BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Seksio Sesarea
2.1.1 Definisi Seksio Sesarea Seksio sesarea adalah suatu pembedahan untuk melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus ibu (Oxorn dan Forte, 2010).
2.1.2 Sejarah Seksio Sesarea Menurut Cunnigham, et al. (2013), asal istilah sesarea (caesar) masih belum jelas. Namun, ada tiga penjelasan yang telah dikemukakan mengenai hal ini yaitu: 1. Caesar diambil dari nama pemimpin militer dan politik yaitu Julius Caesar. Menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan dengan cara ini. Namun, ibu Julius Caesar hidup selama bertahun-tahun setelah kelahirannya yaitu pada tahun 100 SM hingga akhir abad ke-17 dan operasi itu hampir selalu berakibat fatal.
2. Penjelasan yang menyatakan bahwa nama operasi ini berasal dari hukum Romawi yang dibuat oleh Numa Pompilius (abad ke-8 SM). Ia memerintahkan agar prosedur ini dilakukan pada wanita yang sekarat pada beberapa minggu terakhir kehamilan dengan harapan bayinya dapat diselamatkan. Penjelasan ini menyatakan bahwa lex regia (hukum atau peraturan kaisar saat pertama kali disebut) berubah menjadi lex caesar, lalu dikenal sebagai operasi caesar. Istilah Jerman Kaisersschnitt (sayatan kaisar) mencerminkan asal istilah ini.
3. Kata caesar berasal dari bahasa Latin pada abad pertengahan yaitu caedere yang artinya “memotong”. Penjelasan inilah yang tampak paling masuk akal, tetapi kapan pertama kalinya istilah ini dipakai untuk operasi masih belum jelas. Karena “seksio” berasal dari bahasa Latin yaitu seco
Universitas Sumatera Utara
yang juga berarti memotong, istilah seksio sesarea tampaknya merupakan pengulangan tanpa menambah kejelasan.
Seksio sesarea profesional yang pertama dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1827. Sebelum tahun 1800, seksio sesarea jarang dilakukan dan biasanya berakibat fatal. Pada tahun 1877, terdapat 33 kematian ibu dari 35 pembedahan sesarea yang dilakukan di London dan Edinburgh (Oxorn dan Forte, 2010).
2.1.3 Tipe-Tipe Seksio Sesarea Menurut Oxorn dan Forte (2010), ada beberapa tipe seksio sesarea yaitu: 1. Seksio Sesarea Abdominalis (Insisi Abdominal) Pemilihan insisi abdominal pada seksio sesarea didasarkan pada tipe inisisi uterus yang direncanakan dan perlu atau tidaknya jalan masuk ke perut bagian atas. Seksio sesarea segmen bawah rahim terdiri dari insisi melintang dan insisi membujur (inisisi Pfannenstiel) pada abdomen (Benson dan Pernoll, 2009). Insisi abdominal terdiri dari: a. Insisi Abdominal Melintang Cara ini memungkinkan persalinan seksio sesarea yang aman, sehingga insisi tipe ini merupakan prosedur pilihan. Abdomen dibuka dan uterus disingkapkan. Setelah memasuki peritoneum, letak lipatan peritoneum vesicouterina ditentukan,
lalu
diinsisi
melintang.
Lipatan
ini
dilepaskan dari segmen bawah dan bersama-sama dengan kandung kemih didorong ke bawah, kemudian ditarik agar tidak menutupi lapangan pandang. Pada segmen bawah uterus, dibuat insisi melintang yang kecil. Selanjutnya, luka inisisi ini dilebarkan ke samping dengan menggunakan jari-jari tangan dan berhenti di dekat daerah pembuluhpembuluh darah uterus. Kepala janin diekstraksi atau didorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya, kemudian plasenta dan selaput ketuban. Lalu, insisi melintang tersebut ditutup dengan jahitan catgut
Universitas Sumatera Utara
bersambung satu lapis atau dua lapis. Kemudian, lipatan vesicouterina dijahit kembali pada dinding uterus dan dinding abdomen ditutup lapis demi lapis (Oxorn dan Forte, 2010).
Insisi melintang ini memberikan hasil kosmetik yang lebih baik dan pasien dapat mengenakan pakaian renang bikini tanpa terlihat luka parut. Selain itu, penyembuhan lebih cepat, insisi tidak terlalu sakit, dan risiko pembentukan hernia lebih kecil (Benson dan Pernoll, 2009).
b. Insisi Abdominal Membujur Inisisi dilakukan setinggi selubung rektus anterior yang dibebaskan dari lemak subkutan untuk memperlihatkan fascia selebar 2 cm di linea mediana dengan menggunakan skalpel. Teknik lainnya yaitu dengan membuat luka kecil, kemudian menginsisi lapisan fascia dengan gunting. Insisi harus cukup panjang supaya bayi dapat dilahirkan dengan mudah. Oleh sebab itu, panjang insisi harus sesuai dengan perkiraan ukuran janin (Cunningham, et al., 2013).
Keuntungan dari inisisi ini adalah lebih cepat dilakukan dibandingkan dengan insisi melintang dan merupakan jalan masuk yang lebih baik ke perut bagian atas (Benson dan Pernoll, 2009).
2. Seksio Sesarea Klasik Seksio sesarea klasik merupakan tindakan yang paling sederhana. Indikasi seksio sesarea klasik adalah plasenta previa, letak janin melintang, dan jika persalinan cepat sangat penting (Benson dan Pernoll, 2009). Insisi dilakukan secara longitudinal di garis tengah dengan menggunakan skalpel ke dalam dinding anterior uterus, lalu dilebarkan ke atas dan ke bawah dengan gunting berujung tumpul. Bayi sering dilahirkan dengan bokong terlebih dahulu sehingga diperlukan luka insisi yang lebar. Janin dan plasenta dikeluarkan, lalu uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada
Universitas Sumatera Utara
masa modern ini, seksio sesarea klasik sudah hampir tidak dilakukan lagi (Oxorn dan Forte, 2010).
3. Seksio Sesarea Ekstraperitoneal Seksio sesarea ekstraperitoneal dilakukan untuk menghindari histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas. Ada 3 metode dalam seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu metode Waters, Latzko, dan Norton. Namun, tekniknya relatif sulit sehingga dapat masuk ke dalam cavum peritoneal
dan
dapat
menyebabkan
peningkatan
insiden
cedera
vesicourinaria. Sekarang, tindakan ini sudah jarang digunakan karena tersedianya darah, antibiotik, penurunan insiden kasus terlantar, dan perawatan prenatal yang lebih baik. Walaupun demikian, metode ini tidak boleh dibuang karena dapat digunakan sebagai cadangan bagi kasus-kasus tertentu (Oxorn dan Forte, 2010).
4. Histerektomi Sesarea Histerektomi sesarea merupakan seksio sesarea yang dilanjutkan dengan pengeluaran uterus. Secara teknis, histerektomi sesarea sama seperti histerektomi lainnya, kecuali dalam hal ukuran uterus dan kerapuhan jaringan/pembuluh darah yang luar biasa. Indikasi histerektomi sesarea adalah kegagalan mengendalikan perdarahan (misalnya: akibat atoni yang tidak terkendali, plasenta previa), ruptur uteri, plasenta akreta, infeksi masif uterus yang melibatkan nekrosis jaringan, dan tumor uterus atau serviks (misalnya:
leiomioma uteri, karsinoma serviks in situ).
Histerektomi subtotal (misalnya: meninggalkan serviks) dilakukan untuk kasus-kasus yang mengancam keselamatan pasien akibat lamanya operasi (biasanya perdarahan) dan risiko histerektomi total. Dengan kata lain, tujuan histerektomi subtotal adalah menyelesaikannya secepat mungkin (Benson dan Pernoll, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Purwoastuti dan Walyani (2015), seksio sesarea dibagi menjadi elektif dan darurat. 1. Seksio sesarea elektif Seksio sesarea telah direncanakan jauh hari sebelum jadwal melahirkan dengan mempertimbangkan keselamatan ibu maupun janin.
2. Seksio sesarea darurat Seksio sesarea darurat dilakukan ketika proses persalinan telah berlangsung. Hal ini terpaksa dilakukan karena ada masalah pada ibu maupun janin. Menurut Benson dan Pernoll (2009), ada beberapa faktor risiko terjadinya seksio sesarea daruratyaitu bagian terbawah janin letaknya sangat rendah atau sangat tinggi, tidak ada tanda-tanda persalinan atau persalinan sangat lama, umur kehamilan muda, pecah selaput ketuban pada saat persalinan, riwayat seksio sesarea, dan keterampilan operator.
2.1.4 Penyebab Peningkatan Angka Seksio Sesarea Menurut Maryunani (2014), ada beberapa hal yang dapat menyebabkan meningkatnya angka seksio sesarea, yaitu: a) Umur ibu hamil yang melahirkan lebih tua Frekuensi seksio sesarea meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu. Dalam dua dekade terakhir, angka persalinan nulipara meningkat lebih dari dua kali lipat untuk wanita berusia 30-39 tahun dan menigkat 50% pada wanita berusia 40-44 tahun.
b) Pemantauan denyut jantung janin dengan alat elektronik yang kontinu dan rutin dipakai Walaupun seksio sesarea terutama dilakukan dengan indikasi gawat janin dan jumlah kasus gawat janin hanya sedikit, namun kekhawatiran akan rekaman frekuensi denyut jantung janin yang abnormal mendorong dilakukannya seksio sesarea.
Universitas Sumatera Utara
c) Umumnya, presentasi bokong dilahirkan dengan seksio sesarea Saat ini, sebagian besar janin dengan presentasi bokong dilahirkan secara seksio sesarea (Cunningham, et al., 2013).
d) Persalinan pervaginam midpelvik jarang dilakukan
e) Upaya untuk menurunkan tuntutan hukum (malpraktik) Adanya anggapan bahwa akan terjadi kelainan neurologis atau serebral palsy pada neonatus jika seksio sesarea tidak dilakukan. Ini menimbulkan kekhawatiran akan tuntutan malpraktik. Namun sebenarnya, bukti yang menunjukkan adanya keterkaitan antara seksio sesarea dengan penurunan masalah neurologis anak sangatlah kurang.
f) Faktor sosial ekonomi dan demografik Seksio sesarea lebih sering terjadi pada ibu dengan golongan ekonomi menengah ke atas dan yang memiliki asuransi jiwa.
g) Menurut Sofian (2013), penyebab lain meningkatnya angka seksio sesarea adalah
indikasi
seksio
sesarea
semakin
luas
dan
risiko
morbiditas/mortalitas semakin kecil. Hal ini disebabkan karena teknik seksio sesarea semakin maju, kemampuan memberikan anestesi yang lebih mantap dan terampil, ampuhnya antibiotik dan kemoterapi.
2.1.5 Indikasi Seksio Sesarea Seksio sesarea dilakukan jika persalinan pervaginam mengandung risiko yang lebih besar bagi ibu atau janin. Indikasi ini dapat bersifat mutlak atau relatif (Benson dan Pernoll, 2009). Yang termasuk indikasi mutlak adalah setiap keadaan yang membuat kelahiran melalui jalan lahir tidak dapat terlaksana, seperti kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Sedangkan pada indikasi relatif, kelahiran melalui vagina bisa terlaksana,
Universitas Sumatera Utara
tetapi ada keadaan tertentu yang menyebabkan kelahiran melalui seksio sesarea akan lebih aman, baik bagi ibu, anak, ataupun keduanya (Oxorn dan Forte, 2010). Indikasi seksio sesarea terbagi dua, yaitu indikasi medis dan indikasi nonmedis. 1. Indikasi Medis Indikasi medis seksio sesarea didasarkan pada tiga faktor, yaitu faktor ibu, uteroplasenta, dan faktor janin (Norwitz dan Schorge, 2007).
Tabel 2.1. Indikasi Medis Seksio Sesarea INDIKASI MEDIS SEKSIO SESAREA FAKTOR Ibu
Absolut • Induksi persalinan yang gagal • Proses persalinan tidak maju (distosia persalinan)
Relatif • Seksio sesarea elektif • Penyakit ibu (preeklampsia berat, penyakit jantung, diabetes, kanker serviks)
• Disproporsi sefalopelvik Uteroplasenta
• Bedah uterus sebelumnya (sesarea klasik)
• Riwayat bedah uterus sebelumnya (miomektomi
• Riwayat ruptur uterus
dengan ketebalan penuh)
• Obstruksi jalan lahir
• Presentasi funik (tali pusat)
(fibroid)
pada saat persalinan
• Plasenta previa, abruptio plasenta berukuran besar Janin
• Gawat janin/hasil
• Malpresentasi janin
pemeriksaan janin yang
(sungsang), presentasi alis,
tidak meyakinkan
presentasi gabungan)
• Prolaps tali pusat
• Makrosomia
• Malpresentasi janin (posisi
• Kelainan janin
melintang)
(hidrosefalus)
Sumber : Norwitz dan Schorge, 2007
Universitas Sumatera Utara
a) Seksio Sesarea Sebelumnya (Oxorn dan Forte, 2010) Pada sebagian besar negara, ada kebiasaan yang dipraktikkan akhirakhir ini yaitu setelah prosedur pembedahan sesarea dikerjakan, maka semua kehamilan yang datang harus diakhiri dengan cara yang sama. Menurut Achadiat (2004), semua kehamilan dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya harus diusahakan untuk dilahirkan pervaginam. Namun, pasien dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya memiliki risiko ruptur uteri dan gawat janin sampai dengan kematian janin intrauteri.Oleh sebab itu, apabila syarat untuk persalinan pervaginam tidak terpenuhi, dapat segera dilakukan seksio sesarea kembali.Pasien dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya harus melahirkan di suatu rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki kemampuan untuk melakukan seksio sesarea kembali secepatnya.Selain itu, menurut Cunningham, et al.(2013), seksio sesarea berulang elektif lebih dipilih oleh banyak wanita karena kenyamanan pada persalinan yang direncanakan dan juga karena ketakutan akan persalinan yang lama dan mungkin berbahaya.
b) Persalinan Macet (Purwoastuti dan Walyani, 2015) Ini dapat terjadi pada fase pertama (fase litatasi) atau fase kedua (ketika mengejan). Persalinan macet merupakan penyebab tersering seksio sesarea. Beberapa alasan yang dijadikan pertimbangan ialah kontraksi tidak lagi efektif, janin terlalu besar sementara jalan lahir ibu sempit, dan posisi kepala janin yang tidak memungkinkan dilakukan penarikan dengan vakum maupun forsep.
c) Prolaps Tali Pusat (Purwoastuti dan Walyani, 2015) Yaitu jika tali pusat keluar melalui mulut rahim, bisa terjepit sehingga suplai darah dan oksigen ke janin berkurang. Keadaan ini berbahaya jika janin dilahirkan secara normal melalui vagina, sehingga perlu tindakan seksio sesarea segera.
Universitas Sumatera Utara
d) Gawat Janin (Purwoastuti dan Walyani, 2015) Yaitu jika denyut jantung janin menurun sampai 70 kali per menit, maka harus segera dilakukan seksio sesarea. Normalnya denyut jantung janin adalah 120/160 kali per menit.
e) Janin dengan Presentasi Bokong (Oxorn dan Forte, 2010) Sekitar sepertiga dari presentasi bokong harus dilahirkan melalui abdomen. Bukan saja akibat langsung kelahiran vaginal terhadap janin lebih buruk pada presentasi bokong dibanding pada presentasi kepala, tetapi juga terbukti adanya pengaruh jangka panjang sekalipun kelahiran tersebut tanpa abnormalitas. Menurut Leveno, et al. (2009), janin dengan presentasi bokong berisiko lebih besar mengalami prolaps tali pusat dan terjepitnya kepala jika dilahirkan pervaginam dibandingkan janin dengan presentasi kepala. Oleh karena itu, presentasi bokong sering menjadi indikasi untuk dilakukan sesar.
f) Kehamilan Kembar (Purwoastuti dan Walyani, 2015) Perlu dipikirkan untuk melakukan seksio sesarea pada kasus janin pertama/terbawah selain presentasi kepala. Pada kasus kehamilan kembar dengan janin hanya memiliki satu kantong ketuban, risiko untuk saling mengait/menyangkut satu sama lain terjadi lebih tinggi sehingga perlu dilakukan seksio sesarea terencana.
g) Plasenta Previa (Purwoastuti dan Walyani, 2015) Artinya plasenta terletak di bawah dan menutupi mulut rahim. Plasenta terdiri dari banyak pembuluh darah dan lokasi plasenta yang menutupi jalan lahir sangat rawan dengan terjadinya perdarahan yang dapat mengancam nyawa janin dan ibu. Seksio sesarea untuk plasenta previa sentralis dan lateralis telah menurunkan mortalitas fetal dan maternal (Oxorn dan Forte, 2010).
Universitas Sumatera Utara
h) Masalah Kesehatan Ibu (Purwoastuti dan Walyani, 2015) Di antaranya: preeklampsia, diabetes, herpes,penderita HIV/AIDS, penyakit jantung, penyakit paru kronik, tumor rahim (mioma) yang ukurannya besar atau menutupi jalan lahir, kista yang menghalangi turunnya janin, serta berbagai keadaan lain merupakan hal-hal yang menyebabkan seksio sesarea lebih diutamakan.
i) Masalah Kesehatan Janin (Purwoastuti dan Walyani, 2015) Misalnya pada janin dengan oligohidramnion (cairan ketuban sedikit) atau janin dengan gangguan perkembangan.
2. Indikasi Nonmedis Menurut Maryunani (2014), indikasi nonmedis seksio sesarea adalah permintaan pasien (walaupun tidak ada masalah atau kesulitan dalam persalinan normal). Menurut National Institute of Health (2006) dalam Qin, et al. (2012), angka seksio sesarea yang dilakukan atas permintaan ibu di Cina bagian Tenggara pada tahun 2003 adalah 22%. Padahal, angka seksio sesarea atas permintaan ibu secara global hanyalah sekitar 418%.Ini menandakan bahwa kejadian seksio sesarea atas indikasi permintaan ibu tinggi di Cina.
Menurut Maryunani (2014), permintaan pasien didukung oleh adanya mitos-mitos yang berkembang di masyarakat yaitu: 1. Anak yang dilahirkan pada tanggal dan jam sekian akan memperoleh rezeki dan kehidupan yang baik. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya penduduk di kota-kota besar yang mengaitkan waktu kelahiran dengan penguntungan nasib anak.
2. Ibu takut mengalami kerusakan jalan lahir (vagina) pada persalinan normal. Padahal, penelitian membuktikan bahwa mitos tersebut tidak benar karena penyembuhan luka di daerah vagina hampir sempurna.
Universitas Sumatera Utara
3. Anggapan bahwa bayi yang dilahirkan dengan seksio sesarea menjadi lebih pandai karena kepalanya tidak terjepit di jalan lahir. Padahal, sebenarnya tidak ada perbedaan kecerdasan bayi yang dilahirkan secara seksio sesarea dengan pervaginam.
Selain itu, seksio sesarea dipilih karena kekhawatiran atau kecemasan menghadapi rasa sakit pada persalinan normal (Maryunani (2014).
Seksio sesarea akan meningkat “atas dasar permintaan istri” untuk kepentingan keharmonisan keluarga. Permintaan itu seyogyanya dipenuhi oleh karena merupakan “hak azazi manusia-keluarga”. Tindakan seksio sesarea tersebut dilakukan dengan insisi Pfannelstiel demi kepentingan kosmetik (Manuaba, dkk., 2007).
2.1.6 Kontraindikasi Seksio Sesarea Menurut Benson dan Pernoll (2009), ada beberapa kontraindikasi seksio sesarea, yaitu infeksi piogenik dinding perut, janin abnormal yang tidak dapat hidup, janin mati (kecuali untuk menyelamatkan nyawa ibu), dan kurangnya fasilitas, perlengkapan, atau tenaga yang sesuai.
2.1.7 Komplikasi Seksio Sesarea Menurut Sofian (2013), ada beberapa komplikasi yang terjadi pada ibu, yaitu: 1. Perdarahan Perdarahan bisa terjadi karena banyak pembuluh darah yang terputus atau terbuka, atonia uteri, dan perdarahan yang terjadi pada placental bed. Kemungkinan pasien akan membutuhkan tranfusi darah.
Universitas Sumatera Utara
2. Infeksi puerperal (nifas) Infeksi puerpural terbagi menjadi 3 tingkat, yaitu: a. Ringan Terjadi kenaikan suhu dalam beberapa hari saja. b. Sedang Terjadi kenaikan suhu yang lebih tinggi. Selain itu, terjadi dehidrasi dan perut menjadi sedikit kembung. c. Berat Terjadi peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik. Ini sering terjadi pada partus terlantar. Sebelum infeksi berat ini muncul, telah terjadi infeksi intrapartum yang disebabkan oleh ketuban yang sudah pecah terlalu lama. Infeksi puerperal ini dapat ditangani dengan pemberian cairan, elektrolit, dan antibiotik yang adekuat dan tepat (misalnya profilaksis selama 24 jam).
3. Cedera pada organ di dekat uterus (usus, kandung kemih, ureter, pembuluh darah) Cedera kandung kemih dapat segera diketahui. Namun, cedera ureter sering terlambat diketahui. Infeksi uterus relatif sering terjadi setelah seksio sesarea (Cunningham, et al., 2013).
4. Kemungkinan akan terjadi ruptur uterus spontan pada kehamilan berikutnya Wanita dengan riwayat seksio sesarea mengalami kejadian ruptur uterus yang lebih tinggi pada kehamilan berikutnya daripada wanita dengan riwayat persalinan pervaginam. Namun, risiko ruptur uterus tergolong rendah (Cunningham, et al., 2013).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Molika (2015), ada beberapa komplikasi seksio sesarea yang dapat terjadi pada bayi yaitu: 1. Komplikasi respiratorik Bayi yang lahir melalui seksio sesarea cenderung membuat napasnya cepat dan tidak teratur karena bayi tidak mengalami tekanan saat lahir seperti bayi yang lahir normal, sehingga cairan paru-parunya tidak bisa keluar. Masalah pernapasan ini dapat terjadi sampai beberapa hari setelah lahir. Menurut Oxorn dan Forte (2010), insiden komplikasi respiratorik lebih tinggi pada bayi prematur yang dilahirkan dengan seksio sesarea. Contoh komplikasi respiratorik adalah atelektasis, hyaline membrane disease, dan respiratory distress syndrome.
2. Risiko tersayatnya bayi Hal ini disebabkan karena habisnya air ketuban sehingga membuat volume ruang dalam rahim menyusut dan ruang gerak bayi akan berkurang serta lebih mudah terjangkau pisau bedah. Selain itu, semburan darah saat operasi membuat bayi sulit terlihat.
3. APGAR yang rendah Angka APGAR adalah angka yang mencerminkan kondisi umum bayi pada menit pertama dan menit kelima.Yang menyebabkan angka APGAR rendah adalah efek anestesi dan seksio sesarea, kondisi bayi yang stress menjelang kelahiran, dan bayi yang tidak distimulasi sebagaimana bayi yang lahir normal.
4. Risiko kelahiran prematur Seringkali sulit untuk menghitung umur bayi yang sebenarnya. Bila ternyata bayi masih berumur di bawah 36 minggu (kelahiran prematur), maka akan ada risiko seperti masalah pernapasan, suhu tubuh, dan pencernaan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Benson dan Pernoll (2009), komplikasi pembedahan selama seksio sesarea terdiri dari komplikasi mayor (80%) dan komplikasi minor (20%). a. Komplikasi mayor Yang termasuk komplikasi mayor yaitu trauma pada kandung kemih, laserasi sampai serviks atau vagina, laserasi korpus uterus, laserasi melalui ismus ke ligamentum latum, laserasi pada kedua arteri uterina, trauma usus, dan trauma pada bayi dengan sekuele. Kejadian komplikasi ini lebih tinggi pada kasus-kasus darurat (19%) dibandingkan kasus-kasus elektif (4,2%).
b. Komplikasi minor Yang termasuk komplikasi minor yaitu tranfusi darah, trauma pada bayi tanpa sekuele, laserasi minor pada ismus, dan kesulitan melahirkan bayi.
Hampir separuh dari pasien-pasien yang menjalani seksio sesarea mengalami komplikasi operasi dan pascaoperasi, sebagian diantaranya bersifat serius dan bisa menyebabkan kematian. Morbiditas standar bagi seksio sesarea adalah sekitar 20% (Oxorn dan Forte, 2010).
2.1.8 Lama Perawatan Lama perawatan pasien yang melakukan persalinan pervaginam adalah 3-4 hari, sedangkan pada seksio sesarea adalah 4-5 hari (tergantung keadaan setelah pembedahan). Masa pemulihan untuk persalinan pervaginam adalah sekitar 42 hari, sedangkan pada seksio sesarea adalah 3-4 bulan (Achadiat, 2004). Namun, menurut American Academy of Pediatrics dan American College of Obstetricians and Gynecologists (2007) dalam Cunningham, et al. (2013), aturan untuk lama perawatan pasien di rumah sakit adalah sampai 24 jam setelah persalinan pervaginam tanpa komplikasi dan sampai 96 jam pada seksio sesarea tanpa komplikasi. Tetapi menurut Strong, et al. (1993) dalam Cunningham, et al.
Universitas Sumatera Utara
(2013), pemulangan pada hari ke-2 pascapartum boleh dilakukan pada wanita tertentu yang memiliki motivasi tinggi.
2.1.9 Prognosis Dulu, angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Namun, berkat kemajuan yang pesat dalam teknik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi, dan juga antibiotik, maka angka ini pun menjadi sangat menurun. Di rumah sakit yang memiliki fasilitas operasi baik dan tenaga-tenaga yang cekatan, angka kematian ibu tidak tinggi yaitu kurang dari 2 per 1000 (Sofian, 2013). Risiko morbiditas dan mortalitas ini tentu saja berhubungan dengan komplikasi dan faktor-faktor yang memerlukan tindakan, seperti komplikasi anestesi memberi sumbangan 10% dari seluruh kematian ibu. Karena itu, anestesi tetap merupakan penyebab kelima atau keenam kematian ibu (Benson dan Pernoll, 2009). Menurut Villar, et al. (2007) dalam Cunningham, et al. (2013), angka morbiditas ibu menjadi dua kali lipat pada persalinan seksio sesarea daripada pervaginam. Selain itu, persalinan seksio sesarea darurat menyebabkan risiko kematian ibu hampir sembilan kali lipat daripada persalinan pervaginam dan persalinan seksio sesarea elektif menyebabkan risiko hampir tiga kali lipat (Cunningham, et al., 2013). Pada persalinan dengan cara seksio sesarea, nasib janin sangat bergantung pada keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara-negara yang menjalankan pengawasan antenatal yang baik dan memiliki fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4-7% (Sofian, 2013). Meskipun mortalitas janin pada seksio sesarea terus menurun, namun angkanya masih dua kali lipat dari angka mortalitas pada persalinan pervaginam (Oxorn dan Forte, 2010).
Universitas Sumatera Utara