BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Magnet Material magnet merupakan suatu benda atau bahan yang mempunyai daya tarik terhadap benda yang mempuyai unsur logam atau besi di sekelilingnya. Magnet memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan kutub kutub selatan. Bila kedua kutub berlawanan saling berhadapan maka akan terjadi gaya tarik menarik. Sedangkan bila kedua kutub dihadapkan maka akan terjadi tolak menolak. Sejak zaman dahulu telah diketahui beberapa bijih mineral atau batuan warna metalik bersifat menarik partikel besi. Mineral atau batuan itu disebut magnetik atau batuan bermuatan. Thales, seorang filosof Yunani yang hidup pada abad VI SM, adalah orang pertama yang menaruh perhatian pada sifat biji besi. Akan tetapi, kemungkinan sebelum itu pun telah banyak diketahui. Setelah masa Thales, batuan bermuatan itu sering disebut dalam tulisan kuno. Batu bermuatan itu dinamai magnet, kata magnet berasal dari bahasa Greek “magnítis líthos” yang berarti “batu magnesia” juga berarti sebuah wilayah di Asia kecil, tempat ditemukannya banyak endapan magnetik. Istilah Magnesian ini mengacu pada daerah di kawasan Turki yang sekarang menjadi wilayah Yunani dengan nama Magnisa. Daerah Magnisa inilah banyak ditemukan sumber batu magnet sejak zaman dahulu. Kemudian Pada tahun 1820, Hans Christian Oesterd menemukan bahwa kawat yang dialiri arus listrik dapat menolak jarum kompas. Hal ini menunjukan bahwa di sekitar kawat berarus timbul medan magnetik. Kemudian pada tahun 1821, Michael Faraday membuat suatu penemuan penting. Dua tahun sebelumnya Oersted telah menemukan bahwa jarum magnit kompas biasa dapat menyimpang jika arus listrik dialirkan dalam kawat yang tidak berjauhan. Hal ini membuat Michael Faraday menyimpulkan bahwa, jika magnet didekatkan, yang akan bergerak adalah kawat yang dialiri listrik. Bekerja atas dasar dugaan ini, Michael Faraday berhasil membuat suatu skema yang jelas dimana kawat akan terusmenerus berputar berdekatan dengan magnit sepanjang arus listrik dialirkan ke
Universitas Sumatera Utara
7 kawat. Sesungguhnya penemuan ini Faraday merupakan motor listrik pertama, suatu skema pertama penggunaan arus listrik untuk membuat sesuatu benda bergerak. Meskipun masih sangat primitif, penemuan Michael Faraday ini merupakan “nenek moyang” dari semua motor listrik yang digunakan dunia saat ini. Penemuannya berupa penggunaan arus listrik untuk membuat benda bergerak adalah pembuka jalan yang luar biasa untuk penemuan-penemuan motor listrik selanjutnya. Namun kegunaan praktisnya masih terbatas karena belum ada metode untuk menggerakkan arus listrik selain dari baterei kimiawi sederhana yang ada pada saat itu. Faraday yakin, pasti ada suatu cara penggunaan magnit untuk menggerakkan listrik, dan beliau terus-menerus mencari jalan bagaimana menemukan metode tersebut. Kini, magnit yang tak berpindah-pindah tidak mempengaruhi arus listrik yang berdekatan dengan kawat (Stephen M, 2011). 2.2 Sifat – Sifat Magnet Permanen Sifat – sifat kemagnetan permanen magnet dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran bulir (grain size), dan orientasi kristal. Parameter kemagnetan juga dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remenensi akan berkurang apabila temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan kehilangan sifat kemagnetannya (Taufik, 2006). 2.2.1 Koersivitas Induksi suatu bahan dapat dikurangi hingga mencapai nol dengan memberikan medan magnet luar yang berlawanan sebesar Hc pada bahan itu. Medan magnet Hc itu disebut koersifitas. Koersifitas sangat tergantung pada keadaan sampel, yaitu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perlakuan panas maupun deformasi. Seperti halnya dengan remanen, perbedaan pengertian dibuat antara medan koersif dan koersifitas. Medan koersif adalah kuat medan magnet yang diperlukan untuk mengurangi magnetisasi atau induksi magnetik sampai mencapai nol dari nilai sembarang. Sedangkan koersifitas adalah kuat medan magnetik yang diperlukan untuk menurunkan magnetisasi atau induksi magnetik sampai nol dari keadaan magnetisasi jenuh. Koersifitas intrinsik dilambangkan dengan Hci adalah kuat medan magnet pada saat magnetisasi dikurangi sampai nol. Pada bahan soft magnetic Hc dan Hci bernilai hampir sama, dan biasanya
Universitas Sumatera Utara
8 tidak perlu ada pembedaan diantara keduanya. Sedang pada bahan hard magnetic terdapat perbedaan nyata antara Hc dan Hci. Koersifitas (Hc) adalah kuat medan magnet eksternal yang diperlukan untuk membuat induksi magnetic sampel menjadi nol sedangkan koersifitas intrinsik (Hci) adalah kuat medan magnetic eksternal yang diperlukan untuk membuat magnetisasi bahan menjadi nol (Ahmad Y, 2006). Perbedaan pengertian koersifitas dan koersifitas intrinsik ditunjukkan oleh gambar 2.1.
Gambar 2.1 Perbedaan koersifitas dan koersifitas intrinsik Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Tinggi koersivitas, juga disebut medan koersif, dari bahan feromagnetik. Koersivitas biasanya diukur dalam Oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc (Pooja, 2010). 2.2.2
Remanen Magnetisasi remanen adalah magnetisasi yang masih tersisa ketika medan
magnet luar dikurangi hingga nol atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Dalam penggunaannya, istilah remanen (remanence) dibedakan dengan remanent . Istilah remanen digunakan untuk menggambarkan keadaan magnetisasi atau induksi yang tersisa setelah bahan mencapai kejenuhan
Universitas Sumatera Utara
9 kemudian medan magnet luar dihilangkan hingga nol, sedang magnetisasi remanent digunakan untuk menyatakan keadaan magnetisasi yang tersisa setelah bahan mengalamani magnetisasi pada tingkat sembarang lalu medan magnet dikurangi hingga nol. Oleh karena itu remanen menjadi batas atas untuk remanent. Bagaimanapun juga koersivitas sangat dipengaruhi oleh nilai remanensinya. Oleh karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas pada magnet permanen menjadi sangat penting (Jiles, 1996).
2.3 Sifat Kemagnetan Bahan Sifat magnetik suatu bahan terjadi karena adanya orbital dan spin elektron serta interaksi antara elektron yang satu dengan elektron yang lain. Berdasarkan sifat medan magnet atomis, bahan dibagi menjadi tiga golongan, yaitu diamagnetik, paramagnetik dan ferromagnetik. Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom atau molekulnya nol, tetapi orbit dan spinnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektronelektron dalam atom akan berubah gerakannya sedemikian hingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron sehingga semua bahan bersifat diamagnetik karena atomnya mempunyai elektron orbital. Bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan diamagnetik adalah μ < μ0 dan suseptibilitas magnetiknya χm < 0. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng. Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/molekul dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atom atau molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan. Bahan ini jika diberi medan magnet luar, maka elektronelektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet
Universitas Sumatera Utara
10 atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan ini, efek diamagnetik (efek timbulnya medan magnet yang melawan medan magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi pengaruhnya sangat kecil. Permeabilitas bahan paramagnetik adalah μ > μ0 dan suseptibilitas magnetik bahannya. χm > 0. Contoh bahan paramagnetik: alumunium, magnesium, wolfram dan sebagainya. Bahan diamagnetik dan paramagnetik mempunyai sifat kemagnetan yang lemah. Perubahan medan magnet dengan adanya bahan tersebut tidaklah besar apabila digunakan sebagai pengisi kumparan toroida (Halliday & Resnick, 1978). Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomis besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar. Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok. Kelompok atom yang mensejajarkan dirinya dalam suatu daerah dinamakan domain. Bahan feromagnetik sebelum diberi medan magnet luar mempunyai domain yang momen magnetiknya kuat, tetapi momen magnetik ini mempunyai arah yang berbeda-beda dari satu domain ke domain yang lain sehingga medan magnet yang dihasilkan tiap domain saling meniadakan.
Gambar 2.2 Arah domain-domain dalam bahan ferromagnetik sebelum dan sesudah diberi medan magnet luar.
Universitas Sumatera Utara
11 Bahan ini jika diberi medan magnet dari luar, maka domain-domain ini akan mensejajarkan diri searah dengan medan magnet dari luar. Semakin kuat medan magnetnya semakin banyak domain-domain yang mensejajarkan dirinya. Akibatnya medan magnet dalam bahan ferromagnetik akan semakin kuat. Setelah seluruh domain terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang disearahkan. Keadaan ini dinamakan jenuh atau keadaan saturasi. Permeabilitas bahan ferromagnetik adalah μ >>> μ0 dan suseptibilitas bahannya χm >>> 0. contoh bahan ferromagnetik : besi, baja, besi silicon dan lainlain. Sifat kemagnetan bahan ferromagnetik ini akan hilang pada temperature yang 0
disebut Temperatur Currie. Temperatur Curie untuk besi lemah adalah 770 C, 0
dan untuk baja adalah 1043 C (Kraus. J. D, 1970).
2.4 Kurva Histerisis Suatu bahan yang ditempatkan pada medan magnet luar dengan intensitas magnetik (H), terjadi magnetisasi (M) serta terjadi induksi magnet (B) yang dapat dituliskan pada persamaan 2.1. B = µ 0 H + µ0 M
(2.1)
Sedangkan variabel M dan H direlasikan oleh suseptibilitas magnetic (χ) sedangkan B dan H dapat direlasikan dengan permeabilitas bahan (μ) sehingga dapat dituliskan ke dalam persamaan 2.2 dan 2.3. M=χH
(2.2)
B=µH
(2.3)
Hubungan antara magnetisasi (M), intensitas magnetik (H), dan induksi magnetik (B) dapat dilihat dari kurva histerisis. Sebuah loop histerisis menunjukkan hubungan antara kerapatan fluks induksi magnetik (B) dan gaya magnet/intensitas magnetik (H). Semakin besar nilai H maka semakin besar pula medan magnet B. Deskripsi secara rinci dapat dilihat pada gambar 2.3.
Universitas Sumatera Utara
12
Gambar 2.3 Kurva Histerisis (NDT resource center, 2001-2011) Pada titik a menunjukkan hampir seluruh domain magnetik adalah selaras dan peningkatan pada medan magnetik akan meningkatkan sedikit dari fluks magnetik. Maka pada titik ini bahan mengalami titik jenuh magnetik (magnetisasi saturasi). Ketika nilai H direduksi menjadi nol, kurva akan bergerak dari titik a ke titik b. Pada titik ini, dapat dilihat bahwa beberapa fluks magnetic tetap berada pada bahan meskipun gaya magnetisasi nol. Hal ini disebut titik retensivitas atau retentivity pada grafik yang menunjukkan remanen atau tingkat magnetisasi sisa dalam bahan. Retensivitas didefinisikan sebagai magnetisasi yang tersisa ketika H telah hilang. Ini menunjukkan kemampuan magnetisasi bahan saat diberi medan luar (H). Jika nilai retensivitas besar maka sifat kemagnetannya semakin kuat. Pada titik c fluks magnetik mengalami pengurangan sampai ke nilai nol dan disebut titik koersivitas pada kurva. Koersivitas atau coercivity (Hc) merupakan
besarnya
medan
yang
diperlukan
untuk
membuat
kemagnetannya = 0. Semakin besar Hc maka sifat kemagnetannya akan semakin kuat.
Universitas Sumatera Utara
13 Selanjutnya pada titik d, kekuatan magnetik meningkat pada arah negatif sehingga bahan mengalami magnetisasi jenuh (magnetisasi saturasi ) tetapi pada arah yang berlawanan. Nilai H berkurang sampai nol dan kurva dibawa menuju titik e. Pada titik f nilai H mengalami kenaikan kearah positif sedangkan nilai B mengalami penurunan ke titik nol sehingga dari titik f kembali ke titik jenuh (magnetisasi saturasi). Untuk bahan ferromagnetik magnetisasi bahan M tidaklah berbanding lurus dengan intensitas magnet H. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa harga suseptibilitas magnetik mχ bergantung dari harga intensitas magnet H. Bentuk umum kurva medan magnet B sebagai fungsi intensitas magnet H terlihat seperti pada gambar 2.4. Kurva B dengan H seperti ini disebut kurva induksi normal.
Gambar 2.4 Kurva induksi normal (Sutrisno dan Tan, 1983) Pada gambar di atas tampak bahwa kurva tidak berbentuk garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara B dan H tidak linier. Dengan kenaikan harga H, mula-mula B turut naik dengan lancar, tetapi mulai dari satu titik tertentu harga H hanya menghasilkan sedikit kenaikan B dan makin lama B hampir konstan. Keadaan ini disebut dengan kedaan saturasi, yaitu keadaan di mana medan magnet B tidak banyak berubah. Harga medan magnet untuk keadaan saturasi disebut dengan Bs atau medan magnet saturasi. Bahan yang mencapai saturasi untuk harga H rendah disebut magnet lunak seperti yang ditunjukkan
Universitas Sumatera Utara
14 kurva (a). Sedangkan bahan yang saturasinya terjadi pada harga H tinggi disebut magnet keras seperti yang ditunjukkan kurva (c). Untuk bahan ferromagnetik, sesudah mencapai saturasi ketika intensitas magnet H diperkecil hingga mencapai H = 0, ternyata kurva B tidak melewati jalur kurva semula. Pada harga H = 0, medan magnet atau rapat fluks B mempunyai harga Br = 0. Jadi apabila arus pada toroida dimatikan (i = 0) maka dalam bahan masih tersimpan fluks induksi. Harga Br ini disebut dengan induksi remanen atau remanensi bahan.
2.5 Energi Produk Maksimum (BH)Max Energi produk dari suatu material magnetik memegang peranan yang sangat penting terutama penggunanan magnet itu sendiri untuk keperluan industri. Energi produk menyatakan jumlah energi yang tersimpan dalam magnet per satuan volume. Nilai energi produk sangat sangat dipengaruhi oleh remanen, koersivitas dan bentuk kurva histeresis. Makin ideal kurva histeresis, nilai energi produk akan semakin tinggi.
2.6 Magnet Neodymium Iron Boron (NdFeB) Secara umum magnet Neodymium Iron Boron (NdFeB) dikenal sebagai magnet tanah jarang. Manget Neodymium Iron Boron (NdFeB) adalah merupakan paduan yang berasal dari grup Lantanida pada sistem periodik unsur. Magnet Neodymium Iron Boron (NdFeB) adalah magnet bumi yang terbuat dari paduan unsur neodymium, besi dan boron untuk membentuk struktur Kristal tetragonal Nd2Fe14B. Dikembangkan pada tahun 1982 oleh General Motors dan Sumitomo Special Metals, magnet NdFeB adalah magnet permanen paling kuat yang dibuat (Fraden, 2010). Magnet permanen Neodymium-Iron-Boron memiliki energi produk yang paling tinggi (mencapai 55 MGOe) dari keseluruhan material magnetik. Magnet NdFeB mempunyai dua proses utama yaitu : proses serbuk dan melt quenching. Energi produk yang tinggi dari tipe magnet ini berarti secara signifikan volume material yang dibutuhkan lebih kecil untuk penggunaan yang sama dengan magnet lain dalam jumlah besar yang diproduksi seperti Alnico dan Ferrit. Akan
Universitas Sumatera Utara
15 tetapi, NdFeB memiliki kerugian, yaitu memiliki temperatur Curie yang rendah dan sangat rentan terhadap korosi. Temperatur Curie yang rendah (312ᵒC) ini menyebabkan magnet NdFeB tidak mungkin diaplikasikan pada suhu yang tinggi (Matthew, 2013). Tabel 2.1 Magnetic Characteristics Bonded Magnet NdFeB Type MQP-B Maximum Operating Temperature
120 – 160 0C
Magnetic Inductiom (B)
660 – 700 T 4.9 – 5.5 KOe
Koercivitas (HC) Energy Product (BHMax)
9.0 - 10.0 MGOe
Temperature Coefficient of Br
-0.11 %/ 0C
Temperature Coefficient of HCJ
-0.36 %/ 0C 5.6 – 6.0 gr/cm3
Dencity (ρ)
2.7 Unsur Pemadu pada Magnet NdFeB Paduan merupakan perpaduan dari beberapa unsur pada skala mikrosopik, seperti pada penyusunan magnet NdFeB juga terdiri dari beberapa unsur pemadu yaitu Nd, Fe dan B. 2.5.1 Neodymium (Nd) Neodymium (Nd) adalah unsur kimia yang pada tabel susunan berkala termasuk kedalam kelompok unsur lantanida dan dikenal sebagai unsur tanah jarang yang memiliki nomor atom 60 serta konfigurasi elektron terluarnya adalah [Xe] 6S2 4F4 . Unsur - unsur lantanida atau lanthanons dikenal dengan nama fourteen elements, karena jumlahnya 14 unsur, seperti Cerium (Ce), Praseodymium (Pr), Neodymium (Nd), Promhetium (Pm), Samarium (Sm), Europium
(Eu),
Gadolinium
(Gd),
Terbium
(Tb),
Dysprosium
(Dy),
Holmium(Ho), Erbium (Er), thulium (Tm), Yterbium (Yb) dan Lutetium (Lu). Unsur–unsur tersebut ditemukan dialam dalam bentuk mineral yang merupakan campuran oksida, depositnya banyak ditemukan di Scandinavia, India, Unisoviet dan Amerika. Banyak jenis mineral yang mengandung unsur - unsur lantanida seperti La, Ce, Pr, Nd sebesar 90%, diikuti unsur - unsur lainnya seperti
Universitas Sumatera Utara
16 yttrium (Yt) dan logam berat lainnya sebesar 10 %. Monazite dan jenis mineral lainnya mengandung unsur - unsur lantanida dengan tingkat oksidasi ±3 dan sedikit unsur europium yang umumnya memiliki tingkat oksidasi ±2. Pada tabel 2.2 adalah susunan elektron dan tingkat oksidasi unsur - unsur lantanida. Terlihat bahwa semua unsur - unsur lantanida membentuk ion - ion 3+. Tabel 2.2 Elektron dan Tingkat Oksidasi No
Unsur
Atom
M2+
M3+
M3+
1
La
4d 6S2
-
[Xe]
-
2
Ce
4f2 6S2
-
4f2
[Xe]
3
Pe
4f46S2
-
4f2
4f2
4
Nd
4f4 6S2
4f2
4f2
4f2
5
Lm
4f6 6S2
-
4f2
-
6
Pm
4f6 6S2
4f2
4f2
-
7
Pu
4f7 6S2
4f2
4f2
-
8
Gd
4f7 6S2
-
4f2
-
9
Tb
4f9 6S2
-
4f2
4f2
10
Dy
4f10 6S2
-
4f2
4f2
11
Ho
4f11 6S2
-
4f2
-
12
Er
4f12 6S2
-
4f2
-
13
Tm
4f13 6S2
4f2
4f2
-
2
2
-
14
Yb
14
4f 6S
2
4f
4f
Untuk beberapa unsur lantanida mempunyai tingkat oksidasi 2+ dan 4+, seperti Nd, Sm, Eu, Tm dan Yb mempunyai tingkat oksidasi 2+ sedangkan Ce, Pr, Nd, Tb dan Dy mempunyai tingkat oksidasi 4+, Lu dan Gd hanya membentuk tingkat oksidasi 3+, sebab masing – masing unsur memilki tingkat konfigurasi elektron yang stabil yaitu 4F14 dan 4F7. Khusus untuk unsur neodymium (Nd), unsur ini mempunyai tingkat oksidasi 4+ (Nd4+) dengan konfigurasi elektron f2 tetapi sangat tidak stabil untuk mencapai konfigurasi f0, f7, f14 yang stabil. Untuk Nd2+, f4 memberikan alasan yang kuat untuk meyakini bahwa walaupun kestabilan
Universitas Sumatera Utara
17 f0, f7, f14 menjadi salah satu faktor thermodinamik dan kinetik yang sama atau sangat penting untuk menentukan kestabilan tingkat oksidasi. 2.5.2 Besi (Fe) Besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi ini yang membentuk 5% dari pada kerak bumi. Karakter endapan besi ini berupa endapan yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainya. Kadang besi sebagai kandungan logam tanah (residual), namun jarang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kebanyakkan besi ini hadir dalam berbagai jenis senyawa oksida, endapan besi yang ekonomis umumnya berupa Magnetite, Hematite, Limonite, dan Siderite. Dari mineral-mineral bijih besi magnetite adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematite merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi. Beberapa jenis endapan yang memungkinkan endapan besi bernilai ekonomis yaitu : 1. Magnetik: Magnetite dan Titaniferous magnetite. 2. Metasomatik kontak: magnetite dan specularite. 3. Pergantian/replacement: magnetite dan hematite. 4. Sendimentasi/placer: hematite, limonite, dan siderite. 5. Kosentrasi mekanik dan residual: hematite, magnetite, dan limonite. 6. Oksidasi: limonite dan hematite. Tabel 2.3 Mineral-mineral bijih besi yang bernilai ekonomis. SUSUNAN
KANDUNGAN
KLASIFIKASI
KIMIA
Fe%
KOMERSIAL
Magnetite
FeO2Fe3O4
72.4
Magnetik atau biji hitam
Hermatite
Fe2O3
Limonite
FeO3nH2O4
Siderite
FeCO3
MINERAL
70
Bijih merah
59 - 63
Bijih coklat
48.2
Spathic, black band, clay ironstone
Universitas Sumatera Utara
18 2.5.3 Boron (B) Boron yang telah dimurnikan adalah padatan hitam dengan kilap logam. Sel satuan kristal boron mengandung 12, 50, atau 105 atom boron, dan satuan struktural ikosahedral B12 terikat satu sama lain dengan ikatan 2 pusat 2 elektron (2c-2e) dan 3 pusat 2 elektron (3c-2e) antar atom boron seperti pada gambar 2.5. Ikatan tuna elektron (3 pusat 2 elektron) merupakan ikatan kimia yang mengalami kekurangan elektron, dimana 3 atom salain berbagi 2 elektron. Boron bersifat sangat keras dan menunjukkan sifat semikonduktor.
Gambar 2.5 Struktur kristal boron dengan sel satuan Ikosahedral Kimia boron (boron hidrida) dimulai dengan riset oleh A. Stock yang dilaporkan pada periode 1912-1936. Walaupun boron terletak sebelum karbon dalam sistem periodik, hidrida boron sangat berbeda dari hidrokarbon. Struktur boron hidrida khususnya sangat tidak sesuai dengan harapan dan hanya dapat dijelaskan dengan konsep baru dalam ikatan kimia. Untuk kontribusinya dalam kimia anorganik boron hidrida, W. N. Lipscomb mendapatkan hadiah Nobel Kimia tahun 1976. Hadiah Nobel lain (1979) dianugerahkan ke H. C. Brown untuk penemuan dan pengembangan reaksi dalam sintesis yang disebut hidroborasi. Karena berbagai kesukaran sehubungan dengan titik didih boron yang rendah, dan juga karena aktivitas, toksisitas, dan kesensitifannya pada udara, Stock mengembangkan metoda eksperimen baru untuk menangani senyawa ini dalam vakum. Dengan menggunakan teknik ini, ia mempreparasi enam boron B2H6, B4H10, B5H9, B5H11, B6H10, dan B10H14 dengan reaksi magnesium borida, MgB2, dengan asam anorganik, dan menentukan komposisinya. Namun, riset lanjutan ternyata diperlukan untuk menentukan strukturnya. Kini metoda sintesis
Universitas Sumatera Utara
19 yang awalnya digunakan Stock menggunakan MgB2 sebagai pereaksi hanya digunakan untuk mempreparasi B6H10. Karena reaksi seperti litium tetrahidroborat (LiBH4), dan natrium tetrahidroborat (NaBH4) kini mudah didapat, dan diboron, B2H6, yang dipreparasi dengan reaksi 3LiBH4 + 4BF3.OEt2 → 2B2H6 + 3LiBF4 + 4Et2O, juga mudah didapat, boron yang lebih tinggi disintesis dengan pirolisis diboron. Teori baru diusulkan untuk menjelaskan ikatan dalam diboron, B2H6. Walaupun struktur yang hampir benar, yakni yang mengandung jembatan hidrogen, telah diusulkan tahun 1912, banyak kimiawan lebih suka struktur mirip etana (H3B-BH3), dengan mengambil analoginya dengan hidrokarbon. Namun Longuet-Higgins mengusulkan konsep ikatan tuna elektron yang 3 pusat 2 elektron dan bahwa strukturnya memang benar seperti dibuktikan dengan difraksi elektron tahun 1951 pada gambar 2.6 berikut ini :
Gambar 2.6 Struktur diboron. Struktur ini juga telah dielusidasi dengan difraksi elektron, analisis struktur kristal tunggal sinar-X, spektroskopi inframerah, dan memang boron terbukti mengandung ikatan 3c-2e B-H-B dan B-B-B seperti pada gambar 2.7 berikut ini :
Gambar 2.7 Ikatan 3c-2e B-H-B dan B-B-B.
Universitas Sumatera Utara
20 Boron diklasifikasikan menjadi tiga yaitu : Closo, Nido dan Arachno sesuai dengan struktur kerangka atom boron. Closo-boron [BnHn]2- memiliki struktur polihedral tertutup, n atom boron terikat pada n atom hidrogen, misalnya dalam oktahedral regular [B6H6]2- dan ikosahedral [B12H12]2-. Boron deret ini tidak mengandung ikatan B-H-B. Boron BnHn+4, seperti B5H9, membentuk struktur dengan ikatan B-B, B-B-B, dan B-H-B dan kehilangan sudut polihedral closo boron, dan disebut dengan jenis boron nido. Boron BnHn+6, seperti B4H9, memiliki struktur yang kehilangan dua sudut dari tipe closo dan membentuk struktur yang lebih terbuka. Kerangka juga dibangun oleh ikatan B-B, BB-B, dan B-H-B, dan jenis ini disebut boron jenis arachno. Sruktur-strukturnya diberikan pada Gambar 2.8 berikut ini :
(a). Closo (B6H6)2-
(b). Nido (B5H9)
(c). Arachno (B4H10)
(d). Closo (B12H12)
= Atom Boron = Atom Hidrogen
Gambar 2.8 Struktur Boron Boron yang lebih tinggi juga merupakan senyawa yang tuna elektron yang sukar dijelaskan dengan struktur Lewis yang berbasiskan ikatan kovalen 2c -2e (Nurul A, 2011).
Universitas Sumatera Utara
21 Pada gambar diatas menunjukkan bahwa atom dari Boron (B) yang bulat putih berikatan dengan Atom Hidrogen (H) yang bulat kecil hitam sehingga terjadi ikatan kimia (ikatan hidrogen) dengan atom B dan H. 2.8 Bonded Magnet NdFeB Bonded magnet merupakan magnet komposit yang dibuat dari serbuk magnet yang dicampur dengan bahan matriks (pengikat/binder) yang bersifat non magnet. Adapun fungsi dari matriks adalah untuk menyatukan butiran serbuk magnet menjadi satu kesatuan dalam bentuk komposit. Selain itu, bahan matriks sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik, listrik, maupun stabilitas termal dari magnet komposit. Banyak material magnet kuat juga digunakan untuk membuat magnet komposit, seperti menggunakan logam atau matriks polimer. Tentunya pemakaian logam lebih mahal dari pada matriks polimer. Magnet ini biasanya memainkan peran yang penting dan terus berkembang diantara magnet permanen komersial yang tersedia saat ini. Pada bonded magnet ini, serbuk magnet diikat dengan polimer.
Biasanya serbuk magnet yang sering digunakan adalah strontium atau barium ferrit dan neodymium-besi-boron atau samarium-kobalt. Sedangkan polimer yang digunakan adalah resin atau bahkan logam dengan suhu leleh rendah. Bonded magnet ini memiliki kelemahan pada hasil material magnetnya. Hal itu dikarenakan oleh magnet isotropik memiliki sifat yang lebih rendah dari pada magnet yang disintering. Akan tetapi, di samping kelemahan tersebut, hasil dari bonded magnet ini memiliki keuntungan-keuntungan sebagai berikut. 1. Sederhana dan biaya produksi rendah. 2. Mudah dibentuk dan variasinya juga beragam. 3. Ketahanan mekanik yang cukup baik. Bonded magnet dengan campuran logam transisi tanah jarang mempunyai sifat magnet unggul dibandingkan sifat magnetik bonded ferrit. Hal tersebut terlihat secara signifikan, karena magnet bonded ferrit mempunyai koefisien temperatur positif terhadap Hc yang berarti koersifitas meningkat dengan peningkatan temperatur. Pada serbuk magnet NdFeB memiliki nilai koersifitas dan remanensi yang tinggi dibandingkan dengan serbuk magnet lain, sehingga sangat cocok digunakan untuk pembuatan bonded magnet (Marlina H.A, 2013).
Universitas Sumatera Utara
22 2.9 Fabrikasi Magnet NdFeB Magnet NdFeB biasanya dibuat dengan cara teknologi logam serbuk (powder metallurgy). Sebenarnya magnet dapat dibuat dengan 3 cara, yaitu : 1) Teknik Sintering, yaitu dengan cara teknologi logam serbuk yaitu dengan cara milling, dicetak, sintering, surface treatment, magnetisasi dan dihasilkan produk akhir. Magnet yang dihasilkan dengna teknik ini menghasilkan energi produk (BHMax) yang paling tinggi. 2) Teknik Compression Bonded, yaitu dengan cara mencampurkan serbuk NdFeB dengan suatu binder atau pelumas, dikompaksi dan kemudian dipanaskan energi produk yang dihasilkan dengan teknik lebih rendah dibandingkan dengan teknik sintering. 3) Teknik Injection Moulding, yaitu dengan cara mencampurkan serbuk NdFeB dengan suatu binder atau pelumas dan kemudian diinjeksi. Energi produk yang dihasilkan dengan cara ini lebih rendah dibandingkan dengan teknik sintering dan teknik compression bonded (Novrita I, 2006).
2.10 Binder Polyvinyl Butyral (PVB) Asetat seperti Polyvinyl Butyral di bentuk oleh dua reaksi antara Aldehida dan Alkohol. Penambahan satu molekul alcohol untuk satu molekul aldehida menghasilkan sebuah hamiasetal. Hamiacetal jarang terisolasi karena ada ketidakstabilan yang terdapat pada unsur tersebut, melainkan lebih bereaksi dengan molekul lain seperti alcohol untuk membentuk asetat yang stabil. Polyvinyl asetal terbuat dari aldehida dan polyvinyl alcohol. Polyvinyl alcohol merupakan resin molekul tinggi yang mengandung berbagai presentase dari hydroxyl dan kelompok asetat yang dihasilkan
oleh hydrolysis
dan
polyvinyl asetat. Kondisi dari reaksi asetal dan pada konsentrasi, terutama pada aldehida dan penggunaan polyvinyl alcohol sebagai pengedali perekat untuk membentuk polimer yang mengandung perbandingan yang ditentukan oleh hydroxyl, asetat dan kelompok asetal. Polyvinyl Butyral (PVB) merupakan suatu resin yang banyak digunakan sebagai pengikat dan mempunyai rumus kimia C8H14O2. Resin Polyvinyl Butyral
Universitas Sumatera Utara
23 digunakan dalam berbagai aplikasi termasuk dalam teknik keramik (sementara) sebagai perekat (Saad R. S, 2008). Struktur molekul dari Polyvinyl Butyral dapat ditunjukkan seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.9 Struktur molekul Polyvinyl Butyral (C8H14O2) Pada gambar 2.9 tersebut menunjukkan bahwa pada Polyvinyl Butyral (PVB) mengandung banyak unsur Hidrogen (H), dimana pada saat pencampuran dengan serbuk magnet Nd-Fe-B, unsur Polyvinyl Butyral akan berinteraksi dengan unsur NdFeB sehingga membentuk sampel bonded magnet NdFeB. Unsur Oksigen (O) pada PVB, akan mempermudah proses pencampuran dengan serbuk magnet magnet Nd-Fe-B. Pada saat pencampuran polyvinyl Butyral (PVB) dengan unsur Nd-Fe-B tidak terjadi ikatan kimia. Partikel PVB pada saat di Hot Press akan meleleh dan menyelimuti permukaan partikel NdFeB. Jadi PVB hanya berfungsi sebagai perekat dan tidak terjadi ikatan kimia atau reaksi kimia tetapi terjadi proses fisis, dimana Polyvinyl Butyral (PVB) berinteraksi dengan unsur Nd-Fe-B.
2.11 Scanning Electron Microscope (SEM) Untuk melihat benda berukuran di bawah 200 nanometer, diperlukan mikroskop dengan panjang gelombang pendek. Dari ide inilah, di tahun 1932 lahir mikroskop elektron. Sebagaimana namanya, mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang panjang gelombangnya lebih pendek dari cahaya. Karena itu, mikroskop elektron mempunyai kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding mikroskop optik. Sebenarnya, dalam fungsi pembesaran obyek, mikroskop elektron juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bisa mengontrol dan mempengaruhi elektron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik.
Universitas Sumatera Utara
24 Kekhususan lain dari mikroskop elektron ini adalah pengamatan obyek dalam kondisi hampa udara (vacum). Hal ini dilakukan karena sinar elektron akan terhambat alirannya bilamenumbuk molekul-molekul yang ada di udara normal. Dengan membuat ruang pengamatan obyek berkondisi vacum, tumbukan elektron-molekul bisa terhindarkan (Oktaviana, 2009). Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan sejenis mikroskop yang menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resolusi tinggi. Analisis SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut electron gun.Sebuah ruang vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan. SEM terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2 – 30 kV. Berkas elektron tersebut dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk menghasilkan image berukuran <~10nm pada sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi atau ke dalam tabung layar (Tucker, 1988). 2.11.1 Prinsip Kerja Scanning Electron Microscope (SEM) SEM menerapkan prinsip difraksi elektron, dimana pengukurannya sama seperti mikroskop optik. Prinsipnya adalah elektron yang ditembakkan akan dibelokkan oleh lensa elektromagnetik dalam SEM.
Cara kerja SEM adalah gelombang
elektron yang dipancarkan electron gun terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil yang diberi energy menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas di permukaan Cathode Ray Tube (CRT) sebagai topografi Gambar (Kroschwitz, 1990). Pada sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar. Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat konduktif agar dapat memantulkan berkas elektron dan mengalirkannya ke ground. Bila lapisan cuplikan tidak bersifat konduktif maka perlu dilapisi dengan
Universitas Sumatera Utara
25 emas. Pada pembentukan lapisan konduktif, spesimen yang akan dilapisi diletakkan pada tempat sampel di sekeliling anoda. Ruang dalam tabung kaca dibuat mempunyai suhu rendah dengan memasang tutup kaca rapat dan gas yang ada dalam tabung dipompa keluar. Antara katoda dan anoda dipasang tegangan 1,2 kV sehingga terjadi ionisasi udara yang bertekanan rendah. Elektron bergerak menuju anoda dan ion positif dengan energi yang tinggi bergerak menumbuk katoda emas. Hal ini menyebabkan partikel emas menghambur dan mengendap di permukaan spesimen. (Gedde, 1995):
Gambar 2.10 Prinsip kerja Scanning Electron Mocroscope (SEM) Peristiwa tumbukan berkas sinar electron, yaitu ketika memberikan energi pada sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan karakteristik dari atom-atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu tembakan energi spektrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel. Berkas elektron primer berinteraksi dengan sampel yang akan dianalis :
Elektron primer menghasilkan energi yang rendah dari pada elektron sekunder, yang cenderung menekankan sifat topografi spesimen
Elektron primer dapat menghasilkan gambar dengan tingkat tinggi nomor atom.
Atom terionisasi dengan transisi elektron dari shell ke shell, yang mengakibatkan baik emisi X-ray atau elektron Auger terejeksi. Sinar-X yang dipancarkan merupakan karakteristik dari unsur-unsur dalam beberapa µm atas sampel (Martinez, 2010).
Universitas Sumatera Utara