BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Kerja
Sistem kerja merupakan suatu kesatuan yang unsurunsurnya terdiri dari manusia, peralatan dan lingkungan, dimana unsure-unsur tersebut terintegrasi untuk mencapai suatu tujuan dari sistem kerja tersebut. Sistem kerja dapat berupa suatu sistem yang sederhana sampai dengan suatu bentuk sistem yang kompleks. Proses produksi disuatu pabrik merupakan suatu contoh sistem kerja, dimana pada sistem tersebut terjadi interaksi antara para pekerja, mesin, bahan baku serta lingkungan kerjanya dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan. Apabila kita berada dalam dunia pekerjaan, maka terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi jalannya pekerjaan. Faktorfaktor ini perlu diperhatikan karena bila menimbulkan kerugian apabila tidak diperhatikan dan mendatangkan keuntungan bila sebaliknya (Sutalaksana, 1979 hal:57). Dilihat dari segi bahwa manusia adalah salah satu komponen dari sistem kerja, maka factorfaktor tersebut jelas harus diperhatikan jika dikehendaki suatu rancangan sistem kerja yang optimal. begitu juga dengan pekerjaan lain yang memberikan dampak terhadap manusia sebagai pengguna
6
7
dari sistemkerja tersebut maka hendaknya disesuaikan dengan kemampuan manusia. Sistem kerja yang ditata dengan baik sangatlah diperlukan dalam berbagai aktivitas seperti perancangan tata letak fasilitas, penjadwalan produksi, pengukuran kinerja pekerja untuk penetapan timbal jasa dan tata hitung ongkos. Untuk dapat mencapai suatu tatanan yang baik dari sistem kerja diperlukan adanya penataan sistem kerja yang terintegrasi dari unsur-unsur yang membentuk sistem kerja tersebut, sehingga dapat mencapai sasarannya dengan cara yang sebaik-baiknya. Penataan suatu sistem kerja biasanya berdasarkan babarapa alternatif yang ada, sehingga diperlukan suatu pemilihan untuk dapat menentukan sistem
kerja terbaik. Pemilihan ini ditentukan
berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap alternatifalternatif tersebut. Penataan dan pengukuran sistem kerja akan dapat menghasilkan suatu rancangan dan hasil yang baik, dimana selanjutnya penataan dan pengukuran sistem kerja ini biasa disebut dengan perancangan sistem kerja. Sutalaksana menuliskan bahwa ada 4 kriteria yang dipandang sebagai pengukur yang baik tentang kebaikan suatu sistem kerja yaitu waktu penyelesaian sangat singkat, tenaga yang diperlukan sangat sedikit , akibat-akibat yang ditimbulkan dari faktor psikologis dan sosiologis sangat minim. (Sutalaksana, 1979 : hal 9)
8
2.2. Teknik Perancangan Untuk Perbaikan Sistem Kerja Untuk dapat merancang sistem kerja yang baik, seorang perancang harus dapat menguasai dan mengendalikan faktor-faktor yang membentuk suatu sistem kerja. Faktor-faktor tersebut bila dilihat dalam kelompok besarnya terdiri atas pekerja, mesin dan peralatan serta lingkungannya. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan merupakan bekal penting untuk mendapat rancangan suatu sistem kerja yang baik, karena disinilah diperhatikan beberapa pengaruh hasil kerjanya, disamping pengaruh dari manusia yang melakukan pekerjaan tersebut. Dibawah ini
akan
diuraikan
prinsip-prinsip
ekonomi
gerakan
yang
dihubungkan dengan tubuh manusia dan gerakannya, pengaturan tata letak tempat kerja dan perancangan peralatan.
2.2.1. Prinsip-prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Tubuh Manusia dan Gerakan-gerakannya Pada prinsip-prinsip ekonomi gerakan, faktor manusia dalam pekerjaannya sangat penting untuk dipelajari, karena yang diinginkan
oleh
prinsip-prinsip
tersebut
antara
lain
adalah
kenyamanan dalam bekerja, tetapi dalam produktivitas yang tinggi, hal ini dapat dicapai dengan mempelajari kemampuan dan
9
keterbatasan-keterbatasan manusia dalam bekerja (Sutalaksana, 1979 : hal 89). Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan tubuh manusia dan gerakan-gerakannya adalah sebagai berikut : (Sutalaksana, 1979 : hal 108) 1.
Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri pada saat yang sama.
2.
Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat yang sama kecuali pada waktu istirahat.
3.
Gerakan kedua tangan akan lebih mudah jika satu terhadap lainnya simetris dan berlawanan arah.
4.
Gerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat. Yaitu hanya menggerakkan tangan atau bagian badan yang diperlukan saja untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
5.
Sebaiknya para pekerja dapat memanfaatkan momentum untuk membantu pekerjaannya, pemanfaatan ini timbul karena berkurangnya kerja otot dalam pekerja.
6.
Gerakan yang patah-patah, banyak perubahan arah akan memperlambat pekerjaan tersebut.
7.
Gerakan balistik akan lebih cepat, menyenangkan dan lebih teliti daripada gerakan yang dikendalikan.
8.
Pekerjaan sebaiknya dirancang semudah-mudahnya dan jika memungkinkan irama kerja kerja harus mengikuti irama yang alamiah bagi pekerja.
9.
Usahakan sedikit mungkin gerakan mata. Gerakan mata kadang-kadang tidak dapat dihindarkan dari pekerjaan terutama bila pekerjaannya harus menghadapi jenis pekerjaan tersebut.
10
2.2.2. Prinsip-prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Pengaturan Tata Letak Tempat Kerja Dalam pengaturan tata letak tempat kerja juga perlu diterapkan prinsip-prinsip ekonomi gerakan agar pekerjaan yang dilakukan dapat selesai mudah dan cepat. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang digunakan adalah : (Sutalaksana, 1979 : hal 110) 1.
Sebaiknya diusahakan agar badan dan peralatan mempunyai tempat yang tetap. Karena dengan demikian akan memudahkan pekerja untuk mengambil bahan dan peralatan tersebut. Jika tempat bahan dan peralatan sudah tetap, tangan pekerja akan secara otomatis dapat mengambilnya sehingga mencari yang merupakan pekerjaan mental dapat dihilangkan.
2.
Tempatkan bahan-bahan dan peralatan ditempat yang mudah, cepat dan enak untuk dicapai. Dari analisa Therblig sudah diketahui bahwa untuk menjangkau jarak yang pendek diperlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan bila jaraknya lebih jauh. Oleh karena itu semua bahan dan peralatan sedapat mungkin harus diatur tata letaknya menurut prinsip diatas. Selain hal diatas, manusia juga mempunyai keterbatasan dalam jarak jangkaunya sehingga untuk pengaturan tata letak bahan dan peralatannya, hal ini pun harus dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya.
3.
Tempat
penyimpanan
bahan
yang
akan
dikerjakan
sebaiknya memanfaatkan prinsip gaya berat sehingga badan
11
yang akan dipakai selalu tersedia ditempat yang dekat untuk diambil. 4.
Sebaiknya untuk menyalurkan obyek yang sudah selesai dirancang ,mekanismenya yang baik.
5.
Bahan-bahan
dan
peralatan
sebaiknya
ditempatkan
sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan dapat dilakukan dengan urutan-urutan terbaik. 6.
Tinggi tempat kerja dan kursi sebaiknya sedemikian rupa sehingga alternatif berdiri atau duduk dalam menghadapi pekerjaan merupakan suatu hal yang menyenangkan.
7.
Tipe tinggi kursi harus sedemikian rupa sehingga yang mendudukinya bersikap (mempunyai postur yang baik).
8.
Tata letak peralatan dan pencahayaan sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga dapat membentuk kondisi yang baik untuk penglihatan.
2.2.3
Prinsip-prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Perancangan Peralatan Pada perancangan peralatan sebaiknya diterapkan prinsip-
prinsip ekonomi gerakan agar peralatan yang digunakan pekerja tetap nyaman saat digunakan. Dalam perancangan peralatan diterapkan prinsip-prinsip ekonomi gerakan berikut : (Sutalaksana, 1979 : hal 114)
12
1.
Sebaiknya tangan dapat dibebaskan dari semua pekerjaan bila penggunaan dari perkakas pembantu atau alat yang dapat digerakkan dengan kaki dapat ditingkatkan.
2.
Sebaiknya peralatan dirancang sedemikian agar mempunyai lebih dari satu kegunaan.
3.
Peralatan sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam memegang dan menyimpan.
4.
Bila setiap jari tangan melakukan gerakan sendirisendiri, misalnya seperti pekerjaan mengetik, beban yang didistribusikan pada jari harus disesuaikan dengan kekuatan masing-masing jari.
5.
Roda tangan, palang, dan peralatan yang sejenis dengan itu sebaiknya diatur sedemikian hingga beban dapat melayaninya denag posisi yang baik dan dengan tenaga yang minimum.
2.3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.3.1. Pendahuluan kecelakaan bisa terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat, jadi definisi kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan maka lahirlah doktrin keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan mengadakan pengawasan yang ketat.
13
Sebenarnya baik perbuatan maupun keadaan yang tidak selamat berakar lebih dalam dari pada kecelakaan yang terlihat atau teralami. Dengan kata lain kecelakaan kerja hanyalah merupakan gejala yang berakar pada manajemen.
14
Sasaran sistem kerja Desain tenologi Fungsi yang harus dilaksanakan Desain teknis Fungsi yang harus dilaksanakan manusia Desain ergonomi Syarat-syarat kerja manusia Desain organisasi Ruang lingkup kerja manusia
Tuntutan jabatan manusia
Gambar 2.1 Sistem kerja
15
Kerugian materi
Kerugian tenaga kerja
Kecelakaan
1. Perbuatan tidak selamat 2. Keadaan tidak selamat
Kebijakan manajemen
Gambar 2.2 Manajemen akar kecelakaan kerja Salah satu faktor utama dalam rantai peristiwa yang membawa suatu kecelakaan adalah pekerja. Banyak kecelakaan masa lampau disebabkan oleh tindakan tidak aman oleh pekerja misalnya kecerobohan, kelelahan dan ketidakacuhan adalah beberapa sebab kecelakaan. Betapa sering kecerobohan pekerja diajukan sebagai penyebab kecelakaan. Ancaman ini tidak banyak berarti dalam mencari akar sebab-sebab kecelakaan. Ia memberi kesan bahwa untuk mencegah terjadinya kecelakaan, cukup dengan menghentikan
16
tindakan tidak aman. Jadi tanggung jawab sering dibebankan pada pekerja secara tidak tepat., dan kondisi yang menyebabkan tindakan tidak aman tidak mendapat perhatia penuh. Ada banyak jawaban yang mungkin atas pertanyaan mengapa para pekerja melakukan suatu pekerjaan secara tak aman pada hal mereka dapat melakukan secara aman?. Pekerja mungkin menganggap cara tak aman lebih mudah, tidak terlalu macammacam atau lebih tepat. Mungkin mereka anggap cara tak aman adalah yang terbaik. Mungkin mereka kira langklah pengaman tidak perlu karena yakin dapat menjaga diri dalam segala keadaan. Mungkin mereka menganggap, sebagaimana biasanya orang berpengalaman, dapat menentukan sendiri cara bekerja yang baik. Atau mereka mungkin tidak menghiraukan atau tidak menyadari metode yang aman. Ada beberapa aspek prilaku dalam kehidupan sehari-hari yang mendorong terjadinya tindakan tidak aman : 1.
Waktu dan keselamatan. Salah satu alasan paling lazim untuk mengambil resiko sdalam bekerja adalah menghemat waktu agar bisa mendapatkan waktu santai atau waktu untuk menghasilkan uang lebih banyak, atau sekedar menghemat waktu dengan mempercepat menyelesaikan pekerjaannya. Karenanya tidak aneh apabila keinginan menghemat waktu ini menyebabkab tindakan tidak aman.
17
2.
Upaya dan keselamatan. Bila cara aman menjalankan pekerjaan membutuhkan terlalu banyak upaya, fisik maupun mental, umumnya pekerja akan memakai jalan pintas yang juga dapat menyebabkan kondisi tak aman.
3.
Penerimaan kelompok dan keselamatan. Betapa penting seorang pekerja yang baru bergabung pada sebuah kelompok pekerja berpengalaam, ketika menanyakan beberapa hal mengenai pakaian pengaman, menerima jawaban “ anda tidak membutuhkannya, tak seorang pun diantara kami memakainya”. Pekerja baru tersebut yang tak ingin terbuang, biasanya mengabaikan rasa takutnya yang kadang kala akibatnya justru menakutkan, karena pada umumnya resiko tertinggi dihadapi pekerja yang baru.
2.3.2. Teori Kecelakaan Teori-teori yang dijabarkan merupakan teori yang berisi tindakan preventif. Teori ini juga tidak ada yang benar-benar cocok, dan masing-masing orang akan menemukan teori untuk didiskusikan dan dipakai untuk mengatasi kecelakaan kerja yaitu : 1.
Teori Domino oleh W.F. Heinrich Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan adalah lima kartu
domino yang diletakkan berurutan secara berdiri. Yang satu akan mengenakan yang lain. Lima domino dalam urutan terbalik adalah (1) cedera yang disebabkan oleh (2) sebuah kecelakaan yang disebabkan oleh (3) Tindakan yang tidak aman atau kondisi yang
18
tidak aman dan disebabkan oleh (4) pembawaan atau cirri-ciri yang tidak diinginkan (contoh : kecerobohan, gugup, pemarah, kurang pengetahuan), yang dikembangkan dari sebuah (5) lingkungan social. Filosofi Heinrich pada tindakan preventif kecelakaan menekankan pada tindakan yang tidak aman dan faktor yang berhubungan dengan manusia. 2.
Teori Energi Teori energi ini dikemukakan oleh William Haddon. Teori
energi menyarankan bahwa kuantitas energi yang diartikan sebagai transfer energi dan tingkat dari transfer berhubungan dengan macammacam cedera. Kadang teori energi disebut sebagai teori pengeluaran energi (energy release theory). Haddon menyerankan 10 strategi untuk mencegah atau mengurangi kerugian-kerugian, yaitu : 1.
Mencegah penyusunan energi. Tujuannya adalah tidak menghasilkan energi atau merubahnya ke bentuk yang tidak menyebabkan cedera atau kecelakaan, contoh
:
tidak
menghasilkan
bubuk
senjata,
mensubtitusikan substansi yang aman untuk bubuk yang berbahaya. 2.
Mengurangi
banyaknya
penyusunan
energi.
Contoh : menjaga kecepatan motor lambat, mengurangi kuantitas atau konsentrasi dari material toksik, dan sebagainya. 3.
Mencegah
pengeluaran
energi.
Contoh
:
penggunaan alat tertentu untuk mencegah tangga jatuh, dan sebagainya.
19
4.
Memodifikasi tingkat pengeluaran energi dari sumbernya tau memodifikasi distribusi parsial dari pengeluaran energi. Contoh : memperlembat tingkat pembakaran dari suatu substansi.
5.
Memisahkan tempat atau waktu pengwluaran energi dari strukturnya yang dapat merusak atau mencederakan manusia. Contoh : memisahkan jalur untuk pengendara motor atau sepeda dengan pejalan kaki, menempatkan sumber listrik di luar jangkauan.
6.
Memisahkan
energi
yang
dikeluarkan
dari
strukturnya atau manusia yang dapat mengalami kerugian
dengan
meletakkan
batasan
(barrier).
Contoh : safety glasses, filter radiasi. 7.
Memodifikasi permukaan struktur yang kontak langsung dengan manusia atau struktur lain. Contoh : sudut yang dibulatkan, sudut tumpul atau permukaan yang lebih lebar untuk memegang alat bantu.
8.
Menguatkan struktur atau manusia. Contoh : konstruksi
tahan
gempa,
training
pekerja,
dan
memvaksinasi penyakit. 9.
Mendeteksi kerusakan secara cepat.
10.
Pada periode kerusakan dan pengembalian kondisi pada keadaan normal, melakukan penghitungan untuk memperoleh kondisi yang stabil. Contoh : rehabilitasi pada pekerja yang cedera dan memperbaiki alat-alat yang rusak.
20
3. Multiple Factor Theory Pada teori ini banyak faktor yang menyebabkan suatu kejadian kecelakaan. Menurut Gross teori ini adalah terdiri dari 4 faktor yaitu manuisa, mesin, media dan manajemen. Mesin adalah segala peralatan. Media adalah lingkungan atau bisa merupakan cuaca. Manajemen adalah suatu konteks dimana 3 M tersebut diatas berada dan beroperasi. Karakteristik dari manusia adalah tinggi, umur, gen, level kemampuan, kekuatan, motivasi, dan sebagainya. Karakteristik media adalah kondisi termal pada gedung/tempat kerja, air bersih dibandingkan dengan air asin, udara yang terkontaminasi, dan sebagainya. Karakteristik dari manajemen dapat berupa gaya manajemen, struktur organisasi, aliran komunikasi, prosedur, dan sebaginya. Karakteristik mesin termasuk ukuran, berat, bentuk, sumber energy, tipe tindakan atau gerakan, dan konstruksi material. Teknik statistik seperti analisis factor, analisis multi regresi, dan metode
multivariat
lain
mungkin
dapat
digunakan
untuk
menganalisis karakteristik ini. Banyak dari metode yang digunakan pada multiple factor theories tidak menghasilkan sebab dan akibat tetapi merupakan hubungan. 2.3.3 Pengertian Manajemen
21
Manajemen sebagai ilmu perilaku yang menyangkut aspek sosial dan eksak tidak terlepas dari tanggungjawab keselamatan dan kesehatan kerja, baik dari segi perencanaan, maupun pengambilan keputusan dan organisasi. Baik kecelakaan kerja, gangguan kesehatan, maupun pencemaran lingkungan harus merupakan bagian dari biaya produksi. Sekalipun sifatnya sosial, setiap kecelakaan atau tingkat keparahannya tidak dapat dilepaskan dari faktor ekonomi dalam suatu lingkungan kerja. Pencegahan kecelakaan dana pemeliharaan hygiene dan kesehatan kerja tidak hanya dinilai dari segi biaya pencegahannya, tetapi dari segi manusianya. Antara biaya kecelakaan dan biaya pencegahan terdapat beberapa pokok yang berakar pada manajemen. Pokok-pokok ini menentukan kebijakan perusahaan yang mengendalikan operasi. Kebijakan ini melahirkan satu atau dua hari dari dua kemungkinan yaitu hasil yang baik dan/atau hasil yang merugikan sebagai akibat kecelakaan. Untuk memeperkecil kerugian ini, segala upaya perlu diadakan. Selama biaya pencegahan masih lebih kecil disbanding faedahnya, perlu diadakan usaha untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja. Oleh karena itu manajemen seharusnya menyadari : a)
Adanya biaya pencegahan.
b)
Kerugian akibat kecelakaan menimpa karyawan dan peralatan.
c)
Antara biaya pencegahan dan kerugaian akibat kecelakaan terdapat selisish yang sukar ditetapkan.
22
d)
Kecelakaan kerja selalu menyangkut manusia, peralatan dan proses.
e)
Manusia
merupakan
faktor
dominan
dalam
setiap
kecelakaan. Dunia usaha mengenal paling tidak lima teori manajemen : 1.
Manajemen Teknologis Titik tumpuan
: Efisiensi = keluaran/masukan
Prinsip dasar
: Proses dan ekonomi proses
Faktor penting dalam perusahaan : Peralatan dan mesin yang efisien 2.
Manajemen Administratif Titik tumpuan
: Administrasi dan organisasi yang rapi
Prinsip dasar
: Ekonomi, tata tertib dan proses kerja
Faktor penting dalam perusahaan : Kekuasaan para manajemen sebagai penentu 3.
Manajemen Manusiawi Titik tumpuan
: Manusia dan kebahagian manusia
Prinsip dasar
: Komunikasi yang jelas dan hubungan
kerja yang serasi Faktor penting dalam perusahaan : Karyawan dan manajemen bekerjasama untuk tujuan yang sama 4.
Manajemen Ilmiah Titik tumpuan
: Mutu keputusan manajerial
Prinsip dasar
:
komputer dan sibernetika
Penelitian operasional,
penggunaan
23
Faktor penting dalam perusahaan : Mutu produksi dan pertambahan nilai 5.
Manajemen Sasaran dan Hasil Titik tumpuan
: Sasaran dan hasil
Prinsip dasar
:
Pembinaan
organisasi,
pembinaan
sumber daya secara terus menerus agar dapat mencapai sasaran dan hasil Faktor penting dalam perusahaan : Prestasi kerja karyawan Dari kelima pemikiran diatas factor manusia selalu ikut terlibat. Sehingga bisa dikatakan bahwa manusia adalah faktor penting, dalam setiap usaha.
2.3.4. Faktor Manusia Manusia pada umumnya mempunyai sifat, tabiat, dan perilaku yang sama, tetapi pendorong (motivator) setiap individu itu berbeda-beda. Ada tiga pandangan yang berbeda-beda tentang manusia yaitu : 1.
Manusia sebagai makhluk ekonomi Asumsi dasar
:
kehidupan
manusia
dipengaruhi
perhitungan-perhitungan ekonomis Pendorong
: Lebih banyak uang/upah, labih baik
prestasi dan tanggung jawab kerja Kenyataan
: upah yang besar tidak selalu mendorong
karyawan agar lebih berhati-hati dan rajin
24
2.
Manusia sebagai makhluk sosial Asumsi dasar
: manusia lebih senang dan produktif
dalam suasana kekeluargaan yang akrab Pendorong
: suasana kekeluargaan. Organisasi usaha
hendaknya bersifat kekeluargaan dimana terjadi keakraban satu sama lain Kenyataan
:
baik
miskin
atau
kaya,
manusia
senantiasa ingin berkumpul. Namun produktivitas belum tentu diperoleh 3.
Manusia sebagai makhluk yang ingin berupaya Asumsi dasar
: setiap orang ingin diberi kebebasan
untuk berkembang dan berprestasi menurut kemampuan masingmasing Pendorong
:
kebebasan
menentukan
program
kegiatan Kenyataan
: manusia tidak pernah puas. Lebih luas kebebasan
yang diberikan lebih banyak tuntutan tetapi lebih kecil hasil kerjanya Sifat dasar manusia bersumber dari adanya kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Dalam konteks organisasi, keinginan manusia yang berhubungan dengan pekerjaan biasanya berbentuk : 1.
Pembayaran yang dapat memenuhi kebutuhan
2.
Pekerjaan yang aman secara ekonomis
3.
Rekan kerja yang kompak dan memiliki rasa kekeluargaan
4.
Penghargaan atas hasil kerja
25
5.
Pekerjaan yang bermakna
6.
Kesempatan untuk mengembangkan diri
7.
kondisi kerja yang nyaman, aman dan menarik
8.
Pemimpin yang kompeten, adil dan jujur
9.
Perintah dan arahan yang jelas dan wajar (masuk akal)
10.
Tempat kerja yang dihargai relevan dengan kepentingan masyarakat Upaya menumbuhkan kemauan untuk bekerja dari para
karyawan dapat kita dekati melalui pengetahuan tentang sumber kekuatan yang menggerakkan seseorang untuk bertingkah laku tertentu. Dengan kata lain, kita berupaya untuk menjawab 2 pertanyaan dasar yaitu : (1) faktor-faktor apa sesungguhnya yang mendorong manusia untuk bekerja, dan (2) mengapa ada orang yang bekerja giat dan berprestasi, ada juga yang malas, ada yang sedangsedang saja. Berikut ini adalah beberapa definisi motivasi menurut berbagai sumber yaitu : 1.
Motivasi adalah kekuatan yang mengendalikan dan menggerakkkan seseorang untuk melakukan tindakan atau perilaku yang diarahkan pada tujuan tertentu. (Morgan, et.al.,1986)
2.
Motivasi adalah kekuatan yang menggerakkan perilaku, memberi arah pada perilaku, dan mendasari kecenderungan
26
untuk tetap menunjukkan perilaku tersebut. (Bartol & Martin, 1991) 3.
Motivasi adalah faktor-faktor lain yang menyebabkan, mengarahkan dan mempertahankan perilaku seseorang (Stoner, et.al., 1995)
4.
Motivasi adalah kemauan untuk mengerahkan upaya yang besar ke arah pencapaian tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memuaskan sejumlah kebutuhan individu. (Robbins, 1993). Menurut
Stoner,
et.al.(1995),
pemberian
motivasi
(motivating) adalah proses manajemen untuk mempengaruhi perilaku seseorang yang didasari atas pengetahuan tentang “apa yang sesungguhnya mendorong atau menggerakkan oaring “. Motivasi atau pemberian motivasi berhubungan dengan rentang perilaku sadar manusia antara dua ekstrim yaitu tindakan refleks, misalnya bersin atau kedipan mata dan kebiasaan yang dipelajari (learned habits), misalnya menggosok gigi atau gaya tulisan seseorang. Lingkungan pekerja adalah elemen psikologis penting dalam meningkatkan keselamatan. Perilaku pekerja biasanya mencerminkan keadaan dan lingkungan psikologis mereka. Upah yang wajar, hubungan kemanusiaan baik dalam pabrik, hubungan baik antara manajemen dan buruh, keputusan tepat atas masalah promosi (kenaikan pangkat), perhatian atas tempat kerja, sarana kesehatan yang jauh lebih baik, tunjangan-tunjangan kesejahteraan.
27
Semua hal ini baik dalam bentuk materi atau bukan akan mempengaruhi
perilaku
seorang
pekerja
dan
membantu
meningkatkan keselamatan. Tidak terjaminnya lapangan kerja hampir pasti menjadi sebab kecelakaan. Bila pekerja takut diberhentikan, mereka mungkin akan berada dalam keadaan emosi tak seimbang, yang mungkin bisa menyebabkan semakin mungkin celaka. Pengaturan yang baik, penataan yang baik, dan cukup amannya mesin adalah contoh faktor lingkungan yang bukan saja membantu keselamatan, tetapi juga sangat besar efek psikologisnya. Menghargai perasaan dan harga diri pekerja membantu memberi rasa tenteram pada mereka, dan ini adalah factor keselamatan psikologisnya terpenting. Tetapi rasa tenteram tidak hanya bergantung pada situasi didalam pabrik, kondisi diluar pabrik juga berpengaruh. Disini juga jelas bahwa keselamatan bukan sesuatu yang dapat dipisah dari aspek lain kehidupan. Banyak pihak menganggap bahwa kelelahan meningkatkan resiko kecelakaan. Semakin lelah semakin besar pula resikonya. Salah satu keluhan paling umum diantara pekerja adalah rasa letih, baik karena kurang tidur malamnya, terlalu banyak kerja tau masalah emosional lainnya. Bila rasa letih sedemikian menonjol dan terusmenerus hingga menganggu kerja dan kegiatan di rumah, ini disebut kelelahan (fatique).
28
Kecelakaan sering berhubungan pada sikap mental daripada kelelahan fisik pekerja. Sikap ini tergantung sekali pada suka atau tidaknya mereka pada pekerjaan mereka. Juga disini lingkungan umum berperan. Segala sesuatu yang membantu minat dan kepuasan dalam kerja mereka seperti tanggung jawab atas pekerjaan, pemberian penghargaan oleh manajemen, dan selalu menerima informasi
perkembangan
pabrik
cenderung
mengurangi
kemungkinan mendapat kecelakaan. Ada sebagian pekerja yang dapat merasa cukup puas dengan kerja monoton. Mereka melakukannya secara hampir otomatis dan tanpa berfikir. Kecelakaan kadang terjadi atas mereka bila karena sesuatu sebab, timbul kelainan pada mesin atau benda kerja yang mereka hadapi, sementara mereka bekerja dengan gerak otomatis. Para pekerja lain tak tahan kerja monoton. Mereka terkena kecelakaan karena coba mencari variasi atas daur gerak yang selalu berulang. Perhatian pekerja yang belum terbiasa pada lingkungan pabrik akan terpencar oleh banyak kesan baru, dan ini bersama dengan
kurangnya
pengalaman
dapat
menjelaskan
mengapa
frekuensi ini juga tergantung pada pendidikan dan pelatihan yang mereka terima sebelum bekerja dan cara mereka diperkenalkan pada pekerjaan dan pengawasannya.
29
Dilain pihak, walau pekerja berpengalaman tidak asing dengan lingkungannya, sangat kenalnya mereka pada resiko pekerjaannya malahan sering membuat mereka kurang berhati-hati. Menurut Swain & Gutman, Human Error Categories dapat dibagi dalam 5 kategori yaitu :
1.
Error of omission, yaitu error yang terjadi ketika seseorang melakukan kelalaian saat bekerja.
2.
Error of comission, yaitu error yang terjadi ketika seseorang melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
3.
Extraneus act, yaitu error yang terjadi ketika seseorang melakukan kegiatan yang tidak perlu dilakukan sehingga akan mengubah system manusia mesin yang berpotensi pada kerusakan.
4.
Sequential error, yaitu error yang terjadi ketika seseorang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan urutan/tahapan kerja.
5.
Time error, yaitu error yang terjadi ketika seseorang melakukan pekerjaan terlalu lambat/terlalu cepat. Dalam satu proses industri, potensi manusia yang tidak
mempunyai batas-batas eksak itu dapat naik dan turun. Faktor-faktor utama penyebab potensi : a)
Rasa tanggungjawab
30
b)
Kemampuan menetapkan sasaran yang tinggi terjangkau
c)
Pengalaman dan pendidikan
d)
Kebiasaan hidup
e)
Pandangan hidup Dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja, unsur utama
inilah yang dapat mencegah atau menimbulkan kecelakaan kerja dan kemerosotan tanggungjawab. Dengan demikian dapat ditentukan satu asas manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
2.3.5. Azas Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Satu asas yang rasional untuk manajemen dan kesehatan kerja harus mencakup kenyataan bahwa baik perencanaan maupun keputusan-keputusan manajerial dan organisasi keseluruhannya tidak terlepas dari manusia dan lingkungan kerjanya dalam arti seluasluasnya. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari
dan
,mengungkapkan
kelemahan
operasional
yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu : 1.
Mengungkapkan sebab-sebab suatu kecelakaan (akarnya).
2.
Meneliti apakah pengendalian secara cermat dilaksanakan atau tidak.
31
Kesalahan operasional yang menimbulkan kecelakaan yang tidak terlepas dari perencanaan yang kurang lengkap, keputusankeputusan yang tidak tepat dan salah perhitungan dalam organisasi, pertimbangan dan praktek manajemen yang kurang mantap. Dari
keterangan
diatas
jelaslah
bahwa
manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja membutuhkan satu asas tersendiri sebagaimana digambarkan dalam ikal sibernetika keselamatan dan kesehatan kerja pada gambar 2.3. Dengan demikian, maka ketiga fungsi manajemen, perencanaan, pengambilan keputusan, dan organisasi akan mengenai sasarannya.
Kebijakan Manajemen
Prestasi Kerja Kondisi Kerja
Operasional
* Perbuatan yang tidak selamat * Kondisi yang tidak selamat
* Prestasi Kerja * Kondisi Kerja
Kecelakaan : *Fatal *Luka-luka
Gambar 2.3. Ikal Sibernetika Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.3.6 Tindakan Pencegahan Kecelakaan Tindakan pencegahan dan kecelakaan dalam K3 dikenal dengan 3E yaitu Engineering, Education, dan Enforcement. Definisi dari 3E tersebut adalah :
32
a.
Engineering adalah tindakan, seperti mensubtitusi material yang tidak berbahaya, mengurangi penyimpanan material yang berbahaya,
memodifikasi
proses,
menggunakan
papan
peringatan, dan sebagainya.
b.
Education termasuk : 1.
Training pekerja mengenai prosedur K3 dan latihan.
2.
Mendidik
pekerja
dalam
mengerjakan
pekerjaannya dengan benar dan aman. 3.
Mendidik pengguna bagaimana caranya untuk menggunakan produk secara aman.
4.
Memberitahu masyarakat akan potensial resiko atau bahaya yang terdapat pada produk tersebut, bagaimana melakukan tindakan preventifnya.
5.
Training untuk para engineers mengenai evaluasi potensial bahaya, standar K3 dan tanggung jawab yang legal.
c.
Enforcement Yang dimaksud dengan enforcement adalah pencapaian
pemenuhan dengan pimpinan, bagian organisasi dan hokum local dan regulasi, dengan consensus standar, peraturan organisasi dan prosedur.
33
Kadang ada E yang keempat yaitu enthusiasm, yang berarti motivasi pada orang-orang yang ada di organisasi untuk melakukan program K3 melalui partisipasi dan tindakan lainnya.
2.3.6.1
Propaganda, Pendidikan dan Pelatihan Tiga jenis langkah kependidikan telah dipakai selama ini
adalah propaganda, pendidikan dan pelatihan. Bila anggapan bahwa kecelakaan harus dicegah sebelum muncul diterima, orang akan menyadari bahwa pendidikan dan pelatihan memang penting dalam meningkatkan keselamatan. Propaganda bertujuan membujuk, pendidikan bertujuan memberikan informasi dan pelatihan bertujuan memberikan keterampilan.
A. 1.
Propaganda Poster Ada banyak sekali macam poster keselamatan dan masing-
masing dapat membantu meningkatkan keselamatan dengan caranya sendiri. Poster dapat dipakai untuk mengurangi kebiasaan buruk yang banyak ditemukan, untuk menunjukkan keuntungan umum bekerja secara aman, atau untuk memberikan informasi, nasehat atau instruksi atas hal-hal tertentu secara mendetail. Salah satu jenis poster (dikenal dengan poster positif) menunjukkan keuntungan hasil dari berhati-hati. Jenis lain (dikenal dengan poster negatif) menggambarkan akibat kecerobohan. Papan
34
pengumuman untuk poster harus cukup enak dipandang dan dipelihara dengan baik. Poster keselamayan hanya dapat dipakai sebagai alat bantu untuk meningkatkan keselamatan. Poster dapat berguna untuk instruksi misalnya bagaimana pelindung harus dipasang secara tepat, atau bila suatu metode kerja tak aman dijalankan.
2. Film dan Slide Film yang dikirim khusus untuk instruksi akan lebih berharga disbanding film untuk propaganda. Film ini akan sangat berguna untuk menjelaskan cara kerja alat pelindung baru atau metode kerja baru. 3. Pidato, Kuliah, dan Konferensi Pidato, kuliah dan konferensi sangat bergantung pada pemahaman
pembicara
atas
pendengarnya.
Bila
pembicara
mengetahui cara menarik perhatian pendengar, ia kan dapat mempengaruhi
mereka.
Konferensi
hanya
dapat
membantu
sekedarnya pada keselamatan, tetapi mereka dapat memberi bagi peluang pembicara dan pendengar untuk berhubungan langsung, dan ini suatu keuntungan besar. 4. Kompetisi Banyak orang senang berkompetisi dalam olah raga. Gagasan kompetisi keselamatan jelas salah satu yang paling menarik
35
bagi penyusun program keselamatan. Kompetisi biasanya diadakan antar pabrik-pabrik yang bekerja dalam kondisi serupa atau antar departemen dalam pabrik yang sama. Keberhasilan suatu kompetisi tidak tergantung pada siapa pemenangnya, tetapi pada turunnya tingkat kecelakaan di pabrik secara keseluruhan.
5.
Pameran Pameran adalah suatu cara mengenalkan pekerja dengan
cara yang sangat relistis pada bahaya dan cara meniadakannnya. Salah
satu
metode
menyebrluaskan
suatu
pameran
adalah
mengundang pengusaha dan karyawan mengunjunginya. Tetapi metode yang jauh lebih efektif adalah membawa pameran kepada mereka. Hasil terbaik dapat diharapkan bila pameran tersebut digabung dengan kegiatan keselamatan lain yang tujuannya terbatas. Perhatian dapat dipusatkan pada pertanyaan mengenai keselamatan pada sebuah pameran benda-benda yang berkaitan dengan kecelakaan yang baru saja terjadi. 6.
Publikasi Keselamatan Ada banyak publikasi keselamatan, dan menyangkut subyek
luas. Di banyak negara, majalah keselamatan terbit secara teratur dan berisikan artikel-artikel bergambar yang menjelaskan alat pengaman baru, hasil penyelidikan dan riset dalam bidang keselamatan industri,
36
cara baru mencegah keselamatan termasuk pamplet dan brosur, perangko keselamatan, ilustrasi dam sligan pada amplop gaji, dan seterusnya. 7.
Kampanye Keselamatan Kampanye dapat memakai gabungan beberapa jenis
propaganda berbeda. Program dapat didasarkan atas sebuah tema tunggal. Pada tahap ini perlu kita mengingat kembali, apapun jenis propaganda yang dipakai, banyak orang merasa hasilnya kecil untuk keselamatan. Artinya kecil dalam membawa perubahan konstruktif yang akan menghilangkan kondisi tak aman. Akar sebab kecelakaan jarang diketahui dan dikendalikan dengan metode ini. Tapi di banyak negara jenis propaganda ini kadang menjadi satu-satunya metode yang dipakai untuk menciptakan kesadaran keselamatan.
B.
Pendidikan dan Latihan Kerja Pada dasarnya pendidikan merupakan pola pembinaan
manusia bertitik tolak dari pemenuhan kebutuhan, manusia yang berpotensi itu secara naluriah mnegetahui apa yang dibutuhkannya. Setelah mengetahui kebutuhannya itu, ia bergerak (berkarya) untuk memenuhinya, dalam pola ini terdapat dua kelemahan yaitu (a) Pengenalan sasaran tidak selalu tepat karena diselubungi oleh ketidakpastian dan (b) Gerak (karya) ke arah sasaran tidak selalu sempurna.
37
Para pekerja mendapat program pendidikan pekerja dalam kesehatan dan keselamatan kerja sehingga mereka dapat melakukan partisipasi secara efektif dalam menemukan sendiri pemecahan masalah ditempat kerja mereka. Berhasil tidaknya seseorang yang mengikuti program tersebut harus dinilai dari perkembangannya ditinjau dari sudut (a) pengetahuan sesuai spesifikasi yang terkandung dalam persyaratan jabatan/keahlian, (b) keterampilan, (c) sikap. Sesuai dengan teori sumber daya manusia, program pembinaan sumber daya manusia akan bermanfaat jika : 1.
Sasaran utamanya adalah mencetak karyawan fungsional.
2.
Kurikulum dan rangkaian pengalaman yang harus ditempuh sesuai dengan spesifikasi jabatan masing-masing karyawan.
3.
Doktrin keselamatan dan kesehatan kerja yang diajarkan adalah perawatan keberhasilan berdasarkan kondisi, selangkah diatas perawatan berdasarkan waktu yang masih dominan.
4.
Seluruh program dilaksanakan dalam “situasi industrial”.
5.
Para peserta dari awal disadarkan pada kenyataan bahwa Industri membutuhkan ahli yang fungsional dan bukan sarjana intelektual. Pembinaan sangat menitikberatkan pembinaan kemampuan
yang sifatnya fungsional. Situasi industri diperlukan dalam program pembinaan karyawan siap pakai agar sasaran utamanya, yakni meningkatkan kualitas karya dan kemampuan suatu sasaran dapat dicapai.
38
2.3.6.2. Penyuluhan Wether dan Davis (1996) mendefinisikan penyuluhan sebagai diskusi tentang suatu masalah dengan seorang karyawan, yang ditujukan untuk membantu pekerja dalam menghadapi atau menyelesaikan masalah. Stress
dan
masalah-masalah
pribadi
cenderung
mempengaruhi unjuk kerja dan kehidupan pribadi seorang pekerja. Upaya untuk membantu karyawan kembali berfungsi secara efektif merupakan
kepentingan
semua
pihak
(majikan/pengusaha,
karyawan, dan masyarakat). Penyuluhan adalah suatu alat yang bermanfaat untuk mewujudkan tujuan ini. Penyuluhan bagi karyawan mempunyai satu atau beberapa tujuan berikut ini : a.
Memperbaiki mutu karyawan. Melalui penyuluhan seorang manajer berusaha agar karyawan mampu bekerja sesuai dengan standar unjuk kerja suatu jabatan.
b.
Memperbaiki gairah/semangat kerja karyawan.
c.
Mengurangi/menekan perputaran tenaga kerja.
d.
Memperbaikireaksi karyawan dalam menerima perubahan. Melalui penyuluhan manajer berusaha untuk mempersiapkan karyawannya untuk menghadapi dan menerima hal-hal baru.
39
e.
Mencari
dan
mengidentifikasikan
penyebab
terjadinya kesenjangan antara standar unjuk kerja dan unjuk kerja sesungguhnya. Beberapa metoda penyuluhan yang lazim digunakan adalah sebagai berikut :
1)
Directive counseling adalah proses mendengarkan masalah-masalah emosional seorang karyawan, memutuskan bersama-sama karyawan tersebut tentang apa yang harus dilakukan dan kemudian memberitahu dan memotivasi karyawannya untuk melakukannya.
2)
Nondirective counseling adalah proses mendengarkan seorang karyawan dan mendorongnya untuk menjelaskan masalah-masalah yang menganggu, memahami masalah-masalah itu, dan menentukan solusi yang tepat.
3)
Participate
counseling.
Menurut
Wether dan Davis (1996), penyuluhan partisipatif berupaya untuk menciptakan keseimbangan antara teknik-teknik directive dan nondirective. Pada teknik ini penyuluh dan karyawan berperan serta dalam diskusi dan dalam mencari solusi masalah. Menurut Wether dan Davis (1996), fungsi penyuluhan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh para counselor. Aktivitas-aktivitas ini adalah : 1.
Memberi nasehat. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah
40
a.
Waktu pemberian nasehat.
b.
Nasehat yang bersifat sangat pribadi hendaknya diberikan secara pribadi pula.
c.
Materi nasehat sebaiknya bersifat konkrit.
d.
Langkah-langkah yang lazim dilakukan adalah (1) mengumpulkan sebanyak mungkin data/informasi, (2) mengidentifikasikan masalah, (3) menganalisis masalah, dan (4) memeberi saran /nasehat.
2.
Menetramkan. Upaya ini biasanya diperlukan bila karyawan tampak gelisah, menderita stress atau mengalami shock. Tujuannya adalah berusaha meningkatkan kepercayaan diri.
3.
Komunikasi. Upaya ini dilakukan bila terjadi masalah yang bersumber dari ketidaklancaran proses komunikasi.
4.
Menghilangkan ketegangan emosional.
5.
Menjernihkan pikiran. Kegiatan ini dilakukan bila masalah yang dihadapi mungkin disebabkan oleh factor keletihan bekerja, kesibukan yang terlalu tinggi, konsentrasi yang tinggi terus menerus, dan sebagainya. Caranya antara lain dengan meyelenggarakan acara santai atau rekreasi.
6.
Melakukan reorientasi. Cara penyuluhan ini erat kaitannya dengan pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilakukan. Reorientasi dimaksudkan untuk mengajak karyawan melihat dan memahami kembali apa sebenarnya tugas-tugas mereka masingmasing.
41
2.4
Kondisi
Lingkungan
Kerja
Yang
Mempengaruhi Kegiatan Manusia Sebagaimana
kita
ketahui,
terdapat
banyak
faktor
mempengaruhi terbentuknya kondisi lingkungan kerja, diantaranya temteratur, kelembaban, sirkulasi uadara, pencahayaan, kebisingan, getaran, bau-bauan, dan warna. Berikut ini akan diuraikan masingmasing factor tersebut sehubungan dengan kemampuan manusia yaitu : 2.4.1. Temperatur Dalam kedaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda-beda seperti ditunjukkan pada gambar 2.4. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal ini dengan suatu system tubuh yang sangat sempurna
sehingga
dapat
menyesuaikan
dengan
perubahan-
perubahan yang terjadi diluar tubuhnya. Tetapi kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri inipun ada batasnya yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh ini tidak melebihi 20 % untuk kondisi panas dan 35 % untuk kondisi dingin, semuanya dari keadaan normal tubuh. Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemapuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan atas kelebihan panasnya. Menurut penyelidikan apabila temperatur udara lebih rendah dari 170C, berarti temperatur
udara
ini
dibawah
kemampuan
tubuh
untuk
42
menyesuaikan diri (35 % dibawah normal), maka tubuh akan mengalami kedinginan, karena hilangnya panas tubuh yang sebagian besar diakibatkan oleh konveksi dan radiasi, juga sebagian kecil akibat penguapan. Sebaliknya apabila temperatur udara terlampau panas dibandingkan temperatur normal tubuh, maka akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi yang jauh lebih besar dari kemampuan tubuh untuk mendinginkan dirinya melalui system penguapannya. Ini menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut naik dengan lebih tingginya temperatur udara. Menurut penyelidikan untuk berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh berbeda-beda Jika kita perhatikan “internal Climate” suatu ruangan, selama masih dalam batas kenyamanan maka tidak akan ada masalah, namun jika berada diluar batas kenyamanan maka akan menjadi bahasan yang menarik. Ketidaknyamanan dapat menjadi sebuah gangguan atau bahkan akan menimbulkan efek-efek psikologis atau salah satu nyeri fisiologis tergantung pada level dan proses pertukaran panasnya. Menurut Grangjean (1986) kondisi panas sekeliling yang berlebih-lebihan akan mengakibatkan rasa letih dan kantuk, mengurangi daya kreasi tubuh manusia untuk menghasilkan panas dengan yang lebih sedikit. Sebaliknya kondisi dingin yang berlebih-lebihan akan mengakibatkan rasa malas untuk beristirahat yang akan mengurangi kewaspadaan dan konsentrasi,
43
terutama berhubungan dengan pekerjaan yang menuntut kesiapan mental. 2.4.2. Kelembaban Yang
dimaksud
dengan
kelembaban
disini
adalah
banyaknya air yang terkandung dalam uadara biasa dinyatakan dengan persentase. Kelembaban ini sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur uadaranya, dan memang secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan bergerak udara dan radiasi dari uadara tersebut akan dipengaruhi keadaan tubuh pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dimana temperatur udara sangat panas dan kelembabannya tinggi, akan menumbuhkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena system penguapan dan pengaruh lain ialah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen. Sebagaimana kita ketahui, bahwa tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas tubuhnya dengan suhu disekitarnya. Rumus kesimbangan panas dalam tubuh manusia menurut Sanders (1987) adalah : S = M – E ± R ± C – W ……………………..Persamaan 2.1. Dimana :
S = Kondisi keseimbangan tubuh manusia M = Metabolisme tubuh E = Panas yang hilang karena proses evaporasi
44
R = Pertukaran panas akibat dari proses radiasi C = Pertukaran panas akibat dari proses konveksi W = Aktifitas kerja R dan C berharga ( + ) jika temperatur diluar tubuh lebih panas disbanding suhu tubuh, berarti tubuh menerima panas dari lingkungan, dan sebaliknya, R dan C berharga ( - ) apabila suhu tubuh lebih panas dibandingkan temperatur luar. Jika temperatur udara panas dan kelembabannya tinggi, maka rumus keseimbangan akan menjadi : M + R + C – E = 0. Ini menunjukkan suatu keadaan dimana tubuh kehilangan tenaga akibat pengauapan, dan ini harus diimbangi terutama oleh akibat penguapan, dan ini juga harus diimbangi
terutama
pada
proses
metabolisme
yang
untuk
berlangsungnya memerlukan banyak oksigen, artinya makin panas dan makin lembab lingkungan, makin banyak oksigen diperlukan untuk metabolisme dan makin cepat peredaran darah sehingga makin cepat pula denyut jantung. Keadaan ini sangat berbahaya bagi orangorang tua atau mereka yang lemah jantung. 2.4.3. Sirkulasi Udara Untuk menjaga agar udara disekitar tempat kerja tetap sehat dalam arti kata kita cukup mengandung oksigen dan bebas dari zatzat yang bisa mengganggu kesehatan, harus dipikirkan tentang sirkulasi udara yang baik, sehingga udara kotor bisa diganti dengan udara segar dan bersih, yang biasanya dilakukan melaui ventilasi.
45
Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman disekitar tempat kerja. Pada siang hari, diamana biasanya manusia melakukan sebagian besar dari kegiatannya, pohon-pohonan merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan pernapasan kita. Dengan cukupnya oksigen disekitar kita, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman-tanaman disekitar tempat kerja kita, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmanani kita. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan sangat membantu untuk mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja. 2.4.4. Pencahayaan Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat obyek secara jelas, cepat tanpa menimbulkan kesalahan. Kebutuhan akan pencahayaan yang baik, akan makin diperlukan apabila kita
mengerjakan suatu pekerjaan yang
memerlukan ketelitian karena penglihatan. Pencahayaan yang terlalu suram mengakibatkan mata pekerja makin cepat lelah karena mata akan berusaha untuk melihat, dimana lelahnya mata mengakibatkan kelelahan mental, lebih jauh lagi keadaan tersebut bisa menimbulkan rusaknya mata, karena bisa menyilaukan. 2.4.5. Kebisingan
46
Kemajuan
teknologi
ternyata
benyak
menimbulkan
masalah-masalah seperti diantaranya yang dikatakan sebagai polusi. Salah satu polusi yaitu kebisingan, yaitu bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga kita. Tidak dikehendaki karena terutama dalam jangka panjang bunyi-bunyian tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan dapat menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penyelidikan kebisingan bisa meyebabkan kematian. Perlindungan modern yang paling baik adalah memakai earphone, yang bisa menutupi seluruh telinga. Tetapi karena pekerja umumnya tidak suka memakai pelindung telinga, keberhasilan tindakan itu akan tergantung pada tingkat pendidikan dan disiplin darinya. 2.4.6. Getaran Mekanis Sesuai dengan namanya, getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ketubuh kita dan menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Besarnya
getaran
ini
ditentukan
oleh
insensitas
(meter/detik) dan frekwensi getarnya (getar/detik). Getaran mekanis pada
umumnya
sangat
mengganggu
tubuh
karena
ketidakteraturannya, baik tidak teratur dalam insesitas atau frekwensinya. Sedangkan alat-alat yang ada dalam tubuh kitapun mempunyai frekwensi alami, dimana alat yang satu berbeda frekwensi alaminya dengan alat yang lain. Gangguan terbesar
47
terhadap suatu alat dalam tubuh terjadi apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis ini dapat menganggu tubuh dalam hal : 1.
Mempengaruhi konsentrasi kerja.
2.
Mempercepat datangnya kelelahan.
3.
Dan
menyebabkan
timbulnya
beberapa
penyakit,
diantaranya karena gangguan terhadap mata, syaraf, peredaran darah, otot-otot, tulang-tulang dan lain-lain. 2.4.7. Bau-bauan Adanya bau-bauan disekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, apalagi kalau bau-bauan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan secara lebih jauh bau-bauan yang terus menerus bisa mempengaruhi kepekaan penciuman. Temperatur dan kelembaban merupakan dua faktor yang mempengaruhi kepekaan penciuman. Temperatur dan kelembaban merupakan dua faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat ketejaman penciuman seseorang. Oleh karena itu pemakaian air conditioning yang tepat merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu disekitar tempat kerja. 2.4.8. Warna
48
Yang dimaksud disini adalah warna tembok ruangan tempat kerja, dimana warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat objek, juga warna disekitar tempat kerja berpengaruh
secara psikologis bagi para pekerja. Menurut
penyelidikan, tiap warna itu memberikan pengaruh secara psikologis yang berbeda-beda terhadap manusia. Diantaranya warna merah bersifat merangsang, warna kuning memberi kesan luas atau lega, warna biru dan hijau memberikesan sejuk, aman dan menyegarkan, warna gelap memberikan kesan sempit dan warna terang memberikan kesan leluasa. Dalam kedaan dimana ruangan terasa sempit, warna yang sesuai dapat menghilangkan warna tersebut, hal ini secara psikologis menguntungkan karena kesan sempit cenderung menimbulkan ketegangan. Dengan adanya sifat-sifat itulah, maka pengaturan warna ruangan tempat kerja perlu diperhatikan, dalam arti luas harus disesuaikan dengan kegiatan kerjanya.
2.5. Ergonomi 2.5.1. Sejarah dan Perkembangan Ergonomi Ergonomi berasal dari kata Yunani Ergos (bekerja) dan nomos (hokum alam). Istilah ini berbeda di beberapa negara, seperti “Arbeltswissenchaft” di Jerman, “Bioteknologi” di negara-negara Skandinavia, “Human Engineering”, “Human factors Engineering”
49
di negara-negara Amerika bagian utara. Perbedaan nama-nama diatas hendaknya tidak dijadikan masalah, karena secara praktis, istilahistilah tadi mempunyai maksud yang sama. Perkembangan ilmu ergonomi ini mulai sejak manusia merancang kegiatannya
peralatan-peralatan seperti
batu
sederhana
untuk
untuk
membantu
membantu
tangan
dalam
pekerjaannya. Sampai dilakukannya perubahan dan perbaikan terhadap penggunaan alat tersebut sehingga penggunaannya menjadi lebih mudah. Perbuatan ini terus berlangsung beberapa abad lamanya, namun perkembangannya terjadi tidak terarah dan apa adanya. Perkembangan ergonomi modern dimulai kira-kira satu abad yang lalu pada saat Taylor dan Gilberth melakukan suatu studi tentang waktu dan gerakan. Kemudian penggunaan ini berkembang pada perang dunia I untuk mengoptimalkan interaksi antara manusia dan produk. Baru setelah perang dunia II, mata para ahli menjadi terbuka bahwa untuk merancang suatu sistem kerja, kita harus mengintegrasikan elemen-elemen yang memebentuk sistem tersebut. Manusia, yang merupakan salah satu komponen sistem kerja, perlu mendapat perhatian khusus, karena sifatnya yang kompleks.
2.5.2. Definisi Ergonomi
50
Menurut ir. Suyatno Sastrowinoto ergonomi adalah studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau
secara
manajemen,
anatomi,
dan
fisiologi,
psikologi,
engineering,
desain/perancangan.
Ergonomi
memberikan
jaminan dalam kerja manusia dengan desain sistem kerja agar tingkat reliabilitas tinggi, pelaksanaannya baik, produktivitas tinggi, efisien, selamat dan nyaman. Ralph M. Barnes menyebutkan istilah ergonomi dengan human engineering yang bertujuan untuk mengadaptasi tugas-tugas manusia dengan lingkungan kerjanya terutama panca indera, persepsi, mental, fisik dan sifat-sifat lainnya. Ergonomi
adalah
ilmu
penyesuaian
peralatan
dan
perlengkapan kerja dengan kemampuan esensial manusia untuk memperoleh keluaran yang optimum. Jika seluruh peralatan dan perlengkapan dijadikan satu sub sistem, dan seluruh atribut manusia (faal, psikologis, latar belakang social, pandangan hidup) sebagi satu sub sistem yang lain, maka ergonomi bertujuan menciptakan satu kombinasi yang paling serasi antara subsistem yang pertama dan kedua. Kedua subsistem tersebut dianggap sebagai dua unsur suatu sistem kerja. Menurut Iftikar Z. Sutalaksana dkk, dalam bukunya “Teknik Tata Cara Kerja” mengatakan bahwa ergonomi adalah suatu
51
cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasiinformasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman dan nyaman. Inti dari ergonomi adalah suatu prinsip fitting the task/job to the man, yang artinya adalah pekerjaan harus disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Ini berarti dalam merancang suatu jenis pekerjaan perlu diperhitungkan faktor-faktor apa saja yang menjadi kelebihan dan keterbatasan manusia sebagai pelaku kerja. Hal ini akan lebih memudahkan jika pekerjaan atau perangkat antara (interface) tersebut dirancang berada dalam kemampuan manusianya. Semua unsur pekerjaan antara lain : mesin dan alat, material kerja, metode kerja, lingkungan fisik (pencahayaan, lingkungan termal, kebisingan, dan lainnya), tata letak komponen dan ruang kerja (workplace and workspace) akhirnya menjadi objek kajian utama. Variasi dan interaksi dari unsur-unsur pekerjaan ini kemudian membentuk berbagai sistem kerja baik dalam industri manufaktur dan industri jasa dengan tetap memandang manusia sebagai pusat sistem. Human factor atau ergonomi membuat sistem kerja yang baik
dengan
mengabungkan
keselamatan,
kesehatan
dan
52
kenyamanan
dan
bisa
memperoleh
produktivitas
tinggi.
Produktivitas bisa berarti efektif meliputi sumber daya material, mesin, informasi, pemasaran, teknik, produksi dan pelayanan dari pabrik dan perusahaan. Sedangkan Kroemer menuliskan bahwa manusia merupakan komponen terpenting dalam sebuah system. Jadi hasil dari ergonomi adalah penyesuaian kerja terhadap manusia. Dari pengertian tersebut jelas terlihat bahwa ergonomi berusaha menciptakan keharmonisan hubungan antara manusia dengan pekerjaannya, yang bertujuan mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dari sumber-sumber daya manusia didalam seluruh sistem kerja manusia. Pada kenyataannya dalam suatu sistem kerja, bekerjanya seseorang tidak akan lepas dari berbagai pengaruh berbagai dorongan baik langsung maupun tidak langsung yang datangnya dari luar maupun dalam dirinya sendiri, dengan demikian dalam merancang sistem kerja yang baik maka kita harus dapat mengenal sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia yang semuanya itu dapat dipelajari dalam ilmu ergonomi. Hasil dari desain ergonomi dalam sistem kerja bisa mengoptimalkan fungsi sistem dan mengefektifkan sistem, meliputi produktivitas, keselamatan, kenyamanan, dasar motivasi pekerja, kualitas kehidupan kerja. Dengan mempelajari ilmu ergonomi diharapkan kenyamanan fisik maupun mental dapat dipenuhi, yaitu
53
dengan melakukan perbaikan dan perancangan sistem kerja untuk mengurangi kecelakaan-kecelakaan yang diakibatkan kesalahan perancangan sistem kerja.
2.5.3. Bidang Kajian Ergonomi Diatas sudah dikatakan bahwa untuk bisa menerapkan ergonomi, perlu informasi yang lengkap mengenai kemampuan manusia dengan segala keterbatasannya. Salah satu usaha untuk mendapatkan informasi-informasi ini, telah banyak dilakukan penyelidikan-penyelidikan yang terbagi dalam empat kelompok besar : 1.
Penyelidikan tentang display Yang dimaksud dengan display disini adalah bagian dari lingkungan yang berkomunikasi kepada manusia. Agar display dapat menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu menyajikan informasi-informasi yang diperlukan manusia dalam melaksanakan pekerjaannya, maka display harus dirancang dengan baik. Perancangan display yang baik adalah bila display tersebut dapat menyampaikan informasi selengkap-lengkapnya tanpa menimbulkan banyak kesalahan dari manusia yang menerimanya.
2.
Penyelidikan mengenai hasil kerja manusia dan proses pengendaliannya Dalam hal ini diselidiki tentang aktivitas-aktivitas manusia ketika bekerja dan kemudian mempelajari cara
54
mengukur dari setiap aktivitas tersebut, dimana penyelidikan ini banyak berhubungan dengan biomekanik. 3.
Penyelidikan mengenai tempat kerja Agar diperoleh tempat kerja yang baik, dalam arti sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, maka ukuran-ukuran dari tempat kerja tersebut harus sesuai dengan tubuh manusia. Hal-hal yang bersangkutan dengan tubuh manusia ini dipelajari dengan anthropometri.
4.
Penyelidikan mengenai lingkungan fisik Yang dimaksud dengan lingkungan fisik disini meliputi ruangan dan fasilitas-fasilitas yang biasa digunakan oleh manusia serta kondisi lingkungan kerja, yang kedua-duanya banyak mempengaruhi tingkah laku manusia.
2.5.4. Anthropometri Anthropometri berasal dari dua kata Yunani yaitu anthropos (manusia) dan nomos (ukuran). Anthropometri mengkaji masalah dimensi tubuh manusia. Data anthropometri dalam ergonomi digunakan untuk menentukan dimensi dari tempat kerja, perlengkapan, peralatan, dan disesuaikan dengan tubuh manusia. Menurut Stevenson perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain dikarenakanoleh faktor-faktor berikut : a)
Keacakan/random
55
Dalam butir pertama ini walaupun telah terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas sama dengan jenis kelamin, suku bangsa, kelompok usia dan pekerjaannya, namun masih akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat. b)
Jenis Kelamin Secara distribusi statistik ada perbedaan yang signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Untuk kebanyakan pria dan wanita ada perbedaan yang signifikan diantara mean (rata-rata) dan nilai perbedaan ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Pria dianggap lebih panjang dimensi segmen badannya daripada wanita. Oleh karenanya data anthropometri untuk kedua jenis kelamin selalu disajikan secara terpisah.
c)
Suku bangsa Variasi diantara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang tidak kalah pentingnya terutama karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu negara ke negara yang lain.
d)
Usia Digolongkan atas beberapa kelompok usia yaitu : balita, anakanak, remaja dewasa dan lanjut usia. Hal ini jelas berpengaruh terutama jika desain diaplikasikan untuk anthropometri anakanak. Anthropometrinya akan cenderung terus meningkat sampai batas usia dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi badan manusia mempunyai kecenderungan untuk menurun yang antara lain disebabkan oleh berkurangnya
56
elastisitas tulang belakang. Selain itu juga berkurangnya dinamika gerakan tangan dan kaki. e)
Jenis pekerjaan Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawan/stafnya.
f)
Pakaian Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan bervariasinya iklim/musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lainnya terutama untuk daerah dengan empat musim.
g)
Fakktor kehamilan pada wanita Faktor ini jelas akan mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan dengan analisis perancangan produk (APP) dan analisis perancangan kerja (APK).
h)
Cacat tubuh Suatu perkembangan yang menggembirankkan pada decade terakhir yaitu dengan diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi untuk para penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut merasakan kesamaan dalam penggunaan jasa dari hasil ergonomi didalam pelayanan untuk masyarakat.
2.5.4.1. Metode Perancangan Dengan Anthropometri
57
Data anthropometri hasil pengukuran digunakan sebagai data untuk merancang peralatan mengingat data anthropometri setiap orang tidak sama. Maka dalam perancangan dengan menggunakan data anthropometri terdapat tiga prinsip dasar yaitu : (Sutalaksana, 1979 : hal 78) 1.
Prinsip perancangan fasilitas berdasarkan individu ekstrim Prinsip perancangan fasilitas berdasarkan individu ekstrim terbagi dua yaitu perancangan berdasarkan individu terbesar dan perancangan fasilitas berdasarkan individu kecil.
2.
Prinsip perancangan fasilitas yang bias disesuaikan Prinsip ini digunakan untuk merancang fasilitas agar fasilitas tersebut bisa menampung atau bisa dipakai dengan enek dan nyaman oleh semua orang yang mungkin memerlukannya.
3.
Prinsip
perancangan
berdasarkan
harga
rata-rata
pemakainya Prinsip digunakan hanya apabila perancangan berdasarkan harga ekstrim tidak mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika kita menggunakan prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan. Prinsip harga ekstrim tidak mungkin dilaksanakan bila lebih banyak rugi dari pada untungnya; artinya hanya sebagian kecil dari orang-orang yang merasa enak dan nyaman ketika menggunakan fasilitas tersebut. Sedangkan jika fasilitas tersebut dirancang berdasarkan fasilitas yang bisa disesuaikan, tidak layak karena mahal biayanya.
58
2.6. Analytical Hierarchy Proses (AHP) 2.6.1. Pengertian Analytical Hierarchy Proses (AHP) Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif yang dianggap menjadi prioritas dalam pemecahan
suatu
permasalahan.
Peralatan
utama
Analytical
Hierarchy Proses (AHP) adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah komplek dan tidak terstruktur dipecahkan kedalam kelompokkelompoknya.
Kemudian
kelompok-kelompok
tersebut
diatur
menjadi suatu bentuk hirarki (Permadi, 1992 dalam Kadarsah, 2001 : hal 130). Suatu tujuan yang bersifat umum dapat dijabarkan dalam beberapa
sub
tujuan
yang
lebih
terperinci
yang
dapat
memperjelaskan apa yang dimaksud dalam tujuan pertama. Penjabaran ini dapat dilakukan terus hingga akhirnya diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Dan pada hirarki terendah inilah dilakukan proses evaluasi atas alternatif-alternatif yang merupakan ukuran dari pencapaian tujuan utama. Dalam penjabaran hirarki tujuan, tidak ada pedoman yang pasti seberapa jauh pengambilan keputusan menjabarkan tujuan menjadi tujuan yang lebih rendah. Pengambil keputusanlah yang menentukan
saat
penjabaran
tujuan
ini
berhenti,
dengan
memperhatikan keuntungan dan kekurangan yang diperoleh bila
59
tujuan tersebut diperinci lebih lanjut penjabaran tujuan tersebut pada dasarnya ditujukan agar memperoleh kriteria yang dapat diukur. Kriteria menunjukan definisi masalah dalam bentuk yang konkret dan kadang-kadang dianggap sebagai sasaran yang akan dicapai (Sawicki, 1992 dalam Kadarsah, 2000 : hal 125). Analisis terhadap kriteria dilakukan untuk memperoleh kesepakatan standar pengukuran, untuk kemudian dijadikan alat dalam membandingkan berbagai alternatif. Kriteria digunakan untuk membendingkan dampak yang diperkirakan akan muncul dari setiap alternatif yang ada, dan bukan dampak yang terjadi sekarang, dan mengurutkannya sesuai dengan yang dikehendakinya. Harus diingat bahwa kriteria dan arti pentingnya akan menentukan hasil evaluasi terutama jika proses perbandingan benar-benar terkuantifikasi dan terstruktur. Pada saat pembuatan kriteria, pengambil keputusan harus mencoba untuk menggambarkan dalam bentuk kuantifikasi jika hal ini memungkinkan. Hal itu karena akan selalu ada beberapa factor yang tidak dapat dikuantifikasikan dan juga tidak dapat diabaikan, sehingga semakin sulit untuk membuat perbandingan. Kenyataan tersebut hendaknya tidak menyebabkan pengambilan keputusan untuk tidak menggunakan kriteria tersebut, karena kriteria ini bisa saja relevan dengan masalah utama di dalam setiap analisis. Beberapa kriteria yang kemungkinan sangat penting, tetapi sulit untuk dikuantifikasi, adalah seperti faktor-faktor sosial (seperti gangguan lingkungan), estitika, keadilan, faktor-faktor politis, serta
60
kelayakan pelaksanaan. Akan tetapi, jika suatu kriteria dapat dikuantifikasi tanpa merubah pengertiannya, maka hal ini harus dilakukan. AHP yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, dapat memecahkan masalah yang kompleks dimana aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak. Juga kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidak pastian persepsi pengambilan keputusan serta ketidakpastian tersedianya data statistik yang akurat atau bahkan tidak ada sama sekali.
2.6.2. Prinsip Pokok Analitical Hierarchy Proses (AHP) Proses pengambilan keputusan dalam metodologi AHP didasarkan pada tiga prinsip dasar pokok, yaitu : 1.
Penyusunan hirarki penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk mendefinisikan masalah yang rumit dan kompleks sehingga menjadi lebih jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan fihak-fihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan dibidang yang bersangkutan. Keputusan yang akan diambil dijadikan sebagai tujuan yang dijabarkan menjadi elemen-elemen yang lebih rinci sehingga mencapai tahapan yang paling operasional/terukur. Istilah yang digunakan dalam AHP untuk level hirarki adalah :
61
2.
a) Hirarki Level 1
Tujuan
b) Hirarki Level 2
Kriteria
c) Hirarki Level 3
Alternatif-alternatif
Penentuan prioritas Prioritas dari elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai bobot/kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan keputusan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antara dua elemen hingga semua elemen yang ada cukup. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan fihak-fihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun tidak (kuesioner).
3.
Konsistensi logis Konsistensi jawaban dari para responden dalam menentukan prioritas
elemen
merupakan
prinsip
pokok
yang
akan
menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen dengan contoh sebagai berikut: Jika A > B dan B > C, maka secara logis responden harus menyatakan bahwa A > C berdasarkan nilainilai yang disediakan Saaty.
2.6.3. Langkah-langkah Analitical Hierarchy Proses (AHP) Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi (Kadarsah, 2000 : hal 131), (Saaty, 1993 : hal 102) :
62
1.
Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2.
Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkat kriteria yang paling bawah.
3.
Membuat
makrik
perbandingan
berpasangan
yang
menggambarkan kontribusi yang relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan berdasarkan “judgement” dari pengambilan keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4.
Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh pertimbangan (judgement)
seluruhnya sebanyak nx[(n-1)/2]
buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan mendefinisikan
masalah
dan
menentukan
solusi
yang
diinginkan.
5.
Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsistensi maka pengambilan data diulangi.
6.
Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7.
Menghitung Vektor eigen dari setiap matrik perbandingan berpasangan nilai vector eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
63
8.
Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka penilaian data judgement harus diperbaiki.
2.6.4. Penyusunan Struktur Hirarki Masalah Hirarki
masalah
disusun
untuk
membantu
proses
pengambilan keputusan yang memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Pada level paling atas hirarki dinyatakan tujuan/sasaran (goal) yang akan dicari solusi masalahnya. Level berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut yang dipecah menjadi beberapa factor/kriteria pada level dibawahnya. Demikian factor-faktor/kriteria-kriteria dapat dipecahkan menjadi beberapa subfaktor/subkriteria lagi yang ditempatkan
pada level
dibawahnya. Kemudian setiap subfaktor/subkriteria dipecah lagi menjadi beberapa sub subfaktor/subkriteria yang ditempatkan dilevel dibawahnya lagi hingga alternatif-alternatif pada level paling bawah. Ilustrasi dari level ini adalah sebagai berikut Biaya
Modal
Perbekalan
Lanier
Pelayanan
Syntrex
Gambar 2.6 Struktur Hirarki
Latihan
Qyn
64
Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan
tujuan
diperhatikan
permasalahan,
dalam
memilih
maka kriteria
sifat-sifat pada
yang
setiap
harus
persoalan
pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : (Kadarsah, 2000 : hal 126)
1.
Lengkap, sehingga dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan tersebut. Suatu set kriteria disebut lengkap apabila set ini dapat menunjukan seberapa jauh seluruh tujuan dapat dicapai.
2.
Operasiona, sehingga dapat digunakan dalam analisis. Sifat operasional ini antara lain adalah bahwa kumpulan kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambilan keputusan, sehingga ia dapat benar-benar menghayati implikasinya terhadap alternatif yang ada. Selain itu, jika tujuan pengambilan tujuan ini harus dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan penjelasan atau berkomunikasi. Operasional ini juga mencakup sifat dapat diukur, yaitu : a.
Memperoleh distribusi kemungkinan dari tingkat pencapaian kriteria yang mungkin diperoleh (untuk keputusan dalam ketidakpastian).
b.
Mengungkapkan
preferensi
pengambilan
keputusan atas pencapaian kiteria.
3.
Tidak berlebihan, sehingga menghindarkan perhitungan berulang. Dalam menentukan set kriteria, jangan sampai
65
terdapat kriteria yang pada dasarnya mengandung pengentian yang sama.
4.
Minimum, agar lebih mengkomprehensifkan persoalan. Dalam menentukan sejumlah kriteria diusahakan agar jumlah kriterianya sesedikit mungkin. Karena semakin banyak criteria, maka semakin sukar untuk menghayati persoalan dengan baik, dan jumalh perhitungan dalam analisis akan meningkat dengan cepat. Untuk memodelkan masalah dalam bentuk hirarki tidak
terdapat suatu pedoman tertentu, namun sebaiknya dilakukan oleh para ahli (expert). Namun ada beberapa patokan yang dapat dijadikan pegangan dalam menyusun hirarki, yaitu :(Saaty, 1993 : hal 38) 1.
Walaupun suatu hirarki tidak dibatasi dalam jumlah tingkat (level), tetapi sebaiknya dalam setiap subsistem hirarki tidak terdapat terlalu banyak elemen (hanya sekitar lima sampai dengan sembilan elemen). Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan manusia yang terbatas dalam melakukan penilaian perbandingan berpasangan dan untuk meningkatkan derajat konsistensi
2.
Karena setiap elemen akan dibandingkan dengan elemen lain dalam suatu subsistem hirarki yang sama, maka elemenelemen tersebut haruslah setara dalam kualitas.
66
Ditinjau dari hubungan elemen antar tingkat, hirarki dapat dibedakan menjadi dua jenis: (Saaty, 1993 : hal 31) 1.
Hirarki lengkap, jika elemen-elemen pada setiap level menjadi subbagian setiap elemen pada level diatasnya. Dengan kata lain elemen-elemen pada satu level dievaluasi berdasarkan C A1 A2 … A1 1 A2 1 … An semua elemen pada tingkat diatasnya.
2.
An
1
Hirarki tidak lengkap, jika ada elemen-elemen pada suatu level tidak menjadi subbagian setiap elemen level diatasnya. Diperlukan perlakuan khusus bagi hirarki yang tidak lengkap.
2.6.5.
Penyusunan
Matriks
Perbandingan
Berpasangan Misalkan terdapat suatu subsistem hirarki dengan satu kriteria C dan jumlah n elemken dibawahnya, A 1 samapai An perbandingan antar elemen untuk subsistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti terlihat pada tabel 2.1 matriks ini disebut sebagai matriks perbandingan berpasangan Tabel 2.1 Matriks perbandingan berpasangan
67
(Sumber : Kadarsah, Sistem Pendukung Keputusan, 2000 : hal 133)
2.6.6.
Penilaian Matriks Perbandingan Berpasangan Perhitungan prioritas elemen merupakan salah satu tujuan
AHP. Langkah pertama dalam menentukan susunan prioritas elemen adalah menyusun perbandingan berpasangan (pairwise comparison), yaitu membandingkan secara berpasangan seluruh elemen pada setiap level/subsistem hirarki perbandingan tersebut kemudian ditrasformasikan ke dalam bentuk matriks untuk digunakan didalam perhitungan numerik. Secara naluri, manusia dapat mengestimasi besaran sederhana malalui indranya. Proses yang paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan keakuratan perbandingan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu Saaty dalam Kadarsah (2000) menetapkan skala kuantitatif 1 sampai dengan 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain yang ditunjukkan dalam tabel 2.2
68
Tabel 2.2 Skala penilaian perbandingan berpasangan Intensitas kepentingan 1 3
Definisi
Penjelasan
Kedua elemen sama
Dua elemen mempunyai pengaruh
pentingnya Elemen yang satu
yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit
sedikit lebih penting
menyokong satu elemen
69
5
7
9
2,4,6,8
Kebalikan
daripada elemen yang
dibandingkan elemen lainnya
lainnya Elemen yang satu lebih
Pengalaman dan penilaian sangat
penting daripada
kuat menyokong satu elemen
elemen yang lainnya Satu elemen jelas
dibandingkan elemen lainnya Satu elemen yang kuat disokong dan
mutlak penting daripada
dominan terlihat dalam praktek
elemen lainnya Satu elemen mutlak
Bukti yang mendukung elemen yang
penting daripada
satu terhadap elemen lain memiliki
elemen lainnya
tingkat penegasan tertinggi yang
Nilai-nilai antara dua
mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua
nilai pertimbangan yang
kompromi di antara dua pilihan
berdekatan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannyadibanding dengan i
(Sumber : Saaty dalam Kadarsah, Sistem Pendukung Keputusan, 2000 : hal 132)
2.6.7.
Perhitungan Bobot Elemen Pada dasarnya formulasi matematis pada model AHP
dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. Misalkan dalam suatu subsistem hirarki operasi terdapat n elemen operasi, yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, …, An, maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks perbandingan.
Matriks ini
disebut
sebagai
matriks
70
perbandingan berpasangan, dan formulasi matematis untuk penilaian tingkat kepentingan ditujukan pada tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Formulasi matematis Tingkat Kepentingan A1
A1 a11
A2 a12
… …
An A1
A2
a21
a22
…
A2n
…
…
…
An
…
…
an1 an2 … Ann (Sumber : Kadarsah, Sistem Pendukung Keputusan , 2000 : hal 133)
Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Selanjutnya perhatikan elemen yang akan dibandingkan. Matriks An
x
n
merupakan matriks resiprokal. Dan
diasumsikan terdapat n elemen, yaitu W1, W2, … , Wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai (judgement) perbandingan secara berpasangan antara ( Wi, Wj ) dapat dipresentasikan seperti matriks tersebut.
w w
i
= a (i, j ) ; i . j = 1,2,..., n
j
Dalam hal ini matriks perbandingan adalah matriks A dengan unsur-unsurnya adalah aij dengan i,j = 1,2,3,..,n. unsure-unsur
71
matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk tingkat hirarki yang sama. Misalnya unsur a11 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 dengan elemen operasi A1 sendiri, sehingga dengan sendirinya nilai unsur a11 adalah sama dengan 1. dengan cara yang sama maka diperoleh semua unsur diagonal matriks perbandingan samadengan 1. nilai unsure a 12 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 terhadap elemen operasi A2. besarnya nilai a21 adalah 1/ a12
yang menyatakan tingkay intensitas
kepentingan elemen operasi A2 terhadap elemen operasi A1. Bila vector pembobotan elemen-elemen operasi A 1, A2, …, An tersebut dinyatakan sebagai vector W, dengan W= (W 1, W2, …, Wn) maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A1 dibandingkan A2 dapat pula dinyatakan sebagai pembanding bobot elemen operasi A 1 terhadap
A2 yakni W1 / W2 yang sama dengan a12 , sehingga matriks
perbandingan dapat pula dinyatakan ke dalam tabel 2.4 Tabel 2.4 Matriks Perbandingan Berpasangan objek A1
A1 W1/W1
A2
W2/W1 W2/W2 …
…
…
An
A2 W1/W2 …
… …
An W1/Wn
W2/Wn
…
…
Wn/W1 Wn/W2 … Wn/Wn (Sumber : Kadarsah, Sistem Pendukung Keputusan , 2000 : hal 134)
72
Nilai-nilai Wi / Wj dengan i,j = 1,2,…,n dijajagi dari partisipan, yaitu orang-orang yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisis. Bila matriks ini dikalikan dengan vector kolom W =( W 1 / W2,…Wn), maka diperoleh hubungan : AW = nW
……………………………
(2.2)
Bila nilai A diketahui dan ingin diperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan malalui persamaan berikut : [ A – nI ] W = 0 …………………………….
(2.3)
dimana I adalah matriks Identitas persamaan (2.3) ini dapat menghasilkan solusi yang tidak nol bila (jika dan hanya jika) n merupakan eigen value dari A dan W adalah eigen vaktornya. Setelah eigen value matriks permandingan A tersebut diperoleh, missal λ1, λ2, …,λn, dan berdasarkan matriks A yang mempunyai keunukan, yaitu aij = 1 dengan i = 1,2,…,n, maka n
∑λ = n …..………………………. i =1
1
(2.4)
Disini semua eigen value bernilai nol, kecuali satu yang tidak nol, yaitu eigen value maksimum. Kemudian jika penilaian yang dilakukan konsisten, akan diperoleh eigen value maksimum dari A yang bernilai n. Untuk mendapatkan W, maka dapat
73
dilakukan dengan mensubstitusikan harga eigen value maksimum pada persamaan :
λ
AW =
maks
.W
…………………….
(2.5)
selanjutnya persamaan (2.2) dapat diubah menjadi :
[A − λ
maks
]
.I W = 0
……………
(2.6)
untuk memperoleh harga nol, maka yang perlu diset adalah :
A−
λ
maks
I =0
Dengan memasukkan harga
………………………
λ
maks
(2.7)
kedalam persamaan (2.6) dan
ditambah dengan persamaan : n
∑ W i =1
2 i
=1
maka akan diperoleh bobot masing-masing elemen operasi ( Wi dengan i = 1, 2, …, n) yang merupakan eigen vaktor yang bersesuai dengan eigen value maksimum.
2.6.8.
Pendekatan Perhitungan Bobot Prioritas Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam pengujian
konsistensi matriks perbandingan adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut : A.
Jumlah kolom matriks perbandingan berpasangan Tabel 2.5 Matriks Perbandingan Tujuan
A1
A2
A3
74
A1 A2 A3 Jumlah B.
1 2 4 7 Matiks
1/2 1 2 3.5
1/4 1/2 1 1.75
perbandingan
dengan
bobot
hasil
normalisasi 1.
Bagilah nilai setiap set dengan jumlah kolom yang bersesuaian.
2.
Hitung jumlah nilai elemen baris = penjumlahan nilai setiap sel pada baris yang bersesuaian.
Tabel 2.6 Matriks Perbandingan dengan Bobot Normalisasi Tujuan Sub 1 Sub 2 Sub 3
Sub 1 1/7 2/7 4/7
Sub 2 1/11 2/11 8/11
Sub 3 1/6 1/6 4/6
Jumlah 0.40 0.63 1.97
Bobot 0.13 0.21 0.66
2.6.9. Pengujian Konsistensi Matriks Perbandingan
75
Hubungan preferensi yang dikenakan antara dua elemen tidak mempunyai masalah konsistensi relasi. Bila elemen A adalah dua kali lebih penting dari elemen B, maka elemen B adalah ½ kali pentingnya dari elemen A. tetapi konsistensi seperti itu tidak selalu berlaku terdapat banyak elemen yang harus dibandingkan. Karena keterbatasan kemampuan numerik manusia maka prioritas yang diberikan untuk sekumpulan elemen tidaklah selalu konsisten secara logis. Misalkan A adalah 7 kali lebih penting dari pada D, B adalah 5 kali lebih penting dari A. hal ini berkaitan dengan sifat penerapan AHP itu sendiri, yaitu bahwa penilaian dalam AHP dilakukan berdasarkan pengalaman dan pemahaman yang bersifat kualitatif dan subjektif sehingga secara numerik, terdapat kemungkinan suatu rangkaian penilaian untuk menyimpang dari konsistensi logis. Dalam prakteknya, konsistensi seperti diatas tidak mungkin didapat. Nilai aij akan menyimpang dari rasio Wi / Wj dan dengan demikian persamaan Wi / Wj = aij tidak akan terpenuhi pada matriks konsistensi, secara praktis
λ
maks
= n . Sedangkan pada matriks tak
konsisten setiap variasi dari aij akan membawa perubahan pada nilai
λ
maks
Deviasi
λ
dari
maks
n
merupakan
suatu
parameter
Consistency Index (CI) sebagai berikut :
CI =
λ
dimana :
maks −
n −1
λ
maks
n
…………………….. = eigen value maksimum
(2.8)
76
n
λ
maks
=
= ukuran matriks
∑kolom hasil bagi dari perkalian matriks C dengan bobot prioritas n
(2.9)
Nilai CI tidak akan berarti bila terdapat patokan untuk menyatakan apakah CI menunjukan suatu matriks yang konsisten. Saaty memberikan patokan dengan melakukan perbandingan random 500 buah sample. Saaty (1993) berpendapat bahwa suatu matriks yang dihasilkan dari perbandingan yang dilakukan secara acak merupakan matriks yang mutlak tidak konsisten. Dari matriks random
tersebut
dengan
Random
Index
(RI).
Dengan
membandingkan CI dan RI maka didapatkan patokan untuk menentukantingkat konsistensi suatu matriks, yang disebut dengan Consistency Ratio (CR), dengan formula :
CR =
CI RI
…………………………………
(2.10)
Saaty menerapkan bahwa suatu matriks perbandingan adalah konsisten bila nilai CR tidak lebih dari 0.10. Dari 500 buah sample matriks acak dengan skala perbandingan 1 – 9 untuk beberapa orde matriks, Thomas L. Saaty mendapatkan nilai rata-rata RI yang dapat dilihat pada tabel 2.7 sebagai berikut : Tabel 2.7 Nilai Random Indeks Orde Matriks 1 2
Nilai RI 0.00 0.00
77
3 0.58 4 0.90 5 1.12 6 1.24 7 1.32 8 1.41 9 1.45 10 1.49 11 1.51 12 1.48 13 1.56 14 1.57 15 1.59 (Sumber : menurut Saaty dalam Kadarsah, Sistem Pendukung Keputusan, 2000 : hal 138)
2.6.10.
Pengujian Konsistensi Hirarki Pengujian diatas dilakukan untuk matriks perbandingan
yang didapatkan dari partisipan pengujian harus dilakukan pula untuk hirarki. Prinsipnya adalah dengan mengalikan semua nilai Consistency Index (CI) dengan bobot suatu kriteria yang emnjadi acuan pada suatu matriks perbandingan berpasangan, dan kemudian menjumlahkannya. Jumlah tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai yang didapat dengan cara sama tetapi untuk suatu matriks random. Hasil akhirnya berupa suatu parameter yang disebut dengan Consistency Ratio of Hierarchy (CRH), dengan formula sebagai berikut : CRH = CIH/RIH …………………………….. Dimana :
(2.11)
78
CIH
: Consistency Index of Hierarchy
RIH
: Random Index of Hierarchy
Secara rinci, prosedur perhitungan dapat diuraikan dalam langkah-langkah berikut : 1.
Perbandingan antara kriteria/alternatif yang dilakukan untuk seluruh hirarki akan menghasilkan beberapa matriks perbandingan berpasangan, setiap matriks akan mempunyai beberapa hal berikut : a)
Satu kriteria yang menjadi acuan perbandingan antara kriteria pada tingkat hirarki dibawahnya.
b) Nilai bobot untuk kriteria acuan tersebut, relatif terhadap kriteria di tingkat lebih tinggi. c)
Nilai Consistency Index (CI) untuk matriks perbandingan berpasangan tersebut.
d) Nilai
Random
Index
(RI)
untuk
matriks
perbandingan berpasangan tersebut. 2.
Untuk setiap matriks perbandingan, kalikan nilai CI dengan bobot kriteria acuan. Jumlahkan semua hasil perkalian tersebut, maka didapatkan Consistency Index of Hierarchy (CIH).
3.
untuk setiap matriks perbandingan, kalikan RI dengan bobot acuan. Jumlahkan hasil perkalian tersebut, maka didapatkan Random Index of Hierarchy (RIH).
4.
nilai CRH didapatkan dengan membagi CIH dengan RIH. Sama halnya dengan konsistensi matriks perbandingan
79
berpasangan, suatu hirarki tersebut konsisten bila nilai CRH tidaklebih dari 0.10.