BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fungsi Jantung Normal Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh curah jantung, yang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu : (1) preload, yang setara dengan isi diastolik akhir, (2) afterload, total yang harus melawan ejeksi ventrikel, (3) kontraktilitas miokardium, yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload rnaupun afterload serta (4) frekuensi denyut jantung. Dalam hubungan ini penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kontraktilitas otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaiknya, dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan (Sudigdo, dkk, 1994).
2.2. Gagal Jantung 2.2.1. Definisi Gagal jantung adalah keadaan ketidakmampuan jantung sebagai pompa untuk memenuhi secara adekuat kebutuhan metabolisme tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan olaeh karena gangguan primer otot jantung, atau beban jantung yang berlebihan, atau kombinasi keduanya. Beban jantung yang berlebihan pada preload atau beban volume terjadi pada defek dengan pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, atau fistula arteriovena. Sedangkan beban yang berlebihan pada afterlood atau beban tekanan terjadi pada obstruksi jalan keluar jantung, misalnya stenosis aorta, stenosis pulmonal, atau koarktasio aorta (Daphne, 2009). Gagal jantung pada bayi dan anak merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai oleh ketidak mampuan miokardium memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan.
Pada
stadium
awal
gagal
jantung,
berbagai
mekanisme
kompensatoir dibangkitkan untuk mempertahankan fungsi metabolik normal. Gagal jantung pada bayi dan anak memberikan gambaran klinis dan perjalanan penyakit yang berbeda pada orang dewasa. Disamping faktor penyebab yaitu penyakit jantung bawaan sebagai penyebab utama, juga faktor umur yang menyebabkan jantung dan organ lainnya masih lebih baik regenerasinya, memberikan harapan penyembuhan yang lebih baik. Pada stadium awal gagal jantung, berbagai mekanisme kompensatoir dibangkitkan untuk mempertahankan fungsi metabolik normal (cadangan jantung). Ketika mekanisme ini menjadi tidak efektif, akibatnya manifestasi klinisnya makin bertambah berat (Cincinnati, 2006).
2.2.2. Etiologi Penyebab gagal jantung berbeda-beda menurut kelompok umur, yakni pada masa neonatus, bayi, dan anak (Sudigdo, dkk, 1994).
A. Periode Neonatus Disfungsi miokardium relatif jarang terjadi pada masa neonatus, dan bila ada biasanya berhubungan dengan asfiksia lahir, kelainan elektrolit, atau gangguan metaholik lainnya. Lesi jantung kiri, seperti sindrom hipoplasia jantung kiri, koarktasio aorta, atau stenosis aorta berat adalah penyebab penting gagal jantung pada 1 atau 2 minggu pertama. Lesi dengan pirau dan kiri ke kanan (duktus artenosus persisten, defek septum ventrikel) biasanya belum memberi gejala gagal jantung dalam 2 minggu pertama pascalahir, karena resistensi vaskular paru yang masih tingi. Namun pada bayi prematur, duktus arteriosus persisten yang besar dapat menyebabkan gagal jantung pada hari-hari pertama pascalahir. Pada minggu ketiga atau keempat resisten vaskular pada mulai menurun sehingga pirau kiri ke kanan makin bertambah, akibatnya sebagian pasien sudah mengalami gagal jantung. Pirau kiri ke kanan akan mencapai tingkat maksimal dalam bulan ke-2 ke-3 pascalahir. Disritmia berat dan kelainan hematologik pada neonatus mungkin
Universitas Sumatera Utara
dapat menyebabkan gagal jantung pada bulan pertama. Lihatlah Tabel 2.1. (Sudigdo, dkk, 1994)
Tabel 2.1. Penyebab Gagal Jantung pada Neonatus Disfungsi miokard : asfiksia, sepsis, hipoglikemia, miokarditis Beban tekanan: stenosis aorta berat, koarktasio aorta sindrom hipoplasia jantung kiri Beban volume (relatif jarang): duktus arteriosus defek septum ventrikel defek septum atrioventrikularis Disritmia: takikardia supraventrikular fibrilasti / geletar atrium blok jantung komplet
B. Periode Bayi Antar usia 1 bulan sampai 1 tahun penyebab gagal jantung yang paling banyak adalah kelainan struktural, termasuk defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten, atau depek septum atrioventrikularis. Gagal jantung pada lesi yang lebih kompleks, seperti transposisi, ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda, atresia trikuspid, atau trunkus arteriosus biasanya juga terjatuh pada periode ini. Komunikasi anteratrium (defek septum atrium atau primum) biasanya tidak memberikan gejala gagal jantung, kecuali anomali total drainase vena pulmonalis. Pelbagai kelainan, seperti penyakit miokardium atau penyakit lain, juga dapat menyebabkan gagal jantung pada periode ini dengan frekuensi yang lebih jarang (Tabel 2.2). (Sudigdo, dkk, 1994)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Penyebab Gagal Jantung pada Masa Bayi Beban volume: defek septum ventrikel duktus arteriosus persisten trunkus arteriosus transposisi anomali total drainase vena pulmonalis atresia trikuspid ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda Kelainan miokardiurn: miokarditis, penyakit Kawasaki fibroelastosis eridokardial Gagal jantung sekunder : penyakit ginjal hipertensi
C. Periode Anak Gagal jantung PJB jarang dimulai setelah usia 1 tahun. Di negara maju, karena sebagian besar pasien dengan PJB yang berat sudah dioperasi, maka praktis gagal jantung bukan menjadi masalah pada pasien PJB setelah usia 1 tahun. Kadang pasien dengan pintasan sistemik pulmonal buatan (pintasan Blalock-Taussig atau modifikasinya) menderita gagal jantung pada masa anak (Sudigdo, dkk, 1994).
Tabel 2.3 Penyebab Gagal Jantung pada Anak Demam reumatik / penyakit jantung reumatik Miokarditis virus Endokarditis Sekunder : penyakit ginjal tirotoksikosis kardiomiopati kor pulmonal
Universitas Sumatera Utara
Gagal jantung dapat pula disebabkan oleh kelainan jantung didapat seperti : 1. Penyakit jantung reumatik (karditis aktif) jarang sekali di bawah umur 2 tahun. Umumnya terjadi di atas umur 5 tahun. 2. Berbagai macam miokarditis. 3. Sebab-sebab lain (anemia, aritmia dan lain-lain)
2.2.3. Insidensi Pada penganalisisan, dataset rawat inap yang tersedia secara komersial pada tahun 1997 yang dikumpulkan oleh Badan Penelitian dan Kualitas Kesehatan: Kids 'Database Rawat Inap, akuntansi untuk 50% dari debit US pediatrik AS di 1997. Hasil Database berisi 5.610 anak-anak dengan diagnosis gagal jantung. Sampel pediatrik gagal jantung menunjukkan proporsi yang lebih tinggi dengan prosedur jantung 61,4%, prevalensi tinggi penyakit jantung bawaan 61%, persentase lebih tinggi dari pasien laki-laki 50% anak, dan persentase lebih rendah dari pasien kulit putih
40,9%.
dibandingkan
Anak-anak dengan
spektrum
orang
yang
dewasa.
berbeda
Tidak
nyata
ada
co-morbiditas
perbedaan
angka
kematian antara anak 7,5%. Terdapat perbedaan signifikan dalam profil epidemiologi anak-anak dengan gagal jantung. Anak-anak menderita berbagai jenis ko-morbiditas dan memerlukan prosedur yang berbeda dalam lingkungan rumah sakit.(BMC, 2006) Penelitian sebelumnya pada anak-anak seperti bayi 1985 BaltimoreWashington study telah menggambarkan kejadian penyakit jantung bawaan, tetapi belum
terfokus
pada
gagal
jantung.
Baru-baru
ini
Pediatric
Calon
Cardiomyopathy Registry melaporkan tentang kejadian kardiomiopati pediatrik (tapi tidak gagal jantung) di daerah 2 dari Amerika Serikat, menyarankan sebuah insiden 1,13 kasus per 100.000 anak . Sebuah studi berbasis populasi yang dilakukan di Finlandia selama kerangka waktu yang lebih lama (11 tahun) telah temuan serupa. Namun, karena gagal jantung terapi lain (kemoterapi-induksi kerusakan, atau gagal jantung karena penyakit jantung bawaan) secara khusus dikecualikan dan mungkin terdiri dari komponen utama gagal jantung pediatrik. Studi-studi lain dari gagal jantung pediatrik atau cardiomyopathy memiliki ukuran
Universitas Sumatera Utara
sampel yang terbatas atau sudah dari daerah geografis yang terbatas (BMC, 2006).
2.2.4. Patofisologi Jantung dapat dipandang sebagai pompa dengan curah yang sebanding dengan volume pengisiannya dan berbanding terbalik dengan tahan yang melawan pompanya. Ketika volume akhir-diastolik ventrikel naik, jantung sehat akan menaikkan curah jantung sampai suatu maksimum dicapai dan curah jantung tidak dapat diperbesar lagi (prinsip Frank-Starling). Kenaikan volume sekuncup yang dicapai dengan cara ini disebabkan oleh regangan serabut-serabut miokardium, tetapi menaikkan tegangan dinding juga, dan menaikkan konsumsi oksigen miokardium (Erin, 2009). Otot jantung dengan kontraktilitas intrinsik yang terganggu akan memerlukan derajat dilatasi yang lebih besar untuk menghasilkan kenaikan volume sekuncup dan tidak akan mencapai curah jantung maksimal sama seperti miokardium normal. Jika rongga jantung dilatasi karena lesi yang menyebabkan kenaikan preload (misal insufisiensi katup), hanya akan ada sedikit ruangan untuk dilatasi dan memperbesar curah jantung selanjutnya (Erin, 2009). Transport oksigen sistemik dihitung sebagai hasil kali curah jantung dan kadar oksigen sistemik. Curah jantung dapat dihitung sebagai hasil kali frekuensi jantung dan volume sekuncup. Penentu utama volume sekuncup adalah preload, afterload, dan kontraktilitas. Perubahan dalam kemampuan darah membawa oksigen (misal anemia atau hipoksemia) akan juga menyebabkan penurunan dalam transport oksigen, dan jika mekanisme kompensatoir tidak cukup, dapat juga berakibat penurunan penghantaran substrat ke jaringan, suatu bentuk gagal jantung (Behrman, 2004). Satu mekanisme kompensatoir utama untuk menaikkan curah jantung adalah naiknya tonus simpatis, akibat bertambahnya sekresi epinefrin adrenal dalam sirkulasi dan bertambahnya pelepasan norepineprin saraf. Pengaruh manfaat awal rangsangan simpatis adalah kenaikan frekuensi jantung dan kontraktilitas miokardium, yang keduanya berperan menaikkan curah jantung.
Universitas Sumatera Utara
Karena vasokonstriksi yang terlokalisasi, aliran darah dapat didistribusikan lagi dari kulit, viseral dan bantalan kapiler ginjal ke jantung dan otak. Namun, kenaikan rangsangan simpatis yang lama dapat mempunyai pengaruh merugikan juga, termasuk hipermetabolisme, kenaikan afterload, aritmogenesis, kenaikan kebutuhan oksigen miokardium, dan toksisitas miokard langsung. Vasokonstriksi perifer dapat berakibat penurunan fungsi ginjal, hati dan saluran gastrointestinal (Behrman, 2004).
2.2.5. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dan umur pasien, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, serta derajat gangguan penampilan jantung. Pada tahun 1994, New York Heart Association mempublikasikan revisi dari klasifikasi fungsional penderita gagal jantung : Klasifikasi Fungsional : I.
Tidak ada pembatasan aktivitas fisik; aktivitas biasa tidak menimbulkan kelelahan, dispnea, atau palpitasi.
II.
Ada pembatasan ringan dari aktivitas fisik : aktivitas biasa menimbulkan kelelahan, dispnea, palpitasi, atau angina.
III.
Pembatasan pada aktivitas fisik : walaupun pasien nyaman saat istirahat, sedikit melakukan aktivitas biasa saja dapat menimbulkan gejala. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas. Gejala gagal jantung timbul
saat istirahat. Anak-anak dengan gagal jantung sering disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada kenaikan berat badan. Hal ini dapat disebabkan antara lain (Markum, 2002) : 1. Pemasukan energi yang buruk karena dispne atau keletihan. 2. Penyerapan terganggu karena perfusi usus yang tidak adekuat. 3. Peningkatan kebutuhan kalori bila dispne atau menderita karena infeksi konkomitan.
Universitas Sumatera Utara
A. Anamnesis Pada bayi, gejala gagal jantung biasanya berpusat pada keluhan orangtua bahwa bayinya tidak kuat minum, lekas lelah, bernapas cepat, banyak berkeringat, dan berat badannya sulit naik. Seperti telah beberapa kali disebut, pasien defek septum ventrikel atau duktus arteriosus persisten yang besar seringkali tidak menunjukkan gejala pada hari-hari pertama, karena pirau yang terjadi masih minimal akibat tekanan ventrikel kanan dan a. pulmonalis yang masih tinggi. Setelah beberapa minggu (2-12 minggu), biasanya pada bulan ke-2 atau ke-3, gejala gagal jantung baru nyata. Bayi juga sering mengalami infeksi saluran napas bagian bawah. Anak yang lebih besar dapat mengeluh lekas lelah dan tampak kurang aktif, toleransi berkurang, batuk, mengi, sesak napas dan yang ringan (setelah aktivitas fisis tertentu), sampai sangat berat (sesak napas pada waktu istirahat). Pasien dengan kelainan jantung yang dalam kompensasi karena pemberian obat gagal jantung, dapat menunjukkan gejala akut gagal jantung bila dihadapkan kepada stres, misalnya penyakit infeksi akut (Daphne, 2009).
B. Pemeriksaan Fisis Bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan. Tanda yang penting adalah taklkardia (150/menit atau lebih pada saat istirahat), serta takipne (50/menit atau lebih pada saat istirahat) Pada prekordium dapat teraba aktivitas jantung yang meningkat. Bising jantung sering ditemukan pada auskultasi, yang tergantung dan kelainan struktural yang ada. Terdapatnya irama derap merupakan penemuan yang berarti, khususnya pada neonatus dan bayi kecil. Ronki paru juga sering ditemukan pada gagal jantung. Bendungan vena sistematik ditandai oleh peninggian tekanan vena jugular, serta refluks hepato-jugular. Kedua tanda ini sulit diperiksa pada neonatus dan bayi keciL Hepatomegali merupakan tanda penting 1ainnya biasanya hati teraba 2 cm atau leblh di bawah arkus kosta. Edema tidak sering ditemukan pada bayi dan anak kecil. Ujung-ujung ekstremitas akan teraba dingin, terutama pada gagal jantung akut (Daphne, 2009).
Universitas Sumatera Utara
C. Foto Dada Dengan sedikit perkecualian, gagal jantung selalu disertai dengan kardiomegali yang nyata. Pada paru tampak bendungan vena pulmonal (Daphne, 2009).
Chest radiograph shows signs of congestive heart failure (CHF).
D. Elektrokardiografi Elektrokardiogram sangat bermanfaat dalam evaluasi serta pemantauan bayi dan anak dengan gagal jantung. Di samping frekuensi QRS yang cepat atau disritmia, dapat ditemukan pembesaran ruang-ruang jantung serta tanda-tanda penyakit miokardium atau perikardium, sesuai dengan penyakit atau keadaan patologis yang mendasarinya (Daphne, 2009).
E. Ekokardiografi Pemeriksaan ekokardiografi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis struktural serta kelainan hemodinarnik bayi dan anak yang menderita gagal jantung. Pelbagai kelainan jantung dapat ditegakkan diagnosisnya secara akurat melalui pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dan M-mode. Pemeriksaan Doppler dan Doppler berwarna dapat menambah informasi secara bermakna. Apabila ekokardiografi 2-dimensi lebih banyak rnembantu dalam penentuan kelainan struktural, maka ekokardiografi M-mode bermanfaat menentukan dimensi ruang jantung, tebal dinding belakang ventrikel, septum ventrikel, serta pembuluh darah besar. Pelebaran atrium atau ventrikel kiri, atau atrium dan
Universitas Sumatera Utara
ventrikel kanan, serta kontraktilitas ventrikel juga dapat dinilai dengan akurat (Daphne, 2009).
F. Pemeriksaan Penunjang Lain Kadar hemoglobin dan hematokrit perlu diperiksa pada tiap pasien gagal jantung. Anemia dapat menyebabkan gagal jantung, atau memperburuk gagal iantung yang ada. Analisis gas darah arteri, pH, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, kloride) dan gula darah serum harus diperiksa pada neonatus dengan gagal jantung, juga pada anak yang lebih besar yang keadaannya tidak stabil. Diuresis perlu dicatat dengan cermat; pada pasien gagal jantung jumlah urin berkurang. Analisis urin biasanya menunjukkan albuminuria dan hematuria mikroskopik (Daphne, 2009). 2.2.6. Pengobatan A. Prinsip Pengobatan Terdapat tiga aspek yang penting dalam penanggulangan gagal jantung yaitu pengobatan terhadap gagal jantung (Tabel 2.4), pengobatan terhadap penyakit yang mendasari, dan pengobatan terhadap faktor pencetus (anemia, infeksi, dan disritmia). Termasuk dalam pengobatan medikamentosa gagal jantung yaitu rnengurangi retensi cairan dan gararn, meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan mengurangi beban jantung (Sudigdo, 1994). B. Pengobatan Umum (McPhee, 2009) Istirahat. Pada gagal jantung akut yang berat pasien perlu dirawat inap. Tirah baring dengan posisi setengah duduk sangat membantu pasien. Suhu dan kelembaban. Neonatus sangat rentan terhadap perubahan suhu lingkungan, khususnya suhu dingin, lebih-lebih bila ia menderita penyakir berat. Oleh karena itu neonatus dengan gagal jantung perlu ditempatkan di inkubator dengan pengatur suhu dan kelembaban. Oksigen. Oksigen, biasanya cukup dengan kateter naso-fanngeal atau masker, harus secara rutin diberikan pada setiap pasien gagal jantung akut atau gagal jantung yang berat, Pernberian cairan dan diet. Pada pasien dengan gagal jantung berat seringkaii masukan cairan dan makanan per oral tidak memadai, atau mengandung bahaya terjadinya aspirasi. Oleh karena itu pada pasien tersebut seringkali
Universitas Sumatera Utara
diperlukan pemberian cairan intravena. Mengingat terdapatnya kecenderungan terjadinya retensi cairan dan natrium pada pasien gagál jantung, dan kehilangan kalium bila diberikan diuretik, maka diberikan cairan tanpa natrium, dan jumlahnya perlu dikurangi menjadi kira-kira 75-80% kebutuhan rumat. Namun mi harus terus dipantau, mengingat kerja pernapasan yang meningkat akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan cairan. Pemantauan klinis (turgor, pola pernapasan, balans antara masukan dan keluaran) serta laboratoris (analisis gas darah, elektrolit) menentukan pemberian jenis dan jumlah cairan selanjutnya. pada pasien yang dapat masukan oral atau yang rawat jalan diperlukan diet rendah garam. namun tidak perlu terlalu ketat mengingat kelebihan natrium dapat dikontrol dengan diuretik. sedang makanan tawar sering ditolak pasien (Sudigdo, 1994). Tabel 2.4. Dasar Pengobatan Gagal Jantung Umum : Istirahat (bita perlu dengan sedasi) posisi seterigah duduk awasi bahaya aspirasi Pengaturan suhu dan ketembaban Oksigen Cairar, koreksi gangguan elektrolit dan metabolik, diet Medikamentosa: Obat inotropik : digitalis obat inotropik intravena Vasodilator arteri vena arteri-vena Diuretik Pengobatan disritmia obat-obatan (pacu jantung) Pembedahan: Penyakit jantung bawaan paliatif korektif Penyakit jantung didapat valvuloplaSti penggantiaan katup
Universitas Sumatera Utara
C. Medikamentosa 1. Obat-Obat Inotropik Obat inotropik yang ideal dapat meningkatkan kontrakti1itas otot jantung tanpa naenyebabkan peninggian O2, takikardi atau aritmia. Sayangnya obat yang mempunyai sernua karakteristik tersebut sampai sekarang belum dapat ditemukan (Sudigdo, 1994).
2. Digitalis (Digoksin) Sampai sekarang digoksin masih banyak dipergunakan dalam pengobatan gagal jantung pada bayi dan anak. Manfaat utamanya ada1ah akibat efek inotropiknya, yakni dalam menambah kekuatan dan kecepatan kontraksi ventrikel. Digoksin juga mengurangi tonus simpatis, menurunkan resistensi sistemik dengan vasodilatasi perifer, serta menurunkan frekuensi denyut jantung. Digoksin tidak berrnanfaat, bahkan mungkin berbahaya, bila diberikan pada pasien dengan lesi obstruktil misalnya koarktasio aorta (McPhee, 2009).
3. Obat Inotropik Parenteral Bayi dan anak dengan gagal jantung akut yang berat seringkali memerlukan obat inotropik yang lebih poten. Untuk keperluan tersebut pada saat inii telah tersedia beberapa jenis obat inotropik yang diberikan dengan infus konstan, yang banyak digunakan pada saat ini adalah dopamin dan dobutarnin. Dopamin merupakan prekursor katekolamin dan epinefrin. Pada dosis rendah, yakni 2,5 µg/kgBB/menit doparnin terutama berpengaruh meningkatkan aliran darah ginjal, sehingga menambah ekskresi air dan garam. Pada dosis 10-20 µg/kgBB/rnenit dopamin terutama mempunyai efek inotropik, namun sering menimbuikan gangguan irama jantung. Oleh karena itu sebagian ahli menyarankan untuk tidak memakai dopamin sebagai inotropik (Markum, 2002).
Universitas Sumatera Utara
4. Vasodilator Walaupun digitalis dan diuretik masih dipakai sebagai obat standar, akhir-akhir ini banyak dipakai vasodilator dalam penatalaksanaan gagal jantung pada bayi dan anak. Cara kerja obat vasodilator tersebut adalah dengan mempengaruhi preload dan afterload Pengobatan gagal jantung pada anak dengan vasodilator telah banyak dicoba dengan hasil memuaskan. Agar dapat dipilih obat yang tepat untuk gagal jantung, perlu dipahami prinsip dasar fungsi jantung yang normal maupun abnormal seperti dlkemukaan di atas (McPhee, 2009).
5. Venodilator Cara kerja venodilator ialah menurunkan tekanan darah sistemik dan pulmonal, mengurangi bendungan vena, tetapi tidak meningkatkan curah jantung secara langsung. Nitrat dan nitrogliserin sangat berguna untuk pasien gagal jantung dengan edema paru akibat regurgitasi katup mitral atau aorta. Pada pasien pascaoperasi jantung, obat ini dipakai apabila terdapat gejala bendungan vena sistemik dan paru akibat peninggian tekanan pengisian (filling pressure). Efek obat berguna apabila terdapat peninggian tekanan atau volume pengisian ventrikel. Apabila tekanan atau volume pengisian ventrikel rendah, malahan akan terjadi penurunan curah jantung (Markum, 2002).
6. Dilator Arteri Obat dilator arteri berkhasiat menurunkan afterload dengan akibat bertambahnya curah jantung tanpa meningkatkan konsumsi oksigen. Akan terjadi penurunan tekanan pengisian ventrikel karena pengosongan ventrikel lebih baik (Wayman, 2002).
7. Dilator Arteri-Vena Obat ini berkhasiat menurunkan preload dan afterload sehingga menurunkan tekanan pengisian ventrikel dan penambahan curah jantung, karenanya ia berguna pada peninggian tekanan pengisian ventrikel yang disertai curah jantung yang rendah. Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah penghambat enzim
Universitas Sumatera Utara
menguhah renin-angiotensin-aldosteron (kaptopril) yang kini paling banyak dipakai (McPhee, 2009).
8. Diuretik Golongan diuretik bermanfaat mengurangi gejala bendungan, apahila pemberian digitalis saja ternyata tidak memadai, namun deuretik sendiri tidak memperbaiki penampilan miokardium secara lansung. Obat yang tersering dipakai adalah golongan tiazid, asam etakrinik, furosemid, dan golongan antagonis aldosteron. Furosemid merupakan diuretik yang paling banyak digunakan karena efektif, aman, dan murah. Namun diuretik menyebabkan ekskresi kalium bertambah, sehingga pada dosis besar atau pemberian jangka lama diperlukan tambahan kalium (berupa KCI). Dengan furosemid rendah suplemen kalium mungkin tidak diperlukan; sebagian ahli hanya menganjurkan tambahan makan pisang yang diketahui mengandung banyak kalium daripada. memberikan preparat kalium. Kombinasi antara furosemid dengan spironolakton dapat bersifat aditif, yakni rnenambah efek diuresis. dan oleh karena spironolakton bersifat menahan kalium maka pemberian kalium tidak diperlukan (Sudigdo, dkk, 1994).
9. Pengobatan Kombinasi Gagal jantung berat seringkali memerlukan pengobatan kombinasi antara obat inotropik dan obat yang mengurangi beban jantung. Kombinasi antara dopamin dosis rendah dengan dobutamin seringkali digunakan untuk gagal Jantung berat atau syok kardiogenik. Seperti telah diuraikan, dopamin dosis rendah menambah aliran darah ginjal, sedangkan dobutarnin merupakan obat inotropik yang kuat dan aman. Kombinasi dopamin atau dobutamin dengan nitroprusid dipakai pada penderita gagal jantung dengan curah iantung rendah pascabedah jantung terbuka. Kombinasi antara kaptopril oral dengan digoksin dapat dipakai untuk pengobatan jangka panjang kardiomiopali kongestif dengan atau tanpa insufisiensi aorta atau mitral berat (Wayman, 2002).
Universitas Sumatera Utara
10. Terapi Bedah (Sudigdo, 1994) Tindakan bedah menempati peran penting dalam tata laksana gagal jantung pada bayi dan anak, baik untuk penyakit jantung bawaan maupun penyakit jantung didapat. Dalam praktek pediatri, penyakit jantung yang seringkali menyebabkan gagal jantung adalah lesi dengan pirau kiri ke kanan (defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten), serta penyakit jantung reumatik terutama. kelainan katup mitral atau aorta. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi definitif untuk pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung bawaan adalah tindakan bedah. Terdapatnya gagal jantung menunjukkan bahwa kelainan struktural yang terjadi adalah berderajat berat. Untuk tiap lesi tertentu, makin dini gagal jantung terjadi, makin berat kelainan yang ada. Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi dalam harihari atau minggu-minggu pertama pascalahir, misalnya pada sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta berat, atau anomaili total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka ini terapi medikamentosa saja sulit diharapkan rnemberikan hasil, sehingga tindakan invasif diperlukan segera setelah keadaan pasien dibuat ‘stabil’. Kegagalan untuk melakukan operasi pada go1ongan pasien ini harnpir selalu akan berakhir dengan kematian. Pada gagal jantung akibat penyakit jantung bawaan yang kurang berat, pendekatan awal yang umum adalah memberikan terapi medis yang adekuat. Bila terapi medis menolong, yang tampak dengan hilangnya gejala gagal jantung, meningkatnya toleransi latihan, serta bertambahnya berat badan dengan cukup memadai, maka terapi medis diteruskan sambil menunggu saat yang baik untuk koreksi bedah. Namun apabila terapi rnedis tidak memperbaiki fungsi jantung, rnaa tindakan bedah diperlukan lebih dini, baik berupa bedah paliatif (banding a. pulmonalis) maupun bedah korektif Pada pasien penyakit jantung reumatik yang berat yang disertal gagal jantung, maka obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder (biasanya adalah penisilin benzatin) Pengobatan yang disertai dengan profilaksis sekunder yang adekuat mungkin dapat
Universitas Sumatera Utara
memperbaiki keadaan jantung. Sebaliknya apabila profilaksis sekunder tidak dilaksanakan dengan haik maka pasien terancam mengalami serangan ulang demam reumatik yang mempunyai potensi untuk lebih memperburuk kelainan jantung yang sudah ada. Bila terapi medis tidak menolong, maka diperlukan evaluasi apakah diperlukan tindakan invasif (valvulotomi mitral dengan balon pada stenosis mitral, rekonstruksi katup pada insufisiensi mitral atau insufisiensi aorta, atau operasi penggantian katup) pada pasien remaja atau dewasa muda. Golongan pasien ini, yakni pasien dengan cacat katup yang berat akibat penyakit jantung reumatik, meskipun telah dilakukan valvuloplasti balon atau operasi, masih menyisakan kemungkinan terdapatnya gejala sisa sehingga sebagian besar pasien tidak dapat hidup sama sekali normal. Pemantauan seumur hidup sangat diperlukan agar setiap perubahan yang tidak dikehendaki dapat dideteksi secara dini dan diatasi dengan adekuat.
Universitas Sumatera Utara