BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perkerasan Lentur Perkerasan lentur adalah struktur perkerasan yang sangat banyak digunakan dibandingkan dengan struktur perkerasan kaku. Struktur perkerasan lentur dikonstruksikan baik untuk konstruksi jalan. Di indonesia, lebih banyak tenaga pelaksana yang ahli dalam pembuatan konstruksi perkerasan lentur dibandingkan perkerasan kaku. Agar struktur struktur perkerasan lentur ini berfungsi dengan baik, maka selain perkerasan harus terpelihara dengan baik, bahu jalan dan saluran samping juga harus terpelihara. Semua bahan yang digunakan harus tahan lama. Agar struktur perkerasan ini berfungsi untuk waktu yang lama. Lapis permukaan dari struktur perkerasan ini merupakan campuran agregat yang bergradasi rapat dan aspal, atau disebut juga campuran beraspal. Kedua bahan ini dicampur dalam keadaan panas (sehingga dikenal dengan nama hot mix, dihamparkan serta dipadatkan dalam keadaan panas). Lapis permukaan ini harus kedap air, permukaan rata namun kasar. Perkerasan lentur terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu: lapis permukaan (surface course), lapis pondasi atas (base course), dan lapis pondasi bawah (subbase course). Ketebalan ketiga lapisan ini yang menjadi kekuatan dari perkerasan lentur.
5
6
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
2.2
Material 2.2.1 Aspal Pengikat (binder) adalah suatu deskripsi untuk adhesif atau lem yang digunakan dalam perkerasan lentur. Pengikat atau lem cair dapat didefinisikan sebagai pengikat ter dan aspal. Aspal merupakan material hasil penyaringan minyak mentah dan merupakan hasil dari industri perminyakan. Aspal digunakan untuk perekat, berwarna coklat gelap sampai hitam. Jika dipanaskan pada suhu tertentu maka aspal akan cair sedangkan pada suhu ruang bentuk aspal akan berbentuk padat. Sebelum digunakan, maka aspal perlu menjalani beberapa pengujian yang akan menyatakan bahwa aspal tersebut layak untuk digunakan. Pengujian tersebut diantaranya: pemeriksaan titik lembek aspal dan pemeriksaan penetrasi aspal. Aspal yang gunakan ialah aspal penetrasi 70. Suhu campuran aspal yang digunakan dalam studi ini ialah 140°-150°C.
7
Gambar 2.2 Aspal ACWC Penetrasi 70
2.2.2 Agregat Agregat merupakan batuan yang menjadi komponen utama dari lapisan perkerasan jalan. Kekuatan suatu perkerasan jalan ditentukan juga oleh sifat dan bentuk dari agregat yang menyusunnya. Agregat yang bisa digunakan pada perkerasan jalan ada yang diperoleh langsung dari alam maupun dari hasil pengolahan oleh mesin. Adapun sifat-sifat yang penting dari agregat yang dapat mempengaruhi kinerja perkerasan aspal adalah: •
Gradasi dan bentuk butiran.
•
Kekerasan.
•
Keawetan (durability).
•
Tekstur permukaan.
•
Kebersihan.
•
Penyerapan.
8 •
Adhesi.
•
Tahanan gelincir / kekesatan. Untuk dapat memulai mix desain maka diperlukan komposisi agregat
baik kasar dan halus. Agar dapat membedakan antara agregat kasar dan agregat halus, maka perlu dilakukan pemeriksaan gradasi dengan menggunakan metode Sieve Analysis.
Gambar 2.3 Agregat yang Digunakan Berasal dari Sudamanik, Bogor
2.2.3 Bahan Tambahan 2.2.3.1 Fly Ash Batubara Batubara merupakan hasil tambang, karena batubara terletak pada kedalaman 10-80 m. Di atas lapisan batubara terdapat lapisan penutup yang terdiri dari lapisan batu lempung, batu lanau, dan batu pasir. Proses penambangan batubara dilakukan dengan sistem open pit, yaitu dengan
9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan penambangan batubara dengan sistem open pit: •
Menetukan lokasi titik penggalian.
•
Pembersihan daerah kerja.
•
Pembongkaran lapisan penutup dengan cara diledakkan, dikeruk, lalu ditimbun ditempat lain.
•
Lapisan batubara dikeruk dan diangkut.
Gambar 2.4 Pengerukan dan Pengangkutan Batubara Fly ash adalah partikel halus yang merupakan endapan dari tumpukan bubuk hasil pembakaran batubara yang dikumpulkan dengan alat Elektrostatik Presipirator. Fly ash dapat digunakan sebagai mineral filler karena ukuran partikelnya yang sangat kecil sehingga dapat berfungsi sebagai pengisi rongga dan sebagai pengikat aspal beton. Agar dapat digunakan sebagai bahan tambahan, fly ash harus dalam keadaan kering dan bebas dari berbagai macam bahan yang mengganggu. Karakteristik fly ash:
10 •
Jumlah persentase yang lolos dari saringan No. 200 (0,074 mm) berkisar antara 60 % sampai 90 %. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel fly ash yang sangat halus.
•
Warna dari fly ash bervariasi dari abu-abu sampai hitam tergantung dari jumlah kandungan karbonnya, semakin terang warnanya semakin rendah kandungan karbonnya.
•
Fly ash bersifat tahan air (hydrophobic).
•
Komponen utama dari fly ash adalah silicon (Si), alumunium (Al), besi (Fe) dan kalsium (Ca) dengan variasi kandungan karbon.
Fly ash dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kelas F dan kelas C. Fly ash yang digunakan pada pelitian ini adalah fly ash dengan kelas F. Perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut: Kandungan mineral fly ash
Kelas F
Kelas C
70%
50%
Sulfur Trioksida (SO3), maksimal
5%
5%
Kalsium Oksida (CaO)
1%-12%
30%-40%
Silikon Dioksida (SiO2) + Alumunium Oksida (Al2O3) + Besi Oksida (Fe2O3), minimal
Sumber: Annual Book of ASTM Standard Volume 04.02 Standard Specification for Fly Ash and Raw or Calcined Natural Pozzolans for Use as a mineral Admixture in Portland Cement Concrete, 1994.
11
Gambar 2.5 Fly Ash Batubara dari PLTU Suralaya
2.2.3.2 Wetfix-Be [Anti-Stripping Agents] Aspal adalah material dengan polaritas rendah, mempunyai daya tarik yang rendah terhadap agregat. Sedangkan agregat mempunyai daya tarik yang tinggi terhadap air, dan agregat yang basah umumnya menolak aspal. Hal ini membuat aspal mudah terlepas oleh air. Oleh sebab itu diperlukan penambahan bahan aditif aspal (wetfix-be) yang berfungsi untuk merubah sifat aspal dan agregat, meningkatkan daya lekat dan ikatan, serta mengurangi efek negative dari air dan kelembaban. Dengan demikian dapat menghasilkan permukaan berdaya lekat tinggi. Wetfix-be merupakan bahan kimia yang sangat sensitif, selain harganya yang relative mahal penambahan jumlahnya terhadap campuran beraspal sangat sedikit sekali, tetapi dapat menghasillkan stabilitas yang cukup baik. Penggunaan wetfix-be ini sedang banyak digunakan oleh pemerintah DKI Jakarta.
12 Adapun manfaat dari anti-stripping agents adalah: •
Meningkatkan pelapisan aspal dengan agregat walau dalam keadaan basah.
•
Meningkatkan ikatan atau bonding.
•
Anti penuaan, memperpanjang umur jalan 3-4 tahun.
Gambar 2.6 Wetfix-be
2.3
Ikatan Aspal dan Agregat Ikatan aspal beton pada dasarnya tergantung kohesif dan karakteristik perekat binder itu sendiri untuk menjaga keutuhannya. Maka ikatan antara aspal dan agregat adalah penting, baik ikatan selama masa konstruksi ataupun selama masa pemeliharaan. Setiap hilangnya tingkat ikatan aspal dan agregat akan mengakibatkan hilangnya tingkat kinerja dari perkerasan. Kekuatan dari campuran beton aspal adalah hasil dari perlawanan kohesif binder, perekatan aspal dan agregat serta gesekan antara partikel agregat.
13 Dalam keadaan tertentu sebuah pengikat aspal akan terpisah dari agregat fenomena ini disebut juga dengan kata debonding, debonding ini diakibatkan dari beban lalu lintas, aspal dan agregat karakteristik, serta kondisi lingkungan. air adalah mekanisme yang biasanya memfasilitasi debonding, karena air selalu ada dalam bentuk apapun. Beberapa metode telah digunakan untuk membatasi kemungkinan pelepasan. Beberapa metode adalah: 1. Penambahan kapur atau semen portland dalam persentase kecil ke dalam campuran. 2. Precoating agregat dengan aspal aspal beton sebelum produksi. 3. Pemilihan penambahan mineral alam. 4. Mencuci, membuang atau mencampur agregat. 5. Penambahan bahan kimia (anti-stripping agent).
2.4
Suhu Campuran Aspal Suhu campuran aspal yang menjadi acuan di Laboraturium milik P.T. Subur Brother yang digunakan dalam studi ini adalah: •
Suhu Aspal
: 140°-150° C
•
Suhu Agregat
: 150°-170° C
•
Suhu Campuran : 130°-150° C
14
Gambar 2.7 Pencampuran Aspal
2.5
Metode Pengujian Laboratorium Metode pengujian yang digunakan adalah metode Marshall. Rancangan campuran bertujuan untuk mendapatkan resep campuran dari material yang terdapat di lokasi sehingga dihasilkan campuran yang memenuhhi spesifikasi campuran yang ditetapkan. Saat ini, metode rancangan campuran yang paling banyak dipergunakan di Indonesia adalah metode rancangan campuran berdasarkan pengujian empiris dengan mempergunakan alat Marshall. Metode rancangan berdasarkan pengujian empiris terdiri dari 4 tahap yaitu: 1. Menguji sifat agregat dan aspal yang akan dipergunakan sebagai bahan dasar campuran. 2. Rancangan campuran di laboratorium yang menghasilkan rumus campuran rancangan. 3. Kalibrasi hasil rancangan campuran ke instalasi pencampur yang akan digunakan.
15 4. Berdasarkan hasil kedua tahap di atas, dilakukan percobaan produksi di instalasi pencampur, dilanjutkan dengan penghamparan dan pemadatan dari hasil campuran percobaan. Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM maupun AASTHO melalui beberapa modifikasi , yaitu ASTM D 1559-76, atau AASTHO T245-90. Prinsip dasar dari metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Langkah-langkah rancangan campuran metode Marshall adalah: a. Mempelajari spesifikasi gradasi agregat campuran yang diinginkan dari spesifikasi campuran pekerjaan. b. Merancang proporsi dari masing-masing fraksi agregat yang tersedia untuk mendapatkan agregat campuran dengan gradasi sesuai butir. c. Menentukan kadar aspal total dalam campuran. d. Membuat benda uji atau briket beton aspal. e. Melakukan penimbangan terhadap benda uji tersebut, dalam hal ini ada 3 macam penimbangan, yaitu ditimbang: dalam keadaan kering, dalam air, dalam keadaan basah (SSD). f.
Melakukan perendaman benda uji didalam waterbath dengan suhu 60°C selama 30 menit.
g. Melakukan uji Marshall untuk mendapatkan stabilitas dan kelelahan (flow) benda uji.
16 h. Menghitung parameter Marshall yaitu AV, VMA, VFA, Stabilitas dan Flow sesuai dengan parameter yang ada pada spesifikasi campuran. i.
Menggambarkan hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall.
j.
Menentukan nilai kadar aspal optimum dari hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall.
k. Menghasilkan rumus rancangan campuran Penggunaan aspal harus memperhatikan hal-hal berikut: •
Suhu saat aspal mulai menyala. Hal ini terkait dengan batas pemanasan izin dengan tanpa menimbulkan bahaya kebakaran.
•
Suhu pada saat aspal mulai meleleh. Hal ini terkait dengan proses pencampuran, penghamparan dan pemadatan.
•
Penetrasi aspal. Hal ini terkait dengan dengan lokasi penggunaan aspal, jenis struktur.
•
Kehilangan berat akibat pemanasan, hal ini terkait dengan pencegahan kerapuhan aspal. Kekerasan aspal dinyatakan dengan angka penetrasinya. Semakin
besar angka penetrasinya, maka tingkat kekerasannya makin rendah. Sebagai bahan untuk campuran
perkerasan, aspal harus mempunyai
kinerja, kekuatan dan keawetan yang memadai. Oleh karena itu, pemilihan jenis aspal harus meninjau dari segi jenis, sifat dan maksud penggunaan yang terkait dengan syarat teknis dan kondisi di lapangan.
17
2.5.1
Parameter Perhitungan Parameter yang digunakan dalam metode Marshall adalah : •
Air Void (Pa) dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil antara partikel agregat terselimuti aspal. Rongga udara dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
% Rongga Udara (Pa ) =
100 (G mm − G mb ) .......................................... (2.1) G mm
Gmm = Berat jenis maksimum campuran ( tidak ada rongga udara ) Gmb •
= Berat jenis curah campuran padat
VMA, rongga dalam agregat mineral. Adalah rongga antar partikel agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif, dinyatakan dalam persen volume total. VMA dihitung berdasarkan Berat jenis agregat curah (bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat. Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
G mb − Ps ...................................................................... (2.2) VMA = 100 − Gsb
•
Gmb
= Berat jenis curah campuran padat
Ps
= Agregat, persen berat total campuran
Gsb
= Berat jenis curah agregat
Kepadatan atau Density
100 ............................................................ (2.3) Density = B / R + (100 − B ) / G sb
18
•
B
= Kadar aspal ( % )
R
= Berat jenis curah aspal
Gsb
= Berat jenis curah agregat
VFA adalah rongga udara terisi aspal, merupakan persentase rongga antar agregat pertikel (VMA) yang terisi aspal. VFA, tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
VFA =
100 (VMA − Pa ) ......................................................................... (2.4) VMA
Pa
= Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume
VMA = Rongga dalam agregat mineral •
GMM adalah berat jenis maksimum dari campuran dengan perbedaan kadar aspal. Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu berat jenis maksimum GMM, untuk kadar aspal yang berbeda diperlukan untuk menghitung persentase rongga udara masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
GMM =
A ............................................................................... (2.5) A+D−E
A = Berat benda uji di udara kering D = Berat wadah berisi air pada suhu 25°C E = Berat wadah berisi air dan beda uji pada suhu 25°C
19 •
Perkiraan kadar aspal rencana (Pb)
Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (% FA) + 0,18 (% FF) + kons tan ta ........ (2.6) Pb = Kadar aspal rencana awal CA = Agregat kasar FA = Agregat halus FF = Bahan pengisi Konstanta dengan nilai antara 0,5 – 1,0 untuk campuran Laston dan 2,0 – 3,0 untuk campuran lataston.