BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kayu
Secara umum pengertian kayu adalah suatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk suatu tujuan penggunaan. Komponen kimia di dalam kayu mempunyai arti penting, karena menentukan kegunaan sesuatu jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap serangan perusak kayu. Pada umumnya komponen kimia kayu terdiri dari 3 unsur yaitu: -
Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa
-
unsur non karbohidrat terdiri dari lignin
-
unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan dinamakan zat ekstraktif (Akhirawati, 2004).
Untuk mengenal kayu sebagai bahan konstruksi maka sebelumnya kita harus mengetahui struktur dan sifat-sifat dari kayu. Penampang melintang dari batang kayu terdiri dari: 1. Kulit luar 2. Kulit dalam 3. Lapisan kambium 4. Kayu muka 5. Kayu inti 6. Empelur (inti kayu) 7. Lingkaran tahun 8. Jari-jari empelur 1. Kulit luar
Universitas Sumatera Utara
Merupakan bagian terluar dari batang dan terdiri dari sel-sel yang sudah mati dan tidak dapat membelah lagi. Fungsi dari kulit luar: melindungi bagian dalam dari kerusakkan, mencegah terjadinya penguapan batang yang begitu besar. 2. Kulit dalam Bagian yang masih hidup dan merupakan jalan makanan yang dibuat di daun dan disebar ke seluruh bagian batang. 3. Lapisan kambium Suatu lapisan yang sangat tipis dan terdiri dari sel-sel hidup yang selalu membelah. Pembelahan sel dari satu menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan seterusnya. Lapisan kambium bagian luar membentuk sel-sel kulit dalam dan lapisan kambium bagian dalam membentuk sel-sel kayu muda. Pembelahan sel-sel kambium terjadi pada musim penghujan dan pada waktu musim kemarau tidak terjadi pembelahan sel sama sekali. Dengan demikian terjadinya pembelahan sel-sel dari musim penghujan yang satu ke musim penghujan yangn lain, menimbulkan batas-batas. Dan batas-batas ini disebut lingkaran tahun, karena terjadinya setiap tahun. Pada keadaan musim yang teratur maka lingkaran tahun dapat menunjukkan umur dari batang. 4. Kayu muda Merupakan bagian yang masih hidup dan merupakan jalan makanan dari akar ke seluruh bagian batang. Kayu muda dapat terlihat jelas sekali pada kayu-kayu yang amasih muda. Untuk kayu yang sudah tua kayu muda sudah tidak terlihat lagi dan sdah menjadi satu dengan kayu inti. Lapisan kayu muda tidak begitu tebal dan biasanya lapisan kayu ini disebut gubal dari kayu. Gubal dari kayu harus dibersihkan, karena kalau tidak dibersihkan akan terjadi tempat berlindungnya dari hewan kecil seperti sebangsa serangga. 5. Kayu Inti (kayu teras) Merupakan bagian terpenting dari batang karena bagian inilah yang dapat dipergunakan sebagai bahan konstruksi. Kayu inti terdiri atas sel-sel yang sudah mati, tetapi hubungan antara sel yang satu dengan sel yang lain itu sangat kuat sekali. Kayu inti berfungsi untuk mengokohkan berdirinya pohon.
Universitas Sumatera Utara
6. Empelur (inti kayu) Merupakan bagian kayu yang ditengah dan terdiri dari elemen-elemen yang sudah mati. Ada beberapa jenis kayu empelurnya merupakan gabus dan inti tampak jelas apabila kayu masih muda. Pada beberapa jenis kayu yang sudah sangat tua empelurnya sangat keras dan biasanya disebut galih. 7. Jari-jari empelur Merupakan rongga-rongga atau ruang yang menghubungkan bagian dalam kayu dengan luar kayu. Rongga-rongga tidak merupakan bagian yang lurus tapi terputusputus. Guna jari-jari empelur untuk jalan penyebaran makanan ke seluruh bagian batang. 8. Lingkaran tahun (Annual Ring) Pohon kayu yang mengalami pertumbuhan cepat akan memiliki cincin tahunan yang lebih lebar bila dibandingkan dengan pohon kayu yang pertumbuhannya lambat. Menurut penyelidikan pada batang-batang yang lapisan lingkaran tahunnya tipis mempunyai kualitas lebih baik dari pada batang yang lapisan lingkaran tahun lebih tebal, karena semakin tipis lingkaran tahun berarti pori-pori semakin rapat dan hal ini biasanya terjadi pada musim kemarau. 9. Sel kayu Batang terdiri dari sel-sel yang berlekatan satu sama lain. Bentuk sel batang lonjong pipih dan pada ujung-ujungnya adalah lancip. Dinding sel terdiri dari zat cellulose, dengan rumus (C6H10O5)x belum diketahui besarnya karena menurut penyelidikan besarnya bilangan x berbeda-beda. Hubungan antara sel yang satu dengan sel yang lain dihubungkan oleh suatu zat perekat yang disebut lignin. Dalam susunan batang arah memanjang sel adalah sejajar dengan sumbuh batang. Karena serat-serat kayu merupakan susunan dari sel-sel maka dalam keadaan ini arah serat kayu adalah sejajar dengan arah sumbu batang. Daya lekat sel-sel dapat menentukan tinggi rendahnya geser sejajar arah seratnya. Selain itu kepadatan sel juga menentukan kekokohan batang, karena semakin padat selnya berarti semakin tinggi berat jenis (BJ) kayunya.
Universitas Sumatera Utara
Komponen/senyawa utama penyusun kayu: 1. Komponen primer, yaitu penyusun dinding sel dan cadangan makanan dalam selsel tumbuhan. Terdiri dari: -
Fraksi karbohidrat (polisakarida) total disebut holoselulosa antara 60 –
80% yang terdiri dari : selulose 40 – 50% dan hemiselulose 15-18% untuk kayu jarum dan 22-35% untuk kayu daun. -
Lignin : 25 – 35% dalam kayu jarum dan 17 – 25% dalam kayu daun.
2. Komponen sekunder, komponen di luar dinding sel terdapat dalam rongga sel. Terdiri dari : -
Zat ekstraktif sekitar 1 – 10 %\
-
Mineral (Sumarni, 2007)
Jika suatu pohon dipotong maka akan tampak tiga penampang yang berbeda yaitu : 1. Permukaan ujung serat atau bidang aksial 2. Permukaan radial, yang diperoleh dengan membelah kayu bulat atau tunggak searah dengan jari-jari 3. Permukaan tangensial, yang diperoleh dengan memotong kayu searah sumbu memanjang batang. Volume void kayu berkisar 46 – 80% dari volume total kayu, sangat mempengaruhi kedalaman dan arah aliran perekat (Ruhendi, 2007)
2.1.1
Keawetan Alami Kayu
Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiahterhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organism yang bersangkutan. Keawetan alami kayu diperoleh melalui serangkaian uji coba kemudian diperoleh pembagian kelas-kelas awet kayu. Ada lima penggolongan kelas awet kayu yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1.
Kelas awet I
Lama pemakaian kayu kelas awet I dapat mencapai 25 tahun. Jenis-jenis kayu yang termasuk dalam kelas ini adalah jati, ulin, sawokecik, merbau, tanjung, sonokeling, johar, bangkirai, behan, resak dan ipil. 2.
Kelas awet II
Jenis-jenis kayu yang termasuk kelas awet II yaitu weru, kapur, bungur, cemara gunung, rengas, rasamala, remawan, resi, walikukun, dan sonokembang. Umur pemakaian dari kelas ini yaitu antara 15-25 tahun. 3.
Kelas awet III
Contoh kayu kelas awet III ini adalah ampupu, bakau, kempas, keruing, mahoni, matoa, merbatu, meranti merah, meranti putih, pinang, dan pulai. Umur pakai jenis kayu kelas ini mencapai 10-15 tahun. 4.
Kelas awet IV
Jenis kayu ini termasuk kurang awet, umur pakainya antara 5-10 tahun. Kayu yang termasuk dalam kelas awet IV yaitu agatis, bayur, durian, sengon, kemenyan, kenari, ketapang, perupuk, ramin, surian dan benuang laki. 5.
Kelas awet V
Kayu-kayu yang termasuk dalam kelas awet V tergolong kayu yang tidak awet karena umur pakainya hanya kurang dari lima tahun. Contoh kayu yang masuk dalam kelas ini adalah jabon, jaelutung, kapuk hutan,kemiri, kenanga, mangga hutan, kelapa sawit, dan marabung (Duljapar, 2001)
Dalam sektor industri dan kerajinan kayu, ada produk kayu yang dikeringkan dan ada yang tidak dikeringkan (melalui proses pengeringan alami). Sistem pengeringan alami atau tradisional hanya dapat menghasilkan kadar air kayu akhir sesuai dengan titik kesetimbangan kayu, yaitu berkisar 12% - 20%, tetapi masih dianggap masinal dapat mencapai 4% - 6%, sehingga perubahan dimensi kayu sangat kecil atau dapat diabaikan. Pengeringan kayu, baik alami maupun buatan, merupakan proses, yaitu proses evaporasi kandungan air dalam kayu dengan waktu tertentu sesuai dengan kondisi udara disekitarnya. Karena pengeringan kayu merupakan suatu proses, semua faktor pendukung proses pengeringan sangat berkaitan dan saling mempengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
Waktu pengeringan tidak dapat dipersingkat dengan hanya menaikkan temperatur ruang. Pemaksaan ini tidak akan membawa hasil yang memuaskan melainkan akan menimbulkan cacat kayu (retak atau pecah). Bahkan, dapat terjadi kayu tidak dapat dipakai sama sekali. Proses pengeringan kayu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor kayu, penyusunan kayu, dan ruang oven. a. Faktor kayu meliputi jenis kayu dan struktur pori-pori kayu, ketebalan kayu, kadar air kayu awal (initial moisture Content), dan kadar air akhir (final moisture content). b. Faktor penyusutan kayu (stacking) sehubungan dengan ukuran tebal ganjal dan cara penyusunannya dalam oven dan palet. Faktor ini juga dipengaruhi oleh kecepatan sirkulasi udara dalam ruang. c. Faktor ruang oven meliputi sirkulasi udara dalam ruang, panas energy yang dipasok, dan pengaturan kelembaban relative dalam ruang untuk mengabsorbsi uap air dalam kayu. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi kayu dalam menyesuaikan kondisi bagian dalam kayu dengan udara yang ada di sekitarnya, sesuai dengan sifat alami kayu yang higroskopis (Budianto, 1996)
2.1.2 Sifat Fisis Kayu 1. Kerapatan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya yaitu proporsi volume rongga kosong. 2. Kadar Air Dalam kayu lunak rata-rata kandungan air segar cenderung berkurang saat suatu pohon bertambah tua. Begitu pohon ditebang, kayu akan segera mengalami penurunan kadar air sebagai akibat dari usaha kayu untuk mencapai kesetimbangan dengan kelembaban lingkungannya (kayu bersifat higroskopis)
Universitas Sumatera Utara
(Khana, 2002). Kayu bersifat higroskopis, artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk menarik atau mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembapan udara sekelilingnya. Sehingga banyaknya air dalam kayu selalu berubah ubah menurut keadaan udara/atmosfer sekelilingnya. Semua sifat fisik kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu sebagai bahan baku bangunan, perabot dan lain sebagainya perlu diketahui kadar airnya (Siburian, 2001) 3. Penyusutan Volume Penyusutan kayu adalah sifat yang berhubungan dengan keteguhan kayu, merupakan ukuran kemmampuan kayu untuk menahan gaya/beban luar yang bekerjaa padanya, cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu atau bahkan merusak kayu tersebut. 2.1.3 Sifat Mekanis Kayu 1. Keteguhan Lentur Statis Keteguhan lentur statis adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya luar yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat ditengah-tengah balok kayu yang disangga kedua ujungnya sehingga serat kayu yang bagian atas mengalami tarikan, sedangkan bagian garis netral timbul tegangan geser maksimal. 2. Keteguhan Tekan Keteguhan tekan maksimal merupakan kemampuan kayu untuk menahan beban yang diberikan padanya secara nperlahan-lahan yang semakin lama semakin besar sampai terjadi kerusakan. Besarnya keteguhan ini sama dengan besarnya beban maksimal dibagi dengan luas penampang dimana beban tersebut bekerja. 3. Kekerasan Kekerasan kayu adalah ukuran kayu terhadap pukulan pada permukaan atau kemampuan kayu untuk menahan kikisan. Sifat kekerasan ini dipengaruhi oleh kerapatan kayu, keuletan kayu, ukuran serat, daya ikat dan susunan serat (Khana, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.2
Kayu Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1948 hanya sebanyak empat batang yang berasal dari Bourbon (Mauritus) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara (Risza, 1994) Kelapa sawit memiliki 33 kromosom menurut Henry (1945) sedang menurut Darlington & Wylie (1956) dan Arasu adalah seb anyak 32. Elaeis berasal dari Elaion berarti minyak dalam bahasa Yunani. Guineensis berasal dari Guinea (pantai barat Afrika) . Jacq berasal dari nama Botanist Amerika Jacquin.
Taksonomi dari tanaman kelapa sawit adalah: Devisi
:
Tracheophyta
Subdevisi
:
Pteropsida
Kelas
:
Angiospermae
Subkelas
:
Monocotyledoneae
Ordo
:
Cocoideae
Famili
:
Palmae
Subfamili
:
Cocoideae
Genus
:
Elaeis
Spesies
:
Elaeis guneensis Jacq
Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibugkus oleh pangkal pelepah daun (frond base). Karena sebab itu dapat juga timbul percabangan meskipun sangat jarang sekali. Batang ini berbentuk silinderis berdiameter 0,5 m pada tanaman dewasa. Bagian bawah umumnya lebih besar (gemuk) disebut bongkol batang atau
Universitas Sumatera Utara
bowl. Sampai umur 3 tahun batang belum terlihat karena masih terbungkus pelepah daun yang belum dipangkas atau ditunas. Tergantung dari varietas dan tipenya pertumbuhan
meninggi
berbeda-beda.
Karena
sifatnya
yang
phototropi
dan
helliotropi(menuju cahaya dan arah matahari) maka pada keadaan terlindung , tumbuhnya akan lebih cepat tetapi diameter (tebal) batang akan lebih kecil (Lubis, 1992). Pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis), merupakan tumbuhan monokotil. Ciriciri dari tumbuhan monokotil tersebut adalah: a. Tidak memiliki kambium b. Tidak memiliki pertumbuhan sekunder c. Tidak memiliki lingkaran tahun d. Tidak memiliki sel jari-jari e. Tidak memiliki kayu awal f. Tidak memiliki kayu akhir g. Tidak memiliki cabang h. Tidak memiliki mata kayu Komposisi kimia dari biomassa kelapa sawit terdiri dari holoselulosa yang tinggi, lignin, pati dan gula secara normal untuk ikatan adesinya. Semua bagian dari kayu sawit memiliki sifat daya absorpsi dan ketebalan swelling yang tinggi (Nadhari, 2011). KKS memiliki sifat khusus seperti kandungan selulosa dan lignin rendah, kandungan air dan NaOH yang dapat larut lebih tinggi dibandingkan kayu karet dan ampas tebu. Kelarutan KKS pada berbagai pelarut adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Kelarutan KKS pada berbagai pelarut Pelarut Air dingin Air panas NaOH 1%
Kelarutan (gr/100ml) 3,48 4,37 24,48
Universitas Sumatera Utara
Komponen-komponen yang terkandung dalam KKS dalam keadaan kering konstan adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Komponen-komponen yang terkandung dalam KKS dalam kering konstan
Komponen Air Abu SiO2 Lignin Holoselulosa α-selulosa Pentosa (Sukatik, 2001)
Kandungan % 12,05 2,25 0,84 17,22 16,81 30,77 20,05
Kayu kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang tinggi tanamannya bisa mencapai 7 – 13 meter dan diameter batangnya mencapai 45 – 65 cm. kayu kelapa sawit memiliki jaringan parenkim dan memiliki serat. Kandungan parenkim meningkat pada bagian batang yang semakin tinggi. Parenkim pohon kelapa sawit yang bagian atas mengandung pati sampai 40%. Semakin ke atas dan semakin ke dalam kadar air dan kandungan parenkim kayu kelapa sawit semakin tinggi sedangkan kerapatan semakin menurun (Hasibuan, 2002). Salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang sawit adalah sifat higroskopis yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan sehingga mencapai kadar air kering tanur, kayu sawit dapat kembali menyerap uap air dari udara hingga mencapai kadar air lebih dari 20%. Pada kondisi ini beberapa jenis jamur dapat tumbuh subur baik pada permukaan maupun bagian dalam kayu sawit (Hasibuan, 2010). Kayu sawit tua memiliki memiliki jumlah jaringan vascular lebih banyak dibandingkan dengan jaringan tersebut pada kayu sawit peremajaan. Perbedaan struktur menurut menurut umur pohon pada kayu sawit menyebabkan kayu sawit tua lebih tua lebih baik secara fisis, mekanis maupun pemesinan daripada kayu sawit peremajaan (Balfas, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian diperoleh 4 jenis fungi yang terdapat pada batang kelapa sawit yang telah dilakukan peremajaan, yang diambil dari 4 pohon kelapa sawit sebagai sampel. Pada setiap pohonnya dilakukan pembagian pada bagian pangkal, tengah dan ujung pohon. Dari hasil isolasi pada sampel, diperoleh yaitu: Arthrinium phaespermum, Chaetomium brasiliense, Penicillium simplicissimum dan Ulocladium botrytis. Jenis fungi yang paling banyak teridentifikasi pada bagian batang sawit adalah jenis fungi Arthrinium phaespermum (Panjaitan, 2012). Berdasarkan struktur anatominya, struktur anatomi kayu kelapa sawit tergolong heterogen seperti pada struktur anatomi hardwood dimana masing-masing sel penyusun kayu terdiri dari serat, jaringan parenkim dan pembuluh yang berfungsi secara fisiologis masing-masing sebagai jaringan pendukung kekuatan, jaringan penyimpan makanan dan jaringan penyalur makanan, yang berbeda nyata dengan struktur anatomi softwood yang lebih sederhanan homogennya.
Tabel 2.3. Perbedaan kayu kelapa sawit dengan kayu konvensional
1
2
3
4
5
Softwood/hardwood Memiliki cambium lateral, terjadi penebalan sekunder sehingga diameter batang berkembang sejalan dengan umur dan menghasilkan lingkaran tahun. Sel fiber atau trakeida yang berfungsi sebagai pendukung kekuatan mekanis pada kayu terdistribusi secara merata disepanjang batang. Sebagian besar membentuk kayu teras yang terdapat dibagian pusat batang sejalan dengan umur yang biasanya bagian kayuini memiliki keawetan alami yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kayu gubalnya. Mempunyai sel jari-jari yang memanjang dari pusat batang kearah luar batang(diameter). Batang bercabang yang dapat
Kelapa sawit Tidak memiliki cambium lateral sehingga tidak mengalami penebalan sekunder dan tidak menghasilkan lingkaran tahun. Sel fiber terkumpul atau terikat bersama pembuluh fibrous vascular/ vascular bundles. Terbentuk kayu keras yang terletak dibagian tepi batang, sedangkan pada bagian pusat batang tersusun atas parenkim dasar yang bersifat parenchymatous dan lunak. Tidak memiliki sel jari-jari.
Batang tunggal tanpa percabangan dan
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan mata kayu. 6 Kulit kayu yang dihasilkan dari pembelahan cambium kearah luar dipisahkan oleh cambium itu sendiri dengan bagian xylem dan cenderung mengelupas. (Yusfeirosyid, 2001)
tidak terdapat mata kayu. Tidak memiliki jaringan cambium sehingga kulit tidak dapat dipisahkan dari bagian kayunya dan tidak mengelupas.
Tabel 2.4. Sifat-Sifat Dasar Batang Sawit Sifat-sifat Penting Berat Jenis Kadar Air, % Kekuatan Lentur, Kg/cm2 Keteguhan Lentur, Kg/cm2 Susut Volume Kelas Awet Kelas Kuat (Hasibuan, 2010)
Bagian Dalam Batang Tepi Tengah Pusat 0,35 0,28 0,20 156 257 365 29996 11421 6980 295 129 67 26 39 48 V V V III-V V V
Tabel 2.5 Tabel Kelas Kuat Kayu No Kelas Kuat MoR (kg/cm2) MoE (kg/cm2) 1 I >649 >1100 2 II 650 – 425 725 – 1100 3 III 425 – 215 500 – 725 4 IV 300 – 215 360 – 500 5 V < 214 <300 (Sumber Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI) tahun 1961)
2.3 Cara Peningkatan Kualitas Kayu Kelapa Sawit Sejarah latar belakang kayu kompres dikenal dengan nama dagang dari Lignostone adalah produk pertama di German pada tahun 1930. Ada dua metode yang telah dikembangkan di Amerika Serikat sebagai produksi dari produk kayu kompres, dinamakan kompregnasi (Stamm dan Seborg 1941) dan Staypack (Seborg 1962), keduanya yang dikembangkan di Laboratorium Hasil Hutan di Madison (Sulaiman, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Teknologi pengolahan kayu telah berkembang dan tersedia sesuai dengan kemajuan iptek sehingga saat ini dikenal bermacam-macam produk hasil rekayasa teknologi, yang berbeda baik dari bahan asalnya maupun dalam bentuk dimensi, sifat dan kualitasnya. Teknologi
pengolahan kayu untuk peningkatan mutu kayu yang
sedang dikembangkan dewasa ini antara lain dengan proses densifikasi kayu, yang bertujuan untuk meningkatkan kerapatan dan kekuatan kayu dengan cara pemadatan kayu. Densifikasi kayu sebagai suatu alternatif teknologi modifikasi kayu dipandang perlu sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kelangkaan kayu-kayu bermutu tinggi (Arinana, 2009). Kompregnasi bahan kima ke dalam kayu dapat diartikan sebagai proses pemasukan bahan kimia tertentu ke dalam kayu dengan menggunakan metoda tertentu dengan tujuan memperbaiki sifat dan kualitasnya. Menurut Kilman, kompregnasi adalah penyimpanan dan pengendapan bahan kimia dalam dinding sel tanpa merusak kayu (Mulyono, 2000). Stamm menjelaskan, bahwa proses kompregnasi merupakan proses penggantian posisi (replacement) satu tingkat yaitu dengan cara mengisi kayu dengan resin, yang akan membentuk larutan dengan molekul berukuran cukup kecil yang menembus dinding sel. Proses ini secara nyata dapat meningkatkan daya tahan listrik dan daya tahan terhadap organisme perusak kayu, meningkatkan keteguhan tekan, tetapi keteguhan pukul kurang. Metoda yang digunakan untuk memasukkan bahan kimia kedalam kayu dibedakan kedalam 2 golongan besar yaitu: metoda tekanan dan tanpa tekanan. Hunt dan Garrat menyatakan bahwa metoda tekanan merupakan metoda yang paling berhasil dan digunakan secara luas, tetapi memerlukan energi dan biaya yang lebih tinggi. Berdasarkan perbedaan pemberian vakum, metoda tekanan dibagi dua golongan yaitu: proses sel penuh (full cell process) dan proses sel kosong (empty cell proses). Proses sel penuh bertujuan mempertahankan sebanyak cairan yang telah didorong masuk ke dalam kayu selama pproses tekanan. Proses ini meninggalkan konsentrasi maksimum dari bahan kimia dalam kayu. Pada proses sel kosong, sebagian bahan kimia yang didorong masuk kedalam kayu dan dibantu dengan panas akan menghasilkan stabilitas dimensi yang tinggi (Sumardi, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Penelitian sebelumnya, peningkatan mutu kayu guna mengurangi sifat higroskopisnya, dapat dilakukan dengan mengimpregnasinya dengan bahan tertentu yang bersifat water repellent, seperti: lilin/parfin, minyak kemiri, dan gondorukem. Adanya bahan water repellent tersebut dapat mengurangi sifat higroskopis kayu dan dengan demikian mempertinggi kestabilan dimensinya (mengurangi kembang susut) (Roliadi, 2010). Kayu kelapa memiliki sifat penyerapan air (higroskopis) yang relatif tinggi dibandingkan dengan kayu biasa. Sifat ini beragam menurut tingkat kerapatan pada kayu tersebut. Kayu kelapa dengan kerapatan rendah bersifat lebih higroskopis daripada kayu kelapa berkerapatan lebih tinggi. Namun demikian, sifat pengembangan radial (transversal) pada kayu kelapa berhubungan sebaliknya terhadap kerapatan kayu. Kayu kelapa dengan kerapatan lebih tinggi mengalami pengembangan dimensi lebih besar daripada kayu kelapa yang berkerapatan lebih rendah. Sifat penyerapan air dan pengembangan radial pada kayu kelapa berlangsung secara cepat pada proses rendaman dalam air. Pada awal proses rendaman, kecepatan kayu kelapa dalam penyerapan air dan mengalami pengembangan radial lebih dari sepuluh kali kecepatan yang terjadi pada kayu biasa, seperti jati, bangkirai dan mangium. (Balfas, 2010). 2.4
Resin
Hutan sekunder non kayu seperti oleoresin, karet, gabus, buah yang dapat dimakan, jamur, dan obat-obatan ( fromleaves , buah , akar pohon yang berbeda dll ) memainkan peran penting dalam perekonomian nasional banyak negara. Penelitian tentang kehutanan dan pembangunan program berkelanjutan sedang ditingkatkan untuk memastikan bahwa sumber daya terbarukan terus menjadi tersedia untuk digunakan oleh generasi sekarang dan masa depan . Salah satu sumber daya hutan yang telah mengalami program pengembangan intensif adalah resin , salah satu hasil hutan tertua terbarukan . Resin ekstraktif yang digunakan secara ekstensif dalam kertas, sabun , farmasi dan cat industri . Resin telah diproduksi di banyak negara , dengan produsen resin utama sampai pertengahan tahun 1960-an menjadi U.S.A. ( dengan 50 % global produksi) , bekas Uni Soviet , Portugal , Spanyol dan Yunani . Tapi saat ini, China dan lainnya terutama berkembang negara (Indonesia , Brazil, India , Argentina dll)
Universitas Sumatera Utara
mengganti
pemasok utama tradisional resin , dan China memproduksi sepertiga
pasokan dari resin dunia (Tadasse, 2001). 2.4.1
Resin Damar
Getah damar adalah komoditas berupa resin yang dihasilkan dengan cara penyadapan pohon Agathis. Komoditas ini digunakan untuk bahan campuran cat, arpus, politur, kosmetik dan kemenyan, sedangkan kayunya dapat dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan, kayu lapis, korek api, meubel dan sebagainya. Indonesia sebagai negara penghasil kopal terbesar yang diekspor ke Inggris, Amerika, Perancis, Jerman dan Belanda hingga mencapai 80% lebih dari total produksi dunia. Hal ini ditunjang dengan kualitas kopal yang jauh lebih bagus kualitasnya, khususnya kopal dari Sulawesi Tengah, dibandingkan dengan kopal dari Singapura dan Filipina. Dengan adanya pasar luar negeri yang cukup tinggi maka kopal di Indonesia kurang mendapat perhatian untuk dimanfaatkan menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi (Waluyo, 2004). Klasifikasi Divisi
:
Spermatophyta
Sub divisi
:
Angiospermae
Kelas
:
Dicotyledoneae
Bangsa
:
Araucariales
Suku
:
Araucariaceae
Marga
:
Agathis
Jenis
:
Agathis dammara Warb.
Dewasa ini Indonesia merupakan satu-satunya negara penghasil damar di dunia. Sasaran utama penjualan damar adalah pabrik-pabrik cat bermutu rendah di dalam negeri, sedangkan damar berkualitas tinggi diekspor terutama ke Singapura. Di Singapura, damar disortir dan diproses dan kemudian diekspor kembali sebagai dupa atau bahan baku untuk pabrik-pabrik cat di negara-negara industri. Pada tahun 1984 duapertiga dari produksi damar diserap oleh pasar lokal yakni pabrik-pabrik cat (60%), pembuatan dupa (24 %), dan industri batik tulis (16%). Diramalkan prospek pasar-pasar tersebut tingkatnya sedang sampai rendah terutama karena masuknya resin-resin petrokimia ke pabrik-pabrik cat lokal, dan juga karena tergesernya batik tulis oleh batik
Universitas Sumatera Utara
industri yang tidak membutuhkan damar. Pasar ekspor, yang menyerap sepertiga volume produksi, menuntut kualitas yang tinggi tetapi menawarkan prospek yang lebih baik. Secara teratur volume ekspor menunjukkan peningkatan, dari 1972 sampai 1983 tercatat kenaikan 250-400 ton per tahun. Pada masa kejayaan damar, ketika digunakan secara intensif oleh industri-industri, areal utama penghasil dammar adalah hutan-hutan alam di Sumatera bagian selatan dan barat, serta Kalimantan bagian barat. Dewasa ini Kalimantan bagian barat dan Sumatera bagian selatan masih tetap menghasilkan damar, tetapi daerah produksi yang paling utama adalah di daerah paling selatan di Sumatera, tepatnya di Pesisir Krui, Lampung. Resin, cairan getah lengket yang dipanen dari beberapa jenis pohon hutan, merupakan produk dagang tertua dari hutan alam Asia Tenggara. Spesimen resin dapat ditemukan di situs-situs prasejarah, membuktikan bahwa kegiatan pengumpulan hasil hutan sudah sejak lama dilakukan. Hutan-hutan alam Indonesia menghasilkan berbagai jenis resin. Damar adalah istilah yang umum digunakan di Indonesia untuk menamakan resin dari pohon-pohon yang termasuk suku Dipterocarpaceae dan beberapa suku pohon hutan lainnya. Sekitar 115 spesies, yang termasuk anggota tujuh (dari sepuluh) marga Dipterocarpaceae menghasilkan damar. Pohon-pohon dipterokarpa ini tumbuh dominan di hutan dataran rendah Asia Tenggara, karena itu damar merupakan jenis resin yang lazim dikenal di Indonesia bagian barat. Biasanya, damar dianggap sebagai resin yang bermutu rendah dibanding kopal atau terpentin. Secara umum, sifat-sifat damar antara lain rapuh dan mudah melekat pada tangan pada pada suhu kamar, mudah larut dalam minyak atsiri dan pelarut organik non polar, sedikit larut dalam pelarut organic polar , tidak larut dalam air, tidak tahan panas, mudah terbakar, tidak volatile bila terdekomposisi dan dapat berubah warna bila disimpan terlalu lama dalam tempat tertutup tanpa sirkulasi udara yang baik (Mulyono, 2005). Ada dua macam damar yang dikenal umum, dengan kualitas yang jauh berbeda. Pertama adalah damar batu, yaitu damar bermutu rendah berwarna coklat kehitaman, yang keluar dengan sendirinya dari pohon yang terluka. Gumpalan-gumpalan besar yang jatuh dari kulit pohon dapat dikumpulkan dengan menggali tanah di sekeliling
Universitas Sumatera Utara
pohon. Di seputar pohon-pohon penghasil yang tua biasanya terdapat banyak sekali dammar batu. Kedua, adalah damar mata kucing; yaitu damar yang bening atau kekuningan yang bermutu tinggi, sebanding dengan kopal, yang dipanen dengan cara melukai kulit pohon. Sekitar 40 spesies dari genus Shorea dan Hopea menghasilkan damar mata kucing, di antaranya yang terbaik adalah Shorea javanica dan Hopea dryobalanoides. Sejak tiga ribu tahun yang lalu, damar telah memasuki jalur perdagangan jarak pendek di Asia Tenggara. Damar mungkin juga sudah menjadi produk dagang jarak jauh pertama yang berkembang antara Asia Tenggara dengan Cina di antara abad ke III dan ke V. Pada abad ke X damar kembali muncul dalam daftar produk-produk yang dijual ke Cina dari Asia Tenggara. Sedangkan ekspor damar ke Eropa dimulai pada tahun 1829 dan ke Amerika pada tahun 1832. Di daerah penghasilnya, damar digunakan sebagai bahan untuk penerangan dan mendempul perahu. Secara tradisional, damar juga diperdagangkan sebagai dupa, bahan pewarna, perekat dan obat. Pada pertengahan abad XIX lalu, seiring dengan berkembangnya industri pernis dan cat di Eropa dan Amerika yang kemudian disusul dengan Jepang dan Hong Kong, damar mulai memperoleh nilai ekonomi baru. Tetapi sejak tahun 1940-an, damar mendapat saingan berat dari resin sintetik hasil pengolahan minyak bumi (petrokimia) yang lebih disukai kalangan industri (Michon, 2000). SIFAT-SIFAT RESIN SECARA FISIKA: 1. Keras 2. Transparan 3. Plastis 4. Lembek/ leleh SECARA KIMIA, CAMPURAN DARI: 1. Asam-asam resinat 2. Alkohol rersinat 3. Resino tannol 4. Ester-ester 5. Resen-resen 6. Bebas Zat lemak
Universitas Sumatera Utara
7. Sedikit mengandung oksigen dan banyak mengandung karbon Spektrum inframerah dari damar menunjukkan bahwa terdapat beberapa gugus fungsi, antara lain alkil, karbonil, vinil, dan hidroksil. Identifikasi dengan pirolisisGC/MS menunjukkan bahwa damar mengandung paling sedikit 67 senyawa. Senyawa kimia tersebut terbagi dalam 4 golongan, yaitu hidrokarbon tetrasiklik (30 senyawa, 49,57%), pentasiklik (3 senyawa, 2,56%), senyawa C15 (11 senyawa, 17,09%), dan golongan lain-lain (23 senyawa, 18,26%). Berdasarkan data Py-GC/MS, senyawa terbanyak di dalam damar adalah brasikasterol, yaitu sekitar 20%. Damar mata kucing (sering disingkat menjadi getah damar) merupakan salah satu produk unggulan dari hasil hutan bukan kayu di Indonesia. Getah ini berasal dari tumbuhan Shorea javanica, S. koordersii, Hopea dryobalanoides, H. intermedia, H. mengarawan, H. globosa, H. griffithii, H. micrantha, dan H. myrtifolia. Getah ini telah dimanfaatkan di berbagai bidang, antara lain cat, tinta, pernis, kemenyan, dan bahan tambahan pangan. Struktur kimia komponen getah damar telah diteliti sejak tahun 1955, namun tidak disebutkan spesies tanaman damar tersebut. Sari (2002), melaporkan bahwa ekstrak damar mata kucing dari tumbuhan S. javanica mempunyai aktivitas antirayap dan antijamur. Senyawa bioaktif tersebut teridentifikasi sebagai vulgarol B; 3,4-secodamar-4(28)-en-
3-oic
acid;
dan
(7R,10S)-2,6,10-trimetil-7-epoksi-2,11-
dodecadiene (Mulyono, 2012).
Gambar 2.1 Senyawa Triterpenoid Utama dalam Damar R1
R2
R3
R4
Amiron
H/CH3
H/CH3
O
CH3
Nor-amiron
H/CH3
H/CH3
O
H
Aldehid olenonik
H
CH3
O
CHO
Universitas Sumatera Utara
Aldehid ursonik
CH3
H
O
CHO
Asam oleanonik
H
CH3
O
COOH
Asam ursonik
CH3
H
O
COOH
2.5
Uji Karakteristik
2.5.1
Modulus Elastisitas (MoE) Dan Modulus Patah (MoR)
Tujuan pengujian kekuatan impak adalah untuk mengetahui ketangguhan suatu bahan terhadap pembebanan dinamis sehingga dapat diketahui suatu bahan yang diuji rapuh atau kuat. pada pengujian ini kedua ujung sampel diletakkan pada penumpu, kemudian godam (beban dinamis) dilepaskan dengan tiba-tiba dan cepat menuju sampel (Rusphiandri, 2001). Modulus elastisitas kayu menentukan kekakuan kayu. Kekakuan yang tinggi menyebabkan kayu tidak mudah melentur saat proses permesinan dilakukan sehingga ketelitian dimensi produk menjadi tinggi. Modulus elastisitas juga menentukan karakteristik dinamik kayu. Kayu yang mudah bergetar saat proses permesinan dilakukan menyebabkan kekasaran permukaan kayu menjadi meningkat (Rusnaldy, 2009). Modulus patah (MoR) merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu yaitu ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja padanya sampai maksimal dan cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu tersebut. Kekuatan lentur kayu biasanya dinyatakan dalam Modulus retak (Modulus of Rupture : MOR) yang merupakan tegangan tertinggi di bagian serat paling luar kayu ketika gelagar retak / patah karena beban yang dikenakan secara berangsurangsur selama beberapa menit. MOR bervariasi antara 55 – 160 N / mm2 dan ini menunjukkan bahwa tegangan lentur sama dengan tegangan tarik sejajar (Summarni, 2007). 2.5.2
Mikroskop Elektron Payaran (SEM)
Universitas Sumatera Utara
Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan dalam pengamatan morfologi dan penentuan ukuran nanopartikel. Metode ini merupakan cara yang efisien dalam memperoleh gambar permukaan specimen. Cara kerja mikroskop ini adalah dengan memancarkan elektron ke permukaan spesimen. Informasi tentang permukaan partikel dapat diperoleh dengan pengenalan probe dalam lintasan pancaran electron yang mengenai sebuah partikel. Informasi juga dapat dibawa oleh probe yang menangkap elektron pada terowongan antara permukaan partikel specimen dengaan tip probe atau sebuah probe yang
menangkap gaya dorong antara permukaan dengan tip probe
(Hermanus, 2012). Analisis SEM digunakan untuk membantu mengetahui bentuk perubahan permukaan dari suatu bahan. Pada prinsipnya bila terjadi perubahan pada suatu bahan misalnya patahan, lekukan dan perubahan struktur dari permukaan, maka bahan-bahan tersebut cenderung mengalami perubahan energy. Energy yang berubah tersebut dapat dipancarkan, dipantulkan dan diserap serta diubah bentuknya menjadi fungsi gelombang elektromagnetik lainnya yang dapat ditangkap dan dibaca hasilnya pada foto SEM (Akhirawati, 2004). Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktifitas tinggi. Bahan polimer umumnya mempunyai konduktifitas yang rendah sehingga saat analisa SEM bahan polimer harus dilapisi dengan bahan konduktor yang tipis. Konduktor yang digunakan biasanya perak, tetapi untuk analisa pada jangka waktu lama penggunaan emas atau campuran emas dan palladium akan jauh lebih baik (Sukatik, 2001). 2.5.3
Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)
Spektroskopi Fourier transform infrared (FT-IR) digunakan untuk mengkarakterisasi jenis gugus fungsi yang terdapat pada sampel – sampel pada papan pada perbedaan temperatur (Hashim, 2011).
Instrumen FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus kompleks dalam senyawa tetapi tidak dapat menentukan unsur-unsur penyusunnya. Pada FTIR, radiasi
Universitas Sumatera Utara
infra merah dilewatkan pada sampel. Sebagian radiasi sinar infra merah diserap oleh sampel dan sebagian lainnya diteruskan. Jika frekuansi dari suatu fibrasi spesifik sama dengan frekuensi radiasi infra merah yang langsung menuju molekul, molekul akan menyerap radiasi tersebut.Spektrum yang dihasilkan menggambarkan penyerapan dan transmisi molekuler. Transmisi ini akan membentuk suatu sidik jari molekuler suatu sampel. Karena bersifat sidik jari, tidak ada dua struktur molekuler unik yang menghasilkan spektrum infra merah yang sama (Hermanus, 2012). 2.5.4
Sifat termal bahan polimer
Dalam analisis termogravimetri (TGA) diamati perubahan bobot dari sampel selama kenaikan suhu dengan laju tetap. Oleh karena itu dengan analisis ini dapat diperoleh informasi kehilangan bobot karena penguapan, dekomposisi atau mungkin pertambahan bobot karena pengikatan molekul gas dari atmosfer (Wirjosentono, B). TGA juga bermanfaat untuk penetapan volatilitas bahan pemlastik dan bahan-bahan tambahan lainnya. Penelitian-penelitian stabilitas panas merupakan aplikasi utama dari TGA. Suatu termogram khas yang mengilustrasikan perbedaan stabilitas panas antara polimer yang seluruhnya aromatik dan polimer alifatik sebagian yang berstruktur analog. Berat yang tersisa sering kali merupakan refleksi yang akurat dari pembentukkan arang yang merupakan parameter penting dalam pengujian nyala (Stevens, 2000).
Universitas Sumatera Utara