BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pendukung Keputusan (SPK)
Sistem pendukung keputusan (SPK) atau dikenal dengan Decision Support System (DSS), pada tahun 1970-an sebagai pengganti istilah Management Information System (MIS). Tetapi pada dasarnya SPK merupakan pengembangan lebih lanjut dari MIS yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Maksud dan tujuan dari adanya SPK, yaitu untuk mendukung pengambil keputusan memilih alternatif keputusan yang merupakan
hasil
pengolahan
informasi-informasi
yang
diperoleh/tersedia
dengan
menggunakan model-model pengambil keputusan serta untuk menyelesaikan masalahmasalah bersifat terstruktur, semi terstruktur dan tidak terstruktur (Mulyono, 1996).
Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis pada suatu masalah, pengumpulan fakta dan informasi, penentuan yang baik untuk alternatif yang dihadapi, dan pengambilan tindakan yang menurut analisis merupakan tindakan yang paling tepat.
Tetapi pada sisi yang berbeda, pembuat keputusan kerap kali dihadapkan pada kerumitan dan lingkup keputusan dengan data yang cukup banyak. Untuk kepentingan itu, sebagian besar pembuat keputusan dengan mempertimbangkan rasio manfaat/biaya,
Universitas Sumatera Utara
dihadapkan pada suatu keharusan untuk mengandalkan sistem yang mampu memecahkan suatu masalah secara efisien dan efektif, yang kemudian disebut dengan Sistem Pendukung Keputusan (SPK).
Dengan memperhatikan tinjauan relatif atas peranan manusia dan komputer untuk mengetahui bidang fungsi masing-masing, keunggulan serta kelemahannya, maka memahami SPK dan pemanfaatannya sebagai sistem yang menunjang dan mendukung pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan baik. Tujuan pembentukan SPK yang efektif adalah memanfaatkan keunggulan kedua unsur, yaitu manusia dan perangkat elektronik. Terlalu banyak menggunakan komputer akan menghasilkan pemecahan suatu masalah yang bersifat mekanis, reaksi yang tidak fleksibel, dan keputusan yang dangkal. Sedangkan terlalu banyak manusia akan memunculkan reaksi yang lamban, pemanfaatan data yang serba terbatas, dan kelambanan dalam mengkaji alternatif yang relevan.
2.1.1 Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan
Pada dasarnya manusia adalah bagian dari alam, dan tidak akan pernah terlepas dari kehidupan di alam. Manusia menjadi unsur alam yang paling mendominasi unsur-unsur lainnya di alam ini, hal ini tidak lain karena ia dibekali kemampuan-kemampuan untuk berkembang. Karena manusia dibekali kemampuan untuk berkembang, maka segala proses yang terjadi di sekelilingnya dan di dalam dirinya dirasakan dan diamatinya dengan menggunakan semua indera yang dimilikinya, dipikirkannya, lalu manusia akan berbuat dan bertindak.
Dalam menjalankan kehidupannya maka manusia tidak akan pernah terlepas dari menghadapi suatu masalah, dan hampir dalam setiap permasalahan yang dihadapi maka manusia harus membuat suatu keputusan dalam menyelesaikan setiap permasalahan. Dalam menghadapi segala proses yang terjadi di sekelilingnya dan di dalam dirinya, hampir setiap saat manusia membuat atau mengambil keputusan dan melaksanakannya. Ini tentu dilandasi asumsi bahwa segala tindakannya secara sadar merupakan pencerminan hasil proses pengambilan keputusan dalam pikirannya, sehingga sebenarnya manusia sudah sangat terbiasa dalam membuat keputusan.
Universitas Sumatera Utara
Jika keputusan yang diambil tersebut perlu dipertanggungjawabkan kepada orang lain atau prosesnya memerlukan pengertian pihak lain, maka perlu untuk diungkapkan sasaran yang akan dicapai berikut kronologi proses pengambilan keputusannya (Mangkusubroto dan Tresnadi, 1987).
Pada awal tahun 1970-an, Scott Morton pertama kali mendefinisikan konsep penting SPK. Ia mendefinisikan SPK sebagai “sistem berbasis komputer interaktif, yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah-masalah tidak terstruktur”.
2.1.2 Pengertian Sistem Pendukung Keputusan
Persoalan pengambilan keputusan, pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih yang prosesnya melalui sebuah mekanisme. Dan alternatif tindakan yang mungkin terjadi akan disesuaikan dengan kondisi persoalan yang dihadapi.
Pada umumnya para penulis buku pendukung keputusan sependapat bahwa kata keputusan (decision) berarti pilihan (choice), yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Pengambilan keputusan hampir tidak merupakan pilihan antara yang benar dan yang salah tetapi justru yang sering terjadi adalah pilihan antara yang “hampir benar” dan yang “mungkin salah”. Keputusan yang diambil biasanya dilakukan berdasarkan pertimbangan situasional, bahwa keputusan tersebut adalah keputusan terbaik (Salusu, 1996).
Walaupun keputusan biasa dikatakan sama dengan pilihan, ada perbedaan penting diantara keduanya. Sementara para pakar melihat bahwa keputusan adalah “pilihan nyata” karena pilihan diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk pilihan tentang cara untuk mencapai tujuan itu, baik pada tingkat perorangan atau pada tingkat kolektif. Selain itu, keputusan dapat dilihat pada kaitannya dengan proses, yaitu bahwa suatu keputusan ialah keadaan akhir dari suatu proses yang dinamis yang diberi label pengambilan keputusan (Salusu, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Keputusan dipandang sebagai proses karena terdiri atas satu seri aktivitas yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan bijaksana. Dengan kata lain, keputusan merupakan sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain dikesampingkan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pertimbangan ialah menganalisis beberapa kemungkinan atau alternatif, lalu memilih satu diantaranya (Salusu, 1996).
Definisi SPK menunjukkan SPK sebagai sebuah sistem yang dimaksudkan untuk mendukung para pengambil keputusan manajerial dalam situasi keputusan semistruktur. SPK dimaksudkan untuk menjadi alat bantu bagi para pengambil keputusan untuk memperluas kapabilitas mereka, namun tidak untuk menggantikan penilaian mereka. SPK ditunjukkan untuk keputusan-keputusan yang memerlukan penilaian atau pada keputusan-keputusan yang sama sekali tidak dapat didukung oleh algoritma (Turban, 2005).
Little (1970) mendefinisikan SPK sebagai “sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna membantu para manajer mengambil keputusan”. Dia menyatakan bahwa untuk sukses, sistem tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu penting, dan mudah berkombinasi.
Tata Sutabri (2005) dalam bukunya “Sistem Informasi Manajemen” mengatakan bahwa “dibandingkan dengan Executive Support System (ESS), SPK memang lebih luas wawasannya karena pada umumnya program SPK mempunyai kemampuan ESS ditambah kemampuan analisis, meskipun tidak mempunyai kemampuan penyajian presentasi sebagus ESS. Definisi SPK dapat ditulis sebagai rangkuman sistem komputer yang digunakan untuk membantu manajer membuat keputusan”.
Ciri-ciri serta keuntungan dalam menggunakan SPK dapat dituliskan sebagai berikut: 1. Dapat menyelesaikan masalah yang kompleks. 2. Sistem dapat berinteraksi dengan pemakainya, sehingga dapat membuat alternatif lebih dulu.
Universitas Sumatera Utara
3. Lebih cepat dan dengan hasil yang lebih baik dibanding dengan pengambilan keputusan yang intuisi (mengandalkan perasaan) terutama untuk lingkungan yang cepat berubah. 4. Menghasilkan acuan data untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi bagi manajer yang kurang berpengalaman. 5. Untuk masalah yang berulang, SPK dapat memberi keputusan dengan lebih efektif meski tidak selalu lebih efisien. 6. Fasilitas untuk mengambil data dapat memberi beberapa manajer berkomunikasi dengan lebih baik. 7. Meningkatkan produktifitas dan kontrol dari manajer. 8. Membantu bermacam-macam bagian dari manajemen. 9. SPK didesain untuk mudah dibuat dan mudah dipakai. 10. SPK digunakan untuk “membantu” manajer sehingga setiap saat dapat diabaikan atau dibatalkan.
Bonezek, dkk., (1980) mendefinisikan SPK sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari 3 (tiga) komponen yang saling berinteraksi: sistem bahasa (mekanisme untuk memberikan komunikasi antara pengguna dan komponen SPK lain), sistem pengetahuan (repositori pengetahuan domain masalah yang ada pada SPK baik sebagai data atau sebagai prosedur), dan sistem pemrosesan masalah (hubungan antara dua komponen lainnya, terdiri dari satu atau lebih kapabilitas manipulasi masalah umum yang diperlukan untuk pengambilan keputusan). Konsep-konsep yang diberikan oleh definisi tersebut sangat penting untuk memahami hubungan antara SPK dan pengetahuan.
Istilah sistem pendukung keputusan merupakan ekspresi yang bebas makna, bahwa istilah tersebut mengartikan hal-hal yang berbeda untuk orang-orang yang berbeda. Oleh karena itu, tidak ada definisi SPK yang diterima secara universal (Turban, 2005).
2.1.3 Karakteristik SPK
SPK pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi (computerized management information systems), yang
Universitas Sumatera Utara
dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Sifat interaktif ini diperlukan untuk memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan, seperti prosedur, kebijakan, teknik analisis, serta pengalaman dan wawasan manajerial guna membentuk suatu kerangka keputusan yang bersifat fleksibel (Suryadi dan Ramdhani, 1998).
SPK berbeda dengan sistem informasi lainnya (Turban, 2005). Beberapa karakteristik yang membedakannya adalah:
1. SPK dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang sifatnya terstruktur ataupun tidak terstruktur.
2. Dalam proses pengolahannya, SPK mengkombinasikan penggunaan modelmodel/teknik-teknik analisis dengan teknik pemasukan data konvensional serta fungsi-fungsi pencari/interogasi informasi.
3. SPK dirancang sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan/dioperasikan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar kemampuan pengoperasian komputer yang tinggi. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan biasanya model interaktif.
4. SPK dirancang dengan menekankan pada aspek fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi. Sehingga mudah disesuaikan dengan berbagai perubahan lingkungan yang terjadi dan kebutuhan pemakai. Dengan berbagai karakter khusus seperti dikemukakan di atas, SPK dapat memberikan berbagai manfaat atau keuntungan bagi pemakainya (Turban, 2005). Keuntungan dimaksud diantaranya adalah:
1. SPK memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data/informasi bagi pemakainya.
Universitas Sumatera Utara
2. SPK membantu pengambil keputusan dalam hal penghematan waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur.
3. SPK dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta hasilnya dapat diandalkan.
4. Walaupun suatu SPK yang sangat baik dalam perancangannya, mungkin saja tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pengambil keputusan, namun hasil dari SPK dapat menjadi stimulan bagi pengambil keputusan dalam memahami persoalannya. Karena suatu SPK dapat menyajikan berbagai alternatif.
5. SPK dapat menyediakan bukti tambahan untuk memberikan pembenaran sehingga dapat memperkuat posisi pengambil keputusan.
Disamping berbagai keuntungan dan manfaat seperti dikemukakan di atas, SPK juga memiliki beberapa keterbatasan (Daihani, 2001), diantaranya adalah:
1. Ada beberapa kemampuan manajemen dan bakat manusia yang tidak dapat dimodelkan, sehingga model yang ada dalam sistem tidak semuanya mencerminkan persoalan sebenarnya.
2. Kemampuan suatu SPK terbatas pada perbendaharaan pengetahuan yang dimilikinya (pengetahuan dasar serta model dasar).
3. Proses-proses yang dapat dilakukan oleh SPK biasanya tergantung juga pada kemampuan perangkat lunak yang digunakannya.
4. SPK tidak memiliki kemampuan intuisi seperti yang dimiliki oleh manusia. Karena walau bagaimanapun canggihnya suatu SPK, SPK hanyalah suatu kumpulan perangkat keras, perangkat lunak dan sistem yang mengoperasikannya yang tidak dilengkapi dengan kemampuan berpikir.
Universitas Sumatera Utara
Bagaimanapun juga harus diingat bahwa SPK tidak ditekankan untuk membuat keputusan. Dengan sekumpulan kemampuan untuk mengolah informasi/data yang akan diperlukan dalam proses pengambilan keputusan, sistem hanya berfungsi sebagai alat bantu manajemen. Jadi sistem ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan fungsi pengambil keputusan dalam membuat keputusan dalam melaksanakan tugasnya (Daihani, 2001).
Secara luas, dapat dikatakan bahwa SPK dirancang untuk menghasilkan berbagai alternatif yang ditawarkan kepada para pengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya. Karena sebagian besar proses pengambilan keputusan yaitu perumusan masalah dan pencarian alternatif telah dikerjakan oleh sistem, maka diharapkan para manajer akan lebih cepat dan akurat dalam menangani masalah yang dihadapinya.
Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa sistem pendukung keputusan memberikan manfaat bagi manajemen dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerjanya terutama dalam proses pengambilan keputusan (Daihani, 2001).
2.1.4 Tingkatan Teknologi SPK
Dalam merancang serta menggunakan SPK dikenal tiga tingkatan teknologi yang berupa perangkat keras (hardware) atau perangkat lunak (software). Ketiga tingkatan teknologi yang dimaksud (Daihani, 2001), adalah: 1. SPK Spesifik (Specific Decision Support Systems). 2. Pembangkit SPK (Decision Support Systems Generator). 3. Perlengkapan SPK (Decision Support System Tools).
2.1.4.1 SPK Spesifik (Specific Decision Support Systems)
Universitas Sumatera Utara
SPK spesifik adalah sistem yang ditujukan untuk membantu pemecahan serangkaian masalah yang memiliki karakteristik tertentu. Melalui pengkombinasian model, data serta teknik representasi tertentu, sistem ini menghasilkan berbagai alternatif yang akan memudahkan pengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya. Sistem ini pada hakikatnya, dapat juga digunakan untuk menjelaskan, memperkuat atau memberikan justifikasi terhadap suatu keputusan yang akan diambil oleh manajemen.
2.1.4.2 Pembangkit SPK (Decision Support Systems Generator)
Pembangkit SPK (Decision Support Systems Generator) merupakan perangkat lunak untuk pengembangan SPK. Sistem ini berfungsi untuk menghubungkan perangkat keras dan perangkat lunak yang akan digunakan dalam merancang dan membangun SPK. Pembangkit ini dilengkapi berbagai fasilitas yang memudahkan perancang dalam membangun SPK Spesifik.
2.1.4.3 Perlengkapan SPK (Decision Support Systems Tools)
Sistem ini merupakan teknologi yang paling dasar dalam merancang dan membangun SPK. Perlengkapan SPK terdiri atas elemen perangkat keras dan lunak. Dengan adanya berbagai utilitas yang dimiliki perlengkapan SPK, maka perancang akan lebih mudah membangun SPK terutama untuk mengembangkan SPK Spesifik dan pembangkit SPK. Saat ini tingkatan teknologi inilah yang banyak dikembangkan, diantaranya utilitas untuk: 1. Pengembangan bahasa bagi keperluan tertentu. 2. Peningkatan sistem operasi untuk mendukung perancangan subsistem dialog. 3. Perancangan grafik berwarna. 4. Perancangan subsistem lainnya.
2.1.5 Komponen-Komponen SPK
Universitas Sumatera Utara
SPK terdiri dari 3 (tiga) subsistem utama yang menentukan kapabilitas teknis SPK (Daihani, 2001), yaitu: 1. Subsistem data (data base). 2. Subsistem model (model base). 3. Subsistem dialog (user system interface).
2.1.5.1 Subsistem Data (Data Base)
Subsistem data merupakan komponen SPK penyedia data bagi sistem. Data dimaksud disimpan dalam suatu pangkalan data (data base) yang diorganisasikan oleh suatu sistem yang disebut dengan sistem manajemen pangkalan data (Data Base Management System/DBMS). Melalui manajemen pangkalan data inilah data dapat diambil dan diekstraksi dengan cepat (Daihani, 2001).
Ada beberapa perbedaan antara data base untuk SPK dan non-SPK. Pertama, sumber data untuk SPK lebih “kaya” daripada non-SPK dimana data harus berasal dari luar dan dari dalam karena proses pengambilan keputusan.
Perbedaan lain adalah proses pengambilan dan ektraksi data dari sumber data yang sangat besar. SPK membutuhkan proses ekstraksi dan DBMS yang dalam pengelolaannya harus cukup fleksibel untuk memungkinkan penambahan dan pengurangan secara cepat. Dalam hal ini, kemampan yang dibutuhkan dari manajemen data base
dapat diringkas
sebagai berikut (Suryadi dan Ramdhani, 1998):
1. Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan dan ekstraksi data.
2. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara tepat dan mudah.
Universitas Sumatera Utara
3. Kemampuan untuk menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan pengertian pemakai sehingga mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan.
4. Kemampuan untuk menangani data secara personil sehingga pemakai dapat mencoba berbagai alternatif pertimbangan personil.
5. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.
2.1.5.2 Subsistem Model (Model Base)
Keunikan dari SPK adalah kemampuannya dalam mengintegrasikan data dengan modelmodel keputusan. Kalau pada pangkalan data, organisasi data dilakukan oleh manajemen pangkalan data, maka dalam hal ini ada fasilitas tertentu yang berfungsi sebagai pengelola berbagai model yang disebut dengan pangkalan model (model base).
Kendala yang sering kali dihadapi dalam merancang suatu model adalah bahwa model yang disusun ternyata tidak mampu mencerminkan seluruh variabel alam nyata. Sehingga keputusan yang diambil yang didasarkan pada model tersebut menjadi tidak akurat dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, dalam menyimpan berbagai model pada sistem pangkalan model harus tetap dijaga fleksibilitasnya. Artinya harus ada fasilitas yang mampu membantu pengguna untuk memodifikasi atau menyempurnakan model, seiring dengan perkembangan pengetahuan (Daihani, 2001).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pada setiap model yang disimpan hendaknya ditambahkan rincian keterangan dan penjelasan yang komprehensif mengenai model yang dibuat, sehingga pengguna atau perancang: 1. Mampu membuat model yang baru dengan mudah dan cepat. 2. Mampu mengakses dan mengintegrasikan subrutin model. 3. Mampu menghubungkan model dengan model yang lain melalui pangkalan data.
Universitas Sumatera Utara
4. Mampu mengelola model base dengan fungsi manajemen yang analog dengan manajemen data base (seperti mekanisme untuk menyimpan, membuat katalog, menghubungkan dan mengakses model).
2.1.5.3 Subsistem Dialog (User System Interface)
Keunikan lainnya dari SPK adalah adanya fasilitas yang mampu mengintegrasikan sistem terpasang dengan pengguna secara interaktif. Fasilitas atau subsistem ini dikenal sebagai subsistem dialog. Melalui sistem dialog inilah sistem diartikulasikan dan diimplementasikan sehingga pengguna atau pemakai dapat berkomunikasi dengan sistem yang dirancang. Fasilitas yang dimiliki oleh subsistem ini dapat dibagi atas tiga komponen (Daihani, 2001), yaitu:
1. Bahasa aksi (action language), yaitu suatu perangkat lunak yang dapat digunakan pengguna untuk berkomunikasi dengan sistem. Komunikasi ini dilakukan melalui berbagai pilihan media seperti keyboard, joystick, atau key function lainnya.
2. Bahasa tampilan (display atau presentation language), yaitu suatu perangkat yang berfungsi sebagai sarana untuk menampilkan sesuatu. Peralatan yang digunakan untuk merealisasikan tampilan ini diantaranya adalah printer, grafik monitor, plotter, dan lain-lain.
3. Basis pengetahuan (knowledge base), yaitu bagian yang mutlak diketahui oleh pengguna sehingga sistem yang dirancang dapat berfungsi secara efektif.
Kombinasi dari berbagai kemampuan ini dikenal sebagai gaya dialog (dialog style), dimana gaya dialog ini terdiri atas beberapa jenis, diantaranya (Daihani, 2001):
1. Dialog Tanya Jawab, dimana dalam dialog ini sistem bertanya kepada pengguna dan pengguna menjawab, kemudian dari hasil dialog ini sistem akan menawarkan alternatif keputusan yang dianggap memenuhi kebutuhan pengguna.
Universitas Sumatera Utara
2. Dialog Perintah, dimana dalam dialog ini pengguna memberikan perintah-perintah yang tersedia pada sistem untuk menjalankan fungsi yang ada pada SPK.
3. Dialog Menu, dimana model dialog ini merupakan gaya dialog yang paling populer dalam SPK. Dalam hal ini pengguna dihadapkan pada berbagai alternatif menu yang telah disediakan sistem. Menu ini akan ditampilkan pada monitor. Dalam menentukan pilihannya, pengguna sistem cukup menekan tombol-tombol tertentu, dan setiap pilihan akan menghasilkan respon/jawaban tertentu.
4. Dialog Masukan/Keluaran, dimana dialog ini menyediakan form input atau masukan. Melalui media ini, pengguna memasukkan perintah dan data. Di samping form input, juga disediakan form keluaran yang merupakan respon dari sistem. Setelah memeriksa keluaran, pengguna dapat mengisi form masukan lainnya untuk melanjutkan dialog berikutnya.
2.2 Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk
Proses analisis kebijakan membutuhkan adanya kriteria sebelum memutuskan pilihan dan berbagai alternatif yang ada. Kriteria menunjukkan definisi masalah dalam bentuk yang konkret dan kadang-kadang dianggap sebagai sasaran yang akan dicapai (Sawicki, 1992). Analisis atas kriteria penilaian dilakukan untuk memperoleh seperangkat standar pengukuran, untuk kemudian dijadikan sebagai alat dalam membandingkan berbagai alternatif.
Pada saat pembuatan kriteria, pengambil keputusan harus mencoba untuk menggambarkan dalam bentuk kualitatif, jika hal ini memungkinkan. Hal itu karena akan selalu ada beberapa faktor yang tidak dapat dikuantifikasikan yang juga tidak dapat diabaikan sehingga mengakibatkan semakin sulitnya membuat perbandingan. Kenyataan bahwa kriteria yang tidak bisa dikuantifikasikan itu sukar untuk diperkirakan dan diperbandingkan
Universitas Sumatera Utara
hendaknya tidak menyebabkan pengambil keputusan untuk tidak menggunakan kriteria tersebut, karena kriteria ini dapat saja relevan dengan masalah utama di setiap analisis.
Sikap-sikap yang harus diperhatikan dalam memilih kriteria pada setiap proses pengambilan keputusan (Suryadi dan Ramdhani, 1998) adalah sebagai berikut:
1. Lengkap, sehingga dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan tersebut. Suatu set kriteria disebut lengkap apabila set ini dapat menunjukkan seberapa jauh seluruh tujuan dapat dicapai.
2. Operasional, sehingga dapat digunakan dalam analisis. Sifat operasional ini mencakup beberapa pengertian, antara lain adalah bahwa kumpulan kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga ia dapat benar-benar menghayati implikasinya terhadap alternatif yang ada. Selain itu, jika tujuan pengambil keputusan ini harus dapat digunakan sebagai sarana untuk meyakinkan pihak lain, maka kumpulan kriteria ini harus dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan penjelasan atau untuk berkomunikasi. Operasional ini juga mencakup sifat dapat diukur. Pada dasarnya sifat dapat diukur ini adalah untuk: a. Memperoleh distribusi kemungkinan dari tingkat pencapaian kriteria yang mungkin diperoleh (untuk keputusan dalam ketidakpastian). b. Mengungkapkan preferensi pengambil keputusan atas pencapaian kriteria.
3. Tidak berlebihan, sehingga menghindarkan perhitungan berulang. Dalam menentukan set kriteria, jangan sampai terdapat kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.
4. Minimum, agar lebih mengkomprehensifkan persoalan. Dalam menentukan sejumlah kriteria perlu sedapat mungkin mengusahakan agar jumlah kriterianya sesedikit mungkin. Karena semakin banyak kriteria maka semakin sukar pula untuk dapat menghayati persoalan dengan baik, dan jumlah perhitungan yang diperlukan dalam analisis akan meningkat dengan cepat.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa model pengambil keputusan pada dasarnya mengambil konsep pengukuran kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif pada dasarnya merupakan upaya penggambaran dunia nyata.
2.2.1 Decision Tree (Pohon Keputusan)
Pohon keputusan merupakan metode klasifikasi dan prediksi yang sangat kuat dan terkenal. Metode pohon keputusan mengubah fakta yang sangat besar menjadi pohon keputusan yang merepresentasikan aturan. Aturan dapat dengan mudah dipahami dengan bahasa alami. Dan mereka juga dapat diekspresikan dalam bentuk bahasa basis data seperti Structured Query Language untuk mencari record pada kategori tertentu.
Pohon keputusan juga berguna untuk mengeksplorasi data, menemukan hubungan tersembuyi antara sejumlah calon variabel input dengan sebuah variabel target. Karena pohon keputusan memadukan antara eksplorasi data dan pemodelan, dan sangat bagus sebagai langkah awal dalam proses pemodelan bahkan ketika dijadikan sebagai model akhir dari beberapa teknik lain (Kusrini, 2009).
2.2.1.1 Dasar-dasar Decision Tree
Secara konsep decision tree adalah salah satu dari teknik decision analysis. Tries sendiri pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960-an oleh Fredkin. Trie atau digital tree berasal dari kata retrival (pengambilan kembali) sesuai dengan fungsinya. Secara etimologi kata ini diucapkan sebagai tree. Meskipun mirip dengan kata try, tetapi hal ini bertujuan untuk membedakannya dari general tree. dalam ilmu komputer, trie atau prefix tree adalah sebuah struktur data dengan representasi ordered tree yang digunakan untuk menyimpan associative array yang berupa string. Berbeda dengan binary search tree (BST) yang tidak ada node di tree yang menyimpan elemen yang berhubungan dengan node sebelumnya dan posisi setiap elemen di tree sangat menentukan. Semua keturunan dari suatu node mempunyai prefix string yang mengandung elemen dari node itu, dengan root merupakan string kosong. Values
Universitas Sumatera Utara
biasanya tidak terkandung di setiap node, hanya di daun dan beberapa node di tengah yang cocok dengan elemen tertentu.
Secara singkat bahwa decision tree merupakan salah satu metode klasifikasi pada text mining. Klasifikasi adalah proses menemukan kumpulan pola atau fungsi-fungsi yang mendeskripsikan dan memisahkan kelas data satu dengan lainnya, untuk dapat digunakan untuk memprediksi data yang belum memiliki kelas data tertentu (Jianwei Han, 2001).
Pohon keputusan dikembangkan untuk membantu pengambil keputusan membuat serangkaian keputusan yang melibatkan peristiwa ketidakpastian. Pohon keputusan adalah suatu peralatan yang mengambarkan secara grafik berbagai kegiatan yang dapat diambil dan dihubungkan dengan kegiatan ini dengan berbagai peristiwa di waktu mendatang yang dapat terjadi. Seperti dalam teknik riset operasi, pohon keputusan tidak akan membuat keputusan bagi pengambil keputusan, kebijakan masih akan diperlukan. Bagaimanapun dalam berbagai situasi yang tepat, penggunaan pohon keputusan akan mengurangi kekacauan potensial dalam suatu masalah kompleks dan memungkinkan pengambil keputusan menganalisis masalah secara rasional (Sutabri, 2005).
Sebuah pohon keputusan adalah sebuah struktur yang dapat digunakan untuk membagi kumpulan data yang besar menjadi himpunan-himpunan record yang lebih kecil dengan menerapkan serangkaian aturan-aturan keputusan. Dengan masing-masing rangkaian pembagian, anggota himpunan hasil menjadi mirip satu dengan yang lain (Berry dan Linnof, 2004).
2.2.1.2 Prosedur Pembentukan Decision Tree
Decision tree adalah sebuah struktur pohon, dimana setiap node pohon merepresentasikan atribut yang telah diuji, setiap cabang merupakan suatu pembagian hasil uji, dan node daun
Universitas Sumatera Utara
(leaf) merepresentasikan kelompok kelas tertentu. Level node teratas dari sebuah decision tree adalah node akar (root) yang biasanya berupa atribut yang paling memiliki pengaruh terbesar pada suatu kelas tertentu. Pada umumnya decision tree melakukan strategi pencarian secara top-down untuk solusinya. Pada proses mengklasifikasi data yang tidak diketahui, nilai atribut akan diuji dengan cara melacak jalur dari node akar (root) sampai node akhir (daun) dan kemudian akan diprediksi kelas yang dimiliki oleh suatu data baru tertentu.
Sebuah model keputusan terdiri dari sekumpulan aturan untuk membagi jumlah populasi yang heterogen menjadi lebih kecil, lebih homogen dengan memperhatikan pada variabel tujuannya. Sebuah model keputusan mungkin dibangun dengan saksama secara manual atau dapat tumbuh secara otomatis dengan menerapkan salah satu atau beberapa algoritma pohon keputusan untuk memodelkan himpunan data yang belum terklasifikasi (Kusrini, 2009).
Variabel tujuan biasanya dikelompokkan dengan pasti dan model pohon keputusan lebih mengarah pada perhitungan probabilitas dari tiap-tiap record terhadap kategori-kategori tersebut atau untuk mengklasifikasi record dengan mengelompokkannya dalam satu kelas. Pohon keputusan juga dapat digunakan untuk mengestimasi nilai dari variabel continue meskipun ada beberapa teknik yang lebih sesuai untuk kasus ini.
Data dalam pohon keputusan biasanya dinyatakan dalam bentuk tabel dengan atribut dan record. Atribut menyatakan suatu parameter yang dibuat sebagai kriteria dalm pembentukan pohon keputusan. Misalkan untuk menentukan main tenis, kriteria yang diperhatikan adalah cuaca, angin, dan temperatur. Salah satu atribut merupakan atribut yang menyatakan data solusi per item data yang disebut target atribut. Atribut memliki nilai-nilai yang dinamakan dengan instance. Misalkan atribut cuaca mempunyai instance berupa cerah, berawan dan hujan (Basuki dan Syarif, 2003).
Proses pada pohon keputusan adalah mengubah bentuk data (tabel) menjadi model pohon, mengubah model pohon menjadi rule, dan menyederhanakan rule (Basuki dan Syarif, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Dalam membangun decision tree menggunakan algoritma ID3 atau C4.5, yang diperkenalkan dan dikembangkan pertama kali oleh Ros Quinlan yang merupakan singkatan dari Iteractive Dichotomiser 3 atau Induction of Decision 3. algoritma ID3 membentuk pohon keputusan dengan metode divide and conquer data secara rekursif dari atas ke bawah.
Strategi pembentukan decision tree dengan algoritma ID3 adalah:
1. Pohon dimulai sebagai node tunggal (akar/root ) yang merepresentasikan semua data.
2. Sesudah node root dibentuk, maka data pada node akar akan diukur dengan information gain untuk dipilih atribut mana yang akan dijadikan atribut pembaginya.
3. Sebuah cabang dibentuk dari atribut yang dipilih menjadi pembagi dan data akan didistribusikan ke dalam cabang masing-masing.
4. Algoritma ini akan terus menggunakan proses yang sama atau bersifat rekursif untuk dapat membentuk sebuah decision tree. ketika sebuah atribut telah dipilih menjadi node pembagi atau cabang, maka atribut tersebut tidak diikutkan lagi dalam penghitungan nilai information gain.
5. Proses pembagian rekursif akan berhenti jika salah satu dari kondisi di bawah ini terpenuhi:
a. Semua data dari anak cabang telah termasuk dalam kelas yang sama.
b. Semua atribut telah dipakai, tetapi masih tersisa data dalam kelas yang berbeda. Dalam kasus ini, diambil data yang mewakili kelas terbanyak untuk dijadikan label kelas.
Universitas Sumatera Utara
c. Tidak terdapat data pada anak cabang yang baru. Dalam kasus ini, node daun akan dipilih pada cabang sebelumnya dan diambil data yang mewakili kelas terbanyak untuk dijadikan label kelas.
2.3 Kredit Perbankan
Penelitian mengenai kebijakan perkreditan yang aman untuk perbankan (secure) sebenarnya sudah banyak dibahas di dalam dan luar negeri, dikarenakan perbankan sebagai sebuah perusahaan yang ikut menjaga stabilitas ekonomi sehingga sektor ini perlu mendapat perhatian khusus.
Di negara maju seperti di Amerika Serikat (AS) sejarah kredit konsumtif dapat dikatakan relatif masih baru apabila dibandingkan dengan usia lembaga perbankan yang sudah mencapai 200 tahun. Kredit konsumtif baru berkembang sesudah perang dunia II, bersamaan dengan meningkatnya kemakmuran masyarakat, yang mengakibatkan meningkatnya permintaan barang konsumsi seperti mobil atau rumah yang sebelumnya sulit diperoleh.
Di Indonesia sejarah kredit konsumtif kiranya tidak berbeda jauh dengan pola di atas. Artinya sekalipun lembaga pemberi kredit sudah dikenal di Indonesia 200 tahun yang lalu, akan tetapi kredit yang diberikan pda saat itu terutama adalah kredit usaha untuk pedagang kecil atau petani. Kredit konsumtif itu sendiri baru marak dalam era perbankan Indonesia sejak akhir dekade 1970-an, bersamaan dengan adanya promosi intensif dari Citibank pada tahun 1977.
Manfaat kredit konsumtif (Learning Management Group, 2005) bagi masyarakat maupun individu itu sendiri adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Kredit konsumtif memungkinkan seseorang membeli barang/jasa yang diinginkan tanpa harus menunggu tabungannya mencukupi, sehingga dengan demikian kredit konsumtif mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Kredit konsumtif juga dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Hal ini dikarenakan ketika seseorang membeli barang dengan bantuan kredit Bank, maka berarti ada permintaan atas barang dagangan tersebut, sehingga penjual akan memesan barang yang serupa kepada pemasok dan selanjutnya pemasok akan memesan kepada produsen.
3. Kredit konsumtif memberikan bisnis dan keuntungan yang memadai bagi lembaga perbankan yang menyediakannya.
Dalam pemberian kredit dikenal adanya istilah kebijakan kredit. Kebijakan kredit dapat diartikan sebagai tindakan atau langkah yang menjadi pedoman pengambilan keputusan dibidang perkreditan. Secara berkala kebijakan perkreditan akan ditinjau secara berkala dan disesuaikan dengan perkembangan yang terus berubah. Dan karena kebijakan kredit mencerminkan filosofi kredit yang dianut suatu Bank, maka masing-masing Bank akan memiliki kebijakan perkreditan tersendiri (Learning Management Group, 2005).
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Bank Indonesia bahwa setiap bank umum wajib memiliki kebijaksanaan perkreditan bank (KPB) secara tertulis. Dengan adanya KPB tersebut diharapkan dapat tercapai tujuan berikut ini:
1. Menjadi pedoman bagi seluruh satuan tugas perkreditan di dalam memproses dan mengambil keputusan kredit.
2. Menjamin kepatuhan terhadap ketentuan dan melakukan sikap kehati-hatian di dalam pemberian kredit.
Universitas Sumatera Utara
3. Mencapai keseimbangan, antara pertumbuhan portofolio kredit konsumtif dengan risiko yang terkait.
Setiap kebijakan kredit harus memuat komponen-komponen berikut ini (Learning Management Group, 2005):
1. Setiap Bank wajib menghindari pemberian kredit untuk tujuan spekulasi atau kredit kepada debitur bermasalah pada bank lain. Sebaliknya setiap bank akan memiliki kategori jenis peminjam/debitur yang akan menjadi target pasarnya.
2. Kebijakan kredit harus menunjuk pejabat yang diberi kewenangan khusus dalam bidang perkreditan. Di Bank CIMB Niaga,tbk terdapat panitia kredit yang diberi wewenang sampai sejumlah tertentu untuk memberikan persetujuan kredit. Terakhir, terdapat pejabat kredit (Account officer) yang bertanggung jawab untuk melakukan supervisi terhadap perkembangan account yang dikelolanya.
3. Kebijakan kredit harus menjabarkan cara bank di dalam melakukan evaluasi kredit seperti kapasitas , karakter, jaminan, dan lain-lain.
4. kebijakan kredit menganut konsep hubungan total kredit, dimana persetujuan pemberian kredit didasarkan atas penilaian seluruh jenis kredit nasabah yang ada pada saat tertentu.
2.3.1 Consumer Product (Kredit Konsumtif)
Kredit konsumtif adalah meliputi semua bentuk pinjaman yag diberikan kepada perorangan/individu dan digunakan untuk konsumtif seperti membeli barang-barang
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan pribadi untuk digunakan sendiri, tidak untuk dijual ke pihak lain dan termasuk pula jenis pinjaman yang dijamin dengan deposito (Learning Management Group, 2005).
Learning Management Group (2005) menyimpulkan karakteristik dari Kredit Konsumtif adalah :
4.
Kredit konsumtif memenuhi kebutuhan akan pendanaan dengan tujuan yang spesifik, seperti untuk membeli mobil, rumah, renovasi, dan lain– lain.
5.
Kredit konsumtif memiliki ketentuan yang mengikat sejak awal hingga akhir masa pinjaman yang menyangkut jangka waktu, angsuran perbulan, jaminan yang disyaratkan serta plafon pinjaman.
6.
Sebagai produk, kredit konsumtif merupakan produk massal karena ditujukan kepada semua nasabah individu yang memenuhi kriteria.
7.
Kredit konsumtif disebut juga formula lending artinya merupakan suatu bentuk pinjaman yang mempunyai rumusan yang telah disederhanakan untuk menolak atau menyetujui permohonan kredit.
8.
Kredit konsumtif adalah collateral lending artinya pemberian kredit konsumtif selalu disyaratkan jaminan karena tujuannya yang spesifik sehingga jaminan kredit dapat berfungsi sebagai bukti adanya tujuan kredit dan selain itu juga berfungsi sebagai second way out jika terjadi kemacetan kredit.
2.3.1.1 Jenis Kredit Konsumtif
Universitas Sumatera Utara
Kredit konsumtif pada industri perbankan dibedakan atas 3 (tiga) jenis (Learning Management Group, 2005), yaitu: 1. Berdasarkan cara pembayaran. 2. Berdasarkan tujuan. 3. Berdasarkan cara penyampaian.
2.3.1.1.1 Berdasarkan Cara Pembayaran
Jenis fasilitas kredit konsumtif berdasarkan cara pembayaran terdiri atas:
1. Instalment Credit (On Liquidation Basis) Instalment Credit adalah jenis fasilitas kredit yang mensyaratkan adanya angsuran kredit untuk pembayaran kembali kredit. Angsura kredit ini dibayar setiap bulan selama jangka waktu kredit, atau disebut juga close end credit.
2. Revolving Credit Revolving Credit adalah jenis fasilitas kredit yang tidak mensyaratkan adanya angsuran kredit. Pembayaran kembali kredit dilakukan pada saat jatuh tempo kredit. Kewajiban debitur setiap bulan membayar bunga kredit, atau disebut juga open end credit.
Berdasarkan Tujuan
Jenis fasilitas kredit berdasarka tujuan terbagi menjadi: 1. Kredit pembelian tanah, rumah, ruko, dan lain-lain. 2. Kredit pembelian kendaran. 3. Kredit untuk serbaguna.
Secara umum ditinjau dari tujuan diatas, produk kredit konsumtif terbagi atas (Learning Management Group, 2005):
Universitas Sumatera Utara
1. Kredit Pemilikan Rumah. Adalah fasilitas kredit yang diberikan oleh pihak Bank kepada debitur perorangan untuk membiayai sebagian kebutuhan dana untuk pembelian rumah, ruko, maupun tanah. Syarat-syarat rumah, ruko, dan tanah yang dapat dibiayai, antara lain:
a. Harus bersifat marketable baik ditinjau dari segi lokasi, kondisi, harga, luas tanah/bangunan maupun desain bangunan.
b. Bersertifikat hak milik ataupun HGB (Hak Guna Bangunan) dengan jatuh tempo HGB minimum 2 tahun setelah jatuh tempo kredit.
c. Rumah yang dibeli tidak boleh disewakan/dipindahtangankan kepada pihak lain tanpa ijin Bank selma kredit belum lunas.
Besar kredit yang dapat diperoleh dari KPR Bank Niaga adalah sesuai kamampuan nasabah dan sesuai ketentuan Bank Niaga, dengan batasan:
Tabel 2.1 Tabel batasan untuk pemberian besar kredit KPR No
1
2
3
4
Kategori
Besar Kredit
Rumah baru, lokasi di Komplek Max. 90% dari Harga Penawaran Developer Real Estate Rumah
Bekas,
lokasi
di
Max. 80% dari Nilai Pasar Bank Niaga
Komplek Real Estate Lokasi di Luar Komplek Real Max. 80% dari Nilai Pasar Bank Niaga Estate Pembelian Ruko Baru
Max. 80% dari Harga Penawaran Developer
Universitas Sumatera Utara
5
6
7
Pembelian Ruko Bekas
Max. 80% dari Penilaian Bank
Pembebasan Tanah (Kavling), di
Max. 80% dari Harga Penawaran Developer
Komplek Real Estate Pembebasan Tanah (Kavling), di Max. 80% dari Penilaian Bank luar Komplek Real Estate
2. Kredit Pemilikan Mobil
Adalah kredit yang diberikan oleh Bank kepada debitur perorangan untuk membiayai sebagian kebutuhan pembelian mobil baru atau mobil bekas.
Syarat-syarat mobil yang dapat dibiayai, antara lain (Leraning Management Group, 2005): a. Jenis kendaraan adalah passenger car (tidak termasuk truk dan bis). b. Kendaraan digunakan untuk keperluan pribadi dan tidak disewakan.
Besar kredit yang dapat diperoleh dari KPM Bank Niaga adalah sesuai dengan kemampuan nasabah dan sesuai ketentuan Bank Niaga, dengan batasan: a. Untuk mobil baru, 80% dari harga penawaran dealer . b. Untuk mobil bekas, 80% dari dari penilaian pasar Bank Niaga.
3. Kredit Serbaguna
Adalah kredit yang diberikan oleh Bank kepada debitur perorangan untuk membiayai sebagian kebutuhan dana, seperti: a. Pembangunan/renovasi rumah b. Pembelian peralatan kedokteran. c. Pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
d. Tujuan konsumtif lainnya.
4. Kartu Kredit
Adalah kredit yang diberikan oleh Bank kepada debitur perorangan untuk dapat membiayai berbagai kebutuhan dengan penarikan pinjaman menggunakan kartu yang dikenal sebagai Visa Card atau Master Card.
Berdasarkan Cara Penyampaian
Jenis fasilitas kredit berdasarkan cara penyampaian dibagi menjadi:
1. Direct Loan Adalah kredit yang diberikan langsung oleh Bank kepada nasabah (end user). Keuntungan dari cara ini adalah: a. Bank dapat berhubungan langsung dengan nasabah. b. Loan structuring dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah secara langsung. c. Bank dapat mengawasi proses pemberian kredit kepada nasabah. d. Kesempatan untuk melakukan cross selling.
Kekurangan dari cara ini adalah: a. Employee cost relatif besar karena Bank harus menyediakan staff marketing yang cukup banyak. b. Kebutuhan pendidikan/training bagi staff marketing karena mereka dituntut untuk harus berkomunikasi yang baik dengan konsumen dan handal dalam memproses kredit.
2. Indirect Loan
Universitas Sumatera Utara
Adalah produk kredit yang diberikan kepada nasabah melalui pihak ketiga. Cara ini dapat dipergunakan Bank pada saat memberikan kredit untuk pembelian mobil dimana penjualannya melalui dealer-dealer yang ada.
Kelebihan cara ini adalah: a. Meningkatkan kerjasama dengan mitra usaha. b. Menambah channel of distribution. c. Meningkatkan efisiensi dalam biaya operasional dan promosi. d. Risk responsibility sharing dengan mitra usaha.
Kekurangan cara ini adalah: a. Bank tidak berhubungan langsung dengan nasabah. b. Adanya perbedaan selling practice. c. Masalah loyalitas mitra usaha. d. Kemungkinan adanya fraud dan resiko legal.
Data Collection
Data Collection adalah tahap pengumpulan informasi atas calon debitur melalui pengisian formulir permohonan kredit (credit application) yang antara lain memuat informasi mengenai penggunaan kredit, pekerjaan, pengalaman kerja, informasi data keuangan, kekayaan yang dimiliki, dan latar belakang keluarga.
Pengisian formulir aplikasi kredit yang disertai wawancara terhadap calon debitur dapat memberikan informasi awal atas diri yang bersangkutan. Langkah selanjutnya adalah pengecekan kebenaran informasi tersebut terhadap dokumentasi yang telah dilakukan. Berbeda dengan data collection, data gathering adalah kegiatan pengumpulan data pendukung. Data pendukung yang dibutuhkan dalah dokumen yang berhubungan dengan informasi identitas nasabah, status perkawinan, jumlah tanggungan, kondisi keuangan, dan lain-lain (Learning Management Group, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengumpulan data untuk pemberian fasilitas kredit, maka dilakukan juga Credit Evaluation (evaluasi kredit) yang dilakukan consumer banking, yang meliputi: 1. Analisa kualitatif (qualitative analysis) 2. Analisa kuantitatif (quantitative analysis) 3. Analisa jaminan (collateral analysis)
2.3.1.2.1
Analisa Kualitatif (Qualitative Analysis)
Analisa kualitatif dilakukan dengan cara menelaah informasi yang menyangkut beberapa hal berikut ini:
1. Analisa “Can We”, dimana analisa ini dilakukan untuk mengetahui apakah permohonan pinjaman yang dilakukan calon debitur sesuai dengan kebijaksanaan dan ketentuan internal Bank Niaga yang telah diatur di dalam Manual P3K, seperti syarat-syarat umum peminjam.
2. Analisa “Character”, dimana analisa ini dilakukan guna mengetahui itikad baik, kemauan dan sikap calon debitur terhadap pembayaran kembali pinjaman yang telah dinikmati.
Informasi
tersebut
dapat
diperoleh
dengan
melakukan
checking
(penyelidikan) terhadap calon debitur yang wajib dilakukan oleh staf consumer marketing. Penyelidikan terhadap calon debitur meliputi: a. Daftar Kredit Macet Gabungan Bank Indonesia (DKMGBI) b. Daftar Hitam Bank Indonesia (DHBI) c. Daftar Kredit Macet Bank Niaga d. Daftar Nasabah Debitur Bank Niaga e. Other External Information seperti diantaranya, BI Checking, Credit Card, pengadilan, organisasi perkumpulan atau dari hasil Personal Investigation Report.
Universitas Sumatera Utara
Bank Niaga menetapkan kebijaksanaan bahwa calon debitur yang pernah atau saat ini masih tercantum dalam DKMGBI dan DHBI termasuk ke dalam negative list yang harus dihindari. Dalam tahap ini semakin banyak informasi yang relevan mengenai sikap/sifat/karakter calon debitur yang dapat diperoleh, semakin optimal upaya untuk mendapatkan kredit berkualitas.
3. Analisa “Condition”, dimana analisa ini dilakukan guna mengetahui pengaruh situasi dan kondisi perekonomian secara makro terhadap kelangsungan sumber penghasilan calon debitur di masa akan datang, dan diharapkan bank dapat mengantisipasi risiko kredit.
Informasi yang dapat membantu analisa tersebut diantaranya: a. Mengetahui kebijaksanaan pemerintah terhadap usaha calon debitur. b. Mengetahui kondisi persaingan maupun produk substitusi dari usaha calon debitur. c. Faktor eksternal lainnya.
2.3.1.2.2
Analisa Kuantitatif (Quantitative Analysis)
Analisa kuantitatif dilakukan dengan cara menelaah informasi yang menyangkut beberapa hal berikut ini:
1. Analisa “Capital”, dimana analisa ini dilakukan guna mendapatkan informasi harta kekayaan calon debitur sehingga diharapkan dapat menjadi back-up sumber pembayaran pinjaman bila suatu saat terjadi masalah dengan sumber pembayaran utama. Informasi perihal tersebut diantaranya dapat diperoleh melalui daftar kekayaan yang dimilki calon debitur yang dicantumkan pada aplikasi pinjaman, dari wawancara dengan debitur, dari laporan keuangan, personal investigation report, dan lain-lain.
2. Analisa “capacity”, dimana analisa ini
merupakan analisa terhadap kapasitas
kemampuan calon debitur untuk memenuhi kewajibannya setiap bulan.
Universitas Sumatera Utara
3. Analisa Kapasitas kemampuan FIE, dimana bagi FIE analisa kemampuan calon debitur dilakukan dengan mengetahui angka Ratio Instalment to Disposable Income (RIDI).
Perhitungan RIDI adalah sebagai berikut:
Angsuran Per Bulan RIDI = 100% DI Keterangan: RIDI
: Ratio Instalment to Disposable Income
Angsuran Per Bulan
: Biaya yang harus dibayarkan setiap bulannya.
DI
: Disposible Income
Nilai dari disposible income diperoleh dari penghasilan bersih setiap bulan (suami+istri) dikurangi dengan pengeluaran rutin rumah tangga per bulan (termasuk kewajiban angsuran sebelumnya). Maksimal RIDI sesuai ketentuan Bank Niaga adalah ≤ 60%. Untuk FIE, informasi penghasilan bersih diperoleh dari surat keterangan
penghasilan
dan/atau
slip
gaji
karyawan/karyawati
setelah
dikonfirmasikan kepada perusahaan dimana calon debitur bekerja, selain itu perlu dilakukan pengecekan terhadap rekening koran/tabungan calon debitur.
4. Analisa “Jaminan”, dimana jaminan merupakan langkah berjaga-jaga dalam kondisi kredit yang buruk, yang mungkin terjadi pada saat first way out tidak lagi dapat diandalkan. Dalam kredit konsumtif umumnya jaminan atas pinjaman adalah juga aset yang dibiayai, terkecuali untuk kredit konsumtif yang sifatnya re-financing.
Universitas Sumatera Utara