus dengan kualitas keterlibatan seorang atlet (Keane, dalam David, 2011). Intensitas arus menunjukan bahwa adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi suatu perubahan dalam karir seorang atlet, sedangkan kualitas keterlibatan seorang atlet menunjukan adanya faktor individu yang ada dalam diri atlet yang akan mempengaruhi karir seorang atlet. Ada banyak peritiwa pengubah yang dialami oleh atlet. Beberapa peristiwa pengubah terjadi karena dipengaruhi oleh disiplin olahraga yang diikuti dan tingkat kompetitif dari atlet itu sendiri. Sebuah peristiwa pengubah memiliki potensi untuk mengganggu keadaan tetap atlet dan hal ini dapat mempengaruhi baik stabilitas kognitif maupun emosional. Peristiwa pengubah dapat bersifat positif atau negatif, dan keduanya berpotensi menimbulkan kekhawatiran dalam mengatasinya (coping). Transisi pada atlet akan menantang seorang atlet untuk terus berlatih, bersaing, komunikatif, dan memiliki gaya hidup yang membutuhkan proses coping yang efektif agar berhasil terus dalam olahraga (Alfermann & Stambulova, dalam David, 2011). Dalam melakukan coping terhadap peristiwa pengubah, atlet dapat memutuskan untuk menghadapi peristiwa tersebut atau menghindarinya. Apabila ia memutuskan untuk
17
menghadapinya, maka ia dapat terus melakukan evaluasi atas pilihan-pilihan yang mungkin dilakukannya. Dengan memiliki pengalaman terhadap peristiwa pengubah, atlet dapat memiliki sense of control akan situasi yang dihadapinya, serta memungkinkan mengurangi kecemasan akan adanya peristiwa perubahan mendatang. Di sisi lain, apabila atlet memutuskan untuk tidak menghadapi peristiwa pengubah dan menghindarinya, atlet juga akan menghindari informasi lebih lanjut yang dapat diterimanya mengenai peristiwa ini. Dengan menghindari peristiwa pengubah, maka atlet juga menghindari proses psikologis dan tidak dapat memiliki sense of control akan situasi, serta kecemasan (Samuel, & Tenenbaum, 2011). Selain itu, persaingan yang ketat antar atlet pun menjadi sebuah momok bagi karir seorang altet, tak jarang seorang atlet disandingkan atau dibandingkan dengan atlet lainnya. Tidak hanya disandingkan oleh orang lain, individu pun sering kali membandingkan perilaku dan pendapat dengan orang lain untuk menetapkan cara berpikir dan berperilaku yang benar atau disetujui secara sosial (Hogg dan Vaughan (2008). Individu terus menerus terlibat dalam perbandingan sosial. Ketika seorang individu dihadirkan sebuah informasi mengenai dirinya, ia akan berusaha mencari feedback mengenai karakteristik dan kemampuan dirinya. Terkadang seseorang tidak mencari informasi akurat mengenai dirinya, akan tetapi hanya berusaha untuk membuat atau menjaga pandangan individu lain tentang dirinya. Membandingkan diri dengan individu lain dapat dilakukan dengan secara sengaja. Apabila kita berusaha membandingkan diri dengan individu yang memiliki kemampuan lebih dari kita, ketidakpuasan dan rasa iri juga dapat muncul karena pebandingan dengan individu yang lebih hebat. Jika tindakan membandingkan diri dengan individu yang dianggap lebih baik dari diri ini terus atau sering dilakukan, dapat diperkirakan bahwa individu akan terus dibayang-bayangin oleh sosok yang dianggapnya lebih hebat, dan hal ini dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu tersebut.
2.7
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari hipotesis null (Ho) dan hipotesis
alternatif (Ha), yang akan dijabarkan sebagai berikut:
18
Ho1
: Kesadaran tentang perubahan diri tidak mampu memprediksikan dimensi
Somatic dari kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ho2
: Respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah tidak mampu
memprediksikan dimensi Somatic dari kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ho3
: Perbandingan sosial tidak mampu memprediksikan dimensi Somatic dari
kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ho4
: Kesadaran tentang perubahan diri, respon dan persepsi terhadap peristiwa
pengubah, dan perbandingan sosial secara bersama-sama tidak mampu memprediksikan dimensi Somatic dari kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ho5
: Kesadaran tentang perubahan diri tidak mampu memprediksikan dimensi
Worry dari kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ho6
: Respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah tidak mampu
memprediksikan dimensi Worry dari kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ho7
: Perbandingan sosial tidak mampu memprediksikan dimensi Worry dari
kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ho8
: Kesadaran tentang perubahan diri, respon dan persepsi terhadap peristiwa
pengubah, dan perbandingan sosial secara bersama-sama tidak mampu memprediksikan dimensi Worry dari kecemasan kompetitif pada student- athlete. Ho9
: Kesadaran tentang perubahan diri tidak mampu memprediksikan dimensi
Concentration disruption dari kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ho10
: Respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah tidak mampu
memprediksikan dimensi Concentration disruption dari kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ho11
: Perbandingan sosial tidak mampu memprediksikan dimensi Concentration
disruption dari kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ho12
: Kesadaran tentang perubahan diri, respon dan persepsi terhadap peristiwa
pengubah, dan perbandingan sosial secara bersama-sama tidak mampu memprediksikan dimensi Concentration disruption dari kecemasan kompetitif pada student-athlete.
Ha1
: Kesadaran tentang perubahan diri mampu memprediksikan dimensi Somatic
dari kecemasan kompetitif pada student athlete.
19
Ha2
: Respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah mampu memprediksikan
dimensi Somatic dari kecemasan kompetitif pada student-athlete Ha3
: Perbandingan sosial mampu memprediksikan dimensi Somatic dari kecemasan
kompetitif pada student-athlete. Ha4
: Kesadaran tentang perubahan diri, respon dan persepsi terhadap peristiwa
pengubah, dan perbandingan sosial secara bersama-sama mampu memprediksikan dimensi Somatic dari kecemasan kompetitif pada student-athlete Ha5
: Kesadaran tentang perubahan diri mampu memprediksikan dimensi Worry dari
kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ha6
: Respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah mampu memprediksikan
dimensi Worry dari kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ha7
: Perbandingan sosial mampu memprediksikan dimensi Worry dari kecemasan
kompetitif pada student-athlete. Ha8
: Kesadaran tentang perubahan diri, respon dan persepsi terhadap peristiwa
pengubah, dan perbandingan sosial secara bersama-sama mampu memprediksikan dimensi Worry dari kecemasan kompetitif pada student-athlete Ha9
: Kesadaran tentang perubahan diri mampu memprediksikan dimensi Worry dari
kecemasan kompetitif pada student-athlete. Ha10
: Respon dan persepsi terhadap peristiwa pengubah mampu memprediksikan
dimensi Worry dari kecemasan kompetitif pada student-athlete Ha11
: Perbandingan sosial mampu memprediksikan dimensi Worry dari kecemasan
kompetitif pada student-athlete. Ha12
: Kesadaran tentang perubahan diri, respon dan persepsi terhadap peristiwa
pengubah, dan perbandingan sosial secara bersama-sama mampu memprediksikan dimensi Worry dari kecemasan kompetitif pada student-athlete.
20